You are on page 1of 19

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD (DEMAM

BERDARAH DENGUE) DI KOTA PEKANBARU

Oleh : Rahma Hayati Br Tarigan


Email : rahmahayatitarigan@gmail.com
Pembimbing : Dr. Febri Yuliani, S.Sos, M.Si
Program Studi Administrasi Publik – Jurusan Ilmu Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Riau
Kampus Bina Widya, Jl. H.R. Soebrantas Km 12,5 Simp. Baru, Pekanbaru 28293
Telp/Fax. 0761632777

Abstract
DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) is a contagious disease caused by the dengue virus and
transmitted by the Aedes aegypti mosquito, which is characterized by sudden fever for 2-7
days without a clear cause accompanied by weakness / lethargy, restlessness, heartburn
accompanied by signs on the skin in the form of red spots, bruises (echymosis) or rash
(purpura). Pekanbaru City is the region with the highest DHF (Dengue Hemorrhagic
Fever) rate in Riau Province. The Pekanbaru City Government itself through the
Pekanbaru City Health Office and Cross sectors continues to strive to eradicate this
disease. Efforts to eradicate DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) are described in the
Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 581 / Menkes / SK /
VII / 1992 concerning the Eradication of Dengue Hemorrhagic Fever. The purpose of this
study was to determine how the implementation of the DHF (Dengue Fever) Eradication
Policy in Pekanbaru City and its inhibiting factors. This research uses a case study method
with a descriptive qualitative approach. Cases and data required both primary data and
secondary data obtained through observation, interviews and documentation then analyzed
based on research problems. The results of this study indicate that the implementation of
Dengue Hemorrhagic Fever (Dengue) Eradication Policy in Pekanbaru City has not been
going well with inhibiting factors, namely Resources, Commitment of implementing agents,
Communication and Coordination.

Keywords: Implementation, Eradication, DHF (Dengue Hemorrhagic Fever)

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 1


PENDAHULUAN (Demam berdarah dengue) tentu saja
1.1. Latar Belakang harus menjadi perhatian penting sesuai
Demam berdarah dengue dengan Undang-Undang Nomor 36
merupakan satu salah penyakit menular Tahun 2009 tentang Kesehatan,
yang di sebabkan oleh virus dengue dan mengatakan bahwa kesehatan merupakan
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, hak asasi manusia dan salah satu unsur
yang ditandai dengan demam mendadak kesejahteraan yang harus diwujudkan
selama 2-7 hari tanpa penyebab yang sesuai dengan cita- cita bangsa kesehatan
jelas disertai dengan lemah/lesu, gelisah, bagi setiap individu, maka apabila terjadi
nyeri ulu hati disertai tanda di kulit suatu gangguan kesehatan dalam suatu
berupa bintik merah, lebam (echymosis) negara, pemerintah berupaya untuk
atau ruam (purpura). Sampai saat ini meningkatkan derajat kesehatan
belum ada vaksin atau obat anti virus dari masyarakat melalui kebijakan kesehatan.
penyakit ini. Penularan DBD (Demam Pemerintah Indonesia sendiri telah
Berdarah Dengue) terjadi melalui gigitan mengeluarkan suatu kebijakan spesifik
nyamuk aedes aegepty atau aedes dan mengrucut kepada masalah DBD
albopictus betina yang sebelumnya telah (Demam berdarah dengue) tersebut
membawa virus dalam tubuhnya dari melalui Keputusan Menteri Kesehatan
penderita demam berdarah lain, Republik Indonesia Nomor
(Pedoman Pengendalian Demam 581/MENKES/SK/VII/1992. Dalam
Berdarah Dengue, 2017). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Di Indonesia sendiri kasus DBD Indonesia Nomor
(Demam Berdarah Dengue) berfluktuasi 581/MENKES/SK/VII/1992 Bab VI
setiap tahunnya dan cenderung semakin tentang upaya pemberantasan penyakit
meningkat angka kesakitannya dan Demam Berdarah Dengue bahwa
sebaran wilayah yang terjangkit semakin Pemberanatsan Penyakit DBD (Demam
luas. Pada tahun 2016, DBD (Demam berdarah dengue) dilakukan kegiatan
berdarah dengue) berjangkit di 463 meliputi: (1) pencegahan, (2) penemuan,
kabupaten/kota dengan angka. kesakitan pertolongan dan pelaporan, (3)
sebesar 78,13 per 100.000 penduduk, pengamatan penyakit dan penyelidikan
namun angka kematian dapat ditekan di epidemiologi, (4) penanggulangan
bawah 1 persen, yaitu 0,79 persen. KLB seperlunya.
DBD (Demam berdarah dengue) terjadi Dalam Keputusan Menteri
hampir setiap tahun di tempat yang Kesehatan Republik Indonesia Nomor
berbeda dan kejadiannya sulit diduga. 92/MENKES/II/1994 dijelaskan bahwa
(Pedoman Pengendalian Demam adanya perubahan pada bab VIII
Berdarah Dengue, 2017). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Sebagai suatu wabah penyakit yang Indonesia Nomor
mengganggu kesehatan masyarakat DBD 581/MENKES/SK/VII/1992, dijelaskan

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 2


bahwa adanya penambahan pembentukan tidak hanya diselesaikan oleh sektor
wilayah pokja DBD Demam Berdarah kesehatan saja, namun peran aktif
Dengue (DBD) di tingkat berbagai pihak khususnya pemerintah
Desa/Kelurahan atau dapat juga dibentuk daerah, DPRD dan seluruh masyarakat.
di tingkat wilayah dibawah Pemerintah Provinsi Riau sendiri
Desa/Kelurahan, seprti dalam melaksanakan kebijakan tersebut
Dusun/Lingkungan/RW/RT, dalam melalui adanya Peraturan Gubernur Riau
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Nomor: 113 Tahun 2016 Tentang
Indonesia Nomor 92/MENKES/II/1994 Penetapan Indikator Kinerja Program
dijelaskan bahwa pembentukan pokjanal Pembangunan Provinsi Riau dimana
DBD hanya pada wilayah Kecamatan dan dalam Peraturan Gubernur tersebut berisi
Pusat. Program Program untk Pembangunan
Begitu halnya dengan Provinsi riau Provinsi Riau dan DBD menjadi salah
yang tentu saja juga wajib melaksanakan satu programnya dimana program
Keputusan Menteri Kesehatan Republik tersebut adalah program pencegahan dan
Indonesia Nomor penanggulanagn penyakit menular
581/MENKES/SK/VII/1992. Namun dimana salah satu indikator dari program
masalah DBD (Demam berdarah dengue) tersebut adalah DBD (Demam berdarah
tidak diselesaikan dengan Kebijakan dengue). Program tersebut hadir dengan
tersebut mengingat adanya peningkatan tujuan dan harapan bahwa DBD (Demam
angka penyakit DBD (Demam berdarah berdarah dengue) di Provinsi Riau dapat
dengue) pada beberapa tahun terakhir. di cegah dan ditanggulangi dengan output
Terjadi ketidak stabilan jumlah bahwa masyarakt terhindar dari Virus
masyakarat terjangkit DBD (Demam DBD (Demam berdarah dengue).
berdarah dengue) setiap tahunnya. Provinsi Riau sendiri teridir dari
Provinsi Riau sendiri berada pada urutan 12 Kabupaten/kota dimana masing
Provinsi ke 14 yang mengalami CFR masing daerah memiliki jumlah
(case fatality rate) atau Angka kematian penderita DBD (Demam Berdarah
akibat DBD (Demam berdarah dengue) Dengue) dimana pada dua tahun terakhir
tertinggi di Indonesia. yang mengalami kasus DBD (Demam
Sebagai suatu penyakit yang Berdarah Dengue) tertinggi adalah kota
menular kepada manusia dan dapat Pekanbaru.
menyebabkan kematian, permasalahan Meningkatnya jumlah kasus DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) tidak (Demam Berdarah Dengue) tentu bisa
hanya berdampak pada masalah klinis dijadikan alarm atau peringatan sejak dini
individu yang terkena Demam Berdarah guna menghindari meningkatnya angka
Dengue (DBD), tetapi juga berdampak kesakitan DBD (Demam Berdarah
pada kondisi Sosial dan Ekonomi Dengue) di Kota Pekanbaru. Sebagi suatu
masyarakat sehingga penanganannya wabah penyakit yang harus ditangani

