You are on page 1of 11

Volume 3, Nomor

Dinamika Lingkungan Indonesia, J anuari 2016, p 33-41 Dinamika Lingkungan Indonesia 31 1


ISSN 2356-2226

Masalah K3 Dalam Klinik,Masalah Perilaku

Ismulyati1, Rahman Karnila2, Elda Nazriati3

1
BKBPP Kabupaten Kampar Jln. Prof.M.Yamin,SH, Bangkinang,Kab.Kampar Provinsi Riau 2Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Kampus Bina widya Panam KM 12.5 Pekanbaru.
3
Fakultas Kedokteran Universitas Riau Jalan Diponegoro No. 01 Pekanbaru Riau

Abstrak: The workers in clinical laboratories were suspected to always threatened a number
of risks and potential accidents due to the interaction between the labor, equipment, materials
and labor and environmental situation in it. In addition, the lack of understanding and
awareness of companies/agencies and workers to anticipated and managed the potential risks
in the laboratory in accordance with established standards. Research has been conducted in
nine private clinical laboratories from February to December 2014 with 39 respondents of
laboratory workers. This research was a quantitative study which using observational design.
Data collection techniques in this research was using interviews, direct observation and
questionnaires which distributed to the management of clinical laboratory and clinical
laboratory workers. The quality of the clinical laboratory in Pekanbaru city of fair quality
were three of eight laboratories. The results of clinical laboratory management signified the
majority of fair quality that five of the eight laboratories in Pekanbaru city. The results of
behavioral assessment of clinical laboratory workers were not well behaved. Measurement of
behavior consists of knowledge attitude and practice of clinical laboratory workers. The
measurement results of clinical laboratory workers were moderate categorized, nice
attitudes,
but the practice was not well categorized. penggunanya seperti resiko berasal dari faktor
fisik, kimia, ergonomi dan biologi serta
Key words: Work safety, attitudes, behavior psikososial (Gunawan, 2013).

Pelayanan kesehatan terhadap masyarakat tidak Data kecelakaan kerja berdasarkan ILO
hanya diperoleh di Rumah Sakit dan (International Labour Organization), setiap
Puskesmas, tapi juga dapat diperoleh di tahun terjadi 1.1 juta kematian yang disebabkan
laboratorium klinik. oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat
Laboratorium klinik merupakan sarana hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian
penunjang untuk menentukan informasi tentang terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya
kesehatan perorangan. Sesuai dengan itu adalah kematian karena penyakit akibat
pengertian dari laboratorium klinik adalah hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi
laboratorium klinik kesehatan yang 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan
melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen baru setiap tahunnya. Menurut data Jamsostek
klinik untuk mendapatkan informasi tentang jumlah kecelakaan kerja pada tahun 2012
kesehatan perorangan terutama untuk menunjukkan terdapat 9.056 kasus kecelakaan
menunjang upaya diagnosis penyakit, kerja. Dari jumlah tersebut 2.419 kasus
menyembuhkan penyakit dan pemulihan mengakibatkan meninggal dunia. Menurut
kesehatan (Peraturan Menteri Kesehatan, 2010). Pulungsih (2005) selama tahun 2000 di RSUPN
Laboratorium klinik dengan segala Cipto Mangunsumo tercatat 9 kecelakaan kerja
kelengkapan peralatan merupakan tempat beresiko terpajan HIV di kalangan petugas
berpotensi menimbulkan resiko kepada para kesehatan yang dilaporkan. Kejadian tersebut
Dinamika Lingkungan Indonesia 34

