8/13/2021

MATERI KULIAH REKAYASA BATUAN LUNAK

KULIAH MATRIKULASI
MAGITER TEKNIK SIPIL FAK. TEKNIK UNRAM
REKAYASA BATUAN LUNAK (GEOMEKANIKA)
UNTUK
DISAIN KETEKNIKAN INFRASTRUKTUR
Prof. Ir. Didi S. Agustawijaya, M.Eng., Ph.D.
UNIVERSTAS MATARAM
PART 1: TEORI REKAYASA BATUAN LUNAK
 BATUAN LUNAK
 SIFAT FISIK DAN MEKANIKA
 MEKANISME RUNTUHAN
 PENGUJIAN LAPANGAN DAN LABORATORIUM
 KETEGUHAN BATUAN
 TEGANGAN PADA BATUAN
PART 2: PENERAPAN DISAIN KETEKNIKAN
 KESTABILAN LERENG BATUAN LUNAK
 PONDASI DI ATAS BATUAN LUNAK
 TEROWONGAN DALAM BATUAN LUNAK
 JALAN DAN PEMUKIMAN

PART 3: PENGUKURAN GEOFISIKA UNTUK DATA LAPANGAN

BATUAN LUNAK

TANAH
BATUAN BATUAN
LUNAK KERAS
PART ONE

Kompaksi Pelapukan

TANAH: BATUAN LUNAK: BATUAN KERAS:

•Material lepas •Masif •Masif
•Berbutir •Sementasi •Kristalin / Sementasi
•Permeabel •Berbutir •Impermeabel
•Permeabel

1
 8/13/2021

APA YANG DIMAKSUD BATUAN LUNAK?

 Johnston and Novello (1993, 1994) and Johnston (1995) argued that the term “soft rock” is not
independent of geotechnical science, since it describes a continuous condition in both soil and rock
JADI YANG DIMAKSUD BATUAN LUNAK:
material sciences.They suggested that there may be considerable advantages in developing a soft rock  Batuan lunak adalah bagian dari geoteknik yang menerus dari tanah hingga
technology, which places soil and rock mechanics together in one central point of development, rather batuan keras, dan batuan batuan lunak berada diantaranya.
than disputing the different directions of the two well established sciences.
 To some extent, the argument given by Johnston and Novello (1993, 1994) and Johnston (1995) supports  Berdasarkan ISRM (1981), massa batuan biasanya hanya dibagi dua untuk
the methodology of the development in soft rock engineering. The reason is that it may be difficult to keperluan keteknikan, yaitu batuan keras dan batuan lunak. Pembagian ini
distinguish between soft rocks and soils, as they share the same engineering principles and have some terutama didasarkan pada kekuatan materi batuan, yaitu batuan yang
similar mechanical characteristics, such as void ratio and compressibility (Johnston and Novello, 1994). mempunyai UCS (Uniaxial Compressive Strength) kurang dari 20 MPa (Is50
Another reason is that the methods of sample preparation and laboratory testing for soft rocks are similar
to those of soils. Agustawijaya (1996) experienced treatment problems in preparing mudstone samples for <0,3 Mpa) digolongkan ke dalam batuan lunak. Sedangkan batuan yang
direct laboratory shear testing. Such problems are also indicated by Bro (1996). mempunyai UCS lebih dari 20 MPa digolongkan ke dalam batuan keras.
 In spite of the unclear distinction between soil and rock, the term soft rock may still be needed with  Batuan lunak tidak bergantung pada jenis batuan. Perbedaannya pada perilaku
respect to the uniaxial compressive strength of rock materials.The term gives immediate recognition of a runtuhan.
rock strength that is lower than that of hard rocks and higher than that of soils. Hence, in this case, a rock
material can be classified as a soft rock if it has a uniaxial compressive strength below 20 MPa, determined  Pelapukan menjadikan batuan keras menjadi lebih lunak.
directly by uniaxial compression tests (ISRM, 1981; Bieniawski, 1989; Franklin and Dusseault, 1989;
Bell, 1994). For the strength of a soft rock material determined indirectly by point load strength
tests, Broch and Franklin (1972) recommended an Is(50) value of below 0.3 MPa. However, sometimes this
classification may be inconsistent since weathering may considerably decrease the uniaxial compressive
strength of a hard rock material.Weathering is the main concern in designing underground excavations in
soft rocks, and its weakening effects are obvious.

SIFAT DAN CIRI BATUAN LUNAK RUNTUHAN DAKTIL (BATULEMPUNG)

 Kedua tipe batuan ini mempunyai perilaku runtuhan yang
berbeda.
 Batuan keras didominasi oleh runtuhan getas (brittle failure).
 Batuan lunak didominasi oleh runtuhan daktilitas (ductile
failure).

2
 8/13/2021

MODEL KERUNTUHAN
RUNTUHAN GETAS (BATUPASIR)

TEGANGAN DAN REGANGAN

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA
 Batuan lunak sensitif terhadap sifat fisika dan mineralogi.
 Proses pelapukan merubah sifat-sifat fisika batuan
keras: mineralisasi lempung, pembentukan /pembesaran
pori. Sehingga sifat mekanika batuan berubah.
 Batuan yang didominasi oleh mineral lempung akan
cenderung mempunyai kuat tekan rendah.
 Batuan berpori cederung mempunyai kandungan air
pori tinggi, maka kuat tekan juga rendah.

