You are on page 1of 10

Volume….. Nomor….

Tahun……, e-ISSN:268-5912

https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/kmj

HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI MAKRO DENGAN STATUS GIZI LANSIA


DI PANTI SOSIAL LANJUT USIA HIMO-HIMO
KOTA TERNATE

Relationship Between Macronutrient Intake


and Nutritional Status of The Elderly People
in The Himo-Himo Nursing Home
Ternate City

Alken Ros Oceana L1, Jasmawati2, Dewi Darmayanti3


1
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Khairun
2
Departemen Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Khairun
3
Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Khairun

*Email : alkenrosoceana@gmail.com

ABSTRACT

Nutrition is an important factor in determining health status because it can illustrate the
balance between body needs and nutrient intake. Nutritional care may have a positive effect on elderly
people who suffer from malnutrition and poor nutritional status. To maintain good nutritional status of
the elderly in the Himo-Himo Nursing Home, Ternate City. This research is an analytic observational
research with a cross-sectional design that included 30 elderly people as the research samples. Most of
the samples had insufficient energy, carbohydrate, protein and fat intake, respectively 23 samples
(76.67%); 21 samples (70%); 16 samples (53.34%); and 14 samples (46.67%). From the Kolmogorov-
Smirnov test, there was no relationship between energy, carbohydrate, protein and fat intake, and BMI
with the p-value respectively 0.328; 0.867; 0.423; and 0.883. In addition, It was not found in the
research the relationship between energy, carbohydrate, protein and fat intake, and MNA with the p-
value respectively 0.679; 0.867; 0.459; and 0.851. There is no relationship between macro nutrient
intake and the nutritional status of the elderly in the Himo-Himo Nursing Home, Ternate City.

Keywords: Macronutrient intake, Himo-Himo Nursing Home, Ternate City, Nutritional status of the
elderly

ABSTRAK

Gizi merupakan faktor penting dalam menentukan status kesehatan karena dapat
menggambarkan keseimbangan antara kebutuhan tubuh dan asupan gizi. Pengasuhan gizi mungkin
memiliki pengaruh yang positif bagi lansia yang menderita malnutrisi dan status gizi buruk.
Mempertahankan status gizi yang baik pada lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Himo-Himo Kota Ternate.
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan desain cross-sectional. Sampel
adalah lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Himo-Himo Kota Ternate dengan jumlah 30 sampel. Sebagian
besar sampel memiliki asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak yang kurang berturut-turut sebesar
23 sampel (76,67%); 21 sampel (70%); 16 sampel (53,34%); dan 14 sampel (46,67%). Dari uji
Kolmogorov-Smirnov tidak didapatkan hubungan antara asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak
dengan IMT dengan nilai p-value berturut-turut sebesar 0,328; 0,867; 0,423; dan 0,883. Tidak ditemukan
juga hubungan antara asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak dengan MNA dengan nilai p-value
berturut-turut sebesar 0,679; 0,867; 0,459; dan 0,851. Tidak terdapat hubungan antara asupan zat gizi
makro dengan status gizi lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Himo-Himo Kota Ternate.

Kata Kunci : Asupan zat gizi makro, Kota Ternate, Panti Sosial Lansia Himo-Himo, Status gizi lansia

PENDAHULUAN
Gizi merupakan faktor penting dalam menentukan status kesehatan karena dapat menggambarkan
keseimbangan antara kebutuhan tubuh dan asupan gizi. Asupan gizi memiliki pengaruh kuat terhadap
Volume….. Nomor…. Tahun……, e-ISSN:268-5912

