Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memeroleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh
Dewi Wulandari
NIM 4111131031
ABSTRACT
Acute appendicitis is the most common digestive tract disease and the most frequent
cause of acute abdominal complaint. The incidence of acute appendicitis in
Indonesia ranks highest among acute abdominal emergency cases. The cause of
acute appendicitis related to many factors such as age, sex, and low fiber dietary.
This study aimed to obtain correlation between low fiber dietary with acute
apendicitis at Dustira Cimahi Hospital and Cibabat Cimahi Hospital in the period
of September 2016 – January 2017. This was analytical design research with cross-
sectional study. Subject in this study was acute appendicities patients who
diagnosed by a doctor and had surgery as well as histopathology examination.
Object in this study was secondary data from medical records of acute
appendicities patients. The result showed that there were 77 acute appendicitis
patients approved as inclusion criteria. Acute appendicitis was found as the most
common between the ages of 11-20 years that is 24 cases (31.2%). Woman was
more likely to have acute appendicitis than man with comparation 1,2:1. Acute
appendicitis patients were more likely low fiber dietary than high fiber dietary.
Acute appendicitis patients who low fiber dietary were found as the most common
between the ages of 11-20 years that is 14 cases (26.4%). Woman who have acute
appendicitis was more likely low fiber dietary than man. Analytical test result
showed that there was a significant correlation between low-fiber diet with acute
appendicitis incidence (95% CI; p = 0,009; PR = 7,7).
ABSTRAK
Apendisitis akut merupakan salah satu penyakit saluran pencernaan yang paling
umum ditemukan dan yang paling sering memberikan keluhan abdomen akut.
Insidensi apendisitis akut di Indonesia menempati urutan tertinggi diantara kasus
kegawatan abdomen akut. Insidensi apendisitis akut berkaitan dengan beberapa
faktor seperti usia, jenis kelamin, dan kebiasaan makan makanan rendah serat.
1
2
PENDAHULUAN
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis, yaitu suatu
struktur tubular rudimenter yang berhubungan dengan sekum di sebelah kaudal
ileosekal. Apendisitis dibedakan menjadi akut dan kronis berdasarkan waktu
perkembangan penyakit. Apendisitis akut merupakan salah satu penyakit saluran
pencernaan yang paling umum ditemukan dan yang paling sering memberikan
keluhan abdomen akut dengan batasan durasi tidak lebih dari 48 jam disertai
keluhan gejala yang lebih khas dan jelas, sebaliknya apendisitis kronis merupakan
kasus yang jarang terjadi dan menunjukkan perjalanan penyakit yang lebih lambat
serta gejala yang lebih ringan dibandingkan apendisitis akut. Apendisitis akut
merupakan penyakit abdomen akut tersering yang ditangani oleh dokter bedah.1,2
Insidensi apendisitis akut di negara maju lebih tinggi dibandingkan negara
berkembang. Di Amerika terdapat 250.000 kasus apendisitis akut yang dilaporkan
tiap tahunnya yang mencangkup 7% populasi dengan insidensi 1,1 kasus per 1000
orang per tahun. Data yang dirilis oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2008
mencatat jumlah penderita apendisitis akut di Indonesia mencapai 591.819 orang
3
dan meningkat pada tahun 2009 sebesar 596.132 orang serta insidensi apendisitis
akut menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainnya. Pada
tahun 2013, jumlah penyakit sepuluh besar terbanyak pada pasien rawat inap
ditempati oleh penyakit apendisitis akut yang berada pada urutan kesembilan.3,4
Apendisitis akut dapat ditemukan pada semua usia, tetapi pada anak kurang dari
satu tahun jarang dilaporkan. Hal tersebut akibat struktur anatomi apendiks pada
anak kurang dari satu tahun yang berbentuk seperti kerucut yaitu melebar pada
bagian proksimal dan menyempit pada bagian distal sehingga menurunkan
terjadinya obstruksi pada lumen apendiks. 5-7
Insidensi apendisitis akut tertinggi pada kelompok usia 20-30 tahun. Hal
tersebut akibat hiperplasia limfoid yang sering terjadi pada usia ini. Insidensi pada
lelaki dan perempuan umumnya sama, kecuali pada usia 20-30 tahun dimana
insidensi pada lelaki lebih tinggi dibandingkan perempuan yaitu dengan ratio 1,5:1.
5-7
faktor tersebut mempermudah terjadinya obstruksi pada lumen apendiks yang dapat
menyebabkan apendisitis akut.5-7,10
Penelitian Damanik (2015) mengenai hubungan kejadian apendisitis dengan
kebiasaan makan makanan rendah serat pada anak di RS H. Adam Malik didapatkan
hasil hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan makanan rendah serat
dengan kejadian apendisitis akut.10
Penelitian mengenai hubungan kebiasaan makan makanan rendah serat dengan
kejadian apendisitis akut belum pernah dilakukan di RS Dustira Cimahi dan RS
Cibabat Cimahi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai
hubungan kebiasaan makan makanan rendah serat dengan kejadian apendisitis akut
di RS Dustira Cimahi dan RS Cibabat Cimahi periode September 2016 – Januari
2017.
