You are on page 1of 9

Jurnal Agrikultura 2010, 21(1): 68-76 Pengkajian Pengembangan Model Pabrikasi Pupuk Organik ...

, Agus Ruswandi

Pengkajian Pengembangan Model Pabrikasi Pupuk Organik:


Studi Kasus di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat
Agus Ruswandi
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat
Jl. Ir. H Juanda No 278- Bandung 40132 Tlp. (022) 2516061
Korespondensi: wandi_ngi@yahoo.com

ABSTRACT

Organic Fertilizer Manufacturing Model Developement Assesment:


Case Study in Tasikmalaya District, West Java
Organic fertilizer manufacturing model has been introduced to the West Java. One of
the model has been developed in Tasikmalaya District. The development of model
faced some threats, such as institutional problem of organic fertilizer manufacturing
and farmers behaviour. The objective of study was 1) to evaluate financial feasibility
of organic fertilizer manufacturing in rural area; 2) to find out determining factor in
organic fertilizer manufacturing development in rural area; and 3) to find out main
factor which influences farmers behaviour in the use of fertilizer. Data were collected
through interview to 42 farmers, and expert meeting. Data was analysed by using
financial analysis, Margin BCR analysis, and Binary Logistic Regression. Research
results indicated that rural-scale organic fertilizer manufacturing by using introduced
technology, was feasible. The main problem in rural organic fertilizer manufacture
was lower production level than threshold because of weak marketing. The
probability of farmers to use organic fertilizer was influenced by proportion of annual
plants that been produced, cattle ownership and skill in organic fertilizer mainly in
the knowledge of the used of decomposer.
Key words: Feasibility study, organic fertilizer manufacturing, rural area

ABSTRAK

Di beberapa lokasi di Jawa Barat telah diintroduksikan model pabrikasi pupuk


organik skala pedesaan antara lain di Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya.
Dalam pengembangan model tersebut masih menemui beberapa hambatan, yaitu
permasalahan dalam pengembangan kelembagaan produksi pupuk organik, serta
terkait dengan prilaku petani (pengguna). Pengkajian bertujuan 1) Mengevaluasi
tingkat kelayakan usaha pabrikasi pupuk organik di pedesaan; 2) Mengetahui faktor
penentu pengembangan produksi pupuk organik di pedesaan; 3). Mengetahui faktor
yang mempengaruhi perilaku petani menggunakan pupuk. Pengumpulan data
dilakukan melalui Expert Meeting dan survei wawancara terhadap 42 petani
responden. Data diolah secara deskriptif, analisis Margin Benefit Cost Ratio, dan
analisis regresi logistik binari. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa usaha pabrikasi
pupuk organik skala pedesaan dengan model introduksi mempunyai kelayakan usaha
yang lebih tinggi, sehingga layak dikembangkan. Permasalahan utama pabrik pupuk
organik pedesaan yaitu tingkat produksinya masih di bawah kapasitas produksi
optimum disebabkan pemasaran hasil yang kurang baik. Peluang petani
menggunakan pupuk organik dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu proporsi
tanaman semusim yang diusahakan, kepemilikan ternak, serta keterampilan dalam
membuat pupuk kompos terutama dalam pengetahuan penggunaan dekomposer.
Kata kunci: Studi kelayakan, Pabrik pupuk organik, Pedesaan.