3
 8/13/2021

 Pelapukan fisika
PROSES PELAPUKAN Dalam pelapukan fisika, air dan suhu dapat menyebabkan terjadinya disintegrasi yang kemudian
menyebabkan terbentuknya retakan dalam massa batuan. Di daerah gurun, perubahan suhu sangat
Pelapukan Kimia dramatis yang bisa menimbulkan induksi tegangan-tegangan dalam batuan, akibatnya akan membentuk
 Proses pelapukan kimia sangat tergantung pada kehadiran air di dalam batuan. Pelapukan kimia akan terjadi pada batuan ketika mineral- retakan baru atau memperlebar retakan yang sudah ada dalam batuan. Hadirnya retakan baru dalam massa
mineral yang membentuk batuan bereaksi secara kimiawi dengan air, oksigen, karbon dioksida, dan asam yang dihasilkan oleh organisme. batuan akan menjadikan massa batuan lebih sarang, dan tentu saja tingkah laku mekanika massa batuan
Maka batuan akan mengalami dekomposisi kimia melalui empat cara:
tersebut akan berubah.

 Pelarutan oleh asam biasanya tejadi secara alami akibat organisma dan air:
CaCO3  2H   H 2O  Ca2   CO2

 Oksidasi adalah kehilangan elektron oleh sebuah elemen melalui suatu reaksi kimia.

4 Fe  3 O 2  2 Fe 2 O 3
Iron Hematite

 Hidrolisis, ion-ion hidrogen (H+) dan hidroksida (OH-) dalam air bereaksi dengan elemen-elemen dalam suatu mineral.
H 2 O  H   OH 

Ion-ion tersebut bereaksi dengan mineral-mineral silikat, kecuali kuarsa, yang kemudian memecah mineral-mineral silikat tersebut. Dalam
reaksi ini akan terbentuk mineral lempung, ion-ion metalik dan silika yang kemudian dibawa oleh larutan:
2 KAlSi3O8  3H   OH   2 K   Al 2 Si2O5 (OH ) 4  4SiO2
Orthoclase ionised in water Kaolinite

 Hidrasi, molekul-molekul air bergabung dengan struktur suatu mineral untuk membentuk mineral baru, seperti reaksi berikut:
CaSO4  2H 2 O  CaSO4 .2H 2O
Anhydrite Gypsum

Tabel 1.2 Klasifikasi masa batuan heterogen.

Tabel 1.1 Klasifikasi pelapukan untuk material homogen. Zona Grade Ciri khas
Grade Deskriptor Ciri khas 1 100% material grade I - III Bertingkah laku seperti batuan; Tabel 1.3. Klasifikasi pelapukan untuk gabungan massa dan material batuan.
pendekatan Mekanika Batuan
I Segar Tidak ada perubahan dari kondisi asal
dipergunakan untuk pengujian dan Klas Deskriptor Ciri khas Batas Nilai
II Sedikit lapuk Ada perubahan warna, permukaan sedikit perencanaan disain susut (%) pantulan
lunak palu
2 >90% material grade I – III Material lunak sepanjang bidang
III Lapuk Permukaan lunak, perubahan waran sudah diskontinuitas. Kuat geser, kekerasan Schmidt
<10% material grade IV - VI A Segar Keteguhan utuh, warna asli, <5 > 25
banyak, batuan sudah mulai terombak dan permeabilitas berubah.
menjadi blok batuan sedkit retak
3 50 – 90% material grade I – III Massa batuan sudah berubah jadi
IV Sangat lapuk Blok batuan sudah bias dipatahkan dengan bongkah batuan tapi masih saling
10 – 50% material grade IV - VI B Setengah Keteguhan sedikit
tangan, tapi blok batuan belum pecah ketika terkunci dan masih mengontrol
direndam dalam air keteguhan dan kekerasan; tapi material lapuk berkurang, retak makin 5 – 30 25 – 15
lunak sudah mengontrol permeabilitas. banyak, retakan sedkkit
V Lapuk menyeluruh Sangat lunak, blok batuan pecah dalam air, terubah oleh oksidasi
walau ciri batuan masih ada 4 30 – 50% material grade I – III Material rombakan dan blok batuan
sudah mempengaruhi keteguhan; C Sangat lapuk Permukaan batuan sudah
VI Tanah residu Tanah hasil pelapukan, ciri batuan sudah 50 – 70% material grade IV - VI lunak, retakan sudah 30 – 45 15 – 10
material lunak hasil pelapukan
tidak tampak mengontrol kekerasan dan banyak, permukaan batuan
permeabilitas. berwarna abu-abu
D Batuan sudah Batuan sudah lunak,
5 <30% material grade I – III Sebagian besar masa batuan sudah
terubah sebagian batuan sudah
terubah menjadi material rombakan
70 – 100% material IV - VI
dan lunak; sisa batuan masih ada.
terpisah jadi bagian lebih 45 – 50 < 10
kecil “lithorelics”, bidang
6 100% material grade IV - VI Ciri massa batuan sudah tidak ada; perlapisan sudah terubah
bertingkah laku seperti tanah; tapi E Residu Seluruh batuan sudah
mungkin sisa batuan masih tertinggal
terubah, masih tersisa > 50 < 10
sedikit
sedikit “lithorelics”, bidang
Catatan: perlapisan sudah hilang
Penentuan grade material mengikuti Tabel 1.1.
Material grade I – III : material terlalu kuat untuk dipatahkan dengan tangan.
Material grade IV – VI: material dengan mudah bisa dipatahkan dengan tangan.

