You are on page 1of 12

ANALISIS PERTIMBANGAN HUKUM KEKERASAN DALAM RUMAH

TANGGA SEBAGAI FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN (STUDI PUTUSAN


PENGADILAN AGAMA MANNA KELAS II NO.0018/PDT.G/2014/PA.MNA
DAN NO. 0466/PDT.G/2014/PA.MNA)

Iwanto
Kementerian Agama Kabupaten Kaur
Jl. Padang Kempas No. 15 Bintuhan
Email: irwanto@gmail.com

Abstract: Analysis Of Legal Considerations On Household Violence As A Factor Causes Of Divorce (Case Study Of Religious
Courts Verdict In Manna Class II No. 0018/Pdt.G/2014/PA.Mna dan No. 0466/Pdt.G/2014/PA.Mna). Based on reports of the National
Commission for Women gathered from Religious Court, it shows that the Religious Court is the first door to reveal the household
violence. This study will address whether the acts of household violence may be a reason to file for divorce? And what is to be
considered by Manna Religious Court in deciding a divorce case by reason of household violence? This research is a qualitative
juridical normative approach to legislation and case study approach. The result shows thathousehold violence can be used as
an excuse to initiate divorce (Law No. 23 Year 2004 concerning the Elimination of Household Violence Article 5, 44, 45). It can be
linked to the Marriage Act jo Government Regulation No. 9 of 1975, and the Compilation of Islamic Law (Presidential Decree No.
1 of 1991 Section 19 (b) and (d) of Government Regulation No. 9 of 1975 and Section 116 (b). Manna Religious Court in deciding a
divorce case by reason of household violence, namely the decision number: 0018 / Pdt.G / 2014 / PA.Mna, the contested divorce,
the legal basis for its consideration, namely, Article 39 paragraph (2) of law No. 1 Year 1974 Jo. Section 116 (g) Compilation of
Islamic law. Accordingly, the plaintiff had been grounded and is not against the law. However, the decision in its consideration
of the judges did not mention about the mediation process.
Keywords: legal considerations, household violence, divorce

Abstrak: Analisis Pertimbangan Hukum Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sebagai Faktor Penyebab Perceraian (Studi Putusan
Pengadilan Agama Manna Kelas II No. 0018/Pdt.G/2014/PA.Mna dan No. 0466/Pdt.G/2014/PA.Mna). Berdasarkan laporan
Komnas Perempuan yang dihimpun dari Pengadilan Agama, menunjukkan bahwa Pengadilan Agama adalah pintu pertama
terkuaknya berbagai kekerasan dalam rumah tangga. Penelitian ini akan membahas apakah tindak kekerasan dalam rumah
tangga dapat dijadikan alasan untuk mengajukan perceraian? Dan apa yang menjadi pertimbangan hakim Pengadilan Agama
Manna dalam memutus perkara perceraian dengan alasan adanya kekerasan dalam rumah tangga ? Jenis penelitian ini
adalah kualitatif yang bersifat yuridis normative dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan studi kasus. Hasilnya,
tindak kekerasan dalam rumah tangga dapat dijadikan alasan untuk mengajukan perceraian(Undang-Undang No. 23 Tahun
2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pasal 5, 44, 45).Ini bisa dihubungkan dengan Undang-Undang
Perkawinan jo Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan Kompilasi Hukum Islam (Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Pasal 19
huruf (b) dan (d) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf(b). Hakim Pengadilan Agama Manna dalam
memutus perkara perceraian dengan alasan adanya kekerasan dalam rumah tangga, yaitu putusan nomor: 0018/Pdt.G/2014/
PA.Mna, mengenai cerai gugat, dasar hukum pertimbangannya yaitu Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo.
Pasal 116 huruf (g) Kompilasi Hukum Islam. Dengan demikian, gugatan penggugat telah beralasan dan tidak melawan hukum.
Namun, putusan tersebut dalam pertimbangannya Majelis Hakim tidak menyebutkan tentang proses mediasi.
Kata kunci: pertimbangan hukum, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian

Pendahuluan salah satunya dihimpun dari Pengadilan Agama,


Pengadilan Agama adalah salah satu institusi menunjukkan bahwa Pengadilan Agama adalah
pe­negak hukum yang sangat berhubungan dengan pintu pertama terkuaknya berbagai kekerasan
penegakan berbagai perundang-undangan di atas. dalam rumah tangga yang sebelumnya tertutup
Meskipun untuk kategori kejahatan atau tindak rapi di tengah rumah tangga. Karena itu, meskipun
pidana tetap menjadi kewenangan Pengadilan tidak langsung mengadili tindak pidananya,
Negeri, tetapi laporan Komnas Perempuan yang Pengadilan Agama memiliki peranan strategis

