You are on page 1of 37

PARASITIC INFECTION

KELOMPOK B.7
TUTOR
dr. Andiani, M. Kes
KETUA KELOMPOK
David Simanjuntak 19700115

SEKRETARIS KELOMPOK

Ni Luh Narita Vijayanti 19700044

ANGGOTA KELOMPOK

1. Gusti Ayu Gresia Angelica 19700037


2. Komang Ari Sinta Dewi 19700039
3. Eva Diela Susmitha 19700040
4. I Putu Bagus Arya Sudharma 19700041
5. Ni Putu Intan Mulyasari 19700042
6. I Gede Putu Gilang Parmana Putra 19700113
7. Ni Putu Utari Dewi 19700117
8. Roosi Rachma Kemala 19700114
9. Ni Kadek Sukma Apti Pertiwi 19700116
10. M.Arrafi’ Vazya Zaman 19700118
11. Ravica Jeslin Tandibua 19700026
DAFTAR ISI

Skenario

BAB.I . Kata Sulit

BAB II . Daftar Masalah

BAB III Brainstorming

BAB IV. Peta Masalah

BAB V Tujuan Pembelajaran

BAB VI. Tinjauan Pustaka

BAB VII Peta Konsep

BAB VIII Tabel Diskusi

BAB IX BHP dan PHOP

BAB X. Daftar Pustaka


SKENARIO

Clinical Setting :
A five-year-old boy was brought to a hospital by his mother due to vomiting of
a rounded smooth, cream-colored worm 15-20 cm in length History of anal itch was also
admitted. History of weight loss and loss of appetite were also noticed for the last four
weeks.
His mother told the doctor that they Iived in a rural area in kecamatan
Jatinangor with poor socio- economic status, poor education level of the parents, and did
not have proper defecation facility. The boy was bare-footed most of the time and rarely
had his fingernails cut and hands washed before taking food

Signs and symptoms Appearance:


Pale,dirty fingernails
Weight 15 kg
height = 100 cm
Chest X- ray: eosinophilic lung

Lab findings: Low hemoglobin level Complete blood count shows eosinophilia
Stool examination findings : Ascaris lumbricoides and Enterobius vermicularis eggs
Diagnosis Ascaris lumbricoides and Enterobius vermicularis infection

Management of the case:


1. Non-pharmacology Health education, discriminate defecation, hand-washing before
meals, thorough washing of fruits and vegetables eaten raw. Wear sandal or shoe to
avoid contact with contaminated soil.
2. Antihelminthic drug.
3. Regular fecal examination (twice yearly) followed by de-worming if positive
BAB I
KATA-KATA SULIT

1. Eoshinophilic lung
Eosinophilic lung diseases atau penyakit paru eosi-nofilik merupakan
sekelompok penyakit paru yang klinis menunjukkan gambaran radiologik yang
sama, yaitu bayangan radioopak di paru serta eosinofilia di jaringan atau di darah
tepi. (Mann B., 2008). Penyakit paru-paru eosinofilik terutama terdiri dari
pneumonia eosinofilik atau sebagai sindrom Löffler yang lebih sementara, yang
paling sering disebabkan oleh infeksi parasit. Diagnosis pneumonia eosinofilik
didasarkan pada ciri-ciri gambaran klinis yang khas dan demonstrasi eosinofilia
alveolar, yang didefinisikan sebagai paling sedikit 25% eosinofil di lavage
bronchoalveolar. Eosinofilia darah perifer sering terjadi tetapi mungkin tidak ada
pada pneumonia eosinofilik akut idiopatik, yang dapat salah didiagnosis sebagai
pneumonia infeksius yang berat. Semua kemungkinan penyebab eosinofilia,
termasuk obat, toksin, etiologi terkait jamur, harus diselidiki secara
menyeluruh(Cottin V, 2016).

2. Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides adalah nama latin dari cacing gelang yang hidup di
usus manusia. Cacing ini merupakan penyebab penyakit ascariasis alias cacingan
pada manusia. Ascaris termasuk parasit dalam tubuh manusia dari jenis
roundworms. (John DT, dkk. 2006)
Ascaris lumbricoides memiliki tiga bibir (prominent lips) yang masing-
masing memiliki dentigerous ridge (peninggian bergigi), tetapi tidak memiliki
interlabia atau alae. Ascaris lumbricoides jantan memiliki panjang 15-31 cm dan
lebar 2-4 mm, dengan ujung posterior yang melingkar ke arah ventral, dan ujung
ekor yang tumpul. Ascaris lumbricoides betina memiliki panjang 20-49 cm dan
lebar 3-6 mm, dengan vulva pada sepertiga panjang badan dari ujung anterior.
(John DT, dkk. 2006)
Pada umumnya frekuensi tertingi penyakit ini diderita oleh anak-anak
berusia 5-10 tahun sedangkan orang dewasa frekuensinya rendah. Hal ini
disebabkan oleh karena kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih
rendah ataupun mereka tidak berpikir sampai ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih
mudah diinfeksi oleh larva cacing Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun
infeksi melalui kulit akibat kontak langsung dengan tanah yang mengandung telur
Ascaris lumbricoides.
Faktor host merupakan salah satu hal yang penting karena manusia sebagai
sumber infeksi dapat mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah oleh telur
dan larva cacing, selain itu manusia justru akan menambah tercemarnya lingkungan
sekitarnya.

