You are on page 1of 11

1

TINGKAT PENGGUNAAN EFFECTIVE MIKROORGANISMS - 4 (EM4)


TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR
SABUT SAWIT FERMENTASI

Sugiatun

sugiatunsugiatuns0@gmail.com, No Hp. 0822 3456 0408

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar
pada sabut sawit yang difermentasi dengan menggunakan tingkat Effective Mikroorganism – 4
(EM – 4) yang berbeda. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode eksperimen dan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) 5 perlakuan dan 4 ulangan yaitu Fs0 = Effective
Mikroorganism – 4 (EM – 4) 0 % (kontrol), Fs2 = Effective Mikroorganism – 4 (EM – 4) 2 %,
Fs4 = Effective Mikroorganism – 4 (EM – 4) 4 %, Fs6 = Effective Mikroorganism – 4 (EM – 4) 6
% dan Fs8 = Effective Mikroorganism – 4 (EM – 4) 8 %. Variabel yang diamati adalah Protein
Kasar dan Serat Kasar. Hasil penelitian menunjukkan bawhwa peningkatan Protein Kasar yaitu
(1,26 %) dan penurunan Serat Kasar yaitu (4,56%) terdapat pada sabut sawit fermentasi dengan
Effective Mikroorganism – 4 (EM – 4) sebanyak 8 %. Disimpulkan bawha Effective
Mikroorganism – 4 (EM – 4) dapat meningkatkan nilai Protein Kasar dan menurunkan Serat
Kasar pada sabut sawit fermentasi. disarankan bahwa pemberian Effective Mikroorganism – 4
(EM – 4) pada sabut sawit yaitu 8 %.

Kata Kunci : Effective Mikroorganisms – 4 (EM 4), Sabut sawit Fermentasi,


Protein Kasar, Serat Kasar.

ABSTRACT
This study aims to analyze the content of Coarse Protein and Coarse Fiber in palm fiber which is
fermented using different levels of Effective Microorganism - 4 (EM - 4). This study was arranged
using the experimental method and Complete Random Design (CRD) of 5 treatments and 4
replications, namely Fs0 = Effective Microorganism - 4 (EM - 4) 0% (control), Fs2 = Effective
Microorganism - 4 (EM - 4) 2% , Fs4 = Effective Microorganism - 4 (EM - 4) 4%, Fs6 = Effective
Microorganism - 4 (EM - 4) 6% and Fs8 = Effective Microorganism - 4 (EM - 4) 8%. The
variables observed were Coarse Protein and Coarse Fiber. The results showed that an increase in
coarse protein (1.26%) and a decrease in coarse fiber (4.56%) was found in fermented palm fiber
with 8% effective microorganism - 4 (EM - 4). It was concluded that Effective Microorganism - 4
(EM - 4) can increase the value of Coarse Protein and reduce Coarse Fiber in fermented palm
fiber. It is recommended that the administration of Effective Microorganism - 4 (EM - 4) on palm
fibe ris 8%.

