Professional Documents
Culture Documents
KELOMPOK B.7
TUTOR
dr. Andiani, M. Kes
KETUA KELOMPOK
David Simanjuntak 19700115
SEKRETARIS KELOMPOK
ANGGOTA KELOMPOK
Skenario
Clinical Setting :
A five-year-old boy was brought to a hospital by his mother due to vomiting of
a rounded smooth, cream-colored worm 15-20 cm in length History of anal itch was also
admitted. History of weight loss and loss of appetite were also noticed for the last four
weeks.
His mother told the doctor that they Iived in a rural area in kecamatan
Jatinangor with poor socio- economic status, poor education level of the parents, and did
not have proper defecation facility. The boy was bare-footed most of the time and rarely
had his fingernails cut and hands washed before taking food
Lab findings: Low hemoglobin level Complete blood count shows eosinophilia
Stool examination findings : Ascaris lumbricoides and Enterobius vermicularis eggs
Diagnosis Ascaris lumbricoides and Enterobius vermicularis infection
1. Eoshinophilic lung
Eosinophilic lung diseases atau penyakit paru eosi-nofilik merupakan
sekelompok penyakit paru yang klinis menunjukkan gambaran radiologik yang
sama, yaitu bayangan radioopak di paru serta eosinofilia di jaringan atau di darah
tepi. (Mann B., 2008). Penyakit paru-paru eosinofilik terutama terdiri dari
pneumonia eosinofilik atau sebagai sindrom Löffler yang lebih sementara, yang
paling sering disebabkan oleh infeksi parasit. Diagnosis pneumonia eosinofilik
didasarkan pada ciri-ciri gambaran klinis yang khas dan demonstrasi eosinofilia
alveolar, yang didefinisikan sebagai paling sedikit 25% eosinofil di lavage
bronchoalveolar. Eosinofilia darah perifer sering terjadi tetapi mungkin tidak ada
pada pneumonia eosinofilik akut idiopatik, yang dapat salah didiagnosis sebagai
pneumonia infeksius yang berat. Semua kemungkinan penyebab eosinofilia,
termasuk obat, toksin, etiologi terkait jamur, harus diselidiki secara
menyeluruh(Cottin V, 2016).
2. Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides adalah nama latin dari cacing gelang yang hidup di
usus manusia. Cacing ini merupakan penyebab penyakit ascariasis alias cacingan
pada manusia. Ascaris termasuk parasit dalam tubuh manusia dari jenis
roundworms. (John DT, dkk. 2006)
Ascaris lumbricoides memiliki tiga bibir (prominent lips) yang masing-
masing memiliki dentigerous ridge (peninggian bergigi), tetapi tidak memiliki
interlabia atau alae. Ascaris lumbricoides jantan memiliki panjang 15-31 cm dan
lebar 2-4 mm, dengan ujung posterior yang melingkar ke arah ventral, dan ujung
ekor yang tumpul. Ascaris lumbricoides betina memiliki panjang 20-49 cm dan
lebar 3-6 mm, dengan vulva pada sepertiga panjang badan dari ujung anterior.
(John DT, dkk. 2006)
Pada umumnya frekuensi tertingi penyakit ini diderita oleh anak-anak
berusia 5-10 tahun sedangkan orang dewasa frekuensinya rendah. Hal ini
disebabkan oleh karena kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih
rendah ataupun mereka tidak berpikir sampai ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih
mudah diinfeksi oleh larva cacing Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun
infeksi melalui kulit akibat kontak langsung dengan tanah yang mengandung telur
Ascaris lumbricoides.
Faktor host merupakan salah satu hal yang penting karena manusia sebagai
sumber infeksi dapat mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah oleh telur
dan larva cacing, selain itu manusia justru akan menambah tercemarnya lingkungan
sekitarnya.
6. Rounded smooth
Cacing yang bulat halus termasuk dalam filum nematoda. Nemathelminthes
memiliki tubuh berbentuk bulat panjang seperti benang dengan ujung-ujung yang
meruncing. Cacing ini memiliki rongga tubuh semu, sehingga disebut sebagai
hewan pseudoselomata. Ciri tubuh Nemathelminthes memiliki ukuran,bentuk,
struktur, dan fungsi tubuh. Individu betina berukuran lebih besardaripada individu
jantan. Tubuh berbentuk bulat panjang atau sepertibenang dengan ujung-ujung
yang meruncing (Prawirohartono, 2006). Beberapa nematoda yang menjadi parasit
pada manusia adalah Ascaris lumbricoides (cacing perut), penyebab penyakit
ascariasis, Ancylostoma duodenale (cacing tambang), banyak di daerah
pertambangan, Oxyuris vermicularis (cacing kremi), dapat melakukan autoinfeksi
Wuchereria bancrofti (cacing rambut), penyebab penyakit kaki gajah, Trichinella
spiralis, penyebab penyakit trikhinosis.
