Professional Documents
Culture Documents
Keywords: heron, heron habitat planning, line transek method, behavior of heron
1. Pendahuluan
Bali adalah pulau di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk pengembangan pariwisata nasional Indonesia
(Utama, 2016). Keindahan alam Bali dapat dijumpai di desa wisata dengan berbagai potensi. Salah satunya berada di
Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar yaitu Desa Petulu, Banjar Petulu Gunung. Desa Petulu masuk sebagai daerah tujuan
wisata (DTW) sesuai dengan Pasal 51 Paragraf 7 Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar No. 16 Tahun 2012 tentang kawasan
peruntukan pariwisata sebagai salah satu DTW Alam. Desa ini memanfaatkan kekayaan fauna yang telah ada sebagai objek
wisata terutama melibatkan burung kokokan di dalamnya. Kehidupan burung kokokan di Banjar Petulu Gunung, Desa Petulu
berdampingan dengan masyarakat. Burung kokokan hidup bahkan berkembang biak di sepanjang koridor jalan. Populasi dari
burung kokokan ini dimanfaatkan oleh penduduk untuk meningkatkan perekonomiannya melalui pariwisata. Permasalahannya
terkenalnya pariwisata di daerah ini, mengakibatkan wisatawan berdatangan setiap bulan ke Desa Petulu untuk dapat
menyaksikan kehidupan burung kokokan, dengan puncak kunjungan di bulan Desember, dan mengalami penurunan jumlah
kunjungan wisata di bulan Maret-Oktober disebabkan oleh populasi burung kokokan yang berkurang di bulan tersebut.
Berdasarkan permasalahan yang terdapat di kawasan wisata tersebut, maka harus dilakukan perencanaan dengan
menggunakan pendekatan lanskap wisata yang sesuai dengan habitat burung kokokan di Banjar Petulu Gunung, Desa Petulu,
Kecamatan Ubud guna dijadikan sebagai daerah tujuan wisata yang berkelanjutan. Perencanaan habitat burung kokokan ini
dilakukan untuk program pelestarian burung kokokan, dan peningkatan kualitas lingkungan, serta program pariwisata
berkelanjutan.
2. Metode
1
2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Banjar Petulu Gunung, Desa Petulu yang berada di Kecamatan Ubud, Kabupaten
Gianyar, Provinsi Bali. Luas Banjar Petulu Gunung sekitar 0.52 km2 atau 52 ha. Penelitian ini berjalan dalam jangka waktu 1
(satu) tahun. Dimulai dari bulan Januari 2020 – Desember 2020.
2
ekor burung kokokan di atas pohon di depan rumah Mangku Desa. 25 Oktober 1965 merupakan puncak upacara Ngeteg
Linggih yang terlaksana khusuk dan lancar walaupun pada masa persiapan diliputi dengan suasana politik G 30 S/PKI yang
memanas. Tepat tanggal 7 November 1965 upacara berakhir dan bersamaan dengan itu datang segerombolan burung kokokan
bertengger dan bersarang di atas pohon-pohon dalam kawasan tersebut. Masyarakat mempercayai bahwa fenomena tersebut
adalah anugerah. Akhirnya burung kokokan dijemput (dipendak) oleh masyarakat dengan upacara khusus di Pura Desa. Untuk
menjaga keamanan dan kelestarian burung kokokan masyarakat membuat awig-awig (hukum khusus). Secara umum
masyarakat melakukan pemeliharaan secara sekala dan niskala. Masyarakat rutin mengadakan piodalan khusus setiap enam
bulan di Pura Desa sebagai pemeliharaan niskala dan secara sekala masyarakat memelihara dan menerima keberadaan dari
burung kokokan.
