You are on page 1of 137

RANCANG BANGUN SISTEM DINAMIS

PENGAMBILAN KEPUTUSAN KOMPLEKS


PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GULA TEBU

MUHAMMAD ARIEF BINTORO DIBYOSEPUTRO

SEKOLAH PASCA SARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

 
 
 
 
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Rancang Bangun Sistem


Dinamis Pengambilan Keputusan Kompleks Pengembangan Agroindusustri
Gula Tebu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Februari 2012

M.A. Bintoro Dibyoseputro


NIM 995025

 
 
ABSTRACT
MUHAMMAD ARIEF BINTORO DIBYOSEPUTRO, System dynamic modeling of
complex decision making for the development of sugar cane agroindstry, under
supervision of IRAWADI JAMARAN, MACHFUD, MARIMIN, BUNASOR
SANIM, and YANDRA ARKEMAN.

The modeling outlined in this research is an initiative to find approaches to the


development of sugar cane agroindustry and its related complex decision making
processes. The model is expected to be used for optimizing added values and to better
evaluating the impact of relevant decisions associated with information available
across the components. The entirely model consists of (i) system dynamic model, for
mapping entirely system, decision making purposes and learning through simulation
process, (ii) interpretive structural modeling to visualize vision, generate ideas, and
compose unstructured ideas into structural and operational steps of actions, (iii)
analytical network process as an approach to make decisions and policies by
accommodating complexity of internal and external criteria, and (iv) Bayesian believe
network as an approach to look at the likelihood of realization under specific
scenarios. The simulation indicates that demand for sugar is relatively stable and
predictable. In the other hand the supply is relatively volatile due to productivity
level, land use competition with other crops, climatic factor, market sentiment caused
by economic factor, trade and socio-politico factors. The development of sugar cane
agroindustry requires multidimensional facets and inter-organizational decision
making along the process of adding values to sugar cane plantation, sugar production,
trading (export-import), and distribution to final consumers. The simulation shows
that the improvement of productivity and manufacturing can be achieved by mainly
improving better cane seed, larger cane field, good planting and estate management
practice, and betterment of machineries. The trade-distribution management requires
timely scheduling and precise calculation for importation of raw sugar, white sugar or
refined sugar. The majority of stakeholders suggest in order to develop the
performance of sugar cane agroindustry, there should be attempts to innovate product
alternatives aside from conventional products, e.g ethanol as alternative energy
source, liquefied sugar.
Key words: sugar cane agroindustry, system dynamic model, interpretive structural
modeling, analytical network process, Bayesian believe network.

 
 
RINGKASAN

MUHAMMAD ARIEF BINTORO DIBYOSEPUTRO, Rancang Bangun Sistem


Dinamis Pengambilan Keputusan Kompleks Pengembangan Agroindustri Gula Tebu.
Dibimbing oleh IRAWADI JAMARAN, MACHFUD, MARIMIN, BUNASOR
SANIM, dan YANDRA ARKEMAN.

Agroindustri gula tebu merupakan industri dengan karakter sistem dinamis yang
kompleks (complex dynamic system), bercirikan adanya hubungan terus menerus
antar pelaku atau anggota sistem. Penggunaan pendekatan sistem dinamis dapat
diterapkan dalam rangka melakukan kajian agroindustri gula tebu seperti pada kajian
proses pegambilan keputusan untuk tujuan pengembangan.
Pasokan produksi gula tebu nasional lebih rendah jumlahnya dari pada
permintaan, sehingga terjadi defisit pasokan gula. Hingga saat ini persoalan defisit
pasokan belum dapat teratasi dengan baik. Kompleksitas permasalahan dimulai
ketika tingkat produktifitas pertanian tebu dan pabrik gula masih rendah. Rendahnya
produktifitas pertanian tebu ditengarai terjadi karena penurunan luas lahan tanam,
pergeseran lahan dari lahan basah ke lahan kering yang disebabkan karena persaingan
penggunaan lahan tanam oleh berbagai jenis tanaman lainya serta meningkatnya alih
fungsi lahan bagi keperluan lain di luar pertanian. Penurunan produktifitas pabrik
gula disebabkan karena semakin tua usia mesin yang kurang diimbangi oleh
peremajaan mesin baru yang lebih produktif.
Permasalahan non teknis pertanian masih sering timbul, seperti terjadi
ketidaktepatan pelaksanaan kebijakan importasi gula yang dilakukan pada saat tingkat
persediaan gula dalam negeri masih tinggi dan mencukupi. Persediaan gula yang
berlebih ini dapat mengakibatkan penurunan harga. Permasalahan inilah yang secara
perlahan telah mengurangi daya mampu petani tebu dan pabrik gula sehingga
produktifitas menurun, pasok bahan baku tebu menurun, efisiensi pabrik menurun dan
peremajaan pabrik terlantar hingga gejolak harga gula sewaktu-waktu dapat terjadi
secara tinggi.
Penelitian ini berupaya membangun model yang berbasis sistem dinamis
sebagai alat pemeta sekaligus sebagai alat simulasi. Di luar keunggulan metoda
sistem dinamis yang dalam penelitian ini menggunakan software Stella, penelitian ini
mengantisipasi adanya keterbatasan dalam pemeringkatan berbagai alternatif ide,
kepentingan, dan keinginan para pelaku pemangku kepentingan dalam sistem. Oleh
karena itu digunakanlah teknik Interpretive Structural Modeling untuk
mengembangkan ide-ide tersebut dan menyusunya menjadi terstruktur secara baik.
Selain itu penelitian ini menggunakan teknik Analytical Network Process sebagai alat
untuk menangkap semua elemen yang mungkin berlaku dalam rangka pemeringkatan
penentuan kebijakan. Sebagai alat bantu penelitian yang lain, dalam penelitian ini
akan menggunakan alat bantu Bayesian Belief Network untuk memetakan jaringan
probabilitas antar elemen. Selanjutnya sebagai elemen “tujuan” yang dipilih untuk
diproses dalam Bayesian Belief Network akan diambil dari hasil utama Interpretive

 
 
Structural Modeling, dan dalam penelitian ini terpilih peningkatan produktifitas
sebagai elemen tujuan dalam model Bayesian Belief Network.
Pemodelan sistem dinamis ini terdiri dari beberapa sub-model yaitu: (1) sub-
model perkebunan tebu, (2) sub-model pabrik gula, (3) sub-model permintaan
konsumen dan distribusi, dan (3) sub-model kebijakan. Keseluruhan sub-model ini
dirangkum menjadi satu hingga terbentuk model sistem dinamis pengambilan
keputusan kompleks bagi pengembangan agroindustri gula tebu.
Hasil simulasi menunjukan bahwa peningkatan produktifitas secara global
dapat tercapai bila pemangku penentu kebijakan mengambil keputusan kebijakan
Pengembangan Produk Alternatif, lalu diikuti keputusan Dukungan Kebijakan
Moneter, dan terakhir kebijakan Penentuan Tarif Bea Masuk.
Dengan mengikuti pola pemeringkatan kebijakan di atas, maka diharapkan
pada tahun 2014 dapat dicapai swa sembada gula dengan tingkat produksi gula
nasional yang terdiri dari kontribusi pabrik gula Kristal putih dibawah naungan
BUMN dan swasta serta pabrik gula rafinasi sebesar 5,700,000 ton. Dari jumlah ini
diharapkan kontribusi produksi gula tebu dari kelompok pabrik gula di bawah
naungan BUMN sebesar 2,075,984 ton dengan tambahan lahan tanam sehingga
mencapai luasan sebesar 308,789 hektar dan tambahan pembangunan pabrik gula
kristal putih sebanyak 16 unit. Rencana kegiatan ini merupakan peluang usaha yang
besar karena dapat menumbuhkan peluang penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan
ekonomi yang tersebar di berbagai kawasan dan peluang pertumbuhan industri
pendukung lain seperti industri pupuk serta sarana produksi lain seperti herbisida,
pestisida dan industri transportasi.
Selain industri pendukung langsung, diperkirakan akan terjadi peningkatan
industri pendukung tidak langsung lain seperti keuangan, asuransi, dan pasar modal.
Di samping itu diharapkan tercapainya swa sembada gula dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan pusat-pusat penelitian gula dan
berkembangnya kegiatan asosiasi-asosiasi terkait lainya.

 
 
 
 
 
 
 
 
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 
  Hak Cipta dilindungi Undang‐undang 
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Mengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

   

 
 
RANCANG BANGUN SISTEM DINAMIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN KOMPLEKS
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GULA TEBU

MUHAMMAD ARIEF BINTORO DIBYOSEPUTRO

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCA SARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

 
 
Ujian Tertutup
Penguji Luar Komisi: 1. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA
2. Dr. Ir. Sukardi, MS

Ujian Terbuka
Penguji Luar Komisi: 1. Prof. Dr. Ir. A. Aziz Darwis, MSc.
2. Prof. Dr. Ir. I Wayan Rusastra, APU

 
 
Judul Disertasi : Rancang Bangun Sistem Dinamis
Pengambilan Keputusan Kompleks
Pengembangan Agroindustri Gula Tebu

Nama Mahasiswa : M.A. Bintoro Dibyoseputro

Nomor Pokok : 995025

Program Studi : Teknologi Industri Pertanian

Menyetujui:

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran


Ketua Komisi

Dr. Ir. Machfud, MS. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc.


Anggota Anggota

Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng.
Anggota Anggota

Mengetahui:

Ketua Program Studi Dekan


Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Machfud, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Ujian Terbuka: 30 Januari 2012 Tanggal Lulus:

 
 
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala karuniaNYA
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan kurun waktu 2007 - 2011 ini ialah manajemen strategi dalam rangka
pengembangan suatu agroindustri, dengan judul Rancang Bangun Sistem Dinamis
Pengambilan Keputusan Kompleks Pengembangan Agroindustri Gula Tebu.

Perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang dalam disertai


pemohonan kepada Allah SWT kiranya berkenan menjadikan budi baik dan ketulusan yang
telah mereka berikan kepada kami menjadi amal jariyah yang tak terputus selamanya, kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran, ketua komisi pembimbing, beserta keluarga
besar, terutama Ibu Prof. Dr. Ir. Tun Teja Irawadi, MS yang telah menghantarkan
kami hingga dapat menyelesaikan program doktoral ini, dan telah menyediakan
segala fasilitas di kediaman beliau bagi kami semua sebagai anak bimbingan. Penulis
akan selalu mengenang wejangan filosofis tentang program doktoral ini yang telah
banyak diutarakan oleh beliau selama masa pembingingan, agar kami selanjutnya
terbebas dari rasa malas dan takut untuk berfikir.
2. Bapak Dr. Ir. Machfud, MS, selaku anggota komisi pembimbing dan selaku ketua
program studi, yang tanpa henti selalu mendorong agar penyelesaian program ini
dapat terlaksana dan selalu mengingatkan agar dalam penulisan memperhatikan
formulasi matematis sebagai kesempurnaan disertasi.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc., selaku anggota komisi pembimbing yang secara
berkala beliau selalu memantau kemajuan kami, memberikan kemudahan akses pada
sumber-sumber rujukan serta selalu mendorong agar program ini dapat selesai
dengan baik, hingga upaya beliau menjadikan ruang kerja sebagai tempat kami
belajar, dan berdiskusi.
4. Bapak Dr. Ir. Yandra Arkeman, MEng. selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak membantu penulis ketika mengalami kesulitan dalam pemrograman
komputer, sedemikian rupa beliau memperhatikan kemajuan kami hingga kami selalu
dipantau melalui presentasi yang harus kami lakukan di depan mahasiswa S3 TIP
yang sedang mengikuti mata kuliah yang dibawakan oleh beliau.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc selaku anggota komisi pembimbing yang
banyak membantu menyempurnakan pengetahuan penulis tentang kebijakan publik
dan ekonomi kelembagaan, serta telah memberi waktu kepada penulis di sela-sela
kesibukan beliau.
6. Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Suryani dan Bapak Dr. Ir. Sukardi yang telah berkenan menjadi
Penguji Luar pada saat Ujian Tertutup dan telah memberikan masukan yang sangat
bermanfaat bagi kesempurnaan disertasi kami.
7. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Aziz Darwis,MSc dan Bapak Prof. Dr. Ir. I Wayan Rusastra,
APU yang telah berkenan sebagai Penguji Luar pada saat Ujian Terbuka. Beliau
berdua telah memberikan masukan yang penting pada kesempurnaan disertasi kami
berupa apresiasi terhadap kreatifitas metodologi dan perlunya menambahkan
ekonomi kelembagaan.
8. Penulis mohon perkenan melalui media yang terbatas ini ingin mengucapkan
terimakasih kepada para guru kami yang telah mencarikan dan memberikan ilmu

 
 
yang terbaik bagi kami, selama kami “memungut ilmu” di IPB. Semoga keikhlasan
mereka terus berbuah kebaikan selamanya.
9. Penulis ingin sekali menyampaikan ucapan terimakasih yang tinggi kepada para
sahabat dan kolega penulis yang bekerja di Fakultas Teknik Pertanian, dan para
sahabat yang bertugas di Sekolah Pascasarjana, semoga kita tetap disatukan dalam
semangat kebersamaan untuk mencari dan member yang terbaik bagi kehidupan.
10. Pada kesempatan ini penulis ingin sekali menyapa para teman sejawat selama
menjadi mahasiswa baik yang seangkatan maupun yang tidak seangkatan. Mudah-
mudahan terbatasnya media ini untuk mengungkapkan rasa terimakasih dan rasa
rindu tidak mengurangi semangat silaturahim kita sampai kapanpun dan dimanapun.
11. Penulis ingin sekali mengucapkan terimakasih kepada para sahabat, nara sumber dan
kolega saat penulis melakukan penelitian. Mereka telah banyak sekali membarikan
pencerahan pengetahuan mengenai agrindustri gula tebu hingga ilmu kehidupan yang
lebih luas. Penulis memohon maaf tidak mampu untuk menuliskan satu persatu,
penulis memohon dicukupkan berkomunikasi melalui media lain untuk meneruskan
persaudaraan ini dapat berkelanjutan, insya Allah.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada istri penulis, dokter. Detty
Hasanah Dibyoseputro yang selalu sabar dan membantu menjaga kesehatan penulis. Ucapan
yang sama akan penulis sampaikan kepada kedua anak Yusufa Ramadhani Dibyoseputro dan
Elyasa Ramadhani Dibyoseputro atas dukungan yang tidak pernah putus, sejak si bungsu
belum bersekolah hingga si sulung telah kuliah, mengingat penulis terlalu lama menyita
waktu untuk menyelesaikan penelitian ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dirahmati oleh
Allah SWT menjadi ilmu yang amaliah dan amal yang ilmiah, amien.

Bogor, Februari 2012


M.A. Bintoro Dibyoseputro 

 
 
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta, pada hari Senin, tanggal 22 Februari 1960, sebagai
anak pertama di antara tiga bersaudara, dari keluarga almarhum Bapak H. Djam’an
Dibyoseputro dan Ibu Hj. Sri Sudaryati Dibyoseputro.
Penulis menyelesaiakan pendidikan sarjana S1 di Fakultas Ekonomi Jurusan
Akuntansi Universitas Gadjahmada pada tahun 1986. Dua tahun berselang, 1988, penulis
memperoleh Bea Siswa dari Asian Development Bank untuk meneruskan studi di Asian
Institute of Management, Philippines dan lulus sebagai Master of Business Administration
pada tahun 1990. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan sekolah pasca sarjana IPB Program
Doktor Program Studi Sosial & Ekonomi Fakultas Pertanian IPB. Atas perkenan Sekolah
Pascasarjana IPB, penulis pindah jurusan ke Program Studi Teknologi Industri Pertanian
hingga akhir program.
Pengalaman kerja mandiri penulis pada awalnya dimotivasi untuk mempraktekan dan
memelihara hasil studi S1 sebagai akuntan dan pada tahun 1995 atas dukungan teman-teman,
penulis ikut mendirikan dan sebagai salah satu pemegang saham perusahaan konsultan
Management Accounting and Advisory Services yang berkembang hingga saat ini. Pada
pertengahan 1996, penulis mendukung ajakan beberapa teman untuk mendirikan dan sebagai
pemegang saham perusahaan Agrakom Para Relatika sebagai perusahaan yang bergerak di
bidang pemasaran dan komunikasi publik
Penulis merintis usaha mandiri berikutnya dengan upaya menerapkan thesis S2
berupa studi kelayakan bank syariah. Pada tahun 1992 bersama-sama sejawat alumni FE
UGM penulis ikut mendirikan dan sebagai salah satu pemegang saham BPRS Harta Insan
Karimah yang hingga kini telah berkembang menjadi beberapa cabang.
Pengalaman managerial bidang keuangan global telah penulis peroleh ketika
berkesempatan bekerja di Bankers Trust, sebagai Country Manager Correspondence Banking.
Penulis banyak menimba pengalaman business ketika bekerja di Kelompok Usaha Sinar Mas
selama hampir 12 tahun hingga keluar sebagai Senior Manager Business Development.
Pada tahun 2000 penulis menerima tawaran para sejawat untuk ikut bergabung
mengelola Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
yang baru saja berdiri. Di FEIS UIN inilah penulis sempat menjadi Wakil Dekan Bidang
Administrasi dan Keuangan. Penulis mulai mengembangkan jejaring keuangan syariah
hingga suatu saat dapat menjalin hubungan kerja dengan Islamic Development Bank/ Islamic
Cooperation for the Development of Private Sector (ICD). Penulis menekuni profesi
konsultan keuangan umum dan khususnya keuangan syariah hingga saat ini.
Sejalan dengan kegiatan istri penulis yang berprofesi sebagai dokter dan pegiat
kesehatan, penulis menerima ajakan teman-teman sejawat untuk berkarya di bidang layanan
kesehatan. Dalam waktu dekat insya Allah kegiatan bersama ini akan berbuah menjadi salah
satu rumah sakit yang dikelola dengan standar kualitas amat tinggi demi memberikan layanan
yang baik bagi pengguna layanan kesehatan yang selama ini terpaksa harus mencari layanan
dari negara tetangga.
Saat ini penulis dianugrahi dua orang anak: Yusufa Ramadhani Dibyoseputro sebagai
mahasiswa Fakultas Hukum UI, dan Elyasa Ramadhani Dibyoseputro sebagai pelajar SMP
Al Falah kelas 2, dari istri Detty Hasanah Dibyoseputro yang berprofesi sebagai dokter.

 
 
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang 1
1.2 Tujuan penelitian 6
1.3 Ruang lingkup penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroindustri gula tebu 8
2.2 Sistem dinamis kompleksitas detail 9
2.3 Sistem dinamis kompleksitas dinamis 9
2.4 Resistensi perubahan 9
2.5 Langkah-langkah rancang bangun system dinamis 10
2.6 Rantai kegiatan agroindustri gula tebu 12
2.7 Rangkaian permintaan dan penawaran 12
2.8 Desain kebijakan 13
2.9 Tinjauan studi sebelumnya 13

3 LANDASAN TEORI
3.1 Sistem dinamis 15
3.2 Struktur dan aspek operasional dalam sistem dinamis 16
3.2.1 Thinking 16
3.2.2 Communicating 17
3.2.3 Learning 17
3.3 Elemen kebijakan agroindustri 18
3.3.1 Kebijakan proteksi 18
3.3.2 Kebijakan fiscal dan moneter 19
3.4 Interpretive Structural Modeling 19
3.5 Analytical Network Process 20
3.6 Bayesian Belief Netework 23

4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Kerangka pemikiran 28
4.2 Tahapan penelitian 28
4.2.1 Analisis kebutuhan 31
4.2.2 Formulasi permasalahan 32
4.2.3 Identtifikasi system 32

 
 
4.2.4 Diagram konseptual 33
4.2.5 Pemodelan dan implementasi komputer 34
4.2.6 Verivikasi dan validasi model 37
4.2.7 Analisis sentistivitas 38
4.2.8 Analisis Stabilitas 38
4.2.9 Aplikasi model 39
4.2.10 Simulasi model 39
4.3 Pengumpulan data 40
4.4 Pengolahan data 41

5 KERAGAAN AGROINDUSTRI GULA TEBU


5.1 Penjelasan pelaku agroindustri gula tebu 42
5.2 Kinerja agroindustri gula tebu 45
5.3 Distribusi dan perdagangan agroindustri gula tebu 46
5.4 Aspek supply-demand dan pasar gula tebu 47
5.5 Tantangan agroindustri gula tebu ke depan 48

6 PENGEMBANGAN MODEL
6.1 Analisis model system dinamis 50
6.1.1 Analisis kebutuhan 51
6.1.2 Formulasi Permasalahan 54
6.1.3 Identifikasi Sistem 55
6.2 Rancang bangun model 57
6.3 Pengujian model 58
6.4 Penggunaan model 59

7 SIMULASI MODEL DINAMIS


7.1 Simulasi penggalangan ide-ide pengembangan 60
7.2 Simulasi jejaring keyakinan Bayesian 63
7.3 Simulasi analytical network process 65
7.4 Simulasi model sistem dinamis 67

8 KESIMPULAN DAN SARAN


9.1 Kesimpulan 69
9.2 Saran 73

DAFTAR PUSTAKA 76

LAMPIRAN 79

 
 
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Ekspor gula Indonesia periode 1823 – 1940 2


2. Perusahaan multinasional di didang produksi dan
perdagangan gula dunia (2006) 4
3. Permintaan, produksi, dan impor gula nasional 5
4. Ringkasan referensi studi terkait 14
5. Karakteristik dan lingkup permasalahan manjemen 15
6. Jenis-jenis sistem 16
7. Rincian benefit cost opportunity risk 22
8. Rincian struktur jejaring keyakinan Bayesian 26
9. Kebutuhan sistem dan potensi konflik pelaku agroindus tri 31
gula tebu Indonesia
10. Rencana aksi pabrik gula BUMN 72
11. Target hasil simulasi pabrik gula BUMN tahun 2014 72

 
 
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tahapan Constructing dalam pemodelan sistem dinamis 17


2. Tahapan Communicating dalam pemodelan sistem dinamis 17
3. Tahapan Learning dalam Pemodelan Sistem Dinamis 18
4. Struktur ANP, Benefit Cost Opportunity Risk 22
5. Struktur umum jejaring keyakinan Bayesian 25
6. Tahapan penelitian rancang bangun model dinamis 29
7. Tahapan penggunaan alat bantu software 30
8. Kerangka konseptual supply-demand agroindustri gula tebu 33
9. Model supply-demand gula tebu 37
10. Interface model simulasi sistem dinamis 40
11. Kebijakan dana talangan 46
12. Mekanisme kebijakan cadangan penyangga 47
13. Importasi gula tebu 2005 – 2010 48
14. Strategi generik kebijakan impor-ekspor 49
15. Diagram model sistem dinamis agroindustri gula tebu 50
16. Tahapan pendekatan sistem 52
17. Diagram sebab akibat menggunakan software Netica 55
18. Diagram input output sistem dinamis 56
19. Model matematis sistem dinamis 57
20. Tampilan interface model sistem dinamis 59
21. Penentuan pertanyaan, konteks, dan relasi ISM 61
22. Sebelas ide utama para pemangku kepentingan 61
23. Contoh laman voting penentuan prioritas 61
24. Hasil simulasi ISM struktur ide-ide berdasarkan prioritas 61

