Professional Documents
Culture Documents
1.1 PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan profesi pustakawan di Indonesia
saat ini belum sepenuhnya mendapatkan pengakuan yang sejajar dengan profesi
lain seperti guru, dosen, akuntan, dan apoteker. Hal itu menyebabkan pustakawan
belum sepenuhnya percaya diri pada profesinya. Keberadaan suatu profesi
tentunya harus mendapatkan pengakuan dari berbagai pihak secara legal,
termasuk juga profesi pustakawan. Secara legal dan formal, eksistensi pustakawan
1
Pustakawan PDII LIPI
1
sebagai suatu profesi dapat dibuktikan misalnya dengan sertifikat profesi. Untuk
mendapatkan sertifikat profesi, pustakawan dituntut untuk mengikuti serangkain
proses dan prosedur yang disebut dengan sertifikasi.
Sertifikasi kompetensi kerja adalah proses pemberian sertifikat kompetensi
yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang
mengacu kepada standar kompetensi kerja nasional Indonesia dan/atau
internasional (BNSP, 2004). Adapun tujuan dari sertifikasi pustakawan yaitu
untuk mendapatkan pengakuan pengetahuan, ketrampilan, sikap perilaku di
bidang ilmu informasi dan perpustakaan. Sertifikat profesi diperlukan
pustakawan untuk menjamin eksistensi keilmuan dan kompetensi pustakawan
yang lebih berkualitas. Di samping itu, bagi lembaga sertifikasi profesi dan para
pustakawan, sertifikasi juga memiliki arti penting bagi peningkatan mutu
pustakawan dan ilmu kepustakawanan yang lebih kompeten dan bermartabat
sehingga dapat mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang literer, yaitu
bangsa yang cerdas, kritis, dan etis (Damayani, 2011). Alasan yang sangat
mendasar tentang perlunya sertifikasi bagi pustakawan adalah adanya kualifikasi
tentang standar nasional tenaga perpustakaan yang meliputi kualifikasi akademik,
kompetensi, dan sertifikasi (UU No.43 Tahun 2007 Pasal 11 butir 1b), dan
sertifikasi menjadi salah satu harapan besar bagi peningkatan keilmuan dan
kesejahteraan pustakawan.
Di Indonesia, masalah sertifikasi pustakawan masih dalam tahap
perumusan di kalangan para pustakawan dan pemerhati perpustakaan. Pemerintah
(PNRI) saat ini masih dalam tahap persiapan penyusunan dan perumusan
peraturan tentang sertifikasi dan standar kompetensi pustakawan. Kita bisa lihat
model sertifikasi pustakawan yang sudah diterapkan di negara maju seperti
Amerika Serikat agar dapat dijadikan bahan masukan dalam penerapan sertifikasi
pustakawan di Indonesia. Di Amerika Serikat, seperti di New Mexico State
Library’s Certification adalah sebuah lembaga sertifikasi pustakawan yang
dibangun dengan tujuan untuk mendorong para pustakawan publik untuk
memperoleh pendidikan dan mengembangkan keterampilan, yang dilakukan
secara independen dan mandiri guna memenuhi persyaratan misalnya sebagai
direktur perpustakaan.
Pada penelitian ini akan mengkaji lebih mendalam tentang prosedur dan
proses perolehan sertifikasi pustakawan di Indonesia, dan sumber informasinya
diperoleh dari persepsi atau pandangan para Kepala Perpustakaan dan Pustakawan
yang ada di Lingkungan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Provinsi,
yang meliputi BPAD Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, dan Jawa Timur. Diharapkan mereka dapat memberikan pandangan
yang objektif dan positif terhadap permasalahan yang diteliti.
2
fungsi, dan manfaat dari sertifikasi pustakawan?; 3) seperti apakah jenis sertifikat
profesi yang akan diberikan kepada pustakawan?; 4) bagaimanakah prosedur
untuk mendapatkan sertifikasi profesi pustakawan?; 5) lembaga mana yang akan
memberikan sertifikat profesi pustakawan?; 6) bagaimana upaya persiapan
pemerintah dan pustakawan dalam menghadapi program sertifikasi pustakawan?;
serta 7) kendala apa saja yang akan dihadapi pemerintah (PNRI) dan pustakawan
dalam menghadapi program sertifikasi pustakawan?