3. Enterobius vermicularis infections


Oxyuris vermicularis adalah nematoda usus yang tipis, putih yang
habitatnya di usus besar dan rectum. Cacing ini penyebarannya sangat luas hampir
diseluruh dunia bisa dijumpai, tetapi frekuensinya jarang pada orang kulit hitam.
Nama lain Oxyuris vermicularis antara lain Enterobius vermicularis, pin worm, dan
cacing kremi. Cacing ini dapat menyebabkan penyakit yang disebut oxyuriasis.
(Craig, 1970)
Dalam penyebaran infeksi Oxyuris vermicularis tinja tidak penting dalam
penyebaran infeksi, tetapi yang penting dalam penyebaran infeksi adalah tangan,
pakaian dan debu (udara). Infeksi cacing kremi sering terjadi pada keluarga atau
diantara anak-anak dalam satu sekolah atau asrama. Orang yang paling sering
terinfeksi cacing kremi adalah anak-anak dibawah usia 18 tahun dan orang dewasa
yang merawat anak-anak yang terinfeksi. Dalam kelompok ini prevalensi bisa
mencapai 50%. Manusia merupakan satu-satunya hosper Oxyuris vermicularis,
hewan peliharaan seperti anjing dan kucing tidak dapat terinfeksi cacing ini.(Craig,
1970)

4. Enterobius vermicularis eggs


Ciri-ciri telur berbentuk oval asimetris, dengan salah satu sisinya datar,
panjang 50 – 60 μm, lebar 20 – 32 μm, dinding 2 lapis tipis dan transparan dinding
luar merupakan lapisan albumin yang bersifat mechanical protection, sedangkan
dinding dalam merupakan lapisan lemak yang bersifat chemical protection telur
selalu berisi larva.(Craig C. F, 1970)
5. Antihelminthic drug
Antelmintika atau obat cacing (Yunani anti = lawan, helmintes = cacing)
adalah obatyang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan.
Dalam istilah ini termasuk semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari
saluran cerna maupun obat-obat sistemik yang membasmi cacing serta larvanya,
yang menghinggapi organ dan jaringan tubuh (Tjay, 2003)

6. Rounded smooth
Cacing yang bulat halus termasuk dalam filum nematoda. Nemathelminthes
memiliki tubuh berbentuk bulat panjang seperti benang dengan ujung-ujung yang
meruncing. Cacing ini memiliki rongga tubuh semu, sehingga disebut sebagai
hewan pseudoselomata. Ciri tubuh Nemathelminthes memiliki ukuran,bentuk,
struktur, dan fungsi tubuh. Individu betina berukuran lebih besardaripada individu
jantan. Tubuh berbentuk bulat panjang atau sepertibenang dengan ujung-ujung
yang meruncing (Prawirohartono, 2006). Beberapa nematoda yang menjadi parasit
pada manusia adalah Ascaris lumbricoides (cacing perut), penyebab penyakit
ascariasis, Ancylostoma duodenale (cacing tambang), banyak di daerah
pertambangan, Oxyuris vermicularis (cacing kremi), dapat melakukan autoinfeksi
Wuchereria bancrofti (cacing rambut), penyebab penyakit kaki gajah, Trichinella
spiralis, penyebab penyakit trikhinosis.

7. Cream-colored worm
Cacing yang berwarna cream adalah ascaris lumbricoides atau biasa
disebut cacing gelang.
BAB II
DAFTAR MASALAH

1. Kenapa pasien mengalami gatal pada dubur ?


2. Kenapa pasien mengalami penurunan berat badan, nafsu makan dan menjadi pucat?
3. Kenapa pasien mengalami muntah cacing ?
4. Mengapa pada pemeriksaan darah terdapat eoshinophilia?
5. Mengapa terjadi eosinophilic pada paru paru?
6. Mengapa hemoglobin rendah?
7. Mengapa pada pemeriksaan feses terdapat cacing ascaris lumbriciodes dan telur
cacing enterobius vermucularis?
8. Factor eksternal dan internal apa yang mempengaruhi kondisi tersebut?

GUIDING QUESTION
1. Apa itu helminthiasis ?
2. Bagaimana Helminthiasis dikategorikan ?
3. Apa itu STH dan non STH ?
4. Jelaskan siklus hidup STH dan non STH? Yang mana adalah tahap infektif?
5. Bagaimana patogenesis dari STH dan nonSTH?
6. Apa saja faktor risiko helminthiasis?
7. Bagaimana kebijakan pemberantasan cacing di Indonesia?
8. Metode laboratorium jenis apa yang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi
helminthiasis?
BAB III
BRAINSTORMING

1. Kenapa pasien mengalami gatal pada dubur ?


Biasanya tanpa cuci tangan anak-anak langsung mengambil makanan. Sehingga
telur cacing yang menempel pada jari tangan mereka akan ikut masuk ke dalam
mulut. Lalu telur tesebut menetas di usus kecil dan masuk ke usus besar. Di dalam
usus besar tersebut cacing kremi menempel dan akan mengambil makanan.
Kemudian jika sudah dewasa cacing kremi betina akan menuju ke anus untuk
mengeluarkan telur. Maka, inilah penyebab kenapa banyak anak-anak yang terkena
cacing kremi akan merasakan gatal-gatal di sekitar anus.

2. Kenapa pasien mengalami penurunan berat badan, nafsu makan dan menjadi pucat?
Ini biasanya terjadi pada cacing tambang, biasanya melekat pada usus dengan
mulut mereka dan akan menghisap darah. Kemudian, cacing ini masuk lewat kulit
kaki dan akan menginfeksi bagian dalam tubuh, seperti paru-paru dan jantung
melewati aliran darah. Tidak jarang, cacing ini menyebabkan anemia pada anak-
anak, sehingga berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan mempengaruhi
kecerdasan anak. Kontaminasi cacing ini juga mengakibatkan anak menjadi susah
makan sehingga menjadi gizi buruk karena semua nutrisi akan diserap oleh si
cacing.

3. Kenapa pasien mengalami muntah cacing ?


Selama fase didalam saluran pencernaan, gejala utamanya berasal dari dalam usus
atau migrasi ke dalam lumen usus yang lain atau perforasi ke dalam peritoneum.
Cacing dewasa yang tinggal dilipatan mukosa usus halus dapat menyebabkan iritasi
dengan gejala mual, muntah, dan sakit perut.

http://scholar.unand.ac.id/4863/2/pendahuluan-bab6pdf.pdf

4. Mengapa pada pemeriksaan darah terdapat eoshinophilia?


Eoshinophilia adalah: kesadaran dimana kadar eosinofil (sel darah putih)
meningkat di dalam tubuh. Eosinofil berfungsi untuk membasmi parasit. Maka jika
hasil pemeriksaan LAB di temui anak tersebut Eosinofilia (peningkatan sel darah
putih) yang mengindikasi bahwa dalam tubuh anak tersebut terdapat parasit, karna
tubuh tidak dapat melawan parasit tersebut maka tubuh berusaha memperbanyak
eusinofil.