 
 
25. Model jejaring keyakinan Bayesian peningkatan produktifitas 63
Sebagai tujuan model
26. Hasil laporan utama proses simulasi jejaring keyaninan 64
Bayesian
27. Hasil simulasi model jejaring keyakinan Bayesian 64
28. Interface model ANP penentuan kebijakan 65
29. Hasil ANP level strategis management puncak 65
30. Hasil simulasi peringkat kebijakan pada elemen Benefit 66
31. Hasil simulasi peringkat kebijakan pada elemen Cost 66
32. Hasil simulasi peringkat kebijakan pada elemen Opportunity 67
33. Hasil simulasi peringkat kebijakan pada elemen Risk 67
34. Interface utama model sistem dinamis 68

 
 
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil pengolahan model analytical network process 79


2. Hasil pengolahan jejaring keyakinan Bayesian 94
3. Hasil pengolahan interpretive structural modeling 98
4. Hasil pengolahan sistem dinamis 101

 
 
1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kompleksitas dinamis merupakan salah satu ciri yang terjadi pada ranah
agroindustri saat ini. Fenomena ini merupakan akibat yang disebabkan sekurang-
kurangnya oleh tiga hal: 1) terjadi inovasi di berbagai bidang teknologi terutama
teknologi informasi dan komunikasi, 2) perubahan dinamis pada supply-demand di
tiga bidang utama yaitu makanan, energi, dan air (food, energy, and water), dan 3)
pemanfaatan produk pertanian serta produk terbarukan lainya untuk keperluan energy
(Yandra, et. al. 2007).
Pada agroindustri gula tebu, perubahan kompleksitas dinamis merupakan
permasalahan yang mencakup semakin banyaknya peubah yang saling terkait, peubah
yang mengandung probabilitas, dan peubah yang berbeda sesuai perubahan waktu.
Beberapa contoh kompleksitas agroindustri gula tebu dapat ditemukan pada
pengelolaan sinkronisasi antar elemen dan pengelolaan unsur resiko. Berkenaan
dengan resiko yang dihadapi oleh agroindustri gula, salah satu contoh adalah resiko
dinamika perubahan biaya atau harga. Bila penyerapan biaya produksi mengalami
perubahan dinamis sehingga biaya mendekati nilai tambah yang diciptakan, maka
margin atau laba yang diciptakan menjadi semakin tipis sehingga perusahaan
berpotensi rugi dan menanggung konsekuensi ikutan yang dapat lebih buruk (Boehlje,
1999).
Sejalan dengan problematika kompleksitas, pendekatan sistem dinamis diakui
oleh para peneliti dan praktisi sebagai metoda yang mampu memberikan pemahaman
dan membantu penyelesaian masalah dalam semesta sistem yang kompleks dengan
lebih baik (Richmond, 2004). Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan
pendekatan sistem dinamis untuk membangun model. Adapun sebagai obyek kajian
utama, penelitian ini akan membahas agroindustri gula tebu sebagai fokus kajian dan
upaya pengembanganya. Agroindustri gula tebu memiliki karakteristik unsur
dinamika perubahan dan kompleksitas permasalahan yang tinggi di banyak sisi.
Secara konseptual, pendekatan sistem dinamis mampu menggambarkan secara
lebih jelas mengenai hubungan antar elemen dan perilakunya. Dengan demikian
diharapkan bagi para pengambil keputusan akan terbantu pada saat menghadapi
pengambilan keputusan persoalan yang kompleks. Hal ini terutama terjadi dalam
2

evaluasi hasil proses pengambilan keputusan dan kaitanya dengan pengelolaan arus
informasi dari tiap-tiap komponen atau agent yang menjadi bagian integral dalam
rangkaian keseluruhan sistem (Bryceson, et.al. 2008).
Merujuk pada sejarah perkembangan agroindustri gula tebu dari masa ke
masa, penelitian ini diharapkan dapat menangkap kerumitan pengelolaan agroindustri
gula tebu dengan persoalan yang berciri multidimensional. Selama masa pendudukan
pihak asing pada rentang waktu tahun 1823 sampai dengan sebelum kemerdekaan,
Indonesia tercatat sebagai produsen gula terbesar kedua setelah Cuba, seperti pada
Tabel 1.
Pada kurun waktu tersebut, meskipun tingkat produktifitas gula tinggi, namun
fakta agroindustri gula tebu di Indonesia diwarnai oleh munculnya para pihak
pemangku kepentingan (petani dan pemilik lahan) yang amat dirugikan oleh
pemangku kepentingan lain yang lebih berkuasa. Sebaliknya ada sedikit pihak tertentu
yang amat diuntungkan, seperti para pihak pemilik modal.
Tabel 1 Ekspor gula Indonesia periode 1823 - 1940

Harga (Guilder/
Tahun Vol (Ton) Nilai (1,000 Guilder)
ton)
1823 3,291 204 671
1830 6,710 233 1,563
1840 61,750 219 13,523
1850 84,548 199 16,825
1860 128,265 249 31,938
1970 146,670 216 31,681
1880 222,242 220 48,893
1890 367,785 140 51,490
1995 575,662 140 80,593
1900 736,606 100 73,661
1913 1,278,486 119 152,140
1920 1,510,971 694 1,048,614
1929 2,402,974 127 305,178
1940 803,494 65 52,227

Sumber: B van Ark, “The Volume and Price of Indonesian Exports,


1823 to 1940: The Long-Term Trend and Its Measurement”, dalam
Bulletin of Indonesian Economic Studies 24 (3), 1988, hal. 87-120.

Di balik kinerja yang amat mengesankan dari tabel di atas ternyata mekanisme
produksi gula dilaksanakan dengan kebijakan yang amat bertentangan dengan kaidah
kemanusiaan. Sejarah mencatat adanya distribusi pendapatan yang amat tidak adil,
seperti praktek Kebijakan Tanam Paksa yang penuh dengan pelanggaran dan
3

penyalahgunaan kekuasaan sehingga menghalangi praktek-praktek pengelolaan


industri yang baik dan adil.
Selama periode Kebijakan Tanam Paksa telah diterapkan secara sistemik pola
kebijakan integratif mikro-makro yang pada tingkat operasional diwujudkan dalam
bentuk: 1) tanam paksa di bidang budidaya, 2) monopoli di bidang industri
pengolahan, 3) monopsoni di bidang industri perdagangan, dan 4) integrasi vertikal
dalam organisasi industri secara menyeluruh (Khudori, 2005). Kebijakan Tanam
Paksa pada intinya merupakan mekanisme pengerdilan hak petani sebagai salah satu
pelaku dalam agroindustri gula tebu, yaitu berupa penghapusan paksa pendapatan
tenaga kerja dan pendapatan sewa lahan.
Pada masa setelah kemerdekaan, keprihatinan dan penderitaan petani tebu
yang merupakan salah satu mata rantai penting dalam agroindustri gula tebu, ternyata
belum sepenuhnya membaik, walaupun keprihatinan tersebut berwujud dalam bentuk
lain yaitu seperti menurunya efisiensi di berbagai lini yang berakhir pada menurunya
pendapatan.
Pada dekade 1990, ditengarai penyebab menurunya efisiensi dalam
agroindustri gula tebu disebabkan karena terjadinya penurunan produktifitas dan
rendemen (Djojosubroto, 1995). Dalam hasil penelitian yang sama, penurunan
produktifitas disebabkan karena: 1) pergeseran lahan tanam dari areal sawah ke lahan
kering, 2) pergeseran lahan tanam tidak diikuti oleh inovasi dan penerapan teknologi
budidaya tebu pada lahan kering, dan 3) meningkatnya biaya produksi khususnya di
Jawa. Sedangkan penurunan tingkat rendemen disebabkan karena: 1) semakin
panjangnya hari giling sehingga berakibat buruk terhadap kemasakan tebu yang
optimal, 2) berkurangnya pasokan tebu, dan 3) hilang bobot pada rantai proses.
Pada dekade 2000, kondisi agroindustri gula tebu masih belum membaik,
ditandai oleh perselisihan penentuan rendemen yang tak kunjung usai antara para
pihak pabrik gula, petani tebu dan pihak terkait pada level produksi. Para pemain
penting ini tak kunjung selaras dalam memecahkan masalah kesepakatan penentuan
rendemen (Lembaga Penelitian IPB, 2002).
Pada tahun 2003, ditemukan disparitas rendemen sebesar 2,45% yaitu
perbedaan antara rendemen pabrik guala swasta, PT. Gunung Madu Plantation yang
mencapai rata-rata 9,66% dan rendemen rata-rata 58 pabrik gula BUMN sebesar
7,21%. Perbedaan rendemen ini setara dengan gula sebanyak 563,500 ton atau 2,45%
4

dari total tebu yang digiling sebanyak 23 juta ton tebu pada tahun 2003. Dalam satuan
rupiah, potensi kerugian saat itu mencapai kurang lebih Rp 2 triliun (Ismail, 2005).
Praktek monopoli dalam produksi masih berlangsung, meskipun mengalami
perubahan bentuk namun tetap sebagai pemegang kekuatan pasar produksi. Dua
kelompok produsen besar yaitu satu kelompok di bawah naungan perusahaan negara
(kelompok PT.Perkebutan Negara, PTPN) dan satu kelompok di bawah kelompok
perusahaan swasta masih memegang kendali terbesar agroindustri gula tebu saat ini.
Monopsoni dalam perdagangan masih amat kuat pengaruhnya, meski warna
dan ciri mereka sedikit berubah namun ciri khas monopsoni atau kartel tetap ada. Hal
ini terjadi di wilayah domestik maupun internasional. Perdagangan gula dunia
dikontrol oleh tujuh perusahaan pemain yang menguasi 83.4% pangsa pasar dunia,
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perusahaan multinasional produsen dan pedagang gula dunia tahun 2005

Juta Ton (Raw Pangsa Ekspor


Nama Perusahaan
Value) Dunia (%)
J. Lion 1.7 4.9%
Sucden 2.2 6.3%
Cargill 5.1 14.6%
T&L 8.1 23.2%
Man 4.7 13.5%
Dryfus 3.2 9.2%
Cubazukar 4.1 11.7%
Total Ekspor 7 Perusahaan 29.1 83.4%
Lain-lain 5.8 16.6%
Total Ekspor Gula Dunia 34.9 100%

Sumber: I Nodeco, “A Changing World: Production and Market Outlook for Cuba”,
World Sugar and Sweetener Conference, Bankok, Thailand, 26-27 March 1996 & data
olahan sampai dengan tahun 2005 dari Cargill Indonesia

Sisi permintaan gula domestik menunjukan peningkatan searah dengan jumlah


penduduk, yaitu semakin bertambahnya kebutuhan fundamental kelompok konsumen
rumah tangga dan industri. Sekitar 95% hasil panen tebu yang dihasilkan oleh petani
tebu di Indonesia akan diproses sebagai bahan baku industri gula. Atas hasil produksi
domestik ini, sejumlah 66,8% akan dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga.
Sisi pasokan gula domestik menunjukan penurunan tajam rata-rata sebesar
36% selama periode 1999 – 2009. Hal ini disebabkan karena beberapa hal: penurunan
areal tebu rata-rataterjadi sebesar 22% selama kurun tersebut, penurunan produktifitas
sebesar 10%, dan selama periode 8 tahun terakhir ada 13 pabrik gula yang terpaksa
harus ditutup (sumber: diolah dari data DGI)
5

Ketimpangan antara supply-demand yang amat signifikan mulai terjadi pada


tahun 2007 hingga saat ini. Pada tahun 2007 terjadi hal demikian karena lonjakan
kebutuhan gula yang semakin meningkat mendekati hampir 2,7 juta ton terdiri dari
kebutuhan 2.1 juta ton gula kristal putih dan 600 ribu ton gula rafinasi, sementara
produksi dalam negeri hanya mencapai 1.5 juta ton pada waktu itu. Hal ini
mengakibatkan impor gula naik mencapai sebesar 1,2 juta ton, seperti terlihat pada
Tabel 3.
Keadaan timpang supply-demand agroindustri gula tebu mengakibatkan
timbulnya dorongan sementara golongan untuk melakukan tindak penyelundupan.
Sebagai gambaran disparitas harga gula, pada tahun 2009 harga gula impor termasuk
di dalamnya komponen biaya lain mencapai Rp 4.150 per kilo, jauh lebih rendah dari
pada harga gula pasar domestik yang mencapai Rp 9.500 per kilo. Kondisi ini
berlangsung terus hingga tahun 2010.
Tabel 3 Permintaan, produksi, dan impor gula nasional

Uraian 2007 2008 2009 2010


1. Permintaan 2,729,295 3,000,000 3,100,000 3,200,000
2. Produksi 1,496,027 1,750,000 1,498,000 1,880,000
3. Difisit (1,233,268) (1,250,000) (1,602,000) (1,320,000)
4. Impor 972,985 2,187,133 1,556,688 1,284,791
Surplus/ (defisit) (260,283) 937,133 (45,312) (35,209)

Sumber: BPS & Dewan Gula Indonesia (diolah)

Perbedaan harga dan selisih difisit pasokan gula domestik inilah yang
mendorong penyelundupan gula. Kondisi ini diperburuk oleh munculnya implikasi
negatif dari ketidak tepatan pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah
(mis-match policy), lemahnya aparat pengendali perdagangan dan lemahnya prosedur
administrasi pengelolaan impor gula. Implikasi pelaksanaan kebijakan bea masuk
sebesar 25% bagi gula impor perlu dikaji ulang. Hal ini mengingat bahwa menurut
data dari Dewan Gula Indonesia, posisi Indonesia sejak tahun 2004 tercatat sebagai
importir besar dengan bea masuk rendah secara berurutan setelah negara Mesir 30%,
Sri Langka 66%, Philippines 133%, USA 155%, dan Bangladesh 200% (DGI, 2004).
Semua fenomena yang terjadi pada agroindustri gula tebu pada dekade 2000 di atas
mencerminkan sedang berlangsungnya dinamika proses menuju kondisi
keseimbangan nasional, regional, dan internasional (Abidin, 2000).
Bila dilihat dari sisi dinamika supply-demand dan rangkaian proses
transformasi produksi tebu sejak ditanam, diproses di pabrik, diperdagangkan dan
6

dikonsumsi oleh pengguna produk, maka agroindustri gula tebu memiliki ciri
kompleksitas dalam pengelolaan dan pengembangan. Telaah historis agroindustri
gula tebu menunjukan persoalan yang relatif sama dan terjadi pada periode waktu
yang relatif amat panjang, namun demikian pemecahan persoalan tidak kunjung
memberikan hasil yang diharapkan.
Penelitan ini memandang perlu berfikir sistem dinamis (system dynamic
thinking) untuk digunakan sebagai pendekatan yang diharapkan akan membantu
menguraikan permasalahan secara lebih integratif dari elemen-elemen yang saling
terpisah dan mandiri. Bila dalam penelitian sebelumnya ada yang belum memasukan
mekanisme pembelajaran ke dalam sistem, maka penerapan sistem dinamis dalam
penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan pentingnya kaidah mekanisme
feedback dalam rangka pengambilan keputusan kompleks. Dengan demikian
penelitian ini diharapkan dapat mencapai solusi yang optimal dan dapat diterima
secara baik oleh para pemangku kepentingan.

1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk merancangbangun sebuah model yang
berbasis sistem dinamis untuk membantu pengambilan keputusan kompleks dalam
rangka pengembangan agroindustri gula tebu.

1.3 Ruang lingkup


1.3.1 Ruang lingkup rancang bangun model
Ruang lingkup penelitian meliputi identifikasi elemen-elemen yang
berpengaruh dalam pelaksanaan dan tata kelola agroindustri gula tebu. Secara lebih
rinci lingkup penelitian meliputi elemen yang dapat digunakan untuk optimalisasi
pengambilan keputusan serta simulasi model secara menyeluruh yang terdiri dari
beberapa model sub-sistem, sebagai berikut:
1. Pemodelan sub-sistem dinamis produksi tebu, meliputi pengelolaan
perkebunan dan pola perilaku kegiatan petani sebagai pihak/ agent produsen
bahan baku tebu.
2. Pemodelan sub-sistem dinamis produksi gula, meliputi fungsi produksi yang
terkait dengan produksi gula oleh pabrik gula.
3. Pemodelan sub-sistem konsumsi gula tebu, meliputi fungsi saluran distribusi
produk dari pabrik gula ke konsumen akhir.
7

4. Pemodelan sub-sistem kebijakan pemerintah, meliputi kebijakan fiskal dan


kebijakan moneter yang terkait dengan agroindustri gula tebu.

1.3.2 Ruang lingkup management


Penelitian ini membatasi diri pada lingkup managemen tingkatan strategis.
Bila penelitian ini melakukan analisis pada tingkat praktis, hal ini ditujukan untuk
mendukung keputusan-keputusan strategis secara makro. Dengan demikian
diharapkan hasil penelitian ini berada pada ranah managemen strategis.

1.3.3 Lokasi penelitiandan waktu penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan cara mengundang para pemangku kepentingan
dalam pertemuan Focused Group Discussion yang dilakukan di Jakarta dan Surabaya.
Peserta FGD terdiri dari para wakil petani tebu, pabrik gula kristal putih, pabrik gula
kristal rafinasi, kementerian terkait (Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, BUMN,
Keungan), para Asosiasi, dan pusat-pusat pengembangan dan penelitian, serta pemuka
masyarakat. Penelitian lapangan khusus pabrik gula dilakukan di Pabrik Gula dan
Spritus Madu Kismo, Yogyakarta, Pabrik Gula Gondang Madu, Pabrik Gula Mojo
pada kurun waktu 2008 – 2010.
8

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agroindustri gula tebu


Pelaku utama agroindustri gula tebu Indonesia adalah pabrik gula kristal putih
yang terdiri dari 51 pabrik di bawah kepemilikan BUMN dan 9 pabrik gula swasta
yang sebagian besar beroperasi di pulau Jawa, di provinsi Sulawesi Selatan,
Gorontali, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, dan Lampung. Di samping itu ada
sebanyak 8 (delapan) pabrik gula kristal rafinasi yang memasok kebutuhan gula
rafinasi di Indonesia. Pabrik gula rafinasi tidak memerlukan bahan gula tebu
melainkan memerlukan gula mentah sebagai bahan baku yang diimpor dari luar
negeri. Oleh karena itu pabrik gula kristal rafinasi dalam penelitian ini tidak dilibatkan
dalam kajian secara rinci, mengingat ada terputusnya satu rantai sub-sistem
perkebunan tebu.
Menurut data tahun 2010 luas lahan tanam tebu nasional mencapai total
436,504 Ha. Produksi gula tebu nasional mencapai 2,56 juta ton pada tahun yang
sama, dan dari total produksi ini kontribusi pabrik gula BUMN mencapai 1,38 juta ton
atau sekitar 54% dari total produksi. Produksi ini dihasilkan dari luas lahan pabrik
gula BUMN sekitar 286,579 Ha atau sekitar 66% dari luas lahan total (Revitalisasi
Industri Gula BUMN 2010-2014).
Angka ini menunjukan bahwa ada berbedaan produktifitas yang signifikan
antara pabrik gula BUMN (51 pabrik) dan pabrik gula swasta (9 pabrik). Penggunaan
luas lahan 66% oleh pabrik gula BUMN dari total lahan menghasilkan 54% produk
dari total produksi gula nasional. Sebaliknya penggunaan luas lahan pabrik gula
swasta sebesar 34% dapat menghasilkan 46% dari total produksi gula nasional.
Permasalahan kesenjangan produktifitas yang dialami oleh pabrik gula BUMN
secara umum disebabkan karena: 1) kesulitan pengembangan lahan tanam, karena
persaingan penggunaan lahan oleh komoditas lain dan alih fungsi lahan. Hal ini di
alami oleh mayoritas pabrik gula BUMN yang terletak di pulau Jawa, 2) faktor usia
pabrik gula yang menua dan belum disertai dengan revitalisasi investasi mesin dan
pembaruan teknologi.
Gambaran keadaan di atas merupakan fenomena lapangan yang ada pada saat
ini, dan penelitian ini berupaya untuk mencapai produktifitas yang distandarkan
sebagai sasaran tolok ukur seperti kinerja pada dekade 1980, yaitu pencapaian
rendemen sekitar 10% dan produktifitas gula sebesar 9 ton/ ha.
9

2.2 Sistem dinamis: kompleksitas detail (Detail Complexity System)


Bila membahas sistem kompleks dalam kaitan dengan pengambilan keputusan,
maka pada umumnya yang muncul pertama adalah mengaitkan kompleksitas dengan
unsur banyaknya komponen peubah dalam sistem, atau banyaknya kombinasi bagi
pengambil keputusan yang harus diperhitungkan. Kompleksitas sistem semacam ini
termasuk kategori detail complexity system yaitu sistem kompleks yang ditandai
banyaknya hal-hal rinci dan atau banyaknya probabilitas kombinasi solusi. Teladan
sederhana yang dapat ditemui sehari-hari adalah sistem penentuan jadwal
penerbangan di suatu bandar udara yang sangat sibuk (Sterman, 1989).

2.3 Sistem dinamis: kompleksitas dinamis (Dinamic Complexity System)


Demikian sebaliknya suatu sistem kompleks dapat terjadi pada kondisi yang
kurang detail, tidak terlalu rinci, dan berpeluang kombinasi solusi yang tidak terlalu
tinggi. Dalam sistem seperti ini ciri kompleksitas terletak pada eksistensi interaksi
yang terus menerus antara para agen/ pihak yang terkait. Sitem kompleks ini disebut
dynamic complexity sistem. Teladan standar dapat dilihat pada kasus perusahaan
minuman The Beer Distribution Game (Sterman, 1989) yang menggambarkan proses
produksi dan distribusi produk barang konsumsi, dengan kompleksitas tiap-tiap lini
sejak proses pengadaan bahan baku, proses produksi di pabrik hingga distribusi ke
konsumen. Teladan ini menggambarkan sebuah sistem yang tidak kompleks bila
dilihat pada sisi banyaknya komponen, namun sangat kompleks bila ditelaah sisi
interaksi yang tanpa henti dari para pihak terkait.
Penelitian ini akan menggunakan kedua buah pendekatan di atas, dengan
penekanan lebih terfokus pada pendekatan dynamic complexity system untuk
menjawab persoalan penyelarasan, sinkronisasi, dan interaksi antar pelaku pada
agroindustri gula tebu. Teladan dapat dilihat pada sensitifitas akibat dan pengaruh
keterlambatan kebijakan (time delay) terhadap produktifitas tebu, perubahan harga,
dan perubahan supply-demand secara keseluruhan.