4
 8/13/2021

STRUKTUR LEMPUNG STRUKTUR MATERIAL PASIR

TEGANGAN TOTAL DAN TEGANGAN EFEKTIF

TEGANGAN EFEKTIF
clayey material grain
water within
clayey material

intergranular
boundary
pressure

(a) (b)

(a)ikatan antar sumbu butiran dengan material lempung pengisi

pori-pori dalam batuan,
(b)(b) pengurangan keteguhan antar butir oleh kehadiran air.

 tot     u
    tot  u
Tegangan efektif (’) adalah tegangan total (tot) dikurangi
tegangan air pori (u)

5
 8/13/2021

TEGANGAN EFEKTF BIDANG RETAKAN/PATAHAN DALAM

BATUAN
 Bidang retakan/patahan dalam batuan sangat mempengaruhi karakteristik batuan.
 A discontinuity is defined as any significant mechanical break or fracture of negligible
tensile strength in a rock. The term discontinuity makes no distinctions concerning the
age, geometry or mode of origin of the feature (Priest, 1993). In many cases it is helpful
to distinguish between natural discontinuities, which are of geological or
geomorphological origin, and artificial discontinuities which are created by such
activities as drilling, blasting and excavation. The complex three-dimensional structure of
discontinuities in a rock is termed the discontinuity network or the rock structure.
Elements of intact, unfractured rock are referred to as the rock
material, which, together with the discontinuity network form the in situ rock mass. The
decision as the whether a particular mechanical break is ‘significant’ must be made
subjectively on the basis of specific knowledge of a particular site and in the context of
the proposed engineering activity. This requirement generally places a lower limit of
between 1 and 100mm on discontinuity size and excludes such features as pore
spaces, micro-cracks and cleavage planes in crystals; such features are regarded as part of
the rock material.

JOINTED ROCK MASS PENGUJIAN LABORATORIUM

 Massa batuan yang sangat retak akan berperilaku mirip dengan batuan  Kuat tekan satu sumbu (uniaxial compression test)
lunak.
 Kuat tekan tiga sumbu (triaxial compression test)
 Kuat tekan titik (point load test)
 Kuat tarik (Brazil test)
 Slake durability test
 Kekerasan batuan (hardness test)
 Kuat pantulan palu (Schmidt hammer test)
 Kuat geser (shear test)

6
 8/13/2021

PENGUJIAN KUAT TARIK

TENSIL E TEST

P
Ts  0.636
Dt
P
Ts 
D
POINT LOAD
BRAZIL TEST
TEST

PENGUJIAN KUAT TEKAN SATU SUMBU TRIAXIAL COMPRESSION TEST

Distilled Upper water

Load cell
water bath

Upper tap

Axial displacement
Platen Upper platen

Triaxail cell
Triaxial cell body
Gauge
Porous disc

Membrane
Jacketed Radial displacement
Confining pressure specimen Cantilever Sample

Membrane

Porous disc Water channel

Pore pressure
tranducer
Oil pump Platen
Pore-water pressure
tranducer
Lower tap
Alluminium frame
Eccess water Vacuum

Lower platen

7
 8/13/2021

HOEK CELL CONTOH

HASIL
PENGUJIAN
TRIAXIAL

PRINCIPAL
STRESS
DIFFERENCE =
1 – 3

GRAFIK KUAT TEKAN BATUAN LUNAK PENGUJIAN KUAT GESER BIDANG

Axial stress

Transition
point
Axial stress

Non-linear,
V Linear curve
concave downward
curve

IV

III
Sampel
batuan
II

Axial strain Axial strain

8
 8/13/2021

GARIS KERUNTUHAN MOHR - COULOMB PENGUJIAN TRIAKSIAL BATUAN

18.00

16.00

14.00

12.00

1 (MPa)
10.00

8.00

6.00

4.00

2.00

0.00
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5

3 (MPa)

PENGUJIAN TRIAKSIAL TANAH & BATUAN TERNORMALISASI

PENGUJIAN TRIAXIAL TANAH
8.00
6.00
1n = 1 / c
7.00 3n = 3 / c
5.00

6.00

4.00

5.00
1n
1 (kg/cm 2)

3.00
4.00

2.00 3.00

2.00
1.00

1.00

0.00
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60
0.00
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60
3 (kg/cm 2)
3n

9
 8/13/2021

PENGUJIAN TRIAKSIAL BATUAN TERNORMALISASI

12.00 PENGUJIAN TRIAXIAL TANAH: GARIS KERUNTUHAN UNTUK TEGANGAN
TERNORMALISASI
6.00

10.00

Non linear envelope 5.00

8.00
Linear envelope
4.00
1n

6.00
3.00
Linear envelope

1n
4.00
2.00

1.00
2.00

0.00
0.00 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40

3n
3n

HASIL PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN SEMEN PUTIH & BATUAPUNG