68
Jurnal Agrikultura 2010, 21(1): 68-76 Pengkajian Pengembangan Model Pabrikasi Pupuk Organik ..., Agus Ruswandi

PENDAHULUAN (2006) pupuk organik dari kotoran ternak


merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan dibandingkan bahan pembenah lainnya karena
organik, dimana bahan organik merupkan salah satu menyediakan unsur hara secara lambat dalam jumlah
senyawa penting penyusun tanah. Bahan organik terbatas dan memperbaiki kesuburan dan kesehatan
adalah sisa-sisa tanaman atau binatang yang telah lahan. Hasil penelitian Baharudin (2006) bahwa
mengalami pelapukan seperti pupuk kandang, pupuk pemberian pupuk bokasi dari kotoran kambing +
hijau, atau kompos (Tandisau, 2005). Saat ini petani EM4 + Jerami + Dedak memberikan prospek yang
lebih suka menggunakan pupuk anorganik karena baik dalam peningkatan produksi lada. Sabran (2008)
volume aplikasi pupuk organik lebih besar sehingga dalam hasil penelitianya mengemukakan bahwa
memerlukan biaya transportasi yang lebih tinggi pemberian pupuk kandang sampai 3 ton/ha
(Simanungkalit, 2006). Akibat pemakaian pupuk meningkatkan hasil kedelai di lahan pasang surut
anorganik yang terus menerus dan kurang diimbangi bertanah sulfat masam dari 1,3 ton/ha menjadi 1,9
dengan pupuk organik, telah menurunkan ton/ha. Pemberian pupuk kandang ayam 2
kesuburan lahan. Menurut Suriadikarta & Kg/polibag berpengaruh nyata terhadap tinggi
Simanungkalit (2006) sebagian besar lahan pertanian tanaman, jumlah daun, diameter batang, berat dan
di Indonesia mempunyai kandungan bahan organik volume buah tanaman melon (Hidayanto, 1999).
< 2%. Bahkan menurut Adiningsih (2005) banyak Saat ini masih banyak petani yang
lahan pertanian Indonesia yang mempunyai kadar menggunakan pupuk kandang tanpa dikomposkan
bahan organik < 1%. Padahal kadar bahan organik terlebih dahulu. Kotoran domba berbentuk butiran
optimum untuk pertumbuhan tanaman sekitar 3% – akan sulit hancur karena mempunyai nilai C/N yang
5%. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik cukup tinggi di atas 30 (Hartatik dan Widowati
rendah mengakibatkan struktur tanah kurang baik 2006). Penggunaan pupuk kandang yang belum
untuk pertumbuhan akar tanaman, kapasitas tukar dikomposkan akan kurang efektif karena sulit
kation menurun, daya sangga tanah terhadap air diserap tanaman dan mudah terbawa aliran air
menurun, aktivitas jasad mikro terhambat dan hujan. Selain itu, kotoran ternak belum dianggap
ketersediaan unsur hara yang mudah tersedia seperti barang ekonomis untuk menambah pendapatan
N, P, K dan S hasil pelapukan bahan organik menjadi petani-peternak. Dalam upaya pengembangan
menurun (Susanto, 2005). Dengan kondisi tersebut produksi pupuk organik, di beberapa Lokasi di Jawa
seharusnya permintaan terhadap pupuk organik Barat, termasuk Kecamatan Tamansari, Kota
akan tinggi tetapi kenyataanya tidak demikian Tasikmalaya, telah diintroduksikan model pabrikasi
(Simanungkalit, 2006). Di tengah kelangkaan pupuk pupuk organik pedesaan melalui Program Rintisan
buatan serta berkembangnya pertanian organik, dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi
produksi pupuk organik semakin terasa pentingnya. Pertanian (Prima Tani). Program ini juga bertujuan
Kecamatan Tamansari merupakan sentra untuk mengupayakan perbaikan terknologi
produksi ternak, terutama domba, di Kota pembuatan kompos yang berorientasi pabrikasi
Tasikmalaya yang berpotensi untuk menjadi sumber (Tabel 1).
pendapatan melalui pengolahan kotoran ternak Pengembangan model tersebut masih
menjadi pupuk kompos. Menurut Setyorini et al. menemui beberapa hambatan, yang diduga terkait

Tabel 1. Perbedaan teknologi antara pola petani dan pola perbaikan

Uraian Teknologi Pola Petani Teknologi Pola Perbaikan


Bahan Utama • Kotoran domba 75 % • Kotoran domba 80 %
• Hijauan tanaman 25 % • Arang sekam padi 10 %
• Serbuk gergaji • Dolomit 5 %
• Urea 2,5 %
• SP-36 2,5 %
Dekomposer • Dekomposer cara awal : 1 liter • Dekomposer cara perbaikan
(Pro Bion) : 1,25 Kg
Orientasi • Tradisional (subsisten) • Pabrikasi