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 3


dengan cepat guna menghindari korban Dengan hadirnya kebijakan
jiwa dan KLB (Kejadian Luar Biasa) Pemberantasan Penyakit DBD (Demam
maka sangat penting untuk Pemerintah Berdarah Dangue) tentu saja dapat dilihat
memperhatikan masalah ini. apakah Kebijakan tersebut sudah
Diperlukannya peran yang besar dari diterapkan atau sudah dilaksanakan
Dinas Kesehatan sebagai suatu Instansi mengingat masalah DBD (Demam
yang akan bertugas menanggulangi berdarah dengue) ini masih merajalela di
masalah ini. Tentu saja Dinas kesehatan Provinsi Riau terutama di Kota
tidak bekerja sendiri akan dilibatkan juga Pekanbaru. Masalah DBD (Demam
Instansi Kesehatan yang sudah dibagi berdarah dengue) ini juga bukanlah suatu
masing masing kecamatan dengan penyakit yang bisa dipandang sebelah
pemempin setempat seperti Camat, mata mengingat dampak terburuknya
RT/RT serta Lurah. adalah dapat merenggut korban jiwa dan
Penyebaran DBD (Demam KLB (Kejadia Luar Biasa).
Berdarah Dengue) di Kota Pekanbaru Berdasarkan Latar belakang diatas
sendiri dibagai berdasarkan Kecamatan maka peneliti tertarik untuk mengangkat
masing-masing dimana dapat dilihat judul tentang “Implementasi Kebijakan
Tabel dibawah Kecamatan mana saja Pemberantasan Penyakit DBD
yang mengalami peningkatan dala (Demam Berdarah Dangue) Di Kota
penemuan kasus DBD (Demam Berdarah Pekanbaru”
Dengue) pada tahun 2019.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di
uraikan di atas maka penulis menemukan
rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Implementasi
Kebijakan Pemberanatasan
Penyakit DBD (Demam Berdarah
Dengue) di Kota Pekanbaru?
2. Apa saja faktor-faktor penghambat
Implementasi Kebijakan
Pemberanatasan Penyakit DBD
Berdasarkan Tabel diatas dapat
(Demam Berdarah Dengue) di Kota
dilihat bahwa di Kota Pekanbaru yaitu
Pekanbaru?
Kecamatan yang mengalami peningkatan
DBD (Demam Berdarah Dengue) sampai
1.3 Tujuan Penelitian
Tahun 2019 adalah Kecataman Payung
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
Sekaki.

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 4


1. Untuk menganalisis Implementasi pada khususnya dapat digunakan
Kebijakan Pemberanatasan sebagai referensi untuk melakukan
Penyakit DBD (Demam Berdarah penelitian selanjutnya berkaitan dengan
Dengue) di Kota Pekanbaru. Implementasi Kebijakan.
2. Untuk mengidentifikasi faktor-
faktor penghambat dari 2. KONSEP TEORI
Implementasi Kebijakan 2.1 Kebijakan Publik
Pemberanatasan Penyakit DBD Menurut United Nations dalam
(Demam Berdarah Dengue) di Kota (Halwati 1392) memberikan pengertian
Pekanbaru. tentang kebijakan sebagai perilaku dari
sejumlah aktor (penjabat, kelompok,
1.4 Manfaat Penelitian instansi pemerintah) atau serangkaian
Adapun manfaat yang diharapkan dari aktor dalam suatu bidang kegiatan
penilitian ini adalah sebagai berikut: tertentu. Sedangkan Helco dan Jone
1.Manfaat Praktis dalam (Halwati 1392) mengemukakan
a) Manfaat Bagi Institusi/Lembaga pengertian kebijakan sebagai berikut :
Kegunaan praktis dalam penelitian ini “policy is a course of action intended to
diharapkan menjadi bahan accomplish some end”. Kebijakan adalah
pertimbangan dan masukan bagi suatu arah kegiatan yang tertuju kepada
Pemerintah Kota Pekanbaru terutama tercapainya beberapa tujuan. Dari
Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dapat beberapa denifisi kebijakan tersebut di
menyelesaikan berbagai hambatan atas maka dapat disimpulkan bahwa yang
dalam pemberantasan DBD (Demam dimaksud dengan kebijakan adalah suatu
Berdarah Dengue) di Kota Pekanbaru tindakan yang berpola yang diarahkan
b) Manfaat Bagi Akademisi pada pencapian tujuan tertentu sebagai
Dapat memberikan arah studi tentang pedoman untuk bertindak dan bukan
konsep ilmu pengetahuan dibidang hanya sekedar keputusan untuk
implementasi dan dapat digunakan melakukan sesuatu. Selanjutnya istilah
sebagai bahan pembanding dalam kebijakan dikaitkan deangan kepetingan
kepustakaan bagi yang ingin melakukan pemerintah atau Negara (public).
penelitian mengenai Implementasi Danim dalam (Haerul, Akib
Kebijakan Pemberantasan Penyakit Haedar 2016) secara lebih jelas
DBD (Demam Berdarah Dangue) Di menyatakan bahwa yang dimaksud
Kota Pekanbaru. kebijakan adalah kebijakan yang
2. Manfaat Teoritis dikembangkan oleh badan-badan dan
Hasil penelitian ini diharapkan pejabat-pejabat pemerintah. Pengertian
dapat memberikan sumbangan bagi ini menurutnya berimplikasi: (1) bahwa
pekembangan ilmu pengetahuan pada kebijakan selalu mempunyai tujuan
umumnya dan bidang kebijakan publik tertentu atau merupakan tindakan yang

