You are on page 1of 7

JSEH (Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora) p-ISSN: 2461-0666

Volume 7 Nomor 2 Desember 2021 (PP. 142-148) e-ISSN: 2461-0720

EKSISTENSI PENGADILAN AGAMA DALAM MENGADILI


PERKARA WARISAN
Mualifah*, Muhammad Faisal, Muhammad Jailani
Fakultas Hukum Universitas Mataram, Mataram, Indonesia

Kata Kunci Abstrak


Kata kunci: Pengadilan UU No. 7 Tahun 1989: “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,
Agama, Perkara, Warisan memutuskan dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang
yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam serta wakaf dan sadakah. tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui penerapan hukum waris Islam dalam penyelesaian sengketa waris di
Pengadilan Agama Mataram. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan hukum normatif yang bertujuan untuk menganalisis putusan-putusan
pengadilan agama yang berkaitan dengan kasus-kasus warisan. Aspek yang akan dikaji
adalah Penerapan Hukum waris Islam dalam Penyelesaian sengketa Waris dan
diskriminasi wanita dalam hukum waris Islam. Bahan hukum yang dikumpulkan dalam
penelitian normatif ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagaimana yang tercantum dalam pasal 49 ayat 1 huruf
b, salah satu bidang hukum “tertentu” yang dimasukkan ke dalam kewenangan mengadili
di lingkungan peradilan agama, mengadili perkara-perkara warisan. Mengetahui luas
jangkauan kewenangan tersebut sangat penting, mengingat berbagai permasalahan titik
singgung permasalahan yuridiksi mengenai perkara warisan antara lingkungan peradilan
umum dan peradilan agama di masa lalu. Oleh karena itu, keluaran jangkauan ini melalui
pendekatan ketentuan-ketentuan yang digariskan dalam UU No.7 Tahun 1989 adalah
meliputi Asas Personalitas Ke Islaman dan Wawasan Nusantara dan meliputi seluruh
bidang hukum waris Islam.

Keywords Abstract
Keywords: Religious Law No. 7 of 1989: “The Religious Court has the duty and authority to examine, decide
Courts, Cases, Heritage and resolve matters in the first instance between Muslims in the field of marriage,
inheritance, wills and grants made based on Islamic law and waqf and charity. The
purpose in this study is to determine the application of Islamic inheritance law in
resolving inheritance disputes in the Mataram Religious Court. The method used in this
study is a normative legal approach that aims to analyze the decisions of religious courts
related to inheritance cases. Aspects that will be studied are the application of Islamic
inheritance law in the settlement of inheritance disputes and discrimination against
women in Islamic inheritance law. The legal materials collected in this normative
research are primary legal materials and secondary legal materials. The results show that
as listed in article 49 paragraph 1 letter b, one of the "certain" areas of law that are
included in the jurisdiction of the judiciary in the religious judiciary, adjudicate
inheritance matters. Knowing the extent of the scope of this authority is very important,
given the various issues of the point of contact of jurisdictional issues regarding
inheritance matters between the general judiciary and religious judiciary in the past.
Therefore, the output of this range through the approach of the provisions outlined in Law
No. 7 of 1989 is to cover the Principles of Personality to Islam and the Vision of the
Archipelago and covers all areas of Islamic inheritance law.

*Mualifah, Fakultas Hukum Universitas Mataram, Mataram, Indonesia


Email: mualifah.fh@unram.ac.id

142
JSEH (Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora) p-ISSN: 2461-0666
Volume 7 Nomor 2 Desember 2021 (PP. 142-148) e-ISSN: 2461-0720
Keberhasilan Pengadilan Agama memberikan contoh
PENDAHULUAN
pelayanan hukum yang sangat baik melalui
Adanya kematian seseorang dan adanya ketentuan
pelaksanaan syariat Islam dengan mengakomodir
mengenai pembagian warisan mengakibatkan nilai-nilai kearifan lokal (hukum adat) serta hak asasi
munculnya cabang ilmu hukum yang membahas manusia (HAM) telah mendapatkan apresiasi dari
mengenai cara menyelesaikan pembagian harta berbagai kalangan, termasuk dunia internasional.
