You are on page 1of 6

Jurnal Kesehatan

Volume 10, Nomor 3, November 2019


ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online)
http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK

Faktor Lingkungan Sosial, Lingkungan Fisik, dan Pengendalian Program


DBD terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Bambang Murwanto1, Sri Indra Trigunarso2, Purwono3


Jurusan Kesehatan Lingkungan, Politeknik Kesehatan Tanjungkarang, Indonesia
Email: bambang_murwanto@poltekkes-tjk.ac.id

Abstract: Factors of Social Environment, Physical Environment, and Control of Dengue


Fever Program Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). Dengue Bedarah Fever (DHF) one of the
problem of the disease in Indonesia and including 30 countries in the world endemic for dengue
disease, even though be second place disease in 2015 with a Case Fatality Rate (CFR) of 0.95%.
Besides in Lampung in the last three years (2014-2016) tendency for Incidence Rate (IR) is
increasing. In South Lampung Regency as the gateway to Sumatra Island in 2017 the Incidence
Rate (IR) averaged 20.78% and one of the highest Incidence Rate (IR) reached 70.59% in the
Hajimena Health Center Working Area, Natar District. The purpose of this study was to find out
the relationship between the factors of the Social Environment, Physical Environment, and the
Factors of Controlling the DHF Control Program, and factors were the most dominant
relationships. The research method is quantitative with the Cross-Sectional approach, with the
study population in the Hajimena Community Health Center Working Area, Natar District, which
includes three villages namely Hajimena village, Sidosari village, and the Pemanggilan village.
Primary data is taken using questionnaires and checklists, and secondary data is sourced from
Puskesmas and Kecamatan. Processing data using data processing software by analyzing using
univariate, and bivariate methods. The results of this study show that there is a meaningful
relationship are the mobility of the population with the incidence of disease. To eradicate dengue
in the Natar sub-district, especially the Hajimena Public Health Center area which is an endemic
area, it also requires comprehensive and integrated activities, namely PSN-DBD with periodic
larvae checks by cadres of the Larvas Monitoring.

Keywords: Aedes aegypti, DHF (Dengue Hemorrhagic Fever), Environment

Abstrak: Faktor Lingkungan Sosial, Lingkungan Fisik, dan Pengendalian Program DBD
terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit Demam Bedarah Dengue
(DBD) masih menjadi masalah penyakit di Indonesia dan Indonesia termasuk 30 negara di dunia
endemis penyakit DBD, bahkan menjadi menyakit urutan kedua pada tahun 2015 dengan tingkat
Case Fatality Rate (CFR) 0,95%. Demikian pula di provisi Lampung dalam tiga tahun terakhir
(2014-2016) kecenderungan Incidence Rate (IR) makin meningkat. Di Kabupaten Lampung
Selatan sebagai pintu gerbang pulau Sumatra pada tahun 2017 Incidence Rate (IR)nya rerata
mencapai 20,78% dan salah satu Incidence Rate (IR) tertinggi yaitu mencapai 70,59% di Wilayah
Kerja Puskesmas Hajimena, Kecamatan Natar. Tujuan penelitian ini untuk mencari hubungan
faktor-faktor Lingkungan Sosial, Lingkungan Fisik, dan Faktor-faktor Pengendalian Program
Penanggulangan DBD, dan factor apa saja yang hubungannya paling dominan. Metode penelitian
bersifat kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional, dengan populasi penelitian di Wilayah
Kerja Puskesmas Hajimena, Kecamatan Natar, yang meliputi tiga desa yaitu Desa Hajimena, Desa
Sidosari dan desa Pemanggilan. Data primer diambil dengan menggunakan kuesioner dan ceklis,
dan data sekunder bersumber dari Puskesmas dan Kecamatan. Pengolahan data menggunakan soft
ware olah data dengan dianalisis menggunakan metode univariat, dan bivariat. Hasil penelitian ini
menunjukankan adanya hubungan bermakna mobilitas penduduk dengan kejadian penyakit. Agar
memberantas penyakit DBD di wilayah kecamatan Natar, khususnya wilayah UPT Puskesmas
Hajimena yang merupakan daerah endemis, naka diperlaukan kegiatan yang bersifat menyuluruh
dan terintegrasi yaitu PSN-DBD dengan pemeriksaan jentik berkala oleh kader Juru Pemantau
Jentik (Jumantik).

