You are on page 1of 9

GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL PEKALONGAN SEBAGAI

REPRESENTASI CITRA KAWASAN JETAYU


Amrina Rosyada, Muhammad Asrori , Samsudi
Program Studi Arsitektur
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Email : rosyada1791@gmail.com

Abstract: The theater in Pekalongan as image representation Jetayu area is a building that
facilitates the activities of traditional art performances Pekalongan, including dance, theater,
music and craftsmanship. The building is planned to be in Jetayu region, an area in the old
town of Pekalongan which has a function as a social and cultural areas. The problem that
appears is how to strengthen its image as a socio-cultural areas through the provision of
traditional art container, which is based on the needs of the city will be the facility's
appreciation of traditional art and also able to represent the visual image of the area. In
maintaining harmony in the area of visual culture and support the activities contained,
planned design concept using contextual architecture of the display area of the visual
characteristics such as the Dutch colonial building, and the application of acoustic systems to
support arts activities that accommodated. As a result, the building is expected to be a means
of traditional performing arts facility that is adequate as well as being a reflection and cultural
elements in the cultural area Jetayu in the application form and function of the building that
takes into account the visual and aesthetic character raised by the region.

Keywords: Traditional Arts, Performance Building, image representation, Contextual


Architecture.

1. PENDAHULUAN tanggapan budaya. Beragam bentuk seni


Kesenian adalah salah satu unsur pertunjukan lahir dari akulturasi etnis
kebudayaan universal yang dimiliki setiap budaya yang ada seperti seni tari, drama
suku bangsa di Indonesia dan merupakan dan musik.
salah satu pusaka budaya. Kesenian Dewasa ini kekayaan kesenian
memberikan sifat khusus yang Pekalongan dalam pelestarian dan
membedakan bangsa Indonesia dengan pengembangan mengalami kendala karena
bangsa lain dan membedakan suatu daerah minimnya pementasan seni yang dapat
dengan daerah lain di Indonesia. dinikmati masyarakat yang seharusnya
Pertunjukan seni tradisional mengenal kesenian daerah. Salah satu
merupakan salah satu wahana untuk kendala utama dalam kehidupan kesenian di
mencerminan kekayaan kebudayaan yang Pekalongan adalah disebabkan terbatasnya
menjadi unsur bagian hidup masyarakat dan sarana dan prasarana pendukung atau
perwujudan norma-norma estetik-arstistik wadah untuk mementaskan dan
masyarakat. mengembangkan kesenian yang ada.
Pekalongan merupakan salah kota Untuk mengantisipasi hal tersebut
di Jawa Tengah yang menjadi salah satu dalam melestarikan dan meningkatkan
pintu gerbang masuknya pengaruh asing potensi kesenian tradisional di Pekalongan,
pada zaman pemerintahan kerajaan- Pemerintah Kota Pekalongan dalam hal ini
kerajaan di Indonesia, seperti Dari India, lewat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Cina, Arab bahkan Eropa, menjadikan maupun masyarakat membutuhkan
Pekalongan sebagai kota yang dihuni sebuah wadah kultural yang mampu
masyarakat dengan beragam etnis budaya, mempercepat proses bangkitnya kreativitas
menjadikan proses akulturasi berperan kebudayaan dan kesenian di Pekalongan,
besar dalam melahirkan perubahan dan yaitu dengan adanya pemenuhan
transformasi dalam banyak bentuk
Arsitektura, Vol.13, No.1, April 2015