warisan pada setiap ahli warisnya. Cabang ilmu Meskipun, pada awalnya Pengadilan Agama sempat
hukum tersebut dinamakan hukum waris atau dalam mengalami pasang surut baik pada masa penjajahan
syariat Islam disebut fiqh mawaris, ilmu mawaris, maupun di era kemerdekaan. Hal tersebut dimulai
atau ilmu faraidh. Selain hukum waris syariat dengan munculnya Keputusan Raja Belanda Nomor 24
Islam, dalam hukum positif Indonesia juga dikenal pada tanggal 19 Januari 1882 yang tertuang dalam
hukum kewarisan yang lain, yaitu hukum Staatsblad 1882 Nomor 152 tentang Pembentukan
kewarisan yang asalnya dari kebiasaan atau hukum Pengadilan Agama di Jawa dan Madura. Padahal, jauh
sebelumnya Pengadilan Agama telah banyak berperan
adat dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
dalam proses penegakan hukum (law enforcement)
(KUHPt). Di samping itu, perihal warisan pun
pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.
disebutkan dalam pasal-pasal di dalam Kompilasi Keberadaan Pengadilan Agama pada dasarnya tidak
Hukum Islam (KHI). Di Indonesia, dalam kewarisan hanya dinikmati oleh umat muslim saja, tetapi juga
ditetapkan sistem kekeluargaan yang disebut sistem dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia yang
parental atau ouderrechtelijk. Maksudnya yaitu mau menundukkan dirinya ecara sukarela kepada
menggabungkan hukum kewarisan dari hukum Islam hukum Islam. Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
dengan hukum adat yang mengutamakan kesamaan serta penetapan hibah terhadap pemberian harta dari
hak antara laki-laki dengan perempuan (Beni : 2009). orang non-muslim yang tidak memiliki keturanan
Berlakunya hukum islam di Indonesia sangat kepada pembantunya yang beragama Islam pada
berpengaruh dengan pelaksanaan hukum kewarisan Pengadilan Agama Surabaya menjadi contoh bahwa
di Indonesia. Hal ini terlihat dari seringnya dijumpai Pengadilan Agama dapat mengakomodir nilai-nilai
kearifan lokal (hukum adat) dan hak asasi manusia
kasus atau perkara sengketa warisan, khususnya
(HAM) di dalam membantu masyarakat dalam
antara orang-orang islam. Sehingga hal ini
memberikan solusi atas permasalahan hukum yang
menyebabkan munculnya permasalah yang dihadapi (Rizali: 2020).
menyebabkan pengadilan berhak mengadili dan
memutuskan perkara tersebut. Pada tanggal 29 TINJAUAN PUSTAKA
Desember 1989 di Jakarta, Presiden yang menjabat
Di kalangan masyarakat Indonesia berlaku tiga macam
pada saat itu adalah Presiden Soeharto mengesahkan sistem hukum waris yaitu :
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang 1. Hukum waris adat;
Pengadilan Agama. 2. Hukum waris Islam; dan
UU 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama 3. Hukum waris menurut ketentuan Bugerlijk Wed
merupakan salah satu lembaga untuk menegakkan Book (B.W.)
hukum dalam mencapai keadilan, kebenaran, Keadaan seperti ini terjadi sebagai akibat politik
ketertiban, dan kepastian hukum adalah badan-badan hukum kolononial, yang menciptakan ketentuan
peradilan sebagaimana yang dimaksud dalam mengenai pembagian golongan penduduk yang masing
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang masing memiliki dan tunduk pada sistem hukum yang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, berbeda.
yang masing-masing mempunyai lingkup Menurut Pendapat Idris Ramulyo tentang hukum
kewenangan mengadili perkara atau sengketa di kewarisan adalah : Himpunan aturan-aturan hukum
bidang tertentu dan salah satunya adalah Badan yang mengatur tentang siapa ahli waris yang berhak
Peradilan Agama. menurut UU 7 tahun 1989 tentang mewarisi harta peninggalan dari si meninggal dunia,
Peradilan Agama. Pengadilan Agama bertugas dan bagaimana kedudukan ahli waris, berapa perolehan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan masing-masing secara adil dan sempurna. Adapun
perkara-perkara di tingkat pertama antara orang- pendapat Wirjono Prodjodikoro, tentang hukum waris
orang yang beragama Islam di bidang perkawinan; adalah : Hukum-hukum atau peraturan-peraturan yang
kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan mengatur, tentang apakah dan bagaimanakah bagai
berdasarkan hukum Islam; wakaf dan shadaqah hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang
(jogloabang.com). pada waktu meninggal dunia akan beralih kepada
Eksistensi Pengadilan Agama telah banyak dirasakan orang lain yang masih hidup (Ramulyo:2000).