2.4 Resistensi perubahan


Ketidaktepatan waktu (time delay) pengambilan keputusan suatu kebijakan yang
terkait dengan persaratan berjalanya sebuah sistem merupakan kejadian yang sering
terjadi.Hal ini menjadi salah satu pemicu persoalantentang mengapa suatu perubahan
10

yang diharapkan menghadapi tingkat resistensi tinggi, sehingga akan menyulitkan


suksesnya suatu kebijakan (Richmond, 2005).
Dalam dynamic complexity system, bila terjadi time delay maka akan
menyebabkan gejala disequilibrium, berupa kondisi ketidakseimbangan yang terus
menerus melingkar-lingkar. Sementara di sisi lain ada aktivitas dalam rangkaian
sistem yang tidak bisa diputar ulang (irreversible consequences), seperti contoh
kejadian bila petani tebu sudah memutuskan untuk menanam tebu dan terjadi
kebijakan yang kontra produktif yang tidak tepat waktu (misal: penurunan mendadak
tarif impor gula) maka petani tebu akan berada pada posisi lemah. Mereka tidak dapat
segera memutuskan mengganti tanaman tebu, sehingga mereka hanya menunggu
realisasi akibat negatif di kemudian hari berupa kerugian usaha.
Persoalan seperti di atas yang mengakibatkan resistensi perubahan bagi tiap-
tiap agen dalam rangkaian sistem. Masalah irreversible consequences merupakan
tantangan besar yang harus dipecahkan dalam pengambilan keputusan kompleks.
Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan pendekatan sistem dinamis sebagai
upaya mengatasi persoalan tersebut.
Resistensi perubahan dapat terjadi pada level pabrik gula khususnya yang
dibawah naungan BUMN. Meskipun hal ini bukan merupakan fokus penelitian,
namun dalam telaah lapangan ditemukan salah satu penyebab resistensi perubahan
yaitu berupa kondisi lingkungan kerja nyaman (comfort zone) yang tidak memberikan
insentif bagi adanya perubahan yang baik.

2.5 Model sistem dinamis virtual


Suatu model virtual merupakan representasi dunia nyata yang dituangkan ke
dalam model sedemikian rupa sehingga dapat memberikan peluang bagi pengambil
keputusan untuk mempelajari perilaku realitas, umpan balik dan pengaruhnya, serta
menyegarkan kembali keputusan yang pernah diambil melalui proses simulasi.
Kelebihan model virtual antara lain adalah biaya yang rendah. Konsekuensi
hubungan antar keputusan yang diambil dan hasil yang beresiko tinggi dapat ditekan
melalui penggunaan model virtual. Pengaruh irreversible consequence dapat segera
diketahui dan bila berdampak negatif dapat segera dihentikan sehingga ada peluang
untuk merubah keputusan alternatif lain yang lebih baik.
Model virtual dapat menghasilkan umpan balik yang berkualitas. Hal ini dapat
dicapai karena simulasi keputusan dan strategi dapat dikontrol dan dipelajari dengan
11

baik. Di samping itu dengan model virtual dapat sedikit demi sedikit membuka ”black
box phenomena” yang selalu tertutup di dalam dunia nyata. Manfaat lain adalah
berupa proses waktu simulasi yang singkat dapat menggambarkan perjalanan kegiatan
dunia nyata yang amat panjang dimensi waktunya.
Model virtual di atas akan semakin memberikan manfaat yang tinggi ketika
model ini bersifat reflektif sehingga mampu mengulang proses pemikiran, reflective
thought (Schon, 1992). Model virtual tidak terlepas dari keterbatasan, yaitu dapat
terabaikanya prinsip-prinsip metodologi ilmiah. Namun demikian dengan
diterapkanya sistem dinamis kompleks yang fokus pada dynamic complexity sistem,
maka peneliti berpeluang lebar untuk melakukan komunikasi dua arah dan langsung
dengan dunia nyata yang sedang ditelitinya. Kondisi inilah yang dimaksudkan
sebagai model virtual reflektif.
Kegiatan pemodelan sistem dinamis virtual belumlah mencukupi kesempurnaan
pengambilan keputusan kompleks. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena
pembuat model menentukan batas-batas yang terlalu sempit pada elemen temporal
dan spatial bila dibandingkan dengan realitas yang ada. Lain dari pada itu ada 4
penyebab yang mengurangi kualitas pemodelan sistem dinamis, seperti: 1)
kecenderungan negatif pemodel yang kurang memperhatikan kelengkapan feedback
yang terlalu lambat jalanya karena time delay, 2) pemahaman yang kurang
komprehensif tentang seluk beluk industri itu sendiri, 3) reaksi pemodel yang
cenderung defensif, dan 4) dampak negatif akibat biaya penelitian yang tinggi.
Sistem dinamis didesain untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan sehingga
menghasilkan gambaran yang lebih riel dari dunia nyata. Forester (1987) mengatakan
bahwa simulasi akan berhasil dengan baik bila pengembangan model dilakukan
dengan asumsi realistis mengenai perilaku para pelakunya (human behaviour), diramu
dengan studi lapangan yang lengkap, dan pemanfaatan data-data primer yang optimal
untuk melengkapi dan menyempurnakan data-data sekunder.
Simulasi merupakan cara yang praktis untuk menguji kehandalan model atau
hasil rancang bangun ini. Tanpa simulasi pengujian terhadap suatu model tidak dapat
dilakukan. Peningkatan kinerja model hanya dapat dilakukan dengan baik bila ada
pembelajaran feedback dari representasi dunia nyata. Penelitian ini akan
mensimulasikan faktor-faktor utama yang berpengaruh dalam sistem secara
keseluruhan.
12

Hasil kajian tentang sistem yang sudah diverifikasi dan divalidasi ditambah
dengan hipotesa dinamis akan menghasilkan model simulasi. Berdasarkan model
simulasi ini akan dilakukan simulasi “what-if” dari unsur pembentuk sistem utama
seperti unsur dari input, output, dan proses. Atas hasil simulasi diharapkan rekayasa
model lebih lanjut dapat dihasilkan berupa rancang bangun model dinamis yang
sejalan dengan model yang diharapkan.
Dalam penelitian ini simulasi akan dilakukan sesuai dengan kondisi riel
sehingga diperlukan perumusan yang utuh mengenai persamaan-persamaan,
parameter, dan kondisi tertentu dari variabel yang diperlukan. Formalisasi model
simulasi akan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Stella. Dalam program
simulasi diharapkan dapat memunculkan berbagai alternative strategi dan kebijakan.

2.6 Rantai kegiatan agroindustri gula tebu


Tahapan kegiatan agroindustri gula tebu dimulai dari kegiatan perkebunan
tebu yang menghasilkan produk tebu sebagai bahan baku, dilanjutkan dengan
pengolahan hasil tebu oleh pabrik gula, selanjutnya produk gula dilelang, dijual dan
didistribusikan ke pasar untuk memenuhi permintaan konsumen langsung segmen
rumah tangga dan konsumen tidak langsung segmen industri besar dan industri
menengah/ kecil. Di luar tahapan tersebut ada satu kegiatan lain berupa tata niaga
impor sebagai kegiatan pemenuhan defisit supply produksi dalam negeri.
Menurut Keat dan Young (2002), tiap-tiap tahapan produksi di atas
menciptakan pasar input dan output masing-masing, dengan kata lain setiap tahap
kegiatan mengakibatkan fungsi permintaan input yang dapat diturunkan (derived
demand) dari fungsi permintaan outputnya. Berdasarkan hubungan inilah model
sistem dinamis akan dibangun.

2.7 Rangkaian permintaan dan penawaran


Dalam rangkaian permintaan dan penawaran ini dapat terlihat proses
permintaan input dan penawaran output yang membentuk beberapa sub-sistem, seperti
yang terjadi pada tingkatan perkebunan tebu dan pabrik gula. Perilaku pada tingkatan
ini adalah bahwa produsen yang rasional akan melakukan optimasi keuntungan
melalui minimalisasi biaya (input) dengan kendala teknologi dan pasar yang akan
dilayani.
13

Konsekuensi pemahaman perilaku produsen tebu di atas akan menajamkan


pemahaman perilaku lanjutan bahwa produsen dalam rantai agroindustri gula tebu
yang rasional hanya akan melakukan kegiatan pembiayaan input bila produsen
mengetahui prediksi jumlah output besaran manfaat yang akan diterima di masa
depan. Pada saat terjadi hubungan antara pasar output dan pasar input inilah dapat
diturunkan fungsi permintaan yang disebut derived demand sehingga pada tahapan
lanjutan permintaan gula secara agregat dapat diprediksi jumlahnya.
Berdasarkan rasionalitas di atas, analisis strategi dan kebijakan dapat
dilakukan melalui telaah biaya input, modal kerja, tenaga kerja dan input lain yang
digunakan dalam proses produksi sejak dari produksi tebu sampai dengan hasil
agroindustri gula tebu.
Bila timbul kesenjangan informasi (asymetric information) antar pelaku pasar,
maka dapat mengakibatkan perbedaan negatif atas harapan bagi pengambil keputusan
pada tingkat petani atau produsen gula, hal mana dapat mengakibatkan penurunan
motifasi untuk melakukan tanam tebu atau produksi gula. Kondisi informasi yang
melingkar ini selayaknya dijadikan pertimbangan utama dalam penentuan kebijakan
yang integratif, sehingga dapat menjamin berjalanya sistem secara saling mendukung
ke arah tujuan (re-inforcing) dan bukan sebaliknya.

2.8 Desain kebijakan


Bila struktur dan perilaku model sudah stabil dan meyakinkan, maka model
dapat digunakan sebagai alat untuk membuat dan melakukan evaluasi atas kebijakan
yang telah berjalan maupun untuk mendesain kebijakan pada masa depan.Keragaan
kebijakan dan sensitivitas terhadap ketidakpastian dalam parameter model harus
dinilai, termasuk pengetesan atas model yang mengakomodir pilihan skenario
kebijakan.

2.9 Tinjauan studi sebelumnya


Studi yang pernah dilakukan sebelumnya tentang pemodelan integratif merupakan
sumber referensi yang digunakan pada penelitian ini, seperti seperti yang dilakukan
oleh: (1) Sterman, Modeling the Formation of Expectations. (2) Senge, P. and J.
Sterman, Systems thinking and organizational learning (3) Coyle, R., The practice of
Sistem Dinamiss: Milestones, lessons and ideas from 30 years experiences. (4)
Doyle, J. and D. Ford, Mental models concepts for Sistem Dinamiss research. (5)
14

Khudori, Gula Rasa Neoliberalisme. (6) Nur Mahmudi Ismail, Restrukturisasi Industri
Gula Nasional. (7) Zainal Abidin, Dampak Lineralisasi Perdagangan (8) Victor
Siagian, Analisis Efisiensi Biaya Produksi Gula (9) Wayan R. Susila dan Bonar M.
Sinaga, 2005 berjudul Pengembangan Industri Gula Indonesia yang Kompetitif pada
Situasi Persaingan yang Adil, dikeluarkan oleh Lembaga Riset Perkebunan Indonesia,
Bogor. Referensi di atas dirinci lebih lanjut mengenai metodologi yang digunakan,
esensi dan isi kajian, serta keterkaitanya dengan penelitian ini, seperti dalam Tabel 4.
15

Tabel 4 Ringkasan referensi studi terkait

No Nama Judul Metodologi Isi Utama Relevansi dg Disertasi

Modeling the Menggunakan Memprediksi suatu Metoda & Isi akan digunakan
Formation of pemodelan permintaan sebagai referensi prediksi
1 Sterman, John D. Expectations: The sistem dinamis kebutuhan energy di permintaan gula di masa
history of energy masa dating depan
demand forecasts
Sistems thinking Menggunakan Menggambarkan Metoda & Isi sangat relevan
and organiza- pendekatan pentingnya kajian untuk mengkaji unsur
2 Senge, P. and tional learning: Sistem perilaku organisasi perilaku dalam agroindustri
J. D. Sterman, Acting locally and Thinking yang dinamis, yang gula tebu, serta
thinking globally melakukan menggambarkan pentingnya
in the pembelajaran diri makna feedback dalam
organization of menggunakan pembelajaran suatu
the future mekanisme organisasi.
feedback
The practice of Menggunakan Menggambarkan Membantu memecahkan
Sistem Dynamics: pemodelan fleksibilitas masalah dinamika dalam
3 Coyle, R., Milestones, Sistem Dinamis pendekatan sistem kelembagaan yang terkait
lessons and ideas dinamis dalam agroindustri gula
from 30 years berbagai aspek
experiences kehidupan, meliputi
bidang eksak
maupun soft
science.
Mental models Menggunakan Menekankan Metoda & Isi menjadi
concepts for pemodelan dan mekanisme rujukan teori utama dalam
4 Doyle, J. And Sistem Dinamiss pendekatan pembelajaran, kaji penerapan pemodelan sistem
D. Ford research Sistem ulang, feedback, dan dinamis agroindustri gula
Thinking, mekanisme jalanya tebu
sistem thingking
dan sistem dinamis
Abstaction and Jurnal ilmiah Jurnal disajikan sbg
Modelling of pada Seminar Sistem Dynamics Memberi pemahaman yang
5 Kim P. Bryceson, Agri-food Chains EAAE ke 110, and Innovation in lebih mendalam tentang
Carl S. Smith As Complex 18-22 Feb. 08, Food Network kegunaan Sistem Dynamic
Decision Making Di Austria dalam Food Chains.
Sistem
Dampak Disertasi S3 Menggambarkan
Lineralisasi IPB, Fak analisis dampak Memberi gambaran yang
6 Zainal Abidin, Perdagangan Pertanian, kebijakan, tipologi memadai tentang agroindustri
Terhadap Sosial analisis sistem, tidak gula khusus dari sisi pandang
Keragaan Industri Ekonomi, menyinggung sistem ekonomi semata.
Gula Indonesia: menggunakan desain dan sistem
Suatu Analisis metoda control
Kebijakan Ekonometrika

Restrukturisasi Kajian BPPT, Khusus mengkaji Mendukung penajaman salah


7 Nur Mahmudi Industri Gula menggunakan informasi asimetris satu permasalahan
Ismail Nasional pendekatan antara petani dan agroindustri gula
ekonometrika PG, kasus rendemen

Analisis Efisiensi Thesis S2 IPB, Menitikberatkan Mendukung pemutakhiran


8 Victor Siagian Biaya Produksi Fak Pertanian, pada analisis biaya komposisi biaya produksi
Gula di Indonesia: Sosial produksi PG yang gula pada saat membuat FS
Pendekatan Ekonomi, beroperasi di Jawa Investasi .
Fungsi Biaya menggunakan
Mutli-input Multi- metoda input-
output output

9 Wayan R. Susila Pengembangan Kajian pada Memfokuskan pada Memberi gambaran yang
Industri Gula Lembaga Riset simulasi berbasis memadai tentang agroindustri
Indonesia yang Perkebunan Ekonometrika, tdk gula khusus dari sisi pandang
Kompetitif pada Indonesia, ada rancang bangun ekonomi semata.
situasi persaingan Bogor sistem baru.
yang
Adil
16

3 LANDASAN TEORI

3.1 Sistem dinamis


Pada dasarnya sistem dinamis menggunakan landasan teori dinamika non-linier
dan pengendalian umpan balik (feedback control) seperti yang diterapkan dalam ilmu
matematika dan fisika. Selanjutnya sistem dinamis menerapkan konsep dasar di atas
ke dalam ranah perilaku manusia sama seperti yang terjadi pada ranah sistem fisika
dan sistem teknik lainya. Dengan demikian sistem dinamis dapat diterapkan secara
baik di ranah lain seperti management, kehidupan sosial, kegiatan ekonomi, dan ilmu-
ilmu sosial lainya.
Sehubungan dengan pengembangan agroindustri gula tebu, berbagai alternatif
strategi pengembangan adalah merupakan hasil keputusan managemen puncak, yaitu
barupa arahan-arahan strategis yang bersifat direktif. Lingkup strategi pengembangan
meliputi rentang waktu yang berjangka panjang, masuk pada level lingkungan
dinamis dengan berbagai faktor yang saling mempengaruhi dan memiliki cirri khas
ketidakpastian yang tinggi, seperti diuraikan pada Tabel 5.
Bila dilihat dari sisi karakteristik komponen sistem agroindustri gula tebu di
Indonesia, pemberlakuan suatu strategi pengembangan & kebijakan dapat
mempengaruhi dan dapat diterapkan pada komponen input, proses, maupun output.
Tabel 5 Karakteristik dan linkgup permasalah manajemen

Jangka Lingkungan Sifat

Arahan-arahan Strategis,
Direktif Panjang Dinamis & probabilistic terkadang intuitif
Dinamis & mempengaruhi Tidak bisa diprogram
Strategis Panjang faktor-2 dengan kepastian karena preferensi
rendah pengambil keputusan
perlu masuk secara utuh
Dinamis & mempengaruhi Bisa dibuat program
Taktis Menengah faktor-2 dengan asumsi dengan masukan
Pendek kepastian tinggi preferensi pengambil
keputusan
Operasional Pendek Dianggap static & tidak Bisa dibuat program
mempengaruhi faktor-2 karena berulang

Sumber: Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk (Marimin, 2004)

Ditinjau dari karakteristik atau jenis sistem berdasarkan sifat komponen, maka
kajian strategi pengembangan dan kebijakan dapat berubah-ubah secara fleksibel dari
satu jenis sistem ke jenis sistem lainya. Kajian kebijakan dapat berada pada sistem
analis, sistem desain, maupun sistem kontrol seperti pada Tabel 6.
17

Tabel 6 Jenis-jenis sistem

Sistem Input Proses Output

Analis Diketahui Diketahui Direkayasa/diatur


Desain Diketahui Direkayasa/diatur Diketahui
Kontrol Direkayasa/diatur Diketahui Diketahui

Sumber: Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial (Marimin, 2005)

Sistem Dinamis merupakan suatu metoda untuk meningkatkan kemampuan


pembelajaran dalam suatu sistem yang amat kompleks (Sterman, 2004). Sistem
dinamis mengembangkan mekanisme feedback melalui metoda simulasi sehingga
dapat membantu mengatasi kompleksitas suatu permasalahan, memahami sumber-
sumber resistensi suatu penerepan kebijakan, dan membantu desain kebijakan yang
lebih efektif.

3.2 Struktur dan aspek operasional dalam pemodelan sistem dinamis


Perilaku suatu sistem muncul dari struktur sistemnya. Struktur sistem terdiri
dari feedback loops, stocks, danflows, serta kondisi hubungan non-linearitas akibat
interaksi yang terjadi antara struktur fisik sistem dan proses pengambilan keputusan
para pelakunya (Richmond, 2002).
Salah satu aspek perilaku penting dalam sistem dinamis adalah struktur feed
back yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Bila feedback berakibat positif, maka jenis
perilakunya disebut jenis growth atau tumbuh. Bila feedback berakibat negatif, maka
sistem dikatakan teridentifikasi sebagai goal seeking. Bila ada pengaruh time lag/
time delay dari feedback yang ditimbulkan, maka sistem dapat diidentifikasi sebagi
oscillations, limit cycles, atau chaos. Aspek operasional dalam sistem dinamis terdiri
dari thinking, communicating, dan learning.

3.2.1 Thinking
Dalam langkah pertama berupa eksplorasi pemikiran atau Thinking, terdiri dari
dua kegiatan utama yaitu: membuat konstruksi model dan melakukan simulasi untuk
mengambil kesimpulan. Model adalah penyederhanaan kondisi nyata berupa
representasi yang dapat menangkap karakteristik keadaan realitas keadaan nyata, yang
secara simbol sistem dinamis diuraikan pada Gambar 1.
18

Gambar 1 Tahapan constructing dalam pemodelan sistem dinamis

3.2.2 Communicating
Output dari kegiatan eksplorasi pemikiran atau Thinking merupakan bahan
pokok bagi kegiatan selanjutnya, yaitu communicating. Ada tiga bahan pokok dalam
kegiatan communicating yaitu berupa: mental model, hasil simulasi, dan kesimpulan.
Secara garis besar kegiatan communicating dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Tahapan communicating dalam pemodelan sistem dinamis

3.2.3 Learning
Kegiatan selanjutnya adalah merupakan kegiatan pembelajaran atau Learning.
Ada dua macam learning, yaitu:Self Relfective LearningdanOther Inspired Learning
Self-reflective learning merupakan hasil simulasi yang dihasilkan dari mental model
Other Inspired learning merupakan gabungan hasil dari self reflective learning dan
kesimpulan hasil simulasi, seperti diterangkan pada Gambar 3.
19

Gambar 3 Tahapan Learning dalam pemodelansistem dinamis

3.3 Elemen kebijakan agroindustri


3.3.1 Kebijakan fiskal dan moneter
Kebijakan fiskal meliputi kebijakan yang langsung terkait dengan pendapatan
dan biaya suatu produk atau jasa, seperti pajak dan berbagai kebijakan sektor riel
lainya. Kebijakan fiskal berkaitan dengan kegitan operasional sektor riel, oleh karena
itu kebijakan ini mencakup rentang wilayah seluas keterkaitan dengan kegiatan
operasional sektor riel itu sendiri. Subyek penentu kebijakan fiskal dapat dilakukan
oleh berbagai pihak otoritas yang relefan dengan obyek yang diatur.
Kebijakan Moneter secara garis besar terkait dengan pengendalian suku bunga
pinjaman, tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang asing (Houck, 1986). Kebijakan
moneter dilakukan oleh otoritas utama yaitu Bank Indonesia sebagai bank sentral.
Kedua instrumen kebijakan tersebut dapat bersifat protektif maupun terbuka.
Negara Indonesia yang mengimpor gula, dapat melakukan proteksi diri dari ekspansi
pasokan gula internasional melalui mekanisme kebijakan tarif dan atau kuota.
Disamping itu, negara importir dapat melindungi dan menjaga kesejahteraan produsen
dengan menerapkan instrumen kebijakan fiskal. Dalam pelaksanaanya dapat pula
dilakukan kuota impor secara proporsional atau dalam bentuk subsidi sarana produksi
20

secara langsung bagi produsen dalam negeri. Kebijakan lain yang dapat dilakukan
oleh negara importir adalah berupa subsidi konsumsi dan atau subsidi impor.
Bila penelitian ini dikaitkan dengan praktek perdagangan internasional, maka
terlepas dari argumentasi teoritis tentang bermanfaatnya perdagangan bebas, namun
kebijakan perdagangan bebas akan menghadapi resistensi kuat dari para pihak tertentu
(Houck, 1986). Beberapa alasan utama yang mendukung penolakan perdagangan
bebas atau berpihak pada kebijakan proteksi adalah:
• Melindungi agroindustri yang lemah
• Melindungi keamanan dan ketahanan nasional
• Melindungi kesejahteraan nasional
• Melindungi praktek perdagangan yang tidak adil
• Melindungi program nasional yang sedang digalakan
• Melindungi posisi neraca pembayaran

3.3.2 Kebijakan pengembangan produk alternatif


Kebijakan ini sesungguhnya merupakan kategori kebijakan fiskal, namun
demikian mengingat pentingnya penekanan pada aspek pengembangan produk
alternatif berbasis bahan baku tebu, maka secara khusus disebutkan kebijakan
pengembangan produk alternatif berbasis tebu selain untuk diproses menjadi gula
tebu.
Adapun contoh produk alternatif dalam penelitian ini adalah ethanol, gula cair,
dan produk alternatif lainya. Penelitian ini mengakomodir keingingan para peserta
Focused Group Discussion yang mengharapkan dibentuknya kelompok kerja untuk
memikirkan secara khusus tentang peluang alternatif produk berbasis tebu.

