You are on page 1of 8

Jakarta,

JRL Vol.6 No.3 Hal. 207 - 214 ISSN : 2085-3866


November 2010

STRATEGI MITIGASI UNTUK MENGATASI PENYAKIT


AKIBAT SANITASI LINGKUNGAN YANG BURUK :
PARADIGMA BARU MITIGASI BENCANA

Mardi Wibowo

Peneliti Geologi Lingkungan


Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
e-mail : m_wibowo@webmail.bppt.go.id

Abstract

Indonesia’s disaster potential is very high and varied. Natural conditions, population and
cultural diversity in Indonesia cause in increased risks due to natural disasters, man-made
disasters and emergencies to be complex, on the other side Indonesia is rich in natural
resources. Disaster relief should be directed from pre-disaster phase, during emergency
response and post disaster. The initial phase of this effort is the need for understanding of
all stakeholders (mainly institutions) about the development of the concept and paradigm
change mitigation. By knowing the concept and development of this paradigm is expected
that all stakeholders can do things from the smallest to the larger and synergies will
occur from all stakeholders to minimize the impact of a disaster. From ancient times until
now the concept of a paradigm in disaster management shift very rapidly starting from
the conventional to the holistic paradigm. In general, the development paradigm is the
conventional paradigm (relief & emergency), mitigation paradigm, development paradigm
and paradigm of risk reduction. Paradigm that is now growing and effective enough to
minimize the risk mitigation is the analogy of mitigation for diseases caused by poor
environmental sanitation. The analogy with disease problems mentioned above, there are
disasters which can now be viewed in the same perspective, where the current disaster
is something that is not predictable and it is destiny or part of the risks of everyday life.
The concentration of people and higher population levels worldwide would increase the
risk of disasters and multiply the consequences of natural hazards as dangers that arise.
However, based on science “of epidemiology disaster” actually most of these disasters can
be prevented or at least many ways to reduce the impact of a disaster (mitigation actions).
Like the war against disease, warfare should be fought against disaster by any person
jointly and involve society as well as changes in social behavior as well as improvements
in individual practices.

Keywords : mitigation, disease, environmental sanitation, disaster

207Strategi Mitigasi Untuk Mengatasi...(Mardi Wibowo)


I. Pendahuluan Disamping tingginya potensi bahaya
utama, Indonesia juga memiliki potensi
1.1 Latar Belakang bahaya ikutan (collateral hazard potency)
yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat
Indonesia yang terdiri atas gugusan dari beberapa indikator misalnya likuifaksi,
kepulauan, mempunyai potensi bencana persentase bangunan yang terbuat dari
yang sangat tinggi dan juga bervariasi jenis kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan
bencananya. Kondisi alam, keanekaragaman industri berbahaya. Potensi bahaya ikutan
penduduk dan budaya menyebabkan (collateral hazard potency) ini sangat
tingginya risiko bencana alam, bencana tinggi terutama di daerah perkotaan yang
ulah manusia dan kedaruratan menjadi memiliki kepadatan, persentase bangunan
kompleks, meskipun di sisi lain juga kaya kayu (utamanya di daerah pemukiman
akan sumberdaya alam. Pada umumnya kumuh perkotaan), dan jumlah industri
risiko bencana alam meliputi bencana berbahaya, yang tinggi. Dengan indikator
akibat faktor geologi (gempa bumi, tsunami diatas, perkotaan Indonesia merupakan
dan letusan gunung api), bencana akibat wilayah dengan potensi bencana yang
hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, sangat tinggi.
kekeringan, angin topan), bencana akibat Bencana alam dapat terjadi secara
faktor biologi (wabah penyakit manusia, tiba-tiba maupun melalui proses yang
penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) berlangsung secara perlahan. Beberapa
serta kegagalan teknologi (kecelakan jenis bencana seperti gempa bumi, hampir
industri, kecelakaan transportasi, radiasi tidak mungkin diperkirakan secara akurat
nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana kapan, dimana akan terjadi dan besaran
akibat ulah manusia terkait dengan konflik kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana
antar manusia akibat perebutan sumberdaya lainnya seperti banjir, tanah longsor,
yang terbatas, alasan ideologi, religius serta kekeringan, letusan gunungapi, tsunami
politik. Sedangkan kedaruratan kompleks dan anomali cuaca masih dapat diramalkan
merupakan kombinasi dari situasi bencana sebelumnya. Meskipun demikian kejadian
pada suatu daerah konflik. bencana selalu memberikan dampak
Potensi bencana yang ada di kejutan dan menimbulkan banyak kerugian
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut
2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya terjadi karena kurangnya kewaspadaan
utama (main hazard) dan potensi bahaya dan kesiapan dalam menghadapi ancaman
ikutan (collateral hazard) (Anonim, 2002). bahaya.
Potensi bahaya utama (main hazard Dengan ditetapkannya Undang-
potency) ini dapat dilihat antara lain pada undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
peta potensi bencana gempa di Indonesia Penanggulangan Bencana, maka
yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah penyelenggaraan penanggulangan bencana
wilayah dengan zona-zona gempa yang diharapkan akan semakin baik, karena
rawan, peta potensi bencana tanah longsor, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi
peta potensi bencana letusan gunung api, penanggung jawab dalam penyelenggaraan
peta potensi bencana tsunami, peta potensi penanggulangan bencana. Penanggulangan
bencana banjir, dan lain-lain. Dari indikator- bencana dilakukan secara terarah mulai pra
indikator di atas dapat disimpulkan bahwa bencana, saat tanggap darurat, dan pasca
Indonesia memiliki potensi bahaya utama bencana. Tahap awal dalam upaya ini adalah
(main hazard potency) yang tinggi. Hal ini pemahaman seluruh stakeholders (terutama
tentunya sangat tidak menguntungkan bagi institusi terkait) tentang perkembangan
negara Indonesia. konsep dan perubahan paradigma