3
Setelah tujuan dan fungsi sertifikat profesi yang diberikan kepada
pustakawan berjalan sesuai harapan, maka pustakawan akan mendapatkan
manfaat yang positif, diantaranya:
1. Dapat melindungi profesi pustakawan dari praktik-praktik yang tidak
kompeten, yang dapat merusak citra profesi
2. Dapat melindungi masyarakat dari praktik-praktik layanan perpustakaan
yang tidak berkualitas dan professional
3. Menjadi wahana penjaminan mutu bagi lembaga penyelenggara pendidikan,
dan pengguna layanan perpustakaan.
4. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan perpustakaan dari keinginan
internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan
yang berlaku.
5. Memperoleh tunjangan profesi, baik Pustakawan PNS maupun Swasta
(Zulfikar Zen, 2009).
4
sertifikasi pustakawan di The University of the State of New York, maka hal
tersebut dapat digambarkan dengan alur di bawah ini.
Gambar 1.
Prosedur Sertifikasi Pustakawan Model The University of the State of New York
PORTOFOLIO
PENINGKATAN
PERSIAPAN UJI
STANDAR STANDAR
SERTIFIKASI KOMPETENSI
KOMPETENSI PELAYANAN
KOMPETENSI
LOKAL SERTIFIKASI
5
Sementara itu, yang menjadi anggota lembaga sertifikasi pustakawan di
Kentucky State Board for the Certifiation antara lain; 1) dua pustakawan
pemerintah, 2) dua pustakawan profesional yang dapat bekerja full time, 3) dua
orang dari Dewan Pengawas Perpustakaan, dan 4) satu orang pustakawan dari
suatu sekolah jurusan ilmu perpustakaan atau informasi. Sedangkan, untuk
menjadi anggota lembaga sertifikasi tersebut minimal masa kerja pustakawan
sudah 4 tahun menjadi pustakawan di lembaga pemerintah, dan mereka dapat
menjadi anggota tetap dan aktif mengikuti kegiatan pertemuan badan yang
dilakukan minimal 1 kali setahun. Adapun tugas dari anggota lembaga sertifikasi
pustakawan di Kentucky adalah: a) me-review pertanyaan proses sertifikasi, b)
mendengarkan banding terhadap proses sertifikasi, c) memberikan
persetujuan/rekomendasi terhadap materi kelas perpustakaan, dan d) menerbitkan
sertifikat dan memperpanjang/memperbaharui masa berlaku sertifikat.
Kesempatan naik banding diperbolehkan apabila pustakawan yang disertifikasi
merasa tidak puas, kerena kualifikasinya kurang atau tidak memenuhi persyaratan.
6
berbagai pihak tentang penerapan program sertifikasi pustakawan secara efisien
dan efektif.
7
1.5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara, dapat dijelaskan bahwa semua informan
menyatakan “setuju” dan menganggap bahwa program sertifikasi pustakawan itu
“sangat penting” bagi pengembangan profesi dan peningkatan kesejahteraan
pustakawan. Hal itu terlihat dari berbagai tanggapan prositif yang disampaikan
para informan, baik dari segi pemahaman konsep/definisi, tujuan, fungsi, manfaat,
jenis, prosedur, lembaga, persiapan, dan kendala dalam pelaksanaan sertifikasi
pustakawan.
8
diperlukan karena ilmu perpustakaan dan informasi juga selalu berkembang.
Untuk itu, pustakawan harus mampu mengimbangi kemajuan ilmunya, baik
melalui pendidikan atau pelatihan dalam rangka meningkatkan
kompetensinya.