Kata kunci: Aedes aegypti, DBD (Demam Berdarah Dengue), Lingkungan

453
454 Jurnal Kesehatan, Volume 10, Nomor 3, November 2019, hlm 453-458

PENDAHULUAN seperti pada gambaran yang terjadi pada


penderita penyakit DBD yang dirawat di RSUD
Penyakit DBD termasuk salah satu dr. Hb. Bob Bazar, SKM pada tahun 2012
masalah kesehatan masyarakat yang utama di (Murwanto, 2013). Seperti terjadi juga di Kota
Indonesia. Penyakit ini pertama kali dilaporkan Bogor ada hubungan bermakna antara kejadian
setelah adanya kejadian luar biasa (KLB) di DBD dengan iklim (suhu, curah hujan,
Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Demam kelembamam, lama penyinaran mata hari dan
Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu kecepatan angin (Silaban dalam Murwanto,
penyakit infeksi virus yang penyebarannya 2013).
dilakukan oleh nyamuk Aedes aegypti (Rulen, Keadaan kesehatan seperti di Kabupaten
dkk., 2017). Lampung yang telah disebutkan di atas selain
Tujuan pembangunan kesehatan nasional dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan
adalah meningkatkan derajat kesehatan, dengan sebagi yang terbesar, dan faktor perilaku
menurunkan angka kematian (mortalitas) dan masyarakat sebagai terbesar kedua (Green and
kesakitan (morbiditas). Salah satu angka Kreuter, 2005). Pengaruh perilaku tersebut secara
kematian (mortalitas) dan kesakitan (morbiditas) umum tergambar oleh Angka Proporsi Rumah
yang masih menjadi masalah utama adalah Tangga yang memenuhi kriteria Perilaku Hidup
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), Bersih dan Sehat (PHBS) provinsi Lampung
karena penyakit yang bersifat akut ini selain tahun 2013 sekitar 20% atau masih dibawah rata-
dapat menyebabkan kesakitan (Incidence Rate rata nasional yang mencapai 32,3% dan
atau IR) sering dapat menyebabkan kematian gambaran Angka Bebas Jentik (ABJ) seperti
yang dapat dilihat dari angka Case Fatality Rate tersebut di atas.
(CFR) terutama pada bayi dan anak. Secara Tujuan penelitian mengetahui faktor
global Indonesia termasuk dalam 30 negara lingkungan sosial, lingkungan fisik, dan faktor
endemis DBD (CNN Indonesia, 2018), bahkan pengendalian program DBD terhadap kejadian
sempat menjadi urutan kedua pada tahun 2015 Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah
dengan Case Fataloity Rate (CFR) pada waktu Kerja Puskesmas Hajimena, Kabupaten Lampung