oleh masyarakat di Indonesia dan dunia internasional. Dengan demikian hukum waris yang mengandung
143
JSEH (Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora) p-ISSN: 2461-0666
Volume 7 Nomor 2 Desember 2021 (PP. 142-148) e-ISSN: 2461-0720
banyak makna serta pengertian berdasarkan sudut Wawasan Nusantara
pandang banyak pemikir, pada intinya dapat Pendekatan pertama mengkaji luas jangkauan
dinyatakan sebagai sebuah proses dalam rangka kewenangan peradilan agama mengadili perkara-
menyelesaikan seluruh persoalan, baik yang perkara warisan bertitik tolak dari atas personalitas ke
menyangkut hak-hak maupun kewajiban-kewajiban Islaman dan asas wawasan nusantara yang digariskan
dari orang yang meninggal dunia. UU No.7 Tahun 1989. Seperti yang sudah sering
disinggung, sesuai dengan ketentuan pasal 2, jo Pasal
METODE PENELITIAN 49 ayat 1, jo penjelasan umum angka 2 alinea ketiga,
Pendekatan Masalah telah ditetapkan salah satu asa sentral dalam undang-
Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah undang ini ialah asas personalitas ke Islaman. Atas
pendekatan hukum normatif yang bertujuan untuk personalitas ke Islaman dipancangkan sebagai salah
menganalisis putusan-putusan pengadilan agama satu fundamental menegakkan eksistensi lingkungan
yang berkaitan dengan kasus-kasus warisan. Aspek peradilan agama, merupakan pelaksanaan dari
yang akan dikaji adalah : penjelasan pasal 10 UU No.14 Tahun 1970, yang
• Penerapan Hukum waris Islam dalam menentukan bahwa salah satu dari ciri eksistensi
Penyelesaian sengketa Waris kekhususan lingkungan peradilan agaman,
• diskriminasi wanita dalam hukum waris Islam digantungkan kepada factor golongan rakyat
“tertentu”. Dan siapa golongan rakyat tertentu
Bahan hukum yang digunakan sebagai acuan tersebut, itulah yang menjawab pasa, 2, jo pasal 49 ayat
analisis 1, jo penjelasanu umum angka 2 alinea ketiga UU No.7
Bahan hukum yang dikumpulkan dalam penelitian Tahun 1989 yakni golongan rakyat yang “beragama
normatif ini adalah bahan hukum primer dan bahan Islam”.
hukum sekunder. Bahan hukum primer berupa, Dengan mengkaitkan asas personalitas ke islmanan
putusan hakim peraturan perundang-undangan. dengan ketentuan pasal 49 ayat 2 huruf b, jo penjelasan
Penelusuran bahan dilakukan dengan mengcopy umum angka 2 alinea kedua, yang menentukan salah
putusan-putusan hakim dan mengkaji ketentuan satu bidang perdata tertentu yang menjadi kewenangan
dalam peraturan perundang-undangan. Bahan bakum mengadili peradilan agama, berarti asas personalitas ke
skunder terdiri dari pendapat para sarjana atau para islmanan dalam bidang perkara warisan meliputi
ahli yang ditelusuri dari kepustakaan, hasil kerja seluruh golongan rakyat yang “beragama Islam”.
ilmiah para sarjana dan hasil penelitian. Dengan kata lain, sengketa perkara warisan yang
terjadi bagi setiap orang yang beragaman Islam,
Analisis Bahan Hukum kewenangan mengadilinya tunduk dan takluk dalam
Dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder lingkungan peradilan agama, bukan ke lingkungan
yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif. peradilan umum. Kalau begitu, luas jangkauan
Analisis ini digunakan terhadap data yang tidak dapat mengadili lingkungan peradilan agama ditinjau dari
diukur atau data yang berwujud kasus-kasus atau subjek pihak-pihak yang berperkara, meliputi seluruh
putusan pengadilan, sehingga memerlukan golongan rakyat yang beragaman Islam tanpa
penjabaran atau uraian. Langkah-langkah analisis terkecuali.
