You are on page 1of 10

PENGALAMAN PERAWAT SEBAGAI SURVIVOR DAN PEMBERI

PERTOLONGAN KESEHATAN SAAT RESPON TANGGAP DARURAT PADA


KORBAN BENCANA TSUNAMI TAHUN 2004 DI LHOKNGA DAN LHOONG
ACEH BESAR
Sapondra Wijaya, Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, e-mail: pondra89@gmail.com
Sri Andarini, Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,
e-mail:sriandarini@yahoo.com
Setyoadi, Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,
e-mail:setyoadimalang@gmail.com

ABSTRACT
Background: Fast response in emergency response phase of a disaster is very important. Fast
response will be hard to do if a disaster such as the tsunami in 2004 happen, which makes an
isolated area. The inhibition are destruction of communication and transportation networks, lack of
logistics and the most fatal is the lack of health workers, especially nurses as the greatest number.
Nurses in the disaster area at the time it is not only need a knowledge and skills as a first
responder but also the mental readiness. Nurses who are save from the disaster or survivor and
decided to become a first responder must have good mental strength.
Objective: To explore the experience of nurses as survivors and as a health giver during
emergency response to victims of the Tsunami 2004 in Lhoknga and Lhoong, Aceh Besar.
Methods: Qualitative research with phenomenological intepretif approach. Data were collected
through interviews to 5 nurses who met the criteria. Data were analyzed using Braun and Clark
thematic analysis.
Results: This study resulted 7 themes, namely the psychological reactions of nurses in acute
phase of the emergency response, the heroism of a nurse in acute phase, survive in a critical
condition, the sense of responsibility of nurses, the emotional bond of nurses and regions, the
psychological reactions of nurses after emergency response phase, and nurses willingness of
increasing knowledge and skills in disaster management.
Conclusion: Providing medical aid at the time it was a response from the appear of heroism a
nurse. Another reason nurses become first responder is a form of coping in overcoming grief, the
next is a form of their responsibilities as nurses and nurse emotional bond with the disaster area.
11 years after the 2004 tsunami disaster, the knowledge and skills of nurses to respond to
disasters did not increase significantly.

Keywords: nurse experience, a disaster, first responders, emergency response

PENDAHULUAN untuk melakukan respon tanggap darurat


Respon cepat pada fase tanggap darurat terhadap bencana.
pada kejadian bencana sangat penting Semua pertolongan cepat akan mudah
dilakukan oleh first responder untuk dilakukan oleh first responder jika ketersediaan
meminimalisir korban jiwa. Zailani et al (2009), obat dan perlengkapan lengkap tetapi berbeda
mengatakan bahwa prioritas tindakan yang jika sebaliknya. Watcharong, Chukpaiwong,
harus dilakukan pada saat terjadi bencana dan dan Mahaisavaria (2005), mengatakan
fase awal adalah penataan informasi dan ketersediaan petugas kesehatan yang
perlindungan jiwa serta tindakan pencegahan mempuni termasuk perawat, pengoprasian alat,
gangguan kesehatan.Perawat sebagai profesi serta fasilitas bedah untuk menangani pasien
dengan jumlah terbanyak dalam sistem dalam jumlah besar secara efektif adalah
kesehatan dalam bencana penting sebagai first masalah yang ada pada saat bencana Tsunami
responder (Johnstone, et al, 2011). tahun 2004. Tsunami tahun 2004 di Provinsi
Permasalahnya, sebagian besar perawatyang Aceh, khususnya di Kecamatan Lhoknga dan
selamat atau disebut survivor juga belum siap Lhoong yang terisolasi selama kurang lebih
satu minggu tanpa bantuan baik obat-obatan,

