You are on page 1of 13

HALAMAN K E L A Y A K A N PUBLIKASI

Artikel Jurnal Tugas Akhir

OPTIMASI METODE EKSTRAKSI Panax ginseng DENGAN ETANOL 80%


TERHADAP KADAR SAPONIN DAN FENOL TOTAL SERTA AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN

ANASTASYA ZEINAROSA
110118369

Yang Mengesahkan,

Dosen Pembimbing I Dosen


Pembimbing II

Dr. Finna Setiawan, S.Farm., M.Si. Kartini, S.Si., M.Si., Apt., Ph.D.
Farmasi

OPTIMASI METODE EKSTRAKSI Panax ginseng


DENGAN ETANOL 80% TERHADAP KADAR
SAPONIN DAN FENOL TOTAL SERTA AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN
Anastasya Zeinarosa*, Dr. Finna Setiawan, S.Farm., M.Si., Kartini, S.Si., M.Si., Apt., Ph.D
Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, Raya Kalirungkut, Surabaya 60293

*
Corresponding author: Anastasya.zeinars@gmail.com

Abstract — Panax ginseng is a herbal medicine that is often used and proven to be efficacious as an antioxidant. In other
studies, many antioxidant assays were conducted on cultivated Panax ginseng plants. Therefore, in this study, tests were carried
out on Panax ginseng extract from tissue culture in the Hambang-Bio laboratory, University of Surabaya, which will then select the
most optimal extraction methodin ethanol 80%. The extraction methods used in this study were kinetic maceration, UAE, and
percolation with ethanol 80%. These three methods will be compared with the one-way ANOVA analysis method for calculating the
yield value, total phenol content, total saponin content, and antioxidant activity using the DPPH and ABTS methods. Vitamin C was
used as a comparison standard to show antioxidant activity. The results of the test of yield extract, total phenol content, total
saponin content, and antioxidant activity using DPPH and ABTS methods at a concentration of 1000 ppm by kinetic maceration,
respectively 20,38±0,45; 0,38%GAE; 1,05%; 14,67%; 45,53%, UAE 11,83±1,60; 0,46%GAE; 2,13%; 16,48%, 34,52%, and percolation
27,23±0,88; 0,49%GAE; 1,07%; 18,54%; 75,61%. From this research can be concluded that percolation is significantly more optimal
than kinetic maceration and UAE.

Keywords: Panax ginseng, antioxidant activity

Abstrak— Panax ginseng merupakan obat herbal yang sering digunakan dan terbukti berkhasiat sebagai antioksidan. Pada
penelitian lain telah dilakukan berbagai pengujian aktivitas antioksidan kepada tanaman Panax ginseng terkultivasi. Oleh karena
itu, pada penelitian ini dilakukan pengujian pada ekstrak Panax ginseng hasil kultur jaringan laboratorium Hambang-Bio
Universitas Surabaya yang selanjutnya akan dipilih metode ekstraksi yang paling optimal pada pelarut etanol 80%. Metode
ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi kinetik, UAE, dan perkolasi dengan pelarut etanol 80%. Ketiga
metode ini akan dibandingkan dengan metode analisa anova satu arah, kruskall wallis, dan mann whitney u terhadap perhitungan
nilai rendemen, kadar fenol total, kadar saponin total, dan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dan ABTS. Vitamin C
digunakan sebagai standar pembanding untuk menunjukkan aktivitas antioksidan. Hasil pengujian rendemen ekstrak, kadar fenol
total, kadar saponin total, serta aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dan ABTS pada konsentrasi 1000 ppm oleh maserasi
kinetik berturut-turut 20,38±0,45; 0,38%GAE; 1,05%; 14,67%; 45,53%, UAE 11,83±1,60; 0,46%GAE; 2,13%; 16,48%, 34,52%, dan
perkolasi 27,23±0,88; 0,49%GAE; 1,07%; 18,54%; 75,61%. Hal ini menunjukkan bahwa metode ekstraksi perkolasi secara signifikan
lebih optimal dibandingkan dengan maserasi kinetik dan UAE.