https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/kmj

status gizi, yang mana tergantung pada asupan gizi yaitu pasokan makronutrien dan mikronutrien yang
seimbang (Fatma, 2010).
Untuk mencapai status gizi yang baik di hari tua, asupan zat gizi yang baik harus diperhatikan
sejak dini. Kebutuhan energi saat bayi adalah 100-110 kkal/kgBB/hr yang dibutuhkan untuk mempercepat
pembelahan sel dan sintesa DNA selama masa pertumbuhan terutama energi dan protein. Balita tidaklah
tumbuh sepesat pada masa bayi, tetapi kebutuhan nutrisi mereka tetap merupakan prioritas yang utama.
Biasanya balita membutuhkan sekitar 1.000-1.400 kkal/hari. Kecukupan energi untuk anak usia sekolah
sendiri adalah antara 1850-2100 kkal. Saat remaja, secara umum remaja laki-laki memerlukan energi
lebih banyak dari pada perempuan. Remaja laki-laki memerlukan 2400-2800 kkal/hari sementara
perempuan memerlukan energi sebesar 2000-2200 kkal/hari. Kebutuhan energi sebenarnya berkurang
mengikuti penurunan metabolisme basal mulai usia 25 tahun sekitar 2—3% per 10 tahun. Tinggi
rendahnya kebutuhan itu bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis kelamin, aktivitas fisik,
kondisi, dan berat badan. Kebutuhan gizi lansia berbeda dengan kebutuhan gizi orang dewasa. Semakin
bertambah usianya, kebutuhan gizi lansia semakin berkurang. Pada lansia, energi yang dibutuhkan tiap
harinya adalah 1600-2050 kkal. Itu terjadi karena perubahan komposisi tubuh, yaitu menurunnya jumlah
sel-sel otot dan meningkatnya sel-sel lemak, yang menyebabkan menurunnya kebutuhan energi untuk
menjalankan fungsi tubuh. Selain itu, di usia tua biasanya aktivitas fisik menurun. Setelah usia 50 tahun,
umumnya kebutuhan energi berkurang 5% untuk tiap 10 tahun (Pritasari et al., 2017).
Dalam perkembangannya lansia akan mengalami berbagai masalah kesehatan. Problem gizi pada
lansia yang sering terjadi adalah penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, perubahan indera
pengecap, gangguan mengunyah, gangguan menelan, konstipasi dan kesulitan akses makanan di samping
itu sering terjadi status gizi kurang dan status gizi lebih (Pangastuti, 2019). Status gizi adalah keadaan
tubuh yang merupakan refleksi dari apa yang kita makan sehari-hari. Status gizi dikatakan baik bila pola
makan kita seimbang. Status gizi kurang atau status gizi lebih akan berdampak kurang baik terhadap
kesehatan tubuh. Kedua keadaan tersebut dinamakan status gizi salah (Fatma, 2010).
Menurut WHO, prevalensi kurang gizi pada lansia berkisar antara 1,3%-47,8% dari jumlah
populasi. Prevalensi yang dilaporkan jauh lebih tinggi pada penelitian dari negara berpenghasilan rendah
dan menengah dibandingkan negara berpenghasilan tinggi (WHO, 2017). Lansia di Indonesia sendiri
banyak yang mengalami gangguan pemenuhan gizi. Yang mengalami gizi kurang sebanyak 31% dan gizi
lebih sebanyak 1,8%. Pengasuhan gizi mungkin memiliki pengaruh yang positif bagi lansia yang
menderita malnutrisi dan status gizi buruk. Oleh sebab itu, asupan zat gizi juga kemungkinan memiliki
pengaruh terhadap status gizi lansia (Akbar et al., 2020).
Besarnya jumlah penduduk lansia di Indonesia di masa depan membawa dampak positif maupun
negatif. Berdampak positif, apabila penduduk lansia berada dalam keadaan sehat, aktif dan produktif. Di
sisi lain, besarnya jumlah penduduk lansia menjadi beban jika lansia memiliki masalah penurunan
kesehatan yang berakibat pada peningkatan biaya pelayanan kesehatan, peningkatan disabilitas, tidak
adanya dukungan sosial dan lingkungan yang tidak ramah terhadap penduduk lansia (Kemenkes RI,
2017).
Pada penelitian terdahulu oleh Poltekkes Ternate dengan judul Gambaran tingkat konsumsi zat
gizi makro dengan status gizi pada lansia di Panti Jompo Tresna Werdha Kota Ternate Tahun 2013, tidak
dilakukan analisis tentang hubungan antara asupan zat gizi makro dengan status gizi lansia. Berdasarkan
latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara asupan zat
gizi makro dengan status gizi dari para lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Himo-Himo Kota Ternate.
METODE
Desain, tempat, dan waktu
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan desain cross-sectional.
Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Lanjut Usia Himo-Himo Kota Ternate selama bulan Desember
2020.
Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Himo-Himo Kota
Ternate yang berjumlah 60 orang, terdiri atas 25 laki-laki dan 35 perempuan. Sampel dalam penelitian ini
berjumlah 30 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi yaitu lansia yang tinggal di Panti Sosial Lanjut
Usia Himo-Himo Kota Ternate, bersedia untuk diikutsertakan dalam penelitian ini dengan mengisi surat
persetujuan (informed consent) menjadi sampel dan dapat diajak berkomunikasi dengan baik serta kriteria
Volume….. Nomor…. Tahun……, e-ISSN:268-5912

https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/kmj

ekslusi yaitu lansia dengan daya ingat/fungsi kognitif menurun, lansia dengan penyakit akut yang
menyebabkan penurunan berat badan, lansia dengan penyakit kronis yang menyebabkan penurunan berat
badan dan lansia dengan immobilitas (tidak mandiri).
Teknik pengumpulan data
Pada penelitian ini jenis data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diambil langsung oleh peneliti yaitu asupan zat gizi makro dan status gizi.
Sedangkan data sekunder adalah data populasi dan daftar menu makanan. Cara pengumpulan data
dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner MNA dan food recall serta pengukuran
antropometri dengan mengukur BB dan TB sampel.
Analisis data
Analisis data pada penelitian ini antara lain analisis univariat dengan menggunakan tabel distribusi
frekuensi dan analisis bivariat dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.

HASIL
Berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi didapatkan hasil akhir sebanyak 30 sampel. Dari 60
populasi, terdapat 12 lansia yang menolak mengikuti penelitian, 7 lansia dengan immobilisasi, 5 lansia
dengan penurunan daya ingat, 4 lansia yang tidak lagi tinggal di panti sosial dan 2 sampel yang berhenti
ditengah penelitian. Peneliti kemudian mengukur BB dan TB pada 30 sampel, dilanjutkan dengan
wawancara untuk pengisian form MNA dan food recall.
Berikut adalah tabel distribusi lanjut usia berdasarkan jenis kelamin di Panti Sosial Lanjut Usia
Himo-Himo Kota Ternate.