208 JRL. Vol. 6 No. 3, November 2010 : 207 - 214


mitigasi bencana. Dengan mengetahui ancaman bahaya bagi manusia yang tinggal
perkembangan konsep dan paradigma ini di atasnya. Indonesia termasuk yang terletak
diharapkan seluruh stakeholders dapat pada pertemuan tiga lempeng / kulit bumi
melakukan tindakan hal-hal dari yang terkecil aktif yaitu lempeng Indo-Australia di bagian
sampai yang besar untuk meminimalisasi selatan, Lempeng Euro-Asia di bagian
dampak dari suatu bencana. Utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur.
Ketiga lempengan tersebut bergerak dan
1.2 Tujuan saling bertumbukan sehingga lempeng
Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng
Untuk memberikan pemahaman yang Euro-Asia dan menimbulkan gempa bumi,
seragam terhadap seluruh stakeholders jalur gunung api dan sesar atau patahan aktif.
tentang perkembangan konsep dan
paradigma mitigasi bencana, sehingga Kerentanan (Vulnerability)
diharapkan akan terjadi sinergi dari seluruh Kerentanan merupakan suatu kondisi
stakeholders dalam meminimalisasi dampak dari suatu komunitas atau masyarakat
dari bencana. yang mengarah atau menyebabkan
ketidakmampuan dalam menghadapai
1.3 Metodologi ancaman bahaya (Anonim, 2007). Tingkat
kerentanan adalah suatu hal penting untuk
Metode yang digunakan adalah studi diketahui sebagai salah satu faktor yang
literature (text book/peraturan perundangan, berpengaruh terhadap terjadinya bencana,
pedoman/panduan dan prosiding, dll). karena bencana baru akan terjadi bila
“bahaya” terjadi pada kondisi yang “rentan”.
2. Perkembangan Konsep dan Kerentanan fisik menggambarkan
Paradigma Mitigasi Bencana suatu kondisi fisik yang rawan terhadap
faktor bahaya tertentu. Kondisi kerentanan
2.1 Definisi dan Pengertian ini dapat dilihat dari berbagai indikator seperti
(Anonim, 2002; Anonim, 2007):
Bencana • persentase kawasan terbangun;
Adalah peristiwa atau rangkaian • kepadatan bangunan;
peristiwa yang mengancam dan mengganggu • jaringan listrik
kehidupan dan penghidupan masyarakat • panjang jalan
yang disebabkan baik oleh faktor alam • jaringan telekomunikasi
dan/atau faktor nonalam maupun faktor • jaringan PDAM
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya Jika kawasan terbangun dan kepadatan
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, bangunan tinggi termasuk rentan, sedangkan
kerugian harta benda, dan dampak psikologis jaringan listrik, jalan, komunikasi dan PDAM
(Anonim, 2007; Anonim, 2008). sangat rendah
Kerentanan sosial menggambarkan
Bahaya (Hazards) kondisi tingkat kerapuhan sosial dalam
Bahaya adalah suatu fenomena alam menghadapi bahaya. Pada kondisi sosial
atau buatan yang mempunyai potensi yang rentan maka jika terjadi bencana dapat
mengancam kehidupan manusia, kerugian dipastikan akan menimbulkan dampak
harta benda dan kerusakan lingkungan kerugian yang besar. Beberapa indikator
(Anonim, 2007). Bumi secara alami kerentanan sosial diantarnya kepadatan
mengalami perubahan secara dinamis penduduk, laju pertumbuhan penduduk,
untuk mencapai keseimbangan. Proses semakin tinggi indikator tersebut maka
perubahan ini dipandang sebagai potensi kerentanan sosialnya makin tinggi.