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 5


berorientasi pada tujuan, (2) bahwa kebijakan publik (public policy) sekaligus
kebijakan itu berisi tindakan-tindakan studi yang sangat crucial.
atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat Nugroho dalam (Aspri, 2015)
pemerintah, (3) bahwa kebijakan mengatakan implementasi kebijakan
merupakan apa yang benarbenar prinsipnya adalah cara agar sebuah
dilakukan oleh pemerintah, (4) bahwa sebuah kebijakan dapat mencapai
kebijakan bisa bersifat positif dalam arti tujuananya. Tidak lebih dan tidak kurang
merupakan beberapa bentuk tindakan untuk mengimplentasikan kebijakan
pemerintah mengenai suatu masalah publik, maka ada dua pilihan langkah
tertentu atau bersifat negatif dalam arti yang ada, yaitu langsung
merupakan keputusan pejabat pemerintah mengimplementasikan dalam bentuk
untuk tidak melakukan sesuatu, (5) program-program atau melalui formulasi
bahwa kebijakan, dalam arti positif, kebijakan derivat atau turunan dari
didasarkan pada peraturan perundang- kebijakan tersebut.
undangan dan bersifat memaksa Van Meter dan Van Horn dalam
(otoritatif). Dalam pengertian ini, dapat Mulyadi (2016) merumuskan
disimpulkan bahwa kebijakan selalu implementasi kebijakan publik sebagai:
terkait dengan apa yang dilakukan atau “tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
tidak dilakukan oleh pemerintah. badan publik yang diarahkan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah di
2.2 Implementasi Kebijakan tetapkan dalam serangkaian keputusan
Implementasi adalah tahapan sebelumnya. Tindakan-tindakan yang
pelaksananaan atau mengaplikasikan dilakukan ini mencakup usaha-usaha
suatu Kebijakan yang mengacu ke publik untuk mengubah keputusan-keputusan
hal tersebut sesuai dengan pendapat menjadi tindakan-tindakan operasional
Harsono dalam (Haerul, Akib Haedar, dalam kurun waktu tertentu maupun
2016) implementasi adalah “suatu proses dalam rangka melanjutkan usaha-usaha
untuk melaksanakan kebijakan menjadi untuk mencapai perubahan-perubahan
tindakan kebijakan dari politik ke dalam besar dan kecil yang ditetapkan oleh
administrasi. keputusan-keputusan kebijakan”.
Hal lain yang dikemukan oleh Dalam Implementasi sendiri
Agustino dalam (Haerul, Akib Haedar, memiliki barbagai karakter atau model
2016) bahwa implementasi adalah cukup dalam pelaksanaannya. Dimana (Dachi,
untuk membuat sebuah program dan 2017) mengatakan secara garis besar
kebijakan umum yang kelihatannya bagus model Implementasi Kebijakan Publik
diatas kertas. (Hielda, 2015) mengatakan dibagi menjadi 4 (empat) yaitu :
Implementasi kebijakan publik a. Model Analisis Kegagalan
merupakan salah satu tahapan dari proses b. Model Rasional (Top-Down)
c. Model Bottom-Up

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 6


d. Model Teori-teori Hasil Sintetis apolitik. Selain sumber daya manusia,
(Hybrid Theorys) . sumber daya finansial dan waktu menjadi
Pendapat lain mengumukakan perhitungan penting dalam keberhasilan
bahwa semakin kompleks suatau masalah implementasi kebijakan.
kebijakan maka semakin mendalam 3) Karakteristik pelaksana
analisis yang dilakukan sehingga Pusat perhatian pada agen
diperlukan teori dengan model yang pelaksana meliputi organisasi formal dan
relatif operasional. Hal itulah yang organisasi informal yang akan terlibat
menadi pendasar para ahli dalam pengimplementasian kebijakan.
mengemukakan Model model Hal ini pentiing karena kinerja
Implementasi. Adapun modelnya sebagai implementasi kebijakan akan sangat
berikut: dipengarui oleh ciri yang tepat serta
Donald Van Metter dan carl Van cocok dengan para agen pelaksananya.
Horn dalam (Nuraida, 2016) 4) Aktivitas pengamatan dan komunikasi
mengembangkan model implementasi interorganisasional
kebijakan klasik yang mengasumsi bahwa Agar kebijakan public bisa
implementasi kebijakan sejalan dengan dilaksanakan dengan efektif, menurut
proses kebijakan. Ada enam variabel Van Metter dan Van Horn apa yang
yang menentukan keberhasilan kebijakan menjadi standar tujuan harus dipahami
antara lain : oleh para individu (implementers) yang
1) Standar dan tujuan kebijakan bertanggung jawab atas pencapaian
Van Metter dan Van Horn standar dan tujuan kebijakan, karena itu
mengemukakan untuk mengukur kinerja standard dan tujuan harus
implementasi kebijakan tentunya dikomunikasikan kepada para pelaksana.
menegaskan standar dan sasaran tertentu Komunikasi dalam kerangka
yang harus dicapai oleh pelaksana penyampaian informasi kepasa para
kebijakan, kinerja kebijakan pada pelaksana kebijakan tentang apa menjadi
dasarnya merupakan penilaian atas standard dan tujuan harus konsisten
tingkat ketercapaian standar dan sasaran dengan seragam (consistency and
tersebut. uniformity) dari berbagai sumber
2) Sumber daya kebijakan (policy informasi
resources) 5). Disposisi atau sikap pelaksana
Keberhasilan implementasi Menurut pendapat Van Metter dan
kebijakan sangat tergantung dari Van Horn sikap atau penolakan dari agen
kemampuan memanfaatkan sumber daya pelaksana kebijakan sangat
yang tersedia. Manusia merupakan mempengaruhi keberhasilan atau
sumber daya yang berkualitas sesuai kegagalan implementasi kebiajkan public.
dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh Hal ini sangar mungkin terjadi karena
kebijakan yang telah ditetapkan secara kebiajkan yang dilaksanakan bukanlah