Kata kunci: Panax ginseng, aktivitas antioksidan

1. Pendahuluan

Penyakit degeneratif adalah penyakit tidak menular yang berlangsung kronis dan
timbul seiring dengan menurunnya kondisi tubuh saat proses penuaan seperti penyakit
jantung, stroke, tumor, hipertensi, obesitas, dan diabetes. Pola hidup yang tidak sehat seperti
merokok, minum minuman beralkohol, obesitas, aktivitas fisik yang kurang, stres, dan polusi
menjadi faktor utama pemicu penyakit degeneratif. Menurut data WHO, hingga 2012 penyakit
degeneratif merupakan penyebab kematian terbesar di dunia. Hampir 17 juta orang meninggal
lebih awal setiap tahunnya dikarenakan penyakit degeneratif (Werdhasari, 2014). Diketahui
bahwa ketidakmampuan sistem antioksidan tubuh dapat menyebabkan berbagai macam
penyakit degeneratif. Senyawa radikal bebas akan mengambil partikel dari molekul lain agar
menjadi molekul yang stabil. Hal ini akan memulai reaksi berantai dan merusak sel-sel penting
pada tubuh (Handajani, Roosihermiatie and Maryani, 2012).
Obat herbal yang sering digunakan tidak hanya di pengobatan China, tetapi juga
seluruh dunia adalah ginseng (Panax ginseng). Ginseng (Panax ginseng) mengandung
ginsenosides sebagai senyawa utama yang juga dikenal sebagai saponin atau triterpenoid
(Chen, Balan and Popovich, 2019). Ginsenosides telah terbukti memiliki berbagai aktivitas
biologis, termasuk peningkatan biosintesis kolesterol (Hou et al., 2012), antikanker,
antidiabetes, antiinflamasi, hepatoprotection, antipenuaan, dan antioksidatif (Zhang et al.,
2020). Selain ginsenoside, ginseng (Panax ginseng) juga memiliki senyawa fenol. Senyawa fenol
dapat berfungsi sebagai agen antioksidan dengan menghambat radikal bebas melalui transfer
hidrogen atom dari gugus hidroksilnya (Francenia Santos-Sánchez et al., 2019). Namun,
tanaman ginseng (Panax ginseng) tumbuh di negara beriklim subtropis khususnya Cina, Jepang,
dan Korea (Zhang et al., 2020) serta budidaya tanah untuk tanaman ini memakan waktu 4
hingga 6 tahun. Selain itu, ginseng sangat rentan terhadap tekanan lingkungan sehingga
akarnya akan membusuk di tahun keenam. Oleh karena itu, tingkat keberlangsungan hidup
ginseng (Panax ginseng) rendah dan memerlukan biaya budidaya yang tinggi (Shin et al., 2016).
Dikarenakan sulitnya budidaya ginseng di Indonesia, maka akhir-akhir ini budidaya ginseng
(Panax ginseng) dilakukan dengan kultur jaringan yang pada penelitian ini dilakukan di
laboratorium Hambang-Bio Universitas Surabaya. Kultur jaringan dapat menghasilkan
biomassa ginseng yang setara dengan ginseng terkultivasi selama 4 hingga 6 tahun dalam 8
minggu.
Sebelum ginseng (Panax ginseng) dijadikan dalam bentuk formulasi, tentunya bahan
obat herbal ini perlu diekstraksi terlebih dahulu. Ekstraksi adalah salah satu tahapan yang
sangat penting dalam pengobatan obat herbal. Banyak metode ekstraksi termasuk reflux cara
panas, soxhlet, dan microwave yang telah diterapkan dalam ekstraksi akar ginseng (Zhao,
Zhang and Zhou, 2019). Namun, metode ekstraksi yang menggunakan panas dapat mengurangi
jumlah bahan aktif khususnya ginseoniside hingga 50% dari ginseng segar (Mancuso and
Santangelo, 2017). Oleh karena itu, perlu adanya optimasi metode ekstraksi yang digunakan
untuk mendapatkan efektivitas ginseng (Panax ginseng) terbaik. Pada penelitian ini dilakukan
pengujian antioksidan ekstrak etanol 80% ginseng (Panax ginseng) terkultur dengan tiga
metode ekstraksi cara dingin, yaitu maserasi kinetik, perkolasi, dan Ultrasound Assisted
Extraction (UAE).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode ekstraksi maserasi
kinetik, perkolasi, dan Ultrasound Assisted Extraction (UAE) terhadap rendemen ekstrak, kadar
fenol total, kadar saponin total, dan aktivitas antioksidan pada ekstrak ginseng (Panax ginseng)
dalam etanol 80% dan mendapatkan metode ekstraksi optimum. Diharapkan penelitian ini
dapat digunakan sebagai sumber informasi terkait metode yang optimum terhadap ekstrak
tanaman ginseng (Panax ginseng) terkultur dengan pelarut etanol 80% yang berfungsi sebagai
antioksidan yang dapat dijadikan salah satu pilihan terapi herbal dan dapat dijadikan sebagai
dasar penelitian bagi penelitian selanjutnya.

2. Metode dan Bahan

2.1 Bahan dan Alat


Bahan penelitian yang digunakan meliputi Simplisia ginseng (Panax ginseng), etanol 80%,
aquadem, etanol absolut, maltodekstrin DE 10-12, folin ciocalteau MERCK, Na2CO3, kloroform,
etil asetat, metanol, petroleum eter, n-butanol, anisaldehid, H2SO4, reagen 2,2-diphenyl-1-
picryl-hydrazy (DPPH) HIMEDIA, serbuk ABTS SIGMA, kalium persulfat MERCK, vitamin C, asam
galat, dan saponin MERCK.
Alat yang digunakan terdiri dari Blender, timbangan miligram, ayakan, kertas roti, sendok
tanduk, batang pengaduk, beaker glass, labu ukur, magnetic bar, hot plate stirrer Thermo
Scientific, ultrasonic cleaner bath HWANSHIN, aluminium foil, perkolator, kain kasa, silica,
kertas saring, labu erlenmeyer, corong kaca, rotary evaporator, labu alas bulat, cawan
porselen, toples kaca, oven WTB, water bath MEMMERT, pipet tetes, labu ukur, micropipet
SOCOREX, kuvet, spektrofotometer UV-Vis Shimadzu, lampu UV, plat KLT, vial, reflux, ice bath,
dan 96-well clear polystyrene microplate.