3.2 Inventarisasi
Inventarisasi adalah tahapan awal yang dilakukan dalam proses perencanaan berupa pengumpulan data meliputi
aspek biofisik, berupa topografi tapak, tanah, drainase, klimatologi, serta vegetasi dan satwa. Menurut Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Gianyar tapak berada pada kemiringan 0-15% tergolong dalam klasifikasi lahan dengan kriteria
kemiringan yaitu datar dan landai. Jenis tanah di Ubud (Purba et al., 2017) terdiri dari 99,63% adalah tanah latosol dan 0.37%
adalah tanah regosol sehingga tapak memiliki tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Drainase pada tapak terdapat drainase
alamiah berfungsi sebagai tempat mengalirkan air yang berasal dari air hujan, saluran irigasi menuju ke laut. Air yang mengalir di
Banjar Petulu Gunung juga berasal dari Gunung Batur yang kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk saluran
irigasi, rekreasi kolam pancing, dan di musim hujan dengan intensitas hujan yang tinggi air tertampung pada sungai yang berada
bersebelahan dengan best view dari Banjar Petulu Gunung. Klimatologi pada tapak diambil dari data iklim tahun 2010-2019. Data
menunjukkan suhu udara tertinggi pada sepuluh tahun terakhir mencapai 28.4°C pada tahun 2017 dan suhu udara terendah
27.2°C pada tahun 2012. Rata-rata suhu selama sepuluh tahun adalah 27.7°C. Kelembaban udara tertinggi mencapai 81.5%
pada tahun 2011 dan kelembaban terendah mencapai 76.8% pada tahun 2019. Rata-rata pada sepuluh tahun terakhir yaitu
78.8%. Data curah hujan menunjukkan penurunan dan kenaikan yang signifikan dimana curah hujan rata-rata terendah pada
tahun 2015 yaitu 109.9 mm/bulan sedangkan tertinggi pada 2010 yaitu 332 mm/bulan. Rata-rata curah hujan dalam sepuluh
tahun terakhir yaitu 205 mm/tahun (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Balai Besar Wilayah III Denpasar) .
Satwa utama pada tapak adalah burung kokokan (Gambar 2) yang dibagi menjadi tiga jenis yaitu: (a) Blekok Sawah, Javan Pond
Heron, Ardeola speciosa. Burung kokokan dengan postur tubuh yang sedang dan bulu punggungnya berwarna coklat kekuning-
kuningan disebut (b) Kuntul Kerbau, Cattle Egret, Bubulus ibis, sedangkan (c) merupakan burung Kokokan Kuntul Kecil, Little
Egret, Eggreta garzetta memiliki postur leher yang panjang, terdapat seperti kuncir diatas kepalanya, serta warnanya putih bersih.
Burung kokokan berdasarkan pengamatan pada tapak melakukan beberapa aktivitas (behavior) yang dilakukan setiap
hari dan berulang. Behavior yang dilakukan burung kokokan seperti; foraging (makan), diam, moving (berpindah, terbang),
aktivitas reproduksi (berkembang biak, membuat sarang, bertelur, dan mengeram), agonistic (berkelahi, melarikan diri, atau
menyerang), preening (menelisik atau membersihkan bulu). Sebagian besar vegetasi pada tapak tergolong pada vegetasi
pohon, dan penutup tanah. Vegetasi pohon dan penutup tanah memiliki peranan penting untuk kelangsungan hidup habitat
burung kokokan. Pohon dikoridor jalan dan sekitarnya berfungsi sebagai tempat bersarang burung kokokan. Menurut (Yuni et
al., 2017) tercatat posisi sarang terendah ditemukan pada ketinggian 2,0 m dan posisi sarang tertinggi ditemukan pada
3
ketinggian 12,0 m dari permukaan tanah. Hasil monitoring menunjukan bahwa ketinggian pohon memiliki peran terhadap
banyaknya jumlah sarang yang didapat dibandingkan dengan besarnya diameter pohon. Maka dari itu semakin tinggi pohon
yang terdapat pada tapak akan memungkinkan semakin meningkatnya jumlah produksi sarang oleh burung kokokan. Penutup
tanah (ground cover) pada tapak banyak mengundang serangga-serangga seperti capung, belalang, lalat, dan hewan-hewan
kecil lainnya untuk dijadikan sebagai pakan dari burung kokokan. Untuk jenis vegetasi yang banyak ditemukan pada tapak
adalah Cempaka (Magnolia champaca), Bunut (Ficus glauca), dan Nangka (Artocarpus heterophyllus). Pengamatan dilakukan
dengan metode line transek. Penetapan garis transek mengikuti jalan utama di Banjar Petulu Gunung dan berhenti setiap ±100
meter sebagai titik pengamatan, yang diukur menggunakan alat bantu Tracking Apps. Pada setiap titik pengamatan, mengamati
jumlah dan aktivitas dari burung kokokan serta mengamati vegetasi pohon disepanjang koridor jalan. Pengamatan dilakukan
selama 15 menit disetiap titik pengamatan, yang mulai dari pukul 07.00 – 18.00 WITA di tapak. Pengulangan pengamatan
dilakukan sebanyak tiga (3) kali. Aktivitas (behavior) dari burung kokokan yang diamati meliputi aktivitas makan, diam, bergerak
(terbang atau berjalan), reproduksi, agonistik (bertarung), dan preening (menelisik bulu dengan menggunakan paruh atau kaki).