Journal” Eosinophilic Disorders”. Merck & co. Diakses tanggal 2012-11-02

5. Mengapa terjadi eosinophilic pada paru paru?


Eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul dalam jaringan
yang mengalami reaksi alergi sehingga pada paru-paru membentuk plak putih.
Fisiologi kedokteran edisi 9

6. Mengapa hemoglobin rendah?


Karna pada perjalan parasit dari colon ke paru paru melalui darah. Ketika
perjalanan parasit tersebut, parasit menghancurkan sel darah sehingga kadar sel
darah sehingga kadar sel darah (hemaglobin) anak tersebut rendah
Jurnalmka.fk.unand.ac..id

7. Mengapa pada pemeriksaan feses terdapat cacing ascaris lumbriciodes dan telur
cacing enterobius vermucularis?
Karna cacing masuk melalui makanan udara lingkungan dan kuku yg tidak di
potong menyebabkan cacing ascaris lumbriciodes dan telur cacing enteribius
vermucularis

8. Factor eksternal dan internal apa yang mempengaruhi kondisi tersebut?


Factor eksternal : anak laki laki berumur 5 tahun memiliki kebiasaan tidak
menggunakan sandal/bertelanjang kaki hamper sepanjang waktu dengan kondisi
lingkungan bertanah dan karena lingkungan juga dengan kondisi kotoran manusia
berceceran dimana mana dikarenakan tidak adanya hak untuk buang air besar dan si
penderita terinfeksi cacing tanah.
Factor internal : anak laki laki berumur 5 tahun memiliki kebiasaan tidak
memotong kuku dan tidak mencuci tangan sebelum makan dan makanan tidak
higienis menyebabkan penyebaran cacing tambang sangat mudah karena kondisi yg
kotor oleh karena itu si penderita mengalami infeksi cacing tambang dengan sangat
mudah.

GUIDING QUESTION
1. Apa itu helminthiasis ?
Helminthiasis adalah infeksi cacing parasite usus dari golongan nematoda usus
yang ditularkan melalui tanah atau disebut Soil Transmitted Helminthes (STH).

2. Bagaimana Helminthiasis dikategorikan ?

Helminthiasis
Cestoda Trematoda Nematoda
Bentuk Bentuk tubuhnya Bentuk tubuh pipis Bentuk tubuh
Panjang dan pipih dorso ventral Panjang , silindrik
menyerupai pita seperti daun (gilig) tidak
bersegmen dan
tubuhnya bilateral
simetrik
Ukuran 40 mm sampai 10- 2 mm-1 m
12 m
Tabel 3.1 Penggolongan Helminthiasis

3. Apa itu STH dan non STH ?


STH adalah infeksi kelompok cacing yang siklus hidupnya melalui tanah.
Cacing yang termasuk STH adalah Arcaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Ancylostoma duodenate, Necator americanus, dan Strongyloides stercoralis.
Non STH adalah infeksi kelompok cacing yang tidak memiliki siklus hidup di
dalam tanah. Cacing yang termasuk dalam non STH adalah Enterobius
Vermicularis.

4. Jelaskan siklus hidup STH dan non STH ? Yang mana adalah tahap infektif ?
Siklus hidup STH
Siklus ini dimulai sejak dikeluarkannya telur cacing bersama feses. Jika
kondisi yang menguntungkan seperti udara yang hangat dengan tempratur 25 -30 C,
lembab, tanah yang terlindung matahari, maka embrio di dalam telur fertil berubah
menjadi larva yang infektif dalam waktu 3 minggu. Apabila manusia tertelan telur
yang infektif, maka telur menetas menjadi larva di usus halus, kemudian larva akan
masuk ke dalam mukosa usus dan terbawa ke sirkulasi hepatika dan sampai di
jaringan alveolar. Setelah itu larva bermigrasi ke saluran nafas atas, yaitu bronkus,
trakea dan setelah itu faring yang menimbulkan rangsang batuk pada penderita.
Rangsang batuk tersebut membuat larva masuk kembali ke dalam sistem
pencernaan dan akhirnya menetap, tumbuh dan berkembang menjadi cacing
dewasa. Waktu yang diperlukan sejak telur infektif tertelan sampai cacing betina
dewasa bertelur kembali adalah sekitar 2-3 bulan.

Siklus hidup non STH


Manusia terinfeksi bila menelan telur infektif, telur akan menetas di dalam usus
(daerah Sekam), dan kemudian akan berkembang menjadi dewasa. Cacing betina
mungkin memerlukan waktu kira-kira satu bulan untuk menjadi matang dan mulai
untuk produksi telurnya. setelah membuahi cacing betina, cacing jantan biasanya
mati dan mungkin akan keluar bersama tinja. Didalam cacing betina yang gravid,
hampir seluruh tubuhnya dipenuhi oleh telur. Pada saat ini bentuk betina akan turun
ke bagian bawah kolon dan keluar melalui anus, telur-telur akan diletakkan
diperianal di kulit perinium. Kadang-kadang cacing betina dapat bemigrasi ke
vagina. Diperkirakan juga bahaya setelah meletakkan telur-telurnya, cacing betina
kembali masuk ke dalam usus; tetapi hal ini belum terbukti. Kadang-kadang apabila
bolus tinja keluar dari anus, cacing dewasa dapat melekat pada tinja dan dapat
ditemukan dipermukaannya. Untuk diagnosis infeksi ini, cacing dewasa dapat di
ambil dengan pita perekat. Meskipun telur biasanya tidak diletakkan di dalam usus,
beberapa telur dapat ditemukan di dalam tinja. Telur tersebut menjadi matang dan
infektif dalam waktu beberapa jam

5. Bagaimana patogenesis dari STH dan nonSTH?

STH nonSTH
Jenis Cacing Ascaris lumbricoides Enterobius vermicularis
Trichuris trichiurd
Necator americanus
Ancytostoma duodenale
Storgyloides stercoralis
Masa pre pathogenesis 2-3 bulan 2 minggu – 2 bulan
(masa inkubasi)
Masa Patogenesis Menetas di usus halus Telur yang telah dibuahi
menetas di duodenum