No Diameter Tinggi (T) Berat Luasan Volume (V) Displacemen Load (P) Tegangan Displaceme Modulus
PENGARUH DIAMETER SAMPEL THD KUAT TEKAN
Sample (D) cm cm (Kg) (A) cm2 cm3 t mm KN (σ) MPa nt GPa

S.100.1 10,17 20,06 2,93 81,23 1629,53 0,80 110,00 13,54 0,0040 3,40
S.100.2 9,70 19,45 2,86 73,90 1437,32 0,65 55,00 7,44 0,0033 2,23
S.100.3 9,90 19,85 3,00 76,98 1527,99 0,75 90,00 11,69 0,0038 3,09
S.50.1 10,10 20,17 2,21 80,12 1615,99 0,90 78,00 9,74 0,0045 2,18
S.50.2 10,00 19,78 2,18 78,54 1553,52 1,10 70,00 8,91 0,0056 1,60
S.50.3 9,83 19,88 2,11 75,89 1508,74 1,20 65,00 8,56 0,0060 1,42
S.40.1 9,94 20,34 2,22 77,60 1578,39 1,30 80,00 10,31 0,0064 1,61
S.40.2 9,70 19,84 1,98 73,90 1466,14 1,20 40,00 5,41 0,0060 0,89
S.40.3 10,00 19,89 2,20 78,54 1562,16 1,05 65,00 8,28 0,0053 1,57
S.30.1 9,77 20,22 2,05 74,97 1515,86 1,25 45,00 6,00 0,0062 0,97
S.30.2 9,77 19,99 2,10 74,97 1498,62 0,95 50,00 6,67 0,0048 1,40
S.30.3 10,10 20,30 2,01 80,12 1626,40 1,10 27,00 3,37 0,0054 0,62
S.20.1 9,80 20,34 1,50 75,43 1534,24 0,70 9,00 1,19 0,0034 0,35
S.20.2 9,77 20,00 1,56 74,97 1499,37 0,70 4,00 0,53 0,0035 0,15
S.20.3 10,00 20,22 1,75 78,54 1588,08 0,70 4,00 0,51 0,0035 0,15
S.10.1 9,89 19,89 1,12 76,82 1527,98 0,60 1,00 0,13 0,0030 0,04
S.10.2 9,70 19,99 1,34 73,90 1477,22 0,60 2,00 0,27 0,0030 0,09
S.10.3 9,84 20,02 1,44 76,05 1522,45 0,60 3,00 0,39 0,0030 0,13

10
 8/13/2021

12.0 KONVERSI KUAT TEKAN TITIK KEPADA KUAT TEKAN SATU SUMBU
UNTUK BATUANLUNAK (AGUSTAWIJAYA)
10.0
PENGARUH SIFAT FISIK
12.00
8.0 MATERIAL THD KUAT
TEKAN BATUAN LUNAK
UCS, (MPa)

2
R = 0.84
6.0 10.00 y = 13.40x
2
R = 0.89
4.0 From graph:
8.00
12.0 UCS = 13,4 Is(50)

UCS (MPa)
2.0

10.0 6.00
0.0 References:
0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0
3
Dry density, d (Mg/m )
8.0
2
R = 0.66
4.00
UCS = 14 Is(50)
UCS, (MPa)

6.0

2.00
4.0

2.0 0.00
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00
0.0
0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 Is 50 (MPa)
Porosity, n (%)

KETEGUHAN MASA BATUAN LUNAK KETEGUHAN MASA BATUAN LUNAK

MOHR-COULOMB:   c  n tan  AGUSTAWIJAYA:
• Sifat batuan sebagai materi harus dipertimbangkan
• Sifat batuan sebagai massa harus dipetimbangkan
COULOMB: 1  c  3 tan2  • Gaya yang bekerja pada massa batuan harus
dipertimbangkan
c  2c tan  1  1   ci   3

tan  1 tan2  2  tan 
1n = 1 / ci
1n    3n
B
JOHNSTON & CHIU: M  3n = 3 / ci
1n   3n  1
B   = c (lapangan) / ci (laboratorium) = 0 – 1

M  7.80  0.224 w o (%) 1  sin  b

the slope of the linear envelope is tan2  = .   tan 2  
B  0.772  0.0093 w o (%) 1  sin  b
b = basic friction angle

