You are on page 1of 29

25

MADANIA: Jurnal Ilmu Pendidikan

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PESANTREN MU’ADALAH


DAN IMPLEMENTASINYA DI MADRASAH AL-HIKAMUS SALAFIYAH
BABAKAN CIWARINGIN KABUPATEN CIREBON

ZAENAL MUTTAQIN
Mahasiswa Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Email: zaenalmuttaqin@gmail.com

Article Received: 10 April 2020, Review process: 10 April 2020, Accepted: 20 April 2020, Article
published: 30 April 2020

ABSTRACT
This research aims to understand implementation and muslim boarding school
response to education system ( modern ) which is introduced by the government
through equalization policy (mu’adalah). this policy is not only made and
implemented for giving recognition to education system which institutionalized in
muslim boarding school life, but for increasing muslim students quality. This research
is arranged use qualitative research with a field study approach. The research held at
Islamic school Al-Hikamus Salafiyah Muslim boarding school of Babakan Ciwaringin
Cirebon regency. As for technique for taking the data is done by using interview,
observation and documentation. The research result show that birth of equalization
policy (mu’adalah) toward education of muslim boarding school is received good by
clerics at Babakan Ciwaringin, So that is adopted and implemented toward system
of muslim boarding school at the Islamic school of Alhikamus Salafiyah Babakan
ciwaringin. Islamic school of Al-Hikamus Salafiyah declared integration religion
education and general education. Because of that Mu’adalah policy is not in harmony
with mission and orientation but also confirm of role Salaf boarding School and
enlarge move of alumni to create and benefit of muslim students opportunity for
developing education, social, economi aspect and politics. Islamic school of
Alhikamus Salafiyah application of salaf education system with study of yellow book
as characteristic muslim boarding school education. The birth of policy give
opportunity to muslim students and alumni for developing education with continue to
any college in this country or abroad and giving opportunity to muslim students for
active and giving big contribution in society about of social, economy and politics.

Key words: Policy Application, Muadalah, Education, Muslim boarding School.

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memahami implementasi dan respon pesantren
terhadap sistem pendidikan (modern) yang diintroduksi pemerintah melalui kebijakan
penyetaraan (mu’adalah). Kebijakan ini bukan hanya dirancang dan

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
26

diimplementasikan untuk memberikan pengakuan (recognition) terhadap sistem


pendidikan yang melembaga dalam kehidupan pesantren, tetapi juga untuk
meningkatkan kualitas santri. Penelitian ini didisain menggunakan penelitian kualitatif
dengan pendekatan studi lapangan. Penelitian diselenggarakan di Madrasah Al-
Hikamus Salafiyah pondok pesantren Babakan Ciwaringin Kabupaten Cirebon.
Adapaun teknik penggalian data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan
dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lahirnya kebijakan
penyetaraan (mu’adalah) terhadap pendidikan pondok pesantren di sambut baik oleh
para Kyai di Babakan Ciwaringin, sehingga hal tersebut diadopsi dan di implementasi
terhadap pelaksanaan pendidikan pondok pesantren di Madrasah Al-Hikamus
Salafiyah Babakan Ciwaringin. Madrasah Al-Hikamus Salafiyah mencanangkan
integrasi pendidikan agama dan pendidikan umum. Karena itu kebijakan mu’adalah
bukan hanya selaras dengan misi dan orientasi tersebut tetapi sekaligus juga
menegaskan peran pesantren salaf dan memperluas gerak alumni dalam
menciptakan dan memanfaatkan peluang santri dalam pengembangan pendidikan,
sosial, ekonomi maupun politik. Madrasah Al-Hikamus Salafiyah sepenuhnya
menerapkan sistem pendidikan salaf dengan kajian kitab kuning sebagai ciri khas
pendidikan pesantren. Lahirnya kebijakan tersebut telah memberikan peluang
kepada santri dan alumni untuk mengembangkan pendidikan dengan melanjutkan ke
berbagai perguruan tinggi baik di dalam maupun luar negeri dan memberikan
peluang bagi santri untuk dapat berkiprah dan berkontribusi dimasyarakat dalam hal
sosial, ekonomi maupun politik.

Kata kunci: Penerapan Kebijakan, Muadalah, Pendidikan, Pesantren.