Dari ke tujuh definisi sertifikasi pustakawan di atas, terlihat bahwa
program sertifikasi pustakawan sudah dinanti oleh para pustakawan Indonesia,
sehingga perlu untuk diimplementasikan secepatnya. Beberapa alasan yang
mendasar tentang perlunya sertifikasi pustakawan, yaitu: a) membuat pustakawan
lebih diakui oleh masyarakat, b) memotivasi diri pustakawan untuk maju, c)
membuat pemerintah lebih memperhatikan profesi pustakawan, d) memberikan
rasa keadilan bagi pustakawan, serta e) dapat digunakan sebagai standar minimal
kemampuan pustakawan. Dengan adanya sertifikasi, kompetensi dan
profesinalisme pustakawan dapat terukur dengan jelas.
9
5. Organisasi profesi; akan bangga apabila memiliki anggota yang tersertifikasi,
karena mereka mampu membawa kemajuan organisasi pustakawan.
6. Keluarga; dapat meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan ekonomi
anggota keluarga si pustakawan.
7. Teman sejawat pustakawan; sebagai motivasi bagi rekan-rekan pustakawan
untuk secepatnya mengikuti sertifikasi profesi pustakawan, karena dengan
sertifikasi kehidupan pustakawan akan terjamin, baik secara karir maupun
finansial.
10
1.5.4 Prosedur Sertifikasi
Dalam pelaksanaan program sertifikasi, pustakawan dituntut untuk
memenuhi persyaratan dan prosedur yang sudah ditentukan oleh lembaga
sertifikasi pustakawan. Sebagai contoh, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
pustakawan ketika akan mengikuti sertifikasi yaitu:
1. Melengkapi berkas portofolio, seperti ijazah pendidikan (minimal S1
Perpustakaan), catatan/bukti kegiatan harian, SK PNS dan Fungsional
Pustakawan, Surat Keterangan Tugas dari Atasan, Curricullum Vitae (CV).
2. Mendapatkan pengakuan dari masyarakat perpustakaan, tujuannya agar lebih
layak dan pantas disertifikasi.
3. Mengikuti uji kompetensi, dengan syarat pemerintah harus mempersiapkan
tim penilai, tempat dan materi uji kompetensi, tes psikologi (psikotes), serta
tes wawancara.
Setelah ketiga persyaratan di atas terpenuhi, kemudian pustakawan dapat
mengikuti proses sertifikasi sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan oleh
lembaga sertifikasi pustakawan. Usulan prosedur yang harus ditempuh
pustakawan antara lain:
1. Mengisi formulir sertifikasi (form pendaftaran).
2. Mengumpulkan berkas portofolio (berkas autentik).
3. Mengikuti pendidikan khusus sertifikasi (diklat).
4. Uji kompetensi, yang dinilai oleh tim assessment center.
5. Pendidikan profesi lanjutan (pengembangan profesi).
Berdasarkan usulan prosedur di atas, maka dapat digambarkan bahwa
prosedur sertifikasi pustakawan yang akan dilaksanakan di Indonesia adalah
sebagai berikut.
Gambar 2
Usulan Prosedur Sertifikasi Pustakawan di Indonesia
PORTOFOLIO
UJI
FORMULIR SERTIFIKASI
KOMPETENSI
PENDIDIKAN
KHUSUS
PENDIDIKAN
LANJUTAN
Selain prosedur di atas, hal lain yang perlu diingat adalah mengenai masa
berlaku sertifikat profesi dan biaya untuk mendapatkan sertifikasi.
1. Masa berlaku sertifikat
Batasan waktu sertifikat profesi dapat berlaku sampai masa pensiun atau
dalam kurun waktu tertentu, misalnya setelah masa sertifikasinya habis,
pustakawan harus melakukan uji kompetensi ulang atau hanya melengkapi
kekurangan administrasi saja (portofolio). Namun jika sertifikasi akan
dievaluasi ulang maka juga perlu dilakukan uji kompetensi ulang dengan
persyaratan ujian ulangan harus dipermudah. Terkait dengan batasan waktu
dari masa berlaku sertifikat profesi adalah: a) 2 tahun sekali dan dievaluasi; b)
3 tahun sekali dan dievaluasi; c) 4 tahun sekali dan dievaluasi; d) 5 tahun
sekali dan dievaluasi.
