You are on page 1of 12

Manuskrip Artikel Ilmiah – Jurnal PPNI Jawa Tengah

Hubungan Tingkat Stres Kerja Perawat Dengan Kualitas Pelayanan Di


Ruang Isolasi Covid-19 Di RS Pelita Anugerah Mranggen
The Correlations between Nurse Work Stress Levels and Service
Quality in the Covid-19 Isolation Room at Rumah Sakit Pelita Anugerah
Mranggen

Pipin Widyaningrum,1 Laura Khattrine Noviyanti,2 Prita Adisty Handayani3


1,2,3
Program Studi S-1 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang
Corresponding Email:
alignment center, font: cambria (12)

Abstract

The enormous pressure on health workers, especially during the Covid-19 pandemic, is
causing stress to nurses. It is feared that high work stress can affect the quality of services
provided to patients. High stressors are also felt by nurses who work in isolation
treatment rooms for patients identified as Covid-19, so it greatly affects the stress level of
nurses. The purpose of this study was to determine the relationship between nurses'
stress levels and service quality in the Covid-19 isolation room. This research design is
correlational with cross sectional approach. The study population was 53 Covid-19
nurses at Pelita Anugerah Hospital. The sampling technique used was total sampling with
a total of 53 respondents. The results of the study found that most of the stress
experienced by nurses was severe stress 58.5%. The quality of service in most of the poor
categories is 39.6%. The results of the Spearman Rank analysis obtained a p value of
0.000, which means that there is a relationship between the stress level of nurses and the
quality of service in the Covid-19 isolation room. Therefore, hospitals are advised to
continue to encourage nurses by providing incentives so that they can reduce work stress
and can maintain the quality of services provided to patients.

Keywords: Work Stress, Service Quality

PENDAHULUAN

Saat ini Indonesia telah mengalami masalah sulit, Covid-19 sudah menjadi masalah
global. Informasi dan pemberitaan tentang Covid-19 bersifat sangat global dan masif.
Setelah hampir setahun menghadapi pandemi Covid-19 tenaga kesehatan banyak
mengalami kelelahan, burnout, hingga tekanan psikologis. Beban yang berat terutama
dialami oleh tenaga medis. Bidang Perlindungan Tenaga Kesehatan Satgas Penanganan
COVID-19 dr. Mariya Mubarika mengatakan berdasarkan hasil laporan secara global, 95%
tenaga kesehatan mengalami kecemasan takut tertular Covid-19. Rasa stres dan cemas
yang timbul ini pun diduga membuat tenaga kesehatan yang akhirnya terpapar virus ini
jauh lebih cepat memasuki fase sedang hingga tidak tertolong. Pandemi ini memberikan
dampak hebat bagi tenaga kesehatan, mulai dari dokter, perawat, bidan, dokter gigi,
laboran dan radiologi. Menurutnya tekanan psikologis terutama terjadi pada petugas
kesehatan yang melayani pasien (Hastuti, 2021).
Manuskrip Artikel Ilmiah – Jurnal PPNI Jawa Tengah

Hasil penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperlihatkan 83% tenaga


kesehatan mengalami burnout syndrome derajat sedang dan berat. 41% tenaga
kesehatan mengalami keletihan emosi derajat sedang dan berat, 22% mengalami
kehilangan empati derajat sedang dan berat, serta 52% mengalami kurang percaya diri
derajat sedang dan berat. Masih ada tenaga kesehatan (2%) yang tidak mendapatkan alat
pelindung diri (APD) dari fasilitas kesehatannya. Sekitar 75% fasilitas kesehatan tidak
melakukan pemeriksaan swab rutin dan 59% tidak melakukan pemeriksaan rapid test
rutin bagi tenaga kesehatannya. Dari data tersebut dapat membuat tenaga medis
mengalami tingkat stres yang sangat tinggi (Bustami, 2020).

Tekanan yang sangat besar pada tenaga kesehatan, pekerjaan yang banyak frustrasi,
diskriminasi, Isolasi Pasien dengan emosi negatif kurang kontak dengan keluarga dan
Kelelahan. Dapat memicu terjadinya beberapa gejala psikologis seperti Stres, Kecemasan,
Gejala depresi,insomnia, penolakan, kemarahan ketakutan (Precision Clinical Medicine,
2020). Studi sebelumnya menunjukkan bahwa saat pandemi SARS, sekitar 29-35%
tenaga kesehatan di Rumah Sakit mengalami tekanan emosional yang tinggi akibat
penambahan jumah Covid-19 (Jurnal kesehatan masyarakat Indonesia, 2020). Dari data
tersebut bahwa stres merupakan urutan pertama dari dampak yang di timbulkan oleh
tekanan akibat Covid-19.

Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan
tuntutan kehidupan (Vincent Cornelli, dalam Jenita DT Donsu, 2017). Gejala-gejala stres
antara lain Gelisah, muka pucat, jantung berdebar-debar, Sulit tidur atau tidur tidak
nyenyak, nafsu makan berkurang atau makan berlebih, mudah tersinggung, sulit
konsentrasi, ada keluhan seperti sakit kepala, sakit perut, sakit maag, keringat berlebih
(P2PTM Kemenkes RI, 2019).

Gronroos dalam Tjiptono (2011) ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kulitas
pelayanan menjadi buruk. Salah satunya adalah intensitas tenaga kerja yang tinggi.
Intensitas tenaga kerja yang tinggi di karenakan oleh beban kerja yang tinggi,
dikarenakan lonjakan jumlah pasien terinfeksi di saat pandemi yang seringnya tidak
seimbang dengan kapasitas SDM yang tersedia (Putri , 2020). keterlibatan karyawan
secara intensif dalam penyampaian jasa dapat pula menimbukan masalah menurunnya
kualitas pelayanan yaitu berupa tingginya variabilitas jasa yang dihasilkan (Tjiptono &
Chandra, 2012).

Studi pendahuluan yang di laksanakan pada tanggal 21 Februari 2021 di Rumah sakit
Pelita Anugerah Mranggen. dengan mengambil 10% dari perawat ruang isolasi, jumlah
perawat untuk study pendahuluan sebanyak 5 orang . Jadi dari data tersebut bahwa
perawat yang mengalami stres berat sebanyak 40%, stres sedang 40%, dan 20%
mengalami stres ringan. Langkah yang di lakukan di Rumah Sakit Pelita Anugerah
Mranggen untuk menangani tingkat stres perawat yang tinggi terutama di ruang isolasi
Covid-19 dari pihak rumah sakit sudah memberikan beberapa solusi antara lain; seperti
penambahan jumlah perawat di ruang isolasi Covid-19 dan memberikan bonus berupa
insentif atau jasa medis bagi perawat ruang isolasi Covid-19.

Ada berbagai penelitian menujukkan hubungan antara tingkat stres dengan kualitas
pelayanan antara lain, penelitian dari Wahyu (2015), di dapatkan Analisis kendall’s tau
Manuskrip Artikel Ilmiah – Jurnal PPNI Jawa Tengah

menunjukkan pada taraf signifikansi p: 0,05 diperoleh nilai p: 0,012 sehingga p > 0,001 di
simpulkan ada hubungan negatif yang signifikan antara tingkat stres kerja perawat
terhadap mutu pelayanan keperawatan di ruang rawat inap Rs PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Fajrillah (2015) yang di oleh dosen bimbing Ns. Nurfitriani,M. Kep, di dapat
kan hasil penelitian sebagian besar responden mengalami stres kerja dalam kategori
tinggi (54,8%) dan kinerja perawat sebagian besarnya termasuk dalam kategori kurang
baik (83,3%). Berdasarkan hasil uji Chi-Square didapatkan ada hubungan yang signifikan
antara stres kerja dan kinerja perawat (pvalue=0,031 dan OR = 0,117).

Penelitian berikutnya dari Fitrianingrum (2018), di dapatkan hasil uji statistik analisis
antara tingkat stres perawat dengan kinerja perawat dengan uji statistik spearman rank
bahwa terdapat hubungan antara tingkat stres perawat dengan kinerja perawat dengan
nilai ρ = 0,001 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stres perawat
dengan kinerja perawat di RSUD Kabupaten Magelang di Muntilan, dengan arah korelasi
negatif dengan kekuatan korelasi yang kuat sebesar r= -0,616. Semakin berat tingkat
stres perawat maka akan semakin tidak baik kinerja perawatnya, begitupula sebaliknya
semakin ringan tingkat stres perawatnya maka akan semakin baik kinerja perawatnya.

Dari jurnal diatas meneliti tentang hubungan stres kerja dengan kinerja atau mutu
pelayanan dan belum ada yang meneliti tentang stres kerja dengan kualitas pelayanan.
Dan penelitian dilakukan dibangsal rawat inap biasa sedangkan penelitian yang akan
saya lakukan adalah di bangsal rawat inap di ruang isolasi Covid-19. Jadi berdasarkan
uraian latar belakang dan jurnal penelitian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
tentang “Hubungan tingkat stres kerja dan tingkat pelayanan di ruang isolasi Covid-19
Rumah Sakit Pelita Anugerah Mranggen”

METODE

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian korelasional
dengan pendekatan secara cross-sectional, dimana jenis penelitian ini menekankan
waktu pengukuran atau observasi data variabel dependen dan variabel independen
hanya satu kali (Nursalam, 2015). Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan
antara tingkat stres kerja perawat dengan kualitas pelayanan di bangsal Covid-19 di RS
Pelita Anugerah Mranggen.

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat Covid-19 RS Pelita Anugerah sebanyak 54.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Total sampling
adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi. Alasan
mengambil total sampling karena jumlah populasi yang kurang dari 100. Jadi jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 53 perawat.