menimpa 7 perawat, 1 dokter dan 1 petugas dalam penentuan lokasi laboratorium klinik.
laboratorium. Di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Faktor lain yang dijadikan sebagai indikator
pada tahun 2001 terjadi 1 kali kecelakaan kerja dalam standar mutu pelayanan klinik adalah
terpajan HIV pada petugas laboratorium. penentuan lokasi pendiriannya meliputi
Berdasarkan Riset Kesehatan tahun 2011 di ketentuan mengenai kesehatan lingkungan dan
Provinsi Riau tercatat distribusi proporsi kejadian tata ruang. Selanjutnya penentuan lokasi
tumpahan bahan kimia berbahaya dari 13 pendirian sangat erat hubungan dengan upaya
laboratorium klinik terjadi 2 kejadian tumpahan, pemantauan lingkungan, upaya pengelolaan
distribusi proporsi kejadian tumpahan bahan lingkungan dan analisis dampak lingkungan.
infeksius dari 13 laboratorium 1 terjadi kejadian Oleh karena itu pelayanan terhadap petugas
tumpahan dan distribusi proporsi kejadian laboratorium klinik juga merupakan bagian dari
tusukan benda tajam belum ada, sedangkan data kesehatan lingkungan.
untuk Standard Operating Procedure (SOP),
distribusi proporsi laboratorium klinik yang BAHAN DAN METODE
memiliki Standard Operating Procedure tusukan
benda tajam dan Standard Operating Procedure Penelitian telah dilaksanakan di delapan
(SOP) penanganan tumpahan bahan kimia laboratorium klinik swasta pada bulan Februari -
berbahaya dari 13 laboratorium klinik yang ada bulan Desember tahun 2014. Penelitian ini
Standard Opearting Procedure (SOP) hanya 2, merupakan penelitian kuantitatif dengan
distribusi proporsi memiliki Standard Operating menggunakan desain observasional. Teknik
Procedure (SOP) tumpahan bahan infeksius pengambilan sampel menggunakan teknik total
hanya 3 laboratorium klinik, Standar Opearting sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan
Procedure (SOP) tusukan benda tajam hanya 1 mengambil seluruh anggota populasi sebagai
laboratorium klinik dan Standard Opearting responden atau sampel yaitu seluruh laboratorium
Procedure (SOP) darurat kebakaran dan bencana dan petugas laboratorium klinik . Teknik
alam hanya 2 laboratorium klinik yang memiliki. pengumpulan data pada penelitian ini
Data ketersediaan masker dan sarung tangan dari menggunakan wawancara, pengamatan langsung
13 laboratorium klinik seluruhnya mempunyai dan pengisian kuesioner yang disebarkan kepada
ketersediaan alat tersebut. manajemen laboratorium klinik dan petugas
Dari data kunjungan tiap bulan laboratorium klinik. Instrumen penelitian yang
laboratorium sebanyak 259,8 kunjungan dan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari cek
data pemeriksaan tiap bulan laboratorium klinik list, panduan wawancara dan kuesioner. Sebelum
sebanyak 1042,5 pemeriksaan, , ini menandakan instrumen disebar pada responden yang
semakin beresikonya petugas laboratorium sebenarnya, dilakukan uji coba kuesioner kepada
terhadap ancaman keselamatan. Demikian para responden yang memiliki karakteristik sama
bekerja di laboratorium klinik diduga akan dengan karakteristik subyek penelitian yang
selalu terancam sejumlah resiko dan potensi sebenarnya untuk memperoleh validitas dan
kecelakaan akibat adanya interaksi antara tenaga reliabilitas instrumen. Uji coba instrumen
kerja, peralatan, bahan dan dan situasi dilakukan pada petugas laboratorium Puskesmas
lingkungan kerja yang ada di dalamnya. Di Bangkinang, RSUD Bangkinang dan PMI
samping itu belum adanya pemahaman dan Kabupaten
kesadaran perusahaan / instansi dan para tenaga Kampar.
kerja untuk mengantisipasi dan mengelola HASIL
potensi risiko di laboratorium sesuai dengan
standar yang ditetapkan. Jumlah seluruh responden pada penelitian ini
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan berjumlah 39 orang yang tersebar di seluruh
Republik Indonesia Nomor laboratorium klinik yang ada di Kota pekanbaru.
411/MENKES/PER/III/ 2010 bahwa Sebelum dilakukan penilaian pada masingmasing
laboratorium klinik harus memenuhi ketentuan parameter terlebih dahulu dikumpulkan data
mengenai kesehatan lingkungan dan tata ruang tentang pengukuran identitas responden yang
Dinamika Lingkungan Indonesia 35

terdiri dari pendidikan, masa kerja, usia dan jenis terhadap keselamatan kerja petugas
kelamin. laboratorium klinik di Kota Pekanbaru adalah
Berdasarkan hasil penelitian diketahui baik dengan item pernyataan tertinggi tentang
bahwa tingkat pendidikan petugas laboratorium penggunaan jas labor pada saat di ruang
klinik terdiri dari tamatan S1, D3 Analis, SMAK laboratorium klinik dan pernyataan terendah
dan SMU. Hasil pengukuran tingkat pendidikan pada penggunaan kaca mata saat pengambilan
petugas laboratorium klinik berpendidikan specimen. Sebagian besar tindakan petugas
tamatan D3 Analis sebanyak 26 orang (67%) dan laboratorium klinik berkategori tidak baik
SMAK sebanyak 13 (33%). Identitas petugas sejumlah 26 orang (67%).
berdasarkan masa kerja, pada umumnya petugas Hasil pengukuran hubungan pengetahuan
laboratorium klinik adalah petugas baru yang dengan masa kerja petugas laboratorium klinik,
bekerja selama 2-5 tahun sebanyak 18 (46%). petugas laboratorium klinik yang berpengetahuan
Petugas dengan masa kerja < 2 tahun sebanyak baik terdapat pada masa kerja 2-5 tahun (10
11 orang (28 persen) dan pekerja yang bekerja > orang), petugas laboratorium klinik yang
5 tahun sebanyak 10 orang (26 persen). Usia berpengetahuan cukup terdapat pada masa kerja
petugas laboratorium yang berklasifikasi kurang 2-5 tahun (8 orang), sedangkan petugas
25 tahun, 25-30 tahun dan lebih 30 tahun, usia berpengetahuan rendah terdapat pada petugas
petugas laboratorium yang paling dominan laboratorium yang mempunyai masa kerja < 2
kurang dari 25 tahun sejumlah 18 orang (46%). tahun.
Jenis kelamin petugas laboratorium klinik yang PEMBAHASAN
paling banyak jenis kelamin perempuan
berjumlah 32 orang (82%). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Penilaian kualitas suatu laboratorium Republik Indonesia Nomor
klinik mengacu kepada Peraturan Menteri 411/Menkes/PER/III/2010 tentang laboratorium
Nomor 411 Tahun 2010. Parameter yang diukur klinik menyatakan bahwa pada pasal 14 tentang
dalam penilaian kualitas laboratorium klinik ketenagakerjaan, laboratorium klinik harus
terdiri dari bangunan dan prasarana, peralatan, memenuhi ketentuan ketenagakerjaan yaitu untuk
dan kemampuan pemeriksaan. Kriteria penilaian laboratorium klinik pratama harus memiliki
terhadap ketiga parameter baik dan tidak baik. tenaga teknis sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
Berdasarkan hasil penelitian ketiga parameter analis kesehatan. Setiap laboratorium klinik juga
(bangunan dan prasarana, peralatan dan sudah memiliki seorang atau sekelompok orang
kemampuan pemeriksaan), dari delapan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
laboratorium klinik yang ada di Kota Pekanbaru kegiatan yang berkaitan dengan pemantapan
hanya tiga laboratorium klinik (37,5%) yang mutu dan keamanan kerja.
berkualitas baik dan lima laboratorium klinik Menurut Jantriana (2008) menyebutkan
(62,5%) berkualitas tidak baik. bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat
Berdasarkan hasil penelitian diketahui penting dalam bekerja. Hal ini disebabkan karena
bahwa ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD), pendidikan dapat mencerminkan kecerdasan dan
ketersediaan Standard Operating Prosedure keterampilan tertentu, sehingga kesuksesan
(SOP), pemeriksaan berkala/skrining, pelatihan seseorang sangat dipengaruhi oleh penampilan
dan tersedianya alat promosi kesehatan) kerja. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka
sebagian besar berkategori baik lima semakin cenderung sukses dalam bekerja. Pada
laboratorium (62,5%) dan sebagian kecil dasarnya kegiatan laboratorium klinik harus
berkategori tidak baik, tiga laboratorium klinik dilakukan oleh petugas yang memiliki kualifikasi
(37,5%). Pengetahuan petugas laboratorium pendidikan dan pengalaman yang memadai, serta
klinik kota pekanbaru yang memiliki memperoleh atau memiliki kewenangan untuk
pengetahuan baik 44 persen dan pengetahuan melaksanakan kegiatan di bidang yang menjadi
kurang 8 persen. Sikap pada petugas tugas atau tanggung jawabnya. Jika dilihat dari
laboratorium klinik yang memiliki sikap baik 37 tingkat pendidikan petugas laboratorium klinik di
(95%) dan sikap tidak baik 2 (5%). Sikap
Dinamika Lingkungan Indonesia 36