57
58 | QIYAS Vol. 1, No. 1, April 2016

dalam menguak peristiwa kekerasan yang terjadi. Bila diteliti lebih jauh Putusan Pengadilan
Hal utama yang juga menjadi kewajiban Agama Manna Kelas II pada perkara cerai gugat
hakim adalah mandat legalnya sebagai pihak yang diajukan oleh “Isteri” pada 10 Januari 2014
yang bertugas memutus perkara. Hakim tidak terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama
bisa semata-mata mengacu secara mutlak Manna Kelas II Nomor: 0018/Pdt.G/2014/PA.Mna.
perUndang-undangan yang memiliki keterbatasan Cerai gugat ini dilakukan karena perselisihan dan
dalam menangkap setiap spektrum peristiwa pertengkaran yang berujung pada penganiayaan
kekerasan dalam rumah tangga yang kompleks, kepada isteri yang disebabkan karena masalah
tapi juga dituntut untuk berkreasi, menelaah, ekonomi dan Tergugat “Suami” tidak pernah
dan terampil membangun argumen yang holistik memberi uang kepada Penggugat ”isteri” untuk
(menyeluruh dan luas) dari berbagai perundang- kebutuhan sehari-hari.
undangan nasional yang tersedia. Meskipun kasus Dalam putusan ini, pertimbangan hukum yang
yang disidangkannya merupakan kasus perdata, digunakan oleh Majelis Hakim adalah Undang-
perceraian misalnya, dalam rangka memenuhi undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 39 ayat (2)
keadilan korban, hakim semestinya menelisik juncto Pasal 116 huruf (g) Kompilasi Hukum
setiap kemungkinan tindak pidana yang terjadi Islam mengenai alasan perceraian yang berbunyi:
dibalik peristiwa perceraian itu. Jika kemudian “antara suami dan isteri terus-menerus terjadi
ditemukan indikasi tindak pidana, selanjutnya perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada
proses pidana dapat dimulai dari sini. harapan akan hidup rukun dalam rumah tangga”.
Untuk dapat memberikan putusan yang benar- Seorang hakim bisa memasukkan UU No. 23
benar menciptakan kepastian hukum dan men­ Tahun 2004 tentang PKDRT karena suami telah
cerminkan keadilan, hakim sebagai aparatur menelantarkan isteri dan melakukan kekerasan
Negara yang melaksanakan peradilan harus benar- dalam rumah tangga namun kenyataannya hakim
benar mengetahui duduk perkara yang sebenar­ tidak menganulir UU PKDRT tersebut. Seorang
nya, serta peraturan hukum yang mengaturnya hakim harus mampu mengali hukum-hukum
yang akan diterapkan, baik peraturan hukum yang lainnya yang mempunyai hubungan untuk
tertulis dalam peraturan perUndang-undangan dimasukan dalam pertimbangan hukumnya
maupun hukum yang tidak tertulis seperti hukum dalam mengeluarkan suatu putusan.
kebiasaan. Karenanya dalam Undang-undang Pada hakekatnya semua perkara yang harus
tentang kekuasaan kehakiman dinyatakan bahwa diselesaikan oleh Hakim di Pengadilan mem­
hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami butuhkan metode penemuan hukum agar
nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam aturan hukumnya dapat diterapkan secara
masyarakat.1 tepat ter­ h adap peristiwanya sehingga dapat
Untuk mewujudkan penegakkan hukum dan dihasilkan putusan yang ideal, yang mengandung
me­wujudkan keadilan dibutuhkan tugas dan fungsi aspek juridis (kepastian), filosofis (keadilan)
dari hakim dalam melakukan penemuan hukum dan kemanfaatan (sosiologis). Aspek yuridis
berdasarkan keputusan hati nurani terhadap merupakan aspek yang pertama dan utama
perkara/kasus yang diajukan kepadanya untuk dengan berpatokan kepada Undang-undang
diperiksa dan diadili. Dan untuk memperoleh yang berlaku. Hakim sebagai aplikator Undang-
sebuah putusan pengadilan yang ideal dan filosofis, undang, harus memahami Undang-undang
maka dalam proses menghasilkan karya penemuan dengan mencari Undang-undang yang berkaitan
hukum seorang Hakim haruslah melakukan dengan perkara yang sedang di­hadapi. Aspek
pendekatan yang bersifat intelektual rasional, filosofis, merupakan aspek yang berintikan
rasional logis, intuitif dan ethis serta divinatoris. pada kebenaran dan keadilan, sedangkan
Metode pendekatan tersebut oleh Soejono K.S aspek sosiologis, mempertimbangkan tata nilai
disebutnya sebagai ”metode ontologis”.2 budaya yang hidup dalam masyarakat. Aspek
filosofis dan sosiologis, penerapannya sangat
1
Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan memerlukan pengalaman dan pengetahuan yang
Peradilan Umum, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1998), h, 83
luas serta kebijaksanaan yang mampu mengikuti
2
Suyono Koesoemo Sisworo, Beberapa Pemikiran Tentang
Filsafat Hukum, (Semarang: Universitas Diponegoro, 2008), h.28- nilai-nilai dalam masyarakat yang terabaikan.
29.
ITWANTO: Analisis Pertimbangan Hukum Kekerasan dalam Rumah Tangga | 59

Jelas penerapannya sangat sulit sebab tidak penginventarisasian dan dikumpulkan berdasarkan
mengikuti asas legalitas dan tidak terikat pada relevansinya dengan pokok permasalahan,
sistem. Pencantuman ketiga unsur tersebut tidak kemudian dilakukan penyusunan terhadap bahan
lain agar putusan dianggap adil dan diterima hukum tersebut. Selanjutnya dianalisis dengan
masyarakat. pendekatan hukum dan pendekatan studi kasus.
Dengan demikian hakim dalam mengadili
suatu perkara yang diajukan kepadanya harus Putusan Hakim
mengetahui dengan jelas tentang fakta dan Hakim sebagai aparatur Negara yang me­
peristiwa yang ada dalam perkara tersebut. laksana­kan peradilan harus benar-benar me­
Karena itu, Majelis Hakim sebelum menjatuhkan ngetahui duduk perkara yang sebenarnya,
putusannya terlebih dahulu harus menemukan serta peraturan hukum yang mengaturnya yang
fakta dan peristiwa yang terungkap dari Penggugat akan diterapkan, baik peraturan hukum yang
dan Tergugat, serta alat-alat bukti yang diajukan tertulis dalam peraturan perundang-undangan
oleh para pihak dalam persidangan. Terhadap maupun hukum yang tidak tertulis seperti hukum
hal yang terakhir ini, Majelis Hakim harus kebiasaan. Karenanya dalam undang-undang
mengonstatir dan mengkualifisir peristiwa dan tentang kekuasaan kehakiman dinyatakan bahwa
fakta tersebut sehingga ditemukan peristiwa/fakta hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami
yang konkrit. Setelah Majelis Hakim menemukan nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
peristiwa dan fakta secara objektif, maka Majelis masyarakat.3
Hakim berusaha menemukan hukumnya secara
Para ahli hukum mencoba untuk memberikan
tepat dan akurat terhadap peristiwa yang terjadi
defenisi terhadap apa yang dinamakan dengan
itu. Jika dasar-dasar hukum yang dikemukakan
putusan hakim atau lazim disebut dengan istilah
oleh pihak-pihak yang berperkara kurang lengkap,
putusan pengadilan. Terdapat beberapa defenisi
maka Majelis Hakim karena jabatannya dapat
yang berbeda mengenai putusan hakim, namun
menambah/melengkapi dasar-dasar hukum itu
bila dipahami secara seksama diantara defenisi-
sepanjang tidak merugikan pihak-pihak yang
defenisi tersebut maka kita akan mendapatkan
berperkara. Oleh sebab itu, permasalahan dalam
suatu pemahaman yang sama antara satu defenisi
penelitian ini adalah:
dengan defenisi lainnya. Adapun definisi putusan
1. Apakah tindak kekerasan dalam rumah tangga menurut para ahli tersebut, yaitu:
dapat dijadikan alasan untuk mengajukan
a. Andi Hamzah menjelaskan bahwa putusan
perceraian?
merupakan hasil atau kesimpulan dari suatu
2. Apa yang menjadi pertimbangan hakim perkara yang telah dipertimbangkan dengan
Pengadilan Agama Manna dalam memutus masak-masak yang dapat berbentuk putusan
perkara perceraian dengan alasan adanya tertulis maupun lisan.4
kekerasan dalam rumah tangga ?
b. Moh. Taufik Makarao memberikan arti putusan
hakim sebagai suatu pernyataan yang oleh
Metode Penelitian hakim sebagai pejabat Negara yang diberi
Penelitian ini bersifat yuridis normatif’ dengan wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan
Pendekatan Undang-undang, Pendekatan Kasus, dan bertujuan untuk mengakhiri atau me­
dan Pendekatan Konseptual. Untuk pengumpulan nyelesaikan suatu perkara atau sengketa
bahan hukum penulis mengunakan bahan hukum antara para pihak.5
primer yang didapat dari putusan dan bahan c. Mukti Arto memberikan defenisi putusan
hukum sekunder buku, laporan tahunan/data hakim ialah pernyataan hakim yang dituangkan
resmi, laporan simposium, laporan seminar, dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh
juga karya tulis berupa tesis, makalah, artikel hakim dalam sidang terbuka untuk umum,
dalam surat kabar dan majalah yang relevan
dengan topik yang diteliti, serta bahan hukum 3
Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata ..., h, 83
tersier yaitu bahan hukum sebagai penunjang 4
Andi Hamzah, Hukum Acara Perdata, (Yogyakarta: Liberty
dalam melakukan penelitian yang berupa 1986), h. 485