Menembus usus halus dan


menuju pembuluh darah Menjadi cacing dewasa di
atau limfe yeyunum dan di ileum atas

Larva di paru (alveolus) Saat malam hari cacing


dewasa betina akan
bergerak ke anus
Menuju ke trakea lalu
pindah ke esophagus
Meletakan telur di lipatan
kulit anus
Menuju usus halus (larva
menjadi cacing dewasa)

6. Apa saja faktor risiko helminthiasis?


Faktor-faktor risiko penyebab tingginya prevalensi penyakit cacingan adalah
rendahnya tingkat sanitasi pribadi (Perilaku Hidup Bersih Sehat) dan buruknya
sanitasi lingkungan. Perilaku seperti tidak mencuci tangan sebelum makan dan
setelah buang air besar (BAB), tidak menjaga kebersihan kuku, perilaku jajan di
sembarang tempat yang kebersihannya tidak dikontrol, perilaku BAB tidak di WC
yang menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh feses yang mengandung
telur cacing, serta kurangnya ketersediaan sumber air bersih adalah beberapa
kondisi sebagai penyebab infeksi cacingan
Sumber : http://journal.um.ac.id/index.php/preventia/article/download/10011/4754

7. Bagaimana kebijakan pemberantasan cacing di Indonesia?


1) Meningkatkan komitmen Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk
menjadikan program Penanggulangan Cacingan sebagai program prioritas;
2) Meningkatkan koordinasi lintas program, lintas sektor, dan peran
sertamasyarakat dengan mendorong kemitraan baik dengan kelompok usaha
maupun lembaga swadaya masyarakat;
3) Mengintegrasikan kegiatan Penanggulangan Cacingan dengan kegiatan
POPM Filariasis, penjaringan anak sekolah, usaha kesehatan sekolah, dan
pemberian vitamin A di posyandu dan pendidikan anak usia dini serta
menggunakan pendekatan keluarga
4) Mendorong program Penanggulangan Cacingan masuk dalam rencana
perbaikan kualitas air serta berkoordinasi dengan kementerian yang
bertanggung jawab dalam penyediaan sarana air bersih;
5) Melakukan sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat di pendidikan anak usia
dini dan sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah atau madrasah ibtidaiyah;
dan
6) Melakukan pembinaan dan evaluasi dalam pelaksanaan Penanggulangan
Cacingan di daerah.
hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._15_ttg_Penanggulangan_C
acingan_.pdf

8. Metode laboratorium jenis apa yang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi


helminthiasis?

Pemeriksaan Laboratorium

1. Analisis mikroskopik feses basah langsung: telur A. Lumbricoides.


Penghitungan telur per gram feses dengan teknik kato-katz dipakai sebagai
pedoman untuk menentukan berta ringannya infeksi.

2. Pemeriksaan cacing yang keluar melalui anus, mulut, atau hidung.

3. Analisis sputum: larva atau kristal Charcot-Leyden (penumpukan protein


eosinofilik yang membentuk kristaloid)

4. Pemeriksaan darah lengkap: eosinofilia


5. Analisis konten gastrik: larva dan telur

6. Pemeriksaan serologi: antibodi askaris-spesifik

7. Imunoglobulin: peningkatan IgE dan IgG (kronis)

Radiologi

1. X-ray paru-paru: infiltrat pada pneumonia fase migrasi larva

2. X-ray abdominal: tanda obstruksi (contoh: air-fluid level), cigar bundle


appearance (bolus cacing askaris)

3. USG abdominal: posisi lateral dekubitus kiri, cairan per oral, dan penekanan
oleh transducer untuk memicu pergerakan cacing. Bisa juga untuk mendeteksi
askaris di sistem hepatobilier.

4. CT-Scan abdominal: double contrast CT-Scan abdominal digunakan untuk


evaluasi pasien dengan gejala akut abdomen yang sugestif obstruksi usus atau
gejala emergensi lain.

5. Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP): deteksi cacing


dewasa di duktus kholedukus dan duktus pankreatikus apabila tidak terlihat pada
pemeriksaan USG (misalnya pada wanita hamil atau pada pasien yang tidak boleh
terpapar radiasi). [14,15]
BAB IV
PETA MASALAH

Laki-laki, 5 tahun

Dengan keluhan : Dibawa ke Rumah Sakit


Muntah cacing bulat berwarna krem panjang 15-20 cm
Gatal pada dubur
Penurunan berat badaan
nafsu makan ( dari 6 minggu ) (-)
Tempat tinggal di status social ekonomi buruk
Tidak pernah memakai sendal
Jarang memotong kuku
Tingkat pendidikan orang tua kurang
Fasilitas bab (-)
Pemeriksaan penunjang :
X-Ray : Eosinofilik lung pada paru-paru

Pemeriksaan Fisik : Lab ( pemeriksaan dl lengkap ) :


Pucat HB rendah
Kuku kotor Terdapat Eosinophilia
BB : 15 kg Feses :
TB : 100 cm ascaris lumbricoides
Telur enterobius vermicularis

Infeksi Ascaris Lumbricoides


Infeksi entrobius vermicularis
BAB V

TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Memahami helminthiasis
2. Memahami kategori helminthiasis
3. Memahami STH dan non-STH
4. Menjelaskan siklus hidup STH dan non STH? Yang mana adalah tahap infektif
5. Memahami patogenesis dari STH dan non STH
6. Memahami apa saja faktor risiko helminthiasis?
7. Memahami kebijakan pemberantasan cacing di Indonesia?
8. Memahami jenis metode laboratorium yang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi
helminthiasis
BAB VI

TINJAUAN PUSTAKA

6.1 Enterobius vermicularis

Penyakit Cacing Kremi (Oxyuriasis/Enterobiasis) Etiologi Penyakit ini


disebabkan oleh Oxyuris vermicularis atau Enteroblus vermicularis yang disebut juga
cacing kremi (pinworm). Manusia merupakan satu-satunya pejamu alami bagi cacing ini.
(Overdoff D, 2002)