kecuali pada usia 20 sampai 30 tahun dimana insidensi pada laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan yaitu dengan ratio 1,5:1. Menurut penelitian yang
dilakukan Hwang dan Khumbhaar (1940), proporsi jaringan limfoid pada laki-laki
lebih banyak dibandingkan perempuan, namun tidak ada konfirmasi lebih lanjut
mengenai hal ini. Menurut Lee J (2009), Inflamasi pada apendiks lebih umum
ditemukan pada laki-laki diduga karena adanya perubahan anatomis.5,11,12
Perubahan gaya pola hidup masyarakat Indonesia yang menuju ke pola hidup
tidak sehat seperti kurang makan makanan berserat menyebabkan angka kejadian
apendisitis akut tinggi. Hal tersebut akibat makanan rendah serat akan
mempermudah terjadinya konstipasi. Konstipasi akan menaikan tekanan intrasekal
yang berakibat timbulnya obstruksi pada lumen apendiks dan meningkatkan
8
Tabel 4 Gambaran Usia Pasien Apendisitis Akut yang Mengonsumsi Rendah Serat
Usia Frekuensi Rendah Serat Persentase (%)
0-10 6 11,3
11-20 14 26,4
21-30 12 22,7
31-40 9 17
41-50 7 13,2
51-60 4 7,5
>60 1 1,9
Total 53 100
konsumsi penduduk terhadap sayur dan olahannya serta buah dan olahannya masih
rendah.15,16
Masa remaja saat ini cenderung menggemari fast food yang tinggi akan kalori,
lemak, dan natrium, namun kurang akan serat. Selain itu, rendahnya konsumsi serat
pada remaja juga ada kaitannya dengan masih rendahnya pengetahuan mereka
tentang manfaat serat. Menurut Bahria dan Triyanti (2010) pengaruh rekan atau
kelompok sebaya pada masa remaja juga sangat berkaitan dimana pemilihan
makanan mereka berdasarkan penerimaan oleh teman sebanyanya. Kebiasaan
dalam mengonsumsi rendah serat pada remaja tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya obstruksi pada lumen apendiks sehingga mempermudah terjadinya
apendisitis akut.15,16
antara jenis kelamin dengan frekuensi kebiasaan makan makanan rendah serat (p-
value=1,000).
Berbeda halnya dengan penelitian Farida (2010) bahwa jenis kelamin
berpengaruh terhadap konsumsi buah dan sayur dengan risk estimate sebesar 1,096
pada laki-laki. Hal tersebut diartikan bahwa secara umum laki-laki lebih banyak
mengonsumsi makanan yang tinggi kalori, tetapi lebih sedikit mengonsumsi buah
dan sayur dibandingkan perempuan karena adanya perbedaan jenis kegiatan serta
besar dan susunan tubuhnya sehingga kebutuhan konsumsinya berbeda. Perbedaan
jenis kelamin juga berperan dalam menentukan kebutuhan gizi masing-masing,
biasanya kebutuhan gizi lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan
sehingga laki-laki cenderung tidak menyukai makanan yang tidak mengenyangkan/
makanan ringan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, perempuan lebih
memperhatikan body image (citra tubuh) dibandingkan laki-laki sehingga
mengurangi konsumsi makanan tinggi lemak dan karbohidrat serta lebih memilih
mengonsumsi buah dan sayur agar berat badannya tetap ideal.16,17
SIMPULAN
Pada penelitian yang telah dilakukan di Bagian Bedah RS Dustira Cimahi dan
RS Cibabat Cimahi periode September 2016 - Januari 2017 dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Gambaran usia, jenis kelamin, dan konsumsi serat pasien apendisitis akut antara
lain:
12
a. Pasien apendisitis akut paling banyak ditemukan pada usia 11-20 tahun
yaitu sebanyak 24 kasus (31,2%) dan paling sedikit pada usia lebih dari 60
tahun yaitu sebanyak 2 kasus (2,6%).
b. Perempuan yaitu sebanyak 42 kasus (54,5%) lebih banyak mengalami
apendisitis akut dibandingkan laki-laki yaitu sebanyak 35 kasus (45,5%).
c. Pasien apendisitis akut yang mengonsumsi rendah serat yaitu sebanyak 53
kasus (68,8%), sedangkan yang mengonsumsi tinggi serat hanya 24 kasus
(31,2%).
2. Gambaran usia pasien apendisitis akut yang mengonsumsi rendah serat
terbanyak pada usia 11-20 tahun yaitu sebanyak 26,4% dan paling sedikit pada
usia lebih dari 60 tahun yaitu sebanyak 1,9%.
3. Perempuan yang mengalami apendisitis akut lebih banyak mengonsumsi
rendah serat yaitu sebanyak 53% dibandingkan laki-laki yaitu sebanyak 47%.
4. Terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan mengonsumsi makanan
rendah serat dengan kejadian apendisitis akut (95% CI; p = 0,009; PR = 7,7).
SARAN
1. Disarankan kepada pihak rumah sakit (RS Dustira Cimahi & RS Cibabat
Cimahi) untuk memperbaiki sistem pencatatan dan penyimpanan rekam medik
agar rekam medik tidak ada yang hilang atau tidak lengkap khususnya yaitu
berupa hasil pemeriksaan histopatologi.
2. Disarankan kepada dokter yang terkait agar melakukan pemeriksaan
histopatologi kepada setiap pasien apendisitis akut sebagai pemeriksaan gold
standard.
3. Disarankan kepada instansi terkait agar mengadakan penyuluhan tentang faktor
risiko penyebab apendisitis akut serta upaya pencegahan apendisitis akut
sehingga kejadian apendisitis akut dapat diturunkan.