kamus hukum. Setelah data didapat dilakukan


5
Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Cet. ke-1, h. 124
60 | QIYAS Vol. 1, No. 1, April 2016

sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan gunakan Hukum tertulis sebagai dasar putusannya.
(kontentius).6 Jika dalam hukum tertulis tidak cukup, tidak tepat
d. Ahmad Mujahidin memberikan pengertian dengan permasalahan dalam suatu perkara, maka
putusan adalah suatu pernyataan yang oleh barulah hakim mencari dan menemukan sendiri
hakim diucapkan dalam sidang peradilan dan hukumnya dari sumber-sumber hukum yang lain
bertujuan untuk mengakhiri sekaligus me­ seperti yurisprudensi, dokrin, traktat, kebiasaan
nyelesaikan suatu perkara atau suatu sengketa atau hukum tidak tertulis.10 Undang-undang No. 48
para pihak. Pada sisi lain istilah putusan dapat Tahun 2009 Pasal 10 ayat (1) tentang Kekuasaan
dimaknai sebagai suatu pernyataan oleh hakim Kehakiman menentukan “bahwa Pengadilan
sebagai pejabat negara yang diberi wewenang dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili,
untuk itu dan diucapkan dalam persidangan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil
yang terbuka untuk umum dengan tujuan hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan
untuk menyelesaikan suatu perkara atau wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.
sengketa antara pihak yang berpekara.7 Ketentuan pasal ini memberi makna bahwa hakim
sebagai organ utama Pengadilan dan sebagai
e. Sudikno Mertokusumo memberikan defenisi
pelaksana kekuasaan kehakiman wajib hukumnya
putusan hakim sebagai suatu pernyataan
bagi Hakim untuk menemukan hukumnya dalam
yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi
suatu perkara meskipun ke­tentuan hukumnya
wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan
tidak ada atau kurang jelas.
bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan
suatu perkara atau suatu sengketa antara Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Pasal 5
para pihak.8 ayat (1) juga menjelaskan bahwa “Hakim dan
Hakim Konstitusi wajib mengali, mengikuti dan
Dalam defenisi ini mencoba untuk menekan­
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan
kan bahwa yang dimaksud dengan putusan
yang hidup dalam masyarakat”. Kata “menggali”
hakim itu adalah yang diucapkan di depan per­
biasanya diartikan bahwa hukumnya sudah ada,
sidangan. Sebenarnya putusan yang diucapkan
dalam aturan per­undangan tapi masih samar-
di persidangan (uitspraak) memang tidak boleh
samar, sulit untuk diterapkan dalam perkara
berbeda dengan yang tertulis (vonis). Namun,
konkrit, sehingga untuk menemukan hukumnya
apabila ternyata ada perbedaan diantara
harus berusaha men­carinya dengan menggali
keduanya, maka yang sah adalah yang diucapkan,
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
karena lahirnya putusan itu sejak diucapkan.
Apabila sudah ketemu hukum dalam penggalian
Hal ini sebagaimana yang diinstruksikan oleh
tersebut, maka Hakim harus mengikutinya dan
Mahkamah Agung melalui surat edarannya No.
memahaminya serta menjadikan dasar dalam
05 Tahun 1959 tanggal 20 April 1959 dan No. 1
putusannya agar sesuai dengan rasa keadilan
Tahun 1962 tanggal 07 Maret 1962 yang antara
yang hidup dalam masyarakat.
lain menginstruksikan agar pada waktu putusan
diucapkan konsep putusan harus sudah selesai. Dalam praktek Pengadilan, ada 3 (tiga) istilah
Sekalipun maksud surat edaran tersebut ialah yang sering dipergunakan oleh Hakim yaitu
untuk mencegah hambatan dalam penyelesaian penemuan hukum, pembentukan hukum atau
perkara, tetapi dapat dicegah pula adanya menciptakan hukum dan penerapan hukum.11
perbedaan isi putusan yang diucapkan dengan Diantara tiga istilah ini, istilah penemuan
yang tertulis.9 hukum paling sering di pergunakan oleh
Hakim, sedangkan istilah pembentukan hukum
Hakim dalam memeriksa, mengadili dan me­
biasanya dipergunakan oleh lembaga pembentuk
mutus suatu perkara, pertama kali harus meng­
Undang-undang (DPR). Dalam perkembangan
lebih lanjut, penggunaan ketiga istilah itu saling
6
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan
Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007), Cet. ke-6, h. 251 bercampur baur, tetapi ketiga istilah itu berujung
7
Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Peradata
Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia, (Jakarta: 10
Abdul Manan, ”Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam
Ikatan Hakim Indonesia, 2008), h, 337 Praktek Hukum Acara di Peradilan Agama”. Makalah disampaikan
8
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, (Yogyakarta: pada acara Rakernas Mahkamah Agung RI tanggal 10 s/d 14
Liberty, 1998), h. 158 Oktober 2010, di Balikpapan, Kalimantan Timur.
9
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata..., h. 159 11
Abdul Manan, ”Penemuan Hukum Oleh Hakim...”
ITWANTO: Analisis Pertimbangan Hukum Kekerasan dalam Rumah Tangga | 61