Instrument yang digunakan dalam stres kerja adalah kuesioner yang stress kerja yang
diambil dari buku Nursalam (2016) dengan jumlah soal 35 pertanyaan dengan jawaban
selalu (4), sering (3), kadang - kadang (2), tidak pernah (1). Intrument penelitian yang di
gunakan dalam mengukur kualitas pelayanan berbentuk skala liker ( Lasa, 2020)
“pengaruh kualitas pelayanan keperawatan terhadap kepuasan pasien baru di ruang IGD
RSUD Kefamenanu. Analisis data yang digunakan adalah korelasi Rank Spearman.
Manuskrip Artikel Ilmiah – Jurnal PPNI Jawa Tengah

HASIL

Table 1
Distribusi Frekuensi Gambaran Umur Responden Pada Perawat di Ruang Isolasi Covid-19
Rumah Sakit Pelita Anugerah Mranggen Pada bulan Juni 2021 (n=53 responden)

Umur Jumlah
n %
Dewasa awal 40 75,4
Dewasa akhir 11 20,8
Pra lansia 2 3,8
Total 53 100

Berdasarkan table 1 menggambarkan berdasarkan umur sebagian besar besar responden


berada pada kategori umur dewasa awal yaitu sebanyak 40 responden (75,5%), dan yang
paling sedikit adalah pra lansia yaitu sebanyak 2 responden (3,8%).

Table 2
Distribusi Frekuensi Gambaran Jenis Kelamin Responden Pada Perawat di Ruang Isolasi
Covid-19 Rumah Sakit Pelita Anugerah Mranggen Pada bulan Juni 2021 (n=53
responden)

Jenis kelamin Jumlah


n %
Laki- laki 17 32,1
Perempuan 36 67,9

Total 53 100

Berdasarkan table 2 karakteristik berdasarkan jenis kelamin terbanyak diketahui adalah


perempuan yaitu 36 responden (67,9%) dan yang laki-laki sebanyak 17 orang (32,1%).

Table 3
Distribusi Frekuensi Gambaran Lama Kerja Responden Pada Perawat di Ruang Isolasi
Covid-19 Rumah Sakit Pelita Anugerah Mranggen Pada bulan Juni 2021 (n=53
responden)

Lama Kerja Jumah


n %
≤ 3 tahun 14 45,3
> 3 tahun 39 54,7
Total 53 100

Berdasarkan table 3 berdasarkan lama kerja responden terbanyak telah bekerjsa > 3
tahun yaitu sebanyak 39 responden (54,7%) dan yang ≤ 3 tahun sebanyak 14 orang
(45,3%).
Manuskrip Artikel Ilmiah – Jurnal PPNI Jawa Tengah

Table 4
Gambaran Tingkat Stres Pada Perawat di Ruang Isolasi Covid-19 Rumah Sakit Pelita
Anugerah Mranggen Pada bulan Juni 2021 (n=53 responden)

Tingkat Stres Jumlah


n %
Ringan 5 9,4
Sedang 17 32,1
Berat 31 58,5
Total 53 100

Bedasarkan table 4 menunjukan bahwa perawat ruang isolasi covid-19 di Rumah Sakit
Pelita anugerah yang mengalami stres ringan adalah 9,4%, stres sedang 32,1 %, dan yang
mengalami stress berat 58,5 %.
Table 5
Gambaran Kualitas Pelayanan di Ruang Isolasi Covid-19 Rumah Sakit Pelita Anugerah
Mranggen Pada bulan Juni 2021 (n=53 responden)

Kualitas Jumlah
pelayanan n %
Tidak baik 7 13,2
Kurang baik 21 39,6
Cukup 8 15,1
Baik 15 28,3
Sangat baik 2 3,8
Total 53 100

Bedasarkan table 5 menunjukan bahwa kualitas pelayanan perawat ruang isolasi covid-
19 di Rumah Sakit Pelita anugerah sebagian besar adalah kurang baik yaitu sebanyak
39,6 %, dan yang paling sedikit adalah sangat baik yaitu 3,8 %.
Table 6
Hubungan Tingkat Stres dengan Kualitas Pelayanan di Ruang Isolasi Covid-19 Rumah
Sakit Pelita Anugerah Mranggen Pada bulan Juni 2021 (n=53 responden

Variabel n r p
Hubungan tingkat stress 53 -0,677 0,000
perawat dengan kualitas
pelayanan

Berdasarkan Tabel 6 diketahui nilai korelasi Rank Spearman adalah -0,677 yang berarti
hubungannya negative dengan nilai p sebesar 0,000 (<0,05) maka dinyatakan ada
hubungan yang bermakna antara tingkat stres perawat dengan kualitas pelayanan di
ruang isolasi Covid-19 Rumah Sakit pelita anugerah Mranggen. Bentuk hubungan kedua
variabel adalah negatif yang artinya jika tingkat stress meningkat maka kualitas
pelayanan akan menurun dan sebaliknya, sementara itu nilai koefisien hubungan sebesar
-0,671 berada pada rentang 0,60-0,799 sehingga dinyatakan memiliki hubungan yang
kuat.
Manuskrip Artikel Ilmiah – Jurnal PPNI Jawa Tengah