dilakukan dengan mengetengahkan dan membahas Untuk jangkauan dari segi wawasan nusantara,
permasalahan hukum (legal issues) yang terkait. permasalah ini perlu dijernihkan mengingat adanya
permisah secara territorial berlakunya hukum warisan
HASIL DAN PEMBAHASAN isalma dimasa yang lalu. Pemisahan territotial atas
Sebagaimana yang tercantu dalam pasal 49 ayat 1 berlakunya hukum warisan Islam bagi mereka yang
huruf b, salah satu bidang hukum “tertentu” yang beragama Islam, merupakan produk kebijaksanaan
dimasukkan ke dalam kewenangan mengadili di hukum yang tertuang dalam St 19370116 dan PP
lingkungan peradilan agama, mengadili perkara- No.45 Tahun 1957. Inti pokok kebijaksanaan hukum
perkara warisan. di bidang warisan yang digariskan dalam St 1937-116,
Mengetahui luas jangkauan kewenangan tersebut menentukan untuk daerah Jawa dan Madur, hukum
sangat penting, mengingat berbagai permasalahan waris yang berlaku dan diterapkan bagi golongan
titik singgung permasalahan yuridiksi mengenai rakyat bumi putra adalah hukum adat. Begitu pula
perkara warisan antara lingkungan peradilan umum kebijaksanaan yang digariskan St 1937-638 dan 639,
dan peradilan agama di masa lalu. Oleh karena itu, menetapkan bahwa untuk daerah Kresidenan
keluaran jangkauan ini melalui pendekatan Kalimantan Timur berlaku hukum warisan adat.
ketentuan-ketentuan yang digariskan dalam UU No.7 Sedangkan menurut kebijaksanaan yang digariskan PP
Tahun 1989. No.45 Tahun 1957, sama sekali tidak membawa
perubahan. Tetapi lebih bersifat status kuo dengan
Meliputi Asas Personalitas Ke Islaman dan
144
JSEH (Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora) p-ISSN: 2461-0666
Volume 7 Nomor 2 Desember 2021 (PP. 142-148) e-ISSN: 2461-0720
kecenderungan yang semakin tidak menentu, sebagai 1957), dinyakatan “tidak berlaku”. Apa yang
akibat rumusan kabur pasal 4 yang berisi kalimat amanatkan konsideran huruf d dan pasal 107, jelas
“sepanjang hal itu merupakan hukum yang hidup”. menegaskan asas kesatuan wawasan nusantasa. Tidak
Dengan kalimat yang mengambang tersebut terjadi ada lagi perbedaan territorial pulau Jawa-Madura dan
kegalauan dalam menentukan kewenangan yuridiksi daerah seberang atau luar Jawa-Madura. Sehingga
perkawa warisan bagi mereka yang beragama Islam. sejak tanggal 29 Desember 1989, sejak saat
Oleh karena itu, boleh dikatakan tidak ada suatu diundangkan UU No.7 Tahun 1989, tentang peradilan
pegangan yang pasti baik bagi rakyat pencari keadilan agama, lingkungan peradilan agama dan tata hukum
maupun bagi peradilan agama, apakah di daerah huku Islam yang mengatur perkawinan, warisan, wasiat
kekuasaannya perkara warisan menjadi kewenangan hibah, wakaf dan shadaqah, berlaku secara nasional
yuridiksinya. Padahal, kalau berpegang pada patokan berdasarkan asas personlitas ke Islaman. Dengan
kebijaksanaan yang digariskan St 1937-116, hanya demikian bagi setiap orang yang beragama Islam
pulau jawa-madura saja yang perkara warisan tidak diperlakukan dan diterapkan hukum warisan Islam
menjadi yuridiksi peradilan agama. Tetapi yang dimana saja dia berada, dan kewenangan
disebabkan rumusan pasal 4 PP No.45 Tahun 1957 mengadili perkawa yang timbul dalam bidang warisan
mengambang, serta tidak ada penunjukan siapa yang tunduk kepada lingkungan peradilan agama.
berwenang menentukan hukum adat atau hukum
warisan Islam yang hidup di suatu daerah, terjadilah Meliputi seluruh bidang hukum waris Islam
perselisihan pendapat antara berbagai kalangan Sampai sejauh mana jangkauan kewenangan
menafsirkan apa hukum yang hidup itu. Ada yang mengadili sengketa perkara warisan ditinjau dari segi
berpendapat, terutama dari kalangan aparat peradilan hukum waris Islam? Apakah benar-benar
umum, hukum warisan yang hidup di masyarakat mengjangkau keseluruhan atau hanya sebagian saja?