2.2 Preparasi Simplisia


Bahan yang digunakan adalah Akar ginseng (Panax ginseng) hasil kultur jaringan yang
dilakukan di laboratorium Hanbang-Bio Universitas Surabaya. Akar ginseng (Panax ginseng)
yang telah dikeringkan selanjutnya dihaluskan hingga menjadi serbuk. Serbuk ginseng
kemudian diayak dengan ayakan dengan mesh no. 40.

2.3 Metode Ekstraksi

2.3.1 Metode ekstraksi Maserasi Kinetik


Ditimbang 50 gram serbuk Panax ginseng dan dimasukkan kedalam beaker glass.
Ditambahkan etanol 80% sebanyak 250 mL menggunakan gelas ukur. Pengadukan dilakukan
dengan magnetic barr dan magnetic stirrer selama 1 jam pada suhu ruangan dan kecepatan
400 rpm. Ekstraksi ini dilakukan sebanyak 3 siklus (Susanti et al., 2014). Direplikasi sebanyak 3
kali

2.3.2 Metode Ekstraksi UAE


Ditimbang 50 gram serbuk Panax ginseng dan dimasukkan kedalam beaker glass.
Ditambahkan etanol 80% sebanyak 250 mL menggunakan gelas ukur dan diaduk hingga
terbasahi merata. Suhu sonicator bath diatur sebesari 30°C dengan frekuensi ultrasonic 40 kHz
dan power ultrasonic bath 100%. Ekstraksi dilakukan selama 30 menit sebanyak 3 siklus
(Sasongko et al., 2018). Direplikasi sebanyak 3 kali.

2.3.3 Metode Ekstraksi Perkolasi


Ditimbang 50 gram serbuk Panax ginseng dan dimasukkan kedalam beaker glass.
Ditambahkan etanol 80% hingga serbuk simplisia terbasahi sempurna dan didiamkan selama 4
jam. Setelah itu, serbuk dimasukkan ke dalam perkolator dan didiamkan selama 24 jam untuk
cek kebocoran. Jika tidak ada kebocoran maka perkolasi dapat dijalankan dengan membuka
keran perlahan hingga menetes 3 ml/menit. Pelarut etanol 80% yang ada di dalam perkolator
tidak boleh habis sehingga harus selalu dipantau dan ditambahkan pelarut kembali. Ekstraksi
dihentikan ketika tetesan yang keluar dari keran berwarna jernih (Handa et al., 2018). Ekstrak
jernih kemudian ditampung di dalam vial untuk di KLT (kloroform: etil asetat: metanol: air
secara berurutan sebersar 15:50:22:10) dan dilihat pada sinar UV-Vis dengan panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm.

2.4 Pemekatan dan Pengeringan Ekstrak


Ekstrak yang dihasilkan dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50°C
dengan tekanan 175 mbar hingga kental. Ekstrak kental selanjutnya dipekatkan kembali di
waterbath pada suhu 60°C. Setelah bobot ekstrak pekat tetap, ditambahkan maltodekstrin
dengan perbandingan 1:5 sedikit demi sedikit sambil digerus di mortir hingga menjadi serbuk.
Ekstrak kering yang diperoleh kemudian di oven selama 1 jam pada suhu 60°C dan diayak
dengan mesh no. 40.

2.5 Uji organoleptis, kelarutan, dan LOD


Ekstrak kering ditimbang 1 gram dan dilarutkan dengan air hingga larut sempurna.
(Departemen Kesehatan RI, 2020). Selanjutnya dilakukan uji organoleptis berupa warna, rasa,
dan bau secara spot. Untuk nilai LOD (Loss on Drying), ekstrak kering pada masing-masing
metode ekstraksi ditimbang 1 gram ke dalam moisture analyzer pada pengaturan suhu 105°C
dan waktu otomatis.

2.6 Uji rendemen ekstrak


Hasil ekstrak kental dihitung dalam gram dan diubah menjadi persentase dengan rumus:
bobot ekstrak kental ( g )
%Rendemen = x 100 %
bobot simplisia ( g )
(Tran et al., 2007; Gahlot et al., 2018)
2.7 Uji kadar fenol total
Pertama-tama, dibuat kurva kurva kalibrasi hubungan antara konsentrasi (μg/mL) vs
absorbansi asam galat dengan cara mengambil 300 μL larutan asam galat konsentrasi 1, 2, 4, 6,
8, 10, dan 12 ppm. Selanjutnya, 25 mg ekstrak ginseng (Panax ginseng) dari tiga metode yang
berbeda dilarutkan dengan etanol 80%. Larutan ekstrak yang telah homogen dimasukkan ke
dalam labu ukur dan ditambahkan etanol 80% hingga 10 mL. kemudian, larutan dipipet
sebanyak 2 mL dan ditambahkan reagen Folin-Ciocalteau dan Natrium karbonat 7,5 % masing-
masing sebanyak 200 μL dalam labu ukur 10 mL. Setelah itu, ditambahkan dengan aquadem
hingga 10 ml dan didiamkan selama 10 menit pada suhu kamar. Absorbansi ekstrak diukur
pada panjang gelombang maksimum yaitu 750 nm (Candra, Andayani and Wirasisya, 2021).
Estimasi kadar fenol total dalam ekstrak ditentukan menggunakan persamaan kurva baku
asam galat. Penentuan kadar fenol total dilakukan dalam tiga replikasi dan hasilnya dinyatakan
dalam %GAE ekstrak (Nuri et al., 2020)