11
2. Biaya sertifikasi
Semua informan menyatakan bahwa biaya sertifikasi pustakawan sebaiknya
dibebankan kepada pemerintah, karena sertifikasi merupakan program
pemerintah yang berlaku secara nasional dan terkait dengan urusan kedinasan
lembaga induknya.
Terkait anggaran, pemerintah harus mempersiapkan dari segi, biaya,
pendidikan dan pelatihan, proses pelaksanaan uji kompetensi, sampai dengan
tunjangan sertifikasi yang harus tersusun dengan jelas. Namun, apabila biaya
sertifikasi akan dibebankan kepada pustakawan syaratnya harus terjangkau oleh
kemampuan financial pustakawan, jumlah tunjangan sertifikasi harus lebih besar
dari tunjangan fungsional pustakawan, serta harus disesuaikan dengan durasi
waktu pelaksanaan pendidikan untuk menempuh sertifikasi. Para informan
mengusulkan jumlah biaya sertifikasi profesi pustakawan sebesar Rp 100.000,00
sampai Rp 500.000,00.
12
pustakawan golongan IVa ke atas dilakukan oleh PNRI, sedangkan golongan IIId
ke bawah dapat di lakukan oleh BKD.
Ketika lembaga pemberi sertifikasi pustakawan sudah terbentuk, maka
langkah berikutnya adalah menentukan anggota yang ditunjuk menjadi tim penilai
(asesor) sertifikasi. Lembaga sertifikasi pustakawan dapat menunjuk orang-orang
yang berasal dari Pustakawan PNRI, Dewan Pertimbangan Perpustakaan,
Organisasi IPI (pusat dan daerah), Akademisi (Dosen Jurusan Ilmu Perpustakaan),
Praktisi Perpustakaan, Pustakawan Senior (Pustakawan Madya ke atas),
Pustakawan PDII LIPI, Pegawai BKN, BNSP, dan BSN, serta pustakawan daerah
yang berasal dari BPAD Provinsi. Adapun tugas dari tim penilai sertifikasi
tersebut antara lain: a) memberikan penilaian secara objektif terhadap pustakawan
yang akan disertifikasi, b) memberikan rekomendasi kepada LSP mengenai layak-
tidaknya pustakawan tersebut disertifikasi, c) memantau dan mengevaluasi proses
pelaksanaan sertifikasi pustakawan, serta d) memberikan motivasi kepada
pustakawan yang akan disertifkasi agar selalu meningkatkan kompetensinya.
Sedangkan kriteria yang dibutuhkan untuk menjadi seorang anggota atau
tim penilai sertifikasi pustakawan yaitu: 1) minimal S1-Perpustakaan, 2)
berkompeten dan ahli di bidang kepustakawanan, 3) pengalaman kerja (minimal 5
tahun), 4) memiliki karya tulis ilmiah bidang kepustakawanan, 5) menjadi
pustakawan senior (minimal Pustakawan Madya), 6) aktif di organisasi profesi
kepustakawanan (minimal 3 tahun), 7) pernah bekerja di sekretariat perpustakaan,
8) sudah tersertifikasi, serta 9) memiliki waktu untuk menilai. Dengan demikian,
proses penilaian dapat dilaksanakan secara objektif dan professional, artinya
sesuai dengan kompetensi yang dimiliki pustakawan.
13
pustakawan sudah siap untuk disertifikasi, mereka harus mempersiapkannya
secara matang, baik pikiran, waktu, maupun biaya untuk sertifikasi.
