Professional Documents
Culture Documents
Pengkajian Praktek Tugas Wewenang
Pengkajian Praktek Tugas Wewenang
Suharto
Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri (UNISKA)
Jalan Sersan Suharmaji No.38 Kediri, Jawa Timur, Indonesia
ABSTRACT
This study uses empirical methods. The problems that were raised are: What are
the duties and authority of religious court. What are the duties of secretariat and
matters in Religious Court. How is procedure litigant in Religioncourt? The result
is that the task and its jurisdiction includes to examine, to decide and to judge
actions completed in the first level among Moslem people in the areas of
marriage, inheritance, wills and grants made under Islamic law and waqaf, zakat
and sadaqah and infaq, Syari'ah economy as regulated in Article 49 of Law
Number 3 of 2006 Jo Act No. 50 of 2009. Task of the general secretariat and the
secretariat are carrying out administrative duties in order to reach the main tasks
of the religious courts. Such as to assist judges in order to attend and record of
the trials, to make of proceedings, determination, conviction, and to implement all
of the judge's order to resolve the case. Litigation procedure in the Religious
Court includes the examination of the case through the following steps as follows:
first, do peace between the two sides litigate; second, the reading of claim /
DSSHDO 7KLUG WKHDFFXVHG¶V UHTXHVWHU¶V DQVZHU IRXUWK 5HSO\ RI WKH SODLQWLII
Applicant; fifth, Rejoinder of the defendant / respondent (rebuttal on replica); The
sixth, stage of verification; seventh, stage of conclusion, and the eighth stage of
the decision or determination of the panel of judges.
ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan metode empiris persolan yang diangakat adalah: Apa
saja tugas dan kewenangan Pengadilan Agama. Apa saja tugas kepaniteraan dan
kesekretariatan di Pengadilan Agama? Bagaimana prosedur berperkara di
Pengadilan Agama. Hasilnya bahwa Tugas dan kewenangan Pengadilan Agama
meliputi memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang perkawinan,
kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam serta
waqaf, zaNDW LQIDT GDQ VKDGDTDK VHUWD HNRQRPL 6\DUL¶DK sebagaimana diatur
dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Jo Undang-Undang Nomor 50
Tahun 2009. Tugas kepaniteraan dan kesekretariatan secara umum adalah
melaksanakan tugas administrasi dalam rangka mencapai tugas pokok Pengadilan
agama. Seperti membantu hakim supaya menghadiri dan mencatat jalannya sidang
pengadilan, membuat berita acara sidang, penetapan, putusan dan melaksanakan
semua perintah hakim untuk menyelesaikan perkara tersebut. Prosedur berperkara
di Pengadilan Agama meliputi pemeriksaan perkara melalui beberapa tahap
berikut yakni: pertama,melakukan perdamaian antar kedua belah pihak yang
beperkara; kedua, pembacaan surat gugatan/ permohonan; ketiga, jawaban
tegugat/temohon; keempat, Replik dari penggugat/Pemohon; kelima, Duplik dari
tergugat/termohon (tangkisan atas replik); keenam,tahap pembuktian; ketujuh,
tahap kesimpulan, dan kedelapan, tahap putusan atau penetapan dari majelis
hakim.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Pengadilan Agama dalam sistem hukum di Negara Republik
Indonesia memiliki kewenangan untuk menangani berbagai persoalan
kemasyarakatan khusus bagi yang memeluk agama Islam. Dasar
kewenangan itu berlandasakan pada Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Bab III Pasal 49 ayat (1)
yang berbunyi : Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan,
wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam dan wakaf
dan shadaqah.