108
Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika” 109

makanan maupun air bersih tentu menjadi yang memutuskan untuk memberikan
sesuatu yang berbeda. pertolongan.
Kesiapan adalah hal yang krusial, Fenomena dimana seorang perawat
termasuk kesiapan tenaga perawat sebagai first sebagai survivor memberikan pertolongan
responder bencana dalam fase tanggap sebagai first responder pada bencana Tsunami
darurat. Memiliki skill yang mempuni serta tahun 2004 tentunya memiliki makna untuk
pengetahuan yang cukup tentang bencana dipelajari dan harapannya bisa menjadi acuan
Tsunami adalah salah satu indikator (Husna, kedepan dalam mempersiapkan perawat dalam
2010). Data primer yang di dapat peneliti di merespon bencana.
Provinsi Aceh Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) tingkat METODE
Kabupaten/Kota telah berdiri tetapi program Penelitian ini merupakan penelitian
pendidikan dan pelatihan darurat belum kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
berjalan dengan baik. intepretatif. Penelitian dilakukan di Kecamatan
Selain kesiapan secara teknik, perawat Lhoknga dan Lhong, Kabupaten Aceh Besar.
juga diharapkan siap secara mental. Kesiapan Partisipan pada penelitian ini adalah perawat
secara mental sangat penting karena kemauan yang pada saat bencana tsunami tahun 2004
seorang perawat untuk memberikan menjadi survivor dan first responder sebanyak
pertolongan pada respon tanggap darurat 5 orang yang didapatkan melalui snowball
dipengaruhi olehnya. Banyaknya perawat yang sampling. Data dikumpulkan melalui
selamat tetapi tidak berpartisipasi dalam respon wawancara dengan pertanyaan terbuka.
tanggap darurat pada Tsunami tahun 2004 Analisa data dilakukan dengan menggunakan
mengindikasikan ketidaksiapan mereka secara analisa tematik Braun dan Clark. Penelitian ini
mental. telah mendapatkan laik etik dari Fakultas
Salah satu kewajiban perawat adalah Kedokteran Universitas Brawijaya.
wajib memberikan pertolongan darurat atas
dasar perikemanusiaan, kecuali dia yakin ada HASIL PENELITIAN
orang lain yang bertugas dan mampu Penelitian ini menghasilkan 7 tema dari
melakukannya (Hasyim & Prasetyo, 2012). hasil analisa data yang dilakukan. 7 tema
Salah satu nilai fundamental dalam praktik tersebut adalah reaksi psikologis perawat fase
keperawatan profesional adalah Altruism, akut tanggap darurat, sifat heroik perawat fase
dalam konteks ini perawat ditekankan untuk akut, bertahan dalam kondisi kritis, rasa
memiliki komitmen, kemurahan hati, serta tanggung jawab perawat, ikatan emosional
ketekunan demi korban (Amelia, 2013). Selain perawat dan wilayah, reaksi psikologis perawat
itu, seorang perawat wajib memiliki sifat setelah respon tanggap darurat, dan perawat
caringyangbukan hanya dasar dari nilai ingin meningkatkan pengetahuan dan
keperawatan, tetapi juga merupakan prasyarat keterampilan dalam penanganan bencana.
mendasar bagi kehidupan yang berlandaskan
pada etika dan moral (Alligood & Tomey, 2010). Tema Reaksi Psikologis Perawat Fase Akut
Perawat yang sudah disumpah Tanggap Darurat
diharapkan memiliki nilai keperawatan dalam Pada fase akut sesaat setelah bencana,
keadaan apapun, termasuk saat menjadi setiap perawat bereaksi secara psikologis.
survivor dan first responder sebuah bencana. Tema ini tergambar dari 2 sub tema yaitu
Lhoknga dan Lhoong yang merupakan daerah kehilangan akal dan kesedihan yang
terdampak Tsunami pada Tahun 2004 terisolir mendalam. Tema dan subtema ini menjawab
selama seminggu. Sejatinya perawat sebagai tujuan penelitian tentang pengalaman perawat
seorang yang memiliki pengetahuan dan sebagai survivor bencana tsunami tahun 2004.
kemampuan dalam memberikan pertolongan
kesehatan pada fase tersebut sangat “Kalau bencana tsunami kayak kemarin tu
dibutuhkan sebagai first responder, tetapi blong, kosong fikiran. Kita nggak bisa mikir.
kondisi yang kacau dan serba kekurangan Saya sendiri kemarin hari kedua kosong
membuat tidak sedikit perawat yang tidak siap fikiran kita, kita nggak tahu arah kemana
secara mental yang berdampak pada lagi.” (P3)
ketidakmampuan dalam memberikan
pertolongan. Penelitian ini penting dilakukan “Saya kan nggak tahu lagi ini kayak mana,
untuk mengetahui secara mendalam dan kayak mana keadaannya. Dan pun saya
komprehensif bagaimana fenomena perawat
110 Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika”

keluarga besar udah nggak tahu alamat


dimana”. (P5) “itulah dokter, dokter kepala puskesmas
kebetulan, dia bilang “ya apa yang bisa kita
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa lakukan, lakukan terus cut”. (P2)
partisipan merasakan kebingungan untuk
menerima kejadian bencana tsunami dan “Ya udah kami apa sekuat tenaga lah, sekuat
merasa masih tidak percaya serta tidak tenaga alat-alat apa yang ada, apa yang bisa
mengetahui arah langkah selanjutnya. kami gunakan, ya kita gunakan”. (P3)
Partisipan merasakan kesedihan mendalam
sejak sesaat setelah gelombang tsunami. Perawat melakukan pertolongan
kesehatan pada saat itu karena berusaha untuk
“Hari kedua, saya nggak, nggak kayak tidak mengabaikan setiap korban yang ada.
orang, gak ada perasaan apa-apa lagi lah.
Perasaan hidup ini hampa, semua, tanpa “Malahan di hari itu saya nolongnya bukan di
istri, tanpa 2 anak.” (P4) dalam puskesmas lagi. istilahnya, penting
“Gak ada terpikir, karena memang tepikir, orang tertolong kan”. (P1)
keluarga pun, kakak anak tsunami (hilang
kebawa tsunami), jadi tepikir anak juga “walaupun satu menit, nyawa orang
belum dapet”. (P2) tertolong, walaupun satu detik, walaupun
sebentar, kita liat, habis tu meninggal depan
Tema Sifat Heroik Perawat Fase Akut kita, maksudnya tetolong (maksudnya
Pada kondisi dimana perawat juga dikasih pertolongan, gak dibiarkan saja),
merupakan korban, sifat heroisme yang ada pertolongan pertama apa gitu, yang bisa kita
dalam diri perawat berperan dalam apa, kakak itu, pokoknya usahakan apa,
pengambilan keputusan perawat untuk pasien tu tetolong. Kayak gitu”. (P2)
memberilkan pertolongan kesehatan pada saat
itu. Tema ini terdiri dari 2 sub tema yaitu Pertolongan kesehatan yang mereka
altruisme, dan tetap. Tema dan sub tema ini berikan pada fase akut tanggap darurat
menjawab tujuan penelitian alasan perawat tersebutjuga sebagai tindakan untuk
memberikan pertolongan kesehatan fase menenangkan pasien secara psikis.
tanggap darurat pada korban bencana tsunami
tahun 2004. “Di hari pertama itu kan sifat kita gini, kita
menolong supaya si korban ini dia merasa
“Memang keinginan sendiri. Jadi, datang adalah yang menolong dia, itu prinsip kami di
pasien langsung tolong terus gitu, jadi udah hari pertama”. (P1)
siap korban, langsung lain lagi kita ambil
gitu. di hari pertamanya g ada kordinasi”. Perawat tetap memberikan pertolongan
(P1) kesehatan pada korban bencana tsunami
walaupun mereka juga merasa keselamatan
Pernyataan partisipan menunjukkan mereka terancam.
bahwa memberikan pertolongan kesehatan
adalah murni keinginan sendiri. Keinginan “Ada orang teriak lagi, air laut naek lagi.
untuk memberikan pertolongan kesehatan Sehingga saya ini nolong gak, nolong gak
melihat banyaknya korban walaupun dirinya ya, gitu. di dalam hati saya, apa nolong apa
sendiri termasuk korban adalah reaksi spontan lari gitu. kita kan menyelamatkan diri wajib
dari seorang perawat karena memiliki juga kan”. (P1)
kemampuan untuk memberikan pertolongan.
Faktor dari dalam diri perawat yang
“Kalau ini kan reaktif, spontan pada saat sedang mengalami kedukaan tetapi tetap
kejadian di situ. Kita punya nurani untuk memberikan pertolongan kesehatan pada fase
melakukan dan punya skill di bidang itu, akut tanggap darurat juga sangat bersifat
tinggal jalanin aja”. (P5) heroik.

