You are on page 1of 9

PENGARUH DAN PEMENGARUH BUNYI

(Tinjauan Fonetik pada Kosa Kata Bahasa Indonesia)

Armia
Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh
Pos-el: armiaibrahim@gmail.com

Abstract
Many speakers of Indonesian are not aware of phonetic influences and influencers in
pronouncing Indonesian vocabulary.Therefore, speaker used to pronounce other sounds
to the words he expected to. This descriptive qualitative study aimed to explore the
influencer and influenced sounds found at certain Indonesian vocabulary
pronunciations. By using record and transcription technique, the research found that
sounds affected by Indonesian vocabulary pronunciation are occurred almost in all
places of articulation such as (a) the progressive assimilation [ai], [au] regressive
assimilation / ŋ /, / ñ /, / š / (b ) labial [j], [p], [u], retroflextioni [k], palatal [p],
velarization [m], glotal [o], [a], [k], and (c) aspiration [b] . [d], [h], [g], the release
consists of; loose sharp or fully marked off by [...], off the nasal characterized by [... N],
off the side marked with the [...1], affricative sound [ t] is pronounced [ts] etc. The
articulation of the sound effects accompanying the occurrence labialization,
retroflextion, falatalization, velarization, glotalization, and the effect of noise due to the
distribution of aspiration, release, (off sharp or full off, remove nasal, off side,
affricative that occurred full of hormogane and part due voiced to the position of the
vocal cords as defenders, namely " voiceless" between consonant sounds [p] and [b], [t]
and [d], [c] and [ j], and [k] and [g]. so, apart from the use of the vocal cords, there is
no any between the consonant pair.

Key words: influence, influencers, sound

PENDAHULUAN Disadari atau tidak, bunyi yang muncul


pada saat melafalkan bunyi lain itu
Secara fonetik artikulatoris adalah merupakan sebagai bunyi pemengaruh.
hal pertama yang harus dibicarakan Sedangkan bunyi yang dipengaruhi oleh
adalah alat ucap manusia untuk bunyi lain itu dinamakan sebagai bunyi
menghasilkan bunyi (Chaer, 2003:104). yang mendapat pengaruh. Akibat dari
Bunyi bahasa merupakan bunyi yang pengaruh dan pemengaruh itu terjadi
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Oleh proses tertentu dalam pelafalan bunyi
karena itu, setiap bunyi yang bukan bahasa.
keluar dari alat ucap manusia bukan Bunyi-bunyi yang muncul secara
bunyi bahasa. Dalam menghasilkan serta merta itu dalam bahasa Indonesia
bunyi alat ucap manusia mengalami bukanlah sebagai sebuah fonem. Hal itu
proses pelafalannya. Dalam proses disebabkan karena kehadiran fonem
tersebut bunyi yang diucapkan sering pemengaruh itu tidak membedakan
mengalami pengaruh atau dipengaruhi makna dalam bahasa Indonesia.
oleh bunyi lain. Atau dengan kata lain Berdasarkan identifikasi fonem, untuk
bunyi tertentu sering muncul pada saat melihat sebuah fonem atau bukan, kita
diucapkan sebuah bunyi. Bunyi yang harus mencari sebuah satuan bahasa,
memepengaruhi itu memang tidak biasanya sebuah kata, yang mangandung
diinginkan oleh penutur suatu bahasa bunyi tersebut, lalu membandingkannya
namun bunyi itu muncul secara serta dengan satuan bahasa lain yang mirip
merta dalam pelafalan sebuah bunyi. dengan satuan bahasa pertama. Kalau