kepada pemahaman bahwa aturan hukum yang Menurut Mansour Fakih, kekerasan adalah
ada dalam Undang-undang tidak jelas, oleh “serangan atau invasi terhadap fisik maupun
karenanya diperlukan suatu penemuan hukum integritas keutuhan mental psikologi seseorang”.15
atau pembentukan hukum yang dilakukan oleh Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga
hakim dalam memutus suatu perkara. khusus­ n ya terhadap isteri sering didapati,
Jazim Hamidi mengatakan bahwa penemuan bahkan tidak sedikit jumlahnya. Dari banyaknya
hukum mempunyai cakupan wilayah kerja kekerasan yang terjadi, hanya sedikit saja yang
hukum yang sangat luas, karena penemuan dapat diselesaikan secara adil, hal ini terjadi
hukum itu dapat dilakukan oleh siapa saja, baik karena dalam masyarakat masih berkembang
itu perorangan, ilmuwan, peneliti hukum, para pandangan bahwa kekerasan dalam rumah
hakim, jaksa, polisi, advokat, dosen, notaris dan tangga tetap menjadi rahasia atau aib rumah
lain-lain.12 Akan tetapi menurut Ahmad Rifai, tangga yang sangat tidak pantas jika diangkat
profesi yang paling banyak melakukan penemuan dalam permukaan atau tidak layak di konsumsi
hukum adalah para hakim, karena setiap harinya oleh publik.16
hakim dihadapkan pada peristiwa konkrit atau Pasal I angka 1 Undang-Undang Nomor 23
konflik yang harus diselesaikan.13 Penemuan Tahun 24 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
hukum oleh hakim dianggap suatu hal yang Rumah Tangga, memberikan penjelasan apa
mem­punyai wibawa, sebab penemuan hukum yang di maksud dengan tindak kekerasan, yaitu
oleh hakim merupakan hukum yang mempunyai Setiap perbuatan terhadap seseorang teruama
kekuatan mengikat sebagai hukum karena hasil perempuan yang berakibat timbulnya
penemuan hukum itu dituangkan dalam bentuk kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
putusan. seksual, psikologis dan/atau penelantaraan
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa rumah tangga termasuk ancaman untuk
bahwa yang dimaksud dengan putusan hakim melaklukan perbuatan, pemaksaan atau
adalah suatu pernyataan yang dibuat dalam perampasan kemerdekaan secara melawan
bentuk tertulis oleh hakim sebagai pejabat hukum dalam lingkup rumah tangga.
negara yang diberi wewenang untuk itu, dan Kekerasan terhadap perempuan atau istri
diucapkan di depan persidangan perkara perdata dapat diartikan sebagai suatu tindak kekerasan
yang terbuka untuk umum, setelah melalui proses secara fisik, seksual dan psikologis yang terjadi
dan prosedural hukum acara perdata pada di dalam keluarga, dan melanggar hak-hak asasi
umumnya dengan tujuan untuk menyelesaikan perempuan. Tindak kekerasan yang dilakukan
atau mengakhiri suatu perkara perdata, guna akan memberikan dampak dan resiko yang sangat
terciptanya kepastian hukum dan keadilan bagi besar bagi perempuan atau istri. Jadi dapat di­
para pihak yang bersengketa. definisikan kekerasan terhadap perempuan atau
istri adalah tindakan yang melanggar hukum
Teori Kekerasan dan hak-hak asasi manusia, karena melukai
Kekerasan (violence) mempunyai makna secara fisik dan psikologis seorang perempuan
sebagai “serangan atau penyalahgunaan kekuatan atau istri. Berdasar teori-teori di atas dapat di­
secara fisik terhadap seseorang atau binatang simpulkan bahwa kekerasan dalam rumah
atau serangan penghancuran, pengrusakan yang tangga adalah kekerasan secara verbal atau fisik
sangat keras, kasar, kejam dan ganas atas milik yang dilakukan oleh seorang suami yang dapat
atau sesuatu yang sangat potensial dapat menjadi berakibat kesengsaraan dan penderitaan secara
milik seseorang”.14 fisik, seksual, psikologis, dan ekonomi pada istri.
Berdasarkan definisi di atas terlihat untuk siapa
12
Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum, Teori Penemuan Undang-Undang ini diberlakukan tidaklah semata-
Hukum Baru Dengan Interpretasi Teks, (Yogyakarta: UII Press, mata untuk kepentingan perempuan saja, tetapi
2005), h. 51
13
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam
Perspektif Hukum Progresif, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), Cet. Peradaban, 2001), h, 90
ke-1, h. 5 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
15

Tubagus Nitibaskara, Ketika Kejahatan Berdaulat Sebuah


14 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), Cet. ke-1, h, 17
Pendekatan Kriminologi: Hukum dan Sosiologi, (Jakarta: 16
Mansour Fakih, Analisis Gender…, h. 17
62 | QIYAS Vol. 1, No. 1, April 2016

untuk semua orang dan mereka yang mengalami Hal ini sangat kontradiktif jika dimasukkan
subordinasi. Pihak yang mengalami subordinasi alasan perceraian sebagaimana yang disebutkan
dalam kenyataannya bukan hanya perempuan, dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9
baik yang dewasa maupun anak-anak, melainkan Tahun 1975 disandingkan dengan Pasal 4 (d)
juga laki-laki baik dewasa maupun anak-anak.17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Kaum perempuan banyak yang menjadi korban Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
kekerasan dalam rumah tangga pun diakui oleh yang berbunyi “Bahwa penghapusan kekerasan
pemerintah melalui pertimbangan dibuatnya dalam rumah tangga bertujuan untuk memelihara
Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam keutuhan rumah tangga yang harmonis dan
Rumah Tangga yang menyatakan bahwa pemerintah sejahtera”.
mengakui bahwa kekerasan dalam rumah tangga Dalam putusan nomor: 0018/Pdt.G/2014/PA.Mna
merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan dan putusan nomor: 0466/Pdt.G/2014/2014/PA.Mna,
kejahatan terhadap martabat manusia serta bentuk Peradilan Agama tidak memasukkan kekerasan
deskriminasi yang harus dihapuskan. Kemudian dalam rumah tangga sebagai domain Peradilan
ditambahkan bahwa korban kekerasan yang ke­ Agama, alasannya adalah bahwa Undang-Undang
banyakan adalah perempuan harus mendapat Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini
perlindungan dari Negara dan/atau masyakarat merupakan domain Peradilan Umum, karena yang
agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau diatur adalah masalah pidana, dan Peradilan Agama
ancaman kekerasan, penyiksanaan atau perlakukan tidak mempunyai kompetensi apapun apabila
yang merendahkan derajat dan martabat manusia. terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang ini.
Kalaupun terjadi pelanggaran terhadap
Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Undang-Undang Penghapusan Kekerasan
Dapat Dijadikan Alasan Untuk Mengajukan Dalam Rumah Tangga, yang kemudian dijadikan
Perceraian alasan penyebab perceraian, maka Hakim
Hakim Pengadilan Agama Manna kelas II dalam Peradilan Agama hanya menjadikan salinan
perkara No. 0018/Pdt.G/2014/PA. dan putusan Putusan Peradilan Umum sebagai alat
No. 0466/Pdt.G//2014/PA.Mna menerangkan bukti yang menguatkan dalil-dalil telah terjadinya
bahwa alasan-alasan yang diatur dalam Pasal penganiayaan. Artinya, sinergi yang muncul
19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. adalah sinergi pada alat bukti saja. Dimana
Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam sudah cukup putusan-putusan yang dikeluarkan oleh Peradilan
memadai untuk sebuah konsideran putusan. Umum, oleh Peradilan Agama dijadikan sebagai
Sehingga dicantumkan atau tidak dicantumkannya alat bukti.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan dalam rumah tangga sering men­
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga jadi alasan seorang isteri mengajukan gugatan
dalam sebuah konsideran putusan tidak punya perceraian ke Pengadilan Agama. Apabila Undang-
nilai yang berarti. Karena bagi sebagian Hakim Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Pengadilan Agama isi dari Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga dijadikan sebagai
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga salah satu bahan untuk menganalisa putusan, maka
justru tentang pencegahan terhadap perceraian. seorang Hakim dalam memberikan pertimbangan
Artinya isi dari Undang-Undang Penghapusan hukum ketika memutus suatu perkara, tentunya
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah tidak melupakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
upaya-upaya terhadap pencegahan perceraian, 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah
bagaimana agar rumah tangga yang telah terbina Nomor 9 Tahun 1975, Undang-Undang Nomor 7
bisa menjadi rumah tangga yang harmonis. Ini Tahun 1989 dan Kompilasi Hukum Islam yang
beda dengan tugas Hakim Pengadilan Agama yang merupakan rujukan pertama di Pengadilan Agama.
justru memisahkan sebuah perkawinan, setelah Menurut hemat penulis, hakim Pengadilan
diupayakan berbagai cara untuk mendamaikan Agama diharapkan mempunyai sensitivitas ter­
tidak berhasil. hadap gender, bahwa salah satu bukti bahwa
seorang hakim telah memiliki sensitivitas gender
17
Rika Saraswati, Perempuan dan Penyelesaian Kekerasan
Dalam Rumah Tangga, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006),
adalah apabila ia telah memasukkan Pasal dalam
h. 19
ITWANTO: Analisis Pertimbangan Hukum Kekerasan dalam Rumah Tangga | 63

Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam warahmah) adalah hal yang sangat penting
Rumah Tangga ke dalam putusannya. Hal itu dalam membina suatu rumah tangga, dan
merupakan salah satu bentuk sumbangsih hakim bahwasanya hal itu tidak terwujud dalam
dalam menekan laju angka kekerasan dalam rumah tangga penggugat dan tergugat.
rumah tangga. 4. Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 19
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
Tangga diciptakan tidak hanya untuk Peradilan jo Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam yang
Umum saja, melainkan juga untuk Peradilan menegaskan tentang alasan diperbolehkannya
Agama. Ditegaskan dalam Pasal 54 Undang- perceraian, bahwa antara suami isteri tidak
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan dapat rukun lagi dalam rumah tangga oleh
Agama “Hukum Acara yang berlaku pada karena penganiayaan dan hal lainnya. Hal-
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama hal tersebut terjadi di dalam rumah tangga
adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada penggugat dan tergugat.
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, 5. Pasal 5 huruf (b) Undang-Undang Nomor 23
kecuali telah diatur secara khusus dalam Undang- Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Undang ini”. Untuk itu, dalam penanganan kasus dalam Rumah Tangga menjelaskan tentang
kekerasan dalam rumah tangga di lingkungan bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah
Peradilan Agama, sebaiknya tidak dibatasi Tangga sebagaimana telah dilakukan tergugat
oleh kewenangan sebagai lembaga peradilan terhadap penggugat.
perdata keluarga saja. Karena hukum acara yang
6. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik
digunakan adalah Hukum Acara Perdata yang
Indonesia Nomor 38 K/AG/1990 tanggal 22
berlaku di lingkungan Peradilan Umum, kecuali
Agustus 1991 menyatakan bahwa alasan per­
ditentukan lain dalam Undang-Undang.
ceraian sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf
Sesuai dengan Hukum Acara Perdata di (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
lingkungan Peradilan Agama, pada sidang-sidang adalah semata-mata ditujukan pada pecahnya
selanjutnya dilakukan proses jawab menjawab perkawinan itu sendiri, tanpa mempersoalkan
hingga hakim merasa telah mendapatkan siapa yang salah dan siapa yang benar dalam
gambaran cukup tentang duduk perkaranya hal terjadinya perselisihan dan pertengkaran
dan menjadi landasan hukum dalam membuat tersebut.
keputusan.
Dari landasan hukum tersebut di atas,
Landasan hukum yang dapat digunakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Manna
hakim dalam memeriksa dan membuat putusan, pada putusan No.0018/Pdt.G/2014/PA.Mna
yaitu: dan putusan No. 0466/Pdt.G/2014/PA.Mna
1. Pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam yang menerangkan dalam putusannya bahwa
menyatakan bahwa penggugat dan tergugat perkawinan penggugat dan tergugat telah
secara sah terikat dalam perkawinan. “pecah atau tidak dapat disatukan lagi”, maka
2. Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan jo Pasal gugatan penggugat telah terbukti me­menuhi
3 Kompilasi Hukum Islam tentang keluarga alasan perceraian sebagaimana dimaksud­
yang sakinah mawaddah warahmah yang kan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah
ternyata tidak terwujud akibat rentetan kasus Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 huruf (f)
yang terjadi dalam rumah tangga penggugat Kompilasi Hukum Islam. Oleh sebab itu,
dan tergugat; gugatan penggugat harus dikabulkan dengan
menjatuhkan talak satu Bain Sughra tergugat
3. Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam yang men­
atas penggugat.
jelaskan bahwa perkawinan bukan sekadar
perjanjian biasa untuk hidup bersama 7. Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor
sebagai suami isteri, akan tetapi suatu 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan
mitsaqan ghalizhan yang bernilai sakral, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
dengan demikian ikatan batiniah yang Tentang Peradilan Agama, tentang biaya yang
melahirkan rasa cinta dan sayang (mawaddah dibebankan kepada penggugat.
64 | QIYAS Vol. 1, No. 1, April 2016