Perawat menyatakan bahwa reaksi “Saya yang paling senior disini, walaupun
spontan yang dilakukan saat memberikan dengan berat hati menolong. Sangat-sangat
pertolongan kesehatan karena dia memiliki berberat hati. sesudah pikiran saya nggak
kemampuan di bidang itu. enak lagi, pulang saya. Tidur dimana-mana,
Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika” 111

itu ngga jelas, di sekolah-sekolah karena puskesmas Lhoong tersebut merupakan salah
ngga rumah ngga ada lagi ya”. (P4) satu alasan mereka memberikan pertolongan.
Rasa tanggung jawab sebagai seorang perawat
Sifat heroik lainnya yang menguatkan sub merupakan salah satu alasan mereka
tema ini adalah apa yang mereka lakukan memberikan pertolongan.
adalah dari dalam diri mereka sendiri, keinginan
mereka sendiri. “Kebetulan juga pekerjaan saya sebagai
perawat, habis tu kita tengok, kita dah
“Kalau nanti dibilang, Apa terpaksa? Nggak ngalamin, jadi orang butuh bantuan kita yaa,
mungkin terpaksa karena, orang tu lah seikhlas hati lah, pokoknya usahakan.” (P2)
tergeletak di situ. Yang bisa kerja cuman
saya sama si M. Nggak tahu, nggak bisa “ya saya kasih pertolongan sesuai dengan
nolak. Sebab kita nolak pun, kita kan sehat. ilmu apa yang saya bisa, apa yang saya bisa
Untuk apa kita nolak?” (P3) saya bantu, saya bantu”. (P3)

Tema Bertahan Dalam Kondisi Krisis “Kita punya nurani untuk melakukan dan
Tema bertahan dalam kondisi kritis ini punya skill di bidang itu, tinggal jalanin aja”.
menggambarkan bahwa sebagai korban, (P5)
memberikan pertolongan kesehatan fase
tanggap darurat juga merupakan bentuk koping Pernyataan di atas menunjukkan bahwa
adaptif perawat untuk bisa bertahan dalam sebagai perawat yang memiliki pengetahuan
kondisi krisis. dan keterampilan untuk memberikan
pertolongan kesehatan dan mereka merasa
“Cuman yang jadi beban itu belum tau memiliki tanggung jawab lebih besar di saat
keadaan keluarga di Banda Aceh. Ee jadi itu.Alasan lainnya adalah rasa kemanusiaan di
dengan saya mungkin sibuk kasih dalam diri perawat tersebut
pelayanan, dengan pelayanan kayak gitu,
teralihkan beban fikiran itu.” (P3) “Memang jiwa kitaa, maunya harus nolong
itu”. (P1)
“Udah kami bilang kan gak usah ikut, tapi dia
mungkin untuk menghilangkan stresnya.” “Walaupun kita sebagai korban. gimana lagi
(P1) kalau kita nggak menolong, siapa lagi yang
menolong. Walaupun sangat berat”. (P4)
Tema Rasa Tanggung Jawab Perawat
Tema ini menunjukkan bahwa rasa Pernyataan di atas menjelaskan bahwa
tanggung jawab dalam diri seorang perawat keinginan menolong berasal dari dalam diri
memutuskan untuk memberikan pertolongan mereka sendiri karena rasa kemanusiaan
kesehatan pada korban bencana tsunami. mereka terhadap korban yang banyak
Tema ini terbentuk dari 4 sub tema yaitu membutuhkan pertolongan kesehatan.
tanggung jawab wilayah kerja, tanggung jawab
profesi, tanggung jawab sebagai manusia dan “Yang kakak rasakan, ikhlas memang
tanggung jawab agama. Tema dan sub tema ini memberikan pertolongan, ee, habis tu sedih
menjawab tujuan penelitian alasan perawat juga kan liat orang, ih sedih, kakak juga
memberikan pertolongan kesehatan fase ngalamin, karena kita sendiri yang ngalamin
tanggap darurat pada korban bencana tsunami kan”. (P2)
tahun 2004.
Pernyataan di atas menggambarkan
“Karena kita kan istilahnya kerja disini”. (P1) bahwa pertolongan kesehatan yang mereka
lakukan adalah perbuatan tanpa pamrih di
“yang membuat saya ingin membantu, kek dasari rasa empati sebagai sesama korban.
mana memang tu, kebetulan saya pun Sebagai korban yang secara fisik tidak terlalu
bertugas di puskesmas tersebut.” (P2) parah terdampak tsunami, perawat merasakan
berbuat baik adalah sebuah hal yang baik.
“Bisa, bisa karena saya kerja di sini”. (P4)
“Yang bisa masih berbuat lebih baik pada
Pernyataan di atas menunjukkan status saat orang lain membutuhkan di situ. Dan
mereka sebagai pegawai yg bekerja di pun sendiri masih mampu, jadi lakukan”. (P5)
112 Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika”