kota Pekanbaru sebagaian besar berpendidikan khususnya saat karyawan mempunyai anakanak
diploma tiga (D3) Analis dan Analis. usia pra sekolah, Ibu-ibu yang bekerja
Hasil penelitian menunjukkan masa kerja berkemungkinan lebih besar menyelesaikan
sebagian besar petugas laboratorium klinik pekerjaan kantor di rumah agar bisa memenuhi
berkisar 2-5 tahun sejumlah 18 orang (46%), tanggung jawab terhadap keluarga.
berarti bahwa sebagian besar petugas Kualitas laboratorium klinik yang ada di
laboratorium belum memiliki pengetahuan dan Kota Pekanbaru sebanyak delapan laboratorium
pengalaman yang banyak tentang kecelakaan klinik sebagian kecil berkualitas baik sejumlah
kerja. Semakin lama karyawan bekerja pada 3 labor (37,5%). Ini tidak sesuai dengan
suatu tempat yang sama maka semakin Peraturan Menteri Kesehatan nomor 411 tahun
meningkat juga pengetahuan dan pengalaman 2010. Penilaian kualitas suatu laboratorium
kerjanya yang dapat menjadi bekal dalam klinik mengacu kepada Peraturan Menteri
melaksanakan kegiatan kerja dengan aman. Hal Kesehatan No.411 Tahun 2010. Parameter yang
ini didukung oleh pernyaan Suma’mur (1989), diukur dalam penilaian kualitas laboratorium
meningginya pengalaman dan ketrampilan akan klinik tersebut adalah bangunan dan prasarana,
disertai dengan penurunan angka kecelakaan peralatan, dan kemampuan pemeriksaan.
akibat kerja. Kewaspadaan terhadap kecelakaan Kriteria penilaian terhadap parameter di atas
akibat kerja bertambah baik sejalan dengan baik dan tidak baik. Kriteria penilaian
pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat dikatakan baik jika memenuhi standar minimal
yang bersangkutan. bangunan (Permenkes No.411 tahun 2010),
Berdasarkan usia terhadap 39 petugas, sedangkan dikatakan tidak baik jika tidak
petugas laboratorium klinik sebagian besar memenuhi ketentuan standar minimal bangunan
berusia berkisar kurang dari 25 tahun (46%) tersebut pada Peraturan Menteri Kesehatan
dimana pada usia tersebut sudah memasuki usia Nomor 411 Tahun 2010. Berdasarkan hasil
bekerja dan diharapkan bisa menganalisa dan wawancara dengan petugas laboratorium, hal ini
menerapkan prinsip-prinsip keselamatan kerja. disebabkan karena keterbatasan ruangan,
Pada usia kurang dari 25 tahun sudah memasuki keterbatasan anggaran yang disebabkan jumlah
usia dewasa merupakan usia yang produktif, dan kunjungan ke laboratorium klinik sedikit dan
sesuai dengan tugas perkembangan dewasa kurangnya kepedulian dari pihak manajemen.
salah satunya adalah meniti karir dalam rangka Bangunan laboratorium merupakan segala
memantapkan kehidupan ekonomi mereka dan sesuatu yang berkaitan dengan fisik bangunan itu
mencapai puncak prestasi, dengan semangat sendiri dan prasarana bangunan yang harus
yang menyala-nyala, bekerja keras dan bersaing dimiliki oleh laboratorium klinik. Persyaratan
dengan teman sebaya atau yang lebih tua bangunan dan prasarana laboratorium klinik,
(Havighurst, 1995 dalam Papalia, 2008). Hasil meliputi : pertama bangunan gedung harus
penelitian didapatkan lebih banyak responden permanen, berdasarkan hasil pengamatan di
sudah memasuki usia dewasa karena usia lapangan seluruh laboratorium klinik mempunyai
dewasa merupakan usia yang produktif dan kuat gedung permanen (100%), tidak ditemukan semi
untuk bekerja. Dari hasil penelitian diatas dapat permanen ataupun non permanen. Hasil Riset
menunjukkan bahwa sebagian besar (46%) Fasilitas Kesehatan, 2011 secara nasional bahwa
petugas laboratorium berada pada usia produktif laboratorium klinik yang memiliki gedung
dan telah bekerja sesuai dengan tugas permanen rata-rata hanya 57,9% kecuali Jawa
perkembangan usia dewasa. Jenis kelamin Tengah, DI.Yogyakarta, Jawa Timur dan NTT
sebagian besar petugas laboratorium di Kota telah mencapai rata-rata 80%. Kedua, ventilasi
Pekanbaru berkelamin perempuan 32 (82%). Ini berukuran 1/3 luas lantai.
berarti perempuan lebih berpotensi terjadinya Setiap bangunan harus memiliki sistem
kecelakaan kerja. Hasil ini bertentangan dengan pertukaran udara yang baik, karena penghuni
penelitian lain menurut Robin (2003) dalam memerlukan udara yang segar. Setiap
Hidayat (2007) satu isu yang nampaknya ruang/kamar memerlukan ventilasi yang cukup
membedakan dalam hal jenis kelamin, untuk menjamin kesegaran penghuninya.
Dinamika Lingkungan Indonesia 37