itu mencapai 0,95%. Selatan, pada tahun 2018.
Penyebaran dan tinggi rendahnya angka
kesakitan demam berdarah dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya tinggi rendahnya METODE
populasi vektor, virulensi virus, imunitas
penduduk, kepadatan penduduk, mobilitas Metode penelitian ini bersifat
penderita dan kemampuan virus memperbanyak observasional dan jenis penelitian bersifat
diri dalam tubuh nyamuk serta perilaku manusia kuantitatif, dengan pendekatan potong lintang
yang dapat memberi peluang tempat (Cross Sectional). Subyek penelitian adalah
perkembangbiakan nyamuk (Yunita, dkk., 2012). Kepala Keluarga (KK) masyarakat di Wilayah
Dari hasil wawancara dengan pihak Dinas Puskesmas Hajimena, Kecamatan Natar, untuk
Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan, Tahun mengetahui hubungan faktor-faktor Lingkungan
2017 rerata angka Incidence Rate (IR) 20,78, Sosail, Lingkungan Fisik dan Pengendalian
dimana kecamatan tertinggi ada di wilayah Program dengan Kejadian DBD. Pada saat
Kecamatan Natar. Hal ini dikarenakan penelitian tim enumerator dilengkapi lembar
Kecamatan Natar merupakan kecamatan Inform Concern sebagai bagian dari Keterangan
penyangga daerah perkotaan yaitu kota Bandar Kelaikan Etik yang dikeluarkan oleh Komisi Etik
Lampung, sehingga penduduknya relatif padat. Penelitian Kesehatan Politeknik Kesehatan
Sebagai daerah yang cenderung urban tersebut Tanjung Karang No. 158/EC/KEP-TJK/VI/2018.
member peluang untuk terjadinya endemisitas Waktu penelitian ini adalah bulan Juni
penyakit DBD. Salah satu wilayah Kecamatan sampai dengan November Tahun 2018 dengan
Natar, yaitu wilayah Puskesmas Hajimena pada lokasi penelitian ini dilaksanakan di Wilayah
Tahun 2019 lalumencapai 16 kejadian DBD Puskesmas Hajimena, Kec. Natar Kabupaten
dengan Incidence Rate (IR) mencapai 70,59%. Lampung Selatan.
Pola kejadian penyakit DBD di Kabupaten Populasi penelitian ini berjumlah 7.147
Lampung Selatan, yaitu pada musim penghujan KK, dengan nilai Z1-ά/2=1,86 dan tingkat
(awal dan akhir tahun) adanya peluang terdapat kepercayaan 95%, Maka di dapat jumlah (besar)
air hjan yang tergenang yaitu merupakan sampel sebanyak 84,7 KK dan dibulatkan
breeding place atau tempat perindukan nyamuk menjadi 90 KK. Metode pengambilan sampel
Adedes aegypty sebagai vektor penyakit DBD
Murwanto, Faktor Lingkungan Sosial, Lingkungan Fisik, dan Pengendalian Program DBD… 455