1
ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda bahasa serta pengklasifikasian bahasa
maknanya, maka berarti bunyi tersebut berdasarkan artikulasinya, (b)
adalah sebuah fonem, karena dia bisa fonetik akustis yakni fonetik yang
atau berfungsi membedakan makna mempelajari bunyi bahasa yang berupa
satuan bahasa itu (Chaer, 2003:125). getaran udara dan mengkaji tentang
Hal tersebut di atas dapat dilihat frekuensi getaran bunyi, amplitudo,
dalam bahasa Inggris untuk fonem /t/ intensitas dan timbrenya, (c)
dan /th/ bukanlah dua fonem, melainkan fonetik auditoris yakni fonetik yang
dua bunyi dari sebuah fonem yang sama mempelajari bagaimana mekanisme
yaitu fonem /t/. Atau dengan kata lain telinga menerima bunyi sebagai hasil
kedua bunyi tersebut adalah alofon. Lain dari udara yang bergetar.
halnya dalam bahasa Mandarin bukanlah Berdasarkan tiga jenis fonetik di atas,
dua alofon dari sebuah fonem, yakni bagaimana diucapkan, proses
melainkan masing-masing merupakan hembusan udara, dan bagaimana
fonem yang berbeda, yaitu fonem /t/ dan penerimaannya akan menentukan bunyi
/th/ (Chaer, 2003:127). apa yang muncul pada saat proses
Penelitian ini khusus melihat artikulasi itu. Ketiga fonetik itu saling
pengaruh dan pemengaruh bunyi dalam berhubungan satu sama lainnya karena
melafalkan kosa kata bahasa Indonesia. sebuah bunyi yang diartikulasi dengan
Pengaruh dan pemengaruh itu muncul baik apabila penerima/pendengar tidak
secara alamiah pada tinjauan fonetik baik maka hasil dari artikulasi itu juga
bahasa Indonesia. Pengaruh-pengaruh tidak membawa hasil yang baik. Oleh
itu sebagai letupan-letupan pada awal karena itu, ketiga jenis fonetik di atas
dan akhir kata yang diucapkan. Letupan- saling mendukung satu dengan yang
letupan itu muncul karena pelafalan lainnya.
kata-kata secara kontinyu dalam Namun demikian, penelitian ini
kalimat-kalimat. Apabila kata-kata itu hanya menitikberatkan pada hasil
diucapkan secara terpisah satu sama lain artikulasinya. Dengan melihat
letupan-letupan atau pengaruh dan bagaimana bunyi itu dihasilkan, secara
pemengaruh pada kosa kata itu sangat detail akan terdengar bunyi-bunyi yang
minimal. dihasilkan oleh alat ucap dan bunyi-
Pengaruh dan pemengaruh bunyi apa yang mendapat pengaruh dan
bunyi itu hanya dapat dikaji secara bunyi apa saja sebagai pemengaruhnya.
fonetik. Bunyi-bunyi yang dikaji secara Hal tersebut perlu dikaji karena dalam
fonetik dilihat secara objektif bahasa Indonesia banyak terjadi variasi-
bagaimana bunyi itu dihasilkan. variasi bunyi yang mendapat pengaruh
Pengaruh bunyi bahasa muncul sebagai dari bunyi lain dan terdapat bunyi-bunyi
akibat proses asimilasi, sedangkan sebagai pemengaruh terhadap bunyi lain.
pemengaruh bunyi bahasa merupakan Pengaruh dan pemengaruh bunyi
tempat artikulasi yang mempengaruhi bahasa itu muncul karena (1) adanya
bunyi yang disebut artikulasi letupan udara yang keluar dari alat ucap
penyerta/artikulasi sekunder/koartikulasi manusia secara mendesak dalam
(Marsono, 1989:108). pengucapan kosa kata bahasa Indonesia,
Chaer(2003:103) mengklasifikasi (2) pengaruh bahasa pertama/bahasa ibu
fonetik menjadi tiga jenis, yaitu: (a) (B1) pada penutur yang kerap
fonetik artikulatoris yakni fonetik yang menggunankan B1. (3) interferensi
mempelajari bagaimana mekanisme alat- dalam bahasa Indonesia juga
alat ucap manusia menghasilkan bunyi