Keyakinan perawat terhadap Tuhan ini Dalam respon tanggap darurat perawat
juga merupakan alasan mereka memberikan tidak bekerja sebagai disiplin ilmu tunggal.
pertolongan kesehatan pada saat itu. Keberadaan SDM asli daerah sangat penting
untuk mempermudah koordinasi antar pihak
“Karena faktor kebetulan aja. Nanti kalau untuk keberhasilan respon tanggap darurat.
perut saya kemarin nggak, nggak kosong
mungkin saya nggak ke situ. Itu aja. Mungkin “Kebetulan camat kita orang Lhoong masa
Tuhan berkata lain, mungkin ya”. (P3) tu, orang sendiri, dia koordinasi kesana”.
(P2)
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa
partisipan percaya bahwa apa yang mereka Di daerah yang jauh dari kota, seperti
lakukan pada saat itu adalah kehendak Tuhan. Lhoong dan Lhoknga, yang tidak memiliki
fasilitas rumah sakit, ketersediaan tenaga
“Motivasinya mungkin gini, e karena pada kesehatan setiap saat sangat penting.
saat panik, jadi kita kasih bantuan solusinya Kurangnya SDM merupakan hambatan dalam
kadang ya Allah bakal memperhatikan merespon bencana yang datang.
hambaNya”. (P5)
“Kita tenaga kurang, hmm, perawat, hhm, 9
Partisipan meyakini bahwa setiap kalo g salah, itu terus bukan orang lhoong
kebaikan yang dilakukannya akan mendapat semua”. (P1)
balasan kebaikan juga dari Tuhan
Hari kerja puskesmas yang menetapkan
Tema Ikatan Emosional Perawat Dan hari minggu adalah hari libur kerja, membuat
Wilayah perawat yang bukan orang asli daerah memilih
Tema ikatan emosional perawat dengan untuk pulang ke daerah asal.
wilayah menggambarkan bahwa keberadaan
perawat yang merupakan asli putra daerah dari Tema Reaksi Psikologis Perawat Setelah
daerah tersebut sangat berperan penting. Tema Fase Tanggap Darurat
ini terdiri dari 3 sub tema yaitu: ikatan Tema ini untuk menjawab tujuan
emosional terhadap daerah, SDM asli daerah penelitian tentang perasaan perawat setelah
memudahkan koordinasi, dan perawat tidak memberikan pertolongan kesehatan fase
semua siaga di situs. Tema ini menjawab tanggap darurat pada korban bencana tsunami
tujuan penelitian tentang alasan perawat tahun 2004. Tema evaluasi diri perawat terdiri
memberikan pertolongan kesehatan fase dari 2 sub tema, yaitu kepuasan diri perawat
tanggap darurat pada korban bencana tsunami dan kekecewaan perawat.
tahun 2004.
“Dan dengan ada kasih kayak gitu, sampe
“Saya kasihan sama orang, karena saya sekarang ini saya merasa puas, maksudnya
sebagai putra daerah kalau saya nggak mau saya, bisa kasih ee bantuan ke mereka
menolong, siapa lagi yang mau datang ke walaupun ya tidak sesuai dengan yang
sini”. (P4) mereka harapkan”. (P5)

Partisipan menganggap dalam kondisi Pernyataan partisipan di atas


tanggap darurat saat itu tidak ada lagi yang menggambarkan bahwa sampai saat ini
akan datang ketempat mereka yang terisolir mereka merasa puas terhadap apa yang telah
untuk menolong. Lahir, besar, dan mencari mereka lakukan pada saat itu.Kepuasan yang
nafkah disana membuat partisipan juga dikatakan partisipan sebelumnya tidaklah
menganggap bahwa orang satu daerah sana mutlak, karena perawat juga merasakan
adalah sebuah keluarga besar yang harus kekecewaannya pada fase tanggap darurat
saling membantu dalam keadaan apapun. tersebut.

“Yang pertama itulah, karena nggak ada “Malahan banyak kita korban disini mungkin
orang lain yang masuk kemari, kita kasihan di hari pertama, mungkin dia masih selamat.
keluarga kita semua, orang Lhoong keluarga Tapi karena dengan orang trauma semua
semua. Walaupun bukan milik kita, tapi lari, jadikan ditinggal, itu banyak di hari
keluarga besar kita, orang Lhoong”. (P4)
Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika” 113