dengan teknik Propotional Random Sampling Dari hasil analisis univariat yang
(Notoadmodjo, 2010). tergambar pada tabel 1 bahwa yang nampak
Analisis data menggunakan aplikasi cukup besar hasilnya adalah determinan mobilitas
pengolah data komputer (soft ware) dengan penduduk, memang 78,9% ini berarti sebagian
menggunakan analisis Univariat dan Bivariat. besar penduduk setiap harinya mencari mata
Analisis Univariat digunakan untuk analisis pencaharian di luar wilayah kerja UPT
distribusi frekuensi yaitu penyebaran kreteria Puskesmas Hajimena. Determinan lain adalah
hasil masing-masing variabel. Analisis Bivariat ketiadaan ban bekas (98,1%), kondisi sumur gali
digunakan untuk mengetahui hubungan antara yang baik (91,1%).
variabel bebas dengan variabel terikat. Sedangkan dari 9 variabel bebas pada
tabel 2 hanya 1 variabel yang mempunyai
hubungan yang bermakna (signifikan) yaitu
HASIL mobilitas penduduk p-value 0,042 dan OR
mencapai 1,315 (1,154-1,498).
Tabel 1. Gambaran Distribusi Variabel
Dependen dan Variabel Independen
Variabel Kriteria Hasil Hasil PEMBAHASAN
Kejadian Menderita 19%
Penyakit Tidak menderita 81% Pada saat penelitian ini dilaksanakan di
Kepadatan Padat 54% lapangan pada sekitar bulan September 2018
Hunian Tidak Padat 46% adalah saat-saat musim panca roba dari musim
Mobilitas Ada Mobilitas 78,9%
hujan ke musim kemarau. Jadi sudah terasa
Penduduk Tidak ada mobilitas 21,1%
Kondisi SPAL Baik 48% musim panas dengan meningkatnya suhu udara,
Buruk 52% namun cuaca terkadang masih diselingi oleh
Keberadaan Ban Ada ban bekas 1,1% curah hujan yang cukup besar. Pada saat
Bekas Tidak ada Ban 98,9% penelitian tersebut dari laporan Puskesmas sudah
Bekas ditemukan kasus baru sekitar 14 orang. Kondisi
Keberadaan Baik 91,1% cuaca dan suhu tertentu yang menjadi cirri khas
Sumur Gali Buruk 8,9% terjadinya penyakit DBD teutama pada daerah-
daerah endemis, yang terjadi di daerah lain
Tabel 2. Hubungan Bivariat antara Variabel seperti di DKI Jakarta Tahun 2017 (Lutfi, dkk.,
Penyakit dan Determinan pada 2017), di Sukabumi tahun 2016 (Hidayati, dkk.,
Variabel Bebas 2017), pengaruh iklim juga terjadi di kota Bogor
Variabel OR p- dimana peningkatan curah hujan akan
Signifikasi
Bebas (95%) value meningkatan insiden DBD (Silaban dalam
Faktor Lingkungan Sosial Murwanto, 2013).
Kepadatan 1,245 Tidak
0,895
Hunian (0,427-3,630) Signifikan
Mobilitas 1,315
Hubungan Kepadatan Hunian Penduduk
0,042 Signifikan dengan Kejadian Penyakit DBD
Penduduk (1,154-1,498
Faktor Lingkungan Fisik
Kondisi 2,60 Tidak Variabel kepadatan hunian rumah tidak
0,157 berhubungan dengan kejadian penyakit DBD, ini
SPAL (0,833-8,146) Signifikan
Keberadaan 0,775 Tidak berarti semakin padat atau banyak penghuni
0,839
Ban Bekas (0,269-2,231) Signifikan rumah tidak beresiko terjadinya penularan. Hal
Keberadaan 0,672 Tidak ini konsisten dengan variabel mobilitas yang
0,001
Sumur Gali (0,123-3,66) Signifikan telah dijelaskan di atas. Walaupun tingginya
Faktor Pengendalian Program DBD kepadatan hunian, namun karena mobilitas
Kegiatan penduduk yang tinggi yaitu 78,9%, maka
2,22 Tidak
Penyuluhan 0,238
(0,742-6,651) Signifikan kemungkinan tertular lebih kecil di tempat
DBD
Kader 4,44 Tidak
tinggalnya, mungkin sebagian besar mereka
0,105 tertular di tempat lain, di tempat mobiltasnya
Jumantik (0,911-13,03) Signifikan
Gerakan 0,699 Tidak biasa berada. Sehingga ada kemungkinan
0,712 tingginya angka endemis DBD di wilayah UPT
PSN DBD (0,233-2,093) Signifikan
Kegiatan 1,095 Tidak Puskesmas Hajimena adalah kumpulan penderita
1,000
Fogging (0,380-3,150 Signifikan
456 Jurnal Kesehatan, Volume 10, Nomor 3, November 2019, hlm 453-458