PEMBAHASAN

1. Karakteristik responden
a. Umur

Hasil penelitian menemukan umur responden sebagian besar adalah kategori


umur dewasa awal yaitu sebanyak 75,5%. Pada kelompok umur ini responden
masih memiliki kesempatan yang besar untuk mengembangkan diri dalam
karirnya sebagai perawat. Kelompok umur di atas juga menunjukkan tingkat
kematangan umur karena sudah memasuki usia yang matang dengan tingkat
emosi yang lebih stabil. Umur berpengaruh terhadap kinerja perawat karena
semakin berumur seorang perawat memiliki tanggung jawab moral dan loyal
terhadap pekerjaan serta lebih terampil karena lama bekerja menjadi perawat
(Cahyono, 2013).

Responden penelitian yang sebagian besar berumur antara dewasa awal rentang
25 – 35 tahun ini menunjukkan adanya kematangan dalam pengalaman bekerja.
Kematangan umur responden ini akan dapat memberikan pelayanan keperawatan
yang baik sesuai dengan pengalamanya. Umur responden yang sebagian besar
dewasa awal dan dewasa akhir ini juga dapat terjadi sejalan dengan masa kerja
perawat di rumah sakit ini. Kelompok usia ini dimungkinkan sebagai kelompok
perawat yang telah bekerja dengan masa kerja yang lebh lama dan matang.

Dewasa muda termasuk masa transisi, baik secara fisik, transisi secara intelektual
serta transisi peran sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak
dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa
beralihnya pandangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini,
penentuan relasi sangat memegang peranan penting. Dewasa awal merupakan
masa permulaan dimana seseorang mulai menjalin hubungan secara intim dengan
lawan jemisya. Hurlock mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal dan
pada salah satu initinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa
penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang
diperolehnya.

b. Jenis kelamin

Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar berjenis kelamin perempuan


yaitu 67,9%. Jumlah perawat perempuan di Rumah Sakit Pelita Anugrah Mranggen
lebih mendominasi, karena kebutuhan untuk perawat dengan jenis kelamin
perempuan lebih dibutuhkan dan dianggap lebih bisa memberikan asuhan
keperawatan dan berkomunikasi lebih baik dibandingkan laki-laki. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa pekerjaan sebagai perawat masih banyak diminati oleh kaum
perempuan. Hal ini terjadi karena kaum perempuan memiliki tingkat ketelitian
dan kesabaran yang lebih tinggi daripada laki-laki sehingga sangat cocok untuk
memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan berbagai macam
karakter.

Peminatan pada pekerjaan sebagai perawat ini juga lebih banyak diminati oleh
seorang wanita. Wanita yang identik dengan kesabaran dan ketelitian ini memang
cocok dalam memberikan perawatan kepada pasien dengan segala macam
Manuskrip Artikel Ilmiah – Jurnal PPNI Jawa Tengah

karakteristik dan keinginan yang bermacam-macam. Menurut Izzudin (2015)


menyebutkan bahwa perawat perempuan mempunyai kemampuan dalam
penyusunan asuhan keperawatan sembilan kali lebih baik daripada perawat pria.
Perawat perempuan pada umumnya mempunyai kelebihan kesabaran, ketelitian,
tanggap, kelembutan, naluri mendidik, merawat, mengasuh, melayani,
membimbing, dan pada umumnya tidak sebagai penanggung jawab utama
ekonomi keluarga. Oleh karena itu perawat perempuan lebih sesuai dengan jenis
pekerjaan ini dengan memberikan asuhan keperawatan yang terbaik kepada
pasien. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hariyono, Suryani dan Wulandari
(2011) yang menemukan bahwa responden penelitian yaitu perawat yang menjadi
responden sebagian besar adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak
96,2%.

c. Lama Kerja

Hasil penelitian tentang lama kerja ditemukan sebagian besar adalah telah bekerja
lebih dari 3 tahun yaitu sebanyak 54,7%. Pembagian lama kerja digunakan 3 tahun
didasarkan pada penelitian Sesrianty (2018) bahwa masa kerja perawat sangat
menentukan kualitas perawat yang ada didalam ruangan. Perawat yang
mempunyai masa kerja baru maka pengalaman perawat tersebut masih terbatas
dibandingkan dengan perawat yang telah lama berada diruangan tersebut. Masa
kerja perawat yang telah lama memiliki kemampuan yang lebih, yang di dapat
diruangan selama beberapa tahun semenjak bekerja di rumah sakit, sehingga
perawat tersebut sudah berpindah-pindah ruangan dan dari situ perawat tersebut
mendapatkan pengalaman yang berbeda setiap ruangannya. Perawat yang sudah
lama bekerja memiliki kualitas kerja yang baik dibandingkan dengan orang yang
baru bekerja,semakin lama masa kerja seseorang maka akan semakin terampil dan
pengalaman menghadapi masalah dalam pekerjaannya.