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 7


berhasil formulasi warga setempat yang 2.Adanya kebijakan-kebijakan yang
mengenalbetul permsalahan atau harus diambil dalam pencapaian tujua
persoalan yang mereka rasaan. itu
6) Kondisi ekonomi, sosial dan politik 3.Adanya aturan-aturan yang dipegang
Hal terakhir yang perlu diperhatikan dan prosedur yang harus dilalui
guna menilai kinerja implementasi 4.Adanya perkiraan anggran yang
kebijakan adalah sejauh mana lingkungan dibutuhkan.
eksternal turut mengundang keberhasilan 5.Adanya strategi dalam pelaksanaan
kebijakan publik. Lingkungan sosial,
ekonomi dan politik yang tidak kondusif 2.4 Pengendalian DBD
dapat menjadi sumber masalah dari DBD (Demam berdarah dengue)
kegagalan kinerja implementasi adalah penyakit infeksi yang disebabkan
kebijakan. Karena itu, upaya oleh virus dengue dengan manifestasi
implementasi kebijakan mensyaratkan klinis demam 2- 7 hari, nyeri otot dan
kondisi lingkungan eksternal yang atau nyeri sendi yang disertai leukopenia,
kondusif. ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diatesis hemoragik (Suhendro, 2009).
2.3 Program Demam berdarah dengue juga disebut
Program merupakan tahapan- sebagai “breakbone fever” atau
tahapan atau cara-cara untuk dapat “bonebreak fever” (demam sendi), karena
melaksanakan kebijakan itu sendiri demam tersebut dapat menyebabkan
sehingga apa yang hendak menjadi target penderitanya mengalami nyeri hebat
suatu kebijjakan dapat terpenuhi melalui seakan-akan tulang mereka patah.
program-program tersebut.. Jones dalam Sejumlah gejala dari demam dengue
(Aspri, 2015) Programa adalah cara yang adalah demam, sakit kepala, kulit
disahkan untuk mencapai tujuan. Dengan kemerahan yang nampak seperti campak,
program maka segala bentuk rencana dan nyeri otot persendian Soegijanto
akan lebih terorganisir dan lebih mudah dalam (Novriadi 2017)..
untuk dioperasionalkan. aakan lebih Menurut Muninjaya dalam
terorganisir dan lebih mudah untuk (Idriansyah 2016), terjangkitnya suatu
dioperasionalkan. Dengan demikian dapat penyakit DBD (Demam Berdarah
dikatakan bahwa program merupakan Dengue)disebabkan oleh lebih dari satu
unsur pertama yang harus ada demi faktor (Multiple causal).Faktor-faktor
tercapainya kegiatan pelaksanaan karena tersebut adalah faktor pri laku (Host),
dalam progrma tersebut telah dimuat faktor lingkungan dan sumber daya
berbagai aspek antara lain: kesehatan. Berdasarkan keterangan
1.Adanya tujuan yang ingin dicapai tersebut dapat dikatakan bahwa terjadinya
insiden DBD (Demam Berdarah

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 8


Dengue)disebabkan oleh faktor-faktor pengumpulan idforman penelitian akan
berikut ini: berhenti jika sudah mencapai titik jenuh
a) Faktor Prilaku (Host) dimana tidak adanya berbagai informasi
b) Faktor lingkungan baru dari berbagai infroman. Key
c) Faktor sumber daya kesehatan Informan dari judul Implementasi
Kebijakan Pemberantasan Penyakit DBD
3. METODE PENELITIAN (Demam Berdarah Dangue) Di Kota
3.1 Jenis Penelitian Pekanbaru yaitu sebagai berikut :
Jenis penelitian yang digunakan 1. Kepala Dinas Kesehatan Kota
dalam penelitian ini adalah studi kasus Pekanbaru
denangan pendekatan kualitatif yang 2. Kepala Bidang Pencegahan dan
bersifat deskriptif. Bogdan & Taylor Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas
dalam (Moeloeng, 2007) mendefinisikan Kesehatan Kota Pekanbaru.
metode kualitatif sebagai prosedur 3. Kepala seksi Pencegahan dan
penelitian yang menghasilkan data Pengendalian Menular
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau 4. Petugas Kesehatan Puskesmas
lisan dari orang-orang dan perilaku yang Payung Sekaki
diamati. Sehingga dengan mengikuti 5. Kepala Puskesmas Pekanbaru Kota
karakter dari penelitian Kualitatif maka 6. Kepala Bidang Kesejahteraan
Implementasi Kebijakan Pemberantasan Masyarakat Kecamatan Payung
Penyakit DBD (Demam Berdarah Sekaki
Dangue) Di Kota Pekanbaru dapat 7. Camat Pekanbaru Kota
dianalisis. 8. Staf Kelurahan Bandar raya
9. Ketua RT03/RW04 Kelurahan
3.2 Lokasi Penelitian Bandar raya
Penelitian ini dilaksanakan di Kota 10. Ketua RW05 Kelurahan Kota Tinggi
Pekanbaru karena Kota pekanbaru 11. Anggota Kader Jumantik RT03
menjadi daerah yang memiliki angka Kelurahan Kota Tinggi
kesakitan DBD (Demam Berdarah 12. Penderita DBD di Kecamatan
Dengue) tertinggi di antara daerah Payung Sekaki
lainnya di Provinsi Riau selama dua 13. Masyarakat Kecamatan Payung
tahun terakhir. Sekaki dan Kecamatan Pekanbaru
Kota
3.3 Informan Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data
Dalam penentuan sampel tidak 1. Data Primer
dapat ditentukan sebelumnya peneliti Data Primer adalah data yang
mengikuti arahan informan sebelumnya. diperoleh secara langsung oleh sipeneliti,
Lincoln dan Guba dalam (Sugiono, (Sarmanu, 2017). Dimana data primer
2017) mengatakan bahwa dalam tersebut dapat dapat diperoleh melalui

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 9


wawancara terhadap informan dimana sampai dengan Maret tahun 2020.
dalam penelitian ini informan yang Penelitian ini dilakukan dengan beberapa
dimaksud adalah Dinas Kesehatan Kota informan yang telah dipilih oleh peneliti
Pekanbaru sebagai narasumber dalam penelitian ini,
2. Data Sekunder adapun tahapnya sebagai berikut:
Data Sekunder adalah data yang 1. Wawancara (Interview)
diperoleh peneliti secara tidak langsung (Rukin, 2019), Wawancara adalah
melalui instansi, (Sarmanu, 2017). Data proses dimana peneliti akan bertanya
sekunder dapat diperoleh melalui buku, secara langsung dan mendalam (in depth
laporan, jurnal, dan sumber lainnya yang interview) kepada responden yang
relevan dengan penelitian sebagai berhungan secara langsung tentang
penunjang kelengkapan dalam penelitian masalah penelitian, peneliti membuat
ini seperti : kerangka dan garis besar pokok-pokok
1) Undang-undang Nomor 36 Tahun pertanyaan (interview guide) yang akan
2009 tentang kesehatan. diajuakn dalam Proses wawancara
2) Keputusan Menteri Kesehatan tersebut. Marshal&Rossman dalam
Republik Indonesia Nomor (Bagong&Sutinah, 2005) Wawancara
581/MENKES/SK/VII/1992 tentang adalah teknik pengumpulan data yang
Pemberantasan Penyakit Demam didasarkan pada percakapan secara
Berdarah Dengue. intensif dengan satu tujuan.
3) Keputusan Menteri Kesehatan Dalaam penelitian yang berjudul
Republik Indonesia Nomor Implementasi Kebijakan Pemberantasan
92/MENKES/II/1994 Penyakit DBD (Demam Berdarah
4) Peraturan Gubernur Riau Nomor: 113 Dangue) Di Kota Pekanbaru maka
Tahun 2016 Tentang Penetapan peneliti menggunkan metode wawancara
Indikator Kinerja Program semi-terstruktur dimana pertanyaaan
Pembangunan Provinsi Riau yang diajukan seacara terbuka kepada
5) Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor Dinas Kesehatan kota Pekanbaru namun
93 tahun 2016 tentang kedudukan, tidak lari dari tema yang sesuai dengan
susunan organisasi, tugas dan fungsi judul penelitian ini.
serta tata kerja Dinas Kesehatan Kota 2. Observasi
Pekanbaru. Marshal & Rossman dalam
6) Profil Dinas Kesehatan Provinsi Riau (Bagong & Sutinah, 2005) Observasi
7) Profil Dinas Kesehatan Kota (pengamatan) yanag dimaksud di sini
Pekanbaru adalah “Deskripsi secara sistematis
tentang kejadian dan tingkah laku dalam
3.5 Teknik Pengumpulan Data setting sosial untuk diteleti”. Pengamatan
Pengumpulan data dalam penelitian dapat bervariasi mulai dari yang sangat
ini dilakukan pada periode bulan Januari terstruktur dengan catatan rinci mengenai