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, denah sesuai dengan Permenkes nomor 411
laboratorium klinik hampir seluruh menggunakan tahun 2010. Pada penelitian Rifaskes 2011
ventilasi buatan (87,5%) yang bertujuan untuk bahwa tata ruang sebagian besar diatas 60,5%
mengatur pergerakan udara. Idealnya udara yang telah memiliki denah dengan fungsi
dalam suatu ruangan (indoor air) dapat diatur masing-masing. Ketujuh tempat
baik suhu maupun kelembabannya. Beberapa penampungan/pengolahan limbah cair dan padat
fasilitas berikut yang digunakan untuk mengatur harus ada sesuai dengan standar yang berlaku.
udara dalam ruangan seperti: kipas angin, Berdasarkan hasil penelitian bahwa penanganan
exhauster dan air conditioning (AC). Ketiga, limbah laboratorium klinik dilakukan
penerangan (lampu) harus 5 Watt/meter. Secara berdasarkan bentuk limbah. Limbah yang
implisit pencahayaan dalam ruangan perlu dihasilkan oleh laboratorium klinik digolongkan
mendapatkan perhatian khusus karena menjadi limbah cair, padat dan gas.
berpengaruh dalam aspek kenyaman, keamanan Penanganan limbah dilakukan dengan
dan keselamatan, produktivitas serta estetika. pemisahan. Limbah cair ditampung dengan
Pencahayaan seluruh laboratorium (100%) jeregen kemudian dimusnahkan ke tempat
sudah memenuhi standar Permenkes nomor 411 pembuangan. Limbah cair laboratorium klinik
tahun 2010. Letak lampupun tidak hampir seluruh laboratorium (87,5%)
menyilaukan mata. Keempat, air mengalir memusnahkan dengan bekerjasama dengan
bersih sebanyak 50 liter/perkerja/hari. Air instansi lain. Hal ini tidak sejalan dengan
sangat diperlukan oleh seluruh makhluk hidup. penelitian oleh Rifaskes, 2011 tempat
Tersedianya air bersih pada setiap laboratorium penampungan limbah cair sementara dan tempat
klinik sangat dibutuhkan sekali. Berdasarkan penampungan limbah cair telah ada di
hasil penelitian bahwa 100% laboratorium telah masingmasing laboratorium klinik.
menggunakan PDAM dan sumur dalam Limbah padat ditampung dengan dua
menggunakan sumber air bersihnya. Hal ini tempat sampah tanpa ada tulisan dan kantong
sejalan dengan penelitian Riset Fasilitas plastik berwarna yang menerangkan limbah
Kesehatan menyatakan bahwa 50% telah medis atau non medis. Ini akan membuat petugas
menggunakan PDAM dan 50% menggunakan membuang sampah tidak sesuai dengan jenis
air sumur sebagai sumber air bersihnya. sampahnya dan dapat mengancam keselamatan
Ketersediaan air bersih sudah mencukupi dan petugas laboratorium klinik. Hasil penelitian lain
sesuai dengan standar. Kelima, daya Listrik (Rifaskes, 2011) bahwa tempat penampungan
sesuai dengan kebutuhan dari laboratorium limbah padat infeksius dan non infeksius pada
klinik. Berdasarkan hasil penelitian seluruh umumnya telah dimiliki oleh laboratorium klinik
laboratorium klinik (100%) mempunyai daya (87,5%). Karakteristik sampah medis memiliki
listrik yang cukup bersumber dari PLN. sifat infeksius atau toksik, jika tidak dikelola
dengan tepat, akan menyebabkan pencemaran.
Menyiapkan generator sebagai sumber daya
Berdasarkan potensi bahaya yang terkandung
listrik cadangan jika PLN terjadi gangguan atau
didalamnya sampah medis harus dikelola secara
mati lampu, hal ini sejalan dengan penelitian
baik mulai dari tahap penampungan,
yang dilakukan Rifaskes tahun 2011 bahwa
pengangkutan, sampai tahap
sumber daya listrik hampir seluruh pembuangan/pemusnahan. Kesalahan atau
menggunakan PLN namun yang memiliki kekeliruan akan dapat menimbulkan gangguan
generator sebagai sumber listrik cadangan lebih baik petugas, pasien ataupun pengunjung.
dari 63%. Keenam, tata ruang dimana tata Sampah sarana kesehatan tidak semua tergolong
ruang laboratorium klinik terdiri dari ruang berbahaya, hanya sekitar 20% saja yang
tunggu, ruang ganti, ruang pengambilan tergolong B3, sedangkan sekitar 80% limbah non
spesimen, ruang administrasi, ruang B3. Potensi limbah B3 akan menjadi besar bila
pemeriksaan, ruang sterilisasi, ruang pengelolaan limbah tidak benar, dimana ada
makan/minum, WC untuk pasien dan WC untuk kemungkinan tercampur dengan limbah-limbah
pasien. Berdasarkan hasil penelitian bahwa lain. Penanganan sampah medis memerlukan
seluruh laboratorium(100%) telah memiliki perhatian khusus terutama jenis-jenis sampah
Dinamika Lingkungan Indonesia 38