6.1.1 Daur Hidup

Gambar 6.1 Daur Hidup Enterobius vermicularis

Sumber : Centers for Disease Control and Prevention

Infeksi dimulai dengan tertelannya telur yang telah dibuahi melalul makanan yang
terkontaminasi jari yang kotor, atau inhalasi udara yang mengandung telur . Telur menetas
di duodenum dan kemudian menjadi cacing dewasa di yeyunum dan ileum atas. Waktu
yang diperlukan dari telur matang tertelan hingga menjadi cacing dewasa yang bermigra si
ke daerah perianal adalah 2 minggu-2 bulan. Saat malam hari, cacing dewasa betina akan
bergerak ke arah anus dan meletakkan telur dalam lipatan kulit anus yang menyebabkan
gatal. (Overdoff D, 2002)
6.1.2 Manifestasi Klinis

Gatal pada malam hari sampai menyebabkan kesulitan tidur pada anak; Penurunan
nafsu makan, anoreksia, badan kurus Vaginitis pada perempuan Cacing dewasa
menyebabkan nyeri perut. mual muntah, dan diare. (Overdoff D, 2002)

6.1.3 Epidemiologi

Dalam penyebaran infeksi Oxyuris vermicularis tinja tidak penting dalam


penyebaran infeksi, tetapi yang penting dalam penyebaran infeksi adalah tangan, pakaian
dan debu (udara). Infeksi cacing kremi sering terjadi pada keluarga atau diantara anak-anak
dalam satu sekolah atau asrama. Orang yang paling sering terinfeksi cacing kremi adalah
anak-anak dibawah usia 18 tahun dan orang dewasa yang merawat anak-anak yang
terinfeksi. Dalam kelompok ini prevalensi bisa mencapai 50%. Manusia merupakan satu-
satunya hosper Oxyuris vermicularis, hewan peliharaan seperti anjing dan kucing tidak
dapat terinfeksi cacing ini.(Craig, 1970)

6.2 Ascaris lumbricoides

Ascariasis adalah infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing Ascaris


lumbricoides. Ascariasis sendiri termasuk penyakit cacing yang paling besar prevalensinya
diantara penyakit cacing lainnya yang menginfeksi tubuh manusia. Manusia merupakan
satu-satunya hospes untuk A.lumbricoides (Yamaguchi, 1981; Sutanto dkk, 2008).

Cacing A.lumbricoides merupakan golongan nematoda. Nematoda berasal dari


kata nematos yang berarti benang dan oidos yang berarti bentuk, sehingga cacing ini sering
disebut cacing gilik ataupun cacing gelang. Nematoda itu sendiri dibagi menjadi 2 jenis
yakni nematoda usus dan nematoda jaringan. Manusia merupakan hospes untuk beberapa
nematoda usus yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
(Sutanto dkk, 2008). Diantara nematoda usus yang ada terdapat beberapa spesies yang
membutuhkan tanah untuk pematangannya dari bentuk non infektif menjadi bentuk infektif
yang disebut Soil Transmitted Helminths (STH) (Natadisastra, 2012). Cacing yang
termasuk golongan STH adalah A.lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostoma
duodenale, Necator americanus, Strongyloides stercoralis, dan beberapa spesies
Trichostrongylus (Sutanto dkk, 2008).

6.2.1 Morfologi

Secara umum dapat dilihat bahwa cacing A. lumbricoides berwarna merah


berbentuk silinder. Cacing jantan lebih kecil ukurannya daripada cacing betina. Pada
stadium dewasa, cacing ini akan hidup dan berkembang didalam rongga usus kecil (Sutanto
dkk, 2008).

Gambar 6.2 Ascaris lumbricoides

Dikutip : Atlas Berwarna Parasitologi Klinik (Yamaghuci, 1981)

Cacing jantan berukuran 15-25 cm x 3 mm disertai ujung posteriornya yang melengkung


ke arah ventral dan diikuti adanya penonjolan spikula yang berukuran sekitar 2 mm. Selain
itu, di bagian ujung posterior cacing juga terdapat banyak papil-papil kecil (Soedarto,
2009). Cacing betina berukuran 25-35 cm x 4 mm dengan ujung posteriornya yang lurus.
Cacing ini memiliki 3 buah bibir, masing-masing satu dibagian dorsal dan dua lagi
dibagian ventrolateral (Satoskar, 2009).

Cacing dewasa hidup dalam jangka waktu ±10 – 24 bulan . Cacing dewasa dilindungi oleh
pembungkus keras yang kaya akan kolagen dan lipid serta menghasilkan enzim protease
inhibitor yang berfungsi untuk melindungi cacingmbang didalam rongga usus kecil
(Sutanto dkk, 2008).
6.2.2 Daur Hidup

Gambar 6.3 Daur Hidup Ascaris lumbricoides

Sumber : Centers for Disease Control and Prevention

Siklus hidup A. lumbricoides dimulai dari keluarnya telur bersama dengan feses,


yang kemudian mencemari tanah. Telur ini akan menjadi bentuk infektif dengan
lingkungan yang mendukung, seperti kelembaban yang tinggi dan suhu yang hangat. Telur
bentuk infektif ini akan menginfeksi manusia jika tanpa sengaja tertelan manusia.
Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus.
Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti
sistem peredaran darah, dimulai dari pembuluh darah vena, vena portal, vena cava inferior
dan akan masuk ke jantung dan ke pembuluh darah di paru-paru.
Pada paru-paru akan terjadi siklus paru di mana cacing akan merusak alveolus,
masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring dan memicu batuk. Dengan
terjadinya batuk larva akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus,
larva akan menjadi cacing dewasa.
Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan bertelur. Telur ini
pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang kembali bila
penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya

6.2.3 Epidemiologi

A. lumbricoides merupakan jenis cacing terbanyak yang menyebabkan infeksi


pada manusia. Angka kejadian infeksi A.lumbricoides ini cukup tinggi di negara
berkembang seperti Indonesia dibandingkan dengan negara maju (Rampengan, 2005).
Tingginya angka kejadian Ascariasis ini terutama disebabkan oleh karena banyaknya telur
disertai dengan daya tahan larva cacing pada keadaan tanah kondusif. Parasit ini lebih
banyak ditemukan pada tanah liat dengan kelembaban tinggi dan suhu 25°- 30°C sehingga
sangat baik untuk menunjang perkembangan telur cacing A.lumbricoides tersebut (Sutanto
dkk, 2008).