Sedangkan pengamatan vegetasi disepanjang koridor jalan meliputi nama vegetasi dan jumlah sarang pada setiap jenis
vegetasi pada tapak. Metode ini mendapatkan 17 titik area pengamatan dengan radius ±50 meter (Gambar 3). Dari hasil
pengamatan disimpulkan bahwa jumlah keberadaan burung kokokan pada tapak berbeda pada pagi, siang, dan sore hari.
Jumlah burung kokokan terbanyak dapat diurutkan sebagai berikut; sore hari, pagi hari, siang hari. Masing-masing jenis burung
kokokan juga memiliki perbedaan signifikan jumlah yang dapat diurut dari yang terbanyak sebagai berikut: Kuntul Kerbau, Kuntul
Kecil, dan Blekok Sawah. Berdasarkan pengamatan area terbanyak yang untuk melihat burung kokokan adalah Area 5. Vegetasi
jenis pohon pada tapak yaitu Bunut ( Ficus glauca), Cempaka (Magnolia champaca), dan Nangka (Artocarpus heterophyllus)
memiliki jumlah sarang terbanyak yaitu kurang lebih 195, 95, dan 65 sarang. Sedangkan jumlah sarang terendah adalah
vegetasi jenis Palem (Roystonea sp.) yang sama sekali tidak ditemukan sarang burung kokokan.
4
Gambar 4. Peta Klasifikasi Lahan Banjar Petulu Gunung
(Sumber: Pengolahan Data, 2021)
Jenis vegetasi di Banjar Petulu Gunung berdasarkan fungsinya dapat digolongkan menjadi vegetasi konservasi alami,
vegetasi penunjang, dan vegetasi konservasi budidaya (Gambar 5). Vegetasi konservasi alami pada tapak adalah vegetasi yang
tumbuh tidak ada campur tangan dari manusia yang menjadi batasan (koridor) tapak. Vegetasi penunjang memiliki fungsi
sebagai tempat hidup biota atau serangga-serangga kecil sebagai pakan burung kokokan dan tempat untuk preening setelah
terbang ke tempat-tempat tertentu. Sedangkan vegetasi konservasi budidaya adalah vegetasi yang berperan penting untuk
kelangsungan hidup dari burung kokokan sebagai tempat untuk reproduksi, area bertengger, diam, dan mencari makan
Satwa utama pada tapak adalah burung kokokan. Berdasarkan pengamatan terdapat tiga jenis burung kokokan di
Banjar Petulu Gunung yaitu Blekok Sawah, Kuntul Kerbau, dan Kuntul Kecil. Masing-masing jenis burung kokokan memiliki
karakter yang berbeda. Karakteristik burung kokokan pada tapak berpengaruh pada jumlah populasi masing-masing jenis.
Selain burung kokokan, berdasarkan hasil pengamatan ditemukan beberapa serangga dan biota air pada sebagai pakan burung
kokokan seperti capung (Orthetrum sabina), kodok (Anura sp.), belalang (Caelifera sp.), lalat (Diptera sp.).