pertama tu, kalo seandainya kita mau evak “Hanya sekilas aja dan gambaran tentang
banyak yang selamat”. (P1) alur pekerjaan yang bakal kita laksanakan
pada saat ada bencana itu aja”. (P5)
“Nanti kebetulan mayat yang dibawa kadang
masih iduup, tapi kita g bisa bantu lebih, “Pelatihan dah ada, skill kita dah dapat, hmm
oksigen pun g ada, jadi nanti meninggal”. lama-lama kan lupa, tapi perlu ini lagi, ee
(P2) apa namanya, direspon ulang balek, kayak
gitu biar charge kyak gitu, di charge balek
Tema Perawat Ingin Meningkatkan kan, haa perlu itu”. (P2)
Pengetahuan Dan Keterampilan Dalam
Penanganan Bencana Pernyataan di atas menunjukkah bahwa
Tema ini untuk menjawab tujuan selama 11 tahun tidak banyak pelatihan yang
penelitian tentang kesiapan perawat saat ini diberikan pihak terkait untuk meningkatkan
dalam dalam merespon bencana. Tema ini pengetahuan dan keterampilan perawat untuk
terdiri dari 2 sub tema yaitu: perawat masih merespon bencana.
belum siap dan tidak ada pelatihan
berkelanjutan. PEMBAHASAN
11 tahun setelah bencana tsunami tahun Setiap manusia akan bereaksi terhadap
2004, harapannya adalah Indonesia khususnya apa yang dirasakannya. Kejadian bencana
daerah terdampak telah bangkit dan telah siap tsunami yang sangat dahsyat pada tahun 2004
dengan memiliki tim siaga bencana yang pasti meninggalkan sebuah dampak yang hebat
berkompeten. Kenyataan di lapangan banyak bagi yang berhasil selamat. Secor-Turner dan
partisipan yang merasa mereka belum siap O’boyle (2006), mengatakan bahwa masalah
sepenuhnya jika bencana tsunami tahun 2004 psikologis seperti kehilangan dan stress tinggi
terulang kembali. Berikut pernyataan partisipan sering terjadi pada first responder pada fase
tentang ketidaksiapan mereka. akut tanggap darurat.
Orang-orang yang selamat dari sebuah
“Kalau kejadiannya siang kita mungkin siap, bencana besar akan mengalami bermacam-
tapi kalau kejadiannya malam, itu kewalahan macam gangguan psikologis yang merupakan
kita”. (P4) reaksi psikologis. P4 mengatakan dirinya
mengalami kebingungan dan kehilangan akal
“Mungkin dari segi tenaganya kita bilang, sesaat setelah bencana tsunami melanda saat
siap kali mungkin gak siap juga ya kan, dah dirinya melihat ke sekelilingnya. Reaksi orang-
lumayan siap lah”. (P1) orang yang selamat dibagi dalam 4 kelompok,
yaitu reaksi emosional, reaksi fisik, reaksi
Pernyataan partisipan di atas pemikiran, dan reaksi perilaku (Zailani et al,
menunjukkan bahwa mereka secara umum 2009). Perasaan kebingungan dan kehilangan
merasa belum siap sepenuhnya. Partisipan akal yang dialami oleh partisipan merupakan
sebagai perawat senior juga merasa junior- reaksi dalam kelompok reaksi emosional.
juniornya lebih tidak siap lagi untuk menjadi first Reaksi awal terhadap kematian orang yang
responder fase tanggap darurat. disayangi pada tahap ini meliputi shock atau
kaget dan mengalami perasaan tidak percaya.
“Kedua, ee mereka harus diupgrade. Mereka Seseorang yang ditinggalakan akan merasa
kalau kita biarkan tanpa kita dampingi, mati rasa, bingung, merasa kosong, hampa,
mereka nggak tahu mau kerja apa, dan mengalami disorientasi atau tidak dapat
sementara orang rame”. (P5) menentukan arah (Fitria, et al, 2013)..
Sejak sesaat setelah terjadinya bencana
Memiliki tim siaga bencana yang hingga beberapa hari, akan ada peningkatan
kompeten tidaklah mungkin tanpa dibarengi respon individu terhadap stimulus yang ada
dengan adanya pelatihan yang berkelannjutan. sehingga munculnya tindakan-tindakan heroik.
Partisipan merasa pelatihan yang diberikan Hammad et al (2012), mengatakan bahwa
pihak terkait masih sangat kurang. perawat akan memiliki keinginan untuk
menolong dan merespon pada saat terjadinya
“Hm, ada, tapii.... cem mana bilang ya, ada suatu bencana.
ada setahun sekali, Cuma bergilir”. (P1) Reaksi spontan partisipan yang
memberikan pertolongan kesehatan tanpa
komando dan koordinasi merupakan salah satu
114 Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika”

bentuk tindakan heroik. Pertolongan kesehatan Memberikan pertolongan kesehatan pada