yang tertular di wilayah tersebut dan di wilayah artinya tidak memberi peluang bagi air hujan
lain. untuk terjadinya genangan, dimana ban bekas
menjadi peluang bagi terjadinya tempat
Hubungan Mobilitas Penduduk dengan perindukan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor
Kejadian Penyakit DBD penyakit DBD. Hal serupa juga terjadi di wilayah
Puskesmas Gantung Payung, Kalimantan Selatan
Sesuai dengan penelitian ini selain kondisi yang sebagian besar masyarakatnya tidak buang
cuaca dan iklim (yang tidak diteliti dalam barang-barang bekas disekitar rumah (Irianty,
penelitian ini), kondisi kepadatan rumah dan dkk., 2017).
penghuni yang menjadi karakter lingkungan yang Ban bekas merupakan salah satu tempat
sama seperti di daerah penelitian ini, dan di DKI penampungan air yang keberadaannya sering
Jakarta dan Sukabumi seperti disebutkan di atas. terabaikan padahal merupakan tempat
Pada penelitian ini hanya satu variabel yang keberadaan jentik nyamuk. Keberadaan jentik
mempunyai hubungan yang bermakna yaitu berhubungan dengan lingkungan fisik tempat
mobilitas penduduk dengan kejadian DBD. penampungan air dan keberadaan kontainer di
Daerah penelitian yang merupakan daerah luar rumah. Sistem penyimpanan air merupakan
penyangga (buffer zone) kota Bandar Lampung metoda dasar dalam mengendalikan nyamuk
sehingga penduduknya banyak bekerja di kota Aedes terutama Aedes aegypti (Rulen, 2017).
tersebut sehingga status mobilitasnya adalah Seperti dikemukakan Pham HV., et al,
“Nglaju” (Mantra. 2008), dan penduduk yang (2011) yang menyatakan bahwa keberadaan
Nglaju tersebut cukup tinggi yaitu mencapai tempat penampungan air yang berjentik
78,9%, sehingga memberi peluang untuk berhubungan dengan kejadian DBD.
terjadinya penularan penyakit DBD kemungkinan
justru dari daerah lain. Demikian pula peranan Hubungan Sumur Gali dengan Kejadian
mobilitas penduduk terhadap penularan penyakit Penyakit DBD
DBD juga terjadi di Denpasar Bali (Subagia, K.,
dkk., 2012). Bahkan di desa Mojosongo, Keadaan variabel sumur gali dengan
Kabupaten Boyolali, peranan mobilitas penduduk kondisi yang sangat baik yaitu mencapai 91,1%,
pada penularan DBD memiliki resiko 9,29 kali sehingga tidak tidak hubungan yang berakna
(Gama dan Betty, 2010). Di wilayah UPT terhadap kejadian penyakit DBD. Kondisi
Puskesmas Natar yang bersebelahan dan satu tersebut dimaksud adalah kondisi sumur gali
kecamatan dengan wilayah UPT Puskesmas yang mempunyai dinding atau cincin pagar dari
Hajimena, jenis pekerjaan yang memerlukan adukan batu semen termasuk batu bata setinggi
mobilitas (69,6%) seperti pedagang, petani, minimal 1,5 meter dari lantai. Adanya dinding
wiraswasta, TNI/Polri, dsb, adalah penderita atau cincin dari adukan batu semen termasuk batu
DBD tahun 2015 (Murwanto, 2015). bata 2 meter kebawah dari lantai yang
mengelilingi dinding sumur bagian atas.
Hubungan Saluran Pembuangan Air Limbah Kemudian adanya lantai dari adukan batu semen
(SPAL) dengan Kejadian Penyakit DBD termasuk batu bata yang mengelilingi sumur
berjarak 2 meter dari dinding sumur. Kondisi
Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) senada adalah kondisi lingkungan yang baik juga
tidak ada hubungan yang bermakna dengan terjadi di Kabupaten Jember yang tidak
kejadian penyakit DBD, karena dua alasan berhungan dengan kejadian penyakit DBD
pertama adalah air yang keluar dari SPAL (Sholehhudin, dkk., 2014). Sumur Gali juga
langsung berhubungan dengan tanah, kedua dapat menjadi tempat perindukan jentik nyamuk
sebelum keluar airnyapun sudah kotor Aedes spp. termasuk Aedes albopictus juga
(maksudnya tidak jernih seperti air hujan) terjadi kelurahan Bulusan Kota Semarang (Said,
sehingga tidak member peluang untuk terjadinya dan Palupi, 2012).
tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti
sebagai vektor penyakit DBD (Silaban dalam Hubungan Penyuluhan DBD dengan Kejadian
Murwanto, 2013). Penyakit DBD