209Strategi Mitigasi Untuk Mengatasi...(Mardi Wibowo)


Kerentanan ekonomi menggambarkan Dalam kaitan ini, bahaya menunjukan
suatu kondisi tingkat kerapuhan ekonomi kemungkinan terjadinya kejadian baik alam
dalam menghadapi ancaman bahaya. maupun buatan di suatu tempat. Kerentanan
Beberapa indikator kerentanan ekonomi menunjukkan kerawanan yang dihadapi suatu
diantaranya persentase rumah tangga yang masyarakat dalam menghadapi ancaman
tidak bekerja, persentase rumah tangga tersebut. Ketidakmampuan merupakan
miskin, semakin tinggi indikator tersebut kelangkaan upaya atau kegiatan yang dapat
maka kerentananya semakin tinggi. mengurangi korban jiwa atau kerusakan.
Dengan demikian maka semakin tinggi
Resiko Bencana (Disaster Risk) bahaya, kerentanan dan ketidakmampuan,
Dalam disiplin penanganan bencana maka semakin besar resiko bencana yang
(disaster management), resiko bencana dihadapi (Gambar 1).
adalah interaksi antara tingkat kerentanan
daerah dengan ancaman bahaya yang Mitigasi
ada (Anonim, 2007). Ancaman bahaya, Adalah serangkaian upaya untuk
khususnya bahaya alam yang bersifat mengurangi risiko bencana, baik melalui
tetap karena bagian dari dinamika proses pembangunan fisik maupun penyadaran
alami pembangunan atau pembentukan dan peningkatan kemampuan menghadapi
roman muka bumi baik dari tenaga internal ancaman bencana (Anonim, 2007; Anonim,
maupun eskternal, sedangkan tingkat 2008).
kerentanan daerah dapat dikurangi, sehingga
kemampuan dalam menghadapi ancaman 2.2. Perkembangan Paradigma Mitigasi
tersebut semakin meningkat. Bencana
Secara umum, resiko dapat dirumuskan Dari jaman dulu sampai sekarang
sebagai berikut (Anonim, 2007) : ini konsep penanggulangan bencana
mengalami pergeseran paradigma yang
Resiko =
Bahaya x Kerentanan sangat pesat mulai dari paradigma
konvensional menuju ke holistik.
Kemampuan
Jika ketiga variabel tersebut Paradigma Konvensional (Relief &
digambarkan adalah sebagai berikut : Emergency)
Konsep penanggulangan bencana
Ancaman Bahaya
mengalami pergeseran paradigma
dari konvensional menuju ke holistik.
Pandangan konvensional menganggap
bencana itu suatu peristiwa atau kejadian
RESIKO yang tak terelakkan dan korban harus
segera mendapatkan pertolongan, sehingga
fokus dari penanggulangan bencana lebih
bersifat bantuan (relief) dan kedaruratan
(emergency). Oleh karena itu pandangan
semacam ini disebut dengan ‘Paradigma
Ketidakmampuan Kerentaan Relief atau Bantuan Darurat’ yang berorientasi
kepada pemenuhan kebutuhan darurat
Gambar 1. Grafik hubungan kerentanan berupa: pangan, penampungan darurat,
ketidakmampuan, ancaman kesehatan dan pengatasan krisis. Tujuan
bahaya dengan resiko yang penanggulangan bencana berdasarkan
mungkin ditimbulkan pandangan ini adalah menekan tingkat