69
Jurnal Agrikultura 2010, 21(1): 68-76 Pengkajian Pengembangan Model Pabrikasi Pupuk Organik ..., Agus Ruswandi

dengan pengembangan kelembagaan pabrikasi • Jika nilai MBCR < 1, maka tambahan
pupuk organik serta perilaku petani dalam pendapatan teknologi perbaikan lebih kecil dari
menggunakan pupuk. Oleh karena itu pengkajian ini pada tambahan biaya. Dengan kata lain,
bertujuan untuk mengetahui 1) tingkat kelayakan teknologi petani lebih menguntungkan dari pada
usaha pabrikasi pupuk organik skala pedesaan, 2) teknologi perbaikan.
masalah pengembangan pabrikasi pupuk organik • Jika nilai MBCR = 1, maka tambahan
(kompos) di pedesaan dan 3) faktor yang pendapatan teknologi perbaikan sama dengan
mempengaruhi perilaku petani dalam penggunaan tambahan biaya. Dengan kata lain, teknologi
pupuk. perbaikan tidak memberikan tambahan
pendapatan.
BAHAN DAN METODE
METODE Untuk mengetahui potensi dan faktor
penentu pengembangan model pabrikasi pupuk
Pengkajian dilakukan di Kecamatan Tamansari, Kota organik, digunakan data yang diperoleh melalui
Tasikmalaya, pada Bulan Mei- Desember 2009. expert meeting, kemudian data dianalisis secara
Lokasi pengkajian ditentukan secara purposive, deskriptif dan diinterpretasikan. Sedangkan untuk
dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tamansari mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku
merupakan salah satu sentra produksi ternak dan petani dalam penggunaan pupuk organik, digunakan
pernah diintroduksikan model pabrikasi pupuk analisis model Regresi Logistik Binari (Hosmer dan
kompos. Lemeshow et al., 1989) dan (Nachrowi et al., 2002).
Pengumpulan dan Analisis Data Dalam analisis ini, yang ingin diketahui adalah
Ada dua jenis data yang dikumpulkan yaitu data seberapa besar peluang petani menggunakan pupuk
primer dan data sekunder. Data sekunder kompos (dinotasikan dengan W=1), dan berapa besar
dikumpulkan dari instansi terkait, data primer peluang petani tidak menggunakan pupuk kompos
dikumpulkan melalui wawancara dan expert (W=0), dengan formulasi sebagai berikut :
meeting. Data primer yang dikumpulkan melalui 1
Pi = ;
wawancara terhadap 42 petani responden meliputi 1 + e −W
data input-output pabrikasi produksi pupuk kompos, dimana :
data perilaku petani dalam penggunaan pupuk Wi = β o + β1V 1 + β2V 2 + .... + β iVi + ε
organik. Sedangkan data faktor penentu
pengembangan model pabrikasi pupuk organik maka,
dikumpulkan melalui expert meeting.
Untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha 1 + e −Wi 1 e −Wi
1 − Pi = − =
dilakukan analisis finansial, sedangkan untuk 1 + e −Wi 1 + e −Wi 1 + e −Wi
mengukur tingkat kelayakan teknologi
menggunakan analisis Margin Benefit Cost Ratio 1
(MBCR). Analisis ini pernah digunakan oleh Pi −Wi 1
Hendayana (2006) untuk mengukur kelayakan = 1+e =
− Wi −
teknologi yang diperbaiki dibandingkan dengan
1 − Pi e e Wi
teknologi petani pada usahatani padi. Ketentuan 1 + e −Wi
analisis MBCR adalah sebagai berikut:
Pendapatan usaha pupuk pola perbaikan Sehinggga persamaannya dapat dituliskan,
– pendapatan usaha pupuk pola petani
MBCR = eWi = e β o + β1V 1 + β2V 2 + ..... + β iVi + ε
Biaya usaha pupuk pola perbaikan –
biaya usaha pupuk pola petani Model yang lebih sederhana dapat dituliskan sebagai
dimana: berikut :
• Jika nilai MBCR > 1, maka tambahan
P( W = 1 )
pendapatan teknologi perbaikan lebih tinggi = eWi
daripada tambahan biaya. Dengan kata lain,
P( W = 0 )
teknologi perbaikan lebih menguntungkan dari
ada teknologi petani, Dengan demikian,