Tabel 1. Distribusi lanjut usia berdasarkan jenis kelamin


Jenis Kelamin Lansia Frekuensi (F) Persentase (%)
Laki-laki 6 20%
Perempuan 24 80%
Total 30 100%

Berdasarkan tabel 1, dari total 30 sampel jenis kelamin sampel terbanyak berada pada perempuan
yaitu 24 sampel (80%) dan jenis kelamin sampel terkecil berada pada laki-laki yaitu 6 sampel (20%).
Berikut adalah tabel distribusi lanjut usia berdasarkan umur di Panti Sosial Lanjut Usia Himo-
Himo Kota Ternate.

Tabel 2. Distribusi lanjut usia berdasarkan umur


Umur Frekuensi (F) Persentase (%)
Usia lanjut 20 66,67%
Usia lanjut tua 9 30%
Usia sangat tua 1 3.33%
Total 30 100%
Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa dari total 30 sampel, distribusi sampel dengan usia
lanjut (60-70 tahun) berjumlah 20 sampel (66,67%), usia lanjut tua (71-80 tahun) 9 sampel (30%), dan
usia sangat tua (>80 tahun) 1 sampel (3,33%).
Adapun distribusi asupan zat gizi makro pada lansia akan disajikan pada tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3. Distribusi asupan zat gizi makro pada lansia


Asupan Frekuensi (F) Persentase (%)
Asupan energi
Kurang 23 76,67%
Normal 4 13,33%
Lebih 3 10%
Total 30 100%
Asupan Karbohidrat
Kurang 21 70%
Volume….. Nomor…. Tahun……, e-ISSN:268-5912

https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/kmj

Normal 3 10%
Lebih 6 20%
Total 30 100%
Asupan Protein
Kurang 16 53,34%
Normal 1 3,33%
Lebih 13 43,33%
Total 30 100%
Asupan Lemak
Kurang 14 46,67%
Normal 6 20%
Lebih 10 33,33%
Total 30 100%
Berdasarkan hasil penelitian, dari total 30 sampel diperoleh hasil persentase tertinggi asupan energi
kurang dialami oleh 23 sampel (76,67%), asupan energi normal dialami oleh 4 sampel (13,33%) dan
asupan energi lebih dialami oleh 3 sampel (10%). Persentase asupan karbohidrat sebagian besar sampel
mengalami asupan karbohidrat kurang yaitu 21 sampel (70%), 3 sampel (10%) mengalami asupan
karbohidrat normal dan 6 sampel (20%) mengalami asupan karbohidrat lebih.
Persentase asupan protein sendiri sebagian besar adalah asupan protein kurang yang dialami oleh
16 sampel (53,34%), asupan protein normal yang dialami oleh 1 sampel (3,33%) dan asupan protein lebih
yang dialami oleh 13 sampel (43,33%). Sedangkan untuk asupan lemak, 14 sampel (46,67%) mengalami
asupan lemak kurang, 6 sampel (20%) mengalami asupan lemak normal dan 10 sampel (33,33%)
mengalami asupan lemak lebih.
Frekuensi status gizi berdasarkan IMT dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4. Status gizi lansia berdasarkan IMT (BB/TB)


Status gizi Frekuensi Persentase (%)
(F)
Gizi Kurang 4 13,33%
Normal 16 53,34%
Gizi Lebih 10 33,33%
Total 30 100%

Berdasarkan tabel 4, dapat dilihat bahwa dari total 30 sampel sebagian besar sampel mengalami
status gizi normal. Lansia dengan status gizi kurang berjumlah 4 sampel (13,33%), gizi normal 16 sampel
(53,34%), dan gizi lebih 10 sampel (33,33%).
Frekuensi status gizi berdasarkan MNA dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5. Status gizi lansia berdasarkan MNA


Status gizi Frekuensi (F) Persentase (%)
Malnutrisi 5 16,67%
Berisiko Malnutrisi 15 50%
Baik 10 33,33%
Total 30 100%

Berdasarkan data yang ada, dari total 30 sampel terdapat 5 sampel (16,67%) dengan status
malnutrisi, 15 sampel (50%) dengan risiko malnutrisi dan 10 sampel (33,33%) dengan gizi baik.

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara asupan zat gizi makro dengan
status gizi lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Himo-Himo Kota Ternate.
Hubungan antara asupan energi dengan status gizi berdasarkan IMT di Panti Sosial Lanjut Usia
Himo-Himo Kota Ternate akan dijabarkan dalam tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6. Hubungan antara asupan energi dengan IMT


Asupan Energi Status Gizi Total P
Volume….. Nomor…. Tahun……, e-ISSN:268-5912

https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/kmj

Kurang Normal Lebih Value


N % N % n % N %
Kurang 5 16,67% 11 36,67% 7 23,33% 23 76,67%
Cukup+Lebih 0 0% 2 6,66% 5 16,67% 7 23,33% 0,328
Total 5 16,67% 13 43,33% 12 40% 30 100%