2.8 Uji kadar saponin total


Pertama-tama untuk mendapatkan bobot saponin, masing-masing ekstrak kering
ditimbang 3 gram dan direfluks dengan 50 ml petroleum eter pada suhu 80°C selama 30 menit
untuk menghilangkan lemak. Setelah dingin, larutan petroleum eter dibuang dan residu yang
tertinggal di dalam labu dilarutkan dalam 30 mL n-butanol sebanyak tiga kali. Seluruh larutan
butanolik dicampur hingga homogen dan dipekatkan dengan rotary evaporator. Residu yang
tertinggal di dalam labu dicuci dengan aquadem dan dikeringkan sampai bobotnya konstan.
Berat akhir ini dihitung sebagai berat saponin yang terkandung dalam bahan.

2.9 Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH


Prinsip kerja metode DPPH adalah atom hidrogen dari senyawa antioksidan akan
berikatan dengan elektron bebas pada senyawa radikal. Aktivitas ini akan menyebabkan
perubahan diphenylpicrylhydrazyl menjadi diphenylpicrylhydrazine. Hal ini ditandai dengan
perubahan warna larutan ungu menjadi kuning (Setiawan, Yunita and Kurniawan, 2018).

2.9.1 Pembuatan Larutan DPPH


Ditimbang 2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazy (DPPH) sebanyak 13 mg dan dimasukkan ke
dalam labu ukur 50 mL. Dilarutkan aquadem hingga batas tanda. Didapat larutan DPH dengan
konsentrasi 260 ppm.

2.9.2 Metode Kerja


Disiapkan ekstrak ginseng (Panax ginseng) dalam berbagai metode ekstraksi dan
diencerkan pada konsentrasi 250, 500, 750, dan 1000 ppm. Selanjutnya, DPPH dan sampel
dipipet dengan perbandingan sebesar 1:2 ke dalam 96-well clear polystyrene microplate.
Campuran yang telah homogen kemudian diinkubasi pada suhu ruangan selama 10 menit.
Kemudian, nilai serapan absorbansi diukur menggunakan microplate reader pada panjang
gelombang 517 nm (Setiawan, Yunita and Kurniawan, 2018).

2.10 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode ABTS


Prinsip metode ABTS adalah dengan menghilangkan warna kation ABTS untuk
mengukur kapasitas antioksidan yang bereaksi dengan radikal ABTS. Apabila ABTS (biru-hijau)
tereduksi oleh antioksidan maka ia akan berubah menjadi non radikal dan menjadi tidak
berwarna. Metode ABTS sangat sensitif terhadap cahaya dan pembuatan reagen ABTS•-
memerlukan waktu inkubasi selama 12-16 jam dalam kondisi gelap (Setiawan, Yunita and
Kurniawan, 2018).

2.10.1 Pembuatan larutan ABTS


Ditimbang serbuk ABTS sebanyak 19,2 mg dan serbuk kalium persulfat 3,24 mg.
Selanjutnya, masing-masing dilarutkan ke dalam 5 mL aquadem sampai homogen dan
dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL dan ditutup dengan aluminium foil. Setelah didiamkan 1
hari dalam suhu ruang, ditambahkan aquadem hingga 25 mL dan dikocok hingga homogen.
Didapat konsentrasi reagen ABTS 897.6 ppm.

2.10.2 Metode Kerja


Masing-masing sampel kental dari ketiga metode ekstraksi diencerkan menjadi
beberapa konsentrasi yaitu 250, 500, 750, dan 1000 ppm. Larutan sampel dan ABTS kemudian
dipipet sebanyak dengan perbandingan ABTS : sampel sebesar 1:6 dan dimasukkan ke dalam
96-well clear polystyrene microplate. Larutan kemudian diukur nilai absorbansinya
menggunakan microplate reader dengan panjang gelombang 727nm (Setiawan, Yunita and
Kurniawan, 2018).

2.11 Analisis Data


Rendemen ekstrak, kadar fenol total, kadar saponin total, dan aktivitas antioksidan
dianalisis dengan alasis varian (ANOVA) satu arah, Kruskall Wallis, dan Mann Whitney U pada α
= 0,05 untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan bermakna dari ketiga metode ekstraksi.

3. Hasil dan Diskusi

3.1 Rendemen Ekstrak


Hasil perhitungan rendemen (Tabel 1) ekstrak Panax ginseng menunjukkan nilai
rendemen tertinggi dimiliki oleh perkolasi. Hal ini dikarenakan metode ekstraksi, lama waktu
ekstraksi, dan jumlah pelarut yang digunakan (Sayuti, 2017). Notasi (Gambar 1) yang berbeda
menunjukkan adanya perbedaan nilai yang signifikan.

