You are on page 1of 6

HUBUNGAN PEMAKAIAN KONTRASEPSI SUNTIK DENGAN KEJADIAN

AMENOREA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS ATARI JAYA


KECAMATAN LALEMBUU KABUPATEN KONAWE SELATAN
TAHUN 2015

Wahida1 , Listyan utami 2


1
Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kendari
2
Mahasiswa Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kendari

ABSTRACT

Background: Amenorrhoea is no occurrence of menstruation for 3 months or more in women who


have experienced menstrual cycles. Some cases of amenorrhea can be found in injectable
contraceptive acceptors. This is confirmed by the data from Southeast Sulawesi province that there are
284,784 and 201,627 (70.8%) among them experiencing amenorrhea.
Objective: To find out whether there is a relationship between injectable contraception and the
incidence of amenorrhea in the work area of Atari Jaya Health Center, Lalembuu District, South
Konawe Regency in 2015.
Research methods: Analytical research with adesign crossstudy. The sample in this study amounted
to 92 injectable contraceptive acceptors. This research uses accidental sampling technique. Data
analysis included univariate and bivariate analysis using the SPSS (Chi Square test) program at the
level of confidence α = 0.05.
Results: Amenorrhoea is a complaint that is often felt in injectable contraceptive acceptors. Of the 92
injectable contraceptive acceptors who suffered secondary amenorrhoea there were 59 (64.1%)
acceptors while 33 (35.9%) acceptors did not suffer from secondary amenorrhoea. This shows that the
value of ρ = 0,000 is smaller than the value of α = 0.05. Then there is the relationship of injectable
contraception with the incidence of amenorrhea.
Conclusion: There is a correlation between injectable contraceptive use and the incidence of
amenorrhea in the work area of Atari Jaya Community Health Center, Lalembuu Subdistrict, South
Konawe Regency in 2015.
Suggestion: For injection contraceptive acceptors who experience abnormal menstrual changes, they
should always counsel health workers in the nearest service agency.

Keywords: injection contraception, amenorrhoea

PENDAHULUAN
Amenorea merupakan keadaan tidak akseptor kontrasepsi suntik menyadari ketidak
terjadinya menstruasi 3 bulan berturut-turut. normalan siklus haidnya, yaitu ibu tidak
Amenorea primer adalah tidak terjadinya mendapatkan haid tiap bulannya setelah
menarse sampai 17 tahun, dengan ataupun penyuntikan (Sarwono, 2008).
perkembangan seksual sekunder. Amenorea Pemakaian suntik sebagai kontrasepsi
skunder merupakan tidak terjadinya menstruasi hormonal tidak menimbulkan efek permanen
selama 3 bulan atau lebih pada wanita yang terhadap fertilitas (kesuburan). Akan tetapi,
penah mengalami siklus menstruasi. kembalinya kesubur pada wanita akan kembali
Sebagian besar wanita Indonesia tertunda karena terkait dengan lama pemakaian
memilih alat kontrasepsi berdasarkan pengaruh kontrasepsi tersebut.Amenorhea dapat
dan pengalaman orang yang sudah menyebabkan seorang wanita menjadi tidak
memakainya. Padahal tidak satupun metode subur.Menstruasi yang normal menandakan
kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua bahwa Anda subur dan organ-organ tubuh Anda
klien karena masing-masing mempunyai bekerja dengan baik.Jika seorang wanita tidak
kesesuaian dan kecocokan individu setiap klien. mengalami menstruasi, dapat diketahui bahwa
Setelah mendapatkan penyuntikan ada sebagian seorang wanita sedang mengalami gangguan