3.4 Interpretive Structural Modelling


Dalam kaitan dengan pengumpulan pendapat berupa identifikasi aktivitas
setiap bidang dan hubungan kepentingan antar pelaku, penelitian ini menggunakan
hasil diskusi kelompok (Focused Group Discussion) yang pesertanya antara lain
adalah semua para pemangku kepentingan dalam rangkaian kegiatan agroindustri
gula tebu.
Berkaitan dengan elemen aktivitas sub-sistem agroindustri gula tebu,
penelitian ini merencanakan akan membahas elemen aktivitas:
a. Bidang produksi perkebunan tebu
21

b. Bidang produksi pabrik gula pengolah tebu


c. Bidang distribusi ke konsumen dan trend permintaan
d. Bidang penentuan kebijakan
Hasil akhir dari teknik ISM adalah elemen kunci dan diagram struktur.
Meskipun demikian dalam penelitan ini tidak akan membahas secara khusus matrix
Driver Power Dependence (DPD) bagi elemen-elemen aktivitas di atas, dengan
demikian peneliatian ini tidak sampai pada analisis klasifikasi sub-elemen berikut:
a. weak driver - weak dependent variable (autonomous)
b. weak driver – strongly dependent variable (dependent)
c. strong driver – strongly dependent variable (linkage)
d. strong driver – weak dependent variables (independent)

3.5 Analytical Hierarchy Process dan Analytical Network Process


Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty
(Saaty,1982) menjadi salah satu alat bantu pengambilan keputusan yang melibatkan
elemen-elemen keputusan yang sulit dikuantifikasikan dan belum jelas strukturnya.
AHP menggunakan asumsi bahwa reaksi logis manusia ketika menghadapi
pengambilan keputusan yang kompleks cenderung mengelompokan elemen penentu
keputusan sesuai dengan karakteristik umum yang berlaku.
Proses sistemik AHP meliputi penyusunan secara hirarkhis guna memilahkan
elemen dalam suatu sistem dalam berbagai tingkat yang berbeda dan mengelompokan
elemen serupa dalam tiap tingkat. Tingkat puncak yang disebut fokus atau goal
adalah sasaran keseluruhan yang liputannya luas. Di bawahnya ditempatkan level
kriteria sebagai tolok ukur dalam melakukan pemeringkatan. Selebihnya adalah level
alternatif dari berbagai pilihan yang dihadapi yang berdasarkan kriteria harus dipilih
dan ditentukan prioritasnya.
Analytical Network Process (ANP) merupakan bentuk yang lebih umum dari
AHP dan dapat digunakan untuk menampilkan kerangka umum bagi pengambilan
keputusan tanpa harus membuat asumsi elemen-elemen yang terikat oleh aturan
hirarkhis. Elemen-elemen ANP dapat saling berdiri sendiri tanpa mengikuti aturan
peringkat seperti pada AHP. Keunggulan ANP yang paling menonjol terletak pada
kemudahan menggabungkan elemen yang saling terkait dan kemampuan
mengakomodasikan mekanisme feedback ke dalam jejaring pengambilan keputusan
(Saaty, 2008)
22

Dalam penelitian ini akan menggunakan ANP berbasis kriteria Benefit Cost
Opportunity Risk (BCOR). Kaidah BCOR memiliki kesamaan makna dengan urutan
pada analisis Strenght Weakness Opportunity Threat (SWOT), sehingga BCOR dapat
memetakan kondisi lapangan dan dapat membantu secara mudah untuk mengarahkan
strategi ke depan sesuai dengan yang diinginkan.
Adapun alternatif pilihan kebijakan yang akan diuji dan diurutkan prioritasnya
dengan menggunakan model BCOR adalah Kebijakan Moneter, Kebijakan Fiskal, dan
atau Kebijakan Pengembangan Produk Alternatif, yang skemanya pada Gambar 4.
23

Gambar 4 Struktur ANP berbasis benefit cost opportunity risk


Secara narasi yang lebih rinci, model BCOR akan menggunakan kriteria
kontrol yang terdiri dari tiga faktor, yaitu ekonomi, politik dan sosia. Kemudian
diikuti oleh Klaster pada masing-masing faktor kriteria kontrol dan pada
penghujungnya diikuti elemen masing-masing, seperti terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Rincian elemen benefit cost opportunity risk

Kriteria Kontrol  Klaster  Elemen 


  
Recovery Industri Gula    

Lapangan Kerja di Agrin Gula, di 
Ekonomi  Struktur Ekonomi  industri terkait, reorganisasi 
industri nasional, 
pemberdayaan teknologi 
Benefit   ‐        (Strenght) 

Supply & Demand    

Kepercayaan partisan parpol 
Kredibilitas Politik  meningkat, Dunungan parpol 
pada kebijakan pemerintah, 
Reputasi partai politik 
Politik 
Pencapaian tujuan parpol, 
Stabilitas Politik  Peningkatan jumlah pemilih, 
Konsistensi kebijakan gula 
nasional 
Han Kam Tib    
Lingkungan Hidup    
Sosial 
Tingkat Penyerapan Tng Kerja    
24

Harga Barang Lain yg terkait    
Harga Gula    
Tingkat Inflasi    
Ekonomi 
Kinerja ekspor Indonesia, 
Cost  ‐    (Weakness) 

Retaliasi produk ekspor 
Pasar tenaga kerja, Keunggulan 
Indonesia 
kompetitif 
Reputasi Internasional, 
Pengaruh Internasional, 
Kredibilitas Internasional 
Dukungan pada isu‐2 
Politik 
internasional  
Dukungan Int'l pada Free 
Trade    
Tingkat Kriminalitas    
Sosial 
Kesejahteraan    
Globalisasi    
Ekonomi  Dukungan pengembangan 
tekno.    
Pemilu legislatif 2014, Pemilu 
Opportunity 

Popularitas politik domestik  presiden 2014, Persiapan 
kebijakan pem yad 
Politik 
Promosikan free trade, 
Praktek Perdagangan Int'l  Meningkatkan fair trade, Peran 
kepemimpinan di WTO 
     
Sosial 
     
Dukungan internasional     
Lapangan kerja, Pekerjaan lain 
Infrastruktur Industri 
Ekonomi  terkait, Dukungan ekonomi 
Domestik 
pada peningkatan teknologi 
Risk 

Kepemimpinan WTO    
Politik  Kredibilitas Global    
     
Sosial 
     
Penerapan Tarif Bea Masuk,  
Dukungan Kebijakan Moneter, 
Semua Network  Alternative 
Pengembangan Produk 
Alternatif 

3.6 Jejaring keyakinan Bayesian (Bayesian Belief Network)


3.6.1 Model umum jejaring keyakinan Bayesian
Model Jejaring Keyakinan Bayesian (JKB) merupakan cabang dari teori
probabilitas matematika yang dapat memodelkan ketidakpastian fenomena atau
realitas kehidupan keseharian. Pemodelan ketidakpastian ini dilakukan dengan cara
menggabungkan penalaran yang logis dan bukti-bukti kenyataan yang diperoleh
melalui observasi, dengan cara memasukan unsur peluang atau probabilitas atas suatu
keadaan.
25

Jejaring Keyakinan Bayesian akan digunakan untuk mendukung analisis


fenomena agroindustri yang mengandung unsur probalilitas pada peubahnya. Tiap-
tiap agen/ sub-sistem yang digambarkan oleh pemodelan sistem dinamis memiliki
probabilitas masing-masing. Persepsi atas arus informasi dari satu sub-sistem akan
mengalir ke sub-sistem yang lain sehingga akan mempengaruhi tingkat keyakinan,
persepsi, belief sub-sistem lain dalam merespon informasi tersebut. Sebagai contoh
peubah harga produk, kondisi cuaca, persepsi pemasaran produk dan peubah lainya,
dapat mempengaruhi keputusan para pelaku sub-sistem. Dengan pendekatan model
Jejaring Keyakinan Bayesian diharapkan dapat menyempurnakan proses pengambilan
keputusan.
Jejaring Keyakinan Bayesian merupakan alat yang tangguh untuk membuat
model yang melibatkan keyakinan/ probabilitas hubungan sebab-akibat antar variabel.
Jejaring ini berisikan berbagai tingkat probabilitas variable yang disertai dengan
hubungan historis antar variable tersebut. Jejaring Keyakinan Bayesian merupakan
alat yang efektif untuk membuat model dengan kekhasan adanya informasi yang
sudah diketahui, bersamaan dengan hadirnya data yang berkarakter tidak menentu
serta data yang secara parsial tidak lengkap. Hal inilah yang membedakan antara
Jejaring Keyakinan Bayesian dan Sistem Pakar (expert sistem, ruled-based sistem).
Pada Sistem Pakar, ketidak-tentuan atau ketidak-tersediaan data akan mengakibatkan
ketidak-efektifan atau ketidak-akuratan penjelasan yang logis (reasonings) atas suatu
fenomena. Sebaliknya dengan menggunakan Jejaring Keyakinan Bayesian, ketidak-
lengkapan data dapat diatasi sehingga ketersediaan data yang tidak sempurna tetap
dapat digunakan untuk memodelkan fenomena yang menuntut penjelasan logis secara
cepat waktu.
Ketidak-tentuan dapat muncul dalam berbagai situasi. Bahkan sumber pakar
dapat menyatakan ketidak-tentuan atau ketidak-akuratan atas kondisi informasi pada
suatu model. Dalam kondisi seperti ini, Jejaring Keyajinan Bayesian bermanfaat
untuk menghadapi kondisi yang samar, tidak menentu, tidak utuh, dan saling
bertentangan (vague, uncertain, incomplete, and conflicting).
Bentuk umum JKB terdiri dari tiga elemen utama, yaitu :
1. Elemen nodes yang merupakan representasi variable dalam sistem. Tiap-tiap
node bersifat mutually exclusive dan node dapat bermakna sebagai variable.
2. Elemen links, sebagai penghubung hubungan sebab akibat antar nodes
26

3. Elemen probabilities, yang melekat pada node dan menunjukan tingkat


keyakinan atau probabilitas sutau node sehubungan dengan sebab-akibat
dengan node yang lainya.

3.6.2 Struktur umum jejaring keyakinan bayesian


Model Jejaring Keyakinan Bayesian dapat disusun dengan mengikuti kaedah
struktur umum dengan alur seperti pada Gambar 5 yang terdiri dari 6 (enam) kategori
variable seagai berikut:
1. Tujuan Model
2. Faktor-faktor Pengendali
3. Faktor-faktor Intermediasi
4. Intervensi Tindakan
5. Faktor-faktor Implementasi
6. Dampak-dampak ikutan

Gambar 5 Struktur umum jejaring keyakinan Bayesian

Dalam pengaplikasian pada model, faktor-faktor implementasi akan


berhubungan langsung dengan elemen-elemen pada intervensi tindakan. Pada saat
bersamaan intervensi tindakan berbubungan dengan faktor-faktor intermediasi atau
27

faktor-faktor antara. Contoh pengembangan struktur model jejaring keyakinan


Bayesian dapat dilihat pada Tabel 8.
Pada saat memulai membangun Jejaring Keyakinan Bayesian, pemodel perlu
mendahulukan logika dasar dari model sistem yang akan dibangun. Kemudian diikuti
oleh ide-ide penting yang paling relevan dan perlu ditampilkan dalam model sehingga
model Jejaring Keyakinan Bayesian menjadi efektif dan efisien.
Tabel 8 Rincian struktur jejaring keyakinan Bayesian

Kategori Penjelasan Contoh

Tujuan Suatu hal yang ingin dicapai dan • Tingkat produktifitas hasil
dipengaruhi oleh tata kelola model panen gula tebu
pengembangan agroindustri gula tebu. • Kontinuitas sumber daya alam
• Kontinuitas agroindustri gula
tebu secara umum

Intervensi Hal-hal yang ingin diimplemen- • Peningkatan konservasi lahan


Tindakan tasikan guna mencapai tujuan. Hal ini tanam
dapat berupa pilihan-pilihan tindakan • Penggunaan bibit unggul
managerial, seperti konservasi lahan • Pemberian Subsidi
tanam, pemberian bantuan saprodi • Pelatihan kemampuan SDM

Faktor-faktor Faktor-faktor yang menghubungkan • Luas lahan tanam (menghu


Antara antara Intervensi Tindakan dan Tujuan bungkan antara luas lahan yang
(intermediate model jejaring ada dan rencana perluasan)
factors) • Tingkat Produktifitas
(menghubungkan antara Pelaku
Usaha/ Petani dan Tingkat
Pendapatan

Faktor-faktor Faktor-faktor yang tidak dapat dirubah • Jumlah penduduk


Pengendali dengan Intervensi Tindakan namun • Tingkat curah hujan
faktor-faktor ini turut mengendalikan • Kecocokan sifat tanah dan
lingkungan sistem. tanaman tebu.

Faktor-faktor Faktor-faktor yang secara langsung • Pengelolaan pupuk yang sesuai


implementasi mempengruhi apakah intervensi dengan sarat kebutuhan tanaman
tindakan dapat berhasil dilakukan tebu
dalam jangka waktu singkat atau • Pengelolaan Hama & Penyakit
panjang Tanaman Tebu
• Pengelolaan pembersihan
tanaman pengganggu (gulma)

Dampak-dampak Faktor-faktor yang secara tidak • Peningkatan ketersediaan


Ikutan langsung ikut berubah sebagai akibat supply air bagi masyarakat
dari intervensi tindakan namun sebagai akibat positif konservasi
perubahan ini tidak mempengaruhi lahan
sama sekali atau secara signifikan • Peningkatan ternak yang
terhadap lingkungan sistem yang memanfaatkan pakan dari
sedang dikaji. limbah daun tebu.
28

3.7.3 Aturan Jejaring Keyakinan Bayesian


Jejaring Keyakinan Bayesian yang diprakarsai oleh Tn. Rev. Thomas Bayes,
mengikuti aturan rumusan matematis berupa teori probabilitas bersarat. Adapun
persamaan Bayes yang paling mendasar adalah:

! ! ! ! !(!)
P(b|a)   =
!(!)

P(a) adalah probabilitas a, dan P(b) adalah probabilitas b, dan P(a|b) adalah
probabilitas a bila diketahui peristiwa b sudah terjadi.
Sebagai ilustrasi, hama tikus dapat merusak hingga 50% tanaman tebu muda.
Andaikata diketahui setiap 1 (satu) meter persegi dari 50,000 m2 (5 Ha) tanaman tebu
terdapat 1 tikus, dan tiap 1 meter persegi dari 20 m2 tanaman ternyata rusak terserang
hama tikus. Kita ingin mengetahui sejauh mana petani tebu mengeluhkan kerusakan
tanaman tebu, maka dapat dihitung tingkat kerusakan sebagai berikut:
! !"#$%&!&' !"#"$"# !"#" !"#$% ! !(!"#" !"#$%)
P hama tikus kerusakan tanaman) =
!(!"#$%&!&' !"#"$"#)

!.! ! !/!",!!!
P hama tikus kerusakan tanaman) =           = 0.0002
!/!"

Bila ada petani yang mengeluhkan kerusakan tanaman, maka kemungkinan


disebabkan oleh hama tikus hanya sebesar 0.02%.
Perumusan Jejaring Keyakinan Bayesian secara lebih kompleks dapat dirumuskan
dengan mengikutkan hipotesa, pengalaman masa lampau, dan bukti-bukti sebagai
berikut:
! ! ! ! !(!|!,!)
P(H|E, c) =
!(!|!)

Berdasarkan rumus di atas, tingkat keyakinan/ probabilitas hipotesa H dapat


meningkat bila ada tambahan bukti/ fakta E dan dalam konteks latar belakang
kejadian pengalaman masa lalu c.
Bagian sisi kiri P(H|E,c) disebut keyakinan posterior atau probabilitas hipotesa H
setelah memperhatikan pengaruh bukti/ fakta E dari pengalaman masa lalu c.
Istilah P(H|c) disebut keyakinan a-priori atau probabilitas hipotesa H bila hanya
diketahui kejadian pengalaman masa lalu c saja.Istilah P(E|H,c) disebut
kecenderungan, likelihood, yang memberikan tingkat keyakinan dari bukti kejadian
dengan adanya kebenaran asumsi H dan latar belakang informasi pengalaman masa
lalu c.
29

4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Kerangka Pemikiran


Realisasi strategi pengembangan dan kebijakan agroindustri gula tebu yang
telah dirumuskan sebelumnya belum menunjukan efektifitas sesuai yang diharapkan.
Pada titik bahasan inilah penelitian ini memandang perlu menggunakan metoda sistem
dinamis sebagai alat dasar yang diharapkan mampu mengupas bahwa penerapan
strategi generik belum tentu menghasilkan efek yang sama pada waktu dan
kesempatan yang berbeda.
Metodologi sistem dinamis yang dipadu dengan Intrepretive Structural
Modelling (ISM), Analytical Network Process (ANP) dan Bayesian Biliefe Network
(BBN) diharapkan dapat mengeliminir kesan kurangnya penekanan prioritas sebagai
langkah tanggap atas kebutuhan kebijakan yang tepat bagi para pemangku
kepentingan yang kompleks. Hal ini minimal dapat merespon kondisi seperti
tercermin dari kurang terstrukturnya langkah kebijakan sesuai skala prioritas yang
terjadi pada kebijakan terkait hal-hal berikut:
a. inovasi baru teknik budidaya dan pabrik gula,
b. peningkatan permintaan gula oleh industri makanan dan minuman,
c. penghapusan pengendalian tataniaga oleh Bulog
d. pemberian fasilitas pendanaan kredit usaha tani tebu
e. program relokasi PG dari Jawa ke luar Jawa& Rehabilitasi PG
f. kebijakan tarif
g. penguatan fungsi organisasi/ kelembagaan yang sesuai dan wajar

Berdasarkan gambaran kompleksitas antar subyek yang berlangsung secara terus


menerus, dan kondisi usaha serta tata niaga yang amat kompleks di atas, maka
diharapkan pendekatan pemodelan dengan menggunakan metoda sistem dinamis yang
yang dipadu dengan teknik ISM, ANP, BBN/JKB dapat membantu untuk menentukan
strategi pengembangan agroindustri gula tebu yang ditopang oleh kebijakan secara
lebih tepat guna dan efektif dalam pelaksanaanya.

4.2 Tahapan Penelitian


Pemodelan sistem dinamis ini akan dilakukan melalui 4 (empat) tahapan
utama yaitu: tahapan persiapan, perancangan model, pembangunan model, dan
30

rancangan implementasi. Secara skematis rangkaian tahapan dapat dilihat pada


Gambar 6.

Gambar 6 Tahapan penelitian rancang bangun model dinamispengambilan keputusan


kompleks pengembangan agroindustri gula tebu
31

Tahap persiapan meliputi kegiatan studi pustaka, pengembangan ide,


persiapan kuesioner sebagai alat pengumpul data primer yang dilakukan melalui
pertemuan Focused Group Discussion dengan para pemangku kepentingan. Langkah
selanjutnya berupa pengumpulan data dari petani, kebutuhan konsumen rumah tangga
dan industri, pengumpulan data kajian kebijakan pemerintah, dan pengumpulan data
dari kepustakaan serta pendapat pakar.
Tahap berikutnya adalah persiapan perancangan model. Pada tahap ini akan
dilakukan tahapan pendekatan sistem, dimulai dari analisa kebutuhan sampai dengan
analisa stabilitas. Selanjutnya sesuai lingkup penelitian, maka akan dihasilkan elemen
model berupa sub-sistem perkebunan/ petani, sub-sistem produksi gula tebu,
subsistem distribusi, dan subsistem kebijakan.
Mengingat tidak semua elemen dapat dianalisis dengan baik oleh alat bantu
software sistem dinamis Stella, maka penelitian ini akan menggunakan alat bantu
analisis software ISM, ANP dan BBN/ JKB. Penggunaan alat bantu dan penerapanya
dapat dilihat pada Gambar 7.

Langkah 6
Langkah 1 – 3 Berorientasi pada data
Langkah 4 – 5 Metodologi & Isu Kebijakan Pengambilan Keputusan
Langkah 5 – 6 Pengambilan Keputusan Kebijakan prioritas
Langkah 5
Strategi prioritas
ISM
Penentuan Prioritas ANP
Opsi‐opsi strategi BBN
Langkah 4 Ukuran Kinerja

Kebutuhan saat ini & yad


Kebutuhan Investasi
Langkah 3
Operasional & Pendanaan Model  Perhitungan
(simulasi & matematis) 
Analisis Kesenjangan Software Stella
Langkah 2 Kenyataan v.s. Harapan?

Penilian Kondisi
Bagaimana Kondisinya?
Langkah 1
Bagaimana keterkaitanya?
Basis Data Pangetahuan
Basis Pengetahuan Dasar Dimodelkan secara System Dynamic 
Agroindustri Gula Tebu menggunakan Software Stella
Realitas di lapangan

Gambar 7 Tahapan penggunaan alat bantu software


Tahapan pendekatan sistem yang berkenaan dengan rancang bangun model
dinamis dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pemodelan utama sistem dinamis menggunakan software Stella
32

2. Pemodelan pembangunan visi, misi, dan rencana aksi menggunakan softeware


ISM Concept Star
3. Pemodelan pemeringkatan kebijakan menggunakan software ANP Super
Decisions.
4. Pemodelan jejaring keyakinan Bayesian untuk menggambarkan probabilitas
tercapainya langkah awal yang utama dalam rangka pengembangan
agroindustri gula tebu, menggunakan software BBN Netica.

4.2.1 Analisis Kebutuhan


Analisis kebutuhan dalam penelitian ini membahas pokok-pokok kepentingan
dan kebutuhan para pihak pemangku kepentingan dalam agroindustri gula tebu.
Dengan menganalisis secara cermat mengenai kepentingan dan kebutuhan masing-
masing pihak, diharapkan dapat menghasilkan gambaran yang lebih jelas mengenai
kemungkinan munculnya potensi sinergis dan antagonis.
Di samping itu dalam analisis kebutuhan akan terungkap para pelaku utama
dalam agroindustri gula tebu. Kajian para pelaku dalam suatu sistem kegiatan usaha
merupakan bagian dari ilmu ekonomi kelembagaan. Dalam ekonomi kelembagaan,
kajian yang diarahkan untuk mengungkapkan perbedaan kepentingan yang muncul
dalam pengambilan keputusan yang berorientasi pasar dan non-pasar, serta terjadinya
biaya transaksi (trancsaction cost) dari kegiatan antar pelaku yang berulang-ulang, hal
inilah merupakan unsur pembentuk harga (Williamson, 1981)
Pendapat Oliver E. Williamson, pemenang Nobel Ekonomi 2009, tepat
diterapkan pada pengembangan agroindustri gula tebu terutama sesuai teorinya yang
menyangkut ekonomi kelembagaan mengenai semakin sulitnya dan tidak menentunya
biaya informasi yang pada penghujungnya sangat menentukan biaya atau harga
produk gula.
Lebih lanjut dalam analisis ekonomi kelembagaan berkenaan dengan para
pelaku yang saling terkait dalam agroindustri gula tebu, telah mengakibatkan
munculnya ketidak tentuan dan peluang aportunisme dalam setiap transaksi atau
rangkaian transaksi. Hal inilah yang mengakibatkan gejala spekulasi yang dapat
muncul pada tiap tahapan kegiatan agroindustri gula pada khususnya. Dengan
pemahaman perilaku yang diturunkan dari teori ekonomi kelembagaan ini, maka
diharapkan para pemangku kepentingan dapat menghindari setiap upaya dari luar
sistem yang akan merugikan sistem.
33

Tabel 9 Analisis kebutuhan sistem, pelaku ekonomi kelembagaan dan potensi konflik
antar pelaku.