yang dihasilkan. Kesalahan dalam proses pemeriksaan mikrobiologi masih ada


penanganan sampah dapat membahayakan, laboratorium yang belum melakukannya (50%),
misalnya jarum suntik bekas penanganan disebabkan rendahnya kunjungan ke
penyakit menular dibuang di kantong berwarna laboratorium klinik dan permintaan
hitam jika ditemukan oleh pemulung bisa pemeriksaan. Pelaksanaan pemeriksaan
dianggap sebagai bahan daur ulang, hal ini dapat mikrobiologi laboratorium klinik tersebut
menimbulkan bahaya infeksi. merujuk ke tempat laboratorium yang lengkap,
Sikap dan kesadaran petugas sesuai dengan Permenkes No.
laboratorium klinik juga dapat mempengaruhi 411/Menkes/Per/III/2010 pasal 29 tentang
dalam proses pemisahan sampah medis dan non sistem rujukan. Permenkes tersebut menyatakan
medis, yang bisa disebabkan karena kurang bahwa laboratorium klinik yang tidak dapat
sadarnya petugas laboratorium klinik akan melaksanakan pemeriksaan di atas kemampuan
bahaya yang disebabkan apabila sampah medis minimal pelayanan laboratorium yang telah
dan non medis tidak dipisahkan karena prinsip ditentukan, harus merujuk ke laboratorium
utama yang perlu diperhatikan dari penanganan klinik yang lebih mampu.
sampah medis adalah timbulnya resiko
Kualitas Laboratorium sangat menentukan
pemaparan bakteri patogen yang kemungkinan
ketepatan hasil pemeriksaan. Kondisi
ada dalam setiap jenis sampah. Ketersediaan
ini mengharuskan petugas dan alat pemeriksaan
penampungan limbah juga menjadi perhatian bagi
sangat diutamakan dalam hasil spesimen yang
pihak manajemen untuk menyediakannya.
diberikan oleh konsumen. Ketidaklengkapan
Berdasarkan pengamatan dilapangan belum
peralatan menjadi penyebab rendahnya
seluruh manajemen laboratorium menyiapkannya,
kunjungan ke laboratorium yang nantinya akan
hanya tujuh laboratorium atau 87,5% yang telah
berpengaruh ke omset dari pihak manajemen.
menyediakannya.
Berdasarkan ketiga parameter di atas peneliti
Peralatan pemeriksaan pada laboratorium
mengkategorikan laboratorium klinik di Kota
klinik yang mempunyai kelengkapan peralatan
Pekanbaru dengan kualitas baik sejumlah tiga
seluruh laboratorium (100%) telah
(37,5%) laboratorium klinik karena telah
melengkapinya. Peralatan pemeriksaan
mengacu kepada standar laboratorium klinik
laboratorium klinik terdiri dari peralatan yaitu Permenkes nomor 411 tahun 2010, dan lima
sederhana dan automatik. Pembagian kelas laboratorium klinik (62,5%) yang belum sesuai
laboratorium berdasarkan adanya peralatan dengan standar pelayanan minimal laboratorium
sederhana dan peralatan automatik sudah tidak klinik.
sesuai dengan hasil pengukuran. Peningkatan Hasil pengukuran implementasi manajemen
jumlah spesimen yang diperiksa setiap hari kerja laboratorium klinik bahwa sebagian besar 62,5%
menentukan ada atau tidaknya peralatan telah sesuai dengan standar. Salah satu ciri
automatik yang dimiliki oleh laboratorium laboratorium klinik yang baik memiliki
klinik Rifaskes 2011). Peralatan kesehatan dan manajemen laboratorium yang baik. Penerapan
keamanan laboratorium klinik dari hasil laboratorium klinik mengacu pada Peraturan
penelitian hanya lima laboratorium (62,5%) Menteri Nomor 43 tahun 2013 yaitu tentang
yang mempunyai kelengkapannya. Hal ini penyelenggaraan laboratorium klinik.
disebabkan tidak tersedianya sepatu oleh Berdasarkan hasil pengamatan ketersediaan Alat
manajemen karena kepedulian manajemen Pelindung Diri yang terdiri dari sarung tangan,
terhadap keselamatan kerja kurang. Menurut masker, jas laboratorium kancing belakang dan
Rifaskes 2011, hasil secara nasional elastis pada pergelangan tangan, sepatu hasil
menunjukan bahwa laboratorium klinik telah menunjukan sebagian besar (87,5%)
memiliki 77,2% kelengkapan peralatan laboratorium klinik yang menjadi objek
kesehatan dan keamanan laboratorium. penelitian sudah memiliki. Parameter
Parameter kemampuan pemeriksaan pemeriksaan kesehatan berkala/skrining meliputi
laboratorium klinik dari delapan laboratorium pemeriksaan kesehatan rutin minimal 1 tahun dan
yang ada di kota Pekanbaru hanya 50% yang pemeriksaan foto thorak setiap 3 tahun, sebagian
sesuai dengan Permenkes Tahun 2010. Pada
Dinamika Lingkungan Indonesia 39