fasilitas berupa sebuah Gedung Seni Pertunjukkan Tradisional yang


Pertunjukkan. direncanakan, perlu rancangan yang
Gedung Seni Pertunjukkan yang konstekstual terhadap tampilan kawasan
mampu menjadi wadah untuk memfasilitasi agar terjaga keharmonisan visual kawasan
segala ekspresi, kreativitas dan kegiatan dan mampu merepresentasikan citra visual
seni pertunjukan tradisional. Menampilkan Kawasan Jetayu, baik lewat material,
beragam seni pertunjukkan yang rutin dan bentuk atau simbol yang kental dengan ciri
terkoordinir di Pekalongan sebagai wujud visual berupa bangunan kolonial
apresiasi, dilengkapi dengan standar sistem peninggalan Belanda. Hal ini karena
akustik, pencahayaan, tata panggung yang pengaplikasian representasi dalam bentuk,
memadai dan berkualitas. Hal itu akan tidak terlepas dari konteks historis dan
mendorong para seniman untuk dapat sosial yang terkait pada lingkungan
menampilkan sebuah pertunjukkan seni sekitarnya. Adanya Gedung Seni
yang berkualitas pula. Pertunjukkan Pekalongan di kawasan
Gedung Seni Pertunjukkan di budaya Jetayu, diharapkan bukan sekadar
Pekalongan ini direncanakan berada di hanya pemenuhan fasilitas, namun juga
Kawasan Jetayu, merupakan salah satu diharapkan ada pengembangan kesenian
kawasan kota lama dilindungi oleh sebagai institusi maupun nilai.
Peraturan Daerah yang mempunyai fungsi
sebagai kawasan sosial budaya di 2. METODE
Pekalongan, tertulis dalam Peraturan Metode pembahasan yang
Daerah RTRW Kota Pekalongan bab 5 dilakukan untuk tahapan pembuatan konsep
pasal55 ditulis; Gedung Seni Pertunjukan Pekalongan
“Kawasan Strategis Kota dari sebagai representasi citra Kawasan Jetayu
sudut kepentingan sosial budaya adalah sebagai berikut.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 1. Penelusuran Masalah
ayat (1) huruf b, adalah kawasan kota lama Tahap penelusuran masalah merupakan
Jetayu, yang terdiri atas: ide awal untuk mengangkat tema/topik
a) kawasan cagar budaya sekitar Lapangan yang terpilih untuk penulisan konsep
Jetayu di Kelurahan Panjang Wetan Gedung Seni Pertunjukkan Pekalongan
Kecamatan Pekalongan Utara sebagai sebagai representasi citra Kawasan
kawasan heritage, dimana terdapat aset Jetayu.
bangunan bersejarah yang harus dilindungi 2. Pengumpulan Data
dan dilestarikan;”. a. Data Primer
Lingkungan kawasan tersebut dibingkai Data primer didapat dari studi
oleh bangunan-bangunan dengan berbagai literatur, yang merupakan tahapan
bentuk seni Arsitektur Kolonial mencari informasi melalui buku-
peninggalan Belanda yang masih terjaga buku referensi, laman, atau hasil
dan difungsikan. penelitian yang terkait dengan judul.
Kawasan Jetayu dalam Peraturan Studi literatur tersebut adalah sebagi
Daerah mengenai RTRW Kota Pekalongan berikut.
memiliki ketentuan-ketentuan untuk 1) Tinjauan kota yang mendukung
diperbolehkan adanya pembangunan Gedung Seni Pertunjukkan
sarana-prasarana yang dapat menyesuaikan Pekalongan sebagai representasi
lingkungan dan menunjang fungsi kawasan citra Kawasan Jetayu
sebagai kawasan budaya. Ketentuan 2) Peraturan/kebijakan tentang
tersebut memberi kesempatan Kawasan bangunan gedung di Kawasan
Jetayu untuk terus dikelola dan Jetayu Pekalongan
dikembangkan sebagai icon kawasan untuk 3) Teori arsitektur kontekstual
kegiatan sosial budaya Pekalongan. 4) Data tentang potensi seni
Oleh karena itu, dalam upaya budaya, arsitektur, dan wisata
penguatan dan merepresentasi citra yang berkaitan dengan Gedung
Kawasan Jetayu, Gedung Seni Seni Pertunjukkan Pekalongan
Amrina Rosyad, Muhammad Asrori, Samsudi. Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Pekalongan ...