No Pelaku Kebutuhan Potensi Konflik

• Harga Tebu stabil & layak • Harga tidak sesuai


1 Petani • Penentuan Rendemen yang • Ketidak jelasan kriteria
transparant inspeksi rendemen
• Peningkatan Pendapatan
• Peningkatan Kesejahteraan
• Kemudahan Info pasar
• Peningkatan Produksi Tebu • Ketidaksesuaian pencapaian
2 Dinas • Kesinambungan suplai tebu produksi tebu karena
Pertanian ke P.G. alternatif komoditas lain
• Peningkatan Kualitas Tebu (mis. Padi)
• Tercapai target produksi

• Peningkatan kualitas gula • Disparitas harga domestik


3 Dinas lokal dan internasional
Perdagangan • Penurungan Impor gula
• Stabilitas harga gula nasional
• Tingkat suku bunga layak • Persaingan dengan sumber
4 Lembaga • Pengembalian Kredit lancar pendana informal
Pendana dan tepat waktu
Keuangan • Terjaminya modal yang
diinvestasikan
• Penciptaan lapangan • Kebocoran pasokan bahan
5 Pemerintah pekerjaan baku tebu ke wilayah lain
Daerah • Peningkatan investasi daerah
• Peningkatan infrastruktur
• Pertumbuhan ekonomi • Ketidakseimbangan
6 Pemerintah nasional portofolio pengembangan
Pusat • Pengembangan agroindustri komoditas lain.
gula tebu
• Pertumbuhan Kesejahteraan
• Peningkatan keuntungan • Harga tidak stabil
7 Industri • Penurunan Biaya Produksi • Kelemahan kelembagaan
Pabrikan Gula • Kontinuitas suplai bhn baku pendukung
• Peningkatan Produktifitas
• Ketersediaan Sumber Dana
• Kelayakan Usaha bagi
pengembangan pabrik baru
• Peningkatan keuntungan • Persaingan dengan Importir
8 Importir legal • Kemudahan prosedur impor ilegal (penyelundupan)
• Harga gula memberikan • Nilai tukar valas fluktuatif.
keuntungan
• Valas condong stabil
• Tercapai Target Pemasukan • Impor ilegal tak terkendali
9 Bea Cukai, • Penurunan Penyelundupan,
Fiskal impor ilegal
34

4.2.2 Formulasi Permasalahan


Kompleksitaspermasalahan agroindustri gula tebutebudi Indonesia dapat
dipaparkan sebagai berikut:
1. Keterbatasan informasi, pengetahuan, permodalan petani tebu dalam
melaksanakan bongkar ratoon dan rawat ratoon
2. Kurangnya penciptaan bibit unggul yang sesuai dengan perubahan
lingkungan lahan tanam.
3. Kurangnya fasilitas irigasi terutama pada lahan kering
4. Mulai langkanya ketersediaan tenaga kerja
5. Kualitas gula rendah, ICUMSA masih lebih besar dari 150 IU
6. Belum berkembangnya diversifikasi produk
7. Penetapan Bea Masuk Impor gula tebu perlu ditinjau (masih rendah)
8. Ketersediaan pendanaan sering terhambat.
9. Penatalaksanaan industri gula masih kurang baik
10. Produktifitas dan efisiensi pabrik gula rendah
11. Lahan perkebunan menyempit dan penyediaan lahan baru masih kurang
Penelitian ini telah mengupayakan agar dapat mengakomodir semua keinginan para
pihak pemangku kepentingan yang pada saat itu dipertemukan dalam forum
pertemuan bersama.

4.2.3 Identifikasi Sistem


Mata rantai hubungan yang dapat diidentifikasi dari pemodelan sistem dinamis
agroindustri gula tebu dapat digambarkan di bawah ini. Identifikasi sistem
menggambarkan hubungan kebutuhan dan hal-hal yang harus dipecahkan atau
dipenuhi untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Berdasarkan gambaran saling
berhubungan tersebut, lalu diinterpretasikan ke dalam black box pemodelan sistem
dinamis strategi pengembangan dan kebijakan agroindustri gula tebu.

4.2.4 Diagram konsepsual agroindustri gula tebu


Petani Tebu adalah pihak yang berada pada posisi paling awal dari matarantai
agroindustri gula tebu yang panjang. Petani tebu memegang peran yang penting
meski dalam banyak hal mereka lebih sering dimarginalkan. Oleh karena itu
penekanan pada ketelitian penentuan kebutuhan pihak petani dalam sistem
35

agroindustri gula tebu menjadi penting karena pihak petani merupakan basis awal dari
agroindustri gula tebu.
Pabrik gula merupakan mata rantai selanjutnya setelah produksi tebu oleh
petani. Permasalahan yang dihadapi oleh PG tidak kalah komplekssnya dari pada
permasalahan yang ada di sektor perkebunan. PG di Indonesia relatif sudah berusia
sangat tua dan oleh karenanya revitalisasi fasilitas pabrik secara parsial cenderung
tidak dapat mengejar pencapaian efisiensi produktifitas yang diinginkan. Kondisi ini
berpotensi melemahkan pencapaian target pemenuhan kebutuhan gula dalam negeri.

Luar Negeri GULA PUTIH RAW SUGAR REFINED SUGAR

Dalam Negeri PG Tebu Industri MSG PG Rafinasi

Petani

Pedagang
Produsen Makanan dan
Minuman (Ma-Min)

Konsumen
Rumah Tangga
Konsumen
Ma-Min

Keterangan :
Merembes
Barrier

Gambar 8 Kerangka konseptual Supply-Demand sistem agroindustri gula tebu

Pabrik gula menghasilkan produk gula putih (supply side) yang siap
dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga. Di sektor produsen makanan dan
minuman, mereka hampir tidak mengkonsumsi produk gula putih dalam negeri karena
faktor spesifikasi gula yang tidak kompatibel dengan persyaratan produk makanan
dan minuman. Di sinilah muncul permintaan gula dengan kualitas tinggi atau disebut
gula rafinasi. Permintaan gula rafinasi oleh kelompok industri besar (Pabrik Makanan
dan Minuman) dipenuhi dari dua sumber, yaitu Pabrik Gula Rafinasi yang beroperasi
di dalam negeri dan import gula rafinasi siap pakai dari luar negeri. Kompleksitas
semakin meningkat ketika Pabrik Gula Rafinasi dalam negeri harus mengimpor bahan
baku berupa gula mentah dari luar negeri.
Kondisi kompleksitas di atas menimbulkan peluang penyalahgunaan
wewenang bila tidak diatur dan ditata dengan kebijakan yang tepat. Hal ini semakin
meningkatkan resiko persaingan bagi produsen gula putih domestik bila tingkat
36

pasokan gula rafinasi hasil produksi pabrik gula rafinasi dalam negeri serta importasi
gula rafinasi siap pakai tidak dikendalikan. Keadaan dapat menjadi lebih buruk bila
saling terjadi rembesan pasokan dan permintaan antara gula mentah, gula putih, dan
gula rafinasi.

4.2.5 Pemodelan dan implementasi komputer


Dalam penelitian ini proses penulisan dan pembangunan model akan
menggunakan pendekatan seperti ketika membuat narasi yang menggambarkan
keadaan riel dengan menggunakan susunan kalimat yang terdiri dari subyek, predikat,
obyek, dan keterangan. Semua kegiatan ini akan dikomputerisasi baik dalam program
sistem dinamis, interpretive structural modelling, analytical hierarchi process dan
Bayesian Belief Network.
Sebagai contoh dalam pemodelan komputerisasi sistem dinamis, subyek atau
pelaku dalam sebuah kalimat berupa kata benda atau kata majemuk yang dibendakan,
akan digambarkan sebagai stock dalam pemodelan sistem. Ada empat macam stock,
yang bercirikhas kata benda, yaitu:
• Reservoir
• Conveyer
• Queue
• Oven

Perumpamaan kata kerja atau predikat dalam sebuah kalimat, digambarkan


dalam pemodelan dengan istilah flow, atau aliran yang terdiri dari 3 jenis:
• Uniflow – aliran satu arah
• Biflow – aliran dua arah bolak balik
• Unit connected flow – aliran yang terkait dengan sebuah unit
37

Dengan menggunakan dua instrumen stock dan flow (kata benda dan kata
kerja) di atas, kemudian dibuatlah model yang menyerupai susunan kalimat sebagai
representasi dari gambaran kondisi riel suatu fenomena. Untuk menyempurnakan
”kalimat”, diperlukan obyek dan keterangan sebagai pelengkap kalimat. Dalam teknik
pemodelan menggunakan simbul, sebagai berikut:
• Lingkaran – artinya berfungsi sebagai variabel kontrol
• Belah ketupat – berfungsi sebagai konstanta
• Tanda Panah Penghubung – berfungsi sebagai penghubung
atribut.
Secara model persamaan matematik, dapat digambarkan salah satu sub model
Supply – Demand dari agroindustri gula, sebagai berikut:

Penawaran gula secara agregat diformulasikan:


 Supply Gula(t) = Gula(t - dt) + (Produksi_Tebu - Konsumsi) *
dt
Permintaan gula secara agregat dirumuskan:
• DemandGula(t) = jumlah_penduduk(t)*Konsumsi_Gula/_kapita

Sub Sistem Produksi Gula secara agregat:


• ProduksiGula(t)= Produksi_Tebu(t)*Rendemen(t)

Sub Sistem Permintaan Gula Konsumsi Rumah Tangga & Industri:


• Jumlah_penduduk(t) = jumlah_penduduk(t - dt) + (dilahirkan -
mati) * dt
• Dilahirkan (t)=
jumlah_penduduk(t)*tingkat__kelahiran+(STEP(10,2005)*dinaik
an)
• Mati (t)= jumlah_penduduk(t)*tingkat_kematian
dinaikan = 0
• Gula_per_kapita = Gula/jumlah_penduduk
• Konsumsi_Gula_per_kapita = 2*impact_konservasi
pada_konsumsi_tebu
• Tingkat__kelahiran (t)= .2*impact_kekurangan_supply_pd
tingkat kelahiran
38

• Rendemen (t)= GRAPH(Gula/INIT(Gula))


(0.00, 0.0015), (0.07, 0.033), (0.14, 0.0495), (0.21, 0.0655),
(0.28, 0.0765), (0.35, 0.0825), (0.42, 0.0885), (0.49, 0.0925),
(0.56, 0.0955), (0.63, 0.0985), (0.7, 0.1)
• Tingkat_kematian(t) =
GRAPH(gula_per_kapita/INIT(gula_per_kapita))
(0.00, 1.00), (0.05, 0.665), (0.1, 0.45), (0.15, 0.355), (0.2, 0.32),
(0.25, 0.285), (0.3, 0.265), (0.35, 0.245), (0.4, 0.23), (0.45,
0.215), (0.5, 0.2)
pengendalian jumlah penduduk
• impact_kelangkaan tebu pada tingkat kelahiran =
GRAPH(gula_per_kapita/INIT(gula_per_kapita))
(0.00, 0.3), (0.1, 0.52), (0.2, 0.795), (0.3, 0.855), (0.4, 0.88),
(0.5, 0.92), (0.6, 0.94), (0.7, 0.96), (0.8, 0.97), (0.9, 0.99), (1,
1.00)
Proses keputusan konservasi
• impact_konservasi_pada konsumsi tebu =
GRAPH(gula_per_kapita/INIT(gula_per_kapita))
(0.00, 0.345), (0.1, 0.445), (0.2, 0.56), (0.3, 0.68), (0.4, 0.785),
(0.5, 0.86), (0.6, 0.9), (0.7, 0.93), (0.8, 0.955), (0.9, 0.98), (1,
1.00)

Gambar sub sistem Supply – Demand Gula Tebu yang mengintegrasikan


dinamika perubahan jumlah penduduk (sisi demand) dan produksi gula sejak dari
bahan baku tebu, pabrik, dan distribusi akan diprogramkan dengan menggunakan
program Stella dapat dilihat pada Gambar 9.
39

Gambar 9 Model supply-demand gula tebu

4.2.6 Verifikasi dan validasi model


Model merupakan gambaran yang merepresentasikan keadaan nyata. Timbul
permasalah berkaitan dengan apakah pembangunan model telah sesuai dengan kaidah
yang benar dan apakah model yang dibangun merupakan representasi yang sahih dari
realitas yang sedang dikaji sehingga berdaya untuk menggambarkan kondisi di masa
depan.
Menurut Sargent (2001) verifikasi model adalah tindakan untuk meyakinkan
bahwa tahapan pemrograman komputer atas model tersebut telah dilakukan dengan
benar. Dengan demikian verifikasi model adalah berupa pembuktian bahwa model
berbasis komputer yang telah dibangun tersebut mampu melakukan simulasi dari
model abstrak yang dikaji (Eriyatno, 1999).
Adapun cara pengujian verifikasi untuk menjamin bahwa proses pembuatan
model telah dilakukan dengan benar, maka dilakukan uji prosedur tahapan
pemrograman komputer yang benar. Hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti
kaidah pemodelan sesuai petunjuk yang berlaku pada software yang digunakan.
Validasi model berkaitan dengan upaya untuk meyakinkan apakah model yang
dibangun benar-benar merupakan representasi yang paling sahih dari realitas yang
dikaji, sehingga model tersebut dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan.
40

Untuk memenuhi persaratan validasi model, maka dilakukanlah pengujian


secara terus menerus yang hasilnya digunakan untuk menyempurnakan perhitungan
dalam komputerisasi. Adapun cara pengujian validasi untuk menjamin kehandalan
model, maka dilakukan uji keabsahan tanda-tanda aljabar, pangkat, besaran (order of
magnitude), hubungan fungsional: linier, eksponensial, logaritmik, arah perubahan
peubah seiring penggantian input atau parameter, dan pengamatan nilai batas peubah
sesuai nilai batas parameter sistem
Selanjutnya Sargent (2001) yang merujuk Schlesinger et al. (1979)
menjelaskan bahwa validasi model berbasis komputer dimaksudkan agar bila model
diaplikasikan dalam dunia nyata maka akan menghasilkan akurasi dan konsistensi
hasil yang memuaskan, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh model tersebut.
Proses verifikasi dan validasi dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus
serta dilakukan pada tiap-tiap tahapan pemodelan, seperti tahap penyusunan konsep,
penyiapan operasional, pengolahan data, hingga proses simulasi.

4.2.7 Analisis sensitivitas


Berbagai peubah dalam model akan memberikan pengaruh yang beragam.
Untuk mengetahui peubah mana yang paling berpengaruh, kurang berpengaruh atau
lemah pengaruhnya terhadap peubah dependen, maka diperlukan analisis sensitivitas.
Pelaksanaan analisis akan diprioritaskan pada peubah yang menonjol pengaruhnya
terhadap keseimbangan supply dan demand gula.
Peubah yang kurang berpengaruh terhadap keseimbangan supply dan demand
gula nasional tidak akan diprioritaskan sebagai unsur pendukung strategi
pengembangan dan kebijakan.

4.2.8 Analisis stabilitas


Pemodelan yang baik adalah yang dapat menghasilkan model yang stabil.
Kriteria stabilitas dilihat dari sejauh mana model yang dibangun dapat berperilaku
konsisten bila model diberi parameter yang acak. Pemberian nilai parameter yang
acak dilakukan hingga berada di luar batas tertentu sehingga memenuhi perilaku acak
dan tidak berpola secara realistik.
Adapun parameter yang akan diberi nilai acak di luar batas sebagai
pengecekan analisis stabilitas antara lain adalah kuantitas permintaan gula, dan harga
gula yang dipasang pada level ekstrim dengan nilai amat rendah atau amat tinggi.
41

4.2.9 Aplikasi model


Aplikasi Model merupakan tahap pengoperasian model hasil rancang bangun
untuk melihat secara teliti strategi pengembangan dan kebijakan agroindustri gula
tebu, seperti pada :
a. Strategi pengembangan produksi gula domestik dari sisi perkebunan
tebu, pabrik gula putih guna mengantisipasi dinamika perubahan
pasar dan permintaan dalam negeri.
b. Kebijakan Moneter berupa tingkat suku bunga, tingkat valuta asing,
dan pemberian fasilitas pendanaan bagi agroindustri gula untuk
mengantisipasi dinamika supply-demand gula domestik maupun
internasional
c. Kebijakan Fiskal berupa seluruh kebijakan yang terkait dengan sektor
riel untuk mengantisipasi kelancaran produksi, distribusi, tata niaga
ekspor-impor, tata kelola kelembagaan.
d. Strategi pengelolaan usaha yang kompetitif melalui segmentasi
produk, segmentasi bentuk usaha, penciptaan merek dagang,
modifikasi teknologi dan modifikasi input produksi sehingga
menghasilkan alternatif output produksi yang berdaya saing.
e. Strategi management mutu, pengendalian biaya, efisiensi rantai
pasok, peningkatan kemampuan sumber daya manusia, dan tata kelola
perkebunan yang baik, serta praktek pabrikasi yang efisien.

4.2.10 Simulasi model


Dari kerangka pemodelan di atas, selanjutnya akan ditentukan komponen-
komponen modul untuk melengkapi kebutuhan sistem secara kesuluruhan. Penelitian
ini diharapkan dapat membuahkan hasil program komputer pendukung perumusan
strategi yang mampu mensimulasikan dengan memperhatikan dan menggunakan
berbagai variabel dan asumsi yang relevan.
Program simulasi akan menggunakan paket pemrograman perangkat lunak
STELLA Program Versi 9.1.4, produksi Iseesistems. Halaman interface dialog input
dan output hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 10.
42

Gambar 10 Interface model simulasi sistem dinamis

4.3 Pengumpulan data


Sebagai langkah sistematik yang akan dijadikan tolok kerja penelitian, maka
akan ditentukan tahapan penelitian yang dimulai dari penyusunan kuesioner,
pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, tempat dan waktu penelitian. Berikut
rincian langkah di atas:

4.3.1 Tahap penyusunan kuesioner


Isi kuesioner bagi masing-masing pihak akan dikembangkan sesuai dengan
rencana penelitian yang paling tidak harus mampu menggambarkan tentang:
• Kebutuhan keadaan yang diharapkan dan yang tidak diharapkan dari
praktek yang ada saat ini pada tiap-tiap pihak.
• Persyaratan kualitas yang harus disepakati bersama yang mengkaitkan
dua pihak atau lebih.
• Perihal harga, biaya, dan aspek keuangan lain seperti valuta asing dan
suku bunga pinjaman.
Perihal keinginan ke depan, rencana pengembangan, dan harapan

4.3.2 Metoda pengumpulan data dan observasi


Kegiatan selanjutnya adalah melakukan pengumpulan data dan observasi yang
dapat dirinsi sebagai berikut:
43

1. Penelitian ini akan menggunakan data primer dan sekunder. Data


Primer akan dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan kuesioner
dari sampel yang diambil secara tertata dan sengaja (purposive
sampling ).
2. Wawancara dilakukan pada tahap awal penelitian untuk menggali lebih
dalam tentang permasalahan yang dihadapi oleh para pemangku
kepentingan dalam sistem, menggali kebutuhan dan menjelaskan
faktor-fkator yang berpengaruh.
3. Khusus wawancara pada kelompok pemangku kepentingan (petani,
importir, fabrikan, distributor, konsumen) dilakukan dengan
menggunakan pertanyaan terarah.
4. Bagi target penelitian yang secara mandiri mampu mengisi kuesionier,
maka mereka disediakan kuesioner khusus.
5. Observasi fabrikan dan petani dilakukan di kawasan ”sabuk gula”,
mulai dari Yogyakarta ke arah timur hingga Pasuruan, disamping itu
dilakukan di Lampung sebagai representasi pabrik gula di luar Jawa.

4.4 Metoda pengolahan data


Setelah kebutuhan data untuk penelitian ini terpenuhi, langkah selanjutnya
adalah melakukan pengolahan dan analisis data yang dapat dilaksanakan secara
paralel dengan kelengkapan penulisan dan pemodelan. Pengolahan data
menggunakan program komputer Stella untuk merumuskan hubungan antar elemen
yang terlibat dalam sistem.
44

5 KERAGAAN AGROINDUSTRI GULA TEBU

Penelitian ini akan menganalisis dinamika perkembangan pelaku agroindustri gula


tebu di bawah naungan BUMN yang terdiri dari 51 pabrik gula. Hal ini disebabkan karena
pabrik gula BUMN bersifat lebih relevan sebagai obyek kajian yang berdasarkan fakta
bahwa pabrik gula BUMN jauh banyak menghadapi berbagai persoalan.
Secara umum kinerja pabrik gula BUMN yang menempati lahan 66% dari total luas
lahan tanam hanya dapat menghasilkan 54% dari total produksi gula nasional. Selebihnya
penggunaan sisa luas lahan tanam dan kontribusi produksi gula nasional dilakukan oleh
pabrik gula swasta yang berjumlah 9 pabrik (Revitalisasi Pabrik Gula BUMN 2011).
Dengan analisis keragaan ini diharapkan penelitian dapat memberikan gambaran yang
lebih mendalam tentang perilaku elemen pembentuk sistem dan kekhasan tentang
hubungan saling keterkaitanya.