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 10


tingkah laku sampai yang paling kabur data yang dilakukan yaitu wawancara,
dari tingkah laku. Dimana dalam observasi dan dokumentasi. Dalam
penelitian ini akan dilakukan pengamatan penelitian ini tahapan reduksi data
secara langsung di lapangan dan terkait merupakan bagian kegiatan analisis
pelaksanaan Implementasi Kebijakan sehingga pilihan-pilihan peneliti tentang
Pemberantasan Penyakit DBD (Demam bagian data mana yang dibuang, pola-
Berdarah Dangue) Di Kota Pekanbaru. pola mana yang meringkas sejumlah
3. Dokumentasi bagian tersebut, cerita-cerita yang
Dokumentasi diperoleh dengan cara berkembang, merupakan pilihan-pilihan
mengumpulkan data dan menghimpun analisis. Data atau informasi yang
dokumen-dokumen baik dokumen diperoleh berdasarkan hasil wawancara,
tertulis, gambar maupun media elektronik observasi dan dokumentasi yang sesuai
yang berhubungan dengan penelitian dengan fenomena yang terjadi kemuadian
yang berjudul Implementasi Program dirangkum dan dikategorikan sesuai
Pencegahan dan Penanggulangan dengan pertanyaan-pertanyaan yang
Penyakit Menular DBD di Kota terjadi dilokasi penelitian mengenai
Pekanbaru. Implementasi Kebijakan Pemberantasan
Penyakit DBD (Demam Berdarah
1.6 Analisis Data Dangue) Di Kota Pekanbaru.
Menurut Hubberman&Miles 2. Penyajian Data
dalam (Idrus 2009: 147-148) model Menurut Miles dan Huberman dalam
analisis data yang dikemukakannya (Idrus 2009) Penyajian data sebagai
disebut model interaktif. Model ini terdiri informasi tersusun yang memberi
dari tiga hal utama, yaitu (1) reduksi data; kemungkinan adanya penarikan
(2) penyajian data; dan (3) penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
kesimpulan atau verifikasi. Keseluruhan Data yang diperoleh dari hasil
kegiatan tersebut merupakan kegiatan wawancara, observasi, dan dokumentasi
saling jalin-menjalin pada saat sebelum, di lokasi penelitian disajikan dalam
selama, dan sesudah pengumpulan data bentuk catatan hasil wawancara dengan
dalam bentuk yang sejajar untuk pihak Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru
membangun wawasan umum yang yang mengetahui implementasi yang
disebut analisis. Hal tersebut dapat dilihat dilakukan dalam pencegahan dan
melalui gambar dibawah. penanggulangan Penyakit Menular DBD
1. Reduksi Data di Kota Pekanbaru. Yang didokumentasi
Reduksi data dapat diartikan sebagai mengenai Implementasi Kebijakan
proses pemilihan, pemusatan perhatian Pemberantasan Penyakit DBD (Demam
pada penyederhanaan, pengabstrakan, Berdarah Dangue) Di Kota Pekanbaru
dan transformasi data kasar yang serta lembaga terkait, dan selanjutnya
diperoleh melalui teknik pengumpulan

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 11


disajikan dalam bentuk tulisan penyelidikan epidemologi kerumah
berdasarkan hasil informasi yang didapat. tersangkan DBD (Demam Berdarah
3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi Dengue) dan dilakukan
Tahap akhir dari model interaktif adalah pemeriksaan 20 rumah di sekitar
verifikasi dan penarikan kesimpulan. rumah penderita.
Tahap ini dimaknai sebagai penarikan arti 2) Jika ditemukan jentik dan juga
data yang telah ditampilkan. Berdasarkan penderita demam lebih dari 2 orang
data yang telah direduksi dan disajikan, maka akan dilakukan fogging, dan
peneliti menarik kesimpulan yang juga PSN (pemberantasan sarang
didukung dengan hasil dari pengumpulan nyamuk)
data melalui wawancara, observasi dan 3) Melakukan penyuluhan apabila
dokumentasi. Kesimpulan yang ditarik membutuhkan butuk abate maka
adalah jawaban dari rumusan masalah akan berikan secara gratis.
yang telah dibuat oleh peneliti di awal 4) Jika hasil epidemologinya tidak
dan jawaban dari pertanyaan- pertanyaan ditemukan jentik nyamuk atau
mengenai implementasi Implementasi penderita demam tidak akan
Kebijakan Pemberantasan Penyakit DBD dilakukan fogging tetapi kami
(Demam Berdarah Dangue) Di Kota hanya lakukan PSN yang diarahkan
Pekanbaru. Kemudian kesimpulan yang ke masyarakat setempat terutama
ditarik oleh peneliti melalui proses RT/RW untuk melakukan gotong
verifikasi agar kesimpulan yang ditarik royong
benar-benar merupakan kesimpulan final. Langkah-langkah pelaksanaan
Implementasi Kebijakan pemberantsan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN DBD (Demam Berdarah Dengue) di Kota
4.1 Implementasi Kebijakan Pekanbaru yaitu Melakukan sosialisasi
Pemberantasan DBD (Demam terkait kegiatan 3Mplus
Berdarah Dengue) di Kota (Memilah,Menguras dan Mendaur ulang),
Pekanbaru dilakukannya Promosi terkait Program 1
4.1.1 Standart dan Tujuan Kebijakan Rumah 1 Jumantik, membuat surat
Standar dalam Kebijakan himbauan kepada seluruh kepala
Pemberantasan DBD (Demam Berdarah puskemas untuk mengajak masyarakat
Dengue) di Kota Pekanbaru diatur diwilayah kerjanya utnuk membersihkan
berdasarkan arahan dari Kementerian lingkungan dalam pencegahan dan
Kesehatan sehingga standart yang berlaku pengendalian DBD, Melakukan fogging
di Kota Pekanbaru maka berlaku di di Kawasan yang memiliki pasien DBD
wilayah lainnya seluruh Indonesia. (Demam Berdarah Dengue) apabila
1) Apabila ditemukan Pasien diperlukan maka akan dilakukan
terjangkit DBD (Demam Berdarah pembagian bubuk abate.
Dengue) maka akan dilakukan