1
pada sistem reproduksinya dan memiliki Dilihat dari data-data di atas, pada
kemungkinan menjadi tidak subur(Bazargani penelitian ini, peneliti juga tertarik untuk
and Fardyazar, 2006). meneliti hubungan pemakaian kontrasepsi
Penelitian yang dilakukan Cakir M, suntik dengan amenorea diwilayah kerja
2007 diTurki menemukan bahwa disminore Puskesmas Atari Jaya Kecamatan Lalembuu
merupakan gangguan menstruasi dengan kabupaten Konawe selatan tahun 2015.
prevelensi terbesar (89,5%) diikuti tidak
teraturan menstruasi (31,2%), serta METODE
perpanjangan durasi menstruasi (5,3%).Pada
pengkajian terhadap penelitian-penelitian lain Jenis Penelitian
didapatkan prevalensi dismenorea bervariasi Jenis penelitian ini adalah penelitian
antara 15,8-89,5%, dengan prevalensi tertinggi kuantitatif, penelitian ini menggunakan desain
pada remaja. Mengenai gangguan observasional analitik denganpendekatan cross
lainnya.Polandia mendapatkan prevalensi sectional untuk mempelajari hubungan antara
amenorea primer sebanyak 5,3%, amenorea kontrasepsi suntik dengan amenorea sekunder.
sekunder 18,4%, oligomenorea 50%,
polimenorea 10,5%, dan gangguan campuran Lokasi dan Waktu Penelitian
sebanyak 15,8%. Jadi pada penelitian tersebut Penelitian ini telah dilaksanakan
amenorea sekunder menduduki peringkat diwilayah kerja Puskesmas Atari Jaya
kelima gangguan menstruasi yang sering Kecamatan Lalembuu Kabupaten Konawe
dialami wanita (Sianipar, dkk, 2009). salatan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan
Secara nasional pada tahun 2013 Mei 2015.
terdapat akseptor KB sebanyak 663.254
akseptor, 334.217 akseptor suntikan (50,39%), Populasi dan Sampel.
akseptor suntik 60,3% (201.532) diantaranya Populasi dari penelitian ini adalah
memnggunakan DMPA (3 bulan) dan 39,7% semua akseptor suntik di wilayah kerja
(132.685)menggunakan Cyclofem (1 bulan) dan Puskesmas Atari Jaya Kecamatan Lalembuu
70,8% dari akseptor kontrasepsi suntik Kabupaten Konawe Selatan yang berjumlah
menggalami gangguan menstruasi yaitu 1281 akseptor tahun 2015.
amenorea sekunder(Riskesdas, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah
Data Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun semua akseptor suntik yang di wilayah kerja
2013 didapatkan 284.783 akseptor suntik dan Puskesmas Atari Jaya Kecamatan Lalembuu
59% (163.192) memakai DMPA dan 41% Kabupaten Konawe Selatan
(116.761)menmakai cyclofem dan 70,8% dari
akseptor suntik diantaranya mengalami Pengumpulan Data
amenorea sekunder. Data Kabupaten Konawe Data primer adalah data yang diperoleh
didapatkan jumlah akseptor langsung dari responden melalui pengisian
kontrasepsisuntiktahun 2013yaitu 36,44% lembar kuesioner maupun wawancara yang
peserta dari 4.605 PUS, dan 58,3% diantaranya meliputi data tentang hubungan pemakaian
mengalami amenorea sekunder. Pada tahun kontrasepsi suntik dengan kejadian amenorea
2014 jumlah PUS yang diperoleh sebanyak sekunder.
4.858 pasangandengan jumlah akseptor Data sekunder adalah data yang
suntik37,07% akseptor dari keseluruhan jumlah diperoleh dari instansi terkait yang berhubungn
PUS dan 75,87% diantaranya mengalami dengan penelitian ini. Data sekunder kartu
amenorea sekunder (BKKBN, 2013). status peserta KB.
Pencapaian peserta kontrasepsi di kecamatan
Lelembuu tahun 2014 tercatat 2541 peserta Pengolahan dan Analisis Data
yang memakai alat kontrsepsi. diantaranya, Pengolahan data penelitian ini yaitu
MOW 76 orang, IUD 3 orang, pil 825 orang, Editing , Koding , Skoring, Entri,Tabulating
kondom 13 orang, implant 345 orang, suntik .Setelah selesai pembuatan kode selanjutnya
1281 orang dan 45,2% (580) menggunakan dilakukan pengolahan data kedalam satu tabel
kontrasepsi DMPA dan 54,8% (701) mennurut sifat – sifat yang dimiliki yang yang
menggunakan cyclofem 60% diantaranya sama sesuai dengan tujuan penelitian ini. Tabel
mengalami amenorea sekunder. yang digunakan yaitu berupa tabel distribusi
frekuensi.