Tabel 1. Hasil Rendemen Ekstrak Panax ginseng dengan Etanol 80%


Metode Bobot Simplisia (g) Ekstrak Kental (g) Rendemen Ekstrak (%)
Maserasi Kinetik 50,0033 10,2973 20,38±0,45
50,0059 10,3441
50,0013 9,9361
UAE 50,0032 5,2975 11,83±1,60
50,0010 5,6077
50,0020 6,8242
Perkolasi 50,0050 13,4677 27,23±0,88
50,0068 13,2706
50,0061 14,1107

Gambar 1. Bagan Hasil Perbandingan Rendemen Ekstrak Panax ginseng dengan Pelarut Etanol 80% pada
Metode Ekstraksi Maserasi Kinetik, UAE, dan Perkolasi.
3.2 Organoleptis, Kelarutan, dan LOD
3.2.1 Organoleptis Simplisia Panax ginseng

Gambar 2. Organoleptis simplisia Panax ginseng. a) Simplisia Panax ginseng setelah pengeringan; b)
Serbuk simplisia Panax ginseng yang telah dihaluskan; c) Serbuk simplisia Panax ginseng yang telah
diayak

3.2.2 Organoleptis Ekstrak Kental Panax ginseng dengan Pelarut Etanol 80%
Pengamatan organoleptis ekstrak kental Panax ginseng (Gambar 3) dilakukan dengan
metode spot. Ketiga ekstrak kental pada masing-masing metode memiliki warna hitam pekat.
Bau dan rasa ekstrak kental sama dengan ekstrak kering.

Gambar 3. Hasil Pengamatan Organoleptis Ekstrak Kental Panax ginseng dengan Pelarut Etanol 80%. a)
Maserasi Kinetik; b) UAE; c) Perkolasi

3.2.3 Organoleptis Ekstrak Kering Panax ginseng dengan Pelarut Etanol 80%
Pengamatan organoleptis ekstrak Panax ginseng (Tabel 2) dilakukan dengan
melarutkan 1 gram ekstrak kering ke dalam 100 mL air kemudian diamati warna, bau, dan rasa
larutan ekstrak. Ekstrak Panax ginseng dengan etanol 80% pada ketiga metode memiliki warna
cokelat dengan intensitas warna yang berbeda, tidak memiliki bau dan memiliki rasa sedikit
pahit.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Organoleptis Ekstrak Panax ginseng dengan Etanol 80%
No. Metode Warna larutan Rasa Bau

1. Maserasi Kinetik Kuning pekat Agak pahit Tidak berbau

2. UAE Kuning pekat Agak pahit Tidak berbau

3. Perkolasi Kuning pekat Agak pahit Tidak berbau

Hasil pengamatan warna secara visual pada ekstrak kering Panax ginseng pada ketiga
metode ekstraksi dominan berwarna coklat. Seluruh ekstrak kering Panax ginseng tidak
berbau, dan terasa agak pahit dan berwarna kuning pekat saat dilarutkan dengan air. Warna
ekstrak kering dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Hasil Pengukuran Kelarutan dan LOD Ekstrak Kering Panax ginseng dengan Pelarut Etanol
80%. a) Maserasi Kinetik; b) UAE; c) Perkolasi

3.2.4 Kelarutan dan LOD Panax ginseng

Ekstrak kering Panax ginseng pada metode perkolasi memiliki nilai LOD tertinggi.
Intensitas warna yang berbeda pada ekstrak kering Panax ginseng berbanding lurus dengan
besar LOD. Seluruh ekstrak kering Panax ginseng memenuhi ketentuan BPOM dimana kadar air
dari sediaan padat obat dalam harus tidak lebih dari 10%.

Tabel 3. Kelarutan dan LOD Ekstrak Panax ginseng dengan Pelarut Etanol 80%
No. Metode Kelarutan Replikasi %LOD x̄ (%)

1. Maserasi Kinetik Mudah Larut 1 4,53% 3,67±0.86

2 2,81%

3 3,67%

2. UAE Mudah Larut 1 3,93% 3,89±1.00

2 2,88%

3 4,87%

3. Perkolasi Mudah Larut 1 2,45% 4,19±2.20

2 6,67%

3 3,46%

3.3 Penetapan Kadar Fenol Total


Penetapan kadar fenol total menggunakan prinsip reaksi kompleksometri. Prinsip dari
metode Folin-Ciocalteu adalah mereduksi fosfomolibdat (kompleks asam fosfotungstat) oleh
inti aromatis senyawa fenol sehingga membentuk kompleks berwarna biru (Dai and Mumper,
2010). Reaksi ini hanya dapat terjadi pada suasana basa, sehingga diperlukan penambahan
natrium karbonat untuk membuat lingkungannya menjadi basa. Suasana basa ini dapat
mendisosiasi proton pada senyawa fenolik menjadi ion fenolat (Candra, Andayani and
Wirasisya, 2021).

3.3.1 Pembuatan Kurva Baku Asam Galat


Pada penelitian ini digunakan asam galat sebagai standar. Digunakan asam galat
sebagai baku dikarenakan asam galat merupakan turunan asam hidroksibenzoat (golongan
asam fenol sederhana), bersifat murni, stabil, dan lebih murah dibandingkan dengan standar
lain (Ramayani et al., 2021). Setelah dilihat absorbansinya, dibuat kurva baku (Gambar 5) dan
dihitung nilai regresinya.