PENDAHULUAN
Pesantren merupakan bagian dari pendidikan nasional yang telah ada jauh
sebelum kemerdekaan dan bahkan merupakan lembaga pendidikan yang memiliki
kekhasan, keaslian (indigeneous), dan keindonesiaan. Oleh karenanya pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam tertua yang memberikan banyak kontribusi
bagi pertumbuhan dan perkembangan Islam Nusantara dan sekaligus pemantik
pertumbuhan lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya di Indonesia.
Pertumbuhan dan perkembangan pesantren tersebut merupakan wujud
proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional yang terus bersinggungan,
berdialog, dan berintegrasi dengan perubahan, budaya dan pengalaman sosiologis
masyarakat di sekitar lingkungannya. Akar kultural inilah yang menjadi potensi dasar
yang telah menjadikan pesantren dapat bertahan, dan sangat diharapkan
masyarakat dan pemerintah hingga saat ini.
Keberadaan pesantren hingga saat ini memang tidak dapat lepas dari
pengalaman dan perjalanan sejarah yang panjang. Bahkan tidak jarang pesantren
mengalami ”diskriminasi” atau ”peminggiran” kebijakan yang sangat merugikan.

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
27

Pada masa pertengahan Orde Baru, pemerintah memberikan kebijakan melalui PP


Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah yang memasukkan
lembaga pendidikan pesantren bukan lembaga pendidikan formal yang setara
dengan lembaga pendidikan formal yang ada.1 Pesantren hanya diakui sebagai
lembaga pendidikan non formal yang masuk pada kategori jenis pendidikan luar
sekolah yang terdiri atas pendidikan umum, keagamaan, pendidikan jabatan,
pendidikan kedinasan dan pendidikan kejuruan. Hal ini disebabkan karena
pemerintah menganggap proses pendidikan di pesantren belum memenuhi standar
yang telah ditetapkan, didominasi oleh muatan agama, menggunakan kurikulum
yang belum standar, memiliki struktur yang tidak seragam, tidak memiliki sistem
jaminan mutu (Quality Assurance) dan menggunakan manajemen yang tidak dapat
di kontrol oleh pemerintah.
Dampak dari kebijakan ini adalah terpinggirkannya lembaga pendidikan
pesantren dari sistem pendidikan nasional. Lebih-lebih ketika pesantren berhadapan
dengan lembaga pendidikan modern yang lebih teratur.2 Dampak lanjutannya adalah
kurangnya pembinaan, upaya, perhatian, pendanaan, dan dukungan sistem
(supporting system) yang dapat mendorong percepatan pesantren menjadi lembaga
pendidikan yang memiliki sistem, standar, manajemen dan kurikulum yang baik.
Fakta telah membuktikan bahwa perhatian dan pengakuan (recognition)
pemerintah terhadap institusi pesantren khususnya yang tidak menyelenggarakan
pendidikan Madrasah/Sekolah formal masih sangat minim, bahkan tamatan
Pesantren belum mendapat pengakuan mu’adalah atau kesetaraan, sehingga sering
menemui kesulitan untuk melanjutkan belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
maupun untuk melamar pekerjaan pada sektor formal. Padahal diakui atau tidak,
selama ini masyarakat telah memberikan pengakuan terhadap kualitas lulusan
Pesantren. Banyak dari Ilmuwan, negarwan, politisi dan tokoh masyarakat adalah
lulusan pendidikan pesantren. Sebagian dari lembaga pendidikan di luar negeri pun
telah memberikan pengakuan kesetaraan (mu’adalah) terhadap pendidikan pondok
pesantren.
Berkat perjuangan para ulama dan tokoh-tokoh muslim, terutama yang duduk
di jajaran birokrasi, pesantren mulai mendapat pengakuan dari pemerintah dengan

1
Peraturan Pemerintah RI Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah. Bab III pasal
3 ayat (1)
2
Ali Anwar, Pembaruan Pendidikan Pesantren di Lirboyo Kediri (Kediri: IAIT Press, 2008). 2