2
dipengaruhi oleh fonemdariB1. bahasa pada umumnya merupakan baki
atau sisa dari sebuah sistem proses-
METODE PENELITIAN proses nurani (kodrati) yang
diselaraskan dengan cara-cara tertentu
Penelitian ini menggunakan oleh pengalaman-pengalaman linguistik.
metode deskripsi kualitatif, artinya Stampe seterusnya juga menambahkan,
penelitian ini mendeskripsikan secara bahwa satu proses fonologi
kualitatif bunyi yang mempengaruhi mengabungkan satu calon oposisi
bunyi lainnya dan mendeskripsikan fonologi ke dalam anggota oposisi itu
bunyi-bunyi yang mendapat pengaruh. yang paling sedikit mengalami
Setiap bunyi yang mendapat pengaruh penyekatan-penyekatan (pembatasan-
dari bunyi lain akan dideskripsikan dan pembatasan) kemampuan pengucapan
bunyi-bunyi apakah sebagai pemengaruh manusia.
bunyi dalam kosa kata bahasaIndonesia. Berdasarkan teori yang
Teknik analisis data digunakan dikembangkan Stampe dapatlah
teknik rekam dan teknik catat. Peneliti dipahami bahwa dalam pengucapan
merekam dan mencatat setiap kosa kata bunyi-bunyi bahasa secara nyata
yang mengalami pengaruh dari bunyi mengalami proses-proses dalam
lainnya. Kemudian dianalisis pelafalan bunyi. Dalam pelafalan itu,
berdasarkan daerah dan cara artikulasi terjadilah pengaruh dan pemengaruh
setiap bunyi yang diucapkan oleh alat dalam pelafalan bunyi. Penelitian ini
ucap manusia. Berdasarkan analisis itu, dikhususkan pada pelafalan bunyi dalam
ditentukan pemengaruh dan pemengaruh kosa kata bahasa Indonesia. Pengaruh
bunyi bahasa pada kosa kata bahasa dan pemengaruh itu perlu dideskripsikan
Indonesia. dan diklasifikasikan dengan baik.
Dengan mengetahui fonem-fonem yang
PEMBAHASAN mendapat pengaruh dan fonem-fonem
sebagai pemengaruhnya, pengguna
Kosa kata bahasa Indonesia bahasa Indonesia harus mengucapkan
tentunya diucapkan dengan fonem- fonem dengan baik. Walaupun tidak
fonem bahasa Indonesia. Fonem-fonem dapat dihindari, penutur bahasa
bahasa Indonesia itu keluar dari alat Indonesia setidaknya sadar bahwa
ucap manusia. Alat ucap manusia fonem yang diucapkannya mendapat
tentunya memiliki kekhasan dalam pengaruh dari fonem lain. Penutur
melafalkan bunyi sehingga ada fonem- bahasa Indonesia juga diharapkan dapat
fonem yang diucapkan mendapat mengetahui fonem-fonem apa saja yang
pengaruh dari fonem lain. Selain itu, mendapat pengaruh dan fonem apa saja
juga terdapat fonem-fonem yang yang mempengaruhinya.
mempengaruhi fonem lain atau dengan Sebagai akibat dari pengaruh dan
kata lain dikatakan sebagai pemengaruh. pemengaruh fonem itu, perlu diketahui
Dengan demikian dalam menghasilkan proses pengaruh dan pemengaruh bunyi-
fonem terdapat pengaruh dan bunyi, apa sebabnya dan bagaimana
pemengaruhnya. proses pengaruhnya. Pengaruh-pengaruh
Penelitian ini menggunakan teori tersebut tidak dapat dihindari oleh
yang dikemukakan oleh David Stampe penutur suatu bahasa. Hal tersebut
(1965, 1969, 1972, 1973) dalam disebabkan pengaruh fonem tertentu
Simajuntak (2009:149). Teori ini dalam pengucapan sebuah kata.
berasumsi bahwa sistem fonologi suatu Kehadiran fonem-fonem lain sebagai