Berdasarkan tabel 6, dapat dilihat bahwa dari 30 sampel yang memiliki asupan energi kurang
terdapat 5 sampel (16,67%) yang mengalami status gizi kurang, 11 sampel (36,67%) yang mengalami gizi
normal, dan 7 sampel (23,33%) yang mengalami gizi lebih. Sedangkan pada asupan energi cukup+lebih
dari 30 sampel tidak ada yang mengalami gizi kurang, 2 sampel (6,66%) yang mengalami gizi normal,
dan 5 sampel (16,67%) yang mengalami gizi lebih. Hasil uji dengan uji statistik Kolmogorov-Smirnov
mendapatkan hasil nilai p value = 0,328 (p>0,05). Hal ini menunjukan bahwa hubungan antara asupan
energi dengan status gizi berdasarkan IMT tidak bermakna.
Hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi berdasarkan IMT akan dijabarkan dalam
tabel 7 dibawah ini.

Tabel 7. Hubungan antara asupan karbohidrat dengan IMT


Status Gizi P
Asupan Total
Kurang Normal Lebih Value
Karbohidrat
N % N % N % N %
Kurang 5 16,67% 9 30% 7 23,33% 21 70%
Cukup+Lebih 0 0% 4 13,33% 5 16,67% 9 30% 0,867
Total 5 16,67% 13 43,33% 12 40% 30 100%

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa dari 30 sampel yang memiliki asupan karbohidrat kurang terdapat
5 sampel (16,67%) yang mengalami status gizi kurang, 9 sampel (30%) yang mengalami gizi normal, dan 7 sampel
(23,33%) yang mengalami gizi lebih. Sedangkan pada asupan karbohidrat cukup+lebih dari 30 sampel tidak ada yang
mengalami gizi kurang, 4 sampel (13,33%) yang mengalami gizi normal, dan 5 sampel (16,67%) yang mengalami
gizi lebih. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukan bahwa nilai p value = 0,867 (p>0,05) yang berarti tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan status gizi berdasarkan IMT.
Hubungan antara asupan protein dengan status gizi berdasarkan IMT akan dijabarkan dalam tabel 8
dibawah ini.

Tabel 8. Hubungan antara asupan protein dengan IMT


Asupan Protein Status Gizi Total P
Kurang Normal Lebih Value
N % N % N % N %
Kurang 4 13,33% 8 26,67% 4 13,33% 16 53,33%
Cukup+Lebih 1 3,33% 5 16,66% 8 26,67% 14 46,67% 0,423
Total 5 16,66% 13 43,33% 12 40% 30 100%

Berdasarkan tabel 8, dapat dilihat bahwa dari 30 sampel yang memiliki asupan protein kurang
terdapat 4 sampel (13,33%) yang mengalami status gizi kurang, 8 sampel (26,67%) yang mengalami gizi
normal, dan 4 sampel (13,33%) yang mengalami gizi lebih. Sedangkan pada asupan protein cukup+lebih
dari 30 sampel terdapat 1 sampel (3,33%) yang mengalami gizi kurang, 5 sampel (16,66%) yang
mengalami gizi normal, dan 8 sampel (26,67%) yang mengalami gizi lebih. Dengan uji Kolmogorov-
Smirnov didapatkan hasil nilai p value = 0,423 (p>0,05). Hasil ini menunjukan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan status gizi berdasarkan IMT.
Hubungan antara asupan lemak dengan status gizi berdasarkan IMT akan dijabarkan dalam tabel 9
dibawah ini.
Volume….. Nomor…. Tahun……, e-ISSN:268-5912

https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/kmj

Tabel 9. Hubungan antara asupan lemak dengan IMT


Status Gizi P
Total
Asupan Lemak Kurang Normal Lebih Value
N % N % N % N %
Kurang 3 10% 7 23,33% 4 13,33% 14 46,66%
Cukup+Lebih 2 6,67% 6 20% 8 26,67% 16 53,34% 0,883
Total 5 16,67% 13 43,33% 12 40% 30 100%

Berdasarkan tabel 9, dapat dilihat bahwa dari 30 sampel yang memiliki asupan lemak kurang
terdapat 3 sampel (10%) yang mengalami status gizi kurang, 7 sampel (23,33%) yang mengalami gizi
normal, dan 4 sampel (13,33%) yang mengalami gizi lebih. Sedangkan pada asupan lemak cukup+lebih
dari 30 sampel terdapat 2 sampel (6,67%) yang mengalami gizi kurang, 6 sampel (20%) yang mengalami
gizi normal, dan 8 sampel (26,67%) yang mengalami gizi lebih. Melalui uji Kolmogorov-Smirnov
didapatkan hasil nilai p value = 0,883 (p>0,05). Hasil ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara asupan lemak dengan status gizi berdasarkan IMT.
Hubungan antara asupan energi dengan status gizi berdasarkan MNA akan dijabarkan dalam tabel
10 dibawah ini.