Selain memeriksa Peraturan Perundang- disebutkan putusan tersebut diatas. Hal ini, juga
undangan yang mengatur hal diatas, Hakim sesuai dengan Pasal 19 Peraturan Pemerintah
mem­ p unyai pertimbangan berdasarkan Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 Kompilasi
kasus posisi yang dijelaskan penggugat dan Hukum Islam yang menyebutkan bahwa salah satu
proses jawab-menjawab yang terjadi selama alasan perceraian adalah karena penganiayaan
persidangan, yaitu “Menimbang, bahwa maupun pertengkaran dan perselisihan yang terjadi
mempertahankan rumah tangga yang sudah secara terus menerus. Penggunaan Undang-Undang
sedemikian rupa bentuknya akan menimbulkan tersebut menghasilkan putusan yang lebih memihak
kemudharatan bagi kedua belah pihak, maka kepada yang berhak, lemah, rentan, dalam hal ini
untuk menghindari memadharatan lebih besar korban yang berjuang keras untuk mendapatkan
lagi, perceraian merupakan jalan keluar untuk hak-haknya.
mengatasi permasalahan rumah tangga penggugat Perceraian memang merupakan perbuatan
dan tergugat, hal mana sejalan dengan maksud halal yang tidak disukai Allah Swt, akan tetapi
kaidah Fiqhiyyah yang bunyinya “menghindari diperkenankan dalam upaya untuk mencari ke­
kerusakan harus didahulukan dari pada menarik adilan. Maka asas memberikan bantuan yang
kemaslahatan”, juga diungkapkan dalam Kitab selama ini dipedomi hakim dapat dijalankan
Ghayat al-Murom Li al-Syaehil Majdi yang dengan niatan untuk memberikan bantuan bagi
menyatakan “Apabila isteri sudah sangat tidak para pencari keadilan, dalam hal ini korban
senang (cinta) kepada suaminya, maka hakim kekerasan dalam rumah tangga.
harus menjatuhkan talaknya. Serta pendapat
Apa yang dilakukan oleh Majelis Hakim dalam
ahli hukum Islam yang tersebut dalam kitab
kasus di atas tidaklah melanggar pedoman perilaku
Madariyah al-Zaujain juz I halaman 83, yaitu:
hakim dan asas equality, karena memenang­kan
“Islam memilih lembaga talak/cerai ketika
gugatan penggugat yang menempatkan tergugat
rumah tangga sudah dianggap goncang serta
sebagai pihak yang dikalahkan. Akan tetapi
sudah dianggap tidak bermanfaat lagi nasehat
para hakim telah memberlakukan hukum yang
perdamaian dan hubungan suami isteri telah
berkeadilan sesuai dengan prosedur hukum yang
hampa, sebab meneruskan perkawinan, berarti
ada, dengan mempertimbangkan berbagai asas
menghukum salah satu suami/isteri dengan
yang menyangkut Peradilan Agama.
penjara yang berkepanjangan. Ini adalah aniaya
Kekhawatiran bahwa telah terjadi pemihakan
yang bertentangan dengan keadilan.
yang serta merta terhadap satu pihak saja dapat
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil
dihindari dengan penggunaan dalil-dalil hukum
kesimpulan, bagaimana kearifan hakim dalam
yang berkaitan dengan Peradilan Agama maupun
memutus perkara dengan tidak cenderung
yang bersifat umum. Proses yang demikian ini
menempatkan korban sebagai pihak yang turut
dapat dijadikan landasan dan pegangan bagi
andil dalam terjadinya kekerasan dalam rumah
hakim lainnya untuk melakukan hal yang sama
tangga. Empati dan pemahaman hakim benar-
demi keadilan bagi yang berhak. Dan tidak
benar nampak atas situasi yang terjadi melalui
berlebihan di sini jika dikatakan bahwa para
kasus posisi yang dipaparkan. Hal ini semakin
hakim akan berdiri pada barisan terdepan di
diperkuat dengan peraturan perundangan dan
dalam upaya untuk memutus rantai kekerasan
Fiqh yang mempunyai legitimasi keagamaan.
di dalam rumah tangga. Peradilan Agama akan
Pada putusan No. 0018/PDt.G/2014/PA.Mna dan menjadi salah satu lembaga hukum yang berperan
putusan No. 0466/Pdt.G/2014/PA.Mna penggunaan secara positif dalam menghentikan kekerasan
dalil gugatan dan pemeriksaan materi gugatan dalam rumah tangga, dan tidak sekadar sebagai
sudah dikombinasikan antar hukum yang lazim lembaga pemutus perkawinan.
digunakan pada Peradilan Agama dengan hukum
Proses peradilan yang berpihak pada perempuan
atau peraturan perundangan yang bersifat umum.
korban kekerasan dalam rumah tangga pada
Misalnya penerapan Pasal 5 Undang-Undang Nomor
dasarnya merupakan bentuk aplikasi pemahaman
23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
holistik para Hakim terhadap berbagai produk
dalam Rumah Tangga, memberikan gambaran yang
Perundang-undangan Nasional yang telah tersedia,
sangat jelas bahwa pelaku (tergugat) benar-benar
dan memberikan jaminan hukum pada pemenuhan
melakukan berbagai tindak kekerasan sebagaimana
ITWANTO: Analisis Pertimbangan Hukum Kekerasan dalam Rumah Tangga | 65

hak-hak perempuan dan penghapusan kekerasan PA.Mna, mengenai cerai gugat. Dalam putusan
dan diskriminasi terhadap perempuan. Pemahaman ini, pertimbangan hukum yang digunakan
holistik ini dipadu dengan empati simpatik para oleh Majelis Hakim adalah
hakim kepada perempuan korban sehingga mampu a. Pasal 82 Undang-undang Nomor 7 tahun
menghasilkan putusan atau penetapan yang adil 1989 yang telah diubah dan disempurnakan
gender.18 dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006
Memulai membangun prosedur yang adil dan revisi kedua Undang-undang Nomor 50
gender dalam proses peradilan dilakukan dengan tahun 2009 juncto Pasal 31 Ayat (1) dan
pertama-tama mengakui adanya ketimpangan (2) PP No. 9 Tahun 1975.
relasi antara laki-laki dan perempuan, kemudian b. Pasal 149 ayat (1) RBg perkara ini dapat
pengakuan adanya pembedaan dan ketidak diperiksa dan diputus dengan verstek.
adilan gender. Mulai dari dua pengakuan inilah
c. Pasal 285 R.Bg Jo. Pasal 1868 KUHPerdata
kemudian segenap kewenangan dan kreasi Hakim
serta Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (1)
di desain dalam rangka memahami secara holistik
huruf (a) UU No. 13 Tahun 1985 tentang
peristiwa yang dialami korban, mempermudah
Bea Materai Jis. PP No. 7 tahu 1995 dan
akses korban pada peradilan dan keadilan, dan
PP No. 24 Tahun 2000.
meng­himpun semua produk hukum yang kondusif
d. Pasal 49 ayat (1) huruf a dan Pasal 73 ayat
bagi penghapusan kekerasan dan diskriminasi
(1) UU No. 7 tahun 1989 dan Pasal 40 UU
terhadap perempuan sebagai basis argumentasi
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
kemudian diakhiri dengan mengetuk palu sebagai
penanda putusan atau penetapan dengan putusan e. Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor
atau penetapan dengan adil dan berpihak pada 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 116 huruf (g)
korban.19 Kompilasi Hukum Islam dengan demikian
gugatan Penggugat telah beralasan dan tidak
Sistem hukum di Indonesia mulai bergerak
melawan hukum, maka gugatan Penggugat
untuk dapat mempertimbangkan berbagai aspek
dapat dilakukan
yang menyangkut diri korban kekerasan dalam
rumah tangga. Dalam proses peradilan agama, Dasar hukum yang digunakan majelis hakim
mulai diterapkan pasal-pasal dari peraturan per­ dalam memberi pertimbangan hukum
undangan umum yang mempunyai relevansi sebagaimana pasal-pasal yang tersebut di
dengan persoalan yang dialami korban. Hal atas, sudah tepat, tapi sangat disayangkan
demikian merupakan suatu ikhtiar hukum yang majelis hakim Pengadilan Agama Manna tidak
sangat positif dan merupakan suatu perubahan menyebutkan dalam pertimbangannya tentang
yang mendasar dalam dinamika pertumbuhan proses mediasi. Padahal, dengan tegas Pasal 2
sistem hukum Indonesia. Ayat (2) PERMA No 1 Tahun 2008 menyatakan
bahwa “setiap hakim, mediator dan para
pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama
sengketa melalui mediasi yang diatur dengan
Manna Dalam Memutus Perkara Perceraian
peraturan ini”. Dalam Ayat (3) lebih ditegaskan
Dengan Alasan Adanya Kekerasan Dalam
kembali yaitu “tidak ditempuhnya prosedur
Rumah Tangga
mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan
Pembahasan mengenai dasar pertimbangan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR
hukum Hakim Pengadilan Agama Manna Kelas dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan
II dalam memutus perkara perceraian dengan putusan batal demi hukum”.
alasan adanya kekerasan dalam rumah tangga di
Pada Pasal 2 Ayat (2) tersebut berkaitan
dasarkan pada studi perkara terhadap beberapa
dengan kewajiban hakim, mediator dan para
putusan Pengadilan Agama Manna tentang
pihak untuk mengikuti prosedur penyelesain
perkara cerai gugat.
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam
1. Dalam putusan nomor: 0018/Pdt.G/2014/ Perma ini sedangkan pada Pasal 2 Ayat (3)
berkaitan dengan akibat hukum dari tidak
18
Mansour Fakih, Analisis Gender…, h. 17 ditempuhnya prosedur mediasi berdasarkan
19
Mansour Fakih, Analisis Gender…, h. 24 Perma tersebut. Dengan demikian pengadilan
66 | QIYAS Vol. 1, No. 1, April 2016