3
pemengaruh dalam pengucapan kata yang tidak mendapat tekanan suara
tidak dapat dihindari karena fonem itu diasimilasikan kepada vokal yang
sekaligus berfungsi sebagai puncak mendapat tekanan suara  /bu:du/,
dalam kata itu. “hammer” yang muncul di depan atau
Kehadiran fonem-fonem dalam di belakangnya. “bacoa” /ha:ma/.
pengucapan kata-kata tertentu Asimilasi progresif terjadi
melahirkan suatu proses yang apabila arah pengaruh bunyi itu ke
dinamakan proses asimilasi. Proses depan. Misalnya, dalam bahasa
asimilasi itu diklasifikasi berdasarkan Indonesia perubahan bunyi [t] yang
proses pengaruh bunyi itu, baik biasanya diucapkan apiko-dental seperti
pengaruh ke depan atau pengaruh ke pada kata tetapi, tetapi dalam kata
belakang. Proses pengaruh itu apabila stasiun diucapkan secara lamino-
arah pengaruhnya ke depan dinamakan alveolar [t]. Perubahan letup apiko-
asimilasi progresif (Chaer, 2009:133). dental [t] menjadi letup laminoalveolar
Dalam asimilasi progresif sering terjadi [t] karena pengaruh secara progresif dari
pada kosa kata yang terdapat diftong. bunyi geseran lamino-alveolar [s]
Asimilasi tersebut dapat dilihat pada (Marsono, 1989:108).
kata /sungai/ diasimilasikan [sunge], Sedangkan proses asimilasi yang
/bangau/ diasimilasikan [bangaw]. terjadi apabila arah pengaruhnya ke
Simajuntak (2003:162) belakang dinamakan asimilasi regresif.
menyebut-kan proses asimilasi, yaitu Asimilasi ini dapat terjadi pada fonem-
kecendrungan untuk mengasimilasi fonem yang dibentuk oleh dua
sebuah segmen kepada segmen lain grafem/huruf yakni <ng>, <ny>, <sy>.
dalam satu suku kata. Proses ini terdiri Kedua grafem/huruf tersebut
dari (a) penyuaraan: bunyi-bunyi diasimilasikan ke dalam satu fonem /ŋ/,
konsonan cendrung disuarakan apabila /ñ/, /Š/. Asimilasi regresif ini kerap
muncul di depan satu vokal, dan tidak terjadi dan sudah menjadi sesuatu yang
disuarakan /daini/, “bird” /be:be/, terjadi secara alamiah dalam kosa kata
“tiny” apabila muncul di akhir bahasa Indonesia. Asimilasi regresif
kata.”paper” /bit/. (b) keharmonisan terjadi apabila arah pengaruh bunyi itu
konsonan: bunyi-bunyi konsonan ke belakang.Misalnya perubahan bunyi
cenderung berasimilasi satu sama lain [n] yang biasanya dalam bahasa
dalam konteks K1VK2(X). Pola yang Indonesia diucapkan secara apiko-
sering muncul ialah: (i) asimilasi velar alveolar seperti pada kata aman, tetapi
atau velar lunak: konsonan-konsonan dalam kata pandan nasal sebelum [d]
apikal cenderung berasimilasi dengan diucapkan secara apikopalatal [n].
konsonan velar lunak berdekatan. /gan/. Perubahan nasal apiko-alveolar [n]
(ii) Asimilasi labial: konsonan- menjadi nasal apiko-palatal [n] karena
konsonan/gak/, “tongue” “duck” pengaruh secara regresif dari bunyi letup
apikal cenderung berasimilasi dengan palatal [d]. Dengan demikian, tulisan
konsonan labial berdekatan: “tub” fonetis untuk kata pandan dalam bahasa
/bejp/. (iii) denasalisasi: satu konsonan Indonesia ialah [pandan] (Marsono,
sengau akan/bab/, “tape” 1989:108).
diasimilasikan (dihilangkan sengaunya) Pengaruh bunyi juga dapat
apabila muncul di lingkungan satu  terjadi karena artikulasi penyerta. Bunyi
/poto/, “melade” (sakit) konsonan tidak yang secara primer sama bisa diucapkan
sengau. “mouton”(biri-biri)” /bala:d/. berbeda karena adanya bunyi lain yang
(c) asimilasi vokal progresif: satu vokal mengikutinya. Perbedaan ucapan suatu