besar (87,5%) laboratorium klinik sudah dapat Procedure (SOP) juga merupakan sarana untuk
dikategorikan baik, hanya laboratorium B yang mencegah keselamatan petugas laboratorium.
pemeriksaan foto thorak setiap 3 tahun tidak Praktik keamanan dan keselamatan yang baik
sesuai dengan standar (12,5%) hal ini disebabkan termasuk meminta semua pegawai senantiasa
laboratorium klinik baru berdiri (lebih kurang mematuhi kebijakan dan prosedur sesuai dengan
tiga tahun). Sesuai dengan Permenkes Nomor 43 Standard Opearting Procedure (SOP) yang
Tahun 2013 yaitu pemeriksaan foto toraks setiap telah disediakan. Namun, mengubah perilaku
tahun bagi petugas yang bekerja dengan bahan dan memupuk budaya praktik terbaik sering kali
yang diduga mengandung bakteri tuberkulosis, menantang. Rintangan sosial dan budaya
sedangkan bagi petugas lainnya, foto toraks setempat bisa mencegah manajer laboratorium,
dilakukan setiap 3 tahun. Berdasarkan parameter pegawai laboratorium, dan lainnya untuk
pelatihan untuk tenaga laboratorium klinik yang mengikuti praktik keselamatan dan keamanan
meliputi pelatihan formal, informal dan terbaik. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
bimbingan teknis, sebagian besar (87,5%) yang dilakukan Lusiana et.al 2013, bahwa
laboratorium klinik sudah sesuai standar, tetapi tersedianya Standard Operating Procedure
untuk laboratorium B belum sesuai standard (SOP) di puskesmas berkategori cukup (54,0).
karena petugas masih baru bekerja di klinik B. Pemeriksaan berkala/skrining didapatkan hasil
Parameter tersediannya alat promosi kesehatan sebagian besar berkategori baik (87,5%).
mencakup tulisan maupun Pemeriksaan berkala atau skrining merupakan
tanda-tanda/simbolsimbol sebagian besar salah satu cara pihak manajemen untuk
(87,5%) laboratorium klinik sudah menjamin kesehatan petugas laboratorium.
menyediakannya dan dapat dikategorikan baik, Namun masih ada laboratorium yang belum
hanya laboratorium C yang belum menyediakan melakukannya, ini disebabkan karena pendirian
alat promosi kesehtan seperti tanda-tanda/simbol- laboratorium klinik belum sampai tiga tahun.
simbol yang belum sesuai standar disebabkan Pemeriksaan berkala atau skrining dilakukan
karena ketersediaan anggaran oleh pihak setiap tahun bagi petugas yang bekerja dengan
manajemen. bahan yang diduga mengandung bakteri
Ketersediaan Alat Pelindung Diri oleh tuberkulosis, sedangkan petugas lainnya
pihak manajemen sebesar 89%. Alat Pelindung dilakukan peemriksaan berkala setiap tiga tahun.
Diri sangat diperlukan oleh petugas Hal ini tidak sejalan dengan Lusiana et.al 2013
laboratorium klinik. Ketersediaan APD bahwa pemeriksaan kesehatan berkala/skrining
bertujuan untuk mencegah penularan penyakit, mendapatka hasil paling banyak 56 %
pemajanan bahan berbahaya dan terjadinya berkategori kurang.
cedera pada petugas, pasien dan masyarakat. Pelatihan dan promosi kesehatan yang
Alat pelindung diri seperti sarung tangan, dilakukan oleh manajemen 87,5% berkategori
masker, jas laboratorium kancing belakang baik. Laboratorium klinik merupakan unit yang
dengan lengan panjang dan elastis pada mempunyai fungsi diantaranya memberikan
pergelangan tangan serta penyediaan sepatu pelayanan. Dengan demikian diperlukan suatu
oleh pihak manajemen untuk melindungi keahlian khusus untuk memberikan pelayanan
petugasnya. Kurangnya informasi tentang prima kepada pasien. Salah satu cara diberikan
keselamatan kerja menjadi alasan manajemen pelatihan baik bersifat formal maupun informal.
untuk tidak menyediakanya. Ketersediaan Alat Pelatihan petugas laboratorium klinik antara lain
Pelindung Diri oleh pihak manajemen sudah hematologi, kimia klinik, imunologi,
sangat baik, (87,5%). Hal ini sejalan dengan mikrobiologi klinik, urinalisis dan analisis cairan
penelitian yang dilakukan Rifaskes 2011 bahwa tubuh lainnya. Tenaga analis kesehatan sangat
berperan dalam menjalankan segala kegiatan
ketersediaan APD (sarung tangan dan masker)
yang ada di lingkungan laboratorium klinik.
sejumlah 90%.
Promosi kesehatan merupakan proses
Ketersediaan Standard Operating
pemberdayaan seseorang untuk meningkatkan
Procedure (SOP) seluruh laboratorium
kontrol dan kesehatannya. WHO dalam
berkategori Baik (100%). Standard Operating
Dinamika Lingkungan Indonesia 40