Keywords: Effective Mikroorganisms - 4 (EM 4), Fermented palm fiber,


Rough Protein, Coarse Fiber.
2

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar nomor satu setelah
Malaysia. Menyumbang sebanyak 48% dari total volume produksi minyak sawit dunia. Sumatera
dan Kalimantan adalah daerah penghasil lebih dari 96 % produksi minyak sawit Indonesia.
Kalimantan menyumbang sebanyak 18% dari total produksi minyak sawit Indonesia (Lubis dan
Widanarko, 2011).
Pengembangan komoditas kelapa sawit di Kalimantan Selatan relatif sangat pesat,
pengembangannya dimulai pada tahun 1990-an sampai dengan akhir tahun 2010 yang telah
mencapai areal tanam seluas 312.719 Ha, areal ini dikelola dengan pola pengusahaan Perkebunan
Rakyat : 54.550 Ha, Perkebunan Negara 4.865 Ha, Perkebunan Swasta : 253.304 Ha (BPS Kalsel,
2017).
Keberadaan perkebunan dan pabrik kelapa sawit (PKS) mempunyai potensi yang besar
untuk mendukung pengembangan peternakan, yaitu dengan tersedianya limbah perkebunan dan
pabrik kelapa sawit yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan. Limbah sawit yang dapat dimanfaatkan
untuk pakan ternak yaitu pelepah, lumpur sawit, bungkil inti sawit, daun, sabut sawit (serat
perasan), dan tandan kosong. Dalam 1 ton TBS mempunyai potensi menghasilkan limbah sabut
sawit sebesar 13 % (Rohaeni, dkk. 2005).
Kelemahan dari limbah sawit yaitu kandungan serat kasar yang tinggi dan protein yang
rendah, seperti pada sabut sawit yang mengandung serat kasar sebesar 48,12 % dan Protein Kasar
6,02 % (Murni dkk, 2008), sehingga memerlukan perlakuan untuk menurunkan kandungan lignin
Serat Kasar dan meningkatkan kandungan Protein tersebut sehingga memberikan pengaruh yang
positif terhadap pertumbuhan ternak. Perlakuan yang dapat dilakukan yaitu secara fisik, kimia dan
biologi (Rohaeni, dkk. 2005). Untuk mengatasi hal itu perlu dilakukan suatu pengolahan yang
sesuai sehingga bahan pakan memiliki kualitas yang cukup sebagai pakan ternak ruminansia, salah
satu alternatifnya yaitu dengan cara fermentasi. Salah satu yang dapat digunakan untuk
memfermentasi limbah sabut sawit yaitu Effective Microorganisms - 4 (EM4).
Effective Microorganisms - 4 (EM4) adalah bakteri mikroba hasil dari fermentasi
perubahan zat glukosa menjadi bakteri, atau bakteri yang terbuat dari zat yang mengandung
glukosa. EM4 adalah salah satu jenis larutan yang mengandung bakteri antara lain decomposer,
lactobacillus sp, bakteri asam laktat, bakteri fotosintetik, Streptomyces, jamur pengurai selulosa,
bakteri pelarut fosfor yang berfungsi sebagai pengurai bahan organik secara alami (Akmal, 2004).
Namun perlu dipertimbangkan berapa dosis atau takaran Effective Microorganisms - 4
(EM4). yang akan digunakan untuk fermentasi serabut sawit agar diperoleh perubahan Protein
Kasar dan Serat Kasar yang optimum.
Menurut Masnun (2011) dengan dosis penggunaana EM4 sebanyak 8 mili liter, Molases
120 mili liter dan air secukupnya untuk 30 kg jerami dapat meningkatkan nilai protein sebesar
3,91 %.
Menurut El Hayat Farm (2012) dengan penggunaan dosisi EM4 2 liter ditambah Molases
5 liter dan air 50 liter untuk 1 ton jerami dapat menurunkan Kadar Serat Kasar sebesar 4,405 %
dan meningkatkan Protein sebesar 4,053 %

2. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat penggunaan Effective
Microorganism-4 (EM4). dalam fermentasi sabut sawit terhadap kandungan Protein Kasar dan
Serat Kasar.
3. Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada petani/peternak
tentang pemanfaatan limbah perkebunan kelapa sawit terutama sabut sawit sebagai bahan pakan
tambahan sumber energi setelah difermentasi dengan Effective Microorganism-4 (EM4).
3

MATERI DAN METODE

Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL),
yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Perlakuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
FS0 = Fermentasi sabut sawit tanpa Effective Mokroorganism-4 (EM4) sebanyak 4 percobaan
FS2 = Fermentasi sabut sawit dengan 20 ml EM4 / liter air (2%) sebanyak 4 percobaan
FS4 = Fermentasi sabut sawit dengan 40 ml EM4 / liter air (4 %) sebanyak 4 percobaan
FS6 = Fermentasi sabut sawit dengan 60 ml EM4 / liter air (6 %) sebanyak 4 percobaan
FS8 = Fermentasi sabut sawit dengan 80 ml EM4 / liter air (8%) sebanyak 4 percobaan