Tabel 10. Hubungan antara asupan energi dengan MNA


Status Gizi
P
Berisiko Total
Asupan Energi Malnutrisi Baik Value
Malnutrisi
N % N % N % N %
Kurang 5 16,67% 12 40% 6 20% 23 76,67%
Cukup+Lebih 0 0% 3 10% 4 13,33% 7 23,33% 0,679
Total 5 16,67% 15 50% 10 33,33% 30 100%

Berdasarkan tabel 10, dapat dilihat bahwa dari 30 sampel yang memiliki asupan energi kurang
terdapat 5 sampel (16,67%) yang mengalami malnutrisi, 12 sampel (40%) yang berisiko malnutrisi, dan 6
sampel (20%) yang mengalami gizi baik. Sedangkan pada asupan energi cukup+lebih dari 30 sampel
tidak ada yang mengalami malnutrisi, 3 sampel (10%) yang berisiko malnutrisi, dan 4 sampel (13,33%)
yang mengalami gizi baik. Melalui uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan hasil nilai p value = 0,679
(p>0,05). Hasil ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi
dengan status gizi berdasarkan MNA.
Hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi berdasarkan MNA akan dijabarkan
dalam tabel 11 dibawah ini.

Tabel 11. Hubungan antara asupan karbohidrat dengan MNA


Status Gizi
P
Asupan Berisiko Total
Malnutrisi Baik Value
Karbohidrat Malnutrisi
N % N % N % N %
Kurang 5 16,67% 10 33,33% 6 20% 21 70%
Cukup+Lebih 0 0% 5 16,67% 4 13,33% 9 30% 0,867
Total 5 16,67% 15 50% 10 33,33% 30 100%

Berdasarkan tabel 11, dapat dilihat bahwa dari 30 sampel yang memiliki asupan karbohidrat
kurang terdapat 5 sampel (16,67%) yang mengalami malnutrisi, 10 sampel (13,33%) yang berisiko
malnutrisi, dan 6 sampel (20%) yang mengalami gizi baik. Sedangkan pada asupan karbohidrat
cukup+lebih dari 30 sampel tidak ada yang mengalami malnutrisi, 5 sampel (16,67%) yang berisiko
malnutrisi, dan 4 sampel (13,33%) yang mengalami gizi baik. Melalui uji Kolmogorov-Smirnov
Volume….. Nomor…. Tahun……, e-ISSN:268-5912

https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/kmj

didapatkan hasil nilai p value = 0,867 (p>0,05). Hasil ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan status gizi berdasarkan MNA.
Hubungan antara asupan protein dengan status gizi berdasarkan MNA akan dijabarkan dalam
tabel 12 dibawah ini.

Tabel 12. Hubungan antara asupan protein dengan MNA


Status Gizi
P
Berisiko Total
Asupan Protein Malnutrisi Baik Value
Malnutrisi
N % N % N % N %
Kurang 5 16,67% 7 23,33% 4 13,33% 16 53,33%
Cukup+Lebih 0 0% 8 26,67% 6 20% 14 46,67% 0,459
Total 5 16,67% 15 50% 10 33,33% 30 100%

Berdasarkan tabel 12, dapat dilihat bahwa dari 30 sampel yang memiliki asupan protein kurang
terdapat 5 sampel (16,67%) yang mengalami malnutrisi, 7 sampel (23,33%) yang berisiko malnutrisi, dan
4 sampel (13,33%) yang mengalami gizi baik. Sedangkan pada asupan protein cukup+lebih dari 30
sampel tidak ada yang mengalami malnutrisi, 8 sampel (26,67%) yang berisiko malnutrisi, dan 6 sampel
(20%) yang mengalami gizi baik. Melalui uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan hasil nilai p value = 0,459
(p>0,05). Hasil ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan protein
dengan status gizi berdasarkan MNA.
Hubungan antara asupan lemak dengan status gizi lansia berdasarkan MNA akan dijabarkan
dalam tabel 13 dibawah ini.

Tabel 13. Hubungan antara asupan lemak dengan MNA


Status Gizi
Berisiko Total P
Asupan Lemak Malnutrisi Baik
Malnutrisi Value
N % N % N % N %
Kurang 4 13,33% 6 20% 4 13,33% 14 46,66%
Cukup+Lebih 1 3,34% 9 30% 6 20% 16 53,34% 0,851
Total 5 16,67% 15 50% 10 33,33% 30 100%

Berdasarkan tabel 13, dapat dilihat bahwa dari 30 sampel yang memiliki asupan lemak kurang
terdapat 4 sampel (13,33%) yang mengalami malnutrisi, 6 sampel (20%) yang berisiko malnutrisi, dan 4
sampel (13,33%) yang mengalami gizi baik. Sedangkan pada asupan lemak cukup+lebih dari 30 sampel
terdapat 1 sampel (3,33%) yang mengalami malnutrisi, 9 sampel (30%) yang berisiko malnutrisi, dan 6
sampel (20%) yang mengalami gizi baik. Melalui uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan hasil nilai p value
= 0,851 (p>0,05). Hasil ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan
lemak dengan status gizi berdasarkan MNA.