11
 8/13/2021

AGUSTAWIJAYA:
Rock type Moisture condition Basic friction angle The contant  is unity for intact rock, and it
A. Sedimentary
rocks
(b0)
should be less than 1 for a rock mass,
(cm/ci < 1). Thus, the constant  is scale
SURVEY LAPANGAN
Sandstone Dry 26-35 dependent. Based on published data
Sandstone
Shale
Wet
Wet
25-34
27
collected by Agustawijaya [26], the  values  SURVEY GEOLOGI
Siltstone Dry 31-33 of 0.2 and 0.02 may be adequate for
Conglomerate Dry 35 modelling massive and jointed soft rock  PEMBORAN SAMPEL
Chalk Wet 30
masses, respectively.
Limestone
Limestone
Dry
Wet
31-37
27-35
 PENGUKURAN LAPANGAN
B. Igneous rocks
Basalt Dry 35-38  PENGUKURUAN GEOFISIKA
Basalt
Fine-grained granite
Wet
Dry
31-36
31-35
Rock type 
Fine-grained granite Wet 29-31 Claystone 1.7
Coarse-grained granite Dry 31-35
Coarse-grained granite Wet 31-33 Mudstone 2.0
Porphyry Dry 31
Porphyry Wet 31 Sandstone 2.5
Dolerite Dry 36 Limestone 3.0
Dolerite Wet 32
C. Metamorphic Hard sandstone 3.7
rocks
Amphibolite Dry 32 Quarzite 4.6
Gneiss Dry 26-29
Gneiss Wet 23-26
Slate Dry 25-30
Slate Wet 21

SURVEY GEOLOGI

BATUAN HAND DRILLING

LAVA yang sudah
GUNUNGAPI (IWAN AUGER)
mengalami
yang belum
pelapukan
mengalami
kompaksi
BATUPASIR
(weathered
argillaceous
sandstone) yang TEST PIT
sudah mengalami
pelapukan

12
 8/13/2021

ROCK QUALITY DESIGNATION (RQD)

Untuk memperoleh RQD yang tinggi untuk batuan

lunak:
• Menggunakan tripple tube barrel
• Diameter bor minimum NQ (51 mm)
ROTARY • Penggunaan air dalam pemboran tidak berlebihan
DRILLING tapi menerus
• Pergunakan high quality impregnated diamond bit

PENGUKURAN STRIKE/DIP
PADA SCANLINE SURVEY
PENGUKURAN
KADAR AIR
LAPANGAN

PENGUKURAN
GEOLISTRIK

13
 8/13/2021

MODEL FEM (Phase2)

y
NUMERICAL MODELLING (FEM)
 =Ee
k   = tegangan
 E = modulus elastisitas
vi

 e = regangan
xi i
ui

yi
j
• n = regangan lateral /
regangan axial
x n = e’ / e
e’ = - n e

DISAIN KETEKNIKAN:
 Fondasi
 Lereng
PART TWO:
 Terowongan
DISAIN
 Jalan dan Wilayah Pemukiman

14
 8/13/2021

YANG DIPERLUKAN DALAM DISAIN BEARING CAPACITY TERZAGHI for shallow footing
KETEKNIKAN
 Data lapangan geologi
 Data laboratorium
 Gaya yang bekerja di lapangan
 Keteguhan massa batuan
 Numerical model untuk membantu proses disain

BEARING CAPACITY

15
 8/13/2021

DATA
SONDIR, BOR
LOG & PILE
CAPACITY

PILE FOUNDATIONS

16
 8/13/2021

FONDASI TIANG PANCANG DAN SUMURAN

B
q
RQD dan qa

y1 y2

BEARING CAPACITY OF FOOTING ON TWO SETS OF JOINTS

17
 8/13/2021

LERENG BATUAN ALAMI PADA JALAN

RQD dan qa

LONGSOR ROTASI PADA

LERENG BATUAN LUNAK LONGSOR PADA
GUNUNGAPI LERENG BATUAN
LUNAK LEPAS

LERENG BUATAN PADA JALAN LERENG URUGAN PADA TANGGUL

LERENG BATUAN
LERENG BATUAN LUNAK LUNAK
BATUPASIR TUFA GUNUNGAPI

18
 8/13/2021

LERENG BATUAN BUATAN PADA TAMBANG BATUBARA

DISAIN LERENG

cA  (W Cos y - U - V  T Sin  ) Tan 

F
W Sin y  V - T Cos

JOINT ROUGHNESS COEFFICIENT, PERSAMAAN KUAT PENGARUH KEKASARAN PERMUKAAN PADA KUAT GESER
JRC (BARTON & CHOUBEY) BIDANG
GESER BIDANG