Telur A. lumbricoides mudah mati pada suhu diatas 40° C sedangkan dalam suhu
dingin tidak mempengaruhinya (Rampengan, 2005). Telur cacing tersebut tahan terhadap
desinfektan dan rendaman yang bersifat sementara pada berbagai bahan kimiawi keras
(Brown dkk, 1994). Infeksi A. lumbricoides dapat terjadi pada semua usia, namun cacing
ini terutama menyerang anak usia 5-9 tahun dengan frekuensi kejadian sama antara laki-
laki dan perempuan (Natadisastra, 2012). Bayi yang menderita Ascariasis kemungkinan
terinfeksi telur Ascariasis dari tangan ibunya yang telah tercemar oleh larva infektif.
Prevalensi A. lumbricoides ditemukan tinggi di beberapa pulau di Indonesia yaitu di pulau
Sumatera (78%), Kalimantan (79%), Sulawesi (88%), Nusa Tenggara Barat (92%), dan
Jawa Barat (90%) (Sutanto, 2008).

Pada umumnya frekuensi tertingi penyakit ini diderita oleh anak-anak berusia 5-
10 tahun sedangkan orang dewasa frekuensinya rendah. Hal ini disebabkan oleh karena
kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah ataupun mereka tidak
berpikir sampai ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh larva cacing
Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak langsung
dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides.

Faktor host merupakan salah satu hal yang penting karena manusia sebagai sumber
infeksi dapat mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah oleh telur dan larva
cacing, selain itu manusia justru akan menambah tercemarnya lingkungan sekitarnya.
Prevalensi ascariasis di daerah pedesaan lebih tinggi, hal ini terjadi karena
buruknya sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja
manusia tidak terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar. Hal ini juga terjadi pada
golongan masyarakat yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah, sehingga
memiliki kebiasaan buang air besar (defekasi) di tanah, yang kemudian tanah akan
terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang seterusnya akan
terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemis (Brown dan Harold, 1983).

Para pekerja tambang dan pekerja kebun yang menggunakan feses sebagai pupuk
cenderung terpapar langsung dengan tanah yang terkontaminasi telurcacing infektif.
Mereka beresiko terkena penyakit ascariasis karena keadaanlingkungan kerja yang tidak
aman dan tidak sehat serta langsung berhubungandengan media tanah.

Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu
optimal adalah 23o C sampai 30o C. Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat cocok
untuk perkembangan telur cacing, sementara dengan bantuan angin maka telur cacing yang
infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke lingkungan. Jadi, penyebaran telur cacing
ascariasis ini banyak terdapat pada saat cuaca panasdan berangin karena memudahkan
perkembangbiakan serta penyebarannya.
6.3 Penggolongan Cacing

Nama cacing Penyakit Predileksi / Tempat


Cacing Gelang ( ascaris Ascarisis Usus halus (intestiium)
lumbricoides )
Cacing kremi ( enterobius Enterobiasis Pemecahan telur enterobius
vermicularis ) vemicularis di usus halus
(intestinium) &perkembangan
larva terjadi di daerah sekum
(usus besar di dekat usus buntu)
Cacing filarial (wuchereria Filariasis (penyakit Pada kelenjar getah bening
bancrofti) kaki gajah) (limfa)
Cacing tambang Anemia Hidup pada usus halus
(ancylostoma duodenale) (kekurangan (intestinium) untuk kemudian
protein dan bertelur kemali
kekurangan zat
besi)
Cacing pita (taenia solium Taeniasis Di jaringan usus.
dan taenia saginata)
Tabel 6.1 Nama Cacing, Penyakit dan Tempat

1. Penatalaksanaan cacingan
1) Meningkatkan komitmen Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk
menjadikan program Penanggulangan Cacingan sebagai program prioritas;
2) Meningkatkan koordinasi lintas program, lintas sektor, dan peran
sertamasyarakat dengan mendorong kemitraan baik dengan kelompok usaha
maupun lembaga swadaya masyarakat;
3) Mengintegrasikan kegiatan Penanggulangan Cacingan dengan kegiatan POPM
Filariasis, penjaringan anak sekolah, usaha kesehatan sekolah, dan pemberian
vitamin A di posyandu dan pendidikan anak usia dini serta menggunakan
pendekatan keluarga
4) Mendorong program Penanggulangan Cacingan masuk dalam rencana
perbaikan kualitas air serta berkoordinasi dengan kementerian yang
bertanggung jawab dalam penyediaan sarana air bersih;
5) Melakukan sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat di pendidikan anak usia
dini dan sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah atau madrasah ibtidaiyah; dan
6) Melakukan pembinaan dan evaluasi dalam pelaksanaan Penanggulangan
Cacingan di daerah.

6.3 Anatomi pencernaan

Gambar 6.4 Anatomi Pencernaan

Anatomi sistem pencernaan manusia terdiri dari beberapa organ penting yang
bertugas untuk mendistribusikan dan mencerna makanan melalui saluran yang kita kenal
sebagai saluran pencernaan.

Saluran pencernaan (Gastrointestinal) adalah saluran yang panjang bermula dari


mulut sampai ke anus.

Organ dalam saluran pencernaan ini sudah sering kita kenal seperti mulut,
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar dan anus.
6.3.1 Mulut

Gambar 6.4.1 Anatomi Mulut

Bisa dikatakan bahwa mulut adalah pintu gerbang dari sistem pencernaan
makanan karena menjadi pintu utama ketika makana masuk. Mulut berfungsi untuk
mengunyah makanan menjadi lebih halus agar lebih mudah ditelan.

Makanan melalui mulut akan mengalami proses pencernaan secara kimia dan
mekanik. Organ yang membantu proses percernaan dalam mulut seperti lidah, gigi dan
kelenjar air liur.

Secara mekanik, Gigi akan memotong makanan menjadi bagian yang lebih kecil,
yang kemudian akan dibasahi oleh air liur sehingga memudahkan lidah dan otot-otot lainya
mendorong makanan dalam tenggorokan (faring) dan melewatkannya ke dalam
kerongkongan.
6.3.2 Kerongkongan

Gambar 6.3.2 Anatomi Kerongkongan

Setelah makanan melalui mulut dan ditelan, makanan akan melalui tengorokan
(faring) dan kerongkongan (esophagus).