yang diberikan partisipan pada saat itu salah saat itu merupakan salah satu bentuk tanggung
satunya bersifat untuk menenangkan korban jawab partisipan sebagai orang yang terikat
dengan tidak mengabaikan mereka. Tidak hubungan kerja dengan wilayah tersebut.
mengabaikan korban berarti partisipan juga Pernyataan partisipan yang mengatakan bahwa
sedikit mengabaikan keselamatan mereka salah satu alasan mereka memberikan
sendiri, karena ancaman gelombang tsunami pertolongan adalah karena mereka bekerja di
susulan selalu ada. Salah satu sifat emosional daerah tersebut sejalan dengan penyataan
dari perilaku heroik adalah mengutamakan Arbon et al (2013), yang menyebutkan bahwa
orang lain atau dalam praktik keperawatan profesionalitas kerja adalah salah satu yang
profesional disebut altruism (Doherty, 2007) mempengaruhi keinginan perawat dalam
Salah satu kunci terpenting dalam merespon sebuah bencana.
mengelola stressor di dalam diri adalah Dalam etika keperawatan, perawat juga
pertama dengan membuat keputusan (Doherty, memiliki tanggung jawab terhadap profesinya
2007). Setiap orang harus memutuskan apakah (Amelia, 2013). Partisipan mengatakan bahwa
dia ingin melangkah maju melewati fase sebagai seorang perawat yang memiliki ilmu
penolakan menuju fase penerimaan atau tetap dan keterampilan dibidangnya, mereka memiliki
terpuruk dalam kedukaan. Semua keputusan kewajiban untuk memberikan pertolongan
tergantung dari koping individu masing-masing. kepada setiap yang membutuhkan dalam
Partispan mengatakan bahwa mereka keadaan apapun. Memberikan pertolongan
memberikan pertolongan kesehatan pada fase sebagai first responder pada saat dirinya
tanggap darurat juga merupakan bentuk koping adalah seorang survivor bencana tsunami
individu mereka dalam pengelolaan stressor. menunjukkan bahwa partisipan memiliki jati diri
Memberikan pertolongan kesehatan pada saat seorang perawat dalam keadaan apapun.
itu berarti partisipan melakukan kegiatan yang Perawat menurut Martinsen, memiliki
dia fahami sebagai seorang perawat bersama tanggung jawab untuk menggunakan
koleganya. Mekanisme koping yang digunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk
harus disesuaikan dengan kondisi yang sedang membantu orang lain sebagai sesama manusia
terjadi serta memperhatikan faktor lain seperti dalam berbagai kondisi baik saat sedang dalam
sosial dan budaya (Gholamzadeh et al, 2011). tugas sebagai profesional maupun sedang tidak
Melakukan banyak kegiatan sebagai kesibukan dalam tugas profesional (Alligood & Tomey,
juga merupakan salah satu pengelolaan 2006). Partisipan mengatakan sebagai orang
stressor untuk menghindari dari memikirkan yang memiliki kemampuan untuk memberikan
masalah tersebut secara konstan (Doherty, pertolongan, partisipan tidak bisa jika hanya
2007). berdiam diri pada saat itu. Jhonstone dan
Hasil akhir dari mekanisme koping adalah Turale (2011), mengatakan bahwa secara etika
tercapainya kestabilan emosional meskipun perawat akan menolong seseorang yang
masih terpapar stressor agar dapat bertahan membutuhkan pertolongannya walaupun ada
dalam kondisi krisis (Seaward, 2006). rintangan yang membahayakan mereka.
Partisipan memberikan pertolongan kesehatan Martinson mengatakan caring bukan
pada saat itu termasuk salah satu cara mereka hanya dasar dari keperawatan tetapi juga
agar tidak terlalu berduka. Partisipan sebagai dasar dari kehidupan. Caring
menggunakan tipe koping yang berbasis pada merupakantiga serangkai dari sebuah
emosi diri sendiri untuk dapat adaptif. hubungan, praktik, dan moral (Alligood &
Moszczynski dan Haney (2002), mengatakan Tomey, 2006). Kewajiban dalam pandangan
bahwa pada saat lingkungan yang partisipan disini adalah kewajiban sebagai
menyebabkan stressor tidak dapat mereka orang yang peduli sesama.
rubah, maka koping yang berfokus pada Lingkungan yang menjunjung tinggi
emosional mereka akan jadi pilihan yang baik. ajaran agama Islam sangat mempengaruhi
Setiap individu pada dasarnya akan partisipan dalam ketaatan beragama. Partisipan
memiliki tanggung jawab terhadap apa yang yakin bahwa ada campur tangan Tuhan
mereka miliki. Tanggung jawab terhadap terhadap apa yang dilakukannya dan itu
pekerjaan, tanggung jawab terhadap merupakan bentuk tanggung jawab mereka
pengetahuan yang mereka miliki, dan tanggung terhadap agamanya. Ludigdo (2013),
jawab mereka sebagai seorang manusia yang mengatakan bahwa nilai-nilai ketuhanan
hidup berdampingan dengan manusia lainnya. mempunyai peran penting untuk
mempromosikan sikap dan prilaku etis
Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika” 115

seseorang. Partisipan sebagai seorang muslim melakukan pertolongan kesehatan, Hammad et


