You are on page 1of 11

PATOGENESITAS Spodoptera exigua NUCLEO POLYHEDRO VIRUS

UNTUK MENGENDALIKAN HAMA ULAT GRAYAK


(Spodoptera exigua Hubn) DI PERTANAMAN BAWANG MERAH
(Allium ascalonicum) SECARA IN VITRO

Pathogenicity of Spodoptera exigua Nucleo Polyhedro Virus for Control


Grayak Caterpillar (Spodoptera exigua Hubn) Pest in at Onion
(Allium ascalonicum) Planting as in Vitro)
1
Dewi Hastuti, 1Andree Syailendra, 2Nur Iman Muztahidin
1
Staf Pengajar Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2
Alumni Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta Km 4, Pakupatan, Serang Banten, Telp. 0254-280330,
Fax. 0254-281254, e-mail: dewihastuti.untirta@gmail.com

ABSTRACT

Control of Grayak Caterpillar (Spodoptera exigua Hubn) pest by farmers


generally is still use synthetic insecticides that have such a negative impact
resistance, resurgence, killing natural enemies, increasing residue on crop yields,
environmental pollution and health problems for users. One effort to reduce the
use of chemical insecticides namely biological control method uses the
Spodoptera exigua Nucleo Polyhedro Virus. This research was aimed to know
the mortality rate army worm (Spodoptera exigua Hubn) by suspension
Spodoptera exigua Nucleo Polyhedro Virus with different concentration. This
research was conducted in the laboratory and green house of Vegetable Crops
Research Institute at Lembang, Bandung from July until September 2014. This
research used Randomized Completely Design (RCD). The result showed that
Spodoptera exigua Nucleo Polyhedro Virus was significant to death of
Spodoptera exigua. Spodoptera exigua Nucleo Polyhedro Virus concentration
showed significant to mortality rates of Spodoptera exigua. In the test stage, the
larvae of Spodoptera exigua 2 was the highest stage mortality was caused by
infection Spodoptera exigua Nucleo Polyhedro Virus. Method of dipping
caterpillars and feed applications were the best treatment because it showed the
highest mortality. Pest control Grayak Caterpillar (Spodoptera exigua) in the
field could use Spodoptera exigua Nucleo Polyhedro Virus coarse suspension of
10 g L-1 which was applied to the onion crop that was attacked.