Persiapan Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Islam
Kalimantan, sedangkan analisis proksimat dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Universitas
Lambung Mangkurat Banjarbaru. Penelitian ini berlangsung selama 30 hari, dimulai pada bulan
Agustus 2017.
2. Persiapan
Sebelum penelitian ini dilakukan terlebih dahulu persiapan berupa pengadaan/
pengambilan bahan berupa sabut sawit dari area PT. Pabrik Minyak Kelapa Sawit Agri Bumi
Sentosa, Kecamatan Marabahan, Kabupaten Barito Kuala. Effective Mokroorganisms - 4 (EM4)
sebagai bahan fermentasi, dan alat-alat untuk keperluan penelitian.
3. Pelaksanaan
Pengambilan sampel sabut sawit dibutuhkan sebanyak 5 x 4 = 20 sampel, adapun
program pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:
1) Sabut sawit diambil dari perusahaan PT. Pabrik Minyak Kelapa Sawit Agri Bumi Sentosa,
Marabahan, Barito Kuala, timbang sabut sawit sesuai dengan keperluan penelitian.
2) Sabut sawit ditimbang sebanyak 3 kg untuk masing-masing sampel.
3) Jumlah Effective Microorganis-4 (EM-4) yang digunakan pada masing-msing perlakuan yaitu
20 ml / liter air, 40 ml / liter air, 60 ml / liter air, 80 ml / liter air.
4) Campuran molases 50 ml/ liter air tiap sampel.
5) Campuran molasses dan air dengan Effective Microorganism-4 (EM-4) dicampur dengan
sabut sawit, aduk hingga merata.
6) Sabut sawit yang telah tercampur dimasukan ke dalam plastik lalu padatkan dan ditutup
rapat-rapat (fermentasi an aerob), biarkan proses fermentasi berjalan selama 21 hari
7) Pembongkaran dilakukan setelah proses fermentasi selesai yaitu 21 hari, sabut sawit
dikeluarkan dari plastik dan dikeringkan dengan dianginkan
8) Untuk analisa proksimat sampel fermentasi sabut sawit dioven selama 12 jam dengan suhu
70°C (sampai beratnya konstan), sabut sawit kemudian digiling halus menggunakan blender
dan diayak dengan ayakan ukuran 20 mesh, sabut sawit siap digunakan untuk analisis
proksimat.
4

Adapun diagram alir pengolahan fermentasi sebagai berikut:


Gambar 1. Diagram alir pengolahan fermentasi sabut sawit dengan menggunakan Effective
Microorganis-4 (EM4).

Pemilihan sabut sawit yang bagus & potong bila sabut sawit panjang

Ditimbang sebanyak 3 kg tiap sampel

Campuran dicampur dengan sabut sawit

Hitung jumlah keperluan Effective Microorganis-4 (EM4) Fs0 = 0 ml, Fs2 = 20 ml, Fs4 =
40 ml, Fs6 = 60 ml, Fs8 = 80 ml dan campur dengan molases = 50 ml/liter air

Masukan dalam plastik, padatkan dan ikat, plastik dilapisi 3 lapis agar kedap udara

Fermentasi selama 21 hari

Sampel dibawa ke Lab. untuk analisis Protein Kasar dan Serat Kasar

4. Variabel yang Diamati


Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:
1) Kandungan Protein Kasar .
Berikut adalah metode untuk mengukur kandungan Protein Kasar berdasarkan metode
Chesson (Datta, 1981), yaitu sample yang telah dicampur dengan 150 ml larutan H2SO4 1
N, dipanaskan pada suhu 100ᵒC selama 1 jam, difiltrasi dengan kertas saring dan terakhir
dibilas dengan kertas destilat. Kemudian bagian padat dikeringkan dalam oven pada suhu
105ᵒC sampai konstan dan ditimbang beratnya lalu dikeringkan (b), kemudian di campur
dengan larutan H2SO4 72% sebanyak 10 ml, dilakukan perendaman selama 4 jam lalu
dicampur dengan 150 ml larutan H2SO4 1 N, dipanaskan pada suhu 100ᵒC selama 2 jam,
difiltrasi dengan kertas asring dan terakhir dibilas dengan air destilat. Kemudian bagian padat
dikeringkan dalam oven pada suhu 105ᵒC sampai konstan dan ditimbang beratnya (c).
(b-c)
Kadar Protein Kasar = X 100%
Sample
b = berat sample dicampur dengan 150 ml larutan H2SO4
c = b dicampur larutan H2SO4 72% 10 ml dicampur larutan 150 ml H2SO4
5