1.2
1 f(x) = 0.0918012046535933 x − 0.0134107648725214
R² = 0.998590367153338
0.8

Absorbansi
0.6
0.4
0.2
0
0 2 4 6 8 10 12 14
Konsentrasi (ppm)
Gambar 5. Kurva Baku Kerja Asam Galat

3.3.2 Perlakuan Sampel


Pada penetapan kadar fenol total (Tabel 4) didapat metode perkolasi memiliki nilai
tertinggi. Hasil ini sesuai dengan hasil pada uji sebelumnya yaitu rendemen ekstrak. Penelitian
lain menyatakan bahwa semakin besar rendemen yang diperoleh maka senyawa yang dibawa
juga semakin banyak (Ramayani et al., 2021). Pada penelitian ini nilai kadar fenol total UAE
lebih besar dibandingkan dengan maserasi kinetik. Hal ini diduga karena waktu pemekatan
ekstrak pada metode maserasi kinetik lebih lama dibandingkan UAE sehingga senyawa fenol
banyak yang hilang.

Tabel 4. Hasil Penetapan Kadar Fenol Total dari Ekstrak Panax ginseng dengan Pelarut Etanol 80%
dengan Metode Maserasi Kinetik, UAE, dan Perkolasi
Metode %GAE (x̄±SD)
Maserasi Kinetik 0,38±0,01
UAE 0,46±0,02
Perkolasi 0,49±0,02

Perhitungan statistik dilakukan dan diketahui bahwa kadar fenol total ekstrak Panax
ginseng pada metode perkolasi dan UAE tidak berbeda signifikan. Maka dari itu, meskipun
perkolasi lebih tinggi dibandingkan dengan UAE keduanya dianggap setara. Namun, jika
dibandingkan dengan maserasi kinetik, ketiganya berbeda signifikan seperti yang tertera pada
gambar 6.

Gambar 6. Bagan Hasil Perbandingan Kadar Fenol Total Ekstrak Panax ginseng dengan Pelarut Etanol
80% pada Metode Ekstraksi Maserasi Kinetik, UAE, dan Perkolasi.

Pada penelitian lain, didapat kadar fenol pada akar tanaman Panax ginseng terkultivasi
selama 6 tahun dari Gaeseong Ginseng Cooperative sebesar 12,10 mg GAE/100 g (Kim, 2016).
Nilai ini setara dengan 1.21%. Pada perkolasi, meskipun rendemen ekstrak yang diperoleh
paling besar namun pemekatan pada ekstrak Panax ginseng dengan metode ini lebih lama
dibandingkan ekstraksi lain karena mengandung banyak pelarut sehingga diduga banyak
senyawa aktif yang hilang. Selain itu, tanaman Panax ginseng hasil kultur jaringan yang dipakai
pada penelitian ini berusia 8 minggu. Hal ini mengakibatkan kadar senyawa aktif terkandung
lebih sedikit dibandingkan dengan Panax ginseng terkultivasi selama 6 tahun.

3.4 Penetapan Kadar Saponin Total


Penetapan kadar saponin total (Tabel 7) didapatkan UAE sebagai metode ekstraksi dengan
kadar saponin total tertinggi. Seperti yang telah tertulis dalam penelitian lain, ditemukan
bahwa ekstraksi saponin pada akar Panax ginseng dengan menggunakan ultrasonik dapat
menghasilkan kadar saponin 3x lebih banyak daripada metode ekstraksi konventional (Wu, Lin
and Chau, 2001). Meskipun perkolasi adalah metode ekstraksi sampai habis namun kadar
saponin totalnya lebih kecil dari UAE. Hal ini diduga karena pemekatan pada metode perkolasi
lebih lama dibandingkan ekstraksi lain karena mengandung banyak pelarut dan menyebabkan
banyak senyawa saponin yang hilang karena tidak tahan panas.

Tabel 5. Hasil Penetapan Kadar Saponin Total dari Ekstrak Panax ginseng dengan Pelarut Etanol 80%
dengan Metode Maserasi Kinetik, UAE, dan Perkolasi
Metode Ekstraksi Crude saponin (b/b)
Maserasi Kinetik 1,05
UAE 2,13
Perkolasi 1,07

3.5 Uji Antivitas Antioksidan


Dalam uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH maupun ABTS perkolasi memiliki
aktivitas tertinggi berbeda signifikan diikuti oleh maserasi kinetik dan UAE. Hal ini dikarenakan
metode perkolasi adalah metode ekstraksi exhaustive dimana seluruh senyawa yang terdapat
pada Panax ginseng dapat terekstrak seluruhnya. Selain itu, faktor lainnya adalah waktu kontak
dengan pelarut saat ekstraksi, jumlah pelarut, hasil rendemen, kadar fenol total, kadar saponin
total, dan waktu pemekatan juga mempengaruhi hasil dari aktivitas antioksidan dari masing-
masing metode ekstraksi.

3.5.1 Metode DPPH


Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan pada masing-masing konsentrasi. Hasil
perhitungan aktivitas antioksidan pada ekstrak Panax ginseng (Tabel 7) terhadap metode
maserasi kinetik, UAE, dan perkolasi menunjukkan hasil paling tinggi pada konsentrasi 1000
ppm adalah metode perkolasi.