Analisis iklim di Banjar Petulu Gunung, dibagi menjadi tiga bagian yaitu suhu, curah hujan, dan kelembaban. Rata–rata
suhu selama sepuluh tahun dari 2010 – 2019 adalah 27,7 °C. Menurut Bryantara (2018) suhu udara yang ideal untuk habitat
burung dengan daerah tropis adalah 25 °C sampai dengan 30 °C. Maka dari itu, suhu yang terdapat pada tapak sudah sesuai
untuk habitat burung. Data curah hujan rata-rata dalam 10 tahun terakhir adalah 208 mm/bulan atau 7mm/hari. curah hujan
5
mempengaruhi intensitas burung untuk bermigrasi, mencari makan, bertelur dan berkembang biak. Curah hujan terendah pada
tapak terjadi pada bulan Agustus, sedangkan yang tertinggi terjadi pada bulan Desember. Hal ini dikarenakan rentang antara
bulan Oktober – Maret di Indonesia termasuk ke dalam musim penghujan dan kemarau pada rentang bulan Maret – Oktober.
Musim hujan mengakibatkan pasokan makanan meningkat dan burung kokokan lebih banyak waktu ditapak tanpa bermigrasi ke
daerah lain untuk melangsungkan kehidupan. Data krelembaban tapak rata – rata pada 10 tahun terakhir (2010-2019) adalah
78,8% yang tergolong tinggi. Kelembaban merupakan salah faktor yang mempengaruhi keterkaitan hubungan burung dengan
lingkungannya.
Analisis hidrologi pada tapak bersumber dari Danau Batur yang menyebar langsung kepersawahan di desa ini. Saat
musim penghujan antara bulan Oktober-Maret tapak akan memiliki sumber pakan yang lebih baik dibandingkan dengan musim
kemarau. Hal ini dikarenakan pada musim penghujan dimanfaatkan petani untuk mulai menanam padi sehingga banyak
serangga dan biota air yang tersedia dan menjadi pakan dari burung kokokan. Oleh sebab itu massa dari burung kokokan akan
sangat padat di musim penghujan yang sejalan dengan musim breeding dari burung kokokan.
Analisis aksesibilitas menuju tapak merupakan jalan utama dua arah. Akses masuk dapat dilalui oleh pejalan kaki,
sepeda, motor, mobil, dan minibus. Namun lebar jalan yang hanya 3,3 meter mengakibatkan sering terjadinya macet dibeberapa
titik terutama apabila adanya pertemuan dua mobil dari arah yang berbeda. Terdapat tiga akses jalan yang dapat dilalui untuk
menuju ke lokasi objek wisata, yaitu dari Jalan Raya Petulu, dari Jalan Tirta Tawar, dan dari Jalan Tegalalang. Sirkulasi akses
kendaraan dari tiga akses masuk menjadi salah satu masalah pada tapak karena kelangsungan hidup dari burung kokokan
sebagian besar dilakukan dikoridor jalan setiap saat bisa terancam.
Analisis sejarah pada tapak terkait dari adanya burung kokokan dapat dijadikan sebagai daya tarik lain pada tapak
selain melihat aktivitas burung kokokan. Wisata sejarah ini akan dapat menjadi solusi bila wisatawan berkunjung disaat musim
non breeding yaitu pada bulan Oktober - Maret. Wisata sejarah pada tapak bisa menjadi edukasi bagi wisatawan.
6
penangkaran yang belum dimanfaatkan secara optimal. Kuntul Kerbau menjadi jenis yang paling banyak jumlah populasinya
pada tapak karena Kuntul Kerbau bisa bersarang di semua jenis pohon yang sesuai dengan ukuran tubuhnya namun
meningkatnya jumlah Kuntul Kerbau dimusim breeding mengakibatkan beberapa anakan burung jenis ini jatuh. Hal ini salah
satunya disebabkan oleh sarang burung yang berdekatan. Sehingga perlu adanya penambahan pohon untuk dapat menampung
sarang dari jenis burung Kuntul Kerbau lebih banyak dan aman. Perencanaan penambahan pohon dapat dilakukan dengan
memanfaatkan area koridor jalan pada kawasan 2. Hal ini karena pada kawasan 2 pohon yang tumbuh tidak sesuai dengan
habitat hidup burung kokokan sehingga jarang ditemukan burung kokokan yang bersarang. Kuntul Kecil adalah jenis kokokan
yang lebih memanfaatkan strata paling atas pohon untuk berkembang biak, sarang untuk jenis burung kokokan ini banyak
ditemukan di area – area tertinggi dari pohon nangka, bunut, dan pohon kelapa. Berdasarkan hal tersebut maka perencanaan
penambahan pohon di kawasan 2 juga bisa mejadi tambahan habitat untuk burung Kuntul Kecil.