2
Analisis data penelitian ini yaitu berarti tidak ada hubungan antara variabel
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan independent dengan dependent (Notoanmodjo,
atau mendeskripsikan karakteristik setiap 2005).
variabel penelitian. Pada umumnya dalam
analisis ini hanya menghasilkan distribusi HASIL
frekuensi dan presentase dari tiap variabel Berdasarkan hasil penelitian yang telah
(Notoadmodjo, 2010) dan Analisis bivariant dilakukan diPosyandu Puskesmas Atari Jaya
adalah analisis yang dilakukan untuk Kecamatan Lalembuu Kabupaten Konawe
mengetahui masing-masing variabel, yaitu Selatan pada tanggal 25 mei -15 juni 2015.
menghubungkan kontrasepsi suntik dengan Dengan jumlah sampel 92 orang yang memakai
Kejadian Amenorea menggunakan uji statistic kontrasepsi suntik baik 1 bulan maupun yang 3
Chie Squere dengan menggunakan batas bulan dan yang menderita amenorea. Setelah
kemaknaan α ≤ 0,05 artinya apabila diperoleh data tersebut dikumpulkan, kemudian dilakukan
nilai p value ≤ 0. 05 berarti secara signifikan pengolahan sesuai dengan penelitian,
ada hubungan antara variabel independent selanjutnya dibahas dalam bentuk tabel serta
dengan dependent dan jika nilai p velue ≥ 0.05 penjelasan sebagai berikut.

Tabel 1. Distribusi aksepsor kontrasepsi suntik di Wilayah Kerja Puskesmas Atari Jaya,
Kecamatan Lalembuu, Kabupaten Konawe Selatan tahun 2015.

Jenis kontrasepsi Frekuensi Presentasi

3 bulan 58 63,0 %
1 bulan 34 37,0 %
Total 92 100 %
Sumber : Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel diatas dari 92


akseptor suntik, 58 aksepsor kontrasepsi suntik
3 bulan (63,0%) dan 34 akseptor yang memakai
kontrasepsi suntik 1 bulan (37,0 %).

Tabel 2. Distribusi Berdasarkan Kejadian Amenorea di Wilayah Kerja Puskesmas Atari Jaya
Kecamatan Lalembuu, Kabupaten Konawe Selatan

Amenorea Frekuensi Presentasi

Primer 15 16,3 %
Sekunder 77 83,7%
Total 92 100 %
Sumber : Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui diantaranya mengalami amenorea primer,


kejadian amenorea sekunder pada 92 akseptor sedangkan 77 (83,7%)akseptor lainnya
dimana sebanyak 15 (16,3%)akseptor mengalami amenorea sekunder.

3
Tabel 3.Hasil Analisis Bivariant Antara Kontrasepsi Suntik Dengan Kejadian Amenorea
Sekunder Diwilayah Kerja Puskesmas Atari Jaya Kecamatan Lalembuu Kabupaten
Konawe Selatan Tahun 2015

No Jenis Amenorea sekunder Jumlah Ρ


kontrasepsi
Amenorea Amenorea
Primer Sekunder
n % n % n %
1 3 bulan 0 58 75,3% 58 63,0% 0,000
2 1 bulan 15 100% 19 24,7% 34 37,0%
Jumlah 15 100% 77 100% 92 100%

Sumber : Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel diatas dari 92


akseptor kontrasepsi suntik yang datang di
posyandudan mengeluhmengalami amenorea
sekunder sebanyak 77 akseptor 58 (75,3 %)
diantaranya memakai kontrasepsi suntik 3
bulan dan 15 (16,3,7%) lainnya memakai
kontrasepsi 1 bulan sedangkan yang
mengalami amenorea primer sebanyak 15
akseptor dan semuanya memakai kontrasepsi
suntik 1 bulan, tidak ada akseptor kontrasepsi
suntik 3 bulan yang mengalami amenorea
primer.
Berdasarkan tabel diatas nilai ρvalue =
0,000 yang berarti lebih kecil dari nilai α =
0,05 dapat disimpulkan terdapat hubungan
kontrasepsi suntik dengan kejadian amenorea
sekunder.