70
Jurnal Agrikultura 2010, 21(1): 68-76 Pengkajian Pengembangan Model Pabrikasi Pupuk Organik ..., Agus Ruswandi

 P( W = 1 )  ;
Tabel 2. Karakteristik responden di Kecamatan
ln   = Wi Tamansari Kabupaten Tasikmalaya
 P( W = 0 ) 
dimana:
Status lahan garapan responden
Wi = β o + β1V 1 + β2V 2 + ..... + β iVi + ε Jenis lahan Milik Garap Jumlah Persen
(bata) (bata) (bata) (%)
 P( W = 1 ) 
ln   = βo + β1V 1 + β2V 2 + ....βiVi + ε sawah 91,24 21,95 113,19 33,92
 P( W = 0 ) 
darat 199,67 20,83 220,50 66,08
jumlah 290,90 42,78 333,69 100,00
dimana: Persen (%) 87,18 12,82 100,00
W : Penggunaan pupuk organik
(Variabel terikat) Rata-rata jumlah pengusahaan lahan adalah
β 1...Bi : Koefisien variabel tidak terikat 333,69 bata atau 0,47 ha per kepala keluarga (KK),
yang dapat dikatagorikan sebagai petani berlahan
V1…..Vi : Variabel bebas sempit. Berdasarkan jenis lahannya, sebagian besar
Є : Galat (66,08%) merupakan lahan darat, hal ini sesuai
dengan agroekologi dominan di Wilayah Kecamatan
Tamansari berupa lahan kering dataran rendah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan status lahan, sebagian besar (87,18 %)
merupakan lahan milik. Hal ini cukup penting dalam
Karakteristik Bio-
Bio-Fisik dan Kelembagaan Agribisnis upaya perbaikan teknologi di wilayah tersebut,
Wilayah Pengkajian dimana petani yang berusaha pada lahan milik, akan
Sebagian besar wilayah kecamatan Tamansari berupa lebih leluasa menentukan pilihan alternatif
lahan kering (49,06 %), dan lahan sawah (39,87 %), teknologi. Lain halnya pada lahan garapan,
dengan topografi yang cukup bergelombang. Salah pengambilan keputusan akan dipengaruhi oleh
satu masalah pada jenis lahan tersebut adalah mudah pemilik lahan.
erosi, kesuburan lahan dapat cepat menurun,
sehingga perlu adanya konservasi lahan serta asupan Tingkat Kelayakan Model
Model Pabrikasi Pupuk Organik
hara yang cukup. Masalah tersebut dapat diatasi Di Pedesaan
antara lain melalui pemberian pupuk organik. Model pabrikasi produksi pupuk kompos
Dengan demikian pada wilayah dengan kondisi skala pedesaan diintroduksikan dengan tujuan
seperti itu, keberadaan pupuk organik merupakan memperbaiki teknologi dan kelembagaan usaha
aspek penting dalam upaya meningkatkan produksi pupuk organik. Pada Tabel 3 disajikan
pemakaian pupuk berimbang dan konservasi analisis finansial produksi pupuk organik cara petani
kesuburan lahan, sehingga diharapkan akan tercipta dan cara introduksi.
peningkatan pendapatan usahatani secara Untuk melaksanakan teknologi perbaikan
berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan pendapat perlu tambahan biaya produksi, namun dari sisi
Krismawati et al., (2005) bahwa pemupukan pendapatan terjadi peningkatan dengan selisih Rp.
berdasarkan prinsif keseimbangan hara merupakan 174.872 ton-1. Peningkatan pendapatan ini
salah satu usaha untuk meningkatkan epektivitas disebabkan kualitas pupuk yang dihasilkan menjadi
mupun efisiensi pemupukan. lebih baik dan dapat meningkatkan harga jual dari
Rp 500 kg-1 menjadi Rp 700 kg-1. Berdasarkan
Karakteristik Responden keterangan petani pengelola, perbaikan teknologi
Karakteristik responden merupakan gambaran selain memperbaiki kualitas dan harga jual juga
karakteristik petani di lokasi pengkajian, sebagai meningkatkan volume penjualan.
bahan pertimbangan dalam upaya pemanfaatan hasil Dari sisi kelayakan usaha, produksi pupuk
pengkajian ini ke lokasi lain yang tentunya akan kompos baik dengan teknologi petani maupun
lebih baik apabila diterapkan di wilayah yang dengan teknologi perbaikan cukup menguntungkan,
karakteristik respondennya hampir sama. yang ditunjukkan dengan nilai R/C yang lebih dari 1.
Namun demikian, tingkat kelayakan teknologi
perbaikan lebih tinggi dibandingkan teknologi