Notoadmojo 2003 menekankan bahwa promosi baik (95%), namun petugas laboratorium klinik
kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan belum menerapkan prinsip-prinsip keselamatan
memungkinkan individu meningkatkan kontrol kerja (67%) seperti penggunaan Alat Pelindung
terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatan Diri (APD) antara lain sarung tangan, masker, jas
berbasis filosofis yang jelas mengenai laboratorium dan sepatu. Hal ini sesuai dengan
pemberdayaan diri sendiri. teori yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2007),
Berdasarkan hasil pengukuran pengukuran yang menyatakan bahwa suatu sikap belum
pengetahuan petugas laboratorium berkategori otomatis terwujud dalam bentuk praktik (overt
cukup sebanyak 48%. Hasil pengukuran ini behavior). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi
menurut peneliti dimungkinkan dari mayoritas suatu perbuatan yang nyata (praktik) diperlukan
responden yang memiliki pendidikan analis faktor pendukung atau kondisi yang
(SMAK dan D3 Analis) dan seluruh jumlah memungkinkan. Hasil penelitian ini sesuai
laboratorium klinik yang ada di Kota Pekanbaru. dengan penelitian yang dilakukan oleh Lastria,
Petugas laboratorium klinik telah mendapatkan Zulfitri, Misrawati (2012) dalam pemakaian Alat
pelatihan formal dan informal tentang Pelindung Diri menunjukkan hasil sebanyak 45
laboratorium. Pengetahuan yang baik pada orang (57,0%) memiliki tindakan yang negatif
responden ini di dapat dari petugas mengikuti dalam Pemakaian Alat Pelindung Diri.
pelatihan, bimbingan teknis dan sebagainya. Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidika
Pelatihan yang telah diikuti oleh petugas formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya
laboratorium klinik akan meningkatkan dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa
pengetahuan karyawan terhadap pekerjaannya dengan pendidikan yang tinggi maka orang
dan pengetahuan yang dimiliki karyawan tersebut tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.
juga mempengaruhi produktivitas kerja Kesadaran petugas laboratorium dengan
karyawan, semakin tinggi tingkat pendidikan yang cukup, belum menerapkan
pengetahuannya semakin produktif karyawan prinsip keselamatan kerja tetapi perlu ditekankan
tersebut. Gibson (1982) mengatakan salah satu bahwa, bukan berarti seseorang yang
upaya meningkatkan produktivitas adalah berpendidikan kurang mutlak berpengetahuan
memberikan pendidikan tambahan dan latihan kurang. Hal ini mengingat bahwa peningkatan
yang berkesinambungan terhadap karyawan, pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari
karena semakin banyak jumlah karyawan yang pendidikan formal saja, akan tetapi dapat
telah mendapat pendidikan dan latihan maka diperoleh melalui pendidikan non formal.
produktivitas organisasi akan semakin baik. Faktor yang dapat membentuk sikap
Hasil pengukuran sikap diperoleh bahwa diantaranya adalah pengalaman pribadi,
sebagian besar sikap atau pernyataan sikap kebudayaan, orang lain yang dianggap penting,
terhadap penerapan keselamatan kerja berada media massa, lembaga pendidikan, serta faktor
pada kategori baik yaitu sebanyak 37 responden emosi dari individu. Pengalaman pribadi, akan
(95%). Brigham (1991) seperti yang dikutip lebih mudah membentuk sikap apabila di
Wachidanijah (2002) memberikan gambaran melibatkan emosi, karena penghayatannya akan
bahwa terbentuknya sikap melalui adanya proses lebih mendalam, lama dan berbekas. Adanya
belajar mengajar dengan cara mengamati orang informasi dari media masa yang bersifat sugestif,
lain. Melalui pengamatan, hubungan yang sehingga mampu memberi landasan kognitif baru
terkondisi, pengalaman langsung dan mengamati terbentuknya arah sikap tertentu. Lembaga
perilaku diri sendiri. Sikap yang terbentuk pendidikan mempunyai pengaruh terhadap
dengan mengamati orang lain dapat pembentukan sikap dikarenakan lembaga tersebut
menimbulkan sikap yang positif apabila meletakkan dasar pengertian dan konsep moral
menyenangkan atau dapat sebaliknya. dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan
Berdasarkan hasil pengamatan ke buruk, garis pemisah antara boleh dan tidak
masingmasing laboratorium, sebagian besar boleh, diperoleh dari pendidikan.
(67%) yang pendidikan Diploma 3 dengan Hasil pengukuran hubungan pengetahuan
pengetahuan berkategori cukup dan sikap yang dengan masa kerja petugas laboratorium klinik,
Dinamika Lingkungan Indonesia 41