5.1 Penjelasan pelaku produsen agroindustri gula tebu Indonesia


Pabrik gula tebu di bawah naungan kepemilikan dan pengelolaan BUMN tersebar
di berbagai lokasi dan terdiri dari berbagai ukuran kapasitas produksi. Pengelolaanya
dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara, antara lain sebagai berikut:

a. PT. Perkebunan Nusantara II, PTPN II (2 PG)


PTPN II berlokasi di kawasan Sumatra Utara, dan menurut perubahan legalitas
pada tahun 1996 PTPN II berstatus sebagai BUMN yang merupakan hasil merger dari
perusahaan-perusahaan di bawah naungan PTPN II dan PTPN IX.
Bidang usaha PTPN II meliputi perkebunan kelapa sawit, karet, kako, gula dan
tembakau. Keseluruhan konsiesi lahan mencapai 103,860 ha. Komoditas tanaman
musiman tebu dilakukan di atas lahan kering seluas 16,046 ha yang terbagi ke dalam tebu
sendiri (TS) seluas 14,474 ha dan tebu rakyat (TR) seluas 1,572 ha. Hasil perkebunan tebu
diproses di 2 (dua) pabrik gula Kuala Madu (1984)dan Sei Semayang (1983). Pada tahun
2010 hanya mampu memproduksi 31,000 Ton gula dengan rata-rata rendemen 6%.
45

b. PT. Perkebunan Nusantara VII ( 2 PG )


PTPN VII berlokasi di kawasan Lampung. Sebagai perusahaan perkebunan BUMN
hasil penggabungan PTP X, PTP XI, PTP XXIII dan PTP XXXI, perusahaan ini mengelola
berbagai perkebunan seperti kelapa sawit, karet, teh, kakao, hortikultura, dan tebu. Khusus
perkebunan tebu, PTPN VII mengalokasikan lahan seluas 29,114 ha.
Pada tahun 2010, PTPN VII berhasil memproduksi 132,060 ton gula dengan tingkat
rendemen rata-rata mencapai 6.7% yang dihasilkan oleh dua pabrik gula yaitu Bunga
Mayang (1982) dan Cinta Manis (1982).

c. PT. Perkebunan Nusantara IX ( 8 PG )


PTPN IX berlokasi di kawasan Jawa Tengah dengan kantor utama di kota
Semarang dan merupakan penggabungan perusahaan dari PTP XV, XVI, dan XVII.
Perusahaan perkebunan ini mengelola berbagai jenis komoditas seperti: teh, karet, kopi,
kakao, kapok randu dan tebu. Khusus perkebunan tebu, perusahaan ini mengalokasikan
lahan sendiri seluas 7,422 ha atau sekitar 19% dari total konsesi lahan seluas 39,137 ha.
Sementara total tanaman tebu yang dikelola dengan tebu rakyat menempati lahan seluas
31,694 ha.
Pada tahun 2010, PTPN IX berhasil memproduksi 129,355 ton gula dengan tingkat
rendemen rata-rata sebesar 5.8% yang diproduksi oleh 8 (delapan) pabrik yang relatif
sudah sangat tua. Pabrik gula tersebut adalah: PG Modjo (1833), PG Jatibarang (1860),
PG Pangka (1860), PG Rendeng (1840), PG Sumberjarjo (1911), PG Tasik Madu (1855),
PG Sragi (1928) dan PG Gondang Baru (1860)

d. PT. Perkebunan Nusantara X ( 11 PG )


PTPN X merupakan penggabungan perkebunan yang berada di kawasan Jawa
Tengah dan Jawa Timur dengan kantor pusat di Surabaya dan merupakan penggabungan
beberapa perusahaan yaitu PTP XIX, XXI, XXII dan XXVII. Perusahaan ini mengelola
komoditas tanaman tembakau dan tebu. Tanaman tebu ditanam di atas lahan basah dan
kering seluas kurang lebih 74,670 ha.
Pada tahun 2010, PTPN X berhasil memproduksi 410,817 ton gula dengan tingkat
rendemen rata-rata sebesar 6.5%. PTPN X mengelola 11 pabrik gula yaitu PG Djombang
Baru (1859), PG Lestari (1910), PG Tjoekir (1884), PG Gempol Krep (1827), PG
46

Watoetoelis (1838), PG Kremboong (1847), PG Toelangang (1858), PG Modjo Panggoong


(1852), PG Ngadiredjo (1912), PG Pesantren Baru (1849), dan PG Meritjan (1926).

e. PT. Perkebunan Nusantara XI ( 16 PG )


PTPN XI berstatus BUMN yang beroperasi di wilayah Jawa Timurdan merupakan
penggabungan dari perusahaan di bawah PTP XX, XXIV, dan XXV. Perusahaan ini
mengelola khusus komoditas tebu dan pabrik gula di atas lahan tanam seluas 66,374 ha.
Pada tahun 2010 PTPN XI memproduksi total 318,514 ton gula dengan tingkat
rendemen rata-rata 5.7%. PTPN XI mengelola 16 pabrik gula, yaitu: PG Poerwodadi
(1832), PG Soedhono (1888), PG Redjosari (1890), PG Kanigoro (1894), PG Pagotan
(1884), PG Asembagoes (1891), PG Olean (1846), PG Pandhe (1887), PG Wringin Anom
(1881), PG Pradjekan (1883), PG Semboro (1928), PG Djatiroto (1905), PG Padjarakan
(1885), PG Wonolangan (1897), PG Gendhing (1927), dan PG Kedhawoeng (1898).

f. PT. Perkebunan Nusantara XIV ( 3 PG )


PTPN XIV merupakan perseroan hasil penggabungan PTP VII, XXVIII,
XXXII,dan PT. Bina Mulia Ternak. PTPN XIV berwilayah kerja di kawasan Sulawesi,
Maluku dan NTT. Perusahaan ini mengelola perkebunan kelapa sawit, karet, kakao,
kelapa hibrida, kelapa tinggi/ Nias, pala, kopi, dan tanaman semusim tebu.
Pada tahun 2010, luas lahan tanaman tebu mencapai 11,470 ha dan hasil produksi
gula sebanyak 27,312 ton dengan tingkat rendemen rata-rata relatif sangat rendah 4.8%.
PTPN XIV mengelola 3 (tiga) pabrik gula, yaitu: PG Takalar (1984), PG Bone (1975), dan
PG Camming (1985).

g. PT. Rajawali Nusantara Indonesia ( 10 PG)


PT. RNI mula-mula merupakan perusahaan perdagangan hasil bumi Oei Tiong
Ham Concern yang beroperasi di Semarang. Pada tahun 1961 perusahaan ini diambil alih
oleh Pemerintah dan perusahaan berganti status sebagai perusahaan BUMN yang pada
tahun 1964 bernama PT. Rajawali Nusantara Indonesia. Bidang usaha PT. RNI adalah
agroindustri, farmasi, alat kesehatan, dan distribusi.
Pada tahun 2010, bidang usaha agroindustri PT. RNI mengelola areal lahan tebu
seluas 64,897 ha dan mampu menghasilkan gula sebanyak 334,916 ton dengan tingkat
47

rendemen rata-rata 5,9. PT. RNI mengelola 10 pabrik gula, yaitu: PG Krebet Baru (1906),
PG Rejo Agung Baru (1894), PG Candi Baru (1983), PG Sindang Laut (1896), PG Karang
Suwung (1854), PG Tersana Baru (1937), PG Jati Tujuh (1977), PG Subang (1981), dan
PG Madukismo (1958).

h. Pabrik gula swasta dan pabrik gula rafinasi


Di samping 51 buah pabrik gula di bawah kepemilikan dan pengelolaan BUMN,
pelaku agroindustri gula tebu di Indonesia yang lain adalah pabrik gula milik swasta
berjumlah 9 buah dan pabrik gula rafinasi berjumlah 8 buah. Dengan pertimbangan bahwa
pabrik gula swasta dan pabrik gula rafinasi telah memiliki kinerja yang jauh lebih baik dari
pada pabrik gula BUMN, maka dalam penelitian ini diperlakukan sebagai acuan dan tidak
perlu didiskripsikan secara khusus.

5.2 Distribusi dan perdagangan gula tebu


Sebagai komoditas yang berkarekteristik musiman, maka pada saat periode musim
giling bulan Mei hingga Desember pasokan gula melimpah di pasar dan sebaliknya di luar
musim giling pasokan gula akan mencapai titik minimum. Keadaan ini membawa
konsekuensi langsung terhadap kelangsungan distribusi gula. Apabila kelancaran distribusi
terganggu maka akan mempengaruhi harga, yaitu berupa harga relatif sangat rendah saat
berada pada musim giling dan sebaliknya.

Gambar 11 Kebijakan dana talangan


48

Sejak awal tahun 2000 kebijakan pemerintah Indonesia cenderung mengkondisikan


pasar gula diserahkan kepada mekanisme pasar sesuai hukum supply-demandsehingga
harga gula mengikuti harga internasional yang merujuk pada pasar berjangka London.
Kebijakan pasar bebas ini mengakibatkan semakin terpuruknya beberapa pelaku usaha gula
nasional yang tidak dapat bersaing dengan pasar internasional. Pemangku penentu
kebijakan menyadari hal ini, sehingga mulai tahun 2010 pemerintah menempuh kebijakan
jaminan kepastian harga berupa dana talangan yang bersaing dan mekanismenya seperti
pada Gambar 11 dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Apabila harga pasar terjadi di bawah harga talangan, maka petani akan dijamin
memperoleh harga sesuai dengan harga talangan.
b. Apabila harga pasar terjadi di atas harga talangan, maka petani akan menikmati
tambahan harga sesuai kesepakatan antara pemerintah dan petani.
Sebagai contoh penerapan mekanisme kebijakan harga talangan di atas, misal terjadi
kesepakatan harga minimal yang akan dijamin penalangan oleh PTPN (PG BUMN)
sebesar Rp 5,000 per kg, dan kondisi pasar menunjukan harga Rp 6,500 per kg, maka bila
disepakati distribusi proporsi Petani:PTPN = 60% : 40% masing-masing pihak akan
menerima kelebihan harga sebesar Rp 1,500 sebagai berikut:
a. Petani : 60% x Rp 1,500 = Rp 900
b. PTPN : 40% x Rp 1,500 = Rp 600
Apabila harga pasar jatuh di bawah harga talangan (harga minimal Rp 5,000), maka pihak
PTPN tetap akan memberikan talangan seharga Rp 5,000 per kg.

5.3 Aspek supply-demand dan pasar gula tebu di Indonesia


Hingga tahun 2010, kondisi neraca gula di Indonesia masih timpang pada posisi
kekurangan supply sehingga bila kondisi defisit ini tidak dikendalikan maka akan
mengakibatkan kenaikan harga gula tanpa kendali. Pemerintah melaksanakan kebijakan
pemenuhan kekurangan supply dalam jangka pendek dengan melakukan importasi gula,
yang mekanismenya dapat dijelaskan pada Gambar 12.
49

Gambar 12 Mekanisme kebijakan cadangan penyangga

Kebijakan cadangan penyangga dimaksudkan untuk menjaga stabilitas supply-demand dan


harga, sehingga dengan terpeliharanya stabilitas pasok dan harga akan mengakibatkan
pemasok dan konsumen dapat melakukan perencanaan dengan mudah. Adapun
mekanisme kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Apabila cadangan gula cenderung berlimpah sehingga harga pasar cenderung di
bawah harga wajar, pemerintah melalui Perum BULOG akan membeli kelebihan
gula di pasar.
b. Apabila harga pasar berada di atas harga wajar, pemerintah melalui Perum BULOG
akan melepas cadangan dan apabila cadangan tidak mencukupi maka akan
dilakukan importasi gula dari pasar internasional.

5.4 Tantangan agroindustri gula tebu ke depan


Pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 236 juta. Untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi gula, Indonesia memerlukan pasokan gula sebanyak 5 juta ton yang
terdiri dari 2.75 juta ton bagi pemenuhan konsumen langsung rumah tangga dan 2.25 juta
ton untuk keperluan industri.
Merujuk pada Gambar 13 mengenai importasi gula, meskipun pola importasi
sempat menurun setelah puncak importasi tertinggi tahun 2007, namun kecenderungan ke
depan diperkirakan akan semakin menaik sejalan dengan kenaikan permintaan konsumen.
Produk gula nasional baru mampu memenuhi kebutuhan sebesar 53% saja sehingga masih
perlu impor sebesar 47% dari total kebutuhan.
50

 4,000  
 2,990  
 3,000  
 2,040  
 2,000  
 1,510    1,820    1,600  
 1,000    790  
 ‐    
1  2  3  4  5  6 
Importasi Gula 2005 ‐ 2010 
Sumber: DGI 2010  

Gambar 13 Importasi gula tebu 2005 – 2010

Dengan asumsi angka yang dikeluarkan oleh Kementerian BUMN bahwa kebutuhan gula
konsumsi langsung rumah tangga meningkat per tahun sebesar 1.83% dan gula keperluan
industri naik sebesar 5% per tahun maka pada tahun 2014 akan diperlukan gula sebesar 5.7
juta ton. Suatu tantangan yang berat mengingat kondisi kemampuan produksi dalam
negeri yang jauh tertinggal dari kelajuan pertumbuhan permintaan.

Gambar 14 Strategi generik kebijakan impor - ekspor

Melihat strategi generik kebijakan impor-ekspor seperti pada Gambar 14 (Jamaran, 2009),
dalam kondisi defisit pasokan gula di dalam negeri, bila pemerintah belum dapat
melakukan kebijakan substitusi impor gula secara total, maka pemerintah dapat mendorong
adanya foreign home investment atau mendorong pengolahan gula mentah di wilayah
51

Indonesia. Berkenaan dengan ini, pemerintah telah memberikan ijin baru pembangunan
pabrik gula rafinasi untuk meningkatkan kapasitas produksi gula.
Namun demikian kebijakan ini tidak semudah yang diharapkan karena terkandung
kesulitan dalam penataan kondisi harmonis antara dua pabrik gula kristal putih berbahan
baku tebu dan pabrik gula kristal rafinasi berbahan baku gula mentah impor. Di samping
itu kebijakan meningkatkan kinerja pabrik gula rafinasi mengandung resiko
ketergantungan pihak asing, mengingat hingga saat ini kebutuhan bahan baku gula mentah
untuk pabrik gula rafinasi sepenuhnya diimpor dari luar negeri. Selain itu pabrik gula
rafinasi tidak mengakibatkan multiplier effect di sektor hulu, seperti penyerapan tenaga
kerja dan usaha terkait lainya.
52

6 PENGEMBANGAN MODEL

6.1 Analisis model sistem dinamis agroindustri gula tebu


Sesuai dengan metodologi, maka rancang bangun sistem dinamis bagi pengambilan
keputusan kompleks pada upaya pengembangan agroindustri gula tebu akan dilakukan
dengan pendekatan sistem yang tahapanya seperti pada Gambar 16. Berdasarkan tahapan
pendekatan sistem tersebut, diharapkan dapat membangun model sistem dinamis
agroindusti gula tebu yang dapat dimanfaatkan untuk mengambil keputusan yang
kompleks dalam rangka pengembanan. Konsep sistem ini diutarakan seperti Gambar 15.

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks


pengembangan agroindustri gula tebu.

Sistem utama di atas diurai menjadi beberpa model sub-sistem yaitu:


1. Model Sub-sistem Petani Tebu
2. Model Sub-sistem Pabrik Gula
3. Model Sub-sistem Distribusi
4. Model Sub-sistem Kebijakan Pemerintah
Selanjutnya tahapan pendekatan sistem akan dirinci seperti berikut: (1) anlisis
kebutuhan, (2) formulasi permasalahan, (3) identifikasi sistem, (4) rancang bangun model,
53

(5) pengujian model, dan (6) penerapan model yang secara skematis diuraikan pada
Gambar 16.

6.1.1 Analisis kebutuhan


Dalam tahapan analisis kebutuhan akan diuraikan tentang kebutuhan dan
kepentingan yang utama bagi tiap-tiap elemen pembentuk sistem. Tiap-tiap elemen
memiliki kebutuhan dankepentingan yang berbeda. Kumpulan semua kebutuhan dan
kepentingan ini akan saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain di dalam
sistem dalam rangka sistem tersebut mencapai tujuan.
Berkenaan dengan sistem dinamis pengembangan agroindustri gula tebu,
kebutuhan dan atau kepentingan masing-masing elemen dapat diuraikan sebagai berikut:
b. Petani Tebu sebagai pihak pada tingkat awal dari rangkaian sistem yang panjang,
membutuhkan kondisi lingkungan usaha yang mendukung, seperti kebutuhan perilaku
harga tebu dan gula yang relatif tidak bergejolak sehingga pendapatan dapat
meningkat. Selain itu petani tebu berharap biaya operasional dan input produksi yang
wajar dan tidak mahal. Setelah panen, petani tebu mengharapkan adanya pengaturan
proses oleh pihak pabrik sehingga tebu terangkut dengan baik, dan penentuan
rendemen dapat dilakukan dengan benar, transparan dan obyektif. Disamping itu
mereka perlu diberdayakan agar dapat meningkatkan produksi tebu melalui
ketersediaan lahan yang lebih luas dan subur, serta bibit yang baik. Mereka
memerlukan informasi pasar yang mudah dan dari sumber yang sahih sehingga dapat
mengurangi resiko yang sangat merugikan (irriversible risk) dan memudahkan
kepastian dalam pengambilan keputusan. Akhirnya petani tebu membutuhkan
kemudahan dalam rangka meningkatkan tingkat kesejahteraan hidup.
c. Dinas Pertanian dan jajaranya hingga induk organisasi Kementerian Pertanian
memerlukan peningkatan kinerja di bidang produktifitas dan kualitas tebu secara
makro, sehingga peningkatan ini dapat menjamin kelangsungan supply bahan baku
pabrik gula dan tercapainya target produksi.
d. Dinas Perdagangan dan jajaranya hingga induk organisasi Kementerian Perdagangan
berkebutuhan untuk menjaga harga gula nasional yang stabil dinamis, mengurangi
impor gula sebagai penutup defisit supply dalam negeri, dan berkeperluan dengan
54

kualitas gula yang tinggi agar dapat berdaya saing dengan produk gula pesaing dari
luar negeri

Gambar 16 Tahapan pendekatan sistem


55

e. Dinas Perdagangan dan jajaranya hingga induk organisasi Kementerian Perdagangan


berkebutuhan untuk menjaga harga gula nasional yang stabil dinamis, mengurangi
impor gula sebagai penutup defisit supply dalam negeri, dan berkeperluan dengan
kualitas gula yang tinggi agar dapat berdaya saing dengan produk gula pesaing dari
luar negeri.
f. Lembaga keuangan bank, non-bank, koperasi, dan asuransi dalam sistem ini
berkebutuhan agar bila menyalurkan fasilitas kredit maka para penerima kredit dapat
mengembalikan pinjaman dengan lancar. Hal ini disertai dengan penetapan biaya
bunga yang wajar dan dapat diterima dengan baik oleh sektor keuangan dan pelaku
usaha.
g. Pemerintah Daerah dan jajaranya hingga tingkat pemerintahan nasional membutuhkan
agar agroindustri gula tebu dapat memberikan lapangan kerja yang lebih banyak, dapat
mendorong pencapaian swa sembada pangan dan pertumbuhan ekonomi yang baik,
serta pada akhirnya berkepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui re-alokasi pendapatan pajak, pungutan legal serta retribusi industri gula tebu.
h. Industri pabrik gula dalam sistem ini membutuhkan kecukupan supply bahan baku
tebu, peningkatan keuntungan pabrik, efisiensi biaya operasional yang sejajar dengan
peningkatan produktifitas, ketersediaan sumber dana untuk modal kerja dan investasi
baru baik bagi peremajaan peralatan maupun investasi pembangunan pabrik gula baru.
i. Perusahaan perdagangan sebagai importir, eksportir, dan distributor membutuhkan
peningkatan keuntungan, kemudahan tata niaga importasi dan distribusi, serta tingkat
nilai tukar yang relatif stabil dan terkendali,
j. Pihak Fiskus, Bea Cukai di bawah kordinasi Kementerian Keuangan berkebutuhan agar
dalam agroindustri gula tebu ini dapat meningkat pendapatanya sehingga pendapat
pemerintah dari sektor pajak dapat meningkat. Di samping itu berkebutuhan agar
praktek penyelundupan gula ilegal dapat ditekan serendah mungkin agar potensi
kerugian pajak dapat ditekan.
56

6.1.2 Formulasi permasalahan


Secara teoritis setelah mengetahui prioritas kebutuhan masing-masing elemen
pembentuk sistem diketahui adalah permasalahan endogen akibat dari konflik kepentingan
antar elemen. Selain itu agroindustri gula tebu baik pada tingkat mikro maupun nasional,
menghadapi permasalahan dan tantangan generik berupa:
a. Permasalahan pada ranah perkebunan
- Keterbatasan informasi, pengetahuan, permodalan petani tebu khususnya pada
kegiatan khas bidang pembenihan yaitu saat bongkar ratoon dan rawat ratoon
- Kurangnya penciptaan dan persediaan bibit unggul baru yang adaptif terhadap
lingkungan hidupnya (lahan, cuaca, hama)
- Permasalahan input sarana produksi yang menyimpang dari kewajaran biaya,
kualitas, dan waktu sedia (Cost, Quality, Time delivery)
- Fasilitas irigasi yang semakin menurun kualitas dan efisiensi
- Kelangkaan tenaga kerja di beberapa tempat
b. Permasalahan pada ranah pabrik pengolahan
- Keterbatasan kapasitas giling pabrik, menurunkan daya saing
- Permasalahan generik efisiensi pabrik yang semakin menurun karena penuaan
mesin tidak diimbangi peremajaan
- Kualitas gula rendah dengan ICUMSA > 150 IU sehingga mendekati kualitas
gula mentah impor.
- Biaya produksi pabrik merangkak naik
- Belum berkembangnya pilihan alternatif produk baru (diversifikasi) barbasis
bahan baku tebu.
c. Tantangan revitalisasi dan rancangan revitalisasi
- Perluasan lahan tanam dan peningkatan produktifitas sehingga hasil panen tebu
dapat meningkat dari rata-rata 80 ton/ ha di tahun 2010 menjadi 85 ton/ hektar di
tahun 2014
- Peningkatan rendemen dari rata-rata 6% menjadi 8.5% pada tahun 2014
- Restrukturisasi pabrik gula dengan proses penggabungan operasional dan
managerian sehingga efisiensi meningkat
- Peningkatan peran Lembaga Penelitian, Pengembangan, dan kualitas SDM
57

6.1.3 Identifikasi sistem


(1) Causal Loop
Dalam identifikasi sistem akan digambarkan hubungan sebab akibat. Penelitian ini
menggunakan alat bantu software Netica yang mengoperasikan jejaring hubungan sebab
akibat disertai probabilitasnya seperti pada Gambar 17.

Gambar 17 Diagram sebab akibat menggunakan software Netica


Penelitian ini secara rinci akan memfokuskan hubungan sebab akibat pada
subsistem petani tebu sebagai titik awal yang akan mempengaruhi rangkaian kinerja sub-
sistem selanjutnya. Tingkat produktifitas dan peningkatan tingkat produktifitas akan
dijadikan sebagai akibat akhir dari hubungan sebab-akibat subsistem petani tebu. Hal ini
sesuai dengan hasil prioritas utama simulasi ISM yang menempatkan Peningkatan
Produktifitas sebagai titik awal upaya pengembangan agroindustri gula tebu. Dengan
demikian penggunaan alat penelitian ini dapat saling mengisi kait terkait saling
mempertajam proses pengambilan keputusan yang kompleks.
Pemodelan jejaring keyakinan Bayesian menempatkan Peningkatan Produktifitas
sebagai tujuan. Dalam penelitian ini peningkatan produktifitas didefinisikan sebagai
peningkatan hasil panen tebu yang dinyatakan dengan ton/ hektar dan tingkat rendemen,
meskipun keduanya tidak dihitung secara rinci. Produktifitas merupakan akibat dari
elemen-elemen:
58

a. Subsidi input produksi


b. Konservasi tanah
c. Irigasi buatan
d. Input benih (ratoon)
e. Perluasan lahan
f. Kecocokan lahan tanam
g. Kondisi alam dan cuaca
h. Ketersediaan dan tingkat kemempuan SDM
i. Pemberantasan gulma tanaman pengganggu
j. Pemberantasan hama tanaman
k. Tata kelola pemupukan
(2) Diagram input-output
Tahap lanjutan setelah tahap hubungan sebab akibat adalah tahap membuat diagram
input-output, seperti pada Gambar 18. Dalam penelitian ini ada kebaruan yaitu
dimasukanya peubah kondisi cuaca yang sebelumnya diperlakukan sebagai peubah input
eksogen tak terkendali (Chaidir, 2007) ke dalam peubah input terkendali dan di dalam
pemodelan Jejaring Keyakinan Bayesian diklasifikasi sebagai Faktor Pengendali.