sebagai representasi citra 3. ANALISIS


Kawasan Jetayu 3.1 Analisis Pelaku dan Kegiatan
b. Data Sekunder 1. Analisis Pelaku Kegiatan
1) Wawancara Pelaku kegiatan terdiri dari
Wawancara merupakan pengunjung, seniman, dan pengelola.
pengumpulan informasi dan data 2. Analisis Kegiatan
dengan pihak-pihak terkait 1) Kegiatan utama
sebagai bahan referensi dan a) Kegiatan pentas indoor
acuan dalam menyusun konsep. b) Kegiatan pentas outdoor
2) Survey Lapangan c) Kegiatan latihan
Metode survey lapangan d) Kegiatan diskusi seniman
bertujuan mengetahui kondisi di 2) Kegiatan penunjang
lapangan mengenai karakteristik 3) Kegiatan pengelola
dari tapak perancangan. 4) Kegiatan servis
3) Dokumentasi
Merupakan foto-foto atau 3.2 Analisis Besaran Ruang
rekaman dari obyek yang
menjadi tujuan studi observasi Tabel 1. Rekapitulasi Kebutuhan Ruang
untuk menambah kelengkapan Kelompok Besaran Ruang
data dan memudahkan Kegiatan (m2)
penjelasan obyek.
1. Penerimaan 144
3. Analisis Pendekatan Arsitektur
Kontekstual 2. Utama 1859.55
Menggunakan metode analisa deskriptif
yaitu melalui penguraian data yang 3. Penunjang 107.8
disertai gambar sebagai media berdasar 4. Pengelola 368.8
pada teori normatif yang ada serta
bagan-bagan alur. Tahapan analisa 5. Parkir dan servis 3077.12
merupakan tahap pengolahan data yang
TOTAL 5557.25 m2
telah terkumpul dan dikelompokkan
berdasarkan pemrograman fungsional,
performansi, dan arsitektural. 3.3 Analisis Pemilihan Lokasi Tapak
4. Sintesa Lokasi terpilih berada di Kawasan
Tahap sintesa penyatuan antara Jetayu, merupakan kawasan dengan
keseluruhan data dan hasil analisa fungsi citra budaya di Pekalongan.
untuk mencapai tujuan dan sasaran Kawasan Jetayu telah memenuhi
yang telah ditetapkan. Data dan analisa Karakteristik penentuan lokasi terkait
diolah dengan ketentuan dan kontekstual, yaitu:
persyaratan perencanaan dan  Tingkat pencapaian ke lokasi sangat
perancangan yang pada akhirnya baik
seluruh hasil olahan dikembangkan  Lingkungan yang mempunyai nilai
menjadi konsep rancangan yang siap historis yang tinggi
ditransformasikan pada bentuk fisik  Lingkungan yang mempunyai jiwa
yang dikehendaki. tempat dan karakter kota
5. Konsep Perencanaan dan Perancangan  Lokasi yang memiliki rencana
Dari proses analisa dan sintesa pembangunan pesat kedepannya,
arsitektural akan dihasilkan beberapa sehingga pembangunan didalamnya
konsep yaitu konsep lokasi dan tapak, dapat kontekstual.
konsep peruangan, konsep tampilan
bangunan, konsep utilitas dan struktur
pada Gedung Seni Pertunjukkan
Pekalongan
Arsitektura, Vol.13, No.1, April 2015

Jalan arteri primer


dari arah Jakarta Jalan arteri primer dari
arah
Semarang/Surabaya

Gambar 1. Pencapaian Lokasi Tapak

Gambar 3. Pola Pencapaian


Kawasan Jetayu sangat mudah dijangkau
dari berbagi arah Kota Pekalongan, baik 3.5 Analisis Pemintakatan
melalui jalan arteri primer kota, dari arah Pemintakatan didasarkan pada
barat maupun timur, karena Kawasan Jetayu beberapa pertimbangan khusus seperti
merupakan area pusat Kota Pekalongan. analisis pencapaian, orientasi, pergerakan
matahari, dan pengaruh lingkungan
terhadap fungsi dari kegiatan yang akan
diwadahi untuk menghasilkan penempatan
ruang yang optimal dan konteks terhadap
tapak lingkungan yang ada.