Masa kerja ini menunjukkan pengalaman bekerja sebagai perawat yang juga
menunjukkan tingkat keterampilannya. Pengalaman perawat dalam melakukan
tindakan-tindakan medis seperti memasang infus, selang kateter, selang
nasogastrik, merawat luka, menyuntik, dan sebagainya membuat perawat menjadi
terampil. Begitu pula, pengalaman perawat yang lama dalam menangani pasien-
pasien maka dapat menjadi pembelajaran yang berharga untuk dirinya sendiri
maupun dalam menangani pasien-pasien dengan berbagai keluhan (Maryam,
2014).

Masa kerja perawat sangat menentukan kualitas perawat yang ada didalam
ruangan. Perawat yang mempunyai masa kerja baru maka pengalaman perawat
tersebut masih terbatas dibandingkan dengan perawat yang telah lama berada
diruangan tersebut. Masa kerja perawat yang telah lama memiliki kemampuan
yang lebih, yang di dapat diruangan selama beberapa tahun semenjak bekerja di
rumah sakit, sehingga perawat tersebut sudah berpindah-pindah ruangan dan dari
situ perawat tersebut mendapatkan pengalaman yang berbeda setiap ruangannya.
Perawat yang sudah lama bekerja memiliki kualitas kerja yang baik dibandingkan
dengan orang yang baru bekerja,semakin lama masa kerja seseorang maka akan
semakin terampil dan pengalaman menghadapi masalah dalam pekerjaannya
(Sesrianty, 2018)..
Manuskrip Artikel Ilmiah – Jurnal PPNI Jawa Tengah

Masa kerja seorang perawat sangat mempengaruhi kualitas kerja seorang perawat
yang bekerja dirungan. Semakin lama perawat tersebut bekerja di rumah sakit
maka semakin banyak pengalaman yang didapatkan oleh perawat tersebut,
sehingga perawat tersebut mempunyai kualitas kerja yang baik, pada penelitian
ini pemahaman perawat yang sudah lama bekerja dirumah sakit sangat berbeda
dengan pemahaman orang yang baru bekerja dirumah sakit tersebut. Pada intinya
perawat yang bekerja sudah lama memiliki pola pikir yang matang, bersikap yang
baik, dan mempunyai kualiatas kerja yang baik. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Nurniningsih, 2012, lama seorang perawat yang bekerja dirumah sakit
dari mulai awal bekerja sampai saat selesai seorang perawat berhenti bekerja.
Semakin lama masa kerja seseorang dalam bekerja maka semakin banyak
pengetahuan dan pengelaman yang dimilikinya, hal ini dapat membantu dalam
meningkatkan keterampilan seorang perawat. Lama bekerja seseorang dapat
diketahui dari mulai awal perawat bekerja sampai saat berhenti atau masa
sekarang saat masih bekerja di rumah sakit. Masa kerja juga merupakan suatu hal
yang dapat mempengaruhi pengetahuan serta ketrampilan, karena seseorang yang
memiliki masa kerja yang lama secara otomatis akan terbentuk pengalaman kerja
yang memadai serta tercipta pola kerja yang efektif dan dapat menyelesaikan
berbagai persoalan berdasarkan pengalaman ketrampilan serta tercipta pola kerja
yang efektif dan dapat menyelesaikan berbagai persoalan berdasarkan
pengalaman, ketrampilan, serta pengetahuannya (Nurningsih, 2017).

d. Gambaran Tingkat Stres responden

Hasil penelitian menemukan bahwa perawat ruang isolasi covid-19 di Rumah


Sakit Pelita anugerah yang mengalami stres ringan adalah 9,4%, stres sedang 32,1
%, dan yang mengalami stress berat 58,5 %. Stres ringan ditandai dengan
semangat meningkat, penglihatan tajam, energi meningkat, kemampuan
menyelesaikan pekerjaan meningkat. Stres yang ringan berguna karena dapat
memacu seseorang untuk berfikir dan berusaha lebih tangguh untuk menghadapi
tantangan hidup. Stres sedang ditunjukkan dengan gejala sakit perut, otot terasa
tegang, perasaan tegang, dan gangguan tidur, sedangkan stres berat ditunjukkan
dengan gejala sulit beraktivitas, gangguan hubungan sosial, sulit tidur, negativistik,
penurunan konsentrasi, takut tidak jelas, keletihan meningkat, tidak mampu
melakukan pekerjaan sederhana, gangguan sistem meningkat dan perasaan takut
meningkat (Priyoto, 2014).