percaya jika semua kebaikan yang dilakukan al (2012), mengatakan setelah melakukan
oleh manusia, sesederhana apapun serangkaian tindakan dalam respon bencana,
kebaikannya akan dibalas juga dengan perawat akan merasakan suatu kebanggaan
kebaikan oleh Allah SWT. terhadap apa yang telah mereka lakukan.
Sebagai seorang yang lahir, besar, dan Perasaan kekecewaan juga
akhirnya bekerja di suatu daerah tertentu, menghinggapi diri partisipan, sampai dengan
tentunya akan timbul rasa cinta dan memiliki penelitian ini dilakukan. Kekecewaan adalah
terhadap suatu daerah tertentu. Partisipan perasaan tidak menyenangkan yang
mengatakan situasi dan kondisi saat itu, tidak disebabkan oleh perbedaan antara apa yang
mungkin ada orang lain yang datang dari kota diharapkan dengan yang diinginkan. Biasanya
untuk membantu daerahnya yang terisolir. kekecewaan timbul ketika harapan tidak
Partisipan mengatakan dalam kondisi saat itu, terpenuhi (Van Dijk & Zeelenberg, 2002).
sebagai seorang putra daerah dirinya merasa Kekecewaan partisipan timbul karena adanya
wajib untuk memberikan pertolongan karena penyesalan terhadap diri sendiri yang merasa
rasa cintanya tehadap daerahnya. seharusnya bisa bertindak lebih baik sehingga
Selain rasa cinta terhadap daerahnya, lebih banyak nyawa yang mungkin bisa
partisipan juga merasa sebagai seorang yang tertolong. Hammad et al (2012), mengatakan
tinggal di daerah yang jauh dari kota, rasa bahwa perasaan kecewa yang timbul dalam diri
persaudaraan antar warga lebih besar jika perawat adalah hasil dari rasa frustasi dan
dibandingkan dengan di kota. Partisipan merasa bersalah karena tidak dapat
mengatakan bahwa walaupun secara ikatan menyelamatkan nyawa semua orang.
darah tidak ada, dirinya merasa bahwa semua Kekecewaan partisipan juga disebabkan karena
warga adalah keluarganya, sehingga kitidakberdayaan partisipan dikarenakan
melindungi keluarga adalah sebuah kewajiban. ketiadaan alat ataupun logistik medis.
Paparan di atas menunjukkan bahwa Pengetahuan tentang respon terhadap
menempatkan putra daerah sebagai SDM di bencana yang kurang adalah salah satu
daerahnya sendiri sangat penting karena penyebab kurang siapnya perawat dalam
adanya ikatan emosional antara SDM dan keadaan bencana (Chapman & Arbon,
daerah kerjanya. Sifat kekeluargaan di daerah 2008).11 tahun paska bencana tsunami tahun
pedesaan lebih menonjol dalam pola kehidupan 2004 seharusnya masalah kurang siapnya
mereka dibandingkan dengan di daerah perawat menjadi ujung tombak saat respon
perkotaan (Nugroho. 2011). tanggap darurat bencana telah teratasi.
Selain karena adanya adanya ikatan Sedikitnya jumlah pelatihan dan simulasi yang
emosional antara SDM dan daerah kerjanya, diadakan oleh pihak terkait menjadi salah satu
penempatan SDM putra daerah juga penyebab belum siapnya perawat. Semakin
menguntungkan dari segi retensi SDM itu banyak pelatihan yang dihadiri oleh perawat
sendiri. Herman dan Hasanbasri (2008), akan meningkatkan skill dan kemampuan
mengatakan bahwa salah satu penyebab dalam memberikan pertolongan pertama pada
rendahnya retensi perawat di daerah terpencil saat merespon bencana (Tippins, 2005)
adalah karena perawat bukan orang asli dari Khusus untuk keterampilan, untuk
daerah tersebut. memiliki keterampilan yang baik haruslah
Tema ini membahas tentang refleksi diri dilakukan pelatihan bersifat berkelanjutan.
partisipan setelah memberikan pertolongan Rata-rata partisipan dalam penelitian ini pernah
kesehatan fase tanggap darurat bencana mengikuti pelatihan terkait hanya sebanyak 1
tsunami tahun 2004 sebagai first responder. kali dalam kurun waktu 11 tahun tersebut.
Setelah memberikan pertolongan kesehatan Peneliti berasumsi bahwa selama 11 tahun ini
dan mengevaluasi apa yang telah peningkatan pengetahuan dan keterampilan
dilakukannya, partisipan merasakan hal positif perawat dalam penanganan bencana tidak
dan negatif dalam dirinya. Menurut Marhaeni signifikan. Jensen et al (2008), mengatakan
(2007), refleksi diri adalah suatu cara untuk bahwa pengetahuan dan skill perawat akan
melihat kedalam diri sendiri. Melalui refleksi diri meningkat dengan adanya program pelatihan.
seseorang dapat melihat kelebihan maupun Khusus untuk daerah terpencil Kulig et al
kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan (2014), mengatakan bahwa sangat penting
ini menjadi tujuan perbaikan. sekali tiap perawat dilatih dan diberikan
Pernyataan positif partisipan menyatakan pengetahuan dalam merespon bencana demi
bahwa ada kepuasan dalam diri setelah
116 Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika”