7. Cream-colored worm
Cacing yang berwarna cream adalah ascaris lumbricoides atau biasa
disebut cacing gelang.
BAB II
DAFTAR MASALAH
GUIDING QUESTION
1. Apa itu helminthiasis ?
2. Bagaimana Helminthiasis dikategorikan ?
3. Apa itu STH dan non STH ?
4. Jelaskan siklus hidup STH dan non STH? Yang mana adalah tahap infektif?
5. Bagaimana patogenesis dari STH dan nonSTH?
6. Apa saja faktor risiko helminthiasis?
7. Bagaimana kebijakan pemberantasan cacing di Indonesia?
8. Metode laboratorium jenis apa yang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi
helminthiasis?
BAB III
BRAINSTORMING
2. Kenapa pasien mengalami penurunan berat badan, nafsu makan dan menjadi pucat?
Ini biasanya terjadi pada cacing tambang, biasanya melekat pada usus dengan
mulut mereka dan akan menghisap darah. Kemudian, cacing ini masuk lewat kulit
kaki dan akan menginfeksi bagian dalam tubuh, seperti paru-paru dan jantung
melewati aliran darah. Tidak jarang, cacing ini menyebabkan anemia pada anak-
anak, sehingga berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan mempengaruhi
kecerdasan anak. Kontaminasi cacing ini juga mengakibatkan anak menjadi susah
makan sehingga menjadi gizi buruk karena semua nutrisi akan diserap oleh si
cacing.
http://scholar.unand.ac.id/4863/2/pendahuluan-bab6pdf.pdf
7. Mengapa pada pemeriksaan feses terdapat cacing ascaris lumbriciodes dan telur
cacing enterobius vermucularis?
Karna cacing masuk melalui makanan udara lingkungan dan kuku yg tidak di
potong menyebabkan cacing ascaris lumbriciodes dan telur cacing enteribius
vermucularis
GUIDING QUESTION
1. Apa itu helminthiasis ?
Helminthiasis adalah infeksi cacing parasite usus dari golongan nematoda usus
yang ditularkan melalui tanah atau disebut Soil Transmitted Helminthes (STH).
Helminthiasis
Cestoda Trematoda Nematoda
Bentuk Bentuk tubuhnya Bentuk tubuh pipis Bentuk tubuh
Panjang dan pipih dorso ventral Panjang , silindrik
menyerupai pita seperti daun (gilig) tidak
bersegmen dan
tubuhnya bilateral
simetrik
Ukuran 40 mm sampai 10- 2 mm-1 m
12 m
Tabel 3.1 Penggolongan Helminthiasis
4. Jelaskan siklus hidup STH dan non STH ? Yang mana adalah tahap infektif ?
Siklus hidup STH
Siklus ini dimulai sejak dikeluarkannya telur cacing bersama feses. Jika
kondisi yang menguntungkan seperti udara yang hangat dengan tempratur 25 -30 C,
lembab, tanah yang terlindung matahari, maka embrio di dalam telur fertil berubah
menjadi larva yang infektif dalam waktu 3 minggu. Apabila manusia tertelan telur
yang infektif, maka telur menetas menjadi larva di usus halus, kemudian larva akan
masuk ke dalam mukosa usus dan terbawa ke sirkulasi hepatika dan sampai di
jaringan alveolar. Setelah itu larva bermigrasi ke saluran nafas atas, yaitu bronkus,
trakea dan setelah itu faring yang menimbulkan rangsang batuk pada penderita.
Rangsang batuk tersebut membuat larva masuk kembali ke dalam sistem
pencernaan dan akhirnya menetap, tumbuh dan berkembang menjadi cacing
dewasa. Waktu yang diperlukan sejak telur infektif tertelan sampai cacing betina
dewasa bertelur kembali adalah sekitar 2-3 bulan.