Gambar 18 Diagram input output sistem dinamis pengembangan agroindustri gula tebu
59

Pada Gambar 18 di atas menunjukan peubah Pengelolaan Cuaca dimasukan ke


dalam input terkendali dan peubah ini dimasukan ke dalam pemodelan Jejaring Keyakinan
Bayesian sebagai upaya pengelolaan resiko (risk mitigation).

6.2 Rancang Bangun Model


Setelah rangkaian tahapan identifikasi sistem perihal hubungan sebab-akibat, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan rancang bangun model berbasis sistem dinamis
dengan menggunakan software Stella.

6.2.1 Rancang bangun model peningkatan swasembada produksi gula tebu


Model peningkatan produksi gula tebu dalam rangka menuju swasembada gula
dapat dilihat dalam rancang bangun formulasi di Gambar 19.

Gambar 19 Model matematis sistem dinamis pengembangan agroindustri gula tebu


60

6.3 Pengujian model


6.3.1 Verifikasi model
Proses verifikasi dilakukan dengan meyakinkan bahwa proses pemodelan dengan
Stella sudah benar dan sesuai prosedur. Sebagai langkah pertama, verifikasi akan menguji
dan mengecek keabsahan tanda-tanda persamaan pada Gambar 19.
Proses verifikasi model komputer dilakukan sebelum model divalidasi dan setelah
model divalidasi. Proses verifikasi dilakukan secara berulang dan bila perlu memodifikasi
model sehingga dapat dicapai hasil yang paling memuaskan sesuai dengan tujuan
pemodelan.

6.3.2 Validasi model


Validasi model dilakukan untuk menguji substansi model, termasuk menguji
tingkat akurasi model komputer apakah sesuai dengan tujuan model yang ingin dicapai
(Sargent, 1998).
Proses validasi yang ideal diuji dengan memasukan data peubah yang dapat
diobservasi (observable system) dan atau yang tidak dapat diobservasi (non observable
system). Dalam kasus penelitian ini, banyak data riel lapangan yang tidak mungkin
didapatkan sepenuhnya. Validasi model dalam penelitian ini dilakukan secara bersamaan
dengan pelaksanaan simulasi.

6.3.3 Analisis Sensitivitas


Analisis sensitivitas dimaksudkan untuk mengetahui peubah mana yang
memeberikan dampak sensitif terhadap tujuan model.
Dalam penelitian ini dilakukan analisis sensitifitas atas alternatif perubahan harga
terhadap pendapatan, sensitifitas perubahan luas lahan terhadap produktifitas dan contoh
sensitifitas peremajaan mesin terhadap produktifitas.

6.3.4 Analisis Stabilitas


Analisis stabilitas dilakukan untuk menguji sejauh mana model tetap stabil bila
diinput dengan berbagai nilai yang berbeda. Dalam penelitian ini dilakukan analisis
stabilitas dengan merubah secara ekstrim peubah harga dan pengaruhnya terhadap sistem
secara keseluruhan.
61

6.4 Penggunaan model


Penggunaan model yang dihasilkan oleh penelitian ini diupayakan semudah
mungkin dapat dioperasikan oleh pengguna tanpa harus memiliki kemahiran khusus.
Keseluruhan model dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 8. Sebagai
contoh halaman muka model sistem dinamis hasil penelitian dapat dilihat di Gambar 20.

Gambar 20 Tampilan interface


62

7 SIMULASI MODEL DINAMIS

Setelah model berhasil dibangun, maka dilanjutkan langkah berikut berupa simulasi
model sistem dinamis menggunakan software Stella yang dibantu oleh model pendukung
berbasis pemrograman komputer yang melengkapi dan mendukung model utama. Adapun
model pendukung berbasis pemrograman komputer terdiri dari:
1. Model pemrograman Interpretive Structural Modeling
2. Model pemrograman Analytical Network Process
3. Model pemrograman Bayesian Belief Netework
Pelaksanaan simulasi dilakukan dengan cara menginput alternatif peubah input secara
berulang hingga suatu tahap akan dapat diperoleh tingkat hasil simulasi yang paling sesuai
dengan tujuan yang diinginkan. Dari hasil simulasi dapat ditarik kesimpulan mengenai
perilaku peubah dan hubunganya dengan peubah lain tanpa harus mengalami fakta riel
seperti peluang terjadinya kerugian dan beban biaya yang mungkin timbul dari suatu
ramuan strategi yang kurang optimal. Tahapan simulasi pemodelan sistem dinamis dan tiga
pemodelan pemrograman pendukung adalah sebagai berikut:

7.1 Simulasi penggalangan ide-ide pengembangan agroindustri gula tebu


Dalam rangka mencapai tujuan penggalangan ide-ide, dalam penelitian ini akan
digunakan bantuan software Interpretive Structural Modeling yang dibuat oleh Concept
Star. Dalam software ISM, ide-ide yang muncul dari hasil Focused Group Discussion
(FGD) diinput ke dalam program yang didahului oleh penentuan visi bersama yang
melandasi pengembangan agroindustri gula tebu. Setelah peserta FGD sepakat dengan visi
tersebut, maka langkah selanjutnya adalah membuat pernyataan kontekstual untuk
membantu penurunan visi bersama tersebut ke dalam kegiatan riel sesuai konteks yang
ada. Langkah-langkah tersebut seperti dirincikan pada Lampiran 9 sampai dengan
Lampiran 12.
Dalam penelitian ini konteks signifikan diutarakan berkenaan dengan pentingnya
meningkatkan kinerja semua pihak yang terkait dengan pengembangan agroindustri gula
tebu. Setelah pernyataan kontekstual maka dilanjutkan dengan ”jenis relasi”. Dalam
penelitian ini jenis relasi dinyatakan dalam kalimat pernyataan ”lebih berpotensi
63

tercapainya tujuan”. Penentuan pernyataan dasar, pernyataan konteks, dan relasi dapat
dilihat di Gambar 21.

Gambar 21 Penentuan pertanyaan, konteks, dan relasi ISM


Setelah tahap penentuan pertanyaan dan konteks, peserta FGD diminta untuk
menyampaikan ide-ide. Dalam penelitian ini terjaring 11 (sebelas) ide-ide yang
diklasifikasikan sebagai ide utama. Struktur 11 ide ini sangat acak dan berpotensi
persoalan dalam menentuakan prioritas, seperti yang terlihat pada Gambar 22.

Gambar 22 Sebelas ide utama usulan para pemangku kepentingan


64

Berdasarkan ide-ide sebanyak 11 buah tersebut, dilakukanlah proses pemilihan (voting),


peserta diminta memilih satu dari dua alternatif kombinasi ide-ide yang disajikan secara
berulang seperti contoh pada Gambar 23.

Gambar 23 Contoh laman voting penentuan prioritas

Setelah pelaksanaan voting berulang selesai secara menyeluruh, maka software


ISM secara otomatis dapat mengeluarkan hasil simulasi ide-ide ke dalam sebuah format
diagram yang terstruktur dan mengikuti kaedah prioritas, seperti pada Gambar 24.

Gambar 24 Hasil simulasi ISM: struktur ide-ide berdasarkan prioritas


65

Hasil simulasi ISM menunjukan ide ”Peningkatan Produktifitas Hasil Panen Tebu” sebagai
elemen utama dan pertama dalam rangkaian pengembangan agroindustri gula tebu.
Elemen ini selanjutnya dijadikan sebagai fokus pengembangan pada tahapan-tahapan
pemrograman dan simulasi berikutnya.

7.2 Simulasi jejaring keyakinan Bayesian


Jejaring keyakinan Bayesian (Bayesian belief network) merupaka alat bantu
software yang dapat digunakan untuk membuat model probabilitas berkondisi yang proses
awal hingga hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 13 sampai dengan Lampiran
16. Dalam penelitian ini, dengan merujuk hasil simulasi ISM yang menempatkan elemen
”Peningkatan Produktifitas Hasil Panen Tebu” sebagai elemen utama dan pertama, maka
elemen ini akan digunakan sebagai ”elemen tujuan” dalam model jejaring keyakinan
Bayesian, seperti pada Gambar 25.

Gambar 25 Model jejaring keyakinan Bayesian, peningkatan produktifitas sebagai tujuan


model
66

Simulasi model jejaring keyakinan Bayesian dilakukan dengan cara melakukan


skenario perubahan pada elemen intervensi tindakan secara berulang. Dari berbagai
skenario, diperoleh laporan utama proses simulasi pada Gambar 26 yang menggambarkan
mengenai penjelasan maksud model dan informasi mengenai keseluruhan jejaring.
Langkah berikut adalah simulasi hasil probabilitas bersyarat yang merupakan hasil
utama jejaring. Dari hasil ini dapat dilihat sejauh mana tujuan model jejaring memiliki
probabilitas peningkatan produktifitas: sedang, baik, baik sekali. Hasil dapat dilihat pada
Gambar 27.

Gambar 26 Hasil laporan utama proses simulasi Jejaring Keyakinan Bayesian


Pada Gambar 27 terlihat bahwa setelah dilakukan simulasi, peluang keyakinan
peningkatan produktifitas, menunjukan urutan: 1) berhasil meningkat dengan baik, 2)
berhasil meningkat sangat baik, 3) berhasil meningkat sedang saja.
67

Gambar 27 Hasil simulasi model jejaring keyakinan Bayesian (BBN)

7.3 Simulasi Analytical Network Process


Berdasarkan hasil perhitungan ISM telah diperoleh elemen ”peningkatan
produktifitas hasil panen tebu” sebagai elemen pertama dalam struktur pemeringkatan, lalu
dilanjutkan dengan simulasi jejaring keyakinan Bayesian (BBN) yang menghasilkan
keyakinan keberhasilan upaya peningkatan produktifitas dengan predikat ”berhasil dengan
baik” mencapai peringkat pertama, maka sebagai langkah berikut adalah menjaga hasil
pemeringkatan ide utama ini dengan premis kebijakan.
Dalam penelitian ini akan digunakan tiga jenis kebijakan: 1) Kebijakan Moneter, 2)
Kebijakan Fiskal, dan 3) Kebijakan Pengembangan Alternatif Produk berbasis tebu. Alat
bantu software yang digunakan adalah Superdecisions Versi Beta 2.4. dengan langkah
awal membangun model ANP seperti pada Lampiran 5. Pada teknik pemrograman ANP,
pertama-tama dilakukan pembuatan struktur pemrograman seperti pada Gambar 28.
68

Gambar 28 Interface model ANP penentuan kebijakan untuk pengembangan agroindustri


gula tebu

Hasil simulasi yang dilakukan oleh para peserta FGD dapat dilihat secara keseluruhan pada
Lampiran 17 dan secara spesifik pemeringkatan level strategis seperti pada Gambar 29.

Gambar 29 Hasil ANP level strategis management puncak


69

Bila ditinjau dari sisi Benefit, maka sejalan dengan makna Benefit yang setara dengan
Strenght pada analisis SWOT, hasil simulasi menjunjukan kondisi agroindustri gula tebu
saat ini seperti pada Gambar 30. Para pelaku FGD berpandangan pengembangan
agroindustri gula tebu ke depan akan memiliki Benefit bila didukung oleh kebijakan
Pengembangan Produk Alternatif.

Gambar 30 Hasil simulasi peringkat kebijakan pada elemen Benefit

Bila ditinjau dari sisi Cost yang setara dengan Weakness, maka hasil simulasi ANP
menunjukan pemeringkatan kebijakan seperti pada Gambar 31.

Gambar 31 Hasil simulasi peringkat kebijakan pada elemen Cost


70

Para pelaku FGD berpandangan pengembangan agroindustri gula tebu ke depan akan
menghadapi Cost (kelemahan) dan mereka berpandangan untuk menghadapi kelemahan ini
perlu didukung oleh kebijakan yang protektif berupa Penerapan Tarif BM.
Bila ditinjau dari sisi Opportunity, maka sejalan dengan makna Opportunity yang
setara dengan Opportunity pada analisis SWOT, hasil simulasi menjunjukan kondisi
agroindustri gula tebu saat ini seperti pada Gambar 32.
Para pelaku FGD berpandangan pengembangan agroindustri gula tebu ke depan akan
memiliki peluang Opportunity yang baik bila didukung oleh kebijakan yang protektif,
seperti Penerapan Tarif Bea Masuk. Hasil simulasi menunjukan bahwa antara kebijakan
Penerapan Tarif Bea Masuk dan kebijakan Pengembangan Produk Alternatif tidak terlalu
jauh berbeda meskipun kebijakan protektif lebih unggul. Hal ini sejalan dengan kaidah
strategi bahwa untuk mengoptimalkan peluang maka salah satunya adalah berkembang
dengan dilindungi proteksi yang wajar.

Gambar 32 Hasil simulasi peringkat kebijakan pada elemen Opportunity


Bila ditinjau dari sisi Risk yang setara dengan Threat, maka hasil simulasi ANP
menunjukan pemeringkatan kebijakan seperti pada Gambar 33. Para pelaku FGD
berpandangan pengembangan agroindustri gula tebu ke depan akan memiliki ancaman Risk
yang datang sewaktu-waktu. Untuk menghadapi ancaman ini perlu didukung oleh
kebijakan yang protektif, seperti Penerapan Tarif Bea Masuk. Hasil simulasi menunjukan
bahwa antara kebijakan Penerapan Tarif Bea Masuk dan kebijakan Pengembangan Produk
Alternatif jauh berbeda. Hal ini sejalan dengan kaidah strategi bahwa untuk melindungi
ancaman maka salah satunya perlu dilakukan kebijakan yang protektif.
71

Gambar 33 Hasil simulasi peringkat kebijakan pada elemen Risks

7.4 Simulasi model sistem dinamis


Sebagai model simulasi utama, pemodelan sistem dinamis terdiri dari interface
utama berupa grafik supply-demand seperti pada Gambar 34. Pada interface terlihat bahwa
permintaan akan gula dan pasokan dari waktu ke waktu mengalami surplus dan difisit.
Perilaku ini sejalan dengan karakteristik agroindustri gula tebu yang merupakan komoditas
musiman.

Gambar 34 Interface utama model sistem dinamis pengembangan agroindustri gula tebu
72

Penelitian ini dapat menggunakan benchmarking sebagai dasar simulasi berupa


rencana aksi swa sembada Pabrik Gula BUMN hingga tahun 2014, seperti di Tabel 10.
Tabel 10 Rencana aksi pabrik gula BUMN
Kegiatan Satuan 2010 2011 2012 2013 2014

Perluasan Areal Ha 6,561 1,236 18,423 7,059 9,924


Bongkar Ratoon Ha 36,932 39,473 43,187 44,254 45,983
Rawat Ratoon Ha 88,764 86,474 94,544 96,645 98,374
Penyediaan Kebon Bibit Dasar Ha 10,442 11,050 11,414 11,487 12,072
Penyediaan Pupuk Ha 243,346 247,862 257,571 262,203 270,164
Kredit Usaha Tani Tebu Ha 153,154 154,646 156,640 159,933 165,888
Zat Pemacu Kemasakan Ha 54,157 61,929 6,489 66,646 69,129
Sarana Irigasi & Lebung Ha 29,783 38,537 43,874 49,149 53,184
Peningkatan Kapasitas 14 13 17 13 13
Rehabilitasi Pabrik 16 18 19 16 15
Merger, Amalgamasi pabrik - 2-->1 4 -->2 5-->2 -
Peningkatan Kualitas Gula 11 17 19 18 17
Pembangunan Pabrik Etanol - - 1 1 1
Pembangunan Pabrik Pupuk - - 2 3 1

Sumber: Revitalisasi Industri Gula BUMN 2010-2014

7.5 Hasil simulasi


Tahun 2010 merupakan tahun penting untuk melakukan evaluasi kinerja
agroindustri gula pada rentang waktu dekade 2010. Selanjutnya berdasarkan asumsi
rencana aksi pengembangan pada Tabel 10, maka dilakukanlah simulasi yang hasilnya
tertuang pada Tabel 11.
Tabel 11 Hasil simulasi berdasarkan rencana aksi PG BUMN tahun 2014
Luas Lahan (ha) Hasil Tebu (Ton) Kapasitas (TCD) Gula (Ton) Rendemen (%)
Pabrik Gula
BUMN 2010 2014 2010 2014 2010 2014 2010 2014 2010 2014
Riel Target Riel Target Riel Target Riel Target Riel Target

PTPN II 8,361 8,991 515,390 597,478 3,563 4,547 31,000 43,615 6.00 7.30

PTPN VII 29,114 31,309 1,980,497 2,295,939 8,439 10,771 132,062 189,949 6.80 8.30

PTPN IX 31,694 34,083 2,239,284 2,595,944 12,339 15,748 129,355 224,244 7.10 8..60

PTPN X 74,670 80,298 6,281,500 7,281,980 36,348 46,390 410,817 620,175 7.00 8..50

PTPN XI 66,374 71,371 5,570019 6,457,179 33,841 43,191 318,514 463,513 5.90 7.20

PTPN XIV 11,470 12,335 570,410 661,262 3,222 4,112 27,312 43,444 5.40 6.60

PT. RNI 64,897 69,789 5,707,400 6,616,441 29,966 38,245 334,916 491.045 6.10 7..40

Total 286,580 308,789 22,864,500 26,506,222 127,718 163,004 1,356,076 2,075,984 6.33 7.7
%
108% 116% 128% 153% 122%
Perubahan
73

Secara konsolidasi luas lahan pada tahun 2014 diperkirakan mengalami


peningkatan 8 % dari sejak tahun 2010 atau menjadi seluas 308,580 ha. Dengan asumsi
pelaksanaan program kerja yang telah ditetapkan, maka diprakirakan tingkat produktifitas
hasil panen tebu dapat naik hingga 16%, pada tahun 2014. Pada tahun yang sama, dengan
menerapkan program peningkatan kapasitas pabrik dan revitalisasi permesinan dan
pembangunan pabrik baru, maka diprakirakan kapasitas giling dapat meningkat 28%
sehingga dapat mencapai total kapasitas 163,004 ton cane per day. Diharapkan bila
program kerja dapat dilaksanakan dengan baik, maka tingkat rendemen dapat dinaikan
sebesar 22% sehingga rata-rata rendemen dapat mencapai 7.7 %. Akibat dari kenaikan
rendemen adalah meningkatnya kenaikan produk gula kristal putih sebesar 53% sejak
angka awal tahun 2010 yaitu mencapai 2,075,984 ton pada tahun 2014.
74

9 KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan

Penelitian ini menghasilkan model sistem dinamis untuk mengambil keputusan


kompleks bagi pengembangan agroindustri gula tebu. Dengan model ini dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks bagi pengembangan
agroindustri gula tebu merupakan model yang dibangun dengan mempertimbangkan
elemen mikro pada tingkat korporasi/perusahaan dan lingkungan makro sehingga
model ini dapat memberikan kegunaan pengambilan keputusan yang lebih akomodatif.
Sebagai model yang fleksibel, model hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
mengambil keputusan strategis bagi rancangan investasi pabrik/ agroindustri gula baru
(green field project) maupun restrukturisasi agroindustri gula yang sudah ada.
2. Model ini terdiri dari beberapa sub-model yaitu model sub-sistem petani tebu, pabrik
gula, distribusi dan pemasaran, dan sub-model kebijakan pemerintah, serta model
integratif keseluruhan yang dapat digunakan untuk memutuskan strategi pada level
perusahaan maupun level makro nasional melalui proses simulasi model. Model dari
hasil penelitian ini secara bertahap dibuat dengan menggunakan software sistem
dinamis Stella versi terakhir 9.1.4 yang dikeluarkan oleh Iseesistems. Software Stella
dipergunakan sebagai alat untuk menggambarkan model utama yang merupakan
representasi dari kenyataan sesungguhnya di lapangan. Model sistem dinamis
digunakan sebagai alat simulasi utama dalam penelitian ini.
Selanjutnya penelitian ini menggunakan software Interpretive Structural Modelling
yang diterbitkan oleh Sorach, Inc. Software ISM dipergunakan untuk membangkitkan
visi bersama para pemangku kepentingan dan digunakan untuk menyatukan ide yang
muncul pada saat Focused Group Discussion yang memunculkan 11 idea utama terkait
cara peningkatan agroindustri gula tebu sehingga dapat tersusun menurut struktur yang
logis. Hasil dari pengolahan ISM menunjukan bahwa Peningkatan Produktifitas hasil
panen tebu merupakan ide yang paling utama harus dilakukan mengawali semua ide-
ide pengembangan lainya.
75

Setelah itu penelitian ini menggunakan software Analytical Network Process berbasis
Benefit Opportunity Cost Risk (BOCR) terbitan Superdecisions. Software ANP
dipergunakan untuk menangkap semua fenomena yang mempengaruhi tiga alternatif
kebijakan utama: Kebijakan Fiskal berupa Penetepatan Tarif Bea Masuk, Dikungan
Kebijakan Moneter, dan Kebijakan Pengembangan Produk Alternatif. Dalam
pengolahan ANP telah diperhitungkan faktor-faktor ekonomi, sosial, politik,
lingkungan hidup, perdagangan internasional, perkembangan pasar tenaga kerja,
perkembanan teknologi, dan kriteria operasional tingkat pabrik.
Sebagai penyempurna alat bantu pengambilan keputusan, penelitian ini disempurnakan
dengan model probabilitas untuk mengetahui sejauh mana keyakinan akan tercapainya
atau gagalnya suatu tujuan. Penelitian ini menggunakan software Bayesian Belief
Network yang diterbitkan oleh Netica dan secara khusus diaplikasikan sebagai Jejaring
Keyakinan Bayesian pada ide utama hasil pemeringkatan ISM, yaitu Peningkatan
Produktifitas Tebu.
3. Model sistem dinamis beserta pemrograman pendukung yang dilakukan dengan alat
bantu software telah diverifikasi dan divalidasi dengan cara secara cermat dilakukan
pemeriksaan secara terus menerus untuk meyakinkan semua persamaan algoritma telah
dilakukan dengan benar, semua persamaan telah sesuai dengan kaedah teori, semua
hubungan keterkaitan telah memenuhi logika yang umum dan tidak bertentangan
dengan praktek dilapangan setelah diperiksa silang dengan nara sumber serta pakar
gula. Proses validasi dilakukan dengan melakukan uji coba olah data dengan berbagai
input data yang berbeda dan dilakukan secara terus menerus hingga tidak ditemukan
kejanggalan. Dalam prakteknya, ke-empat software yang digunakan memiliki fungsi
peringatan dini bila terjadi penyimpangan sehingga proses validasi pada dasarnya
dilakukan secara mandiri dan otomatis pada masing-masing software.
4. Hasil simulasi model sistem dinamis menunjukan target pada tahun 2014 yang telah
dicanangkan sebagai tahun swa sembada gula, sebagai berikut: diprakirakan terjadi
kenaikan luas lahan tanam mencapai 8%, naik dari 286,580 ha pada tahun 2010
menjadi 308,789 ha pada tahun 2014. Hasil panen tebu per hektar naik sebesar 16%
sejalan dengan program kerja yang berupaya meningkatkan produktifitas dari tahun
2010 total sebesar 22,864,500 menjadi 26,506,222 pada tahun 2014. Kapasitas giling
meningkat 28% hingga mencapai 163,004 ton cane per day pada tahun 2014.
76

