Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
UNESCO reports that 35 million people have autism worldwide. This means an average of 6 out of
1,000 people in the world suffer from autism. In Indonesia alone in the Year 2015 is estimated there
are approximately 12,800 children with autism and 134.000 people with spectrum Autism. In West
Sumatera, the number of people with autism in schools was higher than the number of people with
autism in schools. This study aims to determine "the effectiveness of occupational therapy therapy:
cognitive (remember image) to increase cognitive abilities in children of school-aged autism At SLB
Autisma Permata Bunda Bukittinggi 2017". The type of this research is Quasi experiment with one
group pretest posttes approach. Sampling technique is a total sampling of 15 children of school-aged
autism children. Data collection using cognitive developmental observation sheets. The results
obtained before intervention were mean 60,27 (doubtful) and after intervention became mean 64,73
(according to development stage) where p value = 0.001 (α <0.05). It can be concluded that
occupational therapy: cognitive (remember image) is effective against the improvement of cognitive
abilities in school-age autism children. To the officials of SLB Autis Permata Bunda in order to
routinely perform occupational therapy as one of nursing intervention to cognitive development of
children with autism. It is expected that with this research, the therapies that have been studied can
be useful in providing intervention, especially children who experience cognitive developmental
disorder in order to better achievement in learning.
1
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 1 No. 1 Tahun 2018
terdapat kurang lebih 12.800 anak penyandang untuk mengembangkan kemampuan berfikir.
autisme dan 134.000 penyandang spektrum Oleh karenanya kemampuan kognitif sangat
Autisme di Indonesia (Budiman,2015). penting bagi kehidupan seseorang dan perlu
dibekali serta dikembangkan sedini mungkin,
Di Sumatera Barat sendiri sampai saat ini tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus
belum ada data resmi tentang penderita termasuk anak autisme.
autisme, dikarenakan kehadiran anak autisme
tidak menetap tiap semester. Dari hasil Pada permasalahan kognitif, anak autisme yang
penelusuran jumlah penyandang autisme tergolong dalam usia dini mengalami kesulitan
disekolah luar biasa di website dari 8 sekolah dalam menerima materi pembelajaran yang
yang menangani masalah autisme pada anak disebabkankurangnya pemahaman anak dalam
terdapat jumlah penderita autisme yang menerima informasi pembelajaran. Anak
ditangani disekolah tersebut berjumlah 374 dengan gangguan autisme mengalami kesulitan
orang (Amelia, 2013). dalam memproses dan menyimpan informasi
non-visual (Dettmer, dkk, 2000). Pendapat lain
Di Bukittinggi terdapat 6 SLB yang dikemukakan oleh Sunardi dan Sunaryo (2007)
menampung anak autisme, namun sekolah hambatan perkembangan kognitif yang dimiliki
yang menangani masalah autisme secara anak autisme berbeda dengan anak pada
khusus yaitu Yayasan Permata Bunda, Sekolah umunya yang ditandai dengan acuh terhadap
Luar Biasa Autis Permata Bunda. Sekolah ini stimuli pendengaran dan mengalami kesulitan
berdiri sejak 03 Agustus 2016. Didapatkan data dalam memahami instruksi yang lebih
jumlah siswa Sekolah Luar Biasa Autis kompleks. Kesulitan dalam memahami
Permata Bunda tahun ajaran 2016/2017 informasi yang dihadapi individu dengan
menampung siswa sebanyak 61 murid. Dari 61 gangguan autisme tidak menutup anak autisme
murid tersebut ada 15 orang anak autisme usia pada usia dini mendapatkan pembelajaran yang
sekolah. baik. Dalam upaya membantu anak autisme
meningkatkan pemahaman dalam konsep salah
satunya konsep ukuran, diberikan berbagai
Anak autisme memiliki kemampuan dan
dukungan visual baik dua atau tiga dimensi di
karakteristik yang berbeda satu sama lain,
dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Quill,
sehingga hal tersebut menentukan caranya
1995 (Dettmer dkk, 2000) yang menyatakan
berinteraksi terhadap diri dan lingkungan serta
bahwa individu dengan gangguan autisme
menjadikan anak autisme sebagai pribadi yang
lebih mudah untuk memperoleh informasi
unik. Ketidak mampuan dalam berkomunikasi
secara visual dua atau tiga dimensi daripada
ini disebabkan adanya kerusakan sebagian
stimulus pendengaran. Hal ini diperkuat oleh
fungsi otak. Gangguan perilaku ini dapat
pendapat (Nawawi dkk, 2009) anak autisme
berupa kurangnya interaksi social,
juga lebih mudah memahami hal konkrit yang
penghindaran kontak mata, kesulitan dalam
dapat dilihat dan dipegang dari pada hal
mengembangkan bahasa, pengulangan tingkah
abstrak.
laku, dan kurangnya kemampuan kognitif anak
autisme (Mangunsong,2009).