Tabel 7. Aktivitas Antioksidan Metode DPPH dari Ekstrak Panax ginseng dengan Etanol 80%
pada Metode Ekstraksi Maserasi Kinetik, UAE, dan Perkolasi.
%Peredaman (x̄±SD)
Konsentrasi (ppm)
Maserasi Kinetik UAE Perkolasi
250 9,90±0,07 2,07±0,37 4,70±0,15
500 10,40±0,26 6,28±0,30 9,45±0,15
750 11,58±0,20 9,29±0,52 15,47±0,23
1000 14,67±0,22 16,48±0,59 18,54±0,64

Namun, jika dilihat dari signifikansi pada masing-masing konsentrasi (Gambar 8)


maka didapatkan secara berturut-turut dari aktivitas antioksidan terbesar ke terkecil yaitu
perkolasi, maserasi kinetik, dan UAE. . Pada penelitian oleh (Kim, 2016) didapatkan nilai IC₅₀
pada ekstrak akar Panax ginseng terkultivasi selama 4 tahun dengan metode Gumpoong
sebesar 54.0±2.1 ppm dalam konsentrasi 500 ppm. Pada penelitian lain ini dilakukan ekstraksi
metode maserasi kinetik dan tidak ada proses pemekatan. Nilai aktivitas antioksidan pada
metode DPPH pada penelitian ini memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan
penelitian tersebut. Hal ini diduga karena pada penelitian tersebut menggunakan suhu yang
lebih kecil sehingga senyawa aktif terkandung tidak banyak yang hilang. Selain itu, umur
tanaman juga dapat mempengaruhi kandungan senyawa dimana pada penelitian tersebut
digunakan akar Panax ginseng dengan umur 4 tahun dan pada penelitian ini umur akar
tanaman hanya 8 minggu.

Gambar 8. Hubungan Aktivitas Antioksidan Metode DPPH dari Ekstrak Panax ginseng pada
Metode Ekstraksi Maserasi Kinetik, UAE, dan Perkolasi.

3.5.2 Metode ABTS


Hasil perhitungan aktivitas antioksidan pada ekstrak Panax ginseng (Gambar 8)
terhadap metode maserasi kinetik, UAE, dan perkolasi menunjukkan hasil paling tinggi dan
signifikan adalah metode perkolasi. Ekstrak Panax ginseng pada metode ekstraksi maserasi
kinetik dan UAE tidak dapat dihitung nilai IC₅₀nya karena nilai %peredaman tidak mencapai
50% dan untuk perkolasi didapat nilai IC₅₀ sebesar 35.9 ppm.

Tabel 6. Aktivitas Antioksidan Metode ABTS dari Ekstrak Panax ginseng dengan Pelarut Etanol 80% pada
Metode Ekstraksi Maserasi Kinetik, UAE, dan Perkolasi.
%Peredaman (x̄±SD)
Konsentrasi (ppm)
Maserasi Kinetik UAE Perkolasi
250 13,58±3,71 14,55±0,43 56,54±0,75
500 26,10±2,41 22,00±0,63 60,67±0,09
750 42,49±4,50 24,69±0,68 69,68±0,57
1000 45,53±0,70 34,52±0,46 75,61±1,66
IC₅₀ - - 35,09

Perhitungan statistik dilakukan dan diketahui bahwa aktivitas antioksidan pada


perkolasi signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan maserasi kinetik dan UAE. Pada
penelitian Panax ginseng hasil kultivasi dengan metode gumpoong selama 4 tahun didapat nilai
IC₅₀ pada konsentrasi 500 ppm sebesar 10,4±0,3 ppm. Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi
dengan maserasi kinetik dan tidak ada proses pemekatan (Kim, 2016). Nilai aktivitas
antioksidan pada metode ABTS pada penelitian ini memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan
dengan penelitian tersebut. Hal ini diduga karena pada penelitian tersebut tidak terdapat
pemanasan sehingga senyawa aktif terkandung tidak banyak yang hilang. Selain itu, umur
tanaman juga dapat mempengaruhi kandungan senyawa dimana pada penelitian tersebut
digunakan akar Panax ginseng dengan umur 4 tahun dan pada penelitian ini umur akar
tanaman hanya 8 minggu.
Gambar 7. Hubungan Aktivitas Antioksidan Metode ABTS dari Ekstrak Panax ginseng dengan
Pelarut Etanol 80% pada Metode Ekstraksi Maserasi Kinetik, UAE, dan Perkolasi.

Kesimpulan
Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa, perkolasi memiliki
nilai rendemen ekstrak tertinggi sebesar 27,23±0,88. Selain itu, jika dilihat dari kadar fenol
total, perkolasi memiliki nilai tertinggi dengan nilai GAE sebesar 0,488%. Perkolasi juga
memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi dalam metode DPPH dan ABTS berturut-turut
pada konsentrasi 1000 ppm sebesar 18,54±0,64 dan 75,61±1,66. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa ekstraksi Panax ginseng dalam pelarut 80% dengan metode perkolasi jika
ditinjau dari rendemen ekstrak, kadar fenol total, dan aktivitas antioksidan memberikan hasil
yang lebih tinggi dibandingkan dengan maserasi kinetik dan UAE. Dilihat dari kadar saponin
total, ekstraksi dengan menggunakan metode UAE memberikan hasil yang lebih besar
dibandingkan maserasi kinetik dan perkolasi. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
perkolasi merupakan metode ekstraksi yang optimum dibandingkan dengan maserasi kinetik
dan UAE.