Tugas utama dari Pengadilan Agama adalah menerima, memeriksa
dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan ke
Pengadailan Agama. Landasan tugas ini berdasarkan pada Pasal 2 ayat (1)
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, juga termasuk menyelesaikan
perkara voluntair (penjelasan pasal 2 ayat (1) tersebut).1 Peradilan Agama
merupakan salah satu badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di Indonesia. Badan
peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung adalah badan peradilan
dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama,
lingkungan Peradilan Militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
Tahun 1989 Peradilan Agama diatur dalam satu peraturan
perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama dirubah sebanyak dua kali, yaitu dengan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
1
Mahkamah Agung R.I., Himpunan Perundang-undangan Peradilan Agama, Jakarta,
1994, hlm. 4
Journal Diversi, Volume 1, Nomor 2, September 2015 : 114-253 117
B. PEMBAHASAN
1. Tugas Pokok dan Fungsi
Pengadilan Agama Merupakan Pengadilan Tingkat Pertama yang
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama
islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan
berdasarkan hukum islam serta waqaf, zakat, infaq dan shadaqah serta
HNRQRPL 6\DUL¶DK VHEDJDLPDQD GL DWXU GDODP 3DVDO 8ndang-undang
Nomor 50 Tahun 2009. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut,
Pengadilan Agama mempunyai fungsi sebagai berikut :
Journal Diversi, Volume 1, Nomor 2, September 2015 : 114-253 119
2
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar), Cet. VI, 2005, hlm. 40
Journal Diversi, Volume 1, Nomor 2, September 2015 : 114-253 121
3
Mukti Arto, Op.Cit, hlm. 59
4
Mukti Arto, Op.Cit, hlm. 59
Journal Diversi, Volume 1, Nomor 2, September 2015 : 114-253 122
5
Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan
0DKNDPDK 6\DU¶L\\DK GL ,QGRQHVLD Jakarta: IKAHI, 2008, hlm. 149.
Journal Diversi, Volume 1, Nomor 2, September 2015 : 114-253 123
6
Ibid, Ahmad Mujahidin, hlm. 149.
Journal Diversi, Volume 1, Nomor 2, September 2015 : 114-253 124
cerai talak dan cerai gugat harus tercantum dalam buku register
perkara gugatan/permohonan tersebut.7
g. Tahap Pemanggilan Para Pihak
Berdasarkan perintah Hakim/Ketua Majelis di dalam PHS,
Jurusita/Jurusita Pengganti melaksanakan pemanggilan kepada
para pihak supaya hadir di persidangan pada hari, tanggal dan jam
sebagaimana tersebut dalam PHS di tempat persidangan yang telah
ditetapkan. Jurusita/Jurusita Pengganti dalam melakukan
pemanggilan atau pemberitahuan disampaikan dengan risalah
tertulis yang disebut dengan relaas atau berita acara pemanggilan.
Relaas dilihat dari bentuknya dikategorikan sebagai akta autentik,
yaitu akta yang bentuknya ditentukan undang-undang, dibuat oleh
dan dihadapan pejabat yang berwenang, sehingga hal yang
tercantum dalam relaas dianggap benar, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya.8
Mekanisme pemanggilan para pihak harus dilakukan secara
resmi dan patut dengan memperhatikan beberapa hal yaitu :
1) Dilaksanakan oleh Jurusita/ Jurusita Pengganti yang sah.
Dengan catatan Jurusita/Jurusita Pengganti hanya
berwenang untuk melakukan tugasnya di dalam wilayah
hukum Pengadilan Agama yangbersangkutan.
2) Dilaksanakan langsung kepada pribadi yang dipanggil
di tempat tinggalnya. Apabila tidak dijumpai di tempat
tinggalnya, maka panggilan disampaikan lewat kepala
desa/ lurah setempat. Apabila yang dipanggil telah
meninggal dunia, maka panggilan disampaikan kepada
ahli warisnya. Apabila yang dipanggil tidak diketahui
tempat diam atau tinggalnya atau tak dikenal maka
panggilan disampaikan lewat Bupati/Wali Kota
7
Chatib Rasyid dan Syaifuddin, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik pada
Peradilan Agama, Yogyakarta: UII Perss, 2009, hlm.70.
8
Musthofa, Kepaniteraan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2005, hlm. 103.
Journal Diversi, Volume 1, Nomor 2, September 2015 : 114-253 127
9
M. Yahya Harahap, Hukum Acra Perdata (Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian
dan Putusan Pengadilan), Jakarta: Sinar Grafika, Cet. X, 2010, hlm. 239.
Journal Diversi, Volume 1, Nomor 2, September 2015 : 114-253 131
10
Wahju muljono, Teori & Praktik Peradilan Perdata di Indonesia, Yogyakarta:Pustaka
Yustisia, 2012, hlm. 64.
11
R. Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Jakarta: PT. Pradnya Paramita,
Cet. XIV, 2000, hlm. 48.