Temuan stress kerja yang berat berdasarkan hasil kuesioner ditemukan pada
pernyataan merasa otot kaku saat/setelah berkerja, merasa tidak suka dengan
pekerjaan, mudah marah tanpa sebab berarti, merasa frekuensi pernafasan
meningkat, merasa denyut nadi meningkat yang memiliki nilai tinggi. Gejala-gejala
stress kerja yang dirasakan langsung oleh responden berdasarkan kuesioner
tersebut menunjukkan adanya stress kerja yang berat.

Stres yang tinggi ini terjadi karena selama pandemic Covid-19 terjadi peningkatan
pasien sehingga perawat mengeluarkan tenaga ekstra dalam melakukan asuhan
keperawatan kepada pasien. Aktivitas yang tinggi selama pandemic di ruang
isolasi menyebabkan keletihan, gangguan tidur, penurunan konsentrasi serta
adanya peningkatan rasa takut. Stres kerja pada masa pandemi ini juga dialami
oleh perawat yang muncul dari adanya beban kerja yang berlebih sehingga hal
Manuskrip Artikel Ilmiah – Jurnal PPNI Jawa Tengah

tersebut berpengaruh pada diri perawat dalam hal emosional. Terlebih lagi tingkat
stres juga dikarenakan melihat pasien covid-19 yang sudah diberikan asuhan
keperawatan secara maksimal berujung pada kematian. Kekhawatiran dari dalam
diri perawat juga muncul karena tertular covid-19 karena rumah sakit adalah
tempat yang rawan penularan pandemi covid-19 pada saat ini. Tingkat stres yang
dialami oleh perawat disebabkan oleh tiga faktor yang mempengaruhi seperti
karakteristik, lingkungan kerja dan manajemen perusahaan.

Identifikasi stres kerja yang dialami oleh tenaga kerja kesehatan dalam hal ini
adalah perawat yang berkerja di rumah sakit muncul dikarenakan adanya
tuntutan kerja yang sangat tinggi dan melebihi kemampuan individu dalam
mengerjakan hal tersebut sehingga akan muncul reaksi dari individu tersebut yang
ditinjukkan dari perilakunya. Hal tersebut akan merugikan baik dari sisi tenaga
kerja maupun manajemen rumah sakit karena hal tersebut dapat mengganggu
aktivitas dan produktivitas perawat tersebut yang berujung pada perilaku kasa,
pikiran panik was-was dan diikuti dengan kelelahan. Selain hal tersebut stres kerja
juga bisa menyebabkan tekanan darah meningkat serta rasa ketidakpuasan dari
hasil kerja yang dihasilkan dari perawat tersebut sehingga dimungkinkan akan
menganggu produktivitas kerja perawat tersebut. Stres kerja juga dipicu dari
adanya rasa jenuh yang muncul dari benak tenaga kerja yang mempengaruhi
emosional dan cara berpikir individu tersebut. Stres kerja juga dianggap sebagai
respon psikologid karena adanya tekanan terhadap tubuh baik tuntutan fisik
maupun sosial sehingga menganggu individu tersebut dalam interaksinya dengan
orang lain (Musta’in et al., 2021).

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Musta’in et al., (2021) yang menemukan
bahwa perawat satu dengan perawat lain memiliki tingkat stres yang berbeda satu
dengan lainnya. Tingkat stres dibedakan ke dalam lima kategori yaitu normal,
stres ringan, stres sedang, stres parah dan stres sangat parah. Tingkat stress dari
penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat 3,33% perawat yang mengalami
stres sangat parah sementara itu terdapat 20% perawat yang berada pada tingkat
stres parah. Stress kerja ini juga dipengaruhi oleh kelelahan kerja yang dirasakan
perawat. Adanya hal tersebut diduga karena perawat yang sedang dalam mobilias
dan aktivitas yang tinggi dibarengi dengan penggunanan APD (alat pelindung diri).
Hal tersebut dirasa sangat memberatkan bagi perawat namun hal tersebut
merupakan standar operasional dalam menjalankan protokol kesehatan sehingga
mau tidak mau memanglah harus digunakan. Pada dasarnya perawat merupakan
tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan dalam penanggulangan covid-19
sehingga hal tersebut membuat profesi perawat memiliki tingkat stres kerja dan
kelelahan kerja yang cukup tinggi.

e. Gambaran Kualitas Pelayanan

Hasil penelitian menemukan bahwa kualitas pelayanan perawat ruang isolasi


covid-19 di Rumah Sakit Pelita anugerah sebagian besar adalah kurang baik yaitu
sebanyak 39,6 %, yang kualitas pelayanan baik sebanyak 28,3%, yang cukup
sebanyak 15,1%, yang tidak baik sebanyak 13,2%, dan yang paling sedikit adalah
sangat baik yaitu 3,8 %. Kualitas pelayanan yang kurang baik berdasarkan temuan
Manuskrip Artikel Ilmiah – Jurnal PPNI Jawa Tengah

pada kuesioner ditemukan pada salam pembuka yang sering terlupakan,


pemberian perhatian dan kerahaman yang kurang, dan layanan rumah sakit yang
dirasakan rendah. Keberhasilan dari pelayanan ini ditunjukkan dengan indikator
standar minimal yang telah dicapai baik dari standar masukan, standar
lingkungan, dan standar proses serta indikator yang berhubungan dengan
keluaran dari suatu pelayanan kesehatan (Bustami, 2011)