  
f = n tan r  JRC log10  c 
  n 

  JCS  
 f = n tan  r  JRC log10   
  n  

log10 (c) = 0.00088  R + 1.01

    3 
f  n tan r  JRC log10  1 

  n 

19
 8/13/2021

FRACTAL PADA KUAT GESER BIDANG FRACTAL

•Joint Roughness Coefficient (JRC) diganti oleh dimensi  Anggap bahwa garis L dikurangi panjangnya menjadi lebih pendek, garis L’ pada
fractal D Gambar. Panjang garis L’ dapat ditemukan dari rumus sederhana L’ = r L, dan r
adalah rasio panjang. Rasio ini akan selalu berada antara 0 dan 1. Jika rasio
ditentukan, maka akan ditemukan sejumlah N segmen pada garis L awal. Maka,
rasionya adalah r(N) = 1/N. Sebagai contoh, jumlah segmen N pada garis L adalah 2,
maka rasio r adalah ½. Dengan cara yang sama, untuk sebuah bidang persegi empat
(2-D) atau kubus (3-D), rasionya masing-masing adalah r(N) = (1/N)1/2 dan r(N) =
(1/N)1/3. Secara umum, rumus ini bisa ditulis sebagai berikut:
log N
D=
r(N)  1/ N1/ D 1
log  
r
• Kurva triadic Koch dalam Gambar B adalah contoh yang paling baik untuk
menggambarkan dimensi keserupaan fraktal [17]. Dalam contoh ini, inisiator adalah
garis awal yang mempunyai panjang tertentu (Gambar A). Kemudian inisiator dibagi
oleh satu segmen yang panjangnya 1/3. Mengganti setiap segmen dari inisiator oleh
y  x H generator segitiga sama sisi (Gambar B), maka generasi pertama dari kurva triadic
Koch dapat diperoleh. Generator ini mempunyai empat garis segmen (Gambar B).
Cara yang sama bisa diterapkan untuk memperoleh generator selanjutnya (Gambar
B). Dalam basis model keserupaan ini, rasio skala adalah r = 1/3. dan jumlah segmen
D=2-H adalah N = 4. Jadi, berdasarkan Rumus di atas, dimensi fraktal D dari kurva triadic
Koch adalah 1,2619.
A B

JRC makin besar, dimensi fraktal (D) makin besar (SELF SIMILARITY). Atau
menggunakan pendekatan statistik (SELF AFFINE):

1/ 2
 1 M 
Z2   y  y i 2 
2  i 1
 M(dx ) i 1 
JRC = 32.2 + 32.47 log Z2
JRC = 37.28 + 16.58 log SF
1
SF  yi1  yi 2 dx
L

20
 8/13/2021

CONTOH 1
BENDUNG PLTMH KOKOK BABAK –LOMBOK DIATAS BATUAN DASAR BREKSI
VOLKANIK

CONTOH DISAIN:

BREKSI VOLKANIK DI LOKASI PLTMH KOKOK BABAK, LOMBOK DISPLACEMENT BENDUNG DI TAS BATUAN DASAR BREKSI
VOLKANIK MENGGUNAKAN PERSAMAAN AGUSTAWIJAYA

21
 8/13/2021

CONTOH 2 PEGUKURAN DISPLACEMENT MENGGUNAKAN GPS DAN MODEL

TANGGUL LUMPUR SIDOARJO TANGGUL LUMPUR SIDOARJO

LONGSOR PADA DAM P21-10D (2011) MODEL DEFORMASI TANGGUL

PERPINDAHAN VERTIKAL

FEBRUARI 2011

PERPINDAHAN HORIZONTALL

AGUSTUS 2011

DESEMBER 2011

22
 8/13/2021

DISPLACEMENTS AND SAFETY FACTOR THE EMBANKMENT DAM OF P10D (2010-2011)

Total Vertical Horizontal

0.00
Kondisi timbunan displacement displacement displacement
(m) (m) (m) Modelled data
-0.50
Tanggul kondisi existing, muka lumpur dan air
1,63 1.45 1.19 Field data

Vertical displacement (m)

elev.+9,0 m

Tanggul kondisi existing, muka lumpur

-1.00
1,63 1.45 1.18
elev.+9,0 m dan muka air elev.+5,1 m

Tanggul kondisi existing, muka lumpur dan air

-1.50
1.93 1.68 1.55
elev.+9,0 m (beban gempa)

Tanggul kondisi existing, muka lumpur -2.00

elev.+9,0 m dan muka air elev.+5,1 m (beban 1.67 1.46 1.27
gempa)
-2.50
Safety factor in static- Safety factor in dynamic-
Dam and mud elevations (m)
state conditions state conditions -3.00

Dam +5.0; mud + 3.5 1.88 1.88

-3.50
Dam +6.7; mud +5.2 1.54 1.54

Nov-11
Nov-07

Nov-08

Nov-09

Nov-10

Nov-12
May-08

May-09

May-10

Jan-11

Jul-11
Sep-11

May-12

May-13
Jan-08
Mar-08
Jul-08
Sep-08
Jan-09
Mar-09
Jul-09
Sep-09
Jan-10
Mar-10
Jul-10
Sep-10

May-11

Jan-12
Mar-12
Jul-12
Sep-12
Jan-13
Mar-13
Jul-13
Sep-13
Mar-11
Dam +8.4; mud 6.8 1.47 1.46
Dam +10.0; mud +8.5 1.32 1.31
Dam +11.0; mud + 9.0 1.14 1.14
Date
Dam with retaining wall 1.12 1.12

SUMBER: AGUSTAWIJAYA & SUKANDI, 2012

CONTOH 3 GEOLOGICAL DATA COLLECTION

DISAIN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN

PROSEDURE DISAIN STRUKTURNBAWAH PERMUKAAN

STABILITY DUE TO
GRAVITY FALLS AND STABILITY DUE TO STRESS
SLIDING ALONG AND WEATHERING
DISCONTINUITIES

USE OF ROCK QUALITY

INDEX

ARE STABILITY PROBLEMS

TAMBANG OPAL DI
DESIGN OF
ANTICIPATED FOR EXCAVATION BASED
EXCAVATIONS OF SIZE ON OPEARTIONAL
AND SHAPE UNDER
BAWAH PERMUKAAN DI
CONSIODERATIONS
CONSIDERATION? WITH PROVISION FOR
YES / NO MINIMUM SUPPORT