Autisme tidak dapat disembuhkan (not curable)
namun dapat diterapi (treatable). Maksudnya
Kemampuan kognitif merupakan salah satu
adalah kelainan yang ada di dalam otak tidak
aspek yang perlu dikembangkan oleh anak usia
dapat diperbaiki, namun gejalagejala yang ada
dini dalam rangka mengembangkan
dapat dikurangi semaksimal mungkin misalnya
pengetahuannya tentang apa yang dilihat,
dengan terapi, sehingga anak tersebut bisa
didengar, diraba, dirasa, ataupun dicium
berbaur dengan anak lain secara normal
melalui panca indera yang dimiliki. Kognitif
(Widyawati, 2001).
adalah sutau proses berpikir, yaitu kemampuan
individu untuk menghubungkan, menilai dan
mempertimbangkan suatu kejadian (Sujiono, Untuk mengaktifkan sensasi dalam tubuh
2008). Pengembangan aspek kognitif pada seseorang termasuk anak autisme perlu
anak usia dini sebaiknya disesuaikan dengan keadaan yang rileks dan suasana yang
tingkat perkembangan anak yang bertujuan menyenangkan, karena dalam keadaan tegang
2
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 1 No. 1 Tahun 2018
seseorang tidak akan dapat menggunakan Terapi okupasi selain digunakan untuk anak
otaknya dengan maksimal karena pikiran autisme dapat pula diterapkan untuk
menjadi kosong (Denisson, 2006). Suasana anak/orang dewasa yang mengalami kesulitan
menyenangkan dalam hal ini berarti anak belajar, hambatan motorik (cedera, stroke,
berada dalam keadaan yang sangat rileks, tidak traumatic brain injury), sensory processing
ada sama sekali ketegangan yang mengancam disorders, cerebral palsy, down syndrome,
dirinya baik fisik maupun non fisik (Papalia, Attention Deficit Hyperactivity Disorder
2008). (ADHD),genetic disorders, asperger’s
syndrome, kesulitan belajar, keterlambatan
Keadaan tersebut akan memberikan wicara, gangguan perkembangan (Cerebral
kenyamanan tersendiri bagi anak autisme Palsy/CP), Pervasive Developmental
untuk mengembangkan kemampuan kognitif Disorder (PDD) dan keterlambatan tumbuh
dan membuka jalan bagi anak autisme dalam kembang lainnya (Kosasih, 2012).
mendayagunakan seluruh potensi yang
dimilikinya. Pengembangan kognitif yang Tujuan Penelitian ini untuk Mempelajari
dimaksudkan yaitu individu mampu efektifitas pemberian terapi okupasi: kognitif
mengembangkan kemampuan persepsi, atensi, (mengingat gambar) dalam meningkatkan
ingatan (memory), berpikir, konsentrasi, kemampuan kognitif pada anak Autisme usia
fokuspemahaman terhadap simbol, sekolah
melakukan penalaran dan memecahkan
masalah
2. KAJIAN LITERATUR
(Santrock, 2006). Dalam studi ini yang akan
diteliti adalah atensi, fokus pemahaman, Autisme berasal dari kata “auto” yang artinya
ingatan jangka pendek, dan konsentrasi yang sendiri. Istilah ini dipakai karena mereka yang
juga menjadi bagian dari kemampuan kognitif mengidap gejala autisme seringkali memang
individu, dan biasanya terdapat hambatan terlihat seperti orang yang hidup sendiri.
pada anak autisme (Santrock, 2006). Mereka seolah-olah hidup di dunianya sendiri
Kemampuan kognitif berpusat pada organ dan terlepas dari kontak sosial yang ada
otak individu, sehingga untuk meningkatkan disekitarnya. Autisme merupakan salah satu
kemampuan kognitif seseorang bisa dengan bentuk gangguan tumbuh kembang, berupa
mengaktifkan fungsi otak. sekumpulan gejala akibat adanya kelainan
saraf – saraf tertentu yang menyebabkan fungsi
Untuk mencapai tingkat kemampuan kognitif otak tidak bekerja secara normal sehingga
yang baik pada anak autisme, anak autisme mempengaruhi tumbuh kembang, kemampuan
perlu mendapatkan suatu terapi yang dapat komunikasi, dan kemampuan interaksi
menunjang proses tersebut. Salah satu terapi sosialnya (Sunu, 2012).