pengurangan dampak bencana dikarenakan KEPUSTAKAAN


terbatasnya sumber daya manusia. Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2010). Nursing
Tidak meningkatnya pengetahuan dan theorists and their work (7th ed). United
keterampilan perawat dalam penanganan States of America: Mosby Elsevier
bencana secara signifikan akan berdampak Amelia, N. (2013). Prinsip etika keperawatan.
pada kemauan perawat untuk merespon Yogyakarta: D-Medika
bencana tersebut. Selain kesiapan, kemauan Arbon, P., Ranse, J., Shaban, R.Z., Considine,
seorang perawat untuk melakukan respon pada J., Kako, K., Woodman, R. J., Mitchell, B.,
saat tanggap darurat bencana juga penting Bahnisch, L., & Hammad, K. (2013).
(Johnstone, et al, 2011). Sebuah penelitian Exploring staff willingness to attend work
menyebutkan bahwa walaupun perawat during a disaster: A study of nurses
tersebut telah mengikuti pendidikan, pelatihan, employed in four Australian emergency
simulasi, dan drill, tetapi mereka masih departments. Australasian Emergency
meragukan kemampuan mereka sendiri untuk Nursing Journal. 16, 103—109
melakukan pertolongan pada tanggap darurat Chapman, K. & Arbon, P. (2008). Are nurses
bencana (Hammad, et al, 2011). ready? Disaster preparedness in the
acute setting. Literature review.
IMPLIKASI KEPERAWATAN Australasian Emergency Nursing Journal.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan 11, 135—144
sebagai bahan evaluasi untuk perencanaan Doherty, G. W. (2007). Crisis intervention
perbaikan dalam penanganan bencana training for disaster workers; an
khususnya pada SDM perawat dalam fase introduction. Laramie: Rocky Mountain
tanggap darurat di daerah-daerah terisolir. Hasil DMH Institute Press
dari penelitian ini menunjukkan adanya Fitria, A., Deliana, S. M., Hendriyani. (2013).
implikasi praktik dalam respon tanggap darurat Grief pada remaja akibat kematian
bencana, mulai dari respon psikologis first orangtua secara mendadak.
responder fase akut, kemauan perawat sebagai Developmental and Clinical Psychology.
survivor untuk memberikan pertolongan, DCP (2)
sampai regulasi penempatan perawat di Gholamzadeh, S., Sharif, F., Rad, F. D. (2011).
daerah-daerah yang jauh dari kota. Source of occupational stress and coping
Implikasi bagi pendidikan keperawatan strategies among nurses who are working
yaitu hasil penelitian ini dapat dijadikan in admission and emergency departemen
referensi yang mendukung teori keperawatan in hospital affiliated to shiraz university of
dan dapat dijadikan referensi dalam medical sciences. Iran Journals Nurs
menyiapkan seorang perawat yang memiliki Midwifery. 16 (6): 42-47
rasa caring dan tanggung jawab di dalam Hammad, K. S., Paul Arbon, P., & Gebbie, K.
dirinya. Penelitian ini juga menjadi masukan M. (2011). Emergency nurses and
bagi pihak-pihak terkait untuk menyiapkan disaster response: An exploration of
perawat, sebagai ujung tombak pemberi South Australian emergency nurses’
pelayanan kesehatan dalam respon tanggap knowledge and perceptions of their roles
darurat bencana. in disaster response. Australasian
Emergency Nursing Journal. 14, 87—94
KETERBATASAN PENELITIAN Hammad, K.S., Arbon, P., Gebbie, K., Hutton,
Keterbatasan pertama penelitian ini A. (2012). Nursing in the emergency
adalah penelitian dilakukan hanya pada dua department (ED) during a disaster: a
kecamatan saja, yaitu Kecamatan Lhoknga dan review of the current literature.
Lhoong. Penelitian mungkin akan lebih Australasian Emergency Nursing Journal.
bervariasi jika lebih banyak wilayah cakupan, 15, 235—244
terutama daerah terisolir. Keterbatasan kedua Hasyim, M., & Prasetyo, J. (2012). Etika
adalah waktu peristiwa terjadi dengan proses keperawatan. Yogyakarta: Penerbit
pengambilan data dilakukan sehingga Bangkit
dikhawatirkan terjadinya bias memori dari Herman & Hasanbasri, M. (2008). Evaluasi
partisipan. Penelitian mungkin akan lebih segar kebijakan penempatan tenaga
jika dilakukan pada daerah yang lebih baru kesehatandi puskesmas sangat terpencil
mengalami bencana tsunami dengan kondisi di kabupaten buton. Jurnal Manajemen
terpencil seperti di kepulauan Mentawai, Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 3.
Sumatera Barat. 103-111
Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika” 117

Husna, C. (2010). Perceived clinical skill for out. Journal of Emergency Nursing. 28
tsunami care and its related factors (6): 496-504
among nurses in Banda Aceh Indonesia. Nugroho, A. (2011). Penerapan Sila Ke-3
Thesis unpublished. Prince of Songkla Dalam Kehidupan Gotong Royong Dan
University Thailand. Kekeluargaan Di Desa Pule. Yogyakarta:
Jensen, M. L., Lippert, F., Hesselfeldt, R., STMIK Amikom
Rasmussen, M. B., Mogensen, S. S., Seaward, B.L. (2006). Managing stress,
Jensen, M. K. (2008). The significance of principles, and strategies for health and
clinical experience on learning outcome well being. Jones and Barlett Publisher.
from resuscitacion training: a randomized Canada
controlled study. Resuscitation. 80, 238- Secor-Turner, M & O’Boyle, C. (2006). Nurses
243. and emergency disasters: What is known.
Johnstone, M.J. & Turale, S.(2011). Nurses’ American Journals of Infection Controls.
experiences of ethical preparedness for Vol 34 No 7
catastrophic public health emergencies Tippins, E. (2005). How emergency nurses
and health care disasters, a systematic identify and respond to critical ilness.
review of qualitative evidence. Australian Emergency Nursing Journal 8.
Kulig, J. C., Edge, D., & Smolenski, S. (2014). 85-120
Wildfire disasters: Implications for rural Van Dijk, W.W., & Zeelenberg. M, (2002).
nurses. Australasian Emergency Nursing Investigating the appraisal patterns of
Journal. 17, 126—134 regret and disappointment. Motivation and
Ludigdo, U. (2012). Nilai-nilai luhur pancasila Emotion, 26, 321-331.
dalam mencegah terjadinya kecurangan. Watcharong, C., Chukpaiwong, B., &
Universitas Brawijaya Malang Mahaisavariya, B. (2005). Editorial:
Marhaeni, A.A.I.N. (2007). Pembelajaran orthopaedic trauma following tsunami:
inovatif dan asesmen otentik dalam experience from Pang Nga, Thailand.
rangka menciptakan pembelajaran yang Journal of Orthopaedic Surgery, 13(1), 1-
efektif dan produktif. Universitas 2.
Pendidikan Ganesha Singaraja Zailani., et al. (2009). Keperawatan bencana.
Moszczynski, A. B., & Haney, C. (2002). Stress Banda Aceh: Forum Keperawatan
and coping of canadian rural nurses Bencana
caring for trauma patiens who transferred

You might also like