4
bunyi dengan ucapan yang berlainan progresif fonem konsonan tetapi juga
disebabkan oleh artikulasi penyerta, ko- asimilasi progresif fonem vokal.
artikulasi sekunder bunyi yang Retrofleksi, yaitu penarikan ujung lidah
mengikutinya (Bloch & Trager, ke belakang pada artikulasi primer,
1942:29). Misalnya, bunyi [k] dalam sehingga terdengar bunyi [r] pada bunyi
kata kucing dengan bunyi [k] dalam kata utama. Misalnya, [kr] dari bunyi [k]
kijang berbeda, walaupun menurut pada kata [kardus], [kartu], [karpet],
biasanya atau menurut artikulasi [karbon] dan sebagainya. Bunyi [r] itu
primernya sama, yaitu merupakan bunyi semakin dominan terdengar apabila
dorso-velar yang dibentuk dengan kata-kata tersebut dilaparkan dengan
artikulasi pangkal lidah dan langit-langit nada yang lebih tinggi.
lunak. Perbedaan itu disebabkan oleh Proses pengaruh bunyi yang
adanya bunyi vokal yang langsung disebabkan oleh palatalisasi, yaitu
mengikutinya. Karena bunyi [u] yang pengangkatan daun lidah ke arah
langsung mengikuti [k] pada kata kucing langhit-langit keras pada artikulasi
merupakan vokal atas belakang-bulat, primer. Misalnya kata yang dimulai
maka [k] diucapkan dengan lidah lebih dengan bunyi [p] pada kata [piara],
ke belakang dan bentuk bibir agak [piatu], terdengar sebagai [py]
dimoncongkan. Hal itu berbeda dengan (Marsono, 1989:109). Berdasarkan
bunyi [k] dalam kata kijang, karena contoh tersebut dalam palatalisasi,
bunyi [I] yang mengikutinya merupakan kehadiran bunyi [y] membuat kata-kata
vokal atas-depan-tak bulat, maka [k] itu tersebut seolah-olah kata-kata itu
diucapkan dengan lidah lebih ke depan mendapat konsonan /y/ setelah konsonan
dan bentuk bibir terbentang tidakbulat. /p/.
Proses pengaruh bunyi yang Proses pengaruh bunyi juga
disebabkan oleh artikulasi penyerta dapat terjadi karena velarisasi. Velarisasi
dapat dibedakan atas: labialisasi, merupakan suatu aktivitas
retrospeksi, palatalisasi, velarisasi, dan pengangkatan pangkal lidah ke arah
glotalisasi (Marsono, 1989:109). langit-langit lunak pada artikulasi
Proses pengaruh bunyi yang primer. Misalnya kata yang diawali
disebabkan oleh artikulasi ini dibedakan dengan bunyi [m], bunyi [m] itu akan
menjadi labialisasi, retrofleksi, terdengar [mx]. Velarisasi itu dapat
palatalisasi, velarisasi, glotalisasi. dilihat terjadi pada kata [mahluk],
Proses-proses itu secara rinci [maksimal], [maksud] dan sebagainya.
dideskripsikan sebagai berikut. Dengan kata lain, velarisasi hanya akan
Proses pengaruh bunyi yang disebabkan terjadi apabila kata-kata yang diawali
oleh labialisasi, yaitu pembulatan bibir dengan konsonan /m/ diikuti dengan
pada artikulasi primer sehingga vokal /a/ dan konsonan /h/ atau /k/.
terdengar bunyi semi-vokal [w] pada Apabila kata yang diawali dengan
bunyi utama tersebut. Misalnya, pada konsonan /m/ tidak diikuti oleh vokal /a/
kata tujuan terdengar sebagai bunyi [jw], dan konsonan /h/ atau /k/, maka proses
pada kata lampuan terdengar [pw], dan velarisasi tidak akan terjadi.
pada kata uang terdengar Proses pengaruh bunyi yang
[uw].Berdasarkan contoh tersebut disebabkan oleh proses penyerta
labialisasi dapat terjadi pada fonem hambatan pada glottis atau glottis
konsonan dan fonem konsonan. Oleh tertutup rapat pada saat artikulasi primer
karena itu, pengaruh fonem bilabiar itu diucapkan. Glotalisasi yaitu proses
tidak hanya terjadi pada asimilasi penyerta vokal dalam bahasa Indonesia