210 JRL. Vol. 6 No. 3, November 2010 : 207 - 214


kerugian, kerusakan dan cepat memulihkan dan rekonstruksinya telah diintegrasikan
keadaan. dalam program-program pembangunan di
berbagai sektor.
Paradigma Mitigasi Dalam paradigma sekarang,
Paradigma yang berkembang pengurangan risiko bencana yang merupakan
berikutnya adalah “Paradigma Mitigasi”, yang rencana terpadu yang bersifat lintas sektor
tujuannya lebih diarahkan pada identifikasi dan lintas wilayah serta meliputi aspek
daerah-daerah rawan bencana, mengenali sosial, ekonomi dan lingkungan. Dalam
pola-pola yang dapat menimbulkan implementasinya kegiatan pengurangan
kerawanan, dan melakukan kegiatan- risiko bencana nasional akan disesuaikan
kegiatan mitigasi yang bersifat struktural dengan rencana pengurangan risiko bencana
(seperti membangun konstruksi) maupun pada tingkat regional dan internasional.
non-struktural seperti penataan ruang, dimana masyarakat merupakan subyek,
building code dan sebagainya. obyek sekaligus sasaran utama upaya
pengurangan risiko bencana dan berupaya
Paradigma Pembangunan mengadopsi dan memperhatikan kearifan
Selanjutnya paradigma lokal (local wisdom) dan pengetahuan
penanggulangan bencana berkembang lagi tradisional (traditional/knowledge) yang
mengarah kepada faktor-faktor kerentanan ada dan berkembang dalam masyarakat.
di dalam masyarakat yang ini disebut Sebagai subyek masyarakat diharapkan
dengan “Paradigma Pembangunan”. dapat aktif mengakses saluran informasi
Upaya-upaya yang dilakukan lebih bersifat formal dan non-formal, sehingga upaya
mengintegrasikan upaya penanggulangan pengurangan risiko bencana secara
bencana dengan program pembangunan. langsung dapat melibatkan masyarakat.
Misalnya melalui perkuatan ekonomi, Pemerintah bertugas mempersiapkan
penerapan teknologi, pengentasan sarana, prasarana dan sumber daya untuk
kemiskinan dan sebagainya. pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko
bencana.
Paradigma Pengurangan Risiko Dalam rangka menunjang dan
Pendekatan ini merupakan perpaduan memperkuat daya dukung setempat,
antara sudut pandang teknis dan ilmiah sebaiknya menggunakan daya dukung dan
dengan perhatian pada faktor-faktor sosial, sumberdaya setempat. Ini termasuk tetapi
ekonomi dan politik dalam perencanaan tidak terbatas pada sumber dana, sumber
pengurangan resiko bencana. Dalam daya alam, ketrampilan, proses-proses
paradigma ini penanggulangan bencana ekonomi dan sosial masyarakat.Jadi, ada
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan tiga hal penting terkait dengan perubahan
masyarakat untuk mengelola dan menekan paradigma ini, yaitu:
risiko terjadinya bencana. Hal terpenting 1) Penanggulangan bencana tidak
dalam pendekatan ini adalah memandang lagi berfokus pada aspek tanggap
masyarakat sebagai subyek dan bukan darurat tetapi lebih pada keseluruhan
obyek dari penanggulangan bencana dalam manajemen risiko
proses pembangunan. 2) Perlindungan masyarakat dari ancaman
Paradigma penanggulangan bencana bencana oleh pemerintah merupakan
sudah beralih dari paradigma bantuan wujud pemenuhan hak asasi rakyat dan
darurat menuju ke paradigma mitigasi/ bukan semata-mata karena kewajiban
preventif dan sekaligus juga paradigma pemerintah
pembangunan. Karena setiap upaya 3) Penanggulangan bencana bukan lagi
pencegahan dan mitigasi hingga rehabilitasi hanya urusan pemerintah tetapi juga