Keywords: Spodoptera exigua, Spodoptera exigua Nucleo Polyhedro Virus,


Onion

154 Jur.Agroekotek 8 (2) : 154 – 164, Desember 2016


PENDAHULUAN panen dibandingkan dengan
Bawang merah merupakan keragaman produktivitas. Usaha yang
salah satu komoditas sayuran dilakukan untuk meningkatkan
unggulan yang sejak lama telah produktivitas bawang merah
diusahakan oleh petani secara diantaranya yaitu pengendalian hama
intensif. Komoditas ini juga dan penyakit pada proses budidaya.
merupakan sumber pendapatan dan Menurut Sumarni dan Hidayat
kesempatan kerja yang memberikan (2005) hama penyakit yang
kontribusi cukup tinggi terhadap menyerang tanaman bawang merah
perkembangan ekonomi wilayah. antara lain adalah ulat grayak
Karena memiliki nilai ekonomi yang (Spodoptera exigua Hubn), Trips,
tinggi, maka usaha budidaya bawang Bercak ungu Alternaria (Trotol),
merah telah menyebar di hampir Antraknose (Colletotrichum sp.),
semua provinsi di Indonesia. busuk umbi Fusarium dan busuk
Meskipun minat petani terhadap putih Sclerotum, busuk daun
budidaya bawang merah cukup kuat, Stemphylium dan virus. Namun
namun dalam proses pengusahaannya demikian, masalah utama dalam
masih ditemui berbagai kendala, baik budidaya bawang merah adalah hama
kendala yang bersifat teknis maupun ulat grayak (Spodoptera exigua
ekonomis (Sumarni dan Hidayat, Hubn) yang merupakan hama utama
2005). Tanaman bawang merah di sentra produksi bawang merah.
ditanam tidak khusus diambil sebagai Hama ulat grayak (Spodoptera
bahan sayuran melainkan exigua Hubn) menyerang tanaman
dipergunakan sebagai bumbu atau bawang merah pada stadia larva. Di
penyedap masakan (Sugiharto, 1997). Indonesia, khususnya di daerah
Keberadaan bawang merah sangat dataran rendah hama ini merupakan
penting karena hampir setiap hari masalah serius pada pertanaman
dikonsumsi oleh semua kalangan bawang merah. Kehilangan hasil
masyarakat sehingga memiliki panen bawang merah akibat serangan
permintaan pasar relatif tinggi. Meski ulat bawang berkisar antara 45-57%
demikian, produktivitas bawang (Dibiyantoro 1990 dalam Moekasan,
merah masih belum stabil 1998). Serangan berat dapat
dikarenakan beberapa faktor terutama menyebabkan kehilangan hasil
dalam proses budidaya dengan sampai 100% karena daun yang ada
adanya gangguan hama dan penyakit. habis dimakan oleh larva sehingga
Produksi umbi bawang merah kegagalan panen tidak bisa dihindari
dengan daun tahun 2012 sebesar (Trizelia dan Habazar, 2001). Untuk
964,22 ribu ton. Dibandingkan tahun mengendalikan serangan hama ulat
2011, produksi meningkat sebanyak grayak (Spodoptera exigua Hubn)
71,10 ribu ton (7,96%). Peningkatan petani umumnya masih menggunakan
disebabkan oleh meningkatnya luas insektisida kimia sintetik. Dampak
panen seluas 5850 ha (6,25%) dan negatif penggunaan insektisida kimia
peningkatan produktivitas sebanyak sintetik diantaranya yaitu resistensi,
0,15 ton ha-1 (1,57%) dibandingkan resurjensi, terbunuhnya musuh alami,
tahun 2011 (BPS, 2013). Data meningkatnya residu pada hasil,
tersebut menunjukkan meningkatnya pencemaran lingkungan dan
produksi umbi bawang merah lebih gangguan kesehatan bagi pengguna
disebabkan oleh keragaman luas (Samsudin, 2011). Salah satu upaya