Kerongkongan berperan dalam mengantarkan makanan yang sudah ditelan untuk


melalui proses selanjutnya dalam lambung. Gerakan kerongkongan yang berkontraksi
untuk mendorong makanan ke lambung disebut gerak peristaltik.

Terdapat pada ujung kerongkongan berupa cincin otot (sfingter) yang mengatur
jalannya makanan masuk ke lambung dan menutup secara teratur untuk mencegah
makanan kembali ke kerongkongan.

6.3.3 Lambung

Gambar 6.3.3 Anatomi lambung

Lambung atau ventrikulus mempunyai bentuk seperti kantong yang menggelembung dan
berada pada bagian kiri perut.
Lambung mempunyai tiga fungsi utama:

1. Tempat menyimpan makanan sementara sebelum disalurkan ke organ selanjutnya.

2. Memecah dan mengaduk makanan dengan mekanisme gerak peristaltik

3. Mencerna dan menghancurkan makanan dengan bantuan enzim dalam lambung

6.3.4 Usus Halus

Gambar 6.4.4 Anatomi Usus Halus

Hanya beberapa zat seperti air dan alkohol yang langsung di serap oleh lambung.
Zat-zat makanan lainnya harus melalui mekanisme pencernaan dalam lambung.

Usus halus berbentuk tabung tipis yang panjangnya 10 meter seperti selang yang
digulung, dimana permukaan bagian dalamnya penuh dengan tonjolan dan lipatan.

Hasil makanan dari lambung biasanya dalam bentuk semi padat atau chyme.
Chyme inilah yang kemudian dilepaskan secara sedikit demi sedikit melalui otot pylori
sphincter bagian pertama dari usus halus disebut duodenum (usus 12 jari).

Nah, terdapat tiga bagian utama dari usus halus yaitu duodenum (usus 12 jari),
jejunum (usus kosong) dan ileum (bagian akhir).

Usus dua belas jari (duodenum) berperan dalam proses pencernaan makanan
secara kimiawi dengan bantuan getah empedu dan getah pankreas. Selanjutnya makanan,
akan melalui usus jejunum untuk membantu proses pencernaan makanan secara kimiawi
melalui enzim-enzim yang dihasilkan dinding usus seperti disakaridase (seperti maltase,
laktase, dan sukrase), aminopeptidase, dipeptidase, serta enterokinase. Bagian akhir usus
halus adalah ileum yang mana bertugas dalam menyelesaikan proses penyerapan nutrisi
dan menyerap asam empedu untuk dapat didaur ulang lagi.

6.3.5 Usus Besar

Gambar 6.4.5 Anatomi Usus Besar

Proses penyerapan dari usus halus yang masih belum maksimal kemudian akan
dilanjutkan oleh usus besar.

Usus besar berbentuk seperti huruf U terbalik yang panjangnya sekitar 5-6 meter.
Terdapat tiga bagian utama usus besar yaitu sekum (cecum), kolon dan rektum (rectum).

Sekum berbentuk seperti kantong yang berfungsi menyerap nutrisi yang tidak
dapat diserap usus halus. Kolon adalah bagian terpanjang dari usus besar yang berfungsi
sebagai tempat cairan dan garam diserap.

Rektum adalah bagian akhir dari usus besar. Rektum terhubung langsung keanus
sehingga bagian ini berfungsi untuk tempat penyimpanan tinja sebelum dikeluarkan oleh
anus.

Fungsi utama usus besar adalah membuang air dan garam yang tidak dapat
dicerna dan membentuk limbah padatan yang dapat dikeluarkan.
4.3.6 Anus

Anus berfungsi untuk proses defekasi feses dan mengatur keluarnya fases.
Defekasi adalah proses membuang kotoran sisa pencernaan dalam bentuk feses. Hasil
akhir dari sistem pencernaan makanan berupa fases atau kotoran.
BAB VII
PETA KONSEP

Enterbious Vermicularis (Sumbernya dari makanan, udara melalui debu, tanah)

Tertelan Manusia

Telur mengalami migrasi di paru-paru

Telur menetas menjadi larva di duodenum

Larva berubah menjadi cacing dewasa di colon

Pada saat malam hari cacing betina yang hamil akan bermigrasi ke daerah perianal untuk bertelur

Pada saat BAB, feses dapat ditemukan telur enterbious vermicularis yang infektif

Gambar 7.1 Peta Konsep Enterobius vermicularis


ACRARIS LUMBRICOIDES

Keluar bersama tinja (telur)

Telur fertil ditanah 5-10 hari

Kontaminasi lewat kulit atau


makanan

Masuk ke dalam
gastrointerstrial track

Masuk duodenum (menetas)

Larva (menembus dinding usus)

Masuk ke paru-paru melalui vena

Migrasi larva ke bronki dan trakea


Masuk Alveoli

Reaksi Merangsang esofagus untuk


muntah dibatukkan/muntah
Diagnosis
Chack Lab
f. Thorax

Muntah yang Tertelan kembali


mengandung cacing
Paru-paru Eusinofilik
ilium
Eusinofilik (HB -)
Keluar lewat
tinja bersama Menjadi cacing dewasa 6-5 hari
dengan telur