211Strategi Mitigasi Untuk Mengatasi...(Mardi Wibowo)


menjadi urusan bersama masyarakat untuk mengurangi resiko penyakit tersebut
dan lembaga usaha, dimana pemerintah membutuhkan investasi yang besar dan
menjadi penanggungjawab utamanya. lama seperti untuk membangun infrastruktur
yang dibutuhkan seperti membangun
3. Strategi Mitigasi Untuk Mengatasi pembuangan air kotor, jaringan cadangan air
Penyakit Sanitasi Lingkungan Yang bersih dan perubahan besar dalam perilaku
Buruk : Paradigma Baru Mitigasi dan praktek dari masyarakat. Para ahli
Bencana sejarah sosial menunjuk hal tersebut sebagai
“revolusi sanitari”. Pada jaman dulu secara
Satu analogi yang mungkin dapat sosial membuang sampah dan kotoran di
dipandang sebagai tindakan mitigasi bencana jalan-jalan masih dapat diterima. Saat ini
adalah pelaksanaan tindakan-tindakan kesehatan perorangan dan praktek sanitasi
sanitasi lingkungan yang berkembang pada lingkungan individu menjadi sangat penting
pertengahan abad 19. Sebelum waktu itu dan menjadi kesadaran individu, sehingga
berbagai penyakit akibat buruknya sanitasi parktek-praktek ini lambat laun menjadi
lingkungan seperti tuberculosis, tipus, norma-norma sosial dan diajarkan oleh orang
kolera, desentri, cacar yang dianggap tua kepada anak-anaknya. Sehingga pada
sebagai epidemik yang meningkat sejalan akhirnya merubah pandangan masyarakat
dengan pembangunan industri dari kota-kota umum terhadap penyakit dimana penyakit
yang memicu meningkatnya konsentrasi- pada awalnya dianggap sebagai suatu takdir
konsentrasi populasi. Penyakit-penyakit yang memang harus terjadi berubah menjadi
ini mempunyai pengaruh besar terhadap penyakit adalah sesuatu yang bias dicegah
harapan hidup pada masa itu, tetapi hal dimana setiap orang dapat berpartisipasi
tersebut dianggap sebagai bagian dari resiko dalam mengurangi resiko dari suatu penyakit
hidup sehari-hari. Ketidakteraturan serangan terutama penyakit yang berkaitan dengan
penyakit dan sulitnya penyakit tersebut masalah sanitasi lingkungan.
ditebak, menimbulkan pandangan takhayul Kemajuan-kemajuan di bidang
dan mitologi, sedangkan resiko yang tinggi sanitasi lingkungan yang beriringan dengan
dari penyakit tersebut diterima saja oleh kemajuan teknologi di bidang farmasi
masyarakat waktu itu karena rendahnya (obat-obatan), perawatan kesehatan,
pengetahuan terhadap penyakit tersebut. vaksinasi, pencegahan kesehatan dan
Seiring dengan perkembangan jaman, industri kesehatan ternyata berpengaruh
pemahaman terhadap penyebab timbulnya sangat signifikan terhadap produksi ekonomi
penyakit tersebut semakin meningkat, nasional secara umum. Pada saat ini resiko
terutama melalui upaya para ilmuwan dan tingkat tinggi dari suatu penyakit tidak
ahli epidemiologi pada abad 19, secara dapat ditoleransi lagi oleh masyarakat.
berangsur-angsur penyakit tersebut dapat Setiap orang sekarang menganggap bahwa
dicegah dan konsep perlindungan umum berpartisipasi dalam perlindungan diri dan
terhadap serangan penyaikit tersebut peperangan terhadap penyakit adalah
menjadi hal yang penting, tidak hanya merupakan suatu kewajiban. Tingkat resiko
diterima saja sebagai takdir yang memang bahaya-bahaya kesehatan akibat buruknya
mestinya terjadi (Coburn, A.W., dkk, 1994). masalah sanitasi lingkungan yang dapat
Sehingga menjadi jelas bahwa sanitasi diterima oleh masyarakat modern sekarang
lingkungan, pembersihan cadangan air, jauh lebih rendah dibandingkan hal yang
pembuangan sampah dan kesehatan sama tiga atau empat generasi yang lalu.
umum adalah masalah penting untuk Analogi dengan masalah penyakit
mengurangi resiko terhadap serangan tersebut di atas, bencana-bencana yang ada
penyakit.Tindakan-tindakan yang dilakukan saat ini dapat dilihat dalam perspektif yang