Pustaka Acuan
Candra, L. M. M., Andayani, Y. and Wirasisya, D. G. (2021) ‘Pengaruh Metode Ekstraksi
Terhadap Kandungan Fenolik Total dan Flavonoid Total Pada Ekstrak Etanol Buncis
(Phaseolus vulgaris L.)’, Jurnal Pijar Mipa, 16(3), p. 397. doi: 10.29303/jpm.v16i3.2308.
Chen, W., Balan, P. and Popovich, D. G. (2019) ‘Review of ginseng anti-diabetic studies’,
Molecules, 24(24), pp. 1–16. doi: 10.3390/molecules24244501.
Dai, J. and Mumper, R. J. (2010) ‘Plant phenolics: Extraction, analysis and their antioxidant and
anticancer properties’, Molecules, 15(10), pp. 7313–7352. doi:
10.3390/molecules15107313.
Departemen Kesehatan RI (2020) FARMAKOPE INDONESIA VI.
Francenia Santos-Sánchez, N. et al. (2019) ‘Antioxidant Compounds and Their Antioxidant
Mechanism’, Antioxidants, (March). doi: 10.5772/intechopen.85270.
Gahlot, M. et al. (2018) ‘Study on Yield of Plant Extracts Using Different Solvents and Methods’,
Bull. Env. Pharmacol. Life Sci, 7(May), pp. 65–67.
Handajani, A., Roosihermiatie, B. and Maryani, H. (2012) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Pola Kematian Pada Penyakit Degeneratif Di Indonesia’, Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan, 13(1). doi: 10.22435/bpsk.v13i1Jan.2755.
Hou, J. G. et al. (2012) ‘Highly selective microbial transformation of major ginsenoside Rb1 to
gypenoside LXXV by Esteya vermicola CNU120806’, Journal of Applied Microbiology,
113(4), pp. 807–814. doi: 10.1111/j.1365-2672.2012.05400.x.
Kim, J. S. (2016) ‘Investigation of phenolic, flavonoid, and vitamin contents in different parts of
Korean ginseng (Panax ginseng C.A. Meyer)’, Preventive Nutrition and Food Science,
21(3), pp. 263–270. doi: 10.3746/pnf.2016.21.3.263.
Mancuso, C. and Santangelo, R. (2017) Panax ginseng and Panax quinquefolius: From
pharmacology to toxicology, Food and Chemical Toxicology. Elsevier Ltd. doi:
10.1016/j.fct.2017.07.019.
Nuri, N. et al. (2020) ‘Pengaruh Metode Ekstraksi terhadap Kadar Fenol dan Flavonoid Total,
Aktivitas Antioksidan serta Antilipase Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia)’, Jurnal
Sains Farmasi & Klinis, 7(2), p. 143. doi: 10.25077/jsfk.7.2.143-150.2020.
Ramayani, S. L. et al. (2021) ‘Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Kadar Total Fenolik dan
Kadar Total Flavonoid Daun Talas (Colocasia esculenta L.) The influence of a method of
the extraction of against the level of the total content of phenolic and total flavonoid
leaves taro (Colocas’, Journal of Pharmacy, 10(1), pp. 11–16.
Sasongko, A. et al. (2018) ‘Aplikasi Metode Nonkonvensional Pada Ekstraksi Bawang Dayak’,
JTT (Jurnal Teknologi Terpadu), 6(1), p. 8. doi: 10.32487/jtt.v6i1.433.
Sayuti, M. (2017) ‘Pengaruh Perbedaan Metode Ekstraksi, Bagian dan Jenis Pelarut Terhadap
Rendemen dan Aktifitas Antioksidan Bambu Laut (Isis hippuris)’, Tecnology Science and
Engineering Journal, 1(3), pp. 166–174.
Setiawan, F., Yunita, O. and Kurniawan, A. (2018) ‘Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol kayu
secang dan FRAP’, Media Pharmaceutica Indonesiana, 2(2), pp. 82–89.
Shin, J. S. et al. (2016) ‘Metabolomic approach for discrimination of four- and six-year-old red
ginseng (Panax ginseng) using UPLC-QToF-MS’, Chemical and Pharmaceutical Bulletin,
64(9), pp. 1298–1303. doi: 10.1248/cpb.c16-00240.
Susanti, N. M. P. et al. (2014) ‘Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Refluks Terhadap
Rendemen Andrografolid dari Herba Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.)
Nees)’, Universitas Udayana, pp. 29–32.
Tran, M. H. et al. (2007) ‘α-amylase and protein tyrosine phosphatase 1B inhibitory of some
Vietnamese medicinal plants used to treat diabetes’, Natural Product Sciences, 13(4),
pp. 311–316.
Werdhasari, A. (2014) ‘Peran Antioksidan Bagi Kesehatan’, Jurnal Biomedik Medisiana
Indonesia, 3(2), pp. 59–68.
Wu, J., Lin, L. and Chau, F. T. (2001) ‘Ultrasound-assisted extraction of ginseng saponins from
ginseng roots and cultured ginseng cells’, Ultrasonics Sonochemistry, 8(4), pp. 347–
352. doi: 10.1016/S1350-4177(01)00066-9.
Zhang, H. et al. (2020) ‘Characteristics of Panax ginseng cultivars in Korea and China’,
Molecules, 25(11), pp. 1–18. doi: 10.3390/molecules25112635.
Zhao, J. L., Zhang, M. and Zhou, H. L. (2019) ‘Microwave-Assisted Extraction, Purification,
Partial Characterization, and Bioactivity of Polysaccharides from Panax ginseng’,
Molecules, 24(8). doi: 10.3390/molecules24081605.

You might also like