Journal Diversi, Volume 1, Nomor 2, September 2015 : 114-253 133
h. Duplik Tergugat
Duplik adalah tanggapan dari tergugat atas replik yang diajukan
oleh penggugat. Yang isinya membantah jawaban sekaligus
replik penggugat. Seperti halnya replik, duplik inipun dapat
dibuat oleh tergugat in person maupun atas kuasa hukumnya.
Duplik juga dapat diajukan secara lisan maupun tertulis.
Untuk acara jawab menjawab (replik-duplik) ini dapat diulangi
sampai ada titik temu atau titik perselisihan antara penggugat dan
tergugat, sebagai masalah pokok yang akan dibawa ke tahap
pembuktian.
i. Pembuktian
Dasar hukum pembuktian dalam hukum positif tercantum pada
pasal 163 HIR, pasal 283 RBg, dan pasal 1865 BW (KUHPerdata).
Bunyi dari ketiga pasal tersebut pada hakikatnya adalah sama
yakni: ³%DUDQJVLDSD PHQ\DWDNDQ LD PHPSXQ\DL KDN DWDX LD
menyebutkan sesuatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu,
atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus
membuktikan adanya hak atau adnya kejadian LWX´
Dalam pembuktiannya seseorang harus mempu mengajukan bukti-
bukti yang autentik. Menurut R. Soepomo, pembuktian mempunyai
dua arti, yaitu arti luas dan arti yang terbatas. Arti yang luas ialah:
membenarkan hubungan hukum, yaitu misalnya apabila hakim
mengabulkan tuntutan penggugat. Pengabulan ini mengandung arti,
bahwa hakim menarik kesimpulan bahwa apa yang dikemukakan
oleh Penggugat sebagai hubungan hukum antara Penggugat dan
Tergugat adalah benar. Jadi dalam arti luas adalah memperkuat
kesimpulan hakim dengan syarat- syarat bukti yang sah.
Sedangkan dalam arti terbatas pembuktian hanya diperlukan
apabila yang dikemukakan oleh penggugat itu dibantah oleh
tergugat. Apa yang tidak dibantah tidak perlu dibuktikan.
Journal Diversi, Volume 1, Nomor 2, September 2015 : 114-253 134
12
Teguh Samodera, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Jakarta: Alumni, 1992, hlm.
32-33.
13
Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 60.
Journal Diversi, Volume 1, Nomor 2, September 2015 : 114-253 135
14
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Rajawali Pers), 1991, hlm.
133.
Journal Diversi, Volume 1, Nomor 2, September 2015 : 114-253 136
15
Hensyah Syahlani, Pembuktian Dalam Beracara Perdata & Tahnis Penyusunan Putusan
Pengadilan Tingkat Pertama, Jakarta: Grafgab Lestari, 2007, hlm. 81.
Journal Diversi, Volume 1, Nomor 2, September 2015 : 114-253 137
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Tugas dan kewenangan Pengadilan Agama meliputi memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan,
wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam serta
ZDTDI ]DNDW LQIDT GDQ VKDGDTDK VHUWD HNRQRPL 6\DUL¶DK sebagaimana
di atur dalam Pasal 49 UU Nomor 50 Tahun 2009.
b. Tugas kepaniteraan dan kesekretariatan secara umum adalah
melaksanakan tugas administrasi dalam rangka mencapai tugas pokok
Pengadilan agama. Seperti membantu hakim supaya menghadiri dan
mencatat jalannya sidang pengadilan, membuat berita acara sidang,
penetapan, putusan dan melaksanakan semua perintah hakim untuk
menyelesaikan perkara tersebut.
c. Prosedur berperkara di Pengadilan Agama meliputi pemeriksaan
perkara melalui beberapa tahap berikut yakni: pertama,melakukan
perdamaian antar kedua belah pihak yang beperkara; kedua,
pembacaan surat gugatan/ permohonan; ketiga, jawaban
tegugat/temohon; keempat, Replik (tangkisan atas jawaban) dari
penggugat/Pemohon; kelima, Duplik dari tergugat/termohon (tangkisan
atas replik); keenam,tahap pembuktian; ketujuh,tahap kesimpulan, dan
kedelapan, tahap putusan atau penetapan dari majelis hakim.
Journal Diversi, Volume 1, Nomor 2, September 2015 : 114-253 138
DAFTAR PUSTAKA