adalah hukum adat. Berarti yang berwenang untuk Untuk mengetahui luas jangkauan yang tepa dan
mengadili sengketa waris adalah hukum pengadilan sebenarnya, dilakukan melalui pendekatan ketetentuan
negeri. Tetapi dari kaangan lingkungan peradilan pasal 49 ayat 3, jo penjelasan umum angka 2 alinea
agama mendakwa bahwa hukum warisan yang hidup keenam. Makna yang terkandung dalam kedua
di tengah-tengah masyarakat adalah hukum warisan ketentuan tersebut sama. Berdasarka bunyi ketentuan
Islam. Maka yang berwenang mengadili sengketa pasal 49 ayat 3:
waris adalah pengadilan agama. “Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud
Sedangkan menurut UUN No.7 Tahun 1989, masalah dalam ayat 1 huruf b ialah penentuan siapa-siapa
sengketa perkara warisan yang terjadi bagi mereka yang menjadi ahli waris penentuan mengenai
yang beragama Islam baik dari sudut hukum materil harta peninggalan, penentuan bagian masing-
maupun dari sudut kewenangan yuridiksi mengadili masing ahli waris dan melaksanakan pembagian
ditempatkan dalam suatu gugus wawasan nusantara. harta peninggalan tersebut.”
Asas wawasan nusantara sengketa waris ditempatkan Pokok-pokok hukum warisan Islam yang akan
di bawah wewenang yuridiksi lingkungan peradilan diperlakukan dan terapakn kepada golongan rakyat
agama bagi mereka yang beragama Islam. Dapat yang beragama Islam di depan lingkungan peradilan
dipastikan melalui pendekatan kosideran huruf d, jo agama terdiri dari :
penjelasan umum angka 1 alinea kedua, jo pasal 107 1. Siapa-siapa yang menjadi ahli waris
ayat 1 UU No.7 Tahun 1989, ketiga aturan itu sama Ditinjau dari segi ketentuan hukum warisan Islam,
ketentuannya. Terutama ketentuan ang dicantukan kedalam pokok masalah siapa-siapa yang menjadi
dalam kosideran huruf d, menegaskan :
ahli waris, meliputi segi hukum:
“bahwa pengaturan tentang susunan, kekuasaan dan
hukum acara pengadila dalam lingkungan agama a. Penentuan kelompok ahli waris.
yang selama ini masih beraneka……, perlu diakhiri 1) Penentuan kelompok ahli waris menuru
demi terciptanya kesatuan hukum yang mengatur hubungan darah :
peradilan agama dalam kerangka sistim dan tata a) Golongan laki-laki yang terdiri dari
hukum nasional berdasarkan Pancasila dan UUD ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki,
1945”. paman dan kakek
b) Golongan perempuan yang terdiri dari
Untuk mencapai dan mewujudkan kesatuan “sistim” ibu, anak perempuan, saudara
dan “tata hukum” di lingkungan peradilan agama, perempuan dan nenek
pasal 107 menyatakan, pada saat mulai berlaku 2) Penentuan kelompok ahli waris menurut
undang-undang ini (UU No.7 Tahun 1989) semua hubungan perkawinan yang terdiri dari
peraturan peradilan agama yang lama (St 1982-152,
duda atau janda
1937-116, 1937-638 dan 639, dan PP No. 45 Tahun
b. Penentu siapa yang berhak mewarisi
145
JSEH (Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora) p-ISSN: 2461-0666
Volume 7 Nomor 2 Desember 2021 (PP. 142-148) e-ISSN: 2461-0720
c. Penentu yang terhalang menjadi ahli waris, ayah mendapatkan satu per tiga bagian;
karena : 2) Bila pewaris meninggalkan anak, ayah
1) Dipersalahkan membunuh atau mencoba mendapatkan satu per enam bagian.
membunuh atau menganiyaya berat si e. Bagian ibu :
pewaris 1) Kalau pewaris tak meninggalkan anak atau
2) Dipersalahkan memfitnah si pewaris dua orang saudara, ibu mendapatkan satu
d. Menentukan hak dan kewajiban ahli waris; per tiga bagian;
terutama kewajiban yang berkenaan dengan: 2) Bila pewaris meninggalkan anak dan dua
1) Mengurus pemakaman orang saudara, ibu mendapatkan satu per
2) Menyelesaikan hutang-piutang enam bagian.