Tabel 2. Persyaratan Ruang

Kelompok
Nama Ruang Keterangan
Kegiatan

Gambar 2. Batas Tapak Kegiatan Hall


Penerimaan Informasi Area Publik
Loket
Batas tapak: Kegiatan Snack retail Area Semi
Utara : Pemukiman Penduduk Penunjang Publik
Mushala
Selatan : Jembatan Sungai Lodji, Jalan Kegiatan Pentas indoor
Rajawali utama Pentas outdoor
Timur : Masjid, Museum Batik Tempat latihan Area Publik
Ruang pameran
Pekalongan
Ruang diskusi
Barat : Pemukiman Penduduk Kegiatan R .pimpinan
Pengelolaan R . bagian admin
3.4 Analisis Pencapaian Tapak R . bagian humas Area Privat
Tapak dikelilingi oleh 3 akses jalan, R . bagian sarana
prasarana
jalan utama bagian selatan, dan jalan R . bagian artistic
lingkungan di sisi bagian timur dan barat. Kegiatan Parkir
Ketiga jalan tersebut dimanfaatkan sebagai service Keamanan
akses untuk masuk dan keluar tapak Kebersihan Zona Privat
Teknisi
dengan pembagian sirkulasi untuk Pantry
pengunjung dan pengelola. Pencapaian ke
dalam bangunan harus mudah diakses,
mudah dilihat dan memiliki sirkulasi yang
aman akan menstimulus orang untuk
masuk dalam area bangunan
Amrina Rosyad, Muhammad Asrori, Samsudi. Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Pekalongan ...

menyeseuaikan elemen-elemen
bangunan (proporsi, material,
tekstur, komposisi bangunan)
c. Bangunan dengan massa bangunan
tunggal untuk fungsi utama dan
massa majemuk untuk fungsi
lainnya. Secara fungsional kegiatan
yang satu dengan yang diharapkan
saling berinteraksi untuk
menghidupkan suasana dari gedung
seni pertunjukkan tradisional yang
direncanakan.
Gambar 4. Pemintakatan Pada Tapak
Gedung seni pertunjukkan
3.6 Analisis Langgam, Bentuk, dan tradisional yang direncanakan berada di
Tampilan Bangunan Kawasan Budaya Jetayu yang memiliki
3.6.1 Analisis Langgam Arsitektur karakter visual bangunan Arsitektur
Bangunan berdasarkan Kontekstual Kolonial. Sebagai bentuk
Menurut Anthony V Antoniades, kontekstualisme terhadap Kawasan
klasifikasi dari bidang konsteks dalam Jetayu sekaligus bentuk representasi
arsitektur dapat berhubungan dengan sebagi kawasan budaya, maka tampilan
tapak dari lingkungan, kondisi kolonial pada Gedung Seni
bangunan sekitar, masyarakat, budaya, Pertunjukkan sangat diperlukan agar
dan material di daerah setempat. (Brent terdapat harmonisasi visual antar
C.Brolin, Architecture In Context, 1980. bangunan yang tidak menimbulkan
dalam Atmadi. Kontekstual Dalam chaos karena perbedaan tampilan antar
Dialog Arsitektur. 2001) bangunan yang sangat ekstrim
Penerapan desain kontekstual yang (kontras). Tampilan Arsitektur Kolonial
harmoni pada Gedung Seni Pertunjukan bangunan gedung seni pertunjukan
diharapkan dapat membentuk satu mengadopsi bentukan-bentukan
kesatuan citra kontinuitas visual pada kolonial pada bangunan-bangunan di
Kawasan Jetayu yang kental dengan ciri sekitar kawasan, sebagai berikut:
visual berupa bangunan kolonial
peninggalan Belanda. Hal ini karena
pengaplikasian representasi dalam
bentuk, tidak terlepas dari konteks
historis dan sosial yang terkait pada
lingkungan sekitarnya.
- Penggunaan tiang atau kolom
3.6.1 Analisis Bentuk dan Tampilan bulat dan tinggi
Bangunan
Gedung seni pertunjukkan tradisional
merupakan bangunan publik, sekaligus
merupakan salah satu penguat citra yang
merepresentasikan Kawasan Jetayu,
maka bangunan gedung seni - Atap pelana dan gabel segitiga
pertunjukkan tradisional memiliki pada fasad
karakter;
a. Massa yang terbuka, mengundang atau
berkesan menerima
b. Monumental namun tetap dapat
berinteraksi dengan lingkungan
sekitar yaitu Kawasan Jetayu dengan
Arsitektura, Vol.13, No.1, April 2015