Pandemic Cobid-19 yang menyebabkan banyak rumah sakit penuh memberikan


dampak pada menurunkan kualitas pelayanan di rumah sakit. Hal ini terjadi
karena jumlah tenaga kesehatan khususnya perawat yang memberikan asuhan
kepada pasien Cobid-19 sangat terbatas sementara jumlah pasien yang terus
bertambah, sekaligus SOP yang harus dipatuhi perawat dalam memberikan
perawatan kepada pasien Covid-19 yang sangat ketat termasuk penggunaan
pakaian APD lengkap.

Semua tenaga kesehatan belum mempunyai pengalaman menangani Covid-19.


Tenaga kesehatan harus menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi, mulai dari
implementasi panduan penatalaksanaan Covid-19, panduan-panduan baru yang
harus diimplementasikan, perubahan interaksi pasienperawat, penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD), kecemasan tertular Covid-19 ataupun menularkan kepada
keluarga. Kebiasaan baru ini diduga dapat berimbas kepada mutu pelayanan
keperawatan. Kualitas pelayanan kesehatan dan kepuasan pasien merupakan
elemen penting dalam memberikan pelayanan kesehatan. Menilai dan
mengevaluasi suatu pelayanan kesehatan berdasarkan persepsi pengguna penting
untuk perbaikan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan (Widya Astari et al.,
2021).

Pelayanan kesehatan saat ini mengikuti Pedoman Pencegahan Corona Virus


Disease-19 edisi pertama menurut Kementerian Kesehatan Indonesia (Kementrian
Kesehatan, 2020). Kepuasan pasien dapat dipengaruhi oleh adanya protokol
kesehatan dan alur pelayanan triage Covid-19. Dorongan kepada masyarakat agar
tetap menjaga jarak pada saat berkunjung ke rumah sakit, aturan untuk memakai
masker selama di rumah sakit, serta adanya identifikasi awal serta pengendalian
sumber infeksi berdampak pada perubahan alur pelayanan kepada pasien dapat
membuat pasien merasa tidak nyaman.

f. Hubungan Tingkat Stres dengan Kualitas Pelayanan

Hasil penelitian menemukan ada hubungan yang bermakna antara tingkat stres
perawat dengan kualitas pelayanandi ruang isolasi Covid-19 Rumah Sakit pelita
anugerah Mranggen. Bentuk hubungan kedua variabel adalah negative yang
artinya jika tingkat stress meningkat maka kualitas pelayanan akan menurun dan
sebaliknya, sementara itu nilai koefisien hubungan sebesar -0,677 berada pada
rentang 0,60-0,799 sehingga dinyatakan memiliki hubungan yang kuat, artinya
keeratan hubungan dari kedua variabel sangat kuat dimana setiap kenaikan atau
penurunan variabel bebas langsung memberikan pengaruh yang kuat terhadap
variabel terikat.

Hal ini disebabkan karena sebagian perawat memiliki koping yang berbeda-beda
sehingga stress kerja ada yang tinggi dan rendah, hal tersebut membuat kinerja
Manuskrip Artikel Ilmiah – Jurnal PPNI Jawa Tengah

perawat juga berbeda-beda dalam memberikan pelayanan keperawatan ada yang


baik dan ada juga yang kurang baik. Di ruang Instalasi Gawat Darurat
membutuhkan tenaga, fikiran yang stabil, tanggap cepat dan koping yang efektif
sehingga mampu melayani pasien dengan baik, tepat dan penanganan cepat.
Pasien yang datang dalam berbagai jenis masalah kesehatan sehingga
membutuhkan kesabaran dan koping yang baik dan efektif . Jika koping seorang
perawat tidak efektif dapat membuat tingkat stresnya tinggi, hal tersebut
mempengaruhi kinerja perawat dalam memberikan pelayanan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fajrillah dan Nurfitriani (2016) yang
menemukan bahwa responden yang stres kerjanya tinggi sebanyak 54,8%
sedangkan responden yang stres kerjanya rendah sebanyak 45,2%. Berdasarkan
hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,031 dan nilai OR = 0,117 maka dapat
disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan kinerja
perawat pelaksana dalam melaksanakan pelayanan keperawatan.

Kecemasan juga muncul ketika stres muncul dari perawat yang akan berdampak
pada kualitas pelayanan perawat terhadap pasien yang ada di rumah sakit.
Kualitas pelayanan perawat yang turun akan berujung pada keselamatan pasien.
Banyak tenaga kesehatan khususnya perawat memiliki kekhwatiran akan
penularan infeksi virus Covid-19 bukan hanya karena kekurangan sediaan alat
tetapi juga dari pasien yang terpapar virus Covid-19 melalui droplet yang ada di
udara, dan tanpa diketahui oleh perawat pada saat memperbaiki, memakai, serta
melepas APD rentan untuk terinfeksi virus Covid-19.