71
Jurnal Agrikultura 2010, 21(1): 68-76 Pengkajian Pengembangan Model Pabrikasi Pupuk Organik ..., Agus Ruswandi

Tabel 3. Analisis usaha pupuk kompos cara petani dan cara introduksi per ton tahun 2009 per periode produksi
Teknologi Petani Teknologi Perbaikan
Harga Nilai Harga Nilai
Uraian Biaya Jumlah (Rp) (Rp) Jumlah (Rp) (Rp)

Pengeluaran
Biaya Bahan 204.700 242.328
Biaya Tenaga Kerja 122.500 110.000
Penyusutan 4.513 4.513
Total Biaya 331.712 356.840
Penerimaan -
Produksi (Kg) 1.000 500 500.000 1.000 700 700.000
Pendapatan Rp) 168.288 343.160
R/C 1,51 1,96
BCR 0,51 0,96

petani. Nilai BCR pada teknologi perbaikan lebih dari tambahan biayanya. Tambahan satu unit biaya
tinggi dibanding teknologi petani, yaitu 0,96. akibat penggantian teknologi dari teknologi petani
Dengan arti lain, dari modal yang diinventasikan ke teknologi perbaikan, akan menghasilkan
pada teknologi perbaikan menghasilkan pendapatan tambahan pendapatan sebesar 6,96 kali dari biaya
sebesar 96%. Sedangkan dengan teknologi petani tersebut.
menghasilkan pendapatan sebesar 51 %.
Potensi dan Faktor Penentu Pengembangan Model
Analisis Margin Benefit Cost Ratio (MBCR) Pabrikasi Pupuk Organik (Kompos) di Pedesaan
Teknologi perbaikan dikatakan lebih unggul, bila Potensi pengembangan pupuk organik
menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi Sejalan dengan semakin berkembangnya pertanian
dibandingkan dengan teknologi petani. Tingkat organik, permintaan terhadap pupuk kompos akan
keunggulan teknologi perbaikan dibanding teknologi terus meningkat. Di pedesaan sentra produksi ternak
petani dapat digambarkan oleh nilai MBCR pada umumnya tersedia cukup banyak kotoran ternak,
Tabel 4. yang pada beberapa lokasi masih dianggap sebagai
MBCR bernilai 6,96 (> 1), artinya bahwa barang yang kurang bernilai ekonomis dan dianggap
teknologi perbaikan lebih unggul dibandingkan sebagai barang gratis. Penggunaan kotoran ternak
teknologi petani. Dengan kata lain, tambahan hanya sebatas untuk keperluan sendiri tidak diolah
pendapatan pada teknologi perbaikan lebih tinggi menjadi barang yang lebih bernilai ekonomis

Tabel 4. Analisis MBCR produksi pupuk organik per ton tahun 2009
Teknologi
Uraian Biaya Teknologi Petani MBCR
Perbaikan
Pengeluaran
1. Bahan (Rp) 204.700 242.328
2. Tenaga kerja (Rp) 122.500 110.000
3. Penyusutan alat dan mesin (Rp) 4.513 4.513
Total Biaya 331.712 356.840
Penerimaan
1. Produksi (Kg) 1000 1000
2. Harga (Rp/Kg)) 500 700
3. Penerimaan (Rp) 500.000 700.000
4. Pendapatan (Rp) 168.288 343.160
5. R/C 1,51 1,96
6. BCR 0,51 0,96 6,96

72
Jurnal Agrikultura 2010, 21(1): 68-76 Pengkajian Pengembangan Model Pabrikasi Pupuk Organik ..., Agus Ruswandi

menjadi pupuk kompos. Ketersediaan kotoran ternak Tabel 5. Faktor potensi dan faktor masalah dalam
yang cukup berlimpah dipedesaan akan lebih Pengembangan model pabrikasi pupuk
ekonomis apabila dikembangkan pabrik yang organik di Kecamatan Tamansari, Kota
memproduksi pupuk kompos dengan skala pedesaan. Tasikmalaya tahun 2009.