STH nonSTH
Jenis Cacing Ascaris lumbricoides Enterobius vermicularis
Trichuris trichiurd
Necator americanus
Ancytostoma duodenale
Storgyloides stercoralis
Masa pre pathogenesis 2-3 bulan 2 minggu – 2 bulan
(masa inkubasi)
Masa Patogenesis Menetas di usus halus Telur yang telah dibuahi
menetas di duodenum
Pemeriksaan Laboratorium
Radiologi
3. USG abdominal: posisi lateral dekubitus kiri, cairan per oral, dan penekanan
oleh transducer untuk memicu pergerakan cacing. Bisa juga untuk mendeteksi
askaris di sistem hepatobilier.
Laki-laki, 5 tahun
TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Memahami helminthiasis
2. Memahami kategori helminthiasis
3. Memahami STH dan non-STH
4. Menjelaskan siklus hidup STH dan non STH? Yang mana adalah tahap infektif
5. Memahami patogenesis dari STH dan non STH
6. Memahami apa saja faktor risiko helminthiasis?
7. Memahami kebijakan pemberantasan cacing di Indonesia?
8. Memahami jenis metode laboratorium yang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi
helminthiasis
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
Infeksi dimulai dengan tertelannya telur yang telah dibuahi melalul makanan yang
terkontaminasi jari yang kotor, atau inhalasi udara yang mengandung telur . Telur menetas
di duodenum dan kemudian menjadi cacing dewasa di yeyunum dan ileum atas. Waktu
yang diperlukan dari telur matang tertelan hingga menjadi cacing dewasa yang bermigra si
ke daerah perianal adalah 2 minggu-2 bulan. Saat malam hari, cacing dewasa betina akan
bergerak ke arah anus dan meletakkan telur dalam lipatan kulit anus yang menyebabkan
gatal. (Overdoff D, 2002)
6.1.2 Manifestasi Klinis
Gatal pada malam hari sampai menyebabkan kesulitan tidur pada anak; Penurunan
nafsu makan, anoreksia, badan kurus Vaginitis pada perempuan Cacing dewasa
menyebabkan nyeri perut. mual muntah, dan diare. (Overdoff D, 2002)
6.1.3 Epidemiologi
6.2.1 Morfologi
Cacing dewasa hidup dalam jangka waktu ±10 – 24 bulan . Cacing dewasa dilindungi oleh
pembungkus keras yang kaya akan kolagen dan lipid serta menghasilkan enzim protease
inhibitor yang berfungsi untuk melindungi cacingmbang didalam rongga usus kecil
(Sutanto dkk, 2008).
6.2.2 Daur Hidup
6.2.3 Epidemiologi
Telur A. lumbricoides mudah mati pada suhu diatas 40° C sedangkan dalam suhu
dingin tidak mempengaruhinya (Rampengan, 2005). Telur cacing tersebut tahan terhadap
desinfektan dan rendaman yang bersifat sementara pada berbagai bahan kimiawi keras
(Brown dkk, 1994). Infeksi A. lumbricoides dapat terjadi pada semua usia, namun cacing
ini terutama menyerang anak usia 5-9 tahun dengan frekuensi kejadian sama antara laki-
laki dan perempuan (Natadisastra, 2012). Bayi yang menderita Ascariasis kemungkinan
terinfeksi telur Ascariasis dari tangan ibunya yang telah tercemar oleh larva infektif.
Prevalensi A. lumbricoides ditemukan tinggi di beberapa pulau di Indonesia yaitu di pulau
Sumatera (78%), Kalimantan (79%), Sulawesi (88%), Nusa Tenggara Barat (92%), dan
Jawa Barat (90%) (Sutanto, 2008).
Pada umumnya frekuensi tertingi penyakit ini diderita oleh anak-anak berusia 5-
10 tahun sedangkan orang dewasa frekuensinya rendah. Hal ini disebabkan oleh karena
kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah ataupun mereka tidak
berpikir sampai ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh larva cacing
Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak langsung
dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides.
Faktor host merupakan salah satu hal yang penting karena manusia sebagai sumber
infeksi dapat mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah oleh telur dan larva
cacing, selain itu manusia justru akan menambah tercemarnya lingkungan sekitarnya.
Prevalensi ascariasis di daerah pedesaan lebih tinggi, hal ini terjadi karena
buruknya sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja
manusia tidak terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar. Hal ini juga terjadi pada
golongan masyarakat yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah, sehingga
memiliki kebiasaan buang air besar (defekasi) di tanah, yang kemudian tanah akan
terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang seterusnya akan
terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemis (Brown dan Harold, 1983).