yang bisa diberikan kepada anak
autismeadalah terapi okupasi (Wahyu, 2012). Ciri-Ciri Autisme Gangguan pada Kognitif
Dalam bidang kognitif, mereka masih
Terapi okupasi diberikan untuk melatih mempunyai ingatan yang cukup baik, namun
kemandirian, kognitif (pemahaman), kurang memiliki fantasi atau imajinasi
kemampuan sensorik dan kemampuan sehingga memiliki sifat ketidaktertarikan yang
motorik anak dengan autisme. Terapi ini kompleks baik kepada orang, karakter
diberikan karena pada dasarnya anak dengan khayalan, binatang, ataupun peran orang
autisme sangat bergantung dengan orang lain dewasa. Gangguan pada Bidang Interaksi
dan anak dengan autisme ini juga acuh SosialAnak autisme sering memperlihatkan
sehingga mereka beraktifitas tanpa adanya kurangnya respons sosial dan gagal
komunikasi serta tidak memperdulikan orang membentuk ikatan sosial sekalipun sudah
lain. Terapi okupasi ini sangat membantu terbiasa bergaul dengan pengasuhnya.
anak dalam mengembangkan kemandirian Gangguan Bidang Komunikasi Sejak
serta meningkatkan fokus atau konsentrasi dilahirkan, anak autisme memiliki kontak
anak autisme dalam belajar (Qaharani, 2010). sosial yang sangat terbatas. Perhatian mereka
hampir tidak ada, terfokus kepada orang lain,
3
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 1 No. 1 Tahun 2018
melainkan pada benda-benda mati yang Kriteria inklusi: Anak Autisme ringan dan
disertai dengan taktil kenestesis, yakni gerakan sedang, Dapat melakukan aktivitas fisik, Dapat
yang dilakukan bersamaan dengan nafsu diajak bekerja sama dengan peneliti Kriteria
meraba-raba dirinya sendiri. Ekslusi: Anak yang tidak kooperatif,
Anak dengan kelainan kongenital
Terapi Okupasi Terapi Okupasi berasal dari
kata Occupational Therapy. Occupational Teknik Sampling Teknik samplingdalam
diartikan sebagai suatu pekerjaan, dan penelitian ini adalah dengan cara sampling
theraphy yang diartikan sebagai pengobatan. jenuh atau total sampling.
Jadi terapi okupasi adalah suatu terapi yang
memadukan antara seni dan ilmu pengetahuan Instrumen Penelitian Pada penelitian ini,
untuk mengarahkan penderita kepada suatu peneliti menggunakan lembar standar
aktivitas yang selektif agar kesehatan dapat operasional prosedur (SOP) terapi okupasi
ditingkatkan dan dipertahankan, serta dapat (Mengingat Gambar) dan lembar observasi
mencegah kecacatan melalui kegiatan dan perkembangan kognitif yang dimodifikasi
kesibukan kerja untuk penderita cacat mental sendiri oleh peneliti sebagai instrumen
ataupun cacat fisik. Terapi okupasi membantu penelitian.
individu yang mengalami gangguan dalam
fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi kognitif
serta fungsi sosial yang menyebabkan individu
tersebut mengalami hambatan dalam
melakukan aktivitas perawatan diri, aktivitas
produktifitas dan dalam aktivitas untuk
mengisi waktu luang
3. METODE PENELITIAN
4
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 1 No. 1 Tahun 2018
Tabel 3
Analisa Rerata Perkembangan Kemampuan Kognitif Anak Autisme Usia Sekolah Sebelum
diberikan Tindakan Terapi Okupasi (pre-test) dan Setelah diberikan Tindakan Terapi Okupasi
(post-test) di SLB Autisma Permata Bunda Kota Bukittinngi
6
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 1 No. 1 Tahun 2018
okupasi adalah terapi untuk membantu dilakukan tindakan terapi okupasi dengan
seseorang menguasai keterampilan motorik sebesar 4,46. Hasil analisa statistik
kasar dan motorik halus dengan lebih baik. menggunakan uji Paired sample T test
Terapi okupasi dilakukan untuk membantu didapatkan nilai sig/ pvalue=0,001maka 0,001<
menguatkan, memperbaiki koordinasi dan 0,05 jika pvalue kecil dari a (0,05) maka H0
keterampilan otot pada anak dengan kata lain ditolak. Dengan kata lain dapat diartikan
untuk melatih motorik kasar dan motorik halus Pemberian terapi okupasi: kognitif (mengingat
anak (Santoso, 2008). gambar) efektif meningkatkan kemampuan
Kognitif pada anak autisme usia sekolahdi
Menurut Piaget Perkembangan kognitif SLB Permata Bunda Bukittinggi Tahun 2017.