PEMBAHASAN
Populasi lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Himo-Himo Kota Ternate memiliki keragaman umur
mulai dari 56 tahun hingga 87 tahun. Menurut jenis kelamin dari 30 sampel menunjukan bahwa sebagian
besar sampel, yaitu 26 sampel adalah perempuan dan 4 sampel adalah laki-laki. Dilihat berdasarkan umur,
sebagian besar lansia berada pada usia lanjut. Sebanyak 20 sampel berada di kategori usia lanjut,
sementara 9 sampel berada di kategori lanjut tua dan 1 sampel berada di kategori sangat tua.
Di Panti Sosial Lanjut Usia Himo-Himo Kota Ternate, menu makanan sampel diatur dengan
menggunakan siklus menu 7 hari. Berpedoman pada daftar menu makanan yang diberikan oleh petugas
panti, setiap harinya sampel diberikan asupan kalori sekitar 1800-2000 kkal, protein sekitar 50-60 gram,
dan lemak sekitar 30-40 gram. Menurut teori yang ada, dengan semakin bertambahnya usia maka
kemampuan dalam mengecap, mencerna dan menyerap makanan pada lansia akan berkurang. Hal ini juga
Volume….. Nomor…. Tahun……, e-ISSN:268-5912

https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/kmj

menyebabkan lansia kurang menikmati makanan dan mengalami penurunan nafsu makan sehingga
asupan zat gizi pada lansia akan kurang (Pangastuti, 2019).
Asupan zat gizi makro para lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Himo-Himo Kota Ternate sendiri
sebagian besar belum memenuhi kebutuhan gizi harian. Hasil ini didapatkan dari food recall pada sampel.
Sebagian besar sampel memiliki asupan zat gizi makro yang kurang, mulai dari energi, karbohidrat,
protein dan lemak. Sebagian sampel mengaku bahwa mereka tidak memiliki nafsu makan yang baik.
Menurut Pangastuti (2019), hal ini dapat diakibatkan beberapa factor seperti psiko-kognitif atau gangguan
di otak, menurunnya saraf pengecap, turunnya produksi air liur, gigi tanggal, gusi menciut, refleks
peregangan dinding lambung berlebihan dan faktor lainnya.
Dari data pengukuran berat badan dan tinggi badan lansia di Panti Sosial Himo-Himo Kota Ternate
didapatkan hasil bahwa sebagian besar lansia memiliki status gizi yang normal berdasarkan IMT. Dari
total 30 sampel, 16 diantaranya memiliki status gizi normal, 10 sampel mengalami gizi lebih dan 4
sampel yang mengalami gizi kurang. Dapat disimpulkan bahwa walaupun asupan zat gizi makro pada
sampel sebagian besar kurang, status gizi mereka masih terpantau normal. Menurut Marmi (2013), faktor-
faktor yang memengaruhi status gizi sendiri terbagi dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor
eksternal antara lain pendapatan, pendidikan, pekerjaan dan budaya. Sedangkan faktor internal antara lain
usia dan infeksi yang dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan maupun kesulitan menelan dan
mencerna makanan.
Hasil data pengisian form MNA yang diperoleh melalui wawancara dengan lansia di Panti Sosial
Lanjut Usia Himo-Himo Kota Ternate menunjukan bahwa sebagian besar sampel berisiko mengalami
malnutrisi. Dari 30 sampel yang ada, 5 diantaranya mengalami malnutrisi, 15 sampel berisiko mengalami
malnutrisi dan 10 sampel mengalami gizi baik. Berdasarkan wawancara dengan sampel, didapatkan hasil
bahwa sampel yang merasa kehilangan berat badan >3kg selama 3 bulan terakhir adalah 1 sampel
(3,33%), yang kehilangan berat badan sebanyak 1-3kg adalah 10 sampel (33,33%), sementara yang tidak
menyadari telah kehilangan berat badan adalah sekitar 7 sampel (23,33%). Terdapat pula 12 sampel
(40%) yang tidak mengalami kehilangan berat badan. Data ini menunjukan kemungkinan telah terjadi
malnutrisi pada sekitar 11 (36,6%) sampai 18 (60%) sampel. Menurut Asniar dan Asfar (2018),
penentuan status gizi berdasarkan IMT dan MNA mempunyai perbedaan yang signifikan. Penentuan
status gizi berdasarkan IMT bertujuan untuk menegakan diagnosis, sedangkan penentuan status gizi
berdasarkan MNA bertujuan untuk mengetahui apa lansia berada pada kondisi berisiko mengalami
malnutrisi atau tidak (skrining).
Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak tidak
mempunyai hubungan yang signifikan dengan status gizi berdasarkan IMT. Artinya, tidak terdapat
hubungan antara asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak dengan status gizi lansia berdasarkan
IMT. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa bila konsumsi zat gizi kurang dari
kebutuhan harian akan menyebabkan berat badan kurang, tetapi bila konsumsi zat gizi lebih dari yang
dibutuhkan maka berat badan akan berlebih (Almatsier, 2009). Tidak terdapatnya hubungan antara status
gizi berdasarkan IMT dengan asupan zat gizi lansia yang sebagian besar belum mencukupi kebutuhan
harian dapat disebabkan beberapa faktor. Selain konsumsi, masalah lainnya yang bisa mempengaruhi
status gizi lansia yaitu depresi, kehilangan daya ingat dan arthritis. Keadaan ini dapat mengubah nafsu
makan usia lanjut dan akan berpengaruh terhadap status gizinya (Fatimah dan Puruhita, 2010).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ananda (2017) dengan uji statistik Chi-Square dengan
p-value >0,05 yang menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan energi, karbohidrat,
protein dan lemak dengan status gizi lansia berdasarkan IMT dan MNA. Penelitian tersebut dilakukan di
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti dengan jumlah sampel sebanyak 59 lansia. Hasill ini diperkuat
dengan penelitian Aulia (2017) dengan hasil yang menunjukkan bahwa variabel asupan energi dan
asupan lemak tidak berhubungan dengan status gizi lansia.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Christy (2019) dimana variabel asupan energi
memiliki hubungan signifikan dengan status gizi lansia (p value = 0,000), yang berarti ada hubungan
antara asupan energi dengan status gizi lansia. Begitu pula dengan penelitian Lewa (2016) dengan hasil
terdapat hubungan yang signifikan antara pola konsumsi makan dan asupan lemak dengan status gizi
lansia. Penelitian tersebut dilakukan dengan mengambil data pada 57 sampel di posyandu lansia wilayah
kerja Puskesmas Talise. Hasil penelitian tersebut menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara
Volume….. Nomor…. Tahun……, e-ISSN:268-5912