Para pekerja tambang dan pekerja kebun yang menggunakan feses sebagai pupuk
cenderung terpapar langsung dengan tanah yang terkontaminasi telurcacing infektif.
Mereka beresiko terkena penyakit ascariasis karena keadaanlingkungan kerja yang tidak
aman dan tidak sehat serta langsung berhubungandengan media tanah.
Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu
optimal adalah 23o C sampai 30o C. Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat cocok
untuk perkembangan telur cacing, sementara dengan bantuan angin maka telur cacing yang
infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke lingkungan. Jadi, penyebaran telur cacing
ascariasis ini banyak terdapat pada saat cuaca panasdan berangin karena memudahkan
perkembangbiakan serta penyebarannya.
6.3 Penggolongan Cacing
1. Penatalaksanaan cacingan
1) Meningkatkan komitmen Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk
menjadikan program Penanggulangan Cacingan sebagai program prioritas;
2) Meningkatkan koordinasi lintas program, lintas sektor, dan peran
sertamasyarakat dengan mendorong kemitraan baik dengan kelompok usaha
maupun lembaga swadaya masyarakat;
3) Mengintegrasikan kegiatan Penanggulangan Cacingan dengan kegiatan POPM
Filariasis, penjaringan anak sekolah, usaha kesehatan sekolah, dan pemberian
vitamin A di posyandu dan pendidikan anak usia dini serta menggunakan
pendekatan keluarga
4) Mendorong program Penanggulangan Cacingan masuk dalam rencana
perbaikan kualitas air serta berkoordinasi dengan kementerian yang
bertanggung jawab dalam penyediaan sarana air bersih;
5) Melakukan sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat di pendidikan anak usia
dini dan sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah atau madrasah ibtidaiyah; dan
6) Melakukan pembinaan dan evaluasi dalam pelaksanaan Penanggulangan
Cacingan di daerah.
Anatomi sistem pencernaan manusia terdiri dari beberapa organ penting yang
bertugas untuk mendistribusikan dan mencerna makanan melalui saluran yang kita kenal
sebagai saluran pencernaan.
Organ dalam saluran pencernaan ini sudah sering kita kenal seperti mulut,
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar dan anus.
6.3.1 Mulut
Bisa dikatakan bahwa mulut adalah pintu gerbang dari sistem pencernaan
makanan karena menjadi pintu utama ketika makana masuk. Mulut berfungsi untuk
mengunyah makanan menjadi lebih halus agar lebih mudah ditelan.
Makanan melalui mulut akan mengalami proses pencernaan secara kimia dan
mekanik. Organ yang membantu proses percernaan dalam mulut seperti lidah, gigi dan
kelenjar air liur.
Secara mekanik, Gigi akan memotong makanan menjadi bagian yang lebih kecil,
yang kemudian akan dibasahi oleh air liur sehingga memudahkan lidah dan otot-otot lainya
mendorong makanan dalam tenggorokan (faring) dan melewatkannya ke dalam
kerongkongan.
6.3.2 Kerongkongan
Setelah makanan melalui mulut dan ditelan, makanan akan melalui tengorokan
(faring) dan kerongkongan (esophagus).
Terdapat pada ujung kerongkongan berupa cincin otot (sfingter) yang mengatur
jalannya makanan masuk ke lambung dan menutup secara teratur untuk mencegah
makanan kembali ke kerongkongan.
6.3.3 Lambung
Lambung atau ventrikulus mempunyai bentuk seperti kantong yang menggelembung dan
berada pada bagian kiri perut.
Lambung mempunyai tiga fungsi utama:
Hanya beberapa zat seperti air dan alkohol yang langsung di serap oleh lambung.
Zat-zat makanan lainnya harus melalui mekanisme pencernaan dalam lambung.
Usus halus berbentuk tabung tipis yang panjangnya 10 meter seperti selang yang
digulung, dimana permukaan bagian dalamnya penuh dengan tonjolan dan lipatan.
Hasil makanan dari lambung biasanya dalam bentuk semi padat atau chyme.
Chyme inilah yang kemudian dilepaskan secara sedikit demi sedikit melalui otot pylori
sphincter bagian pertama dari usus halus disebut duodenum (usus 12 jari).
Nah, terdapat tiga bagian utama dari usus halus yaitu duodenum (usus 12 jari),
jejunum (usus kosong) dan ileum (bagian akhir).