Jur.Agroekotek 8 (2) : 154 – 164, Desember 2016 155


yang dapat mengurangi penggunaan bawang merah kultivar Bima, bibit
pestisida kimia yakni metode kubis, arang sekam, pupuk kotoran
pengendalian hayati dengan ayam, petroganik, polybag, madu,
memanfaatkan mikroorganisme yang hama spodoptera exigua (telur dan
bersifat patogen terhadap hama baik larva) dan isolat virus SeNPV.
berupa cendawan, bakteri maupun Alat yang digunakan meliputi
virus. Menurut Bedjo (2011), Nucleo cangkul, sekop, gemboran,
Polyhedro Virus (NPV) merupakan handsprayer, timbangan analitik,
salah satu patogen yang efektif untuk kotak rearing, magnetic stirer, labu
mengendalikan ulat grayak dan ulat ukur, keler (stoples plastik), leaf area
buah. Hama ulat grayak (Spodoptera meter, mortar, kuas halus, tissue
exigua Hubn) yang terinfeksi NPV paper towel, pinset, kertas koran, baki
terhambat pada proses ganti kulitnya plastik dan alat tulis.
dan mengalami perubahan warna Rancangan lingkungan yang
secara gradual dari cerah dan digunakan adalah Rancangan Acak
mengkilap pada awal infeksi, Lengkap (RAL) nonfaktorial,
kemudian pada akhir infeksi menjadi perlakuan adalah stadia ulat
gelap. Tanda yang khas dari infeksi Spodoptera exigua dengan empat
NPV adalah larva menjadi kurang taraf, yaitu: L1 = telur ulat, L2 = larva
aktif dan kehilangan nafsu makan dan stadia 2, L3 = larva stadia 3 dan L4 =
pada larva mati memiliki integumen larva stadia 4
rapuh dan hancur dengan Stadia ulat grayak bawang
mengeluarkan cairan keruh dengan 4 taraf diulang sebanyak 6
(Samsudin, 2011). ulangan sehingga diperoleh 24 satuan
Berdasarkan uraian di atas, percobaan. Masing-masing satuan
dilakukan penelitian penggunaan agen percobaan menggunakan 10 ekor
hayati yang bersifat patogen berupa larva ulat Spodoptera exigua
Spodoptera exigua Nucleo Polyhedro berdasarkan stadia, sehingga terdapat
Virus (SeNPV) dalam rangka 240 ekor ulat Spodoptera exigua yang
mengendalikan hama ulat grayak digunakan untuk percobaan.
(Spodopetra exigua Hubn) pada Konsentrasi polihedra SeNPV yang
tanaman bawang merah. digunakan adalah konsentrasi terbaik
Tujuan Penelitian ini adalah Untuk pada uji virulensi dosis SeNPV.
mengetahui patogenesitas Spodoptera Bila hasil sidik ragam
exigua Nucleo Polyhedro Virus menunjukkan pengaruh nyata maka
(SeNPV) dalam mengendalikan hama dilakukan uji lanjut dengan uji
ulat grayak (Spodoptera exigua DMRT (Duncan Multiple Range
Hubn) secara in-vitro. Test) taraf 5%.
BAHAN DAN METODE Parameter yang diamati adalah
Penelitian telah dilaksanakan jumlah larva yang mati terinfeksi
pada bulan Juni 2014 sampai dengan SeNPV (mortalitas) sampai semua
Agustus 2014. Penelitian larva uji menjadi pupa, virulensi
dilaksanakan di Laboratorium SeNPV berdasarkan waktu yang
Entomologi dan Fitopatologi Balai mematikan 50% dan 90% populasi
Penelitian Tanaman Sayuran, larva uji (LT50 dan LT90) dengan
Lembang-Bandung. menggunakan probit analisis,
Bahan yang digunakan dalam kerusakan akibat serangan ulat
penelitian ini antara lain adalah bibit Spodoptera exigua terhadap pakan

156 Jur.Agroekotek 8 (2) : 154 – 164, Desember 2016


dengan cara menghitung selisih luas Uji Virulensi SeNPV terhadap
daun awal dengan luas daun setelah Stadia Ulat Spodoptera exigua
pemberian perlakuan. Masing-masing taraf
Perbanyakan Larva Spodoptera menggunakan 10 buah telur ulat
exigua dan Daun Bawang Spodoptera exigua, larva ulat
Larva Spodoptera exigua Spodoptera exigua stadia 2, 3 dan 4
dikoleksi dari lahan pertanaman serta diulang 6 kali. Perlakuan
bawang merah Balai Penelitian konsentrasi yang digunakan adalah
Tanaman Sayuran Lembang, Jawa konsentrasi terbaik pada uji virulensi
Barat, kemudian dipelihara pada dosis SeNPV.
pakan buatan sampai menjadi pupa di Persentase mortalitas dikoreksi
laboratorium. Pupa yang diperoleh berdasarkan rumus Abbott (1925),
dimasukkan ke dalam wadah plastik yaitu:
dengan tinggi 15 cm dan diameter 14 Pt = Po – Pk x 100%
cm untuk dipelihara sampai menjadi 100 – Pk
serangga dewasa. Pada bagian pinggir Ket :
wadah plastik tersebut dilapisi kertas Po : Persentase kematian
HVS sebagai tempat peneluran dan larva yang diamati
dimasukkan juga ke dalamnya larutan Pt : Persentase kematian
madu dalam kapas untuk pakan larva terkoreksi
imago. Telur dan larva dipanen, pada Pk : Persentase kematian
proses penetasan telur ditempatkan larva pada kontrol.
pada wadah plastik terpisah yang Bila hasil sidik ragam
diberi pakan buatan dan dibiarkan menunjukkan pengaruh nyata maka
sampai menetas dan berganti kulit dilakukan uji lanjut dengan uji
menjadi instar 2 (6 hari), 3 (8 hari) DMRT (Duncan Multiple Range
dan 4 (11 hari) (Wilson 1932 dalam Test) taraf 5%.
Capinera, 1999). Daun bawang untuk Uji Cara Aplikasi SeNPV
keperluan percobaan diperoleh dari Masing-masing taraf
tanaman bawang merah yang ditanam menggunakan 10 buah larva ulat
pada polybag dengan tanpa Spodoptera exigua stadia 3 dan
pemberian insektisida maupun diulang 6 kali. Perlakuan konsentrasi
pestisida lainnya. Tanaman bawang yang digunakan adalah konsentrasi
merah ditanam di dalam screen house terbaik pada uji virulensi dosis
supaya meminimalisir gangguan SeNPV.
hama dan penyakit. Persentase mortalitas dikoreksi
Penyiapan dan Pemurnian Virus berdasarkan rumus Abbott (1925),
Ulat mati yang terinfeksi yaitu :
SeNPV seberat 10 g digerus di atas Pt = Po – Pk x 100%
mortar sampai halus kemudian 100 – Pk
diencerkan dengan aquades sebanyak Ket :
100 ml, disaring dan disentrifugasi Po : Persentase kematian
pada kecepatan 3500 rpm selama 30 larva yang diamati
menit. Suspensi yang diperoleh Pt : Persentase kematian
selanjutnya disimpan dalam lemari es larva terkoreksi
sebagai suspensi “stock” pada suhu 4- Pk : Persentase kematian
7°C sebelum digunakan untuk larva pada kontrol.
percobaan (Arifin, 2000).