2) Kandungan Serat Kasar


Pengukuran Serat Kasar dianalisis dengan metode Chesson, yaitu sample yang telah
dikeringkan pada analisis selulosa (c), selanjutnya dipanaskan pada suhu 600ᵒC selama 4 – 6
jam lalu ditimbang beratnya (d).
(c-d)
Kadar Serat Kasar = X 100%
Sample

c = Sample yang dikeringkan


d = c yang di panaskan pada suhu 600ᵒ C selama 4 – 6 jam lalu di timbang
beratnya

5. Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis statistik menggunakan Analisis Ragam (ANOVA).
Jika hasil analisis ragam berpengaruh nyata atau sangat nyata terhadap perlakuan maka dilanjutkan
dengan uji beda nilai tengah menggunakan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Khusus
variabel fisik tidak diuji statistik hanya pengamatan secara deskriptif

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Kadar Protein Kasar
Rataan kandungan kadar protein kasar sabut sawit yang difermentasi dengan Effective
Mikroorganism – 4 (Em- 4) disajikan pada Tabel 5, sedangkan perhitungan analisis ragam dapat
dilihat di Lampiran 3. Grafik hubungan penambahan Effective Mikroorganism – 4 (Em- 4) pada
sabut sawit fermentasi terhadap kandungan kadar protein kasar disajikan pada Gambar 3.

Tabel 5. Rataan kandungan kadar protein kasar sabut sawit yang difermentasi dengan Effectivee
Mikroorganism – 4 (Em- 4)

Penggunaan EM-4 (%) Rerata (%)


0 5,55a
2 6,16b
4 6,04b
6 6,26b
8 6,81c

Keterangan : angka yang diikuti huruf superscript yang berbeda pada kolom rerata
menunjukkan perlakuan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 4%

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan Effective Mikroorganism – 4 (Em-


4) pada sabut sawit berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan protein kasar, sedangkan hasil
uji DMRT dapat dilihat di Lampiran 7.. Hasil uji DMRT menunjukkan bahwa perlakuan F2 berbeda
nyata dengan perlakuan F4 – F6, perlakuan F8 berbeda nyata dengan perlakuan F2 – F6 dan
perlakuan F0 berbeda nyata dengan perlakuan F2 dan F8.
6

Penggunaan EM 4 Terhadap Protein Sabut Sawit


8
7
6
5
Rerata

4
3
2
1
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dosisi Em 4

Gambar 2. Grafik hubungan penambahan Effective Mikroorganism – 4 (Em- 4) pada sabut sawit
fermentasi terhadap kandungan kadar protein kasar

Gambar 3 diatas menunjukkan bahwa kandungan kadar protein kasar sabut sawit terendah
terdapat pada perlakuan F0 dan semakin meningkat pada perlakuan F2, F4, F6 dan F8. Gambar diatas
juga menunjukkan bahwa terjadi korelasi positif antara dosis perlakuan dengan rerata kandungan
kadar air, dimana semakin tinggi dosis perlakuan semakin tinggi pula kandungan kadar protein
sabut sawit.
Kandungan kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan F8 yaitu 6,81%. Tingginya
kadar protein ini diduga karena aktivitas mikroba berada pada titik yang ideal. Peningkatan protein
kasar pada proses fermentasi dengan penambahan Effective Mikroorganism – 4 (Em- 4)
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas mikroba terutama bakteri penambat N dari NPN
maupun protein. Kadar protein dalam fermentasi meningkat juga bisa disebabkan oleh adanya
peningkatan mikroba pengurai yang mati karena tidak tahan hidup dalam suasana asam (Asngad,
2005). Istighfarin, (2010), juga menambahkan bahwa mikroba merupakan protein sel tunggal
sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kandungan protein kasar.
Hendra (2011) juga menyatakan bahwa peningkatan kandungan protein kasar disebabkan
oleh peningkatan aktivitas mikroba dalam mengikat nitrogen sebagai bahan dasar untuk sintesis
protein, sehingga peningkatan kadar nitrogen ini sangat menguntungkan bakteri untuk melakukan
pertumbuhan dan melakukan aktivitas secara optimal sehingga kadar protein kasar sabut sawit
meningkat lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya karena bakteri merupakan protein sel
tunggal. Kandungan kadar protein kasar terendah terdapat pada perlakuan F0 yaitu 5,33 %. Hal ini
diduga disebabkan oleh jumlah populasi mikroba terutama bakteri pada proses fermentasi tidak
optimum, Karena pada perlakuan tersebut tidak di tambahnkan Effective Mikroorganism – 4
(Em- 4) sehingga kurang optimal dalam memanfaatkan sumber nutrisi sabut sawit.
Pasaribu (2007) menyatakan bahwa untuk penanaman mikroorganisme dan penambahan
minera pada substrat membutuhkan lama dan suhu tertentu agar mikroorganiame dapat
menghasilkan enzim untuk memecah serat kasar dan meningkatkan kadar protein. Pada perlakuan
tiap sempel pada uji coba dengan menggunakan Effectivee Mikroorganism – 4 (EM – 4) waktu
yang di gunakan adalah selama 21 hari,. Waktu ini adalah waktu yang ideal untuk proses
fermentasi sehingga hasil yang diperoleh sudah dapat digunakan.
7