Sintesis Iklim pada tapak menunjukan bahwa suhu di Banjar Petulu Gunung dari tahun 2010 – 2019 yaitu 27,7 ⁰C
menunjukan bahwa suhu sudah sesuai untuk habitat burung didaerah tropis (Bryantara, 2018). Untuk sintesis curah hujan
menunjukan bahwa burung kokokan ramai dimusim penghujan dengan puncak terbaik pada bulan November, Desember, dan
Januari. Sedangkan untuk sintesis kelembaban menunjukkan rata – rata yaitu 78,8% yang tergolong tinggi. Sintesis Hidrologi
menunjukan bahwa sumber drainase pada tapak berasal dari Danau Batur bisa dimanfaatkan untuk mendukung perencanaan
habitat burung kokokan pada beberapa area khususnya untuk ex-penangkaran dan kolam pancing yang aliran airnya
direncanakan dari sumber drainase langsung dengan teknologi yang memadai. Dengan rencana tersebut pada musim breeding,
burung kokokan bisa mencari makan hanya pada tapak tanpa perlu bermigrasi ke daerah lain. Sintesis Aksesibilitas di Banjar
Petulu Gunung dapat direncanakan dengan akses sirkulasi pada tapak dibuat menjadi satu arah. Akses masuk hanya bisa dilalui
dari Jalan Raya Petulu sedangkan Jalan Tirta Tawar dan Tegalalang menjadi akses keluar, pengaturan akses ini untuk
mencegah kemacetan pada tapak. Selain itu perlu tambahan sign maksimum kecepatan kendaraan untuk meminimalkan potensi
kematian pada anakan burung kokokan yang jatuh. Sintesis sejarah pada tapak direncanakan dengan penjelasan yang dapat
berupa lukisan, pahatan atau gambaran mengenai sejarah adanya burung kokokan. Selain itu Pura Desa juga dapat
dimanfaatkan masyarakat sebagai salah satu daya tarik wisata sejarah pada tapak mengingat upacara rutin yang diadakan
setiap 6 bulan sekali. Hal ini dapat menjadi edukasi wisata sejarah yang menarik dan tidak akan bergantung pada musim serta
dapat dikunjungi pada bulan apapun, sehingga bisa menjadi plan B apabila burung kokokan sepi saat tidak musim breeding.
3.5 Perencanaan
Perencanaan pada tapak di bagi menjadi tiga tahapan yaitu penentuan konsep dasar, pengembangan konsep, dan
perencanaan. Konsep dasar dalam penelitian ini adalah untuk penataan habitat burung kokokan di Banjar Petulu Gunung.
Penataan dilakukan sebagai upaya untuk mendukung suplai kebutuhan behavior artau prilaku dari burung kokokan, kebutuhan
tersebut meliputi makan (foraging), diam atau bertengger, moving, reproduksi, agonistic, preening. Dengan perencanaan habitat
burung kokokan yang baik akan berdampak kepada aktivitas wisatawan yang bisa dikembangkan dan dilakukan pada tapak.
Pengembangan konsep dibagi menjadi konsep ruang, konsep sirkulasi, konsep vegetasi, dan konsep aktivitas. Konsep
ruang untuk perencanaan habitat burung kokokan ini adalah adanya ruang-ruang untuk memudahkan pergerakan dari burung
kokokan, sehingga behavior atau prilakunya di alam dapat dilakukan pada tapak. Dari konsep ruang ini akan muncul aktivitas-
aktivitas baik untuk burung maupun wisatawan. Konsep ini dikembangkan menjadi beberapa bagian yaitu ruang untuk habitat
hidup burung kokokan, area wisatawan, dan connecting area antar burung kokokan dan wisatawan. Pengembangan konsep
ruang untuk burung kokokan dilakukan dengan memanfaatkan secara optimal koridor jalan, perencanaan ex-penangkaran, serta
perencanaan di area kolam pancing. Koridor jalan yang merupakan telajakan desa memiliki lebar antara 1 sampai 1.5 meter.