Rendemen rata-rata meningkat dari 6.33 pada tahun 2010 menjadi 7.7 pada tahun 2014
sehingga meningkatkan produktifitas gula kristal putih 53% dari 1,356,076 ton pada
tahun 2014 menjadi 2,075,084 ton pada tahun 2014.
5. Hasil simulasi ANP secara total menunjukan bahwa model sistem dinamis bagi
pengembangan agroindustri gula tebu akan meraih titik optimasi bila Pemerintah dan
para pemangku kebijakan memutuskan untuk mengambil kebijakanPengembangan
Produk Alternatif sebagai kebijakan utama (peringkat ke-1 total nilai 0.5984). Nomor
dua adalah apabila pihak pemangku penentu kebijakan menentukan kebijakan berupa
Dukungan Kebijakan Moneter (peringkat ke-2 total nilai 0.4939), dan terkahir apabila
pemangku penentu kebijakan mengambil keputusan Penerapan Tarif Bea Masuk
sebagai kebijakan terakhir (peringkat ke-3 total nilai 0.3295).
Hasil penelitan ini menggambarkan bahwa pelaku usaha agroindustri gula tebu
mendambakan pengembangan produk alternatif sebagai upaya meningkatkan kinerja
agroindustri gula tebu di masa depan dan sebagai upaya meningkatkan daya saing baik
di tingkat domestik maupun internasional.
Para pelaku usaha mampu bersaing dengan pelaku usaha internasional. Hal ini
terungkap dari hasil olah ANP yang meletakan kebijakan protektif pengetatan Tarif
Bea Masuk menjadi kebijakan terakhir, asalkan pihak pemerintah memberikan
Dukungan Kebijakan Moneter seperti tersedianya pendanaan dengan tingkat bunga
wajar dan murah, tingkat perbedaan nilai tukar yang stabil dan relatif kompetitif, dan
tingkat inflasi yang terkendali.
6. Dari hasil laporan analisis parsial pada elemen Benefit atau Strenght, menunjukan
bahwa pengembangan kinerja agroindustri gula tebu dapat tercapai secara optimal
apabila pemangku penentu kebijakan memutuskan kebijakan Pengembangan Produk
Alternatif sebagai kebijakan utama (nilai 0.9760), diikuti kebijakan Penerapan Tarif
Bea Masuk (nilai 0.6852) dan terakhir keputusan kebijakan Dukungan Kebijakan
Moneter (nilai 0.3952). Hasil ini adalah rasional mengingat faktor benefit atau strenght
yang selama ini dinikmati oleh para pemangku kepentingan dalam sistem ini
mendambakan strategi agresif untuk berkembang dan strategi bertahan untuk
melindungi keunggulan yang ada.
7. Dari hasil laporan analisis parsial pada elemen Cost atau Weakness, menunjukan bahwa
pengembangan kinerja agroindustri gula tebu akan mencapai titik optimal bila
77

pemangku penentu kebijakan memutuskan kebijakan protektif untuk melindungi


kekurangan pada agroindustri gula tebu dengan kebijakan Penerapan Tarif Bea Masuk
(nilai mutlak 1.0), diikuti oleh keputusan yang mendorong terlaksananya kebijakan
Pengembangan Produk Alternatif(nilai 0.6108) dan terakhir bila para penentu
kebijakan melakukan keputusan Dukungan Kebijakan Moneter (nilai 0.4313). Hasil ini
rasional dan logis sesuai dengan kaedah protektif bagi menjaga kelemahan yang ada
dan bahwa para pelaku usaha dalam sistem agroindustri gula tebu siap melakukan
kegiatan produk alternatif melebihi urgensi kebijakan Dukungan Kebijakan Moneter.
8. Dari hasil laporan analisis parsial pada elemen Opportunity sama dengan Opportunity
menunjukan bahwa pengembangan kinerja agroindustri gula tebu akan mencapai titik
optimal bila pemangku penentu kebijakan memutuskan kebijakan protektif berupa
Penerapan Tarif Bea Masuk untuk menghadang pengganggu yang akan menyaingi
pencapaian peluang usaha. Dilanjutkan dengan kebijakan yang mendorong
Pengembangan Produk Alternatif dan terakhir bila dilakukan keputusan Dukungan
Kebijakan Moneter.
9. Dari hasil laporan analisis parsial pada elemen Risk sama dengan Threat menunjukan
bahwa pengembangan kinerja agroindustri gula tebu akan mencapai titik optimal bila
pemangku penentu kebijakan memutuskan kebijakan protektif berupa Penerapan Tarif
Bea Masuk (nilai mutlak 1.0) dan bila diambil keputusan kebijakan Pengembangan
Produk Alternatif (nilai 0.5797) dan bila diputuskan kebijakan Dukungan Kebijakan
Moneter sebagai peringkat terakhir (nilai 0.4103)
10. Hasil olah software ISM menunjukan bahwa visi para pemangku kepentingan dalam
sistem ini dapat dicapai dengan hasil optimal bila peningkatan produktifitas dapat
dijadikan sebagai program prioritas utama dalam rangka upaya bersama meningkatkan
kinerja agroindustri gula tebu untuk mencapai tingkat swa sembada gula di tahun 2014.
Selanjutnya secara struktur terlihat bahwa ada tiga rencana aksi yang dapat memacu
peningkatan kinerja yaitu: Penentuan Rendemen yang baik, Peremajaan Mesin Pabrik
Gula, dan Penerapan Proses Produksi Gula yang Baik. Ketiganya dapat dilakukan
secara serentak dan paralel.
11. Hasil olah software ISM menunjukan bahwa setelah empat langkah rencana aksi di atas
dilaksanakan, maka menurut struktur pemeringkatan ISM menempatkan rencana aksi
Pengembangan Produk berbasis gula tebu selain produk gula itu sendiri. Rencana aksi
78

strategis ini merupakan langkah strategis dalam rangka meningkatkan daya


keberlangsungan usaha agroindustri gula tebu dan daya saing di masa depan.
12. Hasil olah software ISM secara struktur setelah pengambilan keputusan pengembangan
poroduk alternatif, akan terlihat menjadi dua cabang yang secara paralel dapat
dilaksanakan secara simultan, yaitu cabang pertama berupa rencana aksi strategis untuk
memperoleh Dukungan Sosial dan Politis di daerah kepentingan kerja dan cabang
kedua berisi dua rencana aksi strategis berupa upaya Perbaikan Irigasi dan Penyediaan
Fasilitas Kredit Bank dengan Suku bunga pinjaman kompetitif.
13. Hasil akhir olah software ISM secara struktur menunjukan urutan rencana/ ide aksi
strategis berupa tercapainya tata kelola yang menjamin terjadinya Kelancaran Praktek
Perdagangan Gula Internasional (pengaturan importasi). Hal ini secara struktur berada
di belakang cabang pertama yang berisi ide strategis untuk memperoleh Dukungan
Sosial dan Politis di daerah.
Sebagai rangkaian terakhir yang berisi dua ide/ rancangan aksi strategis berupa
Pengaturan Jadwal Kuantitas Impor Gula Pasir Putih dan Gula Mentah dan berupa
Penerapan Penetapan Tingkat Pajak Bea Masuk importasi gula. Kedua ide/ rancangan
aksi strategis secara struktur berada tepat di belakang cabang kedua yang di dalamnya
berisikan ide strategis berupa Perbaikan Irigasi dan Penyediaan Fasiltias Pendanaan.
14. Dari hasil laporan olah Jejaring Keyakinan Bayesian (Bayesian Belief Network)
menunjukan bahwa produktifitas tebu akan dapat ditingkatkan secara baik di atas target
dengan probilitas 34%, diikuti peningkatan produktifitas mencapai level normal dengan
probabilitas 33% dan terakhir pencapaian yang relatif buruk akan terjadi dengan
probabilitas 32%.
15. Kondisi hasil capaian di atas akan berubah-ubah sesuai dengan elemen-elemen
alamiah lain yang saling mempengaruhi, antara lain: ketersediaan sarana produksi,
konservasi lahan, perluasan lahan, perbaikan irigasi, ketersediaan SDM, kondisi alam/
cuaca, pemupukan, penanganan hama dan penyakit tanaman serta kualitas bibit.

9.2 Saran

1. Dalam rangka meningkatkan produktifitas hasil panen tebu, disarankan agar ada tindak
lanjut berupa pembentukan gugus tugas yang melibatkan para pemangku kepentingan
79

untuk memantau penentuan tingkat rendemen sehingga para pihak dapat mencapai
kesepakatan yang adil dan obyektif.
2. Sehubungan dengan upaya untuk memperoleh dukungan sosial kemasyarakatan di
masing-masing daerah kepentingan, disarankan agar para pemangku kepentingan
membangun kondisi keamanan, ketertiban yang kondusif termasuk pengamanan dan
kelancaran transportasi bahan baku hingga produk akhir
3. Terkait dengan upaya pengembangan produk alternatif selain produk gula tebu,
disarankan agar dibentuk gugus tugas untuk menyiapkan studi kelayakan
pengembangan produk berbasis tebu seperti yang telah berhasil dilakukan secara
sukses di negara Jamaica, Brazil dan lain-lain yang telah mengembangkan produk
alternatif berbasis tebu menjadi sumber energi alternatif seperti ethanol
4. Sehubungan dengan peningkatan produktifitas dan kaitanya dengan ketersediaan
kualitas benih, hasil penelitian ini menyarankan agar dibentuk lembaga gugus tugas
dan bila lembaga tersebut sudah ada maka dijaga efektifitas lembaga tersebut dalam
rangka pengelolaan keunggulan teknologi dan ketersediaan benih tebu unggul,
informasi fasilitas peremajaan ratoon, informasi tata kelola pupuk yang menjamin
ketersediaa dengan harga yang stabil dan wajar. Disarankan keberadaan lembaga ini
sebagai hasil keputusan bersama para pemangku kepentingan dandapat memberikan
layanan yang terjangkau.
5. Hasil penelitian menyarankan adanya upaya serius atas penanganan masalah
ketersediaan dan perluasan lahan tanam baru sebagai upaya mengatasi laju penurunan
alih fungsi lahan tanam tebu yang secara gencar telah terjadi di kawasan pulau Jawa.
6. Dari rangkuman hasil FGD disarankan bahwa terkait dengan penerapan tarif pajak dan
bea masuk impor gula mentah, gula pasir putih, dan gula rafinasi harus dilakukan
kriteria nomor harmoni komoditas dengan kriteria berbasis standar ICUMSA yang jelas
dan tidak saling tumpang tindih. Hal ini mutlak penting dilakukan sehingga batasan
legal atas persyaatan komoditas dapat dengan jelas ditentukan. Hal serupa akan
menghindari peluang yang merusak sistem dengan cara praktek tidak terpuji seperti
pemanfaatan disparitas harga melalui kegiatan penyelundupan maupun permainan
persyaratan ICUMSA untuk tujuan importasi yang merusak sistem karena
memperlemah daya saing produk dalam negeri.
80

7. Penelitian ini mengakomodir para pemangku kepentingan yang menyarankan agar


dibuat gugus tugas yang membidangi usaha penerapan proses produksi gula yang baik,
dalam bentuk standard operasional yang perlu diterapkan secara nasional berkenaan
dengan upaya peningkatan produktifitas nasional.
8. Sejalan dengan target swa sembada gula tahun 2014, para pemangku kepentingan
menyarankan agar ada prioritas kemudahan pendanaan dari pihak tekait, kemudahan
investasi berupa penundaan atau pembebasan bea masuk barang masuk peralatan
permesinan.
81

DAFTAR PUSTAKA

___________________, 2005. Profil Pabrik Gula Indonesia Tahun 2005. Jakarta.


Abidin, Zainal. 2000. “Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Keragaan Industri Gula
Indonesia: Suatu Analisis Kebijakan “. Bogor: Program Pascasarjana IPB.
Amang, Beddu,1993. Kebijakan pemasaran Gula di Indonesia. PT. Dharma Karsa Utama. Jakarta.
Anonymous, 1980. Sejarah Perkebunan di Indonesia. Staf Bina Perusahaan Negara
DepartemenPertanian. Jakarta
Anonymous, 2002. Program Akselerasi Peningkatan dan prospek Investasi Gula Nasional: 2002 –
2007. Buku 1. Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan. Jakarta.
Austin, J.E. 1992. Agroindustrial Project Analysis, Critical Design Factor, EDI Series in
Economic Development. The John Hopkins University Press, Baltimore and London
B. van Ark, 1988, ”The Volume and Price of Indonesian Export, 1823 to 1940: The Long Term
Trend and Its Measurement”, Bulletin of Indonesian Economic Studies 24 (3), hal. 87-120.
Boehlje, M. 1999. ”Structural changes in the agricultural industries: how do we measure, analyze
and understand them?”, American Journal of Agricultural Economics, Vol 81 No. 5, pp. 10-
28.
Breyceson, Kim P., Smith, Carl S. 2008. ”Abstraction and Modelling of Agri-food Chains as
Complex Decision Making Sistem”, Paper prepared for presentation at the 110th EAAE
Seminar on Sistem Dynamics and Innovation in Food Networks, Innsbruck-Igls, Austria
Brown, J.G.1994. Agroindustrial Investment and Operations, The World Bank, Washington DC.
Coyle, R. 1998. “ The practice of Sistem Dynamics: Milestones, lessons and ideas from 30 years
experiences”. System Dynamics Review 14 (14), 343-365.
Chaidir, Iding. 2007. “Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu”,
Bogor: Program Pascasarjana IPB.
Dawson, Billi. 2007. Bertalanffy Revisited: Operationalizing a General Sistems Theory Based
Business Model Through General Sistems Theory Thinking, Modeling and Practices.
Proceeding of the 2007 ISSS Conference.
Departemen Perdagangan 2006. Regulasi gula. http:// www.depdag.id.
Departemen Pertanian, 2005. Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis Tebu. Badan Penelitian
Dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Dewan Gula Indonesia, 1999. Restrukturisasi Gula Indonesia April 1999. Publikasi Intern DGI dan
Bahan Diskusi Reformasi Gula Indonesia. Jakarta.
Djojosubroto, D.I. 1995. Masalah Gula di Tengah Dinamika Ekonomi Indonesia. Seminar
Pergulaan Nasional dalam rangka menghadapi perdagangan bebas. Badan Litbang
Departemen Pertanian dan Yayasan Sakharosa, Jakarta.
Doyle, J. and D. Ford. 1998. “ Mental models concepts for Sistem Dynamics research”.Sistem
Dynamics Review14(1), 3-29.
Eriyatno. 1996. “ Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen”. Bogor: IPB Press.
Ford, Andrew. 1999. “Modeling the Environment: An Introduction to Sistem Dynamics Models of
Environmental Sistem”. Washington, D.C.: Island Press.
82

Forrester,J.W. (1987). 14 Obvious Truths, Sistem Dynamic Review 3(2), 156-159.


Gregory, Amanda J. 2007. A Sistem Approach to Strategic Management. Proceeding of the 2007
ISSS Conference.
Hafsah, Muhammad Jafar, 2002. Bisnis Gula di Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Houck, James P. 1986. ”Element of Agricultural Trade Policy”, New York, NY: Macmillan
Publishing Company.
http://www.cabinetoffice.gov.uk
http://www.tempointeraktif.com
Ismail, Nur Mahmudi., 2005, “Restrukturisasi Industri Gula Nasional”, Di dalam: Seminar
Nasional: Proyek Unggulan Teknologi, BPPT. Jakarta 19 Januari 2005.
Jamaran, Irawadi. 2009. Bahan Kuliah Strategi Pengembangan Agroindustri, TIP IPB tidak
dipublikasikan.
Keat, P. And P.K.Young. 2002. “Managerial Economics: Economic Tools for Today’s Decision
Makers”. Macmillan Publishing Company, New York.
Khudori. 2005. “Gula Rasa Neoliberalisme”. Jakarta: LP3ES.
Machfud. 2001. “Rekayasa Model Penunjang Keputusan Kelompok Dengan Fuzzy Logic Untuk
Sistem Pengembangan Agroindustri Minyak Atsiri”. Bogor: Program Pascasarjana IPB.
Marimin, 2004. “Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk”. Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Marimin, 2005. ”Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial”. Bogor: IPB
Press.
Marimin, L. Herlina, A. Aulia, Motohide Umano, Itsuo Hatono, Hiroyuki Tamura: “Expert Sistem
for new product strategy development. APMS 1996: 303-314
Marimin, Motohide Umano, Itsuo Hatono, Hiroyuki Tamura: “Hierarchical semi-numeric method
for pair wise fuzzy group decision making”. IEEE Transactions on Sistems, Man, and
Cybernetics, Part B 32(5): 691-700 (2002)
Saaty, T.L. 2005. “ Theory and Applications of the Analytical Network Process, Decision Making
with Benefits, Opportunities, Costs, and Risks”. Pittsburg USA. RWS Publications.
Saaty, T.L. Cillo, Brady. 2008. “ The Encyclicon, Volume2: A Dictionary of Complex Decisions
Using The Analytical Network Process”.Pittsburg, USA. RWS Publications
Sargent, Robert G., 1998. Verification and Validation of Simulation Model. Proceeding of the 1988
Winter Simulation Conference.
Sargent, Robert G., 2001. Some Approaches and Paradigms for Verifying and Validating
Simulation Models. Proceeding of the 2001 Winter Simulation Conference.
Schon, D. 1992. The Theory of Inquiry. Dewey’s Legacy to Education. 22(2), 119-139
Senge, P. and J. Sterman. 1992. “Sistem Thinking and Organizational Learning: Acting locally and
thinking globally in the organization of the future”. European Journal of Operational
Research 59 (1), 137-150.
Siagian, Victor. 1999. “Analisis Efisiensi Biaya Produksi Gula di Indonesia: Pendekatan Fungsi
Biaya Multi-input Multi-output”. Bogor: Program Pascasarjana IPB.
Sterman, John D. 1998b. “Modeling the Formation of Expectations: The history of energy demand
forecasts”. International Journal of Forecasting 4, 243-259
83

Sterman, John D. 2004. “Business Dynamics: Sistem Thinking and Modeling for a Complex
World”, Singapore: McGrawHill.
Sudi Mardianto, et al. 2005. Peta Jalan (Road Map) Dan Kebijakan Pengembangan Industri Gula
Nasional.Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Suparno. 2004. Analisis Dampak Kebijakan Tata Niaga Gula terhadap Kesejahteraan Petani Tebu
di Indonesia. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Vakili, K., Izadi Ehsan F., Moteabbed S. 2007. Resisting Dynamic Structure in Shifting toward
”sistem thinking”. Proceeding of the 2007 ISSS Conference.
Warfield, John N. 1974. “Developing SubSistem Matrices in Structural Modeling”. IEEE Trans.
On Sistems, Man & Cybernetics v SMC-4 n1 (January 1974) pg. 74-80.
Warfield, John N. 1976. “ Societal Sistems: Planning, Policy, and Complexity”. USA. John Wiley
Publications.
Warfield, John N. 2003. “ The Mathematics of Structure”. USA. AJAR Publishing Company.
Wayan R. Susila dan Bonar M. Sinaga, 2005. Pengembangan Industri Gula Indonesia Yang
Kompetitif Pada Situasi Persaingan Yang Adil, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia.
Bogor.
Williamson, Oliver E. 1981. ”The Economics of Organization: The Transaction Cost Approach”,
The American Journal of Sociology 87 (3): 548 - 577
Yandra, Marimin, Irawadi Jamaran, Eriyatno, Hiroyuki Tamura. 2007. An Integration of Multi-
Objective Genetic Algorithm and Fuzzy for Optimization of Agroindustrial Supply Chain
Design. Proceeding of the 2007 ISSS Conference.
84

!"#$%&"'()((!"#$%&'()%!#*+,-(.%#/-".%(.%.0,#(+%'"#%.(

!"#$%&"'(()((*"+%,(+%#-,"+%($"+./"'(0-,"(123-(
85

!"#$%&"'()((*"+%,(+%#-,"+%($.&#%'/""'(0-,"(/.1-(

!"#$%&"'()((*+,-.(/012/%/3-#($-&4-10'"'(3-10(

!"#$%&'()*'+',$-&
.$/0$)(121&,$)(&
86

!"#$%&"'()((*+,-.(/012/%/3-#($"1&%4(50."(

!"#$%&'()*'+',$-&
./)0+1&2(%/&

!"#$%&"'()(((*+,-.(/012/%/3-#(($-&#%'3""'(4+'/0#-'(

!"#$%&&'()*'+',$-&
#+',.+)('+&
87

!"#$%&"'(()((*+,-.(/012/%/3-#(4-1%5"4"'(

!"#$%&&'()*'+',$-&
.$)+/0.01&

!"#$%&"'()((*+,-.(%'/-0&"1%(2-1-.3&34"'(13561%1/-#(

!"#$%&'()$*+,-.&
88

!"#$%&"'()((*+,-(."/"$"'($0'1232"'($0&."'1""'4(56'.0534((70'%3(/282'9"'((

!"#$%&"'()*(+,-.($/'0/#1"'0"'())(%2/((
89

!!"#$%&"'())((*+,-(./'0/1($&/232(!"#$%((

!"#$%&"'()*(+,-.(/"0%1($2'341"/"'($&43&"#(+,-(
90

!  ()*((+,-./(0.0"&%'1(2.3"2%'"'(4"3.5%"'(

!"#$%&"'()*((+",%-($.&/%01'2"'(3.3"&%'2(4.5"4%'"'(6"5.,%"'(()(
91

!"#$%&"'()*((+",%-($.&/%01'2"'(3.3"&%'2(4.5"4%'"'(6"5.,%"'((7(

!"#$%&"'()*((+",%-($.&/%01'2"'(3.3"&%'2(4.5"4%'"'(6"5.,%"'((7(
92

Lampiran 17

Disajikan secara terpisah dalam format “printout” hasil hitungan ANP


93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119

You might also like