COOBER PEDY, SA
INSTABILITY DUE TO INSTABILITY DUE INSTABILITY DUE TO INSTABILITY TO
ADVERSE STRUCTURAL TO EXCESSIVELY WEATHERING AND /OR EXCESSIVE
GEOLOGY HIGH ROCK STRESS SWELLING ROCK GROUNDWATER
PRESSURE OR FLOW
DETAILED GEOLOGICAL SLAKE DURABIITY AND
MEASUREMENT OF
MAPPING OF SWELLING TESTS ON
IN SITU ROCK INSTALATION OF
BOREHOLE CORE, ROCK SAMPLES
STRESS IN VICINITY PIEZOMETERS FOR
SURFACE EXPOSURE,
OF PROPOSSED DETERMINATION OF
EXPLOLATORY ADITS
EXCAVATIONS CONSIDERATION OF GROUNDWATER
AND SHAFTS
REMEDIAL MEASURES PRESSURES AND

TEROWONGAN PANDAN DURI CAN STABILITY BE ROCK STENGTH

SUCH AS
PNEUMATICALLY
APPLIED CONCRETE
DISTRIBUTION

IMPROVED BY TESTS TO
LINING DESIGN OF DRAINAGE
RELOCATION AND/OR DETERMINE ROCK AND/OR GROUTING
REORIENTATION OF FRACTURE
SYSTEM TO CONTROL
EXCAVATIONS? CRITERION TRIAL EXCAVATION EXCESSIVE
TO TEST GROUNDWATER
YES / NO EFFECTIVENESS OF
STRESS ANALYSIS OF PRESSURE AND FLOW
PROPOSED INTO EXCAVATION
PROPOSED REMEDIAL
DESIGN OF EXCAVATION LAYOUT MEASURES
EXCAVATIONS WITH TO CHECK ON EXTENT
PROVISION OF
PROVISION FOR CLOSE OF POTENTIAL ROCK
PERMANENT
GEOLOGICAL FRACTURE DESIGN OF
GROUNDWATER
OBSERVATION AND EXCAVTION
MONITORING
LOCAL SUPPORT AS SEQUENCE TO
CAN ROCK FRACTURE FACILITIES TO CHEK
REQUIRED ENSURE MINIMUM
BE MINIMISED OR CONTINUING
DELAY BETWEEN
ELIMINATED BY EFFECTVENESS OF
EXPOSURE AND
CHANGE OF DRAINAGE MEASURES
PROTECTION OF
EXCAVATION LAYOUT SURFACES
NO / YES

DESIGN OF SUPPORT DESIGN OF EXCAVATIONS

TO PREVENT GRAVITY
FALLS AND TO
REINFORCE POTENTIAL
FRACTURE ZONE
CAN ADEQUATE SUPPORT
BE PROVIDED TO ENSURE
LONG TERM STABILITY?
WITH PROVISION FOR TRIAL
EXCAVTION, CONTROLLED
BLASTING, RAPID SUPPORT
INSTALATION AND
MONITORING OF EXCAVATION
BEHAVIOUR DURING AND ON
COMPLETION OF
CONSTRUCTION

REJECT THIS SITE NO / YES

23
 8/13/2021

PARAMETER RANGES OF VALUES

1 Strength Point load > 8 MPa 4 - 8 MPa 2 - 4 MPa 1 - 2 MPa For this low range-
of intact strength uniaxial ROCK MASS RATING
rock index compressive test is (RMR) SYSTEM
material preferred
Uniaxial > 200 100 - 200 50 - 100 25 – 50 10 - 3 - 10 1 - 3
(BIENIAWSKI)
LANGKAH DISAIN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN compressive
strength
MPa MPa MPa MPa 25 MPa MPa
MPa
Rating 15 12 7 4 2 1 0
 DATA GEOLOGI 2 Drill core quality RQD 90% - 75% - 90% 50% - 75% 25% - 50% < 25%
100%
 TENTUKAN KRITERIA MASSA BATUAN Rating 20 17 13 8 3
3 Spacing of joints > 3m 1 - 3m 0.3 - 1m 50 - 300mm < 50mm
 PERGUNAKAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN UNTUK Rating 30 25 20 10 5
4 Condition of joints Very roughSlightly Slightly Slickensided Soft gouge > 5mm
DISAIN surfaces rough rough surfaces or thick or Joints open
Not surfaces surfaces gouge < > 5mm Continuous
 TENTUKAN KETEGUHAN MASSA BATUAN continuous
No
Separation Separation 5mm thick
< 1mm < 1mm or Joints
joints

separation
Hard joint Soft joint open 1 -
 HITUNG TEGANGAN YANG BEKERJA PADA BATUAN Hard joint
wall rock wall rock 5mm
wall rock Continuous
 TENTUKAN PROSEDUR DAN MODELING joints
Rating 25 20 12 6 0
 PENGGALIAN AWAL 5 Inflow per
10m tunnel
None < 25
litres/min
25 - 125
litres/min
> 125 litres/min