Usus dua belas jari (duodenum) berperan dalam proses pencernaan makanan
secara kimiawi dengan bantuan getah empedu dan getah pankreas. Selanjutnya makanan,
akan melalui usus jejunum untuk membantu proses pencernaan makanan secara kimiawi
melalui enzim-enzim yang dihasilkan dinding usus seperti disakaridase (seperti maltase,
laktase, dan sukrase), aminopeptidase, dipeptidase, serta enterokinase. Bagian akhir usus
halus adalah ileum yang mana bertugas dalam menyelesaikan proses penyerapan nutrisi
dan menyerap asam empedu untuk dapat didaur ulang lagi.
Proses penyerapan dari usus halus yang masih belum maksimal kemudian akan
dilanjutkan oleh usus besar.
Usus besar berbentuk seperti huruf U terbalik yang panjangnya sekitar 5-6 meter.
Terdapat tiga bagian utama usus besar yaitu sekum (cecum), kolon dan rektum (rectum).
Sekum berbentuk seperti kantong yang berfungsi menyerap nutrisi yang tidak
dapat diserap usus halus. Kolon adalah bagian terpanjang dari usus besar yang berfungsi
sebagai tempat cairan dan garam diserap.
Rektum adalah bagian akhir dari usus besar. Rektum terhubung langsung keanus
sehingga bagian ini berfungsi untuk tempat penyimpanan tinja sebelum dikeluarkan oleh
anus.
Fungsi utama usus besar adalah membuang air dan garam yang tidak dapat
dicerna dan membentuk limbah padatan yang dapat dikeluarkan.
4.3.6 Anus
Anus berfungsi untuk proses defekasi feses dan mengatur keluarnya fases.
Defekasi adalah proses membuang kotoran sisa pencernaan dalam bentuk feses. Hasil
akhir dari sistem pencernaan makanan berupa fases atau kotoran.
BAB VII
PETA KONSEP
Tertelan Manusia
Pada saat malam hari cacing betina yang hamil akan bermigrasi ke daerah perianal untuk bertelur
Pada saat BAB, feses dapat ditemukan telur enterbious vermicularis yang infektif
Masuk ke dalam
gastrointerstrial track
Kekurangan nutrisi
Berkembang di
tanah
TABEL DISKUSI
9.1 BHP
1. Respect Of Autonomy
Memberikan penjagaan yang dapat di lakukan oleh ibu/ orang tua untuk tetap menjaga
kebersihan anak , dan harus saling mengingat kebersihan di dalam keluarga.
2. Beneficence
Memberikan pengobatan yang sesuai dengan keadaan anak tersebut dan tidak melebih
lebihkan.
3. Non Maleficent
Memberitahu keadaan anak dengan jelas dan baik tanpa menyalahkan orang tua.
9.2 PHOP
1. Health Promotion
a. Dengan cara melakukan penyuluhan atau sosialisasi tentang perilaku hidup
bersih dan sehat misalnya mencuci tangan dengan benar dan memakai sabun
b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang tanda dan gejala cacing serta
cara pencegahannnya
2. General and specific protection
a. Cuci tangan sebelum makan
b. Memakai alas kaki untuk menghindari telur infektif yang terdapapat di tanah
c. Mengonsumsi obat cacing
3. Early diagnosis and promt treatment
a. Sosialisasi tentang masyarakat pedesaan atau tentang lingkungan perumahan,
kebersihan diri, dan pola hidup sehat.
b. Mengkonsumsi obat cacing minimal 6 bulan sekali.
c. Pencegahan dan Penanggulangan farmologi dan nonfarmalogi.
4. Dissability limitation
Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak terjadi
komplikasi
5. Rehabilition
Melakukan penyuluhan dan usaha usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan
seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit
BAB X
DAFTAR PUSTAKA
Mann B, 2008. “Eosinophilic lung diseases”. Clin Med: Cir Resp PulmoMed. 2008;2:99-
108
http://scholar.unand.ac.id/4863/2/pendahuluan-bab6pdf.pdf
http://journal.um.ac.id/index.php/preventia/article/download/10011/4754
Kim M-K, Pyo K-H, Hwang Y-S, Park KH, Hwang IG, Chai J-Y, et al. Effect of
Temperature on Embryonation of Ascaris suum Eggs in an Environmental
Chamber. Korean J Parasitol. 2012 Sep;50(3):239–42.
Fifin,D.R,(2010), Pengenalan Pola Citra Leukosit Dengan Metode Ekstraksi Fitur Citra,
Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6 133-137