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 12


4.1.2 Sumber Daya terjalinnya komunikasi antar pihak terkait
Sumber daya dari Kebijakan tidak secara intens karena hanya dalam
Pemberantasan DBD (Demam Berdarah bentuk Administrasi saja. Sedangkan
Dengue) di Kota Pekanbaru masih belum untuk Kordinasi di Kebijakan
berhasil karena dilihat dari 2 kategori pemeberantasn DBD (Demam Berdarah
Sumber daya finansial dan Sumber daya Dengue) di Kota Pekanbaru juga sudah
manusia dimana dalam pelaksanaannya belum berjalan dengan baik hal tersebut
sumber daya finansial atau anggaran dari dilihat dari masih belum jelasnya
kebijakan pemberantasan DBD (Demam pembagian tanggung jawab masing
Berdarah Dengue) ini bersumber dari masing pihak dalam Pemberantasan DBD
APBD saja. Dalam penggunanaanya (Demam Berdarah Dengue) di Kota
anggaran teersebut digunakan sebagai Pekanbaru.
dana untuk fogging khusus dan juga
sosialisasi. Namun anggaran tersebut 4.1.4 Karakteristik Agen Pelaksana
hanya ada sampai di Puskesmas tidak ada Karakteristik dari Agen Pelaksana
anggaran Pemberantasan DBD (Demam dalam Kebijakan Pemeberanatsan DBD
Berdarah Dengue) di Kecamatan. (Demam Berdarah Dengue) di Kota
minimnya anggaran untuk Pemberantasan Pekanbaru masih memilki kendala walau
DBD (Demam Berdarah Dengue) di Kota secara keseluruhan sudah berjalan dengan
Pekanbaru membuat kategori sumber baik. Dimana masing masing OPD telah
daya finansial masih belum berhasil. melaksanakan berbagai upaya terkait
Sedang untuk kategori sumber daya pelaksanaan kebijakan baik itu Dinas
manusia Kebijakan Pemberantasan DBD Kesehatan yang melakukan promosi
(Demam Berdarah Dengue) di Kota kegiatan 4MPlus, (Memilah,Menguras,
Pekanbaru masih mengalami kekurangan Mendaur ulang) dan PSN (Pemberantasan
terutama di Puskesmas yang hanya Sarang Nyamuk) dan program 1 rumah 1
memilki satu petugas kesling dan ada jumantik selain itu Dinas Kesehatan dan
pula petugas kesling yang tidak dilator puskesmas juga sudah melaksanaakan
belakangi bidang surffeland sehingga bisa fogging dan pembagaian bubuk abate.
dikatakan SDM dari Kebijakan Sedangkan pihak kecamatan juga sudah
Pemberantasan DBD (Demam Berdarah mengklaim bahwa mereka telah
Dengue) ini masih belum berjalan dengan melakukan berbagai upaya juga seperti
baik. menghimbau masrakat untuk melakukan
4MPlus, (Memilah,Menguras, Mendaur
4.1.3 Komunikasi antar Organisasi ulang) dan PSN (Pemberantasan Sarang
Komunikasi anatar organisasi dalam Nyamuk) di lingkungannya dan juga
Kebijakan Pemberantasan DBD (Demam melakukan gotong royong. Namun untuk
Berdarah Dengue) di Kota Pekanbaru capaian yang sudah diraih masih belum
dinilai belum berhasil melihat dari ada. Pembagian tanggung jawab dari

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 13


masing maisng OPD juga sudah jelas masyarakat terkena DBD (Demam
bahwa Dinas kesehatan akan melalukan Berdarah Dengue) masih belum ada.
promosi untuk upaya pencegahan dan Sedangkan bantuan social bagi terdambak
fogging samapi pembagaian bubuk abate DBD (Demam Berdarah Dengue) hanya
sebagai upaya pengendalian. Sedangkan berupa kunjungan kerumah masyakat
pihak RT/RW,Lurah dan Kecamatan tersebut dan memebrikan arahan dan
bertanggung jawab untuk memebrikan motivasi agar tidak terkena DBD
laporan apabila ditemukan kasus DBD (Demam Berdarah Dengue) kemabali.
(Demam Berdarah Dengue) di daerahnya Untuk Kondiis Politik dari
dan juga menggerakkan masyarakat pemebrantasan DBD (Demam Berdarah
untuk melakukan gotong royong dan Dengue) di Kota pekanbaru masih belum
penerapan 4MPlus, (Memilah, Menguras, ada karena biasanya Kondisi Politik akan
Mendaur ulang) dan PSN (Pemberantasan terpegaruh apabila terjadi wabah atau
Sarang Nyamuk). Upaya tersebut akan KLB (Kejadian Luar Biasa) dan beberapa
lebih meningkat apabila terjadi wabah tahun terakhir Pekanbaru belum ada
atau KLB (Kejadian Luar Biasa). Untuk mengalami wabah atau KLB (kejadian
hambatan dalam pembagaian tanggung Luar Biasa)
jawab ditemukan karena kurangnya 4.1.6 Disposisi atau sikap Implementor
upaya Kecamatan, Lurah RT/RW dalam Disposisi pada Kebijakan
mengegrakkan masyarakatnya untuk Pemberantasan DBD dilihat dari tiga hal
menerapkan 4MPlus, (Memilah, yaitu; pengetahuan, Kesesuaian kebijakan
Menguras, Mendaur ulang) dan PSN dan Intensitas para implementor.
(Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan Pengetahuan yang dimiliai dari para
melaksanakn gotong royong sehingga implementor yang terdapat di
keselarasan antar Lintas sektor dan lintak pemberantasan DBD (Demam Berdarah
program tidak terjalin yang menyebabkan Dengue) di Kota Pekanbaru berdasarkan
adanya hambatan. hasil wawancara yang telah dilakukan
masayarakat dan RT/RW belum begitu
4.1.5 Kondisi Sosial,Ekonomi dan dipahami alur dari kerja kebijakan
Politik pemberatasan DBD (Demam Berdarah
Kondisi Sosial, Ekonomi dan Dengue) karena kurangnya sosialisasi
Politik dari Pemberantasan DBd di Kota yang dilakukan oleh para implementor
Pekanbaru yaitu Kondisi social yang yaitu Dinas Kesehatan, Kecamatan,
tidak menjadi patokan bagi masyarakat Puskesmas, dan Kelurahan, karena
yang terkena DBD (Demam Berdarah sepertinya yang penulis temukan
Dengue) kareana DBD (Demam Berdarah dilapangan sosialisasi yang dilakukan
Dengue) tidak menjangkit seseorang hanya kepada Puskesmas, Kecamatan,
berdasarkan kondisi social. Selain itu Kelurahan dan RT/RW. Diharapkan dari
untuk bantuan secara ekonomi bagi sosialisasi yang dilaksanakan dengan para