2. Kadar Serat Kasar


Rataan kandungan kadar serat kasar sabut sawit yang difermentasi dengan Effective
Mikroorganism – 4 (Em- 4) disajikan pada Tabel 6, sedangkan perhitungan analisis ragam dapat
dilihat di Lampiran 8. Grafik hubungan penambahan Effective Mikroorganism – 4 (Em- 4) pada
sabut sawit fermentasi terhadap kandungan kadar serat kasar disajikan pada Gambar 2.
Tabel 6. Rataan kandungan kadar serat kasar sabut sawit yang difermentasi dengan
Effectivee Mikroorganism – 4 (Em- 4)

Penggunaan EM – 4 (%) Rerata (%)


0 51,52d
2 50,17c
4 48,37b
6 47,02a
8 46,96a

Keterangan : angka yang diikuti huruf superscript yang berbeda pada kolom rerata
menunjukkan perlakuan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan Effective Mikroorganism – 4 (Em-


4) pada sabut sawit berpengaruh sangat nyata, sedangkan hasil uji DMRT dapat dilihat di
Lampiran 8. Hasil uji DMRT menunjukkan bahwa perlakuan FS0 berbeda nyata dengan perlakuan
FS4 – FS8, perlakuan FS2 berbeda nyata dengan perlakuan FS4 namun FS6 tidak berbeda nyata
dengan perlakuan FS8. Pada Tabel 12 diatas diketahui bahwa kandungan kadar serat kasar
tertinggi terdapat pada perlakuan FS0 yaitu 51,52 dan kandungan kadar serat kasar terendah
terdapat pada perlakuan FS8 yaitu 46,96.

Penggunaan EM terhadap Serat Kasar Sabut Sawit


52
51
50
49
Rerata

48
47
46
45
44
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dosisi em 4

Gambar 3. Grafik hubungan penambahan Effective Mikroorganism – 4 (Em- 4) pada sabut sawit
fermentasi terhadap kandungan kadar serat kasar

Gambar diatas menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar serat kasar pada perlakuan
FS6 jika dibandingkan dengan FS0. Kadar serat kasar kembali meningkat pada perlakuan FS 2 dan
8

kembali mengalami penurunan pada perlakuan FS 4 sampai FS8.. Namun pada dasarnya perlakuan
FS4 – FS8 mengalami penurunan kandungan serat kasar jika dibandingkan dengan perlakuan FS2.
Menurut Zakaria, et al. (2013) penurunan kandungan serat kasar terjadi karena selama
proses fermentasi terjadi perombakan komposisi kimia oleh mikroorganisme sellulitik menjadi
asam-asam lemak terbang atau volatile fatty acid (VFA) sehingga serat kasarnya turun.
Selain itu penurunan persentase serat kasar pada sabut sawit fermentasi juga disebabkan oleh
perombakan ikatan β (1-4) selama proses.
Haslina (2013) juga menyatakan bahwa penurunan serat kasar disebabkan karena
degradasi selulosa dan hemiselulosa oleh enzim selulose dan hemiselulose yang dihasilkan oleh
mikroba. Selulose merupakan suatu kompleks enzim yang terdiri dari beberapa enzim yang
bekerja bertahap atau bersama-sama menguraikan selulosa dan hemiselulosa menjadi glukosa.
Hasil degradasi selulosa dan hemiselulosa berupa glukosa yang digunakan sebagai sumber karbon
dan energi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Degradasi oleh mikroba dapat mengubah
bahan yang mengandung serat kasar seperti selulosa dan hemiselulosa menjadi monosakarida
maupun disakarida.
Sobowale dkk (2007) menyatakan bahwa penambahan bakteri asam laktat ,ampu
menurunkan kandungan serat kasar selama fermentasi. Menurut Ratnakomala dkk (2006)
penambahan inokulum akan semakin mempercepat proses fermentasi dan semakin banyak substrat
yang terdegradasi. Jones dkk (2004) menambahkan bahwa selama enilase terjadi aktivitas
pendegradasian komponen selulosa dan hemiselulossa oleh mikroorganisme yang terlibat pada
proses fermentasi. Sementara bakteri lainnya (terutama bakteri asam laktat) akan mengkonversi
gula-gula sederhana menjadi asam organik (asetat, laktat, propionat, dan butirat) selama enilase
berlangsung, akibatnya produk akhir yang dihasilkan lebih mudah dicerna dibandingkan dengan
bahan tanpa fermentasi.

KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Penambahan Effective Mikroorganism – 4 (EM – 4) dapat mempengaruhi kualitas fisik
maupun kimia sabut sawit.
2. Perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan FS8 dengan dosis Effective Mikroorganism – 4
(EM – 4) 8 % dimana sampai pada taraf ini sudah terjadi perubahan kualitas fisik dan kualitas
kimia secara optimal. Perubahan kualitas fisik yaitu bau menjadi harum sekali, warna kuning
kecoklatan dan tekstur menjadi remah. Sedangkan perubahan kimia terjadi peningkatan kadar
protein sebesar 1,26 % dan terjadi penurunan kadar serat kasar 14,56%.
2. Saran
1. Sebaiknya dalam proses fermentasi perlu adanya penambahan substrat sebagai bahan
makanan sumber energi yang mudah didegradasi bagi mikroba sehingga bisa bekerja secara
optimal.
2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan kadar Neutral-Detergent Fiber
(NDF) dan Acid-Detergent Fiber (ADF) sabut sawit yang telah difermentasi dengan
Effective Mikroorganism – 4 (EM – 4).
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat palatabilitas fermentasi sabut
sawit dengan Effective Mikroorganism – 4 (EM – 4) pada ternak ruminansia sehingga dapat
dijdikan sebagai pakan ternak alternatif pada musim kemarau.
9

DAFTAR PUSTAKA

Akmal. S. 2004. Fermentasi Jerami padi dengan Probiotik Sebagai Pakan Ternak Ruminansia.
Jurnal Agrista.
Almatseir, S. 2003. Prisip Dsar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pusaka Utama.

Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.

Asngad A. 2005. Fermentasi dab Dosis ragi Yang Berbeda Pada Fermentasi Gaplek Ketela
Pohon Terhadap Kadar Glukosa da Bioetanol, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Badan Pusat Statistik Kalimantan Selatan 1. 2013. Produksi tanaman perkebunan menurut jenis
tanaman (ton) tahun 2011. http://kalsel.bps.go.id/?set=
viewDataDetail2&flag_template2=1&id_sektor=1&id_subsektor=1.2&id=1028.
Diakses pada tanggal 30 Oktober 2015.

Barrows. W. 1961. Microbiology Saunders.Company Philadelphia. USA.

De Datta, S.K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. A Wiley –Interscience
Publication . John Wiley and Sons New York.

Endar. 2006. Peranan Bakteri. http://id.wikipedia.org/wiki.bakteri.com. Diakses pada tanggal 20


November 2015.

Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan I. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gilbert, I. G., and G. T. Tsao. 1983. Interaction Between Solia Substrat and Cellulase Enzyme in
Cellulose Hydrolysis. In : G. T. Tsao sd Annual Reports on Fermentation Processes. 6:
323-358.

Gunawan, C. 1975. Percobaan Membuat Inokulum untuk Tape dan Oncom. Makalah Ceramah
Ilmiah LKN. LIPI Bandung. Bandung.

Harahap, P. 2009. Uji ransum berbasis pelepah daun kelapa sawit, jerami padi dan jerami jagung
fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium terhadap produksi non karkas sapi
peranakan ongole. Artikel Ilmiah. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Medan.