- Ruang luar yang luas pada area bunyi seperti penggunaan karpet
depan bangunan tebal atau gabus yang dilapisi lantai
Gambar 5. Bangunan-Bangunan Kolonial parquette.
di Kawasan Jetayu

Perbedaan
3.7 Analisis Persyaratan Ruang
lantai
Pertunjukkan Seni Tradisional
3.7.1 Bentuk Ruang Pentas
Bentuk pentas panggung yang paling
banyak memungkinkan untuk mewadahi
kegiatan seni pertunjukan yang
Gambar 7. Perbedaan Lantai Pada Panggung
direncanakan dalam gedung seni
Pentas Dan Lantai Penonton
pertunjukan tradisional Pekalongan (Sumber: teaterku.files.wordpress.com)
adalah bentuk Tipe Melingkar 210o-220o
atau menyerupai bentuk tapal kuda. b. Lantai Penonton
Bentuk ini juga mampu merangsang Penataan kursi penonton
keinginan untuk melakukan kontak dengan sistem lantai miring atau
karena mempunyai karakter mengikat, bertrap untuk menampung jumlah
stabil, mengundang, dan menimbulkan penonton dan menghindari desain
perasaan gerak yang kuat. memanjang dan lantai dilapisi
bahan lunak agar mampu menyerap
kebisingan

Gambar 6. Tipe Melingkar 210o-220o


(Sumber: teaterku.files.wordpress.com)

Demi kualitas pentas yang baik, Gambar 8. Penataan Kursi Penonton


ruang pentas indoor sepenuhnya tidak Bertrap dan Melengkung
tertutup dengan dinding yang massive, (Sumber: Doelle, Akustik
hal ini untuk menyalurkan gelombang Lingkungan,1990)
suara panjang dari musik tradisional.
Pada pementasan outdoor, menurut 2. Dinding
Doelle (Akustik Lingkungan, 1990), hal a. Dinding Panggung
yang harus diperhatikan adalah bahwa; Dinding belakang didesain relatif
- panggung dinaikkan dari lantai mendatar dengan bahan penyerap
penonton yang paling depan suara, agar tidak bias, atau dilapisi
- bagian penonton bertangga curam bahan pemantul suara seperti
bahan glassfiber panel.
3.7.2 Akustik Ruang Pentas b. Dinding Penonton
1. Lantai  Desain dinding ganda, yaitu
a. Lantai Panggung sebagai insulasi bunyi dari
Agar semua penonton dapat luar dan untuk meningkatkan
meyaksikan pertunjukan, lantai kualitas bunyi dalam ruang.
panggung dibuat perbedaan tinggi  Area dinding penonton bagian
berkisar setengah ketinggian badan belakang dirancang tidak
manusia umumnya 70-90 cm. untuk memantulkan bunyi
Pada panggung yang terletak agar tidak terjadi dengung.
dalam ruang tertutup, lantai  Dinding membentuk sudut
panggung dilapisi dengan bahan melebar atau sejajar kearah
tebal lunak yang mampu meredam
Amrina Rosyad, Muhammad Asrori, Samsudi. Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Pekalongan ...

penonton agar tidak terjadi budaya. Dalam mencapai hal tersebut, maka
cacat akustik. dibutuhkan perancangan yang kontekstual.
 Dinding belakang penonton Beberapa strategi tampilan eksterior
didesain melengkung. dan interior pada Gedung Seni Pertunjukan
adalah melalui pendekatan kesesuaian visual.
3. Plafon Koneksi visual antara sejarah dan latar
a. Plafon Panggung belakang kawasan yang mendasari keberadaan
Plafon panggung dilapisi dengan bangunan-bangunan kolonial di sekitarnya.
bahan yang memantulkan, agar pada Koneksi visual tersebut diaplikasikan dengan
keadaan tanpa peralatan sound penggunaan langgam Arsitektur Kolonial pada
system, suara pementas dapat tampilan bangunan.
disebar ke arah penonton. Area Dari berbagai komponen yang telah di
plafon juga dapat dijadikan area analisis, maka dihasilkan beberapa keputusan
penempatan pencahayaan untuk desain seperti berikut:
panggung. Rencana Tapak Bangunan