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 14


implementor tersebut dapat diteruskan transmisi dimana terlihat ada terputusnya
kepada masyarakat sehingga tujuan dari komunikasi dipihak kelurahan, selain itu
kebijakan itu dapat terwujud, akan tetapi juga dijelaskan bahwa masih banyak
yang terjadi dalam pelaksanaannya masyarakat yang tidak mendapatkan
masyarakat masih belum paham dengan informasi. Hal tersebut dapat dilihat
kebijakan pemberatasan DBD (Demam bahwa adanya pihak dalam Implementasi
Berdarah Dengue) ini terutama dalam Kebijakan Pemberantasan DBD (Demam
sistem pelaporan. Berdarah Dengue) di Kota Pekanbaru
kesesuain Kebijakan dengan yang masih kurang informasi terkait
Implementor dinilai sudah tepat dan upaya pemberantasan DBD (Demam
sesuai baik itu dari segi standart dan Berdarah Dengue) di wilayahnya
tujuan kebijakan maupaun Kebijakan itu sehingga hal tersebut disebabkan oleh
sendiri namun para Implementor berharap adanya transmisi dalam komunikasi.
adanya kebijakan yang ditambahkan.
Intensitas Implementor masih 4.2.2 Kurangnya Komitmen Agen
terhamdap dalam upaya pemberdayaan Pelaksana
masyarakat untuk melakukan 4MPlus, Lemahnya komitmen agen
(Memilah,Menguras, Mendaur ulang) dan pelaksana dari Kebijakan Pemberantasan
PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) DBD (Demam Berdarah Dengue) di Kota
masih belum tepat mencapai sasaran. Pekanbaru. Hal tersebut bisa tentu saja
Dimana kegiatan sosialisasi yang menjadi hambatan dari Implementasi
diadakan oleh Dinas Kesehatan hanya Kebijakan pemberantasan DBD (Demam
berupa sosialisasi yang mengundak pihak Berdarah Dengue) di Kota Pekanbaru.
kecamatan dan Puskesmas serta lurah dan Seperti yang sudah dijelaskan agen
RT/RW dimana harapan dari Dinas pelaksanalah yang kan
Kesehatan Camata,Lurah dan RT/RW mengimplementasikan Kebijakan yang
selaku pemilik wilayah dapat memantau ada namun jika tidak ada komitmen
dan mengajak warga untuk lebih giat dalam melaksanaknnya maka
dalam menerapkan 4MPlus, (Memilah, Impelemntasinya juga tidak berjalan
Menguras, Mendaur ulang) dan PSN dengan semestinya. Dimana hal tersebur
(Pemberantasan Sarang Nyamuk). juga berlaku pada Implementasi Kebijakn
pemberantasan DBD (Demam Berdarah
4.2 Faktor Penghambat Implementasi Dengue) di Kota Pekanbaru yang harus
Kebijakan Pemberantasan DBD di menekankan komitmen dari Agen
Kota Pekanbaru pelaksananya.
4.2.1 Transmisi dalam Komunikasi
Komunikasi Implementasi 4.2.3 Minimnya Sumber Daya Manusia
Kebijakan Pemberantasan DBD di Kota Sumber daya manusai untuk
Pekanbaru terdapat masalah yaitu berupa Kebijakan Pemberantasan DBD (Demam

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 15


Berdarah Dengue) di Kota Pekanbaru hambatan dalam Implementasi Kebijakan
masih memiliki berbagai kendala yang Pemberantasan DBD (Demam Berdarah
berakibat menghambat Implementasi dari Dengue) di Kota Pekanbaru belum
Kebijakan tersebut. Sumber daya berjalan dengan baik karena kaan
manusia yang ada sangat kurang terutama berakibat pada pengadaan fasilitas yang
di masing-masing Puskesmas. Dimana terbatas serta kegiatan yang tidak berjalan
setiap puskesmas hanya memiliki satu maksimal akibat minimnhya anggaran.
petugas kesehatan lingkungan berjumlah
satu orang sedangkan wilayah yang harus 5. Penutup
ditangain ada sebanyak 6 lebih kelurahan, 5.1 Kesimpulan
walau ada kader jumantik yang bisa Berdasarkan hasil penelitian tentang
cukup membantu namun tidak setiap Implementasi Kebijakan Pemberanatsan
kecamatan memiliki Kader juantik. Latar DBD (Demam Berdarah Dengue) di Kota
belakang dari Sumber daya manusia Pekanbaru beserta informasi yang telah
kebijakan pemberantasan DBD (Demam didapatkan dari informan penelitian
Berdarah Dengue) di Kota Pekanaru melalui riset dan telah dianalisis di Bab
masih memiliki masalah dimana masih V, maka penelitan terkait Implementasi
ada Sumber daya manusia yang dari latar Kebijakan Pemberanatsan DBD (Demam
belakang yang tidak sesuai dengan Berdarah Dengue) di Kota Pekanbaru
masalah DBD(Demam Berdarah dapat disimpulkan bahwa :
Dengue). Kendala-kendala tersebut tentu 1. Implementasi Kebijakan
saja bisa menghambat proses Pemberanatsan DBD (Demam
Implementasi Kebijakan Pemberantasan Berdarah Dengue) di Kota Pekanbaru
DBD Demam Berdarah Dengue) di Kota masih belum berjalan dengan optimal.
Pekanbaru, karena Sumber daya manusia Hal tersebut dapat tinjau berdasarkan
ini menjadi salah satu unsur berjalannya indikator berikut :
suatu Implementasi Kebijakan namun a. Indikator standart dan tujuan
jika masih memiliki masalah bagaiamana kebijakan sudah baik, dimana sudah
kebijakan Pemberantasan DBD di Kota terdapat standart dari kementerian
Pekanbaru bisa berjalan dengan baik. kesehatan dan sudah jelas langkah-
langkahnya dan dilaksanakan.
4.2.4 Keterbatasan Anggaran b. Sumber daya dari Implementasi
Sumber daya finansial atau Kebijakan Pemberantasan DBD
anggaran dari Kebijakan Pemberantasan (Demam Berdarah Dengue) di Kota
DBD (Demam Berdarah Dengue) di Kota Pekanbaru yang masih banyak
Pekanbaru cukup minim sehingga kekurangan, baik itu dari segi sumber
berakibat pada banyaknya kegiatan yang daya finasial maupun sumber daya
sulit dilaksanakan sehingga berujung manusia.
pada masalah tersebut dapat menjadi