baru dapat memulai memeriksa perkara proses) dengan peristiwa yang telah terjadi.
ter­
sebut bilaman proses mediasi gagal di­ Sedangkan apabila yang terjadi justru sebaliknya,
laksanakan oleh para pihak yang tidak berarti kebenaran itu tidak tercapai.
menemui kesepakatan damai atau salah satu Setelah pemeriksaan suatu perkara di per­
pihak tidak menghadiri proses mediasi. sidangan dianggap selesai dan para pihak
Dengan demikian, menurut hemat penulis tidak mengajukan bukti-bukti lain, maka hakim
putusan No. 0018/Pdt.G/2014/PA.Mna bila akan memberikan putusannya. Putusan yang
dihubungkan dengan Pasal 2 ayat (2) dan ayat dijatuhkan itu diupayakan agar tepat dan tuntas.
(3) PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang proses Secara objektif putusan yang tepat dan tuntas
mediasi dan dikaitkan dengan Pasal 130 HIR berarti bahwa putusan tersebut akan dapat
dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan diterima tidak hanya oleh penggugat akan
putusan batal demi hukum. tetapi juga oleh tergugat. Putusan pengadilan
2. Dalam putusan Nomor: 0466/Pdt.G/2014/ semacam itu penting sekali, terutama demi
PA.Mna tentang cerai gugat. Pada putusan pembinaan kepercayaan masyarakat kepada
ini, pertimbangan hukum yang digunakan lembaga peradilan. Oleh sebab itu, hakim dalam
oleh Majelis Hakim adalah: menjatuhkan putusan akan selalu berusaha agar
putusannya kelak seberapa mungkin dapat
a. Pasal 285 R.Bg Jo. Pasal 1868 KUHPerdata
diterima oleh masyarakat, dan akan berusaha
Jo. Pasal 7 ayat (1) KHI
agar lingkungan orang yang akan dapat menerima
b. Pasal 14 PP No. 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 73
putusannya itu seluas mungkin.
UU No. 7 Tahun 1989
Dengan demikian menurut hemat penulis
c. Pasal 154 R.Bg Jo. Pasal 39 ayat (1) UU
putusan Nomor: 0466/Pdt.G/2014/PA.Mna tentang
No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 82 UU No. 7
cerai gugat sudah memenuhi syarat keadilan,
tahun 1989 jo. Pasal 31 ayat (2) PP No. 9
tidak memberatkan salah satu pihak, karena
tahun 1975 jo. Pasal 115 KHI
sudah sesuai dengan hukum formil dan hukum
d. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 materiilnya sehingga putusan tersebut mempunyai
Tahun 2008 tidak dapat dilaksanakan karena kekuatan hukum tetap.
Tergugat tidak hadir
Dari kedua putusan tersebut di atas, apabila
e. Pasal 149 ayat (1) R.Bg perkara ini dapat salah satu pihak tidak puas dengan hasil putusan
diperiksa dan diputus dengan verstek pengadila agama tingkat pertama, pihak yang
f. Pasal 39 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 merasa dirugikan dapat menempuh upaya
g. Pasal 171 dan 172 R.Bg kedua orang saksi hukum banding dan kasasi, bukan berarti bahwa
tersebut telah memenuhi syarat formal putusan peradilan tingkat pertama itu keliru.
dan materill sebagai saksi sehingga dapat Secara yuridis, setiap putusan itu harus dianggap
diterima sebagai bukti dalam perkara ini benar sebelum ada pembatalan oleh pengadilan
yang lebih tinggi (asas res judicata pro veritate
h. Pasal 39 (2) UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal
habetur). Ketentuan ini dimaksudkan untuk
19 huruf (f) PP No.9 Tahun 1975 jo. Pasal
menjamin adanya kepastian hukum, bukan berarti
116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam
kebenaran peristiwa yang bersangkutan telah
i. Pasal 119 ayat (2) huruf (c) KHI
tercapai dan persengketaan telah terselesaikan
Dalam putusan ini, majelis Hakim Pengadilan sepenuhnya dengan sempurna. Akan tetapi
Agama Manna telah membuat pertimbangan- secara formal harus diterima bahwa dengan
pertimbangan hukum berdasarkan bukti-bukti dijatuhkannya suatu putusan oleh hakim atas
yang ada di persidangan. Di dalam hukum acara suatu sengketa tertentu antara para pihak, berarti
perdata, kepastian akan kebenaran peristiwa untuk sementara sengketa yang bersangkutan
yang diajukan di persidangan itu sangat telah selesai.20
tergantung kepada pembuktian yang dilakukan
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa di
oleh para pihak yang bersangkutan. Sebagai
konsekuensinya bahwa kebenaran itu baru
20
Krisna Harahap, Hukum Acara Perdata (Mediasi, Class
dikatakan ada atau tercapai apabila terdapat Action, Arbitrase & Alternatif), (Bandung: Grafitri Budi Utami,
kesesuaian antara kesimpulan hakim (hasil 2007), h. 111
ITWANTO: Analisis Pertimbangan Hukum Kekerasan dalam Rumah Tangga | 67