Gambar 9. Bentuk Plafon Pada Panggung


(Sumber: Doelle, Akustik Lingkungan,1990)

b. Plafon Penonton
Bentuk plafon dapat berupa gerigi
atau datar melengkung dan dilapisi
bahan penyerap

Gambar 11. Tata Letak Massa Bangunan Pada


Tapak
Gambar 10. Unit Akustik Untuk
Plafon Penataan massa bangunan pada tapak
(Sumber: www.acoustics.com ) ini terbentuk dari berbagai analisis tapak
dalam konsep kontekstual, seperti analisis
3.8 Analisa Struktur ruang, tapak, bangunan, persyaratan ruang,
Struktur atap bangunan (upper sistem struktur dan sistem utilitas. Tata massa
structure) menggunakan rangka baja WF. pada tapak juga merupakan hasil dari analisis
Struktur badan (supper structure) yang dan pertimbangan berdasarkan keamanan,
digunakan adalah struktur rangka dinding kemudahan akses, dan kenyamanan bagi
dengan kolom dan balok sebagai pemikul pengguna dan pengunjung bangunan.
beban. Pondasi yang dipilih sebagai sub
structure adalah pondasi batu kali dan
footplat.

4. KESIMPULAN (KONSEP DESAIN)


Gedung seni pertunjukan di Kawasan
Jetayu mempunyai gagasan untuk dapat
menguatkan citra kawasan dan ikut
merepresentasikan kawasan sebagai kawasan
Arsitektura, Vol.13, No.1, April 2015

4.2 Perspektif Kawasan 4.5 Interior Ruang Pentas Indoor

Gambar 12. Perspektif Bangunan Pada Tapak

4.3 . Eksterior Bangunan Utama Gambar 15. Interior Ruang Pentas


Dalam mengatasi permasalahan
akustik, ruang pentas indoor dilapisi sistem
akustik di tiap sisi dinding, lantai dan plafon.
Namun untuk mengantisipasi gelombang
panjang musik tradisional, dinding pada ruang
pentas dibuat cukup fleksibel dengan
penerapan pintu-pintu lipat yang dilapisi panel
akustik yang dapat dibuka atau ditutup sesuai
Gambar 13. Eksterior Bangunan Utama kebutuhan musik atau pertunjukan yang
disajikan.
Sisi timur kawasan yang bersebelahan
dengan area pemukiman penduduk dibuat 4.6 Interior Ruang Latihan
sebagai area publik terbuka dengan fasilitas
seni yang dapat dinikmati masyarakat berupa
ruang latihan terbuka dan amphieteater.
Ruang luar yang luas sebagai hall
terbuka kawasan bangunan sekaligus sebagai
jarak pandang dari area luar tapak ke bangunan
agar bangunan terlihat monumental.

4.4 Interior Ruang Pameran

Gambar 16. Interior Ruang Latihan

4.7 Interior Ruang Diskusi Seniman

Gambar 14. Interior Ruang Pameran

Ruang pameran ini merupakan ruang


display berbagai karya kesenian yang dibuat
oleh seniman Kota Pekalongan dan produk
kerajinan khas Pekalongan yang dibuat oleh
masyarakat. Ruang ini sekaligus sebagai ruang
Gambar 17. Interior Ruang Diskusi Seniman
transisi sebelum pengunjung memasuki ruang
pentas.
Amrina Rosyad, Muhammad Asrori, Samsudi. Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Pekalongan ...

REFERENSI

Atmadi, Parmono. 2001. Kontekstual Dalam


Dialog Arsitektur. Malang. Group
Konservasi Arsitektur & Kota.
Doelle, Leslie L. 1992. Akustik Lingkungan.
Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Peraturan Daerah RTRW 2009-2029 Kota
Pekalongan.
www.acoustics.com
teaterku.files.wordpress.com

You might also like