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan mengandung hormon progesterone saja


dipuskesmas Atari Jaya Kecamatan Lalembuu dimana kandungan progesterone tersebut dapat
Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2015. menyebabkan gangguan menstruasi sedangkan
Berdasarkan Hasil penelitian yang diperoleh amenore yang tinggi disebabkan karena
nilai ρ = 0,000  0,05 yang menunjukkan hormon progesterone menekan LH sehingga
bahwa ada hubungan kontrasepsi suntik endometrium menjadi lebih dangkal dan
dengan kejadian amenorea sekunder di mengalami kemunduran sehingga kelenjarnya
puskesmas Atari Jaya Kecamatan Lalembuu menjadi tidak aktif.
Kabupaten Konawe Selatan tahun 2015. Hasil Hasil penelitian ini didukung oleh
pengolahan analisis pada tabel 3 menyatakan penelitian yang dilakukan Bazargani dan
bahwa pemakaian kontrasepsi suntik 3 bulan Fardyazar yang menyatakan bahwa efek
mempunyai resiko 8,9 kali mengalami pemakaian kontrasepsi suntik terhadap
amenorea sekunder bila dibandingkan dengan amenorea sekunder bertambah besar seiring
akseptor kontrasepsi suntik 1 bulan. dengan lamanya waktu pemakaian. Selain itu,
Hasil penelitian tersebut menunjukkan hasil penelitian epidemiologis lain yang
bahwa akseptor suntik DMPA banyak dilakukan oleh Sathyamala juga menunjukkan
mengalami gangguan menstruasi hal ini bahwa kejadian amenorea sekunder lebih
disebabkan karena suntik DMPA hanya sering dialami oleh akseptor kontrasepsi

4
DMPA uyang melakukan penyuntikan ulang Kontrasepsi hormonal dapat
kontrasepsi (Phadke, 2005). mempengaruhi organ seks wanita. Organ yang
Hasil penelitian ini jugadidukung paling banyak mendapat pengaruh adalah
degan penelitian lain yang dilakukan oleh endometrium, miometrium, serviks dan
kaunitz (2001), kejadian amenorea sekunder panyudara. Perubahan hormonal dapat
pada akseptor kontrasepsi DMPA disebabkan menimbulkan pengaruh terhadap siklus
oleh efek samping farmakologik kontrasepsi menstruasi. Hasil penelitian ini menunjukkan
tersebut. Kadar obat kontrasepsi MPA yang bahwa alat kontrasepsi berpengaruh terhadap
dilepaskan secara perlahan dari Depo akan perubahan pola menstruasi akseptor tersebut.
bersirkulasi dalam darah, sehingga mampu
menekan pembentukan LH di Hipofisis. KESIMPULAN DAN SARAN
Penghambatan ini menimbulkan kegagalan Dari hasil penelitian pada 92
ovulasi dan akhirnya tidak terjadi siklus responden terbanyak menggunakan kontrasepsi
menstruasi (amenorea). Selain itu tidak adanya suntik 3 bulan yaitu 58 (63,0%) responden.
Berdasarkan hasil penelitian dari 92 responden
ovulasi mengakibatkan kadar estradiol serum terbanyak pada ibu yang mengalami amenorea
juga tetap dipertahankan rendah akibat tidak sekunderyaitu 77 ( 83,7%) responden.
meningkatnya kadar FSH secara simultan. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada
Pemakaian alat kontrasepsi suntik hubungan kontrasepsi Suntik Dengan Kejadian
akan berpengaruh pada pola menstruasi. Hal Amenorea Sekunder di Wilayah Kerja
ini juga didukung oleh Derision Marsinova Puskesmas Atari Jaya Kecamatan Lalembuu
(2005) bahwa sebagaian besar Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2015.
akseptorkontrasepsi suntik mengalami Saran dari hasil penelitian ini yaitu
perubahan pola menstruasi, karena dengan bagi tenaga kesehatan agar selalu lebih sering
memakai kontrasepsi suntik dalam jangka sosialisasi tentang dampak kontrasepsi suntik
waktu lama, maka pertumbuhan endometrium pada para akseptor di posyandu. Bagi peneliti
semakin kecil dan terjadi atrofi endomentrium. selanjutnya diharapkan hasil penelitian ini
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dapat digunakan untuk menambah khasanah
dilakukan oleh andi yuliana (2010) yang ilmu kebidanan dan dapat dijadikan bahan
menyatakan bahwa pola menstruasi rujukan serta dapat melakukan penelitian lebih
dipengaruhi oleh faktor jenis alat kontrasepsi lanjut dengan metode penelitian dan vareabel
dan jangka waktu pemakaian. yang berbeda sehingga dapat menutupi
kekurangan pada penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S, 2006. Prosedur Penelitian Contraseptive, Antl; J. Pharnacol.