5
sering diglotalisasi. Misalnya, bunyi [o], membunyikan kata-kata dengan aspirasi
[a], [k],. Glotalisasi itu dapat (tiupan atau hembusan udara) yang agak
diperhatikan pada kata [obat], [saat], kuat: [phisaN], [phasaN], [phetaN], dan
[ma?sud], dan [ra?yat]. Kata-kata yang seterusnya. Dengan atau tanpa aspirasi
mengalami glotalisasi itu terdengar arti kata-kata itu tidak berubah. Oleh
bunyi [‘], dan [?]. Glotalisasi dapat karena arti tidak berubah, maka aspirasi
terjadi pada awal dan tengah kata. dalam bahasa Indonesia (Melayu)
Pengaruh bunyi juga dapat disebut tidak fonemik dan oleh karena
terjadi karena distribusi. Pengaruh bunyi itu semua bentuk representasi fonetik ini
karena distribusi menimbulkan proses- dilambangkan di dalam otak [P], yaitu
proses (a) aspirasi, (b) pelepasan yakni pada peringkat struktur permukaan.
(lepas tajam atau lepas penuh, lepas Pelepasan, yaitu pengucapan
nasal, lepas sampingan, dan bunyi hambat letup yang seharusnya
pengafrikatan). Aspirasi merupakan dihambat tetapi tidak dihambat dan
pengaruh bunyi karena distribusi dengan serentak bunyi berikutnya
konsonan penyerta dalam mengucapkan diucapkan. Hambatan atau letupan itu
sebuah kata. Aspirasi adalah pengucapan dilepaskan atau atau dibebaskan.
suatu bunyi yang disertai dengan Pelepasan dibedakan menjadi tiga, yaitu
hembusan keluarnya udara dengan kuat lepas tajam atau lepas penuh, lepas
sehingga terdengan bunyi [h] pada nasal, lepas sampingan.
letupan konsonan yang mengalami Lepas tajam atau lepas penuh,
aspirasi bunyi. Bunyi [h] akan terdengan yaitu pelepasan alat-alat artikulasi dari
letupan pada konsonan hambat bersuara, titik artikulasinya yang terjadi secara
bilabiar [p], konsonan hambat tak tajam atau secara penuh. Lepas tajam
bersuara [b], konsonan hambat atau lepas penuh ialah pelepasan alat-
bersuara, alveolar/dental [d], konsonan alat artikulasi dari titik artikulasinya
afrikat bersuara, palatal [j], konsonan yang terjadi secara tajam atau secara
hambat bersuara , velar [g] sehingga penuh. Misalnya, suatu bunyi hambat
terdengar [bh], [ph], [dh], [jh], [gh]. letup dalam bahasa Indonesia jika
Aspirasi bunyi pada konsonan tersebut berada pada pengunci kata, proses
terdengar pada kosa kata bahasa letupannya dilepaskan atau dihilangkan,
Indonesia [bharu], [dhagu], [jhawa], bunyi lepas ditandai dengan […] di atas
[gharpu]. bunyi dilepaskan, misalnya: mantap
Aspirasi tersebut tidak terjadi [mantap...], sebut [sebut...].
pada semua penutur bahasa Indonesia, Lepas nasal, yaitu suatu
namun aspirasi tersebut dapat terjadi pelepasan yang terjadi karena adanya
pada penutur yang melafalkan bunyi nasal di depannya. Misalnya,
konsosnan-konsoanan tersebut dengan suatu bunyi hambat letup dalam bahasa
letupan yang kuat. Penutur yang Indonesia, letupannya dilepaskan
melafalkan konsonan tersebut dengan melalui keluarnya udara lewat rongga
kuat biasanya dilakukan oleh penutur hidung jika bunyi letup itu berdistribusi
yang bahasa pertama (B1) bahasa Jawa sebelum bunyi nasal yang homorgan.
dan penutur yang bahasa pertama (B1) Lepas nasal ditandai dengan [… N ] di
bahasa Aceh. atas sampingkan bunyi yang dilepaskan.
Simajuntak (2009:86) juga Misalnya, [pm] atau [p]dan lepas nasal
menegaskan bahwa aspirasi bunyi kerap [n]. Lepas nasal itu dapat dilihat pada
terjadi pada penutur bahasa Indonesia contoh berikut. tatap muka [p m ], tatap
(terutama suku Jawa) yang nenek [t n ].