 PERGUNAKAN SISTEM PENYANGGA length

joint
water
 HITUNG DAN MONITOR DISPLACEMENT pressure /
Ground Ratio major 0 0.0 - 0.2 0.2 - 0.5 > 0.5
water principal
 PEMASANGAN SISTEM MONITORING General
stress
Completely dry Moist only Water under Severe water
conditions (interstitial moderate problems
water) pressure
Rating 10 7 4 0

Q-SYSTEM (BARTON)
Strike and dip orientations of Very Favourable Fair Unfavourable Very
joints favourable unfavourable
Tunnels 0 -2 -5 -10 -12
Ratings Foundations 0 -2 -7 -15 -25
Slopes 0 -5 -25 -50 -60

Rating 100 - 81 80 - 61 60 - 41 40 - 21 < 20

Class No. I II III IV V
Description Very good Good rock Fair rock Poor rock Very poor rock
rock

Rating 100 - 81 80 - 61 60 - 41 40 - 21 < 20

Class No. I II III IV V
Description Very good Good rock Fair rock Poor rock Very poor rock
rock

Strike perpendicular to tunnel axis Strike parallel to tunnel axis Dip 00 - 200
Drive with dip Drive against dip irrespective of
Dip Dip Dip Dip Dip Dip strike
4500 - 200 - 450 450 -900 200 - 450 450 - 900 200 - 450
9000
Very Favourable Fair Unfavourable Very Fair Unfavourable
favourable unfavourable

24
 8/13/2021

100 100
Parameter Scale Calculation Normalised index Not recommended
GEOLOGICAL range IV
STRUCTURE Slake-durability, Id2(n) 0 – 100% Reading / 0–1 ? III
INDEX (Hoek) 100% 10 10

Span (m)
II
Point load strength, 0 – 1 MPa Reading / 0–1
Is(50)(n) 1MPa V
Basis
Spacing, Ijs(n) 0 – 25 Reading / 0–1 1 1
I
25
Water content, Iw 0 – 100% 1- wi/wsat 0–1
Weathering potential, rs x rp 0-1
0.1 0.1
IWP
0 1 2 3 4 5
Total (RQI) 0–5 Poor Fair Good Very good Excellent

Coober Pedy rock mass index (CPI)

I V Should be treated as soil

No supports

ROCK MASS QUALITY II Min. supports Dot for defining zone line

INDEX (AGUSTAWIJAYA) III

IV
Max. supports

Depends on field stress conditions

TEGANGAN PADA BATUAN DISEKITAR

TEROWONGAN x
x

P  a2   3a 4 4a 2  
y  r  1 k  1   1 k  1   cos 2
a 2  r2   r4 r 2  
S    
C xy b
P 
B x  a2   3a 4 

    1 k  1   1 k  1  cos 2
x X 2  r2   r4  
 r     
r P  3a 4 2a 2  
A Y N
r  r  1 k  1   sin 2
2  r4 r 2  
 

 r
y
Pa   a2  
ur   1 k  1 k  41 n   cos 2
4Gr   r 2 
  
Pa   a2  
y u   1 k  21 2n  sin 2
4Gr   r 2 
y   

25
 8/13/2021

KETEGUHAN MASA BATUAN LUNAK

KETEGUHAN MASA BATUAN (HOEK & BROWN)
RUMUS COULOMB:
COULOMB: 1  c  3 tan2 
1  3  mc3  s2c

DISTURBED RUMUS HOEK & BROWN: UNDISTURBED

m  RMR 100  m  RMR 100 
 exp   exp 
mi  14  mi  28 
 RMR 100 
s  exp
 6


 RMR 100 
s  exp
 9


AGUSTAWIJAYA:
1n    3n
RUMUS AGUSTAWIJAYA:
 GSI 100 
mb  mi exp 
 28 
 GSI 100 
s  exp 
 9 

CONTOH 4
MODELLING STRUKTUR BANGUNAN BAWAH PERMUKAAN COOBER PEDY

26
 8/13/2021

CONTOH 5
TEROWONGAN PENGELAK AIR
PANDAN DURI- SWANGI, LOMBOK TIMUR

TEROWONGAN PENGELAK AIR TEROWONGAN PENGELAK AIR

PANDAN DURI- SWANGI, LOMBOK TIMUR PANDAN DURI- SWANGI, LOMBOK TIMUR

BATUAN TERDIRI DARI BREKSI VOLKANIK DAN LAVA YANG SUDAH LAPUK

27
 8/13/2021

DISAIN TEROWONGAN PANDAN DURI - SWANGI

TEGANGAN DI SEKITAR TEROWONGAN
KETEGUHAN MASSA BATUAN LUNAK

DISPLACEMENTS PADA ZONA PLASTIS

DI SEKITAR TEROWONGAN
MODEL TEGANGAN DI
SEKITAR TEROWONGAN
TEGANGAN HIDROSTATIK

28
 8/13/2021

DISPLACEMENTS PADA SETELAH PEMASANGAN TEGANGAN PENYANGGA BETON

PENYANGGA BETON

TEGANGAN PENYANGGA GROUTING

MODEL INTERAKSI MASSA BATUAN DENGAN PENYANGGA

29
 8/13/2021

INTERAKSI MASSA BATUAN DENGAN PENYANGGA

sekian

Terima kasih

30