1.6 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar informan menyatakan “setuju” terhadap pelaksanaan program sertifikasi
pustakawan. Hal itu terlihat dari berbagai masukan, jawaban, dan tanggapan
positif terhadap konsep, prosedur, persiapan, dan solusi yang diusulkan demi
terwujudnya program sertifikasi pustakawan di Indonesia. Sertifikasi pustakawan
dapat dilaksanakan secara profesional apabila pemerintah (PNRI) sudah
mempersiapkan segala sesuatunya, baik dari segi teknis, administratif, maupun
manajerial. Harapan terbesar para pustakawan adalah adanya peningkatan
kesejahteraan hidup dan pengakuan kompetensi profesi secara total dari
masyarakat dan pemerintah.
1.7 PENUTUP
Pada bagian penutup ini, peneliti menyarankan agar PNRI melakukan
sosialisasi secara lebih gencar dan menyeluruh kepada masyarakat dan
14
pustakawan di Indonesia tentang rencana program sertifikasi pustakawan.
Tujuannya agar mereka lebih memahami program sertifikasi dan dapat berperan
aktif dalam memberikan masukan kepada pemerintah. Dengan demikian, program
sertifikasi pustakawan dapat berjalan secara lancar dan sukses.
DAFTAR PUSTAKA
1. BNSP. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2004 Tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
2. BNSP. 2006. Persyaratan Umum Tempat Uji Sertifikasi. Jakarta: Badan
Nasional Sertifikasi Profesi.
3. Damayani, Ninis Agustini. Kompetensi dan Sertifikasi Pustakawan: Ditinjau
dari Kesiapan Dunia Pendidikan Ilmu Perpustakaan (makalah). Disampaikan
pada tanggal 14 September 2011, di IPB-ICC Bogor. Diakses tanggal 3
Oktober 2011, dalam http://perpustakaan.ipb.ac.id.
4. Evers, Tony. 2011. Certification Manual for Wisconsin Public Library
Directors. Wisconsin Department of Public Instruction. Diakses tanggal 3
Oktober 2011, dalam dpi.wi.gov/pld/cert.html.
5. Kentucky Certification and Recertification Manual for Librarians. Diakses
tanggal 22 Juni 2011, dalam http://kdla.ky.gov/librarians/staffdevelopment/
Documents/manual.pdf
6. Kismiyati, Titiek. Kesiapan Sertifikasi Pustakawan (makalah). Disampaikan
pada tanggal 14 September 2011, di IPB-ICC Bogor. Diakses tanggal 3
Oktober 2011, dalam http://perpustakaan.ipb.ac.id.
7. Libbey, Miriam Hawkins. MLA Certification:The Certification Program and
Education for Medical Librarianship. Atlanta: A. W. Calhoun Medical
Library Emory University. Bulletin of the Medical Library Association, 1967.
Diakses tanggal 3 Oktober 2011, dalam http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc
/articles/PMC198486/pdf/mlab 00170-0024.pdf.
8. Oklahoma Certification Manual for Public Librarians; 2006. Diakses tanggal
3 Oktober 2011, dalam http://www.odl.state.oke.us/servlib/certman.
9. PNRI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007
Tentang Perpustakaan. Jakarta: PNRI
10. Wijayanti, Luki. Profesi Pustakawan di Perguruan Tinggi; Reenginering
(Penataan Ulang) dengan Sertifikasi dan Uji Ulang Kompetensi (makalah).
Disampaikan pada tanggal 8-10 Nopember 2010. Diakses tanggal 27 Juni
2011 dalam http://perpustakaan.bppt.go.id/.
11. Windsor, P.L. Standardization Of Libraries And Certification Of Librarians.
Bulletin of the American Library Association, Vol. 11, No. 4, Papers
Andproceedings Of The Thirty-Ninth Annual Meeting Of The American
Libraryassociation (July 1917), pp. 135-140. Diakses tanggal 27 Juni 2011,
dalam http://www.jstor.org/stable/25685536.
12. Zulfikar Zen. Kompetensi dan Sertifikasi Pustakawan (makalah). Makalah
Workshop on IAIN and UIN Librarians and Libraries, Dilaksakanan atas
kerjasama antara: IAIN Ar Raniri, Depag RI, Mcgill University and CIDA di
Banda Aceh, 2-3 Maret 2009.
15