3) Menyelesaikan wasiat si pewaris f. Bagian duda :
4) Melakukan pembagian harta warisan 1) Bila tidak ada anak, duda mendapatkan satu
(harta peninggalan) diantara para ahli per tiga bagian;
waris yang berhak 2) Bila ada anak, duda mendapatka satu per
Suatu hal yang ingin diingakan sehubungan dengan empat bagian
penentuan siapa ahli waris, yang diatur dalam g. Bagian janda :
pasal 185 kompilasi hukum Islam. Berdasarkan 1) Bila tidak ada anak, duda mendapatkan satu
pasal ini, diaku kedudukan ahli waris “pengganti” per empat bagian;
atau “plaat vervulling” yakni dalam hal ahli waris 2) Bila ada anak, duda mendapatka satu per
lebih dulu meninggal dari pewaris, kedudukannya delapan bagian
dapat digantikan anaknya. 4. Melaksanakan pembagian harta peninggalan
Mengenai pokok masalah ini sekaligus
2. Penentuan mengenai harta peninggalan menyangkut hukum materil dan hukum formil.
Ditinjau dari segi ketentuan hukum waris Islam, Dari segi hukum materil, hukum waris Islam tidak
hal-hal yang termasuk ke dalam masalah memperkenankah harta warisan bertumpuk. Wajib
penentuan harta peninggalan meliputi segi-segi : dibagi kepada ahli waris yang berhak sesegera
a. Penentuan harta “tirkah” yang dapat diwarisi: mungkin, setelah warisan terbuka. Dari segi
1) Semua harta yang ditinggalkan pewaris hukum formil, dapat ditinjau dari dua ketentuan :
2) Berupa hak kepemilikan kebendaan a. Pembagian berdasarkan putusan pengadilan.
3) Atau hak milik lain yang tidak berupa Pembagian harta warisan kepada ahli waris
benda berdasarkan keputusan pengadilan termasuk
b. Penentuan besarnya harta warisan, yakni fungsi kewenangan pengadilan agama dalam
penjumlahan dari harta tirkah ditambah menjalankan tugas “eksekusi” dengan syarat :
dengan apa yang menjadi haknya dari harta 1) Putusan yang bersangkutan sudah
bersama dikurangi biaya keperluan jenazah memperoleh kekuatan hukum tetap.
dan hutang pewaris dan wasiat Artinya terhadap putusan yang
bersangkutan tidak ada lagi upaya banding
3. Penentuan bagian masing-masing ahli waris atau kasasi. Suatu putusan yang sudah
Apa yang ditentukan dalam hal ini adalah tertutup upaya banding atau kasasi, bisa
meliputi porsi setiap ahli waris, dan secara umum terjadi apabila mengajukan permintaan
garis besarnya meliputi : banding atau kasasi sudah lewat batas
a. Bila anak hanya terdiri dari perempuan saja tenggang waktunya. Atau memang tidak
mendapat setengah harta warisan; diajukan permintaan banding atau kasasi,
b. Bila anak hanya terdiri dari dua anak atau bisa juga perkara yang bersangkutan
perempuan saja, bersekutu mendapat dua per sudah diputus dalam tingkat banding dan
tiga harta warisan; kasasi.
c. Bila anak terdiri dari anak laki-laki dan 2) Putusan yang telah memperoleh kekuatan
perempuan, bagian anak laki-laki dua tetap tersebut mengandung “amar” atau
berbading satu dengan bagian anak “dictum” yang bersifat “condemnatoir”.