https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/kmj

pola konsumsi makanan sumber protein dan lemak dengan status gizi lansia dengan nilai p = 0,001; dan
0,000.
Perbedaan antara hasil penelitian ini dan penelitian lain yang tidak sejalan dapat terlihat dari
jumlah sampel, uji statistik yang digunakan dan lingkungan tempat tinggal lansia. Persamaan lingkungan
dalam penelitian sendiri menjadi salah satu faktor dari sejalannya hasil penelitian yang dilakukan.
Menurut Depkes, perbedaan lingkungan tempat tinggal lansia merupakan faktor yang berpengaruh pada
status gizi lansia. Kesepian karena terpisah dari sanak keluarga, kurang bersosialisasi, dan kurang
pendapatan akan menyebabkan nafsu makan menurun (Fatimah dan Puruhita, 2010).
Berdasarkan analisis bivariat pada hubungan antara asupan zat gizi makro dan status gizi
berdasarkan MNA didapatkan hasil bahwa lebih banyak sampel yang berisiko mengalami malnutrisi
dibandingkan dengan sampel dengan malnutrisi atau gizi yang baik. Hasil ini menunjukan bahwa asupan
energi, karbohidrat, protein dan lemak tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan status gizi
berdasarkan MNA. Hasil ini berbeda dengan penelitian Wulandari et al. (2015), dimana hasil korelasi
antara persentase angka kecukupan energi dan protein dengan besar MNA sangat signifikan.
Menurut Wulandari, semakin kecil persentase angka kecukupan zat gizi, semakin kecil pula skor
MNA seseorang dan bila persentase angka kecukupan zat gizi semakin besar, maka semakin besar pula
skor MNA seseorang. Sedangkan hasil dari penelitian di Panti Sosial Lanjut Usia Himo-Himo Kota
Ternate menujukan bahwa asupan gizi tidak memengaruhi skor MNA lansia.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ananda (2017) dimana hasil yang didapatkan yaitu
tidak terdapat hubungan statistik yang bermakna antara asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak
dengan status gizi berdasarkan IMT dan MNA pada lansia di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti tahun
2017. Hasil ini diperkuat dengan penelitian Putri (2018) dengan uji Chi Square yang menunjukan bahwa
tidak terdapat hubungan antara asupan energi dengan status gizi lansia berdasarkan MNA.
Data sampel yang mengalami penurunan berat badan menunjukan kemungkinan telah terjadi
malnutrisi pada sekitar 11 (36,6%) sampai 18 (60%) sampel. Sedangkan sampel yang menderita stress
psikologis atau penyakit akut dalam 3 bulan terakhir berjumlah 12 (40%) sampel. Menurut hasil tersebut,
dapat terlihat bahwa ada korelasi antara penurunan berat badan sampel dengan stress psikologis. Dari
data ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar sampel yang mengalami penurunan berat badan
mengalami juga stress psikologis. Faktor ini menyebabkan terjadinya nafsu makan yang menurun dan
asupan zat gizi yang kurang.
Meskipun secara statistik tidak terdapat hubungan antara asupan zat gizi makro dengan status gizi
berdasarkan MNA, namun berdasarkan tabel 10 dan 11 diketahui bahwa sampel dengan asupan energi
dan karbohidrat yang kurang berisiko mengalami malnutrisi sebanyak 12 sampel (40%) dan 10 sampel
(33,33%). Apabila terus menerus dibiarkan, hal ini dapat berpengaruh pada status gizi sampel sehingga
sampel yang berisiko malnutrisi dapat mengalami malnutrisi. Sampel yang berisiko malnutrisi, terutama
yang memiliki asupan zat gizi kurang perlu mendapatkan perhatian agar status gizi tetap baik.
Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain hanya melakukan pengambilan data pada satu
waktu saja sehingga tidak dapat menilai secara objektif adanya perubahan status gizi lansia. Hasil yang
didapat bisa disebabkan juga oleh faktor sampel yang diteliti. Jumlah sampel berpengaruh terhadap hasil
yang didapatkan. Oleh sebab itu, bermakna atau tidaknya hasil penelitian juga dipengaruhi pula oleh
jumlah sampel yang ada. Ada kemungkinan sebagian besar sampel dengan status gizi normal sebelumnya
memiliki status gizi lebih. Kelebihan gizi pada lansia biasanya berhubungan dengan kemakmuran dan
gaya hidup pada usia sekitar 50 tahun. Kondisi ekonomi yang baik dan tersedianya makanan cepat saji
yang enak terutama sumber lemak, mengakibatkan asupan zat gizi lebih dari kebutuhan harian (Fatimah
dan Puruhita, 2010).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa asupan energi,
karbohidrat, protein, dan lemak pada lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Himo-Himo Kota Ternate ternyata
masih belum mencukupi kebutuhan gizi harian. Status gizi lansia berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
dan Mini Nutritional Assesment (MNA) di Panti Sosial Lanjut Usia Himo-Himo Kota Ternate sebagian
besar baik yaitu 16 dari 30 sampel (53,34%) dan 15 dari 30 sampel (50%). Tidak terdapat hubungan
antara asupan energi, karbohidrat, protein, lemak dan status gizi lansia berdasarkan IMT dengan p value
masing-masing sebesar 0,328; 0,867; 0,423; dan 0,883. Tidak terdapat hubungan antara asupan energi,
Volume….. Nomor…. Tahun……, e-ISSN:268-5912