Faktor penentu pengembangan model pabrikasi Faktor Potensi Faktor Masalah


pupuk organik di pedesaan
1) Keberadaan ternak Tingkat produksi pupuk
Untuk mengidentifikasi faktor penentu
yang mencukupi kompos masih jauh dibawah
pengembangan model pabrikasi pupuk organik di sebagai pemasok bahan kapasitas produksi
pedesaan, dikumpulkan data melalui expert meeting baku (kotoran) di
yang melibatkan beberapa komponen antara lain tingkat lokasi
Kelompok Tani pengelola pabrik pupuk kompos, 2) Ketersediaan tenaga Pemasaran hasil produksi
petani, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) kerja yang cukup
Jawa Barat, Dinas Pertanian setempat, penyuluh berlimpah di pedesaan
pertanian, konsumen pupuk organik, aparat desa dan
3) Kedekatan tempat Kemampuan permodalan di
Bappeda Provinsi Jawa Barat. Dari hasil expert roduksi dengan tingkat pedesaan/petani
meeting tersebut teridentifikasi faktor utama yang produsen (pengguna
menentukan dalam pengembangan model pabrikasi pupuk kompos/petani)
produksi pupuk organik, yang dapat diklasifikasikan 4) Terdapat lembaga 1. Keberadaan
menjadi dua faktor yaitu faktor potensi dan faktor kelompoktani, yang program/kegiatan replikasi
masalah di lokasi pengkajian (Tabel 5). dapat dijadikan model dari intansi terkait.
lembaga basis 2. Keterampilan petani dalam
pengelola pabrik produksi pupuk kompos.
pupuk kompos 3. Tingkat pengetahuan
petani dalam aplikasi
pupuk, khususnya pupuk
organik

Gambar 1. Masalah pengembangan model pabrikasi pupuk organik

73
Jurnal Agrikultura 2010, 21(1): 68-76 Pengkajian Pengembangan Model Pabrikasi Pupuk Organik ..., Agus Ruswandi

Berdasarkan faktor masalah dapat peluang kejadian lainnya (Y=0). Dari hasil analisis di
diidentifikasi bahwa pemasaran merupakan masalah atas dapat diartikan bahwa, jika semua variabel bebas
pokok yang mentukan tingkat produksi pabrik dalam kadaan cateris paribus (bernilai 0), maka
pupuk organik. Tingkat produksi yang dilakukan peluang terjadinya petani menggunakan pupuk
pabrik pupuk oragnik menyesuaikan permintaan kompos sebesar nilai intersepnya yaitu 0,41 %.
pasar meskipun pada umumnya pabrik tersebut Dengan kata lain, peluang petani menggunakan
masih mampu untuk meningkatkan kapasitas pupuk organik sangat kecil. Hal ini juga
produksi. mengindikasikan kecocokan model regresi yang
Petani akan tertarik membuat pabrik diterapkan ini. Hasil analisis seperti yang
apabila kemampuan teknologi memadai, bahan baku diperlihatkan pada tabel 6 mempunyai nilai uji wald
tersedia, serta modal tersedia. Berdasarkan lebih besar dari 0, yang berarti bahwa masing-
keterangan dari peserta expert meeting, salah satu masing variabel tersebut secara parsial signifikan
bahan penting dalam produksi pupuk kompos adalah mempengaruhi motivasi petani untuk menggunakan
dekomposer yang dapat diperoleh dari toko atau pupuk organik.
diproduksi sendiri. Keterampilan petani dalam Berdasarkan hasil analisis tersebut, motivasi
memproduksi dekomposer dari bahan baku lokal petani dalam menggunakan pupuk kompos secara
dapat menjadi pemicu untuk memproduksi pupuk signifikan dipengaruhi oleh 1) persentase tanaman
organik (kompos). Namun saat ini, pengetahuan palawija pada lahannya, 2) keterampilan dalam
petani terhadap dekomposer umumnya masih masih membuat pupuk kompos, terutama penggunaan
belum begitu baik. Dengan demikian, peningkatan dekomposer dan 3) jumlah pemilikan ternak.
kemampuan teknologi dekomposer memegang Semakin besar proporsi luas tanaman semusim akan
peranan penting dalam upaya pengembangan meningkatkan peluang menggunakan pupuk
pabrikasi pupuk organik di pedesaan. Hubungan kompos, tingkat pengetahuan petani terhadap
antar masalah tersebut dapat diilustrasikan dalam ketersediaan dekomposer secara lokal dapat
bentuk pohon masalah pengembangan model meningkatkan peluang petani untuk menggunakan
pabrikasi pupuk organik, seperti pada Gambar 1. pupuk kompos. Semakin tinggi peluang petani
tersebut dalam menggunakan pupuk kompos.
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Petani Dalam
Penggunaan Pupuk SIMPULAN
Dari hasil analisis Model Regresi Logistik Binari
diperoleh data hasil analisis seperti terlihat pada Usaha pabrikasi pupuk organik skala pedesaan
Tabel 6. dengan model introduksi mempunyai kelayakan
Koefisien determinan (R2) mempunyai nilai usaha yang lebih tinggi, sehingga layak
yang cukup besar yaitu 0,739. Hal yang paling dikembangkan meskipun R/C dan MBCR untuk
penting dalam hasil analisis dengan model ini adalah pabrik model introduksi lebih tinggi daripada model
nilai odd rationya, yang merupakan ukuran peluang petani. Nilai MBCR untuk teknologi introduksi
terjadinya suatu kejadian (Y=1) dibanding dengan adalah 6.69 (>1) yang mengindikasikan bahwa model