perempuan; Artinya disamping telah dipenuhi syarat
d. Bagian ayah : bahwa putusan yang telah memperoleh
1) Kalau pewaris tak meninggalkan anak, kekuatan hukum tetap, harus pula dipenuhi
146
JSEH (Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora) p-ISSN: 2461-0666
Volume 7 Nomor 2 Desember 2021 (PP. 142-148) e-ISSN: 2461-0720
syarat “condemnatoir”. Yang maksud pasal 54 UU No. 7 Tahun 1989, yang
dengan putusan yang bersifat menyatakan hukum acara perdata yang berlaku
condemnatoir, salah satu amar putusan pada pengadilan di lingkungan pengadilan
yang mengandung penyataan: agama ialah hukum acara perdata yang berlaku
menghukum para ahli waris melakukan dalam lingkungan peradilan umum. Sedangkan
pembagian atau amar yang hukum acara perdata yang berlaku dalam
memerintahkan pembagian. Bisa juga lingkungan peradilan umum ialah HIR dan
berupa amar “melaksanakan” pembagian. RBG. Berarti HIR dan RBG pula yang berlaku
Pernyaaan menghukum, memerintahkan dalam lingkungan peradilan agama. Dan salah
atau melaksanakan pembagian adalah satu aturan yang terdapat dalam HIR adalah
beberapa ciri putusan yang bersifat pasal 236a. lagi pula pasal 107 ayat 2 UU No.
condemnatoir. Hanya putusan yang 7 Tahun 1989 sendiri sudah menegaskan
bersifat condemnatoir yang dieksekusi tentang kewenangan pengadilan agama
melalui kewenangan pengadilan (ketua melakukan pembagian harta warisan
pengadilan). Kemudian, sekiranya berdasarkan pasal 236a HIR dengan syarat dan
putusan memang bersifat condemnatoir, tata cara sebagai berikut :
cara penyelesaian pembagian melalui 1) Harta warisan yang hendak dibagi di luar
kewenangan eksekusi terhadap arta sengketa perkara di pengadilan;
warisan. Dan sekaligus bertemu dalam 2) Ada permohonan meminta tolog
pembagian tersebut eksekusi rill dan dilakukan pembagian dari seluruh ahli
penjualan lelang. Jika harta warisan yang wari
terdiri dari sejumlah benda atau beberap
rumah yang terletak pada satu lokasi yang Apabila kedua syarat itu terpenuhi, barulah pengadilan
sama, eksekusi dapat dengan mudah dapat melaksanakan pembagian berdasarkan pasal 236
dilakukan secar nyata (eksekusi rill), a HIR. Pengadilan harus lebih dahulu meneliti dan
dengan membagi rata dan langsung yakin bahwa yang memohon pembagian terdiri dari
menyerahkan pemilikan dan semua ahli waris. Jika yang memohon hanya terdiri
penguasaannya kepada masing-masing dari sebagian ahli waris saja, pengadilan tidak bisa
ahli waris. Tetapi apabila harta terdiri dari mempergunakan dalil pasal 236 a HIR. Demikian
beberapa jenis dengan nilai yang berbeda- sepintas lalu uraian segi-segi hukum warisan Islam
beda, dan masing-masing ahli waris tidak dihubungkan dengan ketentuan pasal 49 ayat 3, jo
ada yang mau mengalah untuk saling penjelasan umum angka dua alinea keenam.
memperhitungkan nilai kelebihan dan Berdasarkan penjelasan tersebut semua aspek hukum
kekurangannya, eksekusi yang ditempuh waris Islam sudah tercakup dalam pasal 49 ayat 3.
melalui dua tahap. Tahap pertama Berdasarkan hal tersebut, tidak ada lagi keragua untuk
dilakukan executorial verkoop (jual menyimpulkan bahwa jangkauan kewenanga
lelang) atas semua harta. Dari jumlah lingkungan pengadilan agama mengadili sengketa
harga penjualan baru dilakukan eksekusi perkara warisan bagi mereka yang beragama Islam
rill yakni membagi harga penjualan sesuai melipui seluruh bidang hukum warisan Islam, bahkan
besarnya dengan masing-masing. sampai kepada eksekusi kewenangan eksekusi
b. Pembagian berdasarka permohonan berdasar waris, baik pembagian itu dalam bentuk
pertolongan kewenangan eksekusi berdasar putusan pengadilan
Pembagian warisan dapat dilakukan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maupun
pengadilan di luar jalur eksekusi berdasarkan pembagian berdasarkan kewenangan melalui kekuatan
putusan yang telah memperoleh kekuatan pasal 236 a HIR.
hukum tetap. Yakni melalui ketentuan pasa
236a HIR berupa pembagian atas dasar KESIMPULAN
permohonan pertolongan pembagian harta Sebagaimana yang tercantu dalam pasal 49 ayat 1
warisan di luar sengketa. Kebolehan dan huruf b, salah satu bidang hukum “tertentu” yang
kewenangan pengadilan agama melakukan dimasukkan ke dalam kewenangan mengadili di
pembagian harta warisan berdasarkan pasal lingkungan peradilan agama, mengadili perkara-
perkara warisan.