Jur.Agroekotek 8 (2) : 154 – 164, Desember 2016 157


Bila hasil sidik ragam serang) sudah mulai menurun karena
menunjukkan pengaruh nyata maka ulat sudah masuk pada fase pra pupa,
dilakukan uji lanjut dengan uji selain itu fase dari instar 5 sampai
DMRT (Duncan Multiple Range menjadi pupa di bawah 1 minggu
Test) taraf 5 %. (168 jam) sehingga pengamatannya
kurang efektif dibandingkan dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN instar (stadia larva) yang lainnya.
Uji Virulensi SeNPV terhadap Hasil analisis sidik ragam
Stadia Ulat Spodoptera exigua menunjukkan bahwa stadia larva
Mortalitas Stadia Ulat Spodoptera berpengaruh nyata terhadap
exigua persentase kematiannya. Persentase
Uji virulensi SeNPV terhadap mortalitas tertinggi diperoleh pada
stadia ulat Spodoptera exigua stadia larva 2 (L2) sebesar 98,3% dan
menggunakan konsentrasi terbaik mortalitas terendah pada stadia telur
yang diperoleh dari percobaan uji (L1) sebesar 63,3%.
virulensi dosis SeNPV, yaitu pada Dari Tabel 1 dapat dilihat
perlakuan L5 dengan konsentrasi bahwa pada 168 jam setelah
pengenceran 10-1. Mortalitas stadia perlakuan mortalitas stadia larva 2
ulat grayak bawang yang dijadikan (L2) berbeda nyata dengan perlakuan
perlakuan pengamatan mulai dari stadia larva 3 (L3) dan stadia larva 4
stadia telur (L1), stadia larva 2 (L2), (L4) serta berbeda sangat nyata
stadia larva 3 (L3) dan stadia larva 4 dengan perlakuan stadia telur (L1).
(L4). Pada dasarnya ulat Spodoptera Pada perlakuan stadia larva 3 (L3)
exigua memiliki 5 instar (stadia larva) dengan stadia larva 4 (L4) tidak
(Sparks et al., 2008), tetapi pada menunjukan perbedaan nyata meski
percobaan ini instar 1 dan instar 5 nilai rata-rata mortalitasnya lebih
tidak digunakan untuk perlakuan. besar pada perlakuan stadia larva 3
Instar 1 ukuran ulat/larva masih (88,3%) dibanding perlakuan stadia
sangat kecil dan kerusakan yang larva 4 (86,7%), tetapi keduanya
ditimbulkan belum siginifikan. Pada menunjukan perbedaan nyata dengan
instar 5 nafsu makan (intensitas perlakuan stadia telur (L1).