Area ini harus dikhususkan untuk ditanami pohon-pohon yang mendukung kelestarian hidup burung kokokan, sehingga konsep
vegetasi bididaya dapat berjalan. Selain koridor jalan, direncanakan perencanaan area ex-penangkaran dan kolam pancing
sebagai pengembangan konsep ruang untuk habitat hidup kokokan. Pada area ini akan direncanakan genangan air bersih yang
mengalir dengan harapan bahwa burung kokokan akan mulai nyaman dan dapat menyesuaikan diri dengan di area tersebut.
Untuk ruang wisatawan akan dikembangkan menjadi area edukasi sejarah. Edukasi sejarah ini memanfaatkan dinding-dinding
7
pembatas di area terbangun best view untuk dijadikan pameran lukisan terkait sejarah burung ]kokokan pada tapak dan Pura
Desa terkait kepercayaan masyarakat sekitar dalam melestarikan burung kokokan secara niskala. Pengembangan konsep ruang
wisatawan akan difokuskan terkait dengan sejarah adanya burung kokokan mulai dari awal keberadaanya di Banjar Petulu
Gunung sampai dengan pembahasan terkait masing-masing jenis dari burung kokokan. Pengembangan untuk konsep
connecting antar burung kokokan dan wisatawan direncanakan dalam bentuk pengembangan kawasan area best view dengan
perencanaan pembangunan ramp.Ramp merupakan area sirkulasi yang dapat menghubungkan satu titik ke titik lainnya. Pada
tapak direncanakan ramp melengkung berupa jembatan diarea best view. Titik ramp diambil dari area koridor jalan didekat
sungai area best view menuju area terbangun best view. Sehingga ramp dibangun melewati sungai didekat best view yang
menjadi area dengan jumlah populasi burung kokokan terbanyak dan beragam (Hasil pengamatan dengan metode line transek).
Pengembangan konsep sirkulasi pada tapak direncanakan dengan adanya akses menuju ruang untuk pergerakan dari
burung kokokan dan manusia. Dari konsep ini akan muncul batasan-batasan interaksi antara burung kokokan dan manusia pada
tapak. Konsep sirkulasi dibagi menjadi dua yaitu sirkulasi manusia dan sirkulasi burung. Konsep sirkulasi untuk manusia
direncanakan memiliki fungsi untuk menikmati, mengamati keberadaan burung, dan dapat berinteraksi langsung dengan
memberi pakan terhadap burung kokokan yang ada pada tapak. Sedangkan sirkulasi burung bersifat bebas menuju ruang yang
ada pada tapak sesuai aktivitas alaminya di alam liar dan tidak dibatasi peregerakannya. Pola sirkulasi manusia pada tapak
berupa sirkulasi network (jaringan) yang terdiri dari beberapa jalan yang menghubungkan titik-titik inti dalam suatu area atau
kawasan.
Pengembangan konsep vegetasi untuk habitat burung kokokan di Banjar Petulu Gunung adalah adanya vegetasi
untuk dapat memfasilitasi behavior dari burung kokokan. Behavior burung kokokan tersebut seperti foraging, diam (bertengger),
moving, bereproduksi, agonistik, dan preening. Konsep vegetasi pada tapak dibagi menjadi tiga yaitu vegetasi konservasi alami,
vegetasi penunjang, dan vegetasi konservasi budidaya. Dari konsep vegetasi ini akan muncul aktivitas-aktivitas yang dilakukan
oleh burung kokokan sesuai dengan prilakunya di alam liar. Tambahan penataan vegetasi ada pada area ex-penangkaran yang
dibuat menjadi area tumbuhnya pohon Gamal khusus untuk jenis burung Blekok Sawah untuk meningkatkan populasinya pada
tapak.
Pengembangan konsep aktivitas pada tapak sebagian besar adalah sebagai ruang edukasi. Dari konsep ini akan
menciptakan aktivitas-aktivitas wisatawan seperti ( bird watching), interaksi wisatawan langsung dengan burung kokokan melalui
foraging, maupun aktivitas edukasi terkait sejarah pada tapak. Konsep aktivitas ini ditargetkan untuk semua kalangan.