https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/kmj

karbohidrat, protein, lemak dan status gizi lansia berdasarkan MNA dengan p value masing-masing
sebesar 0,679; 0,867; 0,459; dan 0,851.

SARAN
Disarankan kepada pihak Panti Sosial Lanjut Usia Himo-Himo Kota Ternate agar tetap
mempertahankan komposisi zat gizi dalam menu serta dapat melakukan inovasi berkelanjutan agar lansia
memiliki keinginan lebih untuk mengkonsumsi makanan. Disarankan juga untuk lebih memperhatikan
lansia dengan risiko malnutrisi agar tidak mengalami malnutrisi dan melakukan perbaikan status gizi bagi
lansia yang telah mengalami malnutrisi serta dapat memantau status gizi lansia melalui pengukuran berat
badan dan tinggi badan secara berkala serta skrining melalui wawancara dengan form MNA. Bagi peneliti
selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang status gizi lansia agar dapat menambahkan faktor-faktor
lain yang belum diteliti dalam penelitian ini, seperti depresi, aktivitas fisik dan riwayat penyakit serta
menambah jumlah sampel yang ingin diteliti.

UCAPAN TERIMA KASIH


Dengan selesainya penelitian ini saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi, sehingga penelitian dapat terlaksana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Akbar, F. K., Hamsah, I. A. and Muspiati, A. M. (2020) ‘Gambaran Nutrisi Lansia Di Desa Banua Baru’,
Jiksh, 11(1), pp. 1–7. doi: 10.35816/jiskh.v10i2.193.
Ananda, F. (2017) ‘Hubungan Asupan Makanan dengan Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
dan Mini Nutritional Assesment Pada Lanjut Usia di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Tahun
2017’.
Asniar, W. O. S. and Asfar, A. (2018) ‘Analisis Status Gizi Lansia Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT) dan Mini Nutritional Assesment (MNA)’, Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 12.
Aulia, S. D. (2017) Hubungan Asupan Zat Gizi (Energi,Protein,Lemak) Dan Riwayat Penyakit Dm
Dengan Status Gizi Pada Lansia Di Posyandu Lansia Puskesmas Saigon Kecamatan Pontianak
Timur. Pontianak.
Christy, J. (2019) ‘Hubungan Riwayat Sakit dan Asupan Gizi (Energi dan Protein) dengan Status Gizi
Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan’, Jurnal Ilmiah
Perekam dan Informasi Kesehatan
Fatimah-Muiz, S. and Puruhita, N. (2010) Gizi pada lansia. Dalam: Martono H, Pranaka K. Buku ajar
Boedhi-Darmojo: geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Fatma (2010) ‘Gizi Usia Lanjut’, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kemenkes RI (2017) ‘Analisis Lansia di Indonesia’, Pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan
RI.
Lewa, A. F. (2016) Hubungan Pola Konsumsi Makanan Sumber Protein, Lemak Dan Aktifitas Sedentary
Dengan Status Gizi Lansia Anggota Binaan Posyandu Lansia Di Kelurahan Talise Wilayah
Kerja Puskesmas Talise. 2. Palu.
Marmi (2013) Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Pangastuti, R. (2019) Gizi Pada Lansia dengan Demensia. Yogyakarta.
Pritasari, Damayanti, D. and Lestari, N. T. (2017) Gizi dalam Daur Kehidupan.
Putri, H. R. (2018) Hubungan Kecukupan Energi, Makronutrien, Dan Tingkat Depresi Dengan Status
Gizi Lansia.
World Health Organization (WHO) (2017) ‘Evidence profile: malnutrition’
Wulandari, P. D. A., Wirata, G. and Putri, C. W. S. (2015) Hubungan Antara Asupan Energi, Asupan
Protein dan Aktivitas Fisik Terhadap Status Gizi Penduduk Lanjut Usia di Wilayah Kerja UPT
Kesmas Blahbatuh II, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar. Denpasar.

You might also like