dalam proses perkara perdata di persidangan yang Penutup


dicari oleh hakim adalah kebenaran peristiwa Dari pembahasan yang telah dipaparkan
yang ditemukan para pihak yang bersangkutan. sebelumnya, dapatlah disimpulkan:
Untuk merealisasikan hal tersebut, hakim tidak
1. Tindak kekerasan dalam rumah tangga dapat
boleh mengabaikan apapun yang ditemukan
dijadikan alasan untuk mengajukan perceraian.
para pihak yang berperkara. Dalam kondisi
Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang No.
seperti ini nyata sekali bahwa dalam perkara
23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
perdata hakim bersifat pasif. Artinya ruang
Dalam Rumah Tangga penyelesaiannya (Pasal
lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan
5, 44, 45 dan seterusnya). Jika dihubungkan
kepada hakim untuk diperiksa pada asasnya
dengan Undang-Undang Perkawinan jo
ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan
bukan oleh hakim. Hakim hanya membantu
Kompilasi Hukum Islam (Inpres Nomor 1 Tahun
para pencari keadilan dan berusaha mengatasi
1991) konflik rumah tangga yang berkaitan
segala hambatan dan rintangan untuk dapat
dengan suami isteri, maka tindakan kekerasan
tercapainya peradilan yang sederhana, cepat,
yang sifatnya penganiayaan dan menelantarkan
dan biaya ringan.
dapat dijadikan sebagai salah satu alasan atau
Namun sangat disayangkan kedua putusan dalil untuk mengakhiri perkawinan (perceraian)
sebagaimana tersebut di atas dalam pertimbangan­ sebagaimana ditentukan dalam Pasal 19 huruf
nya majelis hakim tidak pernah menyinggung (b) dan (d) Peraturan Pemerintah Nomor 9
masalah kekerasan dalam rumah tangga. Padahal, Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf (b) dan (d)
penggugat dalam gugatannya didapati adanya Kompilasi Hukum Islam (Inpres Nomor 1 Tahun
kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan 1991).
oleh tergugat. Memang hal tersebut tidak menyalahi
2. Dasar pertimbangan hukum Hakim Pengadilan
aturan yang ada, tapi bukan berarti seorang hakim
Agama Manna dalam memutus perkara
hanya terpaku dalam mengadili sengketa saja,
perceraian dengan alasan adanya kekerasan
hanya memeriksa apa yang ditemukan para pihak
dalam rumah tangga, yaitu putusan nomor:
sebagai usaha membenarkan dalil gugatan atau
0018/Pdt.G/2014/PA.Mna, mengenai cerai
bantahannya.
gugat, dasar hukumnya pertimbangannya, yaitu
Seorang hakim dalam mengadili suatu perkara Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1
yang diajukan kepadanya harus mengetahui Tahun 1974 Jo. Pasal 116 huruf (g) Kompilasi
dengan jelas tentang fakta dan peristiwa yang Hukum Islam dengan demikian gugatan
ada dalam perkara tersebut. Karena itu, Majelis Penggugat telah beralasan dan tidak melawan
Hakim sebelum menjatuhkan putusannya terlebih hukum, maka gugatan Penggugat dapat
dahulu harus menemukan fakta dan peristiwa dilakukan. Namun putusan tersebut dalam
yang terungkap dari penggugat dan tergugat, pertimbangannya Majelis Hakim Pengadilan
serta alat-alat bukti yang diajukan oleh para Agama Manna Kelas II tidak menyebutkan
pihak dalam persidangan. Terhadap hal yang tentang proses mediasi. Pada hal dengan tegas
terakhir ini, Majelis Hakim harus mengonstatir Pasal 2 Ayat (2) PERMA No 1 Tahun 2008
dan mengkualifisir peristiwa dan fakta tersebut menyatakan bahwa “setiap hakim, mediator
sehingga ditemukan peristiwa/fakta yang konkrit. dan para pihak wajib mengikuti prosedur
Setelah Majelis Hakim menemukan peristiwa penyelesaian sengketa melalui mediasi yang
dan fakta secara objektif, maka Majelis Hakim diatur dengan peraturan ini”. Dalam Ayat
berusaha menemukan hukumnya secara tepat (3) lebih ditegaskan kembali yaitu “tidak
dan akurat terhadap peristiwa yang terjadi itu. ditempuhnya prosedur mediasi berdasarkan
Jika dasar-dasar hukum yang dikemukakan oleh peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap
pihak-pihak yang berperkara kurang lengkap, ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154
maka Majelis Hakim karena jabatannya dapat Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi
menambah/melengkapi dasar-dasar hukum itu hukum”. Sedangkan putusan Nomor: 0466/
sepanjang tidak merugikan pihak-pihak yang Pdt.G/2014/PA.Mna tentang cerai gugat, dasar
berperkara. hukum pertimbangannya, yaitu: Pasal 39 (2) UU
68 | QIYAS Vol. 1, No. 1, April 2016

No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf (f) PP No.9 Manan, Abdul, Penemuan Hukum Oleh Hakim
Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Dalam Praktek Hukum Acara di Peradilan
Hukum Islam dan Pasal 119 ayat (2) huruf (c) Agama. Makalah disampaikan Pada Acara
KHI. Dengan demikian putusan Nomor: 0466/ Rakernas Mahkamah Agung RI tanggal 10 s/d
Pdt.G/2014/PA.Mna tentang cerai gugat sudah 14 Oktober 2010, di Balikpapan, Kalimantan
memenuhi syarat keadilan, tidak memberatkan Timur.
salah satu pihak, karena sudah sesuai dengan Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata,
hukum formil dan hukum materiilnya sehingga Yogyakarta: Liberty, 1998.
putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum Mujahidin, Ahmad, Pembaharuan Hukum Acara
tetap. Peradata Peradilan Agama dan Mahkamah
Syar’iyah di Indonesia, Jakarta: Ikatan Hakim
Pustaka Acuan Indonesia, 2008.
Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata pada Nitibaskara, Tubagus, Ketika Kejahatan Berdaulat
Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Sebuah Pendekatan Kriminologi: Hukum dan
Pelajar. 2007, Cet. ke-6 Sosiologi, Jakarta: Peradaban, 2001.
Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Rifai, Ahmad, Penemuan Hukum Oleh Hakim
Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, Dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta:
Cet. ke-1 Sinar Grafika, 2010, Cet. ke-1.
Hamidi, Jazim, Hermeneutika Hukum, Teori Saraswati, Rika, Perempuan dan Penyelesaian
Penemuan Hukum Baru Dengan Interpretasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Bandung:
Teks, Yogyakarta: UII Press, 2005. PT Citra Aditya Bakti, 2006.
Hamzah, Andi, Hukum Acara Perdata, Yogyakarta: Sisworo, Suyono Koesoemo, Beberapa Pemikiran
Liberty 1986. Tentang Filsafat Hukum, Semarang:
Harahap, Krisna, Hukum Acara Perdata (Mediasi, Universitas Diponegoro, 2008.
Class Action, Arbitrase & Alternatif), Bandung: Syahrani, Riduan, Hukum Acara Perdata di
Grafitri Budi Utami, 2007. Lingkungan Peradilan Umum, Jakarta:
Makarao, Moh. Taufik, Pokok-Pokok Hukum Pustaka Kartini, 1998.
Acara Perdata, Jakarta: Rineka Cipta, 2004,
Cet. ke-1

You might also like