236a HIR,sesuai dengan apa yang ditegaskan
147
JSEH (Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora) p-ISSN: 2461-0666
Volume 7 Nomor 2 Desember 2021 (PP. 142-148) e-ISSN: 2461-0720
Mengetahui luas jangkauan kewenangan tersebut sesegera mungkin, setelah warisan terbuka.
sangat penting, mengingat berbagai permasalahan
titik singgung permasalahan yuridiksi mengenai DAFTAR PUSTAKA
perkara warisan antara lingkungan peradilan umum Idris Ramulyo. 2000. Perbandingan Pelaksanaan
dan peradilan agama di masa lalu. Oleh karena itu, Hukum Kewarisan Islam dengan kewarisan
keluaran jangkauan ini melalui pendekatan menurut Kitab Undang-Undang Hukum
ketentuan-ketentuan yang digariskan dalam UU No.7 Perdata (BW). Penerbit Sinar Grafika:Jakarta
Tahun 1989. Jogloabang.com.2021. UU No.7 Tahun 1989 Tentang
Meliputi Asas Personalitas Ke Islaman dan Pengadilan Agama,
Wawasan Nusantara https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-7-
Pendekatan pertama mengkaji luas jangkauan 1989-peradilan-agama, diakses pada tanggal 9
kewenangan peradilan agama mengadili perkara- November 2021
perkara warisan bertitik tolak dari atas personalitas ke Rizali, U.B. 2020. Eksistensi Pengadilan Agama Di
Islaman dan asas wawasan nusantara yang digariskan Indonesia Dan Dunia Internasional,
UU No.7 Tahun 1989. Untuk jangkauan dari segi https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/
wawasan nusantara, permasalah ini perlu dijernihkan publikasi/artikel/eksistensi-pengadilan-
mengingat adanya permisah secara territorial agama-di-indonesia-dan-dunia-internasional-
berlakunya hukum warisan isalma dimasa yang lalu. oleh-ubed-bagus-razali-s-h-i-6-2, diakses
Pemisahan territotial atas berlakunya hukum warisan pada tanggal 9 November 2021.
Islam bagi mereka yang beragama Islam, merupakan Saebeni, B.A.2009. Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan
produk kebijaksanaan hukum yang tertuang dalam St Islam.Gaya Media : Jakarta
19370116 dan PP No.45 Tahun 1957. UU No.7 Tahun 1989
Meliputi seluruh bidang hukum waris Islam
Pokok-pokok hukum warisan Islam yang akan
diperlakukan dan terapakn kepada golongan rakyat
yang beragama Islam di depan lingkungan peradilan
agama terdiri dari :
1. Siapa-siapa yang menjadi ahli waris. Ditinjau dari
segi ketentuan hukum warisan Islam, kedalam
pokok masalah siapa-siapa yang menjadi ahli
waris, meliputi segi hukum:
a. Penentuan kelompok ahli waris.
b. Penentu siapa yang berhak mewarisi
c. Penentu yang terhalang menjadi ahli waris,
karena :
d. Menentukan hak dan kewajiban ahli waris;
terutama kewajiban yang berkenaan dengan:
2. peninggalan
Ditinjau dari segi ketentuan hukum waris Islam,
hal-hal yang termasuk ke dalam masalah
penentuan harta peninggalan meliputi segi-segi :
a. Penentuan harta “tirkah” yang dapat diwarisi:
b. Penentuan besarnya harta warisan, yakni
penjumlahan dari harta tirkah ditambah
dengan apa yang menjadi haknya dari harta
bersama dikurangi biaya keperluan jenazah
dan hutang pewaris dan wasiat
3. Penentuan bagian masing-masing ahli waris
4. Melaksanakan pembagian harta peninggalan
Mengenai pokok masalah ini sekaligus
menyangkut hukum materil dan hukum formil.
Dari segi hukum materil, hukum waris Islam tidak
memperkenankah harta warisan bertumpuk.
Wajib dibagi kepada ahli waris yang berhak
148

You might also like