Tabel 1. Hasil analisis sidik ragam rata-rata mortalitas uji stadia ulat Spodoptera
exigua per 24 jam

Mortalitas (%)
Perlakukan
24 jam 48 jam 72 jam 96 jam 120 jam 144 jam 168 jam
L1 0,00 0,00 c 0,00 b 0,00 c 0,00 c 0,00 c 63,3 c
L2 0,00 36,7 a 48,3 a 78,3 a 85,00 a 91,70 a 98,3 a
L3 0,00 26,7 b 43,3 a 65,0 b 75,00 ab 81,70 b 88,3 b
L4 0,00 25,0 b 45,0 a 65,0 b 73,30 b 83,30 ab 86,7 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada uji DMRT pada taraf 5%

Tingkat mortalitas yang larva tersebut, dimana larva muda


berbeda pada masing-masing stadia masih lemah karena memiliki lapisan
larva ulat Spodoptera exigua ini kutikula lebih tipis dan lunak
disebabkan oleh tingkat kerentanan (Hasyim et al., 2009) sehingga infeksi

158 Jur.Agroekotek 8 (2) : 154 – 164, Desember 2016


SeNPV ke dalam tubuh ulat lebih tebal sehingga cukup menghambat
mudah. Pada perlakuan stadia telur infeksi SeNPV. Telur Spodoptera
(L1) rata-rata mortalitas SeNPV exigua yang terinfeksi SeNPV tidak
mencapai 63,3% lebih kecil dari berhasil menetas dan larva tetap
semua perlakuan stadia larva, karena berada dalam telur hingga mengering.
kerabang telur relatif lebih keras dan

Gambar 1. Telur Spodoptera exigua yang terinfeksi SeNPV

LT50 dan LT90 Stadia Ulat metode pengamatan dengan


Spodoptera exigua perlakuan L2, L3 dan L4. Perlakuan
L1 metode pengamatan yang
Pada uji stadia larva ulat dilakukan yaitu dengan cara
grayak bawang dilakukan pula menghitung jumlah kelompok telur
parameter pengamatan waktu yang yang menetas, sehingga mortalitas
dibutuhkan untuk dapat mematikan telur hanya bisa diperoleh nilainya
50% (LT50) dan 90% populasi ulat pada saat pengamatan terakhir. Pada
pada perlakuan percobaan. perlakuan L2, L3 dan L4 metode
Tujuannya ialah untuk mengetahui pengamatannya adalah menghitung
waktu infeksi SeNPV yang paling jumlah larva yang mati (mortalitas)
cepat dalam mematikan ulat sehingga waktu kematian (lethal
Spodoptera exigua dengan perbedaan time) dapat diamati pada setiap
stadia larva. Pada perlakuan stadia waktu pengamatan.
telur (L1) tidak dapat diamati pada
parameter ini karena perbedaan