212 JRL. Vol. 6 No. 3, November 2010 : 207 - 214


sama, dimana saat ini bencana merupakan peringatan topan yang canggih.
sesuatu yang tidak dapat ditebak, musibah Ilmu pengetahuan bencana saat ini
dan merupakan takdir atau bagian dari berada dalam kondisi yang sama dengan
resiko hidup sehari-hari. Konsentrasi keadaan bidang epidemiologi dalam paruh
orang dan tingkat populasi yang semakin kedua abad ke 19, dimana penyebab-
tinggi di seluruh dunia akan meningkatkan penyebab, mekanisme dan proses-proses
resiko bencana serta melipatgandakan bencana dapat dipahami secara cepat dan
konsekuensi-konsekuensi bahaya alam rasional. Sebagai akibat dari pemahaman
ketika bahaya-bahaya itu muncul. Akan tetapi ini, negara-negara maju mulai melaksanakan
berdasarkan ilmu “epidemiologi bencana” kegiatan-kegiatan untuk mengurangi resiko
sebenarnya sebagian besar bencana- bencana di masa datang.
bencana itu dapat dicegah atau setidak- Bagian paling kritis dari pelaksanaan
tidaknya banyak cara untuk mengurangi mitigasi adalah pemahaman penuh sifat
dampak dari suatu bencana (melakukan bencana. Tipe-tipe bahaya bencana pada
tindakan mitigasi). setiap daerah berbeda-beda, ada suatu
Seperti halnya peperangan melawan daerah yang rentan terhadap banjir, ada
penyakit, peperangan melawan bencana yang rentan terhadap gempa bumi, ada
harus diperjuangkan oleh setiap orang secara pula daerah yang rentan terhadap longsor
bersama-sama dan melibatkan mayarakat dan lain-lain.
serta perubahan-perubahan dalam perilaku Pemahaman bahaya-bahaya
sosial serta perbaikan dalam praktek- mencakup memahami tentang:
praktek individu. Seperti halnya “peperangan - bagaimana bahaya-bahaya itu muncul
melawan penyakit akibat buruknya sanitasi - kemungkinan terjadi dan besarannya
lingkungan” atau “revolusi sanitari” yang - mekanisme fisik kerusakan
terjadi sejalan dengan pembangunan satu - elemen-elemen dan aktivitas-aktivitas
“budaya keamanan” untuk kesehatan yang rentan terhadap pengaruh-
umum, demikian juga dengan mitigasi pengaruhnya
bencana harus berkembang lewat ‘evolusi - konsekuensi-konsekuensi kerusakan.
keselamatan” melalui pembangunan satu
“budaya keamanan” untuk keselamatan Bencana pada dasarnya adalah isu
publik. Pemerintah dapat mengunakan pembangunan. Prestasi pembangunan
investasi umum untuk membuat infrastruktur akan terhapus lenyap oleh adanya suatu
yang lebih kuat dan suatu lingkungan fisik bencana besar dan pertumbuhan ekonomi
yang lebih aman, akan tetapi individu-inividu mengalami kemunduran. Promosi mitigasi
juga harus bertindak untuk melindungi bencana dalam proyek-proyek dan aktivitas
diri mereka sendiri. Seperti halnya pembangunan dapat melindungi prestasi-
kesehatan publik yang sangat tergantung prestasi pembangunan dan membantu
pada kesehatan pribadi, demikian halnya masyarakat dalam melindungi diri mereka
dengan perlindungan publik tergantung sendiri.
pada keamanan pribadi. Jenis rumah yang
dibangun dan pemilihan lokasinya yang 4. Penutup
harus dipertimbangkan oleh setiap orang
sebagai tempat yang cocok untuk hidup lebih Indonesia mempunyai potensi
banyak mempengaruhi potensi bencana bencana yang sangat tinggi dan bervariasi
dalam satu masyarakat dibandingkan jenis bencananya. Kondisi alam,
dengan proyek-proyek struktural yang keanekaragaman penduduk dan budaya
besar untuk mengurangi resiko banjir di Indonesia menyebabkan tingginya
atau stabilisasi tanah longsor atau sistim risiko akibat bencana alam, bencana