6
Lepas sampingan, yaitu disebut konsonan hormogan, yakni
pelepasan yang terjadi karena adanya dengan mempergunakan alat-alat ucap
bunyi sampingan di yang sama dan dengan tempat artikulasi
depannya. Suatu bunyi hambat letup yang sama. Tentu saja, kecuali fungsi
dalam bahasa Indonesia, letupannya pita-pita suara (yang lazimnya tidak
dapat dilepaskan secara sampingan jika disebut alat artikulasi). Konsonan yang
konsonan letup tersebut berdistribusi mempunyai sifat khusus seperti itu
sebelum bunyi sampingan [l]. Lepas disebut kehormorgonan.
sampingan ditandai dengan […1] di atas Kehomorganan yaitu konsonan
samping kanan dari bunyi yang yang mempunyai sifat khusus. Terdapat
dilepassampingkan. Misalnya, [t1] atau dua jenis kehomorganan, yaitu: (a)
[t] lepas sampingan. Lepas sampingan kehomorganan penuh kehomorganan
itu dapat dilihat poada contoh berikut: penuh adalah kehomorganan yang
cukup luas [p1], cepat lupa [t1]. muncul akibat perbedaan bunyi hal
Pengafrikatan, yaitu suatu tersebut dapat tak bersuara “terjadi
keadaan yang terjadi jika bunyi letup karena posisi pita suara seperti
hambat yang seharusnya dihambat dan pembela“bersuara antara bunyi
diletupkan tidak dilakukan, melainkan konsonan [p] dan [b], [t] dan [d], [c] dan
setelah hambatan dilepaskan secara dan [j], serta [k] dan [g]. jadi, selain dari
pelan-pelan. Proses yang kedua pemakaian pita suara, tak ada perbadan
menyebabkan adanya penyempitan apapun di antara pasangan konsonan
jalannya arus udara sehingga udara tersebut. (b) kehomorganan sebagian
terpaksa keluar dengan bergeser. adalah kehomorganan yang muncul
Artikulasinya menjadi hambat geseran apabila perbedaan di antara pasangan
hambat letupan. Gabungan antara fonem tersebut pada cara artikulasinya,
hambat dan geseran disebut paduan atau sedangkan daerah artikulasinya sama.
afrikat. Prosesnya disebut paduanisasi Kehormorgonan sebagian muncul
atau pengafrikatan. Misalnya, bunyi [t] apabila perbedan di antara pasangan
diucapkan. Pertimbangkan contoh fonem tersebut pada acara artikulasinya,
berikut. hebat [hebat s],alat [?alats]. sedangkan daerah artikulasinya sama.
Pengaruh bunyi yang lain Misalnya, ]perbedan [b] dan [m], [d]
disebabkan karena kehomorganan. dan [n], [j], dan [ñ], serta [g] dan [
Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat masing-masing pasangan berbeda cara
ucap manusia itu memiliki pasangan artikulasinya. Konsonan [m], [n], ]
tertentu. Misalnya terdapat pasangan adalah konsonan nasal, sedangkan [b],
konsonan [p] dan [b], [t] dan [d], [c] dan [d], [j], dan [g][ñ], dan [ adalah
[j], [k] dan [g], dan seterusnya. konsonan oral. Kehomorganan yang
Perbedaan di antara masing-masing penuh maupun yang sebagian
pasangan itu adalah yang pertama tak memainkan peranan penting dalam
bersuara, sedangkan yang kedua bunyi asimilasi fonetis.
bersuara. Kesamaannya pada setiap
pasangan terletak pada titik artikulasi; SIMPULAN
masing-masing [p] dan [b] adalah
konsonan hambat-bilabial, [t] dan [d] Berdasarkan hasil analisis data-
adalah hambat apiko-dental, [c] dan [j] data dalam pembahasan di atas,
adalah konsonan hambat palatal, [k] dan pengaruh dan pemengaruh bunyi dalam
[g] adalah konsonan hambat-velar, dan bahasa Indonesia dapat disimpulkan
seterusnya. Konsonan seperti [t] dan [d] sebagai berikut.