Hubungan Keberadaan Ban Bekas dengan Kegiatan penyuluhan DBD dengan kriteria
Kejadian Penyakit DBD baik mencapai 51%, tapi tidak ada hubungan
yang bermakna dengan kejadian peyakit DBD.
Demikian pula mayoritas penduduk tidak Artinya kegiatan penyuluhan memberi dampak
memiliki ban bekas di sekitar pemukiman yang yang baik bagi penurunan kejadian DBD.
Murwanto, Faktor Lingkungan Sosial, Lingkungan Fisik, dan Pengendalian Program DBD… 457

Namun, kegiatan penyuluhan seharusnya membuat early warning system bagi pemerintah
didukung oleh hasil kegiatan surveilans oleh untuk memberikan “alarm” atau perhatian pada
petugas Puskesmas, hal serupa yang tidak waktu-waktu tertentu yang biasa terjadinya
mempunyai hubungan yang bermakna juga penyakit DBD, dengan bekerja sama dengan
terjadi di kelurahan Kramas Kota Semarang BMKG setempat (Lutfi, dkk., 2017).
(Istiqomah, dkk., 2017).
Hubungan Kegiatan Fogging dengan
Hubungan Keberadaan Kader Jumantik Kejadian Penyakit DBD
dengan Kejadian Penyakit DBD
Kegiatan fogging yang sesuai dengan
Adanya variabel kader jumantik yang prosedur mencapai 87,8% tidak berhubungan
hanya 38% atau sedikit tersebut tidak ada dengan kejadian penyakit DBD. Berarti dengan
hubungan yang bermakna dengan kejadian kegiatan fogging yang selama ini dilakukan tidak
penyakit DBD. Hal ini berarti meskipun jumlah memberi dampak pada penurunan kejadian
kader jumantik relatif sedikit tersebut tidak penyakit DBD. Hal tersebut terjadi karena
menimbulkan kejadian penyakit DBD. Namun memang upaya fogging tidak langsung memutus
agar dapat memberi akses atau dorongan mata rantai penularan karena yang diberantas
menurunkan kejadian penyakit DBD maka hanya nyamuk dewasa saja, sedangkan jentik-
kegiatan kader jumantik harus diperluas dan jentik nyamuk Aedes aegypti masih tetap hidup
dintegrasikan dengan kegiatan PSN-DBD. dan berkembang (Nugrahaningsih, dkk., 2010).
Seperti di Kelurahan Jomlah, Kecamatan Oleh sebab itu kebijakan yang paling tepat adalah
Candisari, Kota Semarang, kegiatan kader dengan memberantas jentik-jentik nyamuk
Jumantik terintegrasi dengan PSN-DBD dan 3 M melalui program PSN-DBD dengan 3 M Plus
Plus (Tanjung, 2012), dan untuk meningkatakan seperti yang disarankan di wilayah Puskesmas
kinerja kader melalui peningkatan faktor Guntung Payung, Kalimantan Selatan (Irianty,
predisposing, enabling dan reinforcing. Kegiatan dkk., 2017).
lain adalah melakukan kegiatan 3 M di rumah
masing-masing dan penyuluhan langsung, seperti
di kota Denpasar (Hadi, dkk., 2015). SIMPULAN

Hubungan Gerakan PSN-DBD dengan Berdasarkan hubungan faktor-faktor sosial


Kejadian Penyakit DBD dengan kejadian penyakit demam bedarah (DBD)
diketahui tidak ada hubungan kepadatan hunian
Gerakan PSN-DBD yang hanya 57,8% penduduk dengan kejadian penyakit DBD, ada
juga tidak ada hubungan yang bermakna dengan hubungan mobilitas penduduk dengan kejadian
kejadian penyakit DBD. Dalam hal ini berarti penyakit DBD. Berdasarkan hubungan faktor
kegiatan PSN-DBD tidak membantu penurunan lingkungan fisik dengan kejadian penyakit
kejadian penyakit DBD secara bermakna. demam bedarah (DBD) diketahui ada hubungan
Gerakan PSN-DBD agar ditingkatkan lagi untuk kondisi SPAL dengan kejadian penyakit DBD,
dapat “mendongkrak” upaya penurunan kejadian tidak ada hubungan keberadaan tumpukan ban
penyakit DBD misalnya dengan menambahkan bekas dengan kejadian penyakit DBD, dan tidak
gerakan 3 M Plus (Menutup, Menguras dan ada hubungan keberadaan Sumur Gali dengan
Mengubur tempat-tempat bersarang nyamuk kejadian penyakit DBD. Dan berdasarkan
Aedes aegypti) plus pemberian obat penurun hubungan faktor program pengendalian penyakit
panas seperti yang dilakukan di wilayah DBD dengan kejadian penyakit demam bedarah
Puskesmas Guntung Payung, Kalimantan Selatan (DBD) adalah disimpulkan tidak ada hubungan
(Irianty, dkk., 2017), dan pemberian bubuk abate. kegiatan penyuluhan DBD, kegiatan kader dan
Melalui Gerakan PSN-DBD yang intinya juga keberadaan jumantik, kegiatan gerakan PSN-
mengenai kebijakan pemerintah berkaitan dengan DBD dengan kejadian penyakit DBD, serta
pemberantasan penyakit DBD maka kegiatannya kegiatan fogging dengan kejadian penyakit DBD.
juga diperluas yaitu memberikan deteksi dini atau
458 Jurnal Kesehatan, Volume 10, Nomor 3, November 2019, hlm 453-458