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 16


c. Komunikasi antar organisasi yang daya manusia dan keterbatasan
masih belum berjalan dengan intens anggaran.
sehingga berpengaruh terhadap
kordinasi juga tidak berjalan dengan 5.2 Saran
baik karena masih ada agen pelaksana Berdasarkan kesimpulan dari hasil
yang belum sadar akan tugas mereka. penelitian mengenai Implementasi
d. Karakter Agen Pelaksana yang masih Kebijakan Pemberanatsan DBD (Demam
belum baik, seluruh kegiatan yang Berdarah Dengue) di Kota Pekanbaru,
diselenggarakan Dinas kesehatan peneliti memberikan saran dan masukan
dalam upaya pemberantasan DBD mengenai Implementasi Kebijakan
(Demam Berdarah Dengue) hanya Pemberanatsan DBD (Demam Berdarah
sampai pada Puskesmas dan RT/RW Dengue) di Kota Pekanbaru :
namun tidak ada ke masyarakat. 1. Mengubah bentuk komunikasi antar
Sedangkan lintas sektor yang masih implementor, dimana peneliti
acuh tak acuh terhadap kegiatan berharap komunikasi yang terjalin
tersebut. dalam Implementasi Kebijakan
e. Kondisi Ekonomi,social dan politik Pemberanatsan DBD (Demam
tidak memiliki kendala karena dari Berdarah Dengue) di Kota
segi ekonomi tidak menjadi masalah Pekanbaru tidak hanya dalam
dalam pelaksanaan kebijakan bentuk administrasi melainkan
pemberantasan DBD (Demam menggunakan teknologi yang dapat
Berdarah Dengue) sedangkan dari mempemudah komunikasi yaitu
segi Politik akan berpengaruh apabila seperti membuat grup Whatsapp
terjadi wabah. atupun teknologi komunikasi yang
f. Disposisi implementor yang terdiri lainnya. Dimana jika menggunakan
dari pemahaman, pengetahuan, dan grup maka informasi yang akan
intensitas implementor terhadap disampaikan lebih efisien.
kebijakan dimana pada pemahaman Informasi terkait kegiatan yang
masih ada implementor yang belum akan dilaksanakan, informasi
paham terhadap kebijakan terkait penemuan pasien DBD
pemberantasan DBD (Demam (Demam Berdarah Dengue) akan
Berdarah Dengue). lebih cepat tersampaikan.
2. Faktor-faktor penghambat 2. Meningkatkan kordinasi dalam
Implementasi Kebijakan penyampaian upaya pemberantasan
Pemberanatsan DBD (Demam DBD (Demam Berdarah Dengue),
Berdarah Dengue) di Kota Pekanbaru dimana dalam pelaksanaan
yaitu dari Transmisi dalam penyuluhan maupun sosialisasi
Komunikasi, Kurangnya Komitmen diperlukan kordinasi yang baik agar
agen pelaksana, minimnya sumber saling mengetahui mana yang

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 17


menajdi hak dan kewajiban dari penyulihan di media elektronik dan
masing-masing implementor juga media cetak, sehingga
sehingga apa yang disampaiakn masyarakat lebih tergerak dalam
dapat juga mencapai sasaran melakukan upaya pemberantasan
dengan tepat. DBD (Demam Berdarah Dengue).
3. Menambah Petugas Kesehatan
lingkungan di masing masing DAFTAR PUSTAKA
Puskesmas, dimana pemberantasan Albi Anggito, Johan Setiawan. 2018.
DBD (Demam Berdarah Dengue) Metodologi Penelitian Kualitatif. CV
ini merupakan penyakit yang cukup Jejak Jejak Publisher.
Mulyadi, Deddy. 2016. Studi Kebijakan
berbahaya sehingga jika Sumber
Publik Dan Pelayanan Publik.
daya manusia mengalami Bandung: Alfabeta.
kukarngan maka akan kesulitan Sarmanu. 2017. Dasar Metodologi
dalam upaya pemberantasan DBD Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan
(Demam Berdarah Dengue). Statistika. Airlangga University
4. Membentuk satuan bagi masyarakat Press.
yang sudah terjangkit DBD Yusuf, Muri. 2016. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian
(Demam Berdarah Dengue)
Gabungan. Prenada Media.
menjadi duta atau salah satu pihak Rukin. 2019a. Metodologi Penelitian
yang akan menggerakkan Kualitatif. Yayasan Ahmar Cendekia
masyarakat dalam pemberanatsan Indonesia.
DBD (Demam Berdarah Dengue) Dachi, Rahmat Alyakin. 2017. Proses Dan
di Kota Pekanbaru. Analisis Kebijakan Kesehatan (Suatu
5. Membentuk Pokjanal DBD Pendekatan Konseptual). Deepublish.
Sugiono (2017). Metode penelitian
(Demam Berdarah Dengue), sesuai
kebijakan. S.Y. Ratri, Ed Bandung.
dengan Keputusan Menteri CV. Alfabett Dachi, Rahmat Alyakin.
Kesehatan Republik Indonesia 2017. Proses Dan Analisis Kebijakan
Nomor 581/MENKES/SK/VII/1992 Kesehatan (Suatu Pendekatan
yang menjelaskan untuk Konseptual). Deepublish.
membentuk Pokjanal sebagai Djiko, Richard, Putra Sian Arimawa, and
Charles H.S. Tangkau. 2018.
kelompok yang ada disetiap
“Implementasi Kebijakan Jaminan
kecematan bertugas untuk Kesehatan Nasional Di Kabupaten
menyiapkan upaya-upaya Halmahera Utara.” Publisia: Jurnal
pemberantasan DBD (Demam Ilmu Administrasi Publik 3(2): 101–
Berdarah Dengue), sehingga 11
petugas kesling di setiap puskesmas Haerul, Akib Haedar, Hamdan. 2016.
dapat terbantu juga. “Implementasi Kebijakan Program
Tidak Rantasa (MTR) Di Kota
6. Membuat kegiatan penyuluhan
Makassar.” JAP 6.
dengan lebih kreatif seperti Halwati. 1392. “Implementasi Kebijakan

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 18


Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Anak
Di Kabupaten Takalar Provinsi
Sulawesi Selatan.” SAMM: 51–77.
Hayati, Rahmi. 2017. “Implementasi
Kebijakan Alokasi Dana Desa
Terhadap Pembangunan Di Desa
Garagata Kecamatan Jaro Kabupaten
Tabalong.” PubBis 1(1): 449–62.
Novicadisa, Selly et al. 2016.
“Implementasi Kebijakan
Pemungutan Pajak Hotel.” JAP 6.
Setyati, Rina, and Warsito Utomo. 2015.
“Implementasi Kebijakan Penataan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perumahan Kota Banjarbaru.” JKAP
(Jurnal Kebijakan dan
Administrasi)Publik) 19(1): 59.
Dokumen
Undang-undang Nomor 36 Tahun 20009
tentang Kesehatan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor
581/MENKES/SK/VII/1992 tentang
Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah
Dengue.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 92/MENKES/II/1994
Peraturan Gubernur Riau Nomor: 113
Tahun 2016 Tentang Penetapan Indikator
Kinerja Program Pembangunan Provinsi
Riau
Profil Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2018
Profil Kesehatan Provinsi Riau tahun 2016
Profil Kesehatan Provinsi Riau tahun 2018
Profil Kesehatan Provinsi Kota Pekanbaru
tahun 2017
Pedoman Pengendalian Demam Berdarah
Dengue tahun 2017
Skripsi
Idriansyah. 2016 Pengendalian Penyakit
DBD oleh Dinas Kesehatan Kecamatan.
Pangkalan kerinci Kabupaten Pelelawan

JOM FISIP Vol. 7 : Edisi II Juli – Desember 2020 Page 19

You might also like