7
(1) Pelafalan bunyi pada kosa kata
bahasa Indonesia kerap mendapat
pengaruh dari bunyi-bunyi lain. Oleh
karena itu, dalam pelafalan bunyi dalam
bahasa Indonesia terdapat pengaruh dan
pemengaruh.
(2) Pelafalan bunyi tertentu muncul
bunyi lain sebagai pemengaruh bunyi
yang diucapkan dan bunyi yang
diucapkan itu dinamakan sebagai bunyi
yang mendapat pengaruh.
(3) Pengaruh dan pemengaruh bunyi-
bunyi dalam bahasa Indonesia
disebabkan artikulasi dan distribusi.
(4) Proses pengaruh bunyi yang
disebabkan oleh artikuasi dibedakan atas
(a) labialisasi, (b) retrofleksi, (c)
falatalisasi, (d) velarisasi, (e) glotalisasi.
(5) Pengaruh bunyi karena distribusi
menimbulkan proses-proses (a) aspirasi,
(b) pelepasan, (c) kehormorganan.
(6) Pengaruh-mempengaruhi bunyi
bahasa dapat diklasifikasikan atas (1)
proses asimilasi (asimilasi progresif dan
asimilasi regresif), (2) artikulasi
penyerta.
(7) Pengaruh bunyi karena distribusi
diklasifikasi atas aspirasi, pelepasan, dan
pengafrikatan.
Berdasarkan pembahasan dan
simpulan di atas penulis menyarankan
agar penutur bahasa Indonesia: (1)
emiminilisasi letupan-letupan bunyi
akibat pengaruh bahasa daerah.(2)
menghindari interferensi fonetik dari
bahasa pertama/bahasa ibu.(3)
menyadari benar pengaruh dan
pemengaruh bunyi dalam bahasa
Indonesia sehingga dapat menghindari
sedini mungkin.(5) tidak menjadikan
pengaruh dan pemengaruh bunyi dalam
bahasa Indonesia sebagai suatu hal yang
direncanakan/disengaja, apalagi
menjadikannya sebagai kebanggaan. .

8
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan. dkk. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta:
Balai Pustaka.
Aminoedin, A., dkk. 1984. Fonologi Bahasa Indonesia: Sebuah Studi Deskripstif.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan
danKebudayaan
.

Bloch, Bernard & George L. Trager. 1942. Outline of Lnguistics Analysis. Baltimore,
Md.: Linguistics Society of America.

Bloomfield, Leonard. 1995. Language: Bahasa. (terjemahan: I.


Soetikno).Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Chaer, Abdul. (2003). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Jones, Daniel. 1958. The Pronunciation of English. Fourth Edition, Cambridge, Great
Britain at the University Press.
Kridalaksana, Harimurti. 1987. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Lapoliwa, Hans. 1981. Dasar-Dasar Fonetik. Penataran Linguistik Umum Tahap 1,


Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembahanya Bahasa Departemen Pendidikan
danKebudayaan.

Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Linguistik (terjemahan:I. Soetikno). Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.

Marsono. 1989. Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


Martinet, Andre. 1987. Ilmu Bahasa:Pengantar (terjemahan: Rahayu Hidayat)
Yogyakarta:Kanisius.

Samsuri. 1994. Analisis Bahasa: Memahami Bahasa secara Ilmiah. Jakarta: Erlangga.

Sommerstein, Alan H. 1977. Modern Phonology. University Park Press.

Sudaryanto. 1974. Fonetik: Ilmu Bunyi yang Penyelidikannya dari sudut Parole.
Yogyakarta: Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada.

Simajuntak, Mangantar. 2009. Pengantar Neuropsikolinguitik (Menelusuri Bahasa,


Pemerolehan Bahasa dan Hubungan Bahasa dengan Otak). Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI.

Verhaar, J. M. 1982. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: UGM Press.

You might also like