Jur.Agroekotek 8 (2) : 154 – 164, Desember 2016 159


Gambar 2. Nilai LT50 dan LT90 uji stadia Spodoptera exigua

Berdasarkan Gambar 2 nilai mulut atau luka (Smith, 1987 dalam


LT50 dan LT90 perlakuan stadia Moekasan, 1998). Perlakuan
larva 2 (L2) berturut-turut yaitu 80 pencelupan ulat dan pakan (c3)
dan 144 jam. Perlakuan stadia larva 3 menjadi yang paling tinggi persentase
(L3) nilai LT50 dan LT90 diperoleh mortalitasnya karena infeksi SeNPV
pada 84 dan 152 jam. Selanjutnya, memiliki dua jalur infeksi yaitu
pada Perlakuan stadia larva 4 (L4) melalui pakan dan kontak ulat
nilai LT50 dan LT90 diperoleh pada langsung dengan suspensi SeNPV.
88 dan 160 jam. Dari semua Berbeda dengan perlakuan c2 SeNPV
perlakuan waktu yang paling singkat hanya berpotensi melakukan infeksi
untuk membunuh 50% dan 90% ulat melalui tubuh ulat lewat mulut,
Spodoptera exigua ditemukan pada kutikula atau melalui celah pada
perlakuan stadia larva 2 (L2). Arifin segmen-segmen tubuhnya, sedangkan
(2000) menyatakan bahwa ulat larva pada perlakuan c1 potensi SeNPV
muda lebih cepat mati terinfeksi dari melakukan infeksi melalui pakan
pada ulat larva tua. Larva muda masih tertelan yang telah terkontaminasi.
lemah karena memiliki lapisan Tabel 2 menjelaskan hasil
kutikula lebih tipis dan lunak analisis sidik ragam rata-rata
(Hasyim et al., 2009) sehingga infeksi mortalitas ulat Spodoptera exigua
SeNPV ke dalam tubuh ulat lebih pada uji cara aplikasi (dipping), dari
mudah serta waktu yang dibutuhkan 96 jam setelah perlakuan sampai
untuk menginfeksi larva relatif lebih dengan pengamatan terakhir 168 jam
cepat. menunjukkan pada perlakuan
Uji Cara Aplikasi SeNPV pencelupan ulat dan pakan (c3)
Mortalitas Ulat Spodoptera exigua berbeda nyata dengan perlakuan
Uji Cara Aplikasi SeNPV pencelupan pakan (c2) dan
Penularan virus SeNPV pada pencelupan ulat (c1). Pada 168 jam,
serangga dapat terjadi melalui perlakuan c3 rata-rata mortalitas ulat
makanan yang terkontaminasi virus, Spodoptera exigua mencapai 96,7%
kontak antar individu larva yang kemudian berturut-turut perlakuan c2
terinfeksi atau melalui serangga dan c1 sebesar 85% dan 83,33%.
predator dan parasitoid serta melalui

160 Jur.Agroekotek 8 (2) : 154 – 164, Desember 2016


Tabel 2. Hasil analisis sidik ragam rata-rata mortalitas uji cara aplikasi
Spodoptera exigua per 24 jam

Mortalitas (%)
Perlakuan
24 jam 48 jam 72 jam 96 jam 120 jam 144 jam 168 jam
c0 0,00 0,00 c 0,00 c 0,00 c 0,00 c 0,00 c 0,00 c
c1 0,00 25,00 b 40,00 b 55,00 b 68,30 b 80,00 b 83,30 b
c2 0,00 26,70 ab 45,00 ab 58,30 b 66,70 b 81,70 b 85,00 b
c3 0,00 33,30 a 51,70 a 70,00 a 88,30 a 96,70 a 96,70 a
Keterangan :
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak
nyata pada uji DMRT pada taraf 5%

LT50 dan LT90 Uji Cara Aplikasi selanjutnya (sekunder) akan


SeNPV menyerang sel-sel dari organ tubuh
Pada uji cara aplikasi nilai yang lain (Ignoffo dan Couch, 1981,
LT50 dan LT90 diamati sebagai salah dalam Samsudin, 2011).
satu parameter untuk mengetahui Nilai LT50 dan LT90 yang
pengaruh cara aplikasi SeNPV paling singkat untuk mematikan 50%
terhadap waktu kematian ulat dan 90% ulat Spodoptera exigua
Spodoptera exigua. Smith, 1987 ditemukan pada perlakuan c3 yaitu
dalam Moekasan 1998 menjelaskan berturut - turut 80 jam dan 124 jam.
penularan virus SeNPV pada serangga Pada perlakuan c2 nilai LT50
dapat terjadi melalui makanan yang ditemukan pada 88 jam dan LT90
terkontaminasi virus, kontak antar ditemukan pada 156 jam, sedangkan
individu larva yang terinfeksi atau pada perlakuan c1 LT50 berada pada
melalui serangga predator dan 92 jam dan LT90 berada pada 164 jam.
parasitoid serta melalui mulut atau Perlakuan c3 menjadi perlakuan terbaik
luka. Proses infeksi SeNPV pada sel karena mampu mematikan 50% dan
inang melalui dua tahap. Pada tahap 90% populasi ulat Spodoptera exigua
pertama (primer) NPV menyerang dengan waktu paling singkat. Hal ini
saluran pencernaan tengah dapat dilihat pada gambar 3.
(mesenteron), kemudian pada tahap