Tabel 6. Analisis faktor yang mempengaruhi petani dalam menggunakan pupuk kompos

Variabel Bebas B S.E. Wald Sign. Odd Ratio


Persentase tanaman palawija pada
0,092 0,040 5,188 0,023 *) 1,097
lahannya (%)
Mengetahui epektivitas kegunaan
-0,155 1,537 0,010 0,920 0,857
pupuk kompos (Dummy)
Keterampilan produksi pukpos
4,210 1,680 6,281 0,012*) 67,357
(dummy)
Jumlah pemilikan ternak (ekor) 0.628 0,373 2,834 0,092*) 1,873
Konstanta -5,500 2,203 6,231 0,013*) 0,004
2
R = 0,739
.Keterangan : variable terikat : penggunaan pupuk kompos (Y)
*) Signifikan pada α < 10 %

74
Jurnal Agrikultura 2010, 21(1): 68-76 Pengkajian Pengembangan Model Pabrikasi Pupuk Organik ..., Agus Ruswandi

teknologi lebih layak dan dapat dikembangkan di Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.
wilayah lain. Masalah utama pendirian pabrik pupuk Buku II hal: 661-671.
organik di pedesaan yaitu tingkat produksinya masih Hartatik, W dan LR.Widowati. 2006. Pupuk
di bawah kapasitas produksi optimum karena Kandang. Dalam Simanungkalit, R.D.M.,
pemasaran hasil yang kurang baik. Peluang petani Didi Ardi Suriadikarta, Rasti Saraswati, Diah
menggunakan pupuk organik dipengaruhi oleh Setyorini, dan Wiwiek Hartatik. Pupuk
beberapa faktor yaitu proporsi tanaman semusim Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar
yang diusahakan, kepemilikan ternak, serta Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya
keterampilan membuat pupuk kompos. Pertanian, Bogor. Hal. 59-82.
Hendayana, R. 2006. Dampak penerapan teknologi
SARAN terhadap perubahan struktur biaya dan
pendapatan usahatani padi. Dalam
Usaha pabrikasi pupuk organik di pedesaan cukup Amiruddin Syam., Idris Hadadde., Entis
menguntungkan, sehingga layak dikembangkan Sutisna., Muh Alwi Mustaha., dan I Wayan
(direplikasi) ke wilayah lain. Tingkat produksi Rusastra. 2006. Prosiding Seminar Nasional
pabrik pupuk organik di pedesaan, sangat Akselerasi Inovasi Teknologi Spesifik Lokasi
bergantung kapada kepastian pemasaran produk Menuju Pertanian Berkelanjutan, Kendari,
sehingga perlu adanya pendampingan/pembinaan 18-19 Juli 2005. Balai Besar Pengkajian dan
dalam pemasaran pupuk organik yang dihasilkan, Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.
supaya pabrik tersebut dapat berproduksi sesuai Buku I hal: 135-143.
kemampuan kapasitas produksinya. Untuk memacu Hidayanto, M. 1999. Pengaruh pemberian pupuk
penyebaran model pabrikasi pupuk organik di kandang ayam dan pengaruh SP-36
pedesaan perlu adanya kepemihakan yang lebih terhadap pertumbuhan dan produksi
tinggi dari pemerintah yang diindikasikan dengan tanaman melon (Cucumis melo L). Jurnal
peningkatan kegiatan pengembangan model Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
pabrikasi pupuk kompos. Pengembangan model Pertanian Volume 2 No 1, Tahun 1999.
pabrikasi pupuk organik harus diarahkan ke wilayah Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian,
yang dominan mengusahakan tanaman semusim, Bogor. Hal: 15-18.
didukung oleh ketersediaan ternak yang memadai, Hosmer DW and S Lemeshow. 1989. Applied
serta harus disertai dengan upaya peningkatan Logistic Regression. John Wiley and Sons,