Hardjo, S,. N. S. Indrasti, dan T. Bantacut. 1989. Biokonversi Pemanfaatan Limbah Industri
Pertanian. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Harman, G. E. 2006. Trichoderma spp,, including T. harizianum, T. viride, T. koningii, T.


hamatum, and other spp. Deuteromycetes, Moniliales
(asexualclassificationsystem).http//www.nysaes.cornell.edu/ent/biocontrol/pathogens/tri
choderma.html

Hasyim. 1997. Aplikasi enzim selulase pada peningkatan kualitas pakan berserat. Tesis. fakultas
Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Herudiyanto dan Marleen. 2006. Pengantar Pengolahan Pangan. Jatinangor : Fakultas Teknologi
Industri Pertanian UNPAD.
10

Irfan, A. 2008. Uji ransum berbasis pelepah daun kelapa sawit, jerami padi dan jerami jagung
fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium terhadap produksi karkas sapi
peranakan ongole. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Ismartoyo. 2000. Degradasi dan Fermentasi Bahan Pakan Ruminansia Oleh Mikroba Rumen
dalam Sistem Consecutive Batch Culture. Buletin Ilmu Peternakan dan
Perikanan.UNHAS. Makassar.

Istighfarin. 2010. Aspergillus terreus cairan rumen sapi untuk penurunan kandungan serat kasar
dan peningkatan protein kasar pada fermentasi bekatul. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Lidia, M., S. Rasminah dan T. Hadiastono. 2005. Pemanfaatan Jamur Trichoderma sp dan
Gliocladium sp. Sebagai Agen Hayati terhadap Penyakit Layu Fusarium (F. oxysporum
f.sp. capsici) pada Tanaman Cabe Merah. Jurnal Habitat XVII (1):29-44. Linnaeus dan
Warisno 1998.Budidaya Jagung Manis. http://www.emirgarden.com. Diakses pada
tanggal 10 November 2015.

Lubis RE dan Widanarko. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit. Pt Agro Media Pustaka.

Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I, Rangkuman Lab. Makanan Ternak, Jurusan Nutrisi dan
Makanan Ternak . Fakultas Peternakan. UGM. Yogyakarta.

Murni R, Suparjo, Akmal, B.I. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk
Pakan. Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas Pertanian. Universitas Jambi. Jambi.
Musnandar, E. 2003. Rumput Hayati Sabut Sawit Oleh Jamur Marasmius sp Serta Pemanfaatannya
pada Kambing Kacang. Disertasi, Pascasarjana Unpad, Bandung.
https//www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/. Diakses
3 November 2015.

Pasaribu. 2007. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University. Press. Yogyakarya

Piliang, W. G dan S. Djojosoebagio, Al Haj. 2002. Fisiologi Nutrisi. Vol. I. Edisi Ke-4. IPB Press, Bogor.

PT. Sanggolangit Persada, 2011

Rohaeni, E.S., A. Hamdan dan A. Subhan. 2005. Peluang pemanfaatan limbah sawit untuk
penggemukan ternak sapi. Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Sawit-Sapi.
BPTP Kalimantan Selatan. Banjarbaru.

Salma, S. Dan L, Gunarto. 1996. Aktivitas Isolat Trichoderma harzianum dalam Perombakan
Selulosa. Jurnal Penelitian Tanaman Pangan. 1 (15):43-47.

Samuel. G. J. 2012. Trichoderma. Online Systematic Mycology and Microbiology Laboratory,


ARS, USDA.

Srigandono, B. 1996.Kamus Istilah Peternakan Edisi II. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
11

Sudarmono, 2013 Pakan Sapi Potong, Penebar Swadaya, Jakarta.

Suparjo. 2010. Analisis Bahan Pakan Secara Kimiawi, Analisis Proksimat, dan Analisis Serat.
Fakultas Peternakan, Universitas Jambi.

Tilman, A.,D., H, Hartadi, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekodjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak
Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tilman, A.,D., R. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekodjo, S. H. 1991. Ilmu


Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tim Laboratorium. 2007. Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Ilmu dan Teknologi Pakan.
Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Tony. 2012. http//tonysapi.multiply.com/jurnal/item/18.

You might also like