DAFTAR PUSTAKA

CNN Indonesia. (2018). Indonesia Peringkat Nugrahaningsih, M., dkk. (2010). Hubungan
Dua Negara Endemis Demam Berdarah. Faktor Lingkungan dan Perilaku
https://www.cnnindonesia.com/ gaya- Masyarakat Dengan Keberadaan
hidup/20160616170332-255- JentikNyamuk Penular Demam Berdarah
138672/indonesia-peringkat-dua-negara- Dengue(DBD) di Wilayah Kerja
endemis-demam-berdarah. Puskesmas Kuta Utara. Ecotropic, 5
Gama T, A, dan Betty R, F. (2010). Analisis (2):93-97.
Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah Pham, H. V., Doan, H. T., Phan, T. T., & Minh,
Dengue di Desa Mojosongo Kabupaten N. N. T. (2011). Ecological factors
Boyolali. Eksplanasi, 2(10). associated with dengue fever in a Central
Green LW., Kreuter MW. (2005). Health Highlands province, Vietnam. BMC
Program Planning: An Educational And infectious diseases, 11(1), 172.
Ecological Approach; Mc. Graw Hill, Rulen, B. N., Siregar, S. H., & Nazriati, E.
Boston. (2017). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Hadi, MC., dkk. (2015). Peran Jumantik Dalam Keberadaan Jentik Aedes aegypti Terhadap
Menurunkan Insidens Ratedi Denpasar. Kejadian Demam Berdarah dengue (DBD)
Jurnal Skala Husada, Volume 12, Nomor di Kecamatan Payung Sekaki Kota
1, April 2015; 89-95. Pekanbaru. Dinamika Lingkungan
Hidayati, L., dkk. (2017). Kejadian Demam Indonesia, 4(1), 59-64.
Berdarah di Kota Sukabumi Berdasarkan Said, G. Palupi S. (2012). Survei Keberadaan
Kondisi Iklim. Acta Veterianaria Jentik Nyamuk Aedes spp Pada Sumur
Indonesiana, Vol. 5, No. 1, (22-28). Gali Milik Warga Di Kelurahan Bulusan
Irianty, H., dkk. (2017). Hubungan Sikap dan Kota Semarang (Studi Di Wilayah Kerja
Upaya Pencegahan Ibu Dengan Kejadian Puskesmas Rowosari Semarang). Jurnal
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kesehatan Masyarakat, Vol. 1 No. 2, Hal.
Wilayah Kerja Puskesmas Guntung 326-337, UNDIP, Semarang.
Payung. Jurnal Publikasi Kesehatan Sholehhudin, M., Ma’rufi, I., & Ellyke, E.
Masyarakat, Vol. 4, No. 2. (2014). Hubungan Sanitasi Lingkungan,
Istiqomah, dkk. (2017). Faktor-faktor yang Perilaku Pengendalian Jentik dan Nyamuk,
Berhubungan Dengan Upaya Pencegahan dan Kepadatan Penduduk dengan Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Ibu Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Rumah Tangga di Keluarahan Kramas Kabupaten Jember (Relationship of
Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Environmental Sanitation, Mosquito and
Masyarakat, Volume 4, Nomor 1. Larva Control Behavior, and Population
Mantra, IB. (2008). Demografi Umum. De. Pustaka Kesehatan, 2(3), 476-483.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Subagia, K., dkk. (2012). Lingkungan Dalam
Murwanto, B. (2013). Karakteristik Penderita Rumah, Mobilitas dan Riwayat Kontak
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Sebagai Determinan Kejadian Demam
RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM, Kabupaten Berdarah Dengue di Denpasar Tahun
Lapung Selatan Tahun 2013. Jurnal 2012; Public Heath and Preventive
Kesehatan Lingkungan, Ruwai Jurai, Medicine Archive, Volume 1, Nomor 1.
Volume 7, Nomor 2. Tanjung, M. O. (2012). Perilaku Kader Jumantik
Murwanto, B. (2015). Gambaran Faktor-faktor Dalam Melaksanakan Psn Dbd 3m Plus Di
Determinan Pendetrita Penyakit Demam Kelurahan Jomblang Kecamatan
Berdarah (DBD) di Wilayah Kerja UPT Candisari. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Puskesmas Natar, Kabupaten Lampung Universitas Diponegoro, 1(2).
Selatan Tahun 2015. Jurnal Citra Yunita, J., Mitra, M., & Susmaneli, H. (2012).
Keperawatan Politeknik Kesehatan Pengaruh Perilaku Masyarakat dan Kondisi
Banjarmasin, Jilid 4, Nomor 1. Lingkungan Terhadap Kejadian Demam
Notoatmodjo, S. (2010). Metode Penelitian Berdarah Dengue. Jurnal Kesehatan
Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Komunitas, 1(4), 193-198.

You might also like