Perencanaan pada tapak terdiri dari rencana tata ruang, rencana sirkulasi, rencana tata vegetasi, dan siteplan.
Rencana tata ruang di Banjar Petulu Gunung dikembangkan terbagi menjadi tiga yaitu ruang untuk habitat hidup burung
kokokan, ruang untuk wisatawan, dan ruang connecting antara burung kokokan dan wisatawan. Ruang untuk habitat burung
kokokan yaitu area telajakan desa atau koridor disepanjang Jalan Raya Banjar Petulu Gunung, sungai didekat area best view,
serta bagian dalam dari area ex-penangkaran. Ruang untuk wisatawan yaitu area pejalan kaki (trotoar), area pinggir ex-
peangkaran, area kolam pancing, serta area terbangun dari best view. Ruang connecting antara burung kokokan dan wisatawan
direncanakan ada pada ramp (jembatan) yang akan dibangun yang terhubung ke area best view. Ilustrasi rencana tata ruang
seperti pada Gambar 6.
8
Rencana tata sirkulasi pada tapak sebagian besar menyesuaikan dengan kondisi biofisik dilapangan. Jalur sirkulasi
utama yaitu jalan raya memiliki lebar 3.3 meter.Jalur sirkulasi utama memiliki pintu masuk yang berada di bagian selatan. Akses
masuk menuju tapak melalui Jalan Raya Petulu. Akses ini dipilih karena pengunjung dominan menggunakan akses masuk
selatan dibandingkan akses masuk bagian utara. Akses keluar jalur berada dibagian utara yang menuju ke dua arah yaitu Jalan
Tirta Tawar dan Jalan Tegalalang. Rencana sirkulasi kendaraan ini dilakukan untuk dapat menjaga keselamatan burung
kokokan serta meminimalisir kemacetan pada tapak. Jalur sirkulasi untuk pejalan kaki terletak mengikuti jalan utama dengan
koridor jalan (telajakan desa) sebagai batasannya. Jalur sirkulasi untuk pejalan kaki memiliki lebar 1-1,5 meter berfungsi untuk
memudahkan pengunjung menuju ke area-area inti pada tapak. Jalur pelajan kaki didekat area best view direncanakan dalam
bentuk ramp (jembatan). Jalur ini direncanakan memiliki lebar 2 meter dengan tinggi 60 cm menggunakan deck kayu.
Sedangkan untuk area ex-penangkaran akan direncanakan jalur pejalan kaki dengan steping stone dibagian pinggir agar burung
kokokan pada ex-penangkaran tidak terganggu dengan aktivitas wisatawan. Ilustrasi rencana sirkulasi seperti pada Gambar 7.
Rencana tata vegetasi pada tapak yaitu vegetasi konservasi alami, vegetasi konservasi budidaya, dan vegetasi
penunjang. Vegetasi konservasi alami tetap memanfaatkan vegetasi yang sudah ada pada tapak. Pohon pada zona vegetasi
konservasi alami ini adalah pohon Spathodea (Spathodea campanulate), pohon Tanjung (Mimusops elengi), pohon Bunut (Ficus
glauca), pohon Waru (Hibiscus tiliaceus), pohon Terap (Artocarpus elasticus), pohon Mangga (Mangifera indica), pohon Kelapa
(Cocos nucifera). Vegetasi penunjang pada tapak berupa tutupan tanah (ground cover). Tutupan tanah pada tapak didominasi
oleh padi (Oriza sativa L.) dan rumput teki (Cyperus rotundus L.). Vegetasi konservasi budidaya ini perlu ada penambahan dan
atau pergantian tanaman kususnya pohon untuk kawasan 2 yang hampir tidak ditemukannya burung kokokan karena
ketidaksesuaian vegetasi yang tumbuh disepanjang koridor dengan habitat burung kokokan. Berdasarkan hasil analisis Pohon
Nangka dan Pohon Cempaka menjadi rekomendasi pohon yang ditambahkan dan atau dilakukan pergantian di kawasan 2. Area
ex penangkaran harus dilakukan pergantian tanaman dari yang awalnya didominasi oleh pohon Mahoni ( Swentenia mahagoni)
dan pohon Sengon (Albizia chinensis) menjadi pohon Gamal (Gliricidia sepium) sebagai rekomendasi. Hal ini dikarenakan pohon
pada eksisting area sama sekali tidak ditemukan burung kokokan yang bersarang. Pergantian tanaman dengan pohon Gamal
bertujuan untuk melestarikan populasi dari jenis Blekok Sawah yang jumlahnya sedikit pada tapak Berdasarkan penelitian
sarang Blekok Sawah hanya ditemukan di pohon Gamal.