petugas laboratorium klinik yang berpengetahuan


baik terdapat pada masa kerja 2-5 tahun (10 UCAPAN TERIMA KASIH
orang), petugas laboratorium klinik yang
berpengetahuan cukup terdapat pada masa kerja
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
2-5 tahun (8 orang), sedangkan petugas
semua pihak yang telah membantu
berpengetahuan rendah terdapat pada petugas
terlaksananya penelitian ini di lapangan.
laboratorium yang mempunyai masa kerja < 2
tahun (2 orang). Hal ini menunjukan bahwa
DAFTAR PUSTAKA
petugas laboratorium klinik dalam penerapan
keselamatan kerja terdapat pada masa kerja yang
baru yaitu masa kerja 2-5 tahun. Departemen Kesehatan RI., 2010, Peraturan
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Menteri Kesehatan Nomor : 411 Tentang
penelitian yang dilakukan oleh Bina, Daru, Dewi, Laboratorium Klinik, Jakarta.
2006 yang menyatakan bahwa masa kerja Departemen Kesehatan RI., 2011, Pedoman
seseorang turut mempengaruhi tingkat kepuasan Pengisian Kuesioner, Badan Penelitian
dalam bekerja, dimana semakin tinggi masa kerja dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.
seseorang maka semakin tinggi pula kepuasan Departemen Kesehatan.RI., 2013, Peraturan
kerja yang ia capai. Menurut As’ad (Handoko, Menteri Kesehatan Nomor 43 tentang
1987), bahwa kejiwaan yang tercermin dalam Penyelenggaraan Laboratorium
tindakan manusia dipengaruhi oleh beberapa Klinik,Jakarta.
faktor antara lain pengalaman. Lamanya waktu
bekerja di bidang tertentu saat ini memiliki Departemen Kesehatan. RI., 2008, Kesehatan
korelasi positif dengan peningkatan pengalaman, dan Keselamatan kerja Laboratorium
pemahaman, dan kinerja yang bersangkutan. Kesehatan, jakarta.
(Istiarti, 2002) Hal ini berarti semakin lama Gibson., C. H. 1982, How Industry Perceived
seseorang bekerja maka akan semakin banyak Finasicial Rasio, Management
pengalaman dan pemahamannya terhadap Accounting (April) : 13-19.
prosedur yang ada di setiap tahap pekerjaan yang Gunawan., 2013, Safety Leadership
dilakukan. Pengetahuan atau kognitif merupakan Kepemimpinan Keselamatan Kerja,
domain yang sangat penting untuk terbentuknya Dian Rakyat, Jakarta.
tindakan seseorang. Tindakan yang didasari oleh Jantriana, R., 2008, Hubungan Karakteristik
pengetahuan dan kesadaran yang utuh akan Karyawan Dengan Kecelakaan Kerja Di
bersifat langgeng, sebaliknya tindakan yang tidak Pabrik Pengolahan Kelapa
didasari pengetahuan dan kesadaran tidak akan Sawit (PPKS) PTPN VII Unit Usaha Talo
bertahan lama (Notoatmodjo, 2003). – Pino (TAPI) Propinsi Bengkulu, Skripsi,
Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan,
SIMPULAN
Yogyakarta.
Lastria, N., Zulfitri, R., & Misrawati, 2012,
Kualitas laboratorium klinik yang ada di Kota
Gambaran perilaku penyapu jalan
Pekanbaru sebagian kecil yang berkualitas baik
dalam pemakaian alat perlindungan
yaitu tiga dari delapan laboratorium yang ada di
diri. Tidak Dipublikasikan: Skripsi
Kota Pekanbaru. Hasil Implementasi
PSIK UR.
manajemen laboratorium klinik menunjukan
Lusianawaty et.al; 2013, Penerapan kesehatan
sebagain besar berkualitas baik yaitu lima dari dan keselamatan kerja di puskesmas di
delapan laboratorium yang ada di Kota tiga provinsi di Indonesia, Buletin
Pekanbaru. Hasil penilaian perilaku petugas Penelitian Kesehatan, Vol 41 No.3. 2013:
laboratorium klinik berperilaku tidak baik, yaitu 142-151, Badan Peneltian
pengetahuan petugas laboratorium klinik Pengembangan Kesehatan, Jakarta
berkategori cukup, bersikap baik, namun
dalam tindakan berkategori tidak baik.
Dinamika Lingkungan Indonesia 42

Notoadmojo, S., 2003, Pendidikan dan Perilaku


Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2007. Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta
Papalia, D, E., Old, S, W., Feldman, R, D, 2008,
Psikologi perkembangan edisi 9.
Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Pulungsih,S.P., Murniati,D., Soeroso,S., 2005,
Kewaspadaan Universal di Rumah Sakit
dengan perhatian khusus pada kecelakaan
kerja petugas kesehatan, Medicine Jurnal
Kedokteran, Volume 4 No.2
Suma’mur, 1989,. Ergonomi untuk Produktivitas
Kerja, CV Haji Masagung,
Jakarta
Dinamika Lingkungan Indonesia 42

You might also like