merupakan suatu proses yang bersifat
kumulatif. Artinya, perkembargan terdahulu Menurut Mona (2006) dalam The American
akan menjadi dasar bagi perkembangan Journal of Occupational Therapy yang
selanjutnya. Dengan demikian, apabila teriadi dilakukan pada anak autisme di Amerika
hambatan pada perkembangan terdahulu maka dengan menggunakan terapi okupasi bantuan
perkembangan selanjutnya akan memperoleh binatang didapatkan belum ada perkembangan
hambatan (Soetjiningsih, Suandi 2008). emampuan kognitif pada anak autisme tanpa
adanya intervensi terapi okupasi dengan
Pengembangan aspek kognitif pada anak usia melibatkan binatang. Adanya keterlibatan
dini sebaiknya disesuaikan dengan tingkat binatang dalam terapi okupasi dapat
perkembangan anak yang bertujuan untuk memberikan kesempatan anak untuk
mengembangkan kemampuan berfikir. Oleh menginterpretasikan dan menanggapi setiap
karenanya kemampuan kognitif sangat penting perubahan sosial dan binatang sebagai
bagi kehidupan seseorang dan perlu dibekali jembatan untuk mengintrepretasikannya.
serta dikembangkan sedini mungkin, tidak
terkecuali anak berkebutuhan khusus termasuk Menurut Reneetal (2007) dalam American
anak autisme. Journal of Occupational Therapy menyatakan
terapi okupasi merupakan salah satu intervensi
Efektifitas Pemberian Terapi yang dirancang untuk membantu
perkembangan anak-anak cacat. Banyak cara
Okupasi:Kemampuan Kognitif (Mengingat
yang dilakukan diantaranya bahasa tubuh dan
Gambar) Terhadap Peningkatan
interaksi sosial. Hasil penelitian menunjukkan
Kemampuan Kognitif Pada Anak Autisme
terdapat pengaruh terapi okupasi terhadap
Usia Sekolah Di SLB Autisma Permata
perkembangan anak-anak cacat terutama anak
Bunda Kota Bukittinggi. diketahui bahwa
autisme (p=0,003). Menurut analisa peneliti
rata-rata skor perkembangan kemampuan
kemampuan terapis juga memegang peranan
kognitif anak autisme usia sekolah sebelum
penting dalam mengoptimalkan terapi pada
pemberian terapi okupasi (pre-test) adalah
anak autisme. Dari hasil penelitian
60,27 dengan standart deviasi 6,123. Hasil
Reneetal(2007) didapatkan bahwa anak yang
estimasi interval 95% diyakini bahwa rerata
mengalami kemajuan ternyata lebih banyak
perkembangan kemampuan kognitif anak
dari golongan <5 tahun, sehingga hal ini
autisme usia sekolah sebelum pemberian terapi
mungkin mempercepat kemajuan anak. Pada
okupasi (pre-test) berkisar antara 56,88-63,66.
saat terapi okupasi diberikan terapis melatih
Sedangkan rata-rata skor perkembangan
keterampilan anak dengan suasana yang
kemampuan kognitif anak autisme usia sekolah
menyenangkaan sambil mengajak anak
setelah pemberian terapi okupasi (post-test)
bermain sehingga membangkitkan minat untuk
adalah 64,73 dengan standart deviasi 5,535.
berlatih. Terapi yang diberikan tidak terlalu
Hasil estimasi interval 95% diyakini bahwa
lama tapi sering dan terapis akan
rerata skor perkembangan kemampuan kognitif
mengehentikannya jika anak tampak bosan.
anak autisme usia sekolah setelah pemberian
Pada beberapa anak yang tidak mengalami
terapi okupasi (post-test) berkisar antara 61,67-
kemajuan pada saat dilakuka terapi anak dalam
67,80. Hal ini menunjukkan adanya
keadaan emosi sehingga anak menarik diri.
peningkatan perkembangan kemampuan
Salah satu tujuan terapi okupasi yaitu
kognitif anak autisme usia sekolah setelah
7
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 1 No. 1 Tahun 2018
diversional dimana kegiatan ini untuk keterampilan otot pada anak dengan kata lain
menyalurkan emosi dan kekesalan, sehingga untuk melatih motorik kasar dan motorik halus
walaupun anak marah pada situasi atau tekanan anak (Santoso, 2008).