Rencana tata ruang, sirkulasi, dan vegetasi digabungkan menjadi Site Plan. Gunung berupa site plan (Gambar 8).
9
Gambar 8. Site Plan
(Sumber: Pengolahan Data, 2021)
4. Simpulan dan Saran
4.1 Simpulan
1. Terdapat 3 jenis burung kokokan pada tapak yaituh; Blekok Sawah (Javan Pond Heron), Kuntul Kerbau (Cattle Egret),
Kuntul Kecil (Little Egret). Masing-masing jenis memiliki karakter dan habitat pohon yang berbeda.
2. Konsep dasar merencanakan habitat burung kokokan yang dapat menyuplai segala kebutuhan behavior dari burung
kokokan yang meliputi makan (foraging), diam atau bertengger, moving, reproduksi, agonistic, preening.
3. Perencanaan ruang berdasarkan pemanfaatannya dibagi menjadi ruang wisatawan, ruang untuk burung kokokan, dan
connecting area antara wisatawan dan burung kokokan. Perencanaan sirkulasi dibagi menjadi tiga yaitu sirkulasi
kendaraan, pejalan kaki, dan sirkulasi burung kokokan. Sedangkan untuk perencanaan vegetasi berdasarkan fungsinya
dibagi menjadi tiga yaitu vegetasi konservasi alami, vegetasi penunjang, dan vegetasi konservasi budidaya.
4.2 Saran
Penelitian ini menghasilkan perencanaan lanskap berupa habitat burung kokokan yang memiliki tujuan untuk menjaga
kelestarian satwa, kelestarian lingkungan, dan mewadahi aktivitas manusia disekitarnya. Sehingga penelitian ini dapat
digunakan sebagai acuan pemikiran maupun pertimbangan dalam perencanaan habitat satwa dikawasan-kawasan lainnya.
5. Daftar Pustaka
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 2020. Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, Geofisika Wilayah III Denpasar .
Denpasar, Bali.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penelitian Pengembangan Kabupaten Gianyar. 2016. Retrieved Februari 14,
2021, from bappeda.gianyarkab.go.id
Bibby, C., Jones, M., & Marsden, S. (2000). Teknik- teknik Ekspedisi Lapangan Survei Burung . Birdlife International Indonesia
Programme. Bogor.
Bryantara, I. P. A. O. (2018). Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Area Penampung Burung di Kawasan Pesisir Pantai
Lima, Mengwi, Badung. Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 16 Tahun 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gianyar Tahun 2012-
2032
Purba, F., Suryarto, M., & Nuarsa, I. W. (2017). Evaluasi Penyimpangan Penggunaan Lahan Berdasarkan Peta Arahan
Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Ubud ,. 6(2), 123–133.
Utama, I. G. B. R. (2016). Keunikan Budaya dan Keindahan Alam sebagai Citra Destinasi Bali menurut Wisatawan Australia
Lanjut Usia. Jurnal Kajian Bali: ISSN: 2088-4443 , 06(April), 149–172.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/kajianbali/article/view/19904
Yuni, L. P. E. K., Yusup, D. S., Dalem, A. A. G. R., & Subagio, J. N. (2017). Monitoring Populasi Burung Kuntul Kerbau
Bubulcus ibis Yang Berbiak Di Desa Petulu Ubud Bali Pasca Perabasan Pohon Bersarang. Konferensi Peneliti Dan
Pemerhati Burung Indonesia 3 (KKPBI 3). Denpasar Bali
10