Tingkat Stres masing-masing individu penting untuk diperhatikan, guna untuk


mencapai keefektifan hasil kerja dan untuk mengatasi risiko Stres yang tidak
diharapkan. Melihat hasil penelitian yang ditemukan peneliti, hal ini berarti perlu
peningkatan koping Stres untuk mengurangi tingkat Stres dan meningkatan hasil
kerja yang efektif dari perawat.

Manajemen untuk mengatasi permasalah stress kerja dapat dilakukan dengan


berbagai cara salah satunya adalah melalui relaksasi. Sesuai dengan penelitian
Amri1dan Thalib (2018) yang meneliti tentang pengaruh terapi relaksasi terhadap
tingkat stres kerja perawat, menemukan adanya pengaruh terapi relaksasi
terhadap tingkat stress kerja perawat. Setelah perawat mengikuti terapi relaksasi,
maka tingkat stresnya menurun atau menjadi lebih rendah, dibandingkan sebelum
perawat mengikuti terapi relaksasi.

SIMPULAN

1. Karakteristik responden berdasarkan usia sebagian besar berada pada kategori


dewasa awal yaitu sebanyak 75,5%. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin
terbanyak diketahui adalah perempuan yaitu 67,9%. Sedangkan pada lama kerja
terbanyak telah bekerjsa > 3 tahun yaitu sebanyak 54,7%.
2. Perawat ruang isolasi covid-19 di Rumah Sakit Pelita Anugerah ditemukan yang
mengalami stres ringan adalah 9,4%, stres sedang 32,1 %, dan yang mengalami stress
berat 58,5 %
3. Kualitas pelayanan perawat ruang isolasi covid-19 di Rumah Sakit Pelita Anugerah
sebagian besar adalah kurang baik yaitu sebanyak 39,6 %, yang kualitas pelayanan
Manuskrip Artikel Ilmiah – Jurnal PPNI Jawa Tengah

baik sebanyak 28,3%, yang cukup sebanyak 15,1%, yang tidak baik sebanyak 13,2%,
dan yang paling sedikit adalah sangat baik yaitu 3,8 %.
4. Ada hubungan antara stress kerja dengan kualitas pelayanan di ruang isolasi covid-19
di Rumah Sakit Pelita Anugerah dengan nilai p sebesar 0,000.

REFERENSI

Bustami. (2020). Penjamin Mutu Pelayanan Kesehatan & Akseptabilitasnya. Erlangga.


Cahyono, T. P. (2013). Hubungan Antara Kepemimpinan Penanggung Jawab Ruangan
Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.
Artikel. Universitas Sultan Agung.
Hastuti, K. . (2021). Satgas: Tenaga Medis Makin Alami Kelelahan & Stress.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210202173555-4-220549/satgas-
tenaga-medis-makin-alami-kelelahan-stres
Maryam, S. (2014). Masa kerja, Tingkat Pendidikan, Dan Rotasi Kerja Meningkatkan
Kinerja Perawat di RS Jiwa dr. Soeharto Heerdjan. Jurnal Keperawatan Gantari, 1, 35–
46.
Musta’in, Veranita, W., Setianingsih, & Aydi, D. P. (2021). Hubungan Antara Stres Kerja
Dengan Kelelahan Kerja Pada Perawat Di Masa Pandemi Covid-19 di Unit Pelayanan
Kesehatan Daerah Surakarta. Jurnal Keperawatan, 13(1), 213–226.
Nurningsih. (2017). Hubungan Tingkat PengetahuanPerawat tentang Basic Life Support
(BLS) dengan Pendidikan Perawat dalam Pelaksanaan Primary Survey di RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Artikel Skripsi.
Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis. Salemba
Medika.
P2PTM Kemenkes RI. (2019). Apa Itu Stres? http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-
p2ptm/stress/apa-saja-gejala-stres.
Sesrianty, V. (2018). Hubungan Pendidikan Dan Masa Kerja Dengan Keterampilan
Perawat Melakukan Tindakan Bantuan Hidup Dasar. JURNAL KESEHATAN PERINTIS
(Perintis’s Health Journal), 5(2), 139–144. https://doi.org/10.33653/jkp.v5i2.143
Tjiptono, F., & Chandra, G. (2012). Service, Quality, & Satisfaction. Penerbit ANDI.
Widya Astari, D., Noviantani, A., & Simanjuntak, R. (2021). Kepuasan Pasien terhadap
Mutu Pelayanan Keperawatan di Era Pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Mata
Cicendo. Journal of Hospital Accreditation, 03(1), 34–38.
http://jha.mutupelayanankesehatan.net/index.php/JHA/article/view/79

You might also like