Memakan sari makanan

Kekurangan nutrisi

Telur terinfeksi Pemeriksaan kurus


dlm tinja tinja

Berkembang di
tanah

Gambar 7.2 Peta Konsep Ascaris lumbricoides


BAB VIII

TABEL DISKUSI

Tabel 8.1 Tabel Diskusi

PROBLEM HIPOTESIS MEKANSIME INFO LAIN SAYA TIDAK LEARNING ISSUE


TAHU
1.Kenapa 1. Adanya Laki-laki 1. Jenis-jenis 1. Bagaimana 1. Apa itu
pasien infeksi pada 5 tahun Cacing mekanisme heminthiasis?
mengalami sistem ↓ muntah
gatal pada pencernaan Dibawa ke 2. Infeksi yang 2. Bagaimana
dubur ? Rumah sakit disebabkan 2. Anatomi helminthiasis
2. Ascaris ↓ oleh cacing pencernaan dikategorikan ?
2.Kenapa lumbricoides Dengan
pasien keluhan 3. Siklus hidup
3. Apa itu STH
mengalami 3. Enterobius •Muntah cacing cacing
dan non STH ?
penurunan vermicularis bulat berwarna
berat badan, krem panjang
4. Penatalaksanan 4. Jelaskan siklus
nafsu makan 15-20 cm
cacingan hidup STH dan
dan menjadi •Gatal pada
non STH? Yang
pucat? dubur
mana adalah
•Penurunan
tahap infektif?
3.Kenapa berat badaan
pasien •nafsu makan
mengalami (dari 6 minggu)
5. Bagaimana
muntah (-)
patogenesis dari
cacing? •Tempat tinggal
STH dan
di status social
nonSTH?
4.Mengapa ekonomi buruk
pada •Tidak pernah
6. Apa saja faktor
pemeriksaan memakai
risiko
darah terdapat sendal
helminthiasis?
eoshinophilia? •Jarang
memotong
5.Mengapa kuku 7. Bagaimana
terjadi •Tingkat kebijakan
eosinophilic pendidikan pemberantasan
pada paru orang tua cacing di
paru? kurang Indonesia?
•Fasilitas bab(-)
6.Mengapa ↓ 8. Metode
hemoglobin Pemeriksaan laboratorium
rendah? Fisik : jenis apa yang
•Pucat dapat dilakukan
•Kuku kotor untuk
7.Mengapa •BB : 15 kg mengkonfirmasi
pada •TB : 100 cm helminthiasis?
pemeriksaan Pemeriksaan
feses terdapat penunjang :
cacing ascaris •X-Ray :
lumbriciodes Eosinofilik
dan telur lung pada paru-
cacing paru
enterobius •Lab
vermucularis? (pemeriksaan
darah
8.Factor lengkap) :
eksternal dan 1.HB rendah
internal apa 2.Terdapat
yang Eosinophilia
mempengaruhi •Feses :
kondisi 1.ascaris
tersebut? lumbricoides
2.Telur
enterobius
vermicularis

Infeksi Ascaris
Lumbricoides
Infeksi
entrobius
vermicularis
BAB IX

BHP DAN PHOP

9.1 BHP

1. Respect Of Autonomy

Memberikan penjagaan yang dapat di lakukan oleh ibu/ orang tua untuk tetap menjaga
kebersihan anak , dan harus saling mengingat kebersihan di dalam keluarga.

2. Beneficence

Memberikan pengobatan yang sesuai dengan keadaan anak tersebut dan tidak melebih
lebihkan.

3. Non Maleficent

Memberitahu keadaan anak dengan jelas dan baik tanpa menyalahkan orang tua.

9.2 PHOP

1. Health Promotion
a. Dengan cara melakukan penyuluhan atau sosialisasi tentang perilaku hidup
bersih dan sehat misalnya mencuci tangan dengan benar dan memakai sabun
b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang tanda dan gejala cacing serta
cara pencegahannnya
2. General and specific protection
a. Cuci tangan sebelum makan
b. Memakai alas kaki untuk menghindari telur infektif yang terdapapat di tanah
c. Mengonsumsi obat cacing
3. Early diagnosis and promt treatment
a. Sosialisasi tentang masyarakat pedesaan atau tentang lingkungan perumahan,
kebersihan diri, dan pola hidup sehat.
b. Mengkonsumsi obat cacing minimal 6 bulan sekali.
c. Pencegahan dan Penanggulangan farmologi dan nonfarmalogi.
4. Dissability limitation
Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak terjadi
komplikasi
5. Rehabilition
Melakukan penyuluhan dan usaha usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan
seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit
BAB X
DAFTAR PUSTAKA

Mann B, 2008. “Eosinophilic lung diseases”. Clin Med: Cir Resp PulmoMed. 2008;2:99-
108

Cottin V , 2016. “Eosinophilic Lung Diseases”.Clin Chest Med. 2016 Sep;37(3):535-56.


doi: 10.1016/j.ccm.2016.04.015. Epub 2016 Jun 25.
John DT, Petri WA, Markell EK, Voge M. Markell and Voge’s medical parasitology.
Missouri: Elsevier Health Sciences; 2006. p. 262-7, 270-5, 284-6.
Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Michigan : Lea & Febiger
Hoan Tan Tjay,drs & Kirana Rahardja. 2003. Obat-obat penting, Khasiat,penggunaan dan
efek sampingnya : Elexmedia Computindo
Prawirohartono, S. (2006). Sains Biologi I. Jakarta: Bumi Aksara
Sumber : Ovedoff, D, 2002:Kapita Selekta Kedokteran, edisi 1, Binarupa Aksara, Jakarta.

Journal” Eosinophilic Disorders”. Merck & co. Diakses tanggal 2012-11-02


Fisiologi kedokteran edisi 9
Jurnalmka.fk.unand.ac.id

http://scholar.unand.ac.id/4863/2/pendahuluan-bab6pdf.pdf

http://journal.um.ac.id/index.php/preventia/article/download/10011/4754

Padmasutra, Leshmana, dr. 2007. Catatan Kuliah:Ascaris lumbricoides. Jakarta:Fakultas


Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta.

Kim M-K, Pyo K-H, Hwang Y-S, Park KH, Hwang IG, Chai J-Y, et al. Effect of
Temperature on Embryonation of Ascaris suum Eggs in an Environmental
Chamber. Korean J Parasitol. 2012 Sep;50(3):239–42.

Fifin,D.R,(2010), Pengenalan Pola Citra Leukosit Dengan Metode Ekstraksi Fitur Citra,
Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6 133-137

Towidjojo,D.V,(2014), Hubungan Kadar Trombosit Dan Hematokrit Dengan Derajat


Keparahan Demam Berdarah Dengue Pada Pasien Dewasa, Jurnal ilmiah
Kedokteran, vol.1 No.2
Herawati,Y, (2017), Pengaruh Pemberian Asi Awal Terhadap Kejadian Ikterus Pada Bayi
Baru Lahir 0-7 Hari, Jurnal Bidan “midwafe juornal”, volume 3 No.1

You might also like