keterampilan mengolah pupuk kompos, terutama New York, USA. P. 307.
penggunaan dekomposer. Krismawati, Amik, M. Anang Firmansyah. 2005.
Kajian pupuk alternatif di lahan kering
DAFTAR PUSTAKA Kalimantan Tengah. Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian
Adiningsih, JS. 2005. Peranan bahan organik tanah Volume 8 Nomor 3, Nopember 2005. Pusat
dalam meningkatkan kualitas dan Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
produktivitas lahan pertanian. Materi Pertanian, Bogor. Hal: 352-362.
Workshop dan Kongres Nasional II Nachrowi, NJ dan U Hardius. 2002. Penggunaan
Maporina. Sekretariat Maporina, Jakarta Teknik Ekonometri. Pendekatan Populer &
(Tidak Dipublikasikan) Praktis Dilengkapi Teknik Analisis &
Baharudin dan Sahardi. 2006. Kajian penggunaan Pengolahan Data dengan Menggunakan
pupuk organik dan anorganik terhadap Paket Program SPSS. PT. Raja Grafindo
pertumbuhan dan produktivitas lada pada Persada. Jakarta.
integrasi lada ternak. Dalam Amiruddin Sabran, M., Koesrini, dan Susilowati. 2008. Kajian
Syam., Idris Hadadde., Entis Sutisna., Muh penggunaan pupuk kandang pada dua
Alwi Mustaha., dan I Wayan Rusastra. 2006. varietas kedelai adaptif di lahan sulfat
Prosiding Seminar Nasional Akselerasi masam. Jurnal Pengkajian dan
Inovasi Teknologi Spesifik Lokasi Menuju Pengembangan Teknologi Pertanian
Pertanian Berkelanjutan, Kendari, 18-19 Juli Volume 11 No 3, Nopember 2008. Balai
2005. Balai Besar Pengkajian dan

75
Jurnal Agrikultura 2010, 21(1): 68-76 Pengkajian Pengembangan Model Pabrikasi Pupuk Organik ..., Agus Ruswandi

Besar Pengkajian dan Pengembangan Hartatik. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk
Teknologi Pertanian, Bogor. Hal: 238-245. Hayati. Balai Besar Penelitian dan
Setyorini, D, R Saraswati dan EK Anwar. 2006. Pengembangan Sumber Daya Lahan
Kompos. Dalam Simanungkalit, R.D.M., Pertanian, Bogor. Hal: 1-10.
Didi Ardi Suriadikarta, Rasti Saraswati, Diah Susanto, A.N. 2005. Pemetaan dan pengelolaan status
Setyorini, dan Wiwiek Hartatik. Pupuk kesuburan tanah di dataran Wai Apu, Pulau
Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Buru. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Teknologi Pertanian Volume 8 Nomor 3,
Bogor. hal: 11-40. Nopember 2005. Pusat Analisis Sosial
Simanungkalit, RDM. 2006. Prospek Pupuk Organik Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
dan Pupuk Hayati di Indonesia. Dalam Hal: 315-332.
Simanungkalit, R.D.M., Didi Ardi Tandisau, Peter., A. Darmawidah A., Warda, dan
Suriadikarta, Rasti Saraswati, Diah Idaryani. 2005. Kajian penggunaan pupuk
Setyorini, dan Wiwiek Hartatik. Pupuk organik sampah Kota Makasar pada tanaman
Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar cabai (Capsicum annum L). Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian, Bogor. Hal: 265-272. Pertanian Volume 8 Nomor 3, Nopember
Simanungkalit, R.D.M., Didi Ardi Suriadikarta, Rasti 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Saraswati, Diah Setyorini, dan Wiwiek Kebijakan Pertanian, Bogor. Hal: 372-380.

76

You might also like