Suatu Pendekatan Praktik, Ed 2 (6) 352-354.
Revisi VI, Penerbit PT Rineka Baziad, A. 2002. Kontrasepsi Hormonal.
Cipta, Jakarta. Jakarta. Bina Pustaka Sarwono
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Prawirohardjo
Suatu Pendekatan Praktik. Bielak, K.M. 2008. Amenorea.
Jakarta: Pt Rineka Cipta. Http//Medicine,Mediscape.Com
Arum, Dns., Dan Sujuyatini. 2009. (25 Januari 2015).
Pandangan Lengkap Pelayanan BKKBN,KB Suntik Paling di Gemari Ibu-
Kb Terkini.Jogyakarta:Nuha Ibu, 2013.
Medika. http://m.kompas/news/readDiakse
Bazargani H.S.2006. Amenorhea An s tanggal 1 Januari 2015
Advantage Rather Than A Boroditsky, Lera. 2000. “Metaphoric
Complication Of Depot Medroxy Structuring: Understanding Time
Progesterone Acetate Anjectable

5
Through Spatial Metaphors,” Pinem,S.2009. Kesehatan Reproduksi Dan
Cognition, 75, 1-27. Kontrasepsi. Jakarta:Trans Info
Cunningham F.G. 2005 Obstetri Williams. Media.
Hartanto,H. (Eds). Edisi 21 Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu
Volume 2 Jakarta: EGC.Pp 1714- Kandungan. Jakarta : Yayasan
7. Bina Pustaka.
Depkkes. Ri. 2001. Kesehatan Reproduksi. Riyanto, A. 2011. AplikasiMetodologi
Jakarta. Penelitian Kesehatan.Yogyakarta:
Hanafi, Hartanto. (2003). Keluarga Nuha Medika.
Berencana Dan Kesehatan Saifuddin, A.B., B. Affandy, & Enriquito,
Reproduksi. Jakarta : Pustaka R. LU., 2003, buku Panduan
Sinar Harapan. Praktis Pelayanan Kontrasepsi
Hartanto, H. 2004. Keluarga Berencana Edisi 1, Jakarta: Yayasan Bina
dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Pustaka Prawirohardjo.
Sinar Harapan.
Hartanto, H., 2009, Keluarga Berencana Sastroasmoro, Sudigdo & Sofyan Ismael.
dan Kontrasepsi, Jakarta: Pustaka 1995. Dasar-Dasar Metodologi
Sinar Harapan: 212-213. Penelitian Klinis. Jakarta:
Hatcher R.A,Trussell J, Nelson A.L. 2009. Binarupa Aksara.
Contraseptive Technology. Seifert, Kurt., Camacho Oscar. (2007),
Edisi19. Usa. Ardet Media Inc, Implementing Positioning
pp:157-69;461-5 Algorithms .
Heffner L.J. Dan Schust D.J. 2006. At A Sinclair. Constance.2009.Buku Saku
Glancesistem Reproduksi. Safitri Kebidanan.Jakarta : EGC
S (Ed). Edisi 2. Jakarta; Penerbit Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia
Erlangga, Pp:68-71 Dari Sel Kesistem. Santoso
Hillegas K.B. 2005. Gangguan Sistem B.I.(Ed). Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Reproduksi Buku Kedokteran Egc,
Perempuan.Dalam:Price S.A Dan Pp:713:726-7.
Wilson L.M. Patofisiologi: Speroff L.Glass R.H.Kase N.G..,
Konsep Klinis Proses-Proses 2007.Clinical Gynecology
Penyakit.Hartanto H. Dkk(Eds). Endocrinology And Infetility. 6th
Edisi 6.Volume 2. Ed. Philadelphia:Lipponcott
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran Williwms& Wilkins, Pp:405-
Egc, Pp:1280-7 37;911-12;949-74. Using
Kaunitz A. 2001. Injectable Long-Acting Accelerometers, Freescale
Contrseptive. Clin Obstet Gynecol Semiconductor, Rev 0.
44:73-91 Suratun,maryani,Sri . 2008. Pelayanan
Notoatmodjo.S. 2005. Metodologi Keluarga Berencana dan
Penelitian Kesehatan. Jakarta; Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:
Rineka Cipta. Trans Info Media: 15-16, 19, 87-
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi 89.
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Wiknjosastro, H. 2006. Ilmu Kebidanan.
Rineka Cipta Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo;P.181-
191

You might also like