yang dihadapi, anak tidak akan menarik diri
dan mudah tersinggung. Menurut Piaget Perkembangan kognitif
merupakan suatu proses yang bersifat
Penelitian terkait juga pernah dilakukan oleh kumulatif. Artinya, perkembargan terdahulu
oleh Rika Sabri, dkk (2006) tentang pengaruh akan menjadi dasar bagi perkembangan
terapi autis terhadap kemajuan anak autis di selanjutnya. Dengan demikian, apabila teriadi
Sekolah Khusus Autisme di Kota Padang, hambatan pada perkembangan terdahulu maka
didapatkan dari 27 anak yang melakukan terapi perkembangan selanjutnya akan memperoleh
okupasi yang baik, ada 25 anak (92,6%) yang hambatan (Soetjiningsih, Suandi 2008).
mengalami kemajuan. Hal ini mungkin
disebabkan oleh metode yang diterapkan oleh Pada penelitian ini dilakukan pretest sebelum
sekolah ini dimana metode yang diterapkan diberikan perlakuan dan postest sesudahnya
sistematis dan terstruktur. Hasil penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kemampuan
relevan dengan penelitian yang telah dilakukan kognitif sebelum dan sesudah diakukan terapi
oleh dr. Mary Law (2006) tentang Autisme okupasi. Berdasarkan hasil penelitian yang
Spectrum Disoders and Occupational. Therapy dilakukan, dapat dilihat distribusi respondent
diketahui bahwa Occupational Therapy dari hasil pengukuran terhadap nilai pretest dan
berpengaruh terhadap peningkatan motorik postest perkembangan kemampuan kognitif
anak dari pengukuran pertama 68,5% dan dari 15 orang responden setelah dilakukan
setelah diberikan intervensi berubah menjadi tindakan terapi okupasi. diketahui bahwa rata-
82%. rata skor perkembangan kemampuan kognitif
anak autisme usia sekolah sebelum pemberian
Penelitian yang dilkakukan Fitriana (2014) terapi okupasi (pre-test) adalah 60,27 dengan
tentang Pengaruh Terapi Okupasi Terhadap standart deviasi 6,123. Hasil estimasi interval
Perkembangan Motorik Halus Anak Autis di 95% diyakini bahwa rerata perkembangan
SLB PGRI Plosoklaten Kediri, didapatkan rata- kemampuan kognitif anak autisme usia sekolah
rata perkembangan motorik halus 42,67 sebelum pemberian terapi okupasi (pre-test)
sebelum diberikan terapi okupasi dan berkisar antara 56,88-63,66. Sedangkan rata-
didapatkan rata-rata perkembangan rata skor perkembangan kemampuan kognitif
motorikhalus 68,2 setelah diberikan terapi anak autisme usia sekolah setelah pemberian
okupasi dan terapi yang lain diberikan ada efek terapi okupasi (post-test) adalah 64,73 dengan
yang postitif terhadap perkembangan motorik standart deviasi 5,535. Hasil estimasi interval
halus pada anak autis di SLB PGRI 95% diyakini bahwa rerata skor perkembangan
Plosoklaten. kemampuan kognitif anak autisme usia sekolah
setelah pemberian terapi okupasi (post-test)
Penelitian lain yang dilakukan oleh Evi Hasnita berkisar antara 61,67-67,80. Hal ini
(2015) tentang Efektifitas Terapi Okupasi menunjukkan adanya peningkatan
Terhadap Perkembangan Motorik Halus Anak perkembangan kemampuan kognitif anak
Autisme yang dilakukan kepada 16 responden autisme usia sekolah setelah dilakukan
didapatkan rata-rata perkembangan motorik
tindakan terapi okupasi dengan sebesar 4,46.
halus 3,63 sebelum diberikan terapi okupasi
Hasil analisa statistik menggunakan uji Paired
dan didapatkan ratarata perkembangan motorik
sample T test didapatkan nilai sig/
halus 7,85 setelah diberikan terapi okupasi
dengan mean deferent 4,23. pvalue=0,001maka 0,001< 0,05 jika pvalue kecil
dari a (0,05) maka H0 ditolak. Dengan kata lain
dapat diartikan Pemberian terapi okupasi:
Terapi okupasi adalah terapi untuk membantu
kognitif (mengingat gambar) efektif
seseorang menguasai keterampilan motorik
meningkatkan kemampuan Kognitif pada anak
kasar dan motorik halus dengan lebih baik.
autisme usia sekolahdi SLB Permata Bunda
Terapi okupasi dilakukan untuk membantu
Bukittinggi Tahun 2017.
menguatkan, memperbaiki koordinasi dan
8
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 1 No. 1 Tahun 2018
9
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 1 No. 1 Tahun 2018
6. REFERENSI
10
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256
Vol. 1 No. 1 Tahun 2018
11