You are on page 1of 5

BIOGRAFI RA KARTINI

R A K A R TINI
Teruslah bermimpi, teruslah bermimpi,
bermimpilah selama engkau dapat bermimpi!
Bila tiada bermimpi, apakah jadinya hidup!
Kehidupan yang sebenarnya kejam.
D
I
S
U
S
U
N

O
L
E
H
Eka saputriyani
XI OTOMATIS TATA KELOLA PERKANTORAN

SMKN 2 SANGKULIRANG TAHUN AJARAN 2022/2023


BIOGRAFI RA KARTINI

Profile
Name: Raden Ajeng Kartini
Place and date of birth: Jepara, Central
Java, 21 April 1879
Place and date of death: Rembang, Central
Java, 17 September 1984
Age: 25 years
Parents’ name
Father: Raden Mas Adipati Ario
Sosroningrat
Mother: M.A Ngasirah
Family’s name
Husband: K.R.M. Adipati Ario Singgih
Djojo Adhiningrat
Child: Raden Mas Soesalit

R.A Kartini’s Childhood


Raden Adjeng Kartini was born in Jepara on April 21, 1876. She comes from a noble
family. Her father, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat is a regent who governed Jepara at
that time. While her mother, MA Ngasirah descended from the common people. Like the
other children from noble descent in general, she lived in prosperity and strict Javanese
rules. She is the 5th child of 11 brothers and sisters coming from her biological and
stepmother. Among her siblings from her biological mother, she is the eldest daughter.
R.A Kartini studied in the ELS School (Europese Lagere School). She studied Dutch
language there, so that she could speak Dutch language very well.
R.A Kartini’s Adolescence
When she was 12 years old, she had to quit studying because she had to do “pingit” at that
time, a rule of Javanese custom that forbid woman to go outside before marriage. Finally, on
12th November 1983 she was married to Raden Adipati Joyodiningrat.
After getting married, R.A Kartini never stopped learning. She continued to study in her
own house by reading a lot of European books and magazines. When she was reading them,
she found a great difference between European women’s life with Indonesian women.
European women live in freedom and they have the same equivalent position with men.
While, Indonesia women lived under man’s power.
Based on that fact, she had an idea to change Indonesian women’s life. She along with her
friends opened the first school for women in Indonesia in 1912 in Semarang. They taught
Indonesian women how to read and write, so that they could come out of ignorance.
In addition to teaching, she also wrote letters to her friends in the Netherlands.
One of them is Rosa Abendanon which strongly supported Kartini’s idea. She
also often wrote to the Dutch women’s magazine De Hollandsche Lelie several
times.
Thanks to her efforts, many women schools were built in other areas such as in
Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, and Cirebon. Moreover, there was
also Kartini Foundation, founded by Van Deventer’s family who is a political
figures, opened Kartini’s School.
R.A Kartini’s Death
On 13th September 1904, RA Kartini died after giving birth to her son named
RM Soesalit. She was 25 years old at that time. Although she had passed away,
her spirit and brilliant ideas remain alive and inspire Indonesian women to
continue the struggle to make her dream comes true.
Even her spirit made a Dutch figure, Mr.JH Abendanon, compiled and
published her letters sent to her friends in Europe entitle “Duisternis DOOR
TOT Licht”, which means “Through Darkness to Light”.
For her contribution, she was awarded as Indonesian national hero because of
her ideas which improve Indonesian women level, on May 2, 1964.
Artinya:
Biodata
Nama : Raden Ajeng Kartini
Tempat dan tanggal lahir: Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879
Tempat dan tanggal wafat: Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1984
Usia : 25 tahun
Nama orang tua
Ayah: Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat
Ibu: M.A Ngasirah
Nama keluarga
Suami: K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat
Anak: Raden Mas Soesalit
Masa Kecil R. A Kartini
anak keturunan bangsawan pada umumnya, Raden Ajeng kartini kecil hidup di
lingkungan yang cukup mewah dengan aturan adat jawa yang sangat ketat.
Beliau adalah anak ke-5 dari 11 orang saudara yang berasal dari ibu kandung
dan ibu tirinya. Dari saudara-saudara kandungnya tersebut, beliau adalah anak
perempuan tertua.
Raden Adjeng Kartini bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sekolah
tersebut beliau belajar Bahasa Belanda, sehingga dia bisa berbahasa Belanda
dengan baik.
Masa Remaja R.A Kartini
Setelah usianya mencapai 12 tahun, Beliau harus berhenti dari sekolah karena
pada waktu itu dia harus dipingit, yaitu sebuah aturan adat jawa yang
mengharuskan seorang wanita untuk tidak boleh keluar sebelum menikah.
Hingga akhirnya pada tanggal 12 November 1983 beliau menikah dengan
Raden Adipati Joyodiningrat.
Setelah menikah dia tidak pernah berhenti belajar dan terus menimba ilmu di
rumahnya sendiri dengan banyak membaca buku-buku dan majalah Eropa.
Ketika membaca buku dan surat kabar tersebutlah, dia menemukan suatu
perbedaan yang cukup besar antara kehidupan wanita-wanita eropa dengan
wanita-wanita di Indonesia. Wanita di Eropa memiliki kehidupan yang lebih
bebas bahkan kedudukan mereka setara dengan kedudukan laki-laki.
Berangkat dari kenyataan itu, Beliau memiliki ide untuk memperbaiki kehidupan
perempuan di Indonesia. Bersama dengan teman-temannya dia menciptakan sekolah
bagi wanita pertama di Indonesia pada tahun 1912 di Semarang. Sekolah itu
mengajarkan para wanita Indonesia membaca dan menulis, agar mereka keluar dari
kebodohan.
Selain mengajar, beliau juga aktif menulis surat kepada teman-temannya yang ada di
Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang sangat mendukung cita-cita
kartini. Dia juga beberapa kali sering menulis untuk majalah wanita Belanda De
Hollandsche Lelie.
Berkat usaha kerasnya tersebut, sekolah, banyak sekolah-sekolah wanita didirikann di
daerah-daerah lain seperti di Surabaya, Jogjakarta, Malang, Madiun, Cirebon. Selain itu
muncul pula Yayasan Kartini yang didirikan oleh keluarag Van Deventer dari tokoh
politk Etis. Yayasan tersebut membuka sekolah kartini.
Kematian R.A Kartini
Pada tanggal 13 September 1904 R.A Kartini meninggal setelah melahirkan anaknya
yang bernama R.M Soesalit. Saat itu, beliau berusia 25 tahun. Meskipun beliau telah
meninggal, semangat dan cita-cita beliau untuk memajukan kaum wanita Indonesia
terus hidup. Pemikiran-pemikirannya yang cerdas menginspirasi kaum-kaum
perempuan terus berjuang untuk mewujudkan cita-citanya.
surat dirinya dengan teman temannya di eropa dengan judul “DOOR DUISTERNIS
TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Berkat kontribusinya itu pada tanggal 2 Mei 1964, beliau diberikan gelar pahlawan
nasional karena ide-ide besarnya untuk memajukan kaum wanita di Indonesia.

You might also like