Gambar 3.Nilai LT50 dan LT90 uji cara aplikasi SeNPV

Jur.Agroekotek 8 (2) : 154 – 164, Desember 2016 161


Tingkat Kerusakan Serangan Ulat dan dihitung persentasenya. Pada
Spodoptera exigua Gambar 4 hasil uji lanjut analisis
Tingkat kerusakan akibat sidik ragam menjelaskan bahwa pada
serangan ulat Spodoptera exigua perlakuan kontrol (c0) menunjukkan
diamati dengan cara mengukur selisih berbeda nyata dengan perlakuan c1
luas daun awal sebelum perlakuan dan berbeda sangat nyata dengan
dengan luas daun setelah perlakuan perlakuan c2 dan c3.

Gambar 4. Hasil sidik ragam persentase rata-rata tingkat kerusakan ulat Spodoptera
exigua uji cara aplikasi SeNPV

Perlakuan pencelupan ulat dan Dari hasil penelitian dan


pakan (c3) merupakan perlakuan pembahasan dapat ditarik simpulan
paling signifikan pengaruhnya sebagai berikut:
terhadap penurunan nafsu makan ulat 1. Ulat grayak spodoptera exigua
Spodoptera exigua dan menunjukkan stadia larva 2 pada percobaan lebih
persentase tingkat kerusakan paling mudah terinfeksi oleh SeNPV
rendah sebesar 6,98%. Pada dibandingkan dengan stadia larva
perbandingan perlakuan pencelupan lainnya.
ulat (c1) dengan perlakuan pencelupan 2. Tingkat kerusakan akibat serangan
pakan (c2) tingkat kerusakan yang ulat spodoptera exigua pada
lebih rendah ditemukan pada perlakuan pencelupan ulat dan
perlakuan c2 (24,47%) daripada pakan lebih sedikit dibandingkan
perlakuan c1 (42,93%). Tingkat dengan perlakuan pencelupan ulat
kerusakan paling besar ialah pada serta perlakuan pencelupan pakan.
kontrol (c0) yaitu sebesar 91%.
Adanya perbedaan tingkat kerusakan DAFTAR PUSTAKA
di antara masing-masing perlakuan Arifin, M. 2000. Bioinsektisida NPV
disebabkan oleh jalur infeksi yang untuk Pengendalian Hama
berbeda, sehingga munculnya gejala Tanaman Pangan, Tanaman
infeksi SeNPV berupa penurunan Industri, dan Sayuran. Gelar
nafsu makan dan gerakan larva Teknologi BPTPH lV, Satgas
menjadi lambat berbeda-beda pula DKI Jakarta, 22 November
(Moekasan, 1998; Samsudin, 2011). 2000. 10 p.
Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi
Cabai Besar, Cabai Rawit, dan
SIMPULAN
Bawang Merah Tahun 2012.