213Strategi Mitigasi Untuk Mengatasi...(Mardi Wibowo)


ulah manusia dan kedaruratan menjadi dalam perspektif yang sama, dimana saat
kompleks, meskipun di sisi lain juga kaya ini bencana merupakan sesuatu yang tidak
akan sumberdaya alam. Pada umumnya dapat ditebak, musibah dan merupakan
risiko bencana alam meliputi bencana takdir atau bagian dari resiko hidup sehari-
akibat faktor geologi (gempa bumi, tsunami hari. Konsentrasi orang dan tingkat populasi
dan letusan gunung api), bencana akibat yang semakin tinggi di seluruh dunia
hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, akan meningkatkan resiko bencana serta
kekeringan, angin topan), bencana akibat melipatgandakan konsekuensi-konsekuensi
faktor biologi (wabah penyakit manusia, bahaya alam ketika bahaya-bahaya itu
penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) muncul. Akan tetapi berdasarkan ilmu
serta kegagalan teknologi (kecelakan “epidemiologi bencana” sebenarnya
industri, kecelakaan transportasi, radiasi sebagian besar bencana-bencana itu dapat
nuklir, pencemaran bahan kimia). dicegah atau setidak-tidaknya banyak
Dengan ditetapkannya Undang- cara untuk mengurangi dampak dari suatu
undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang bencana (melakukan tindakan mitigasi).
Penanggulangan Bencana, maka Seperti halnya peperangan melawan
penyelenggaraan penanggulangan bencana penyakit, peperangan melawan bencana
diharapkan akan semakin baik. Umumnya harus diperjuangkan oleh setiap orang
penanggulangan bencana dilakukan secara secara bersama-sama dan melibatkan
terarah mulai tahap pra bencana, saat mayarakat serta perubahan-perubahan
tanggap darurat, dan pasca bencana. Tahap dalam perilaku sosial serta perbaikan dalam
awal dalam upaya ini adalah pemahaman praktek-praktek individu.
seluruh stakeholders (terutama institusi
terkait) tentang perkembangan konsep dan Daftar Pustaka
perubahan paradigma mitigasi bencana.
Dengan mengetahui perkembangan konsep 1. Anonim, 2002, Arahan Kebijakan
dan paradigma ini diharapkan seluruh Mitigasi Bencana Perkotaan di
stakeholders dapat melakukan hal-hal Indonesia, Sekretariat Badan Koordinasi
dari yang terkecil sampai yang besar Nasional Penanggulangan Bencana
untuk meminimalisasi dampak dari suatu dan Penanganan Pengungsi (Bakornas
bencana. PBP), Jakarta
Dari jaman dulu sampai sekarang 2. Anonim, 2007, Pengenalan Karakteristik
ini konsep penanggulangan bencana Bencana dan Upaya Mitigasinya di
mengalami pergeseran paradigma yang Indonesia, Edisi II, Pelaksana Harian
sangat pesat mulai dari paradigma Badan Koordinasi Nasional Penanganan
konvensional menuju ke holistik. Secara Bencana (BAKORNAS PB).
umum perkembangan paradigma tersebut 3. Anonim, 2008, Peraturan Kepala
adalah paradigma konvensional (relief & Badan Nasional Penanggulangan
emergency), paradigma mitigasi, paradigma Bencana No. 4 Tahun 2008 Tentang
pembangunan, paradigma pengurangan Pedoman Penyusunan Rencana
risiko. Penanggulangan Bencana, Badan
Paradigma yang sekarang berkembang Nasional Penanggulangan Bencana,
dan cukup efektif untuk meminimalisir Jakarta.
risiko adalah analogi dari mitigasi untuk 4. C o b u r n , A . W. , S p e n c e , R . J . S . ,
menanggulangi penyakit akibat sanitasi Pomonis,A., 1994, Mitigasi Bencana
lingkungan yang buruk. Analogi dengan Edisi II – Program Pelatihan Managemen
masalah penyakit tersebut di atas, bencana- Bencana, UNDP & DHA
bencana yang ada saat ini dapat dilihat

214 JRL. Vol. 6 No. 3, November 2010 : 207 - 214

You might also like