162 Jur.Agroekotek 8 (2) : 154 – 164, Desember 2016


Berita Resmi Statistik No. Erayya, J. Jagdish, Sajeesh, P.K., dan
54/08/ Th. XVI, 1 Agustus V. Upadhyay. 2013. Research
2013. Journal of Agriculture and
Bedjo. 2011. Evaluasi Isolat Nuclear Forestry Sciences. Uttarakhand,
Polyhedrosis Virus (NPV) India.
sebagai Agen Hayati Firmansyah, dan A. Anto. 2013.
Pengendali Hama Utama Teknologi Bawang Merah di
Kedelai di Lahan Kering Lahan Marjinal di Luar Musim.
Masam di Provinsi Lampung Kantor Perwakilan Bank
serta Provinsi Sumatera Selatan. Indonesia Kalimantan Tengah.
Balai Penelitian Tanaman Palangkaraya.
Kacang-kacangan dan Umbi- Hasyim, A., Nuraida, Trizelia. 2009.
umbian. Malang. Patogenesitas Jamur
Bonning, B.C., dan Hammock, B.D. Entomopatogen terhadap Stadia
1996. Development of Telur dan Larva Hama Kubis
Recombinant Baculoviruses for Crocidolomia pavonana
Insect Control. Annu Rev Fabricius. Balai Penelitian
Entomol 41: 191-210. Tanaman Sayuran. Lembang-
Budiarto, B.K., W. Setiawati, E. Bandung.
Suryaningsih. 2005. Pengenalan Marwoto, dan Suharsono. 2008.
Hama dan Penyakit pada Strategi dan Komponen
Tanaman Bawang Merah dan Teknologi Pengendalian Ulat
Pengendaliannya. Balai Grayak (Spodoptera litura)
Penelitian Tanaman Sayuran. pada Tanaman Kedelai. Jurnal
Lembang-Bandung. Litbang Pertanian 27 (4): 131-
Capinera, J.L. 1999. Beet Armyworm 136.
Spodoptera exigua (Hubner) Moekasan, T.K. 1998. SeNPV,
(Insecta:Lepidoptera: Insektisida Mikroba untuk
Noctuidae). IFAS extension- Pengendalian Hama Ulat
University of Florida. Bawang (Spodoptera exigua).
Widyanto, D.R. 2013. Respon Ulat Balai Penelitian Tanaman
Krop Kubis (Crocidolomia Sayuran. Lembang-Bandung.
pavonana Zell.) terhadap Moekasan, T.K., L. Prabaningrum.,
Aplikasi Pemberian Beberapa M.L. Ratnawati. 2005.
Konsentrasi Baculovirus Penerapan PHT pada Sistem
Crocidolomia pavonana Tanam Tumpanggilir Bawang
(BVCp) pada Tanaman Kubis Merah dan Cabai. Balai
(Brassica oleracea L.). Skripsi Penelitian Tanaman Sayuran.
Jurusan Agroekoteknologi Lembang, Bandung.
Fakultas Pertanian Universitas Nurbanah. 2001. Hama Penyakit
Sultan Ageng Tirtayasa, Serang Tanaman Bawang Merah.
(Tidak Dipublikasikan). Lembar Informasi Pertanian,
Darwati. 2002. Siklus Hidup No.01/2001 Agdex 624. Balai
Spodoptera exigua pada Pakan Pengkajian Teknologi Pertanian
Buatan Daun Bawang Merah Karang Ploso. Karang Ploso.
dan Daun Bawang Prey. Skripsi Pawana, G. 2000. Respon Helicoperva
Jurusan Biologi FMIPA. armigera Hubner terhadap
Universitas Diponegoro. Infeksi Subletal Nuclear
Semarang. (Tidak Polyhedrosis Virus dan
dipublikasikan). Dampaknya terhadap Laju

Jur.Agroekotek 8 (2) : 154 – 164, Desember 2016 163


Reproduksi. Tesis Magister
Program Magister Biologi
Institut Teknologi Bandung,
Bandung. (Tidak
dipublikasikan).
Rauf, A. 1999. Dinamika Populasi
Spodoptera exigua (Hubner)
(lepidoptera: noctuidae) pada
Pertanaman Bawang Merah di
Dataran Rendah. Insitut
Pertanian Bogor. Bogor.
Rohrmann GF. 2011. Baculovirus
Molecular Biology. Bethesda
(MD): National Library of
Medicine (US), National Center
for Biotechnology Information.
Samsudin. 2011. Uji Patologi dan
Perbaikan Kinerja Spodoptera
Exigua Nucleopolyhedrovirus
(SeNPV). Tesis. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor (Tidak
Dipublikasikan).
Sparks, Jr. A., Riley, D.G., Robert, P.,
Guillebeau, P. 2008.
Spodoptera exigua. University
of
Georgia.
Sugiharto. 1997. Budidaya Tanaman
Bawang Merah. Pabelan. Solo.
Trizelia, dan T. Habazar. 2001.
Penggunaan SeNPV Uuntuk
Pengendaaalian Hama
Spodoptera exigua pada
Tanaman Bawang Daun di Desa
Padang Luar, Sumatera Barat.
Fakultas Pertanian Universitas
Andalas, Padang.

164 Jur.Agroekotek 8 (2) : 154 – 164, Desember 2016

You might also like