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
28

adanya kebijakan mu’adalah. Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam


mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: E.IV/PP.032/KEP/80/98 tanggal 9 Desember
1998 yang berisi pernyataan pengakuan kesetaraan kepada lulusan Pondok Modern
Darussalam Gontor Ponorogo. Kemudian disusul dengan pengakuan kesetaraan
kepada pesantren tersebut dari Menteri Pendidikan Nasional dengan terbitnya SK
Nomor 106/0/2000 tanggal 29 Juni 2000. 3 Dua tahun berikutnya Direktur Jenderal
Kelembagaan Agama Islam mengeluarkan Surat Edaran Nomor:
Dj.II/PPO1.I/AZ/9/02 tanggal 26 Nopember 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pemberian Status Kesetaraan Pendidikan Pondok Pesantren dengan Madrasah
Aliyah. Setelah terbit Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, akhirnya pesantren secara resmi berhasil masuk menjadi sub-
sistem pendidikan nasional. Kemudian diperkuat dengan Peraturan Pemerintah
nomor 32 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah
nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, lalu ditetapkan
juga melalui Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 13 tahun 2014
Tentang Pendidikan Keagama Islam dan Peraturan Menteri Agama Republik
Indonesia No. 18 tahun 2014 Tentang Satuan Pendidikan Mu’adalah Pada Pondok
Pesantren, maka pendidikan di pondok pesantren sudah mendapatkan pengakuan
yang jelas, dan memperoleh fasilitas yang sama seperti institusi-institusi pendidikan
lainnya manakala mengikuti regulasi-regulasi yang telah ditetapkan pemerintah.
Selanjutnya dalam penelitian ini akan berusaha mendeskripsikan kebijakan
pesantren mu’adalah dan implementasinya di Madrasah Al-Hikamus Salafiyah
Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Kabupaten Cirebon. Adapun masalah yang
ingin dijawab dalam kajian ini adalah bagaimana kebijakan pesantren muadalah, dan
bagaimana implementasinya di Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Pondok Pesantren
Babakan Ciwaringin serta tantangan-tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaannya.
METODOLOGI

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif,


realitas kehidupan secara menyeluruh adalah merupakan setting alami atau wajar
yang tidak dapat dipahami secara terpisah, karena sesungguhnya tidak hanya
3
Nur Hadi Ihsan, Profil Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur (Ponorogo: Pondok
Modern Darussalam Gontor, 2006). 106-110

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
29

sekedar kumpulan dari bagian-bagian. Karena tingkah laku dan kata-kata peneliti
berpotensi mempengaruhi orang-orang yang diteliti, maka penelitian ini dilakukan
dalam konteks yang sesungguhnya secara wajar sehingga diperoleh pemahaman
yang relatif utuh dan obyektif. Subjek penelitian atau responden adalah orang yang
diminta untuk memberikan keterangan tentang suatu fakta atau pendapat.
Sebagaimana dijelaskan oleh Arikunto4 subjek penelitian adalah subjek yang dituju
untuk diteliti oleh peneliti. Jadi, subjek penelitian itu merupakan sumber informasi
yang digali untuk mengungkap fakta-fakta di lapangan. Penentuan subjek penelitian
atau sampel dalam penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif. Lincoln
dan Guba5 mengemukakan bahwa:
Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif (naturalistik) sangat
berbeda dengan penentuan sampel dalam penelitian konvensional
(kuantitatif). Penentuan sampel tidak didasarkan perhitungan statistik.
Sampel yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi yang
maksimum, bukan untuk digeneralisasikan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penentuan subjek penelitian dalam


penelitian ini digunakan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan secara jelas
dan mendalam. Penentuan subjek penelitian atau responden dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara purposive sampling. Purposive sampling menurut Djam’an
Satori6 merupakan teknik pengambilan sampel yang ditentukan dengan
menyesuaikan pada tujuan penelitian atau pertimbangan tertentu. Purposive
sampling sering disebut juga sebagai judgement sampling, secara sederhana
diartikan sebagai pemilihan sampel yang disesuaikan dengan tujuan tertentu”.
Jadi, pengambilan subjek penelitian atau responden dengan menggunakan
purposive sampling dinyatakan cocok dengan masalah penelitian yang peneliti
bahas, yaitu penentuan subjek didasarkan atas tujuan peneliti dalam mengungkap
masalah yang diangkat dalam penelitian. Subjek penelitian ditentukan berdasarkan
orang yang dianggap paling tahu tentang informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian, sehingga akan memudahkan peneliti dalam menelusuri situasi yang
diteliti. Pertimbangan utama dalam menentukan subyek penelitian ini adalah
kesesuaian antara sumber informasi yang terkait dengan permasalahan penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan, beserta

4
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006). 145
5
Sugiyono, Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D (Bandung: ALFABETA, 2010). 301
6
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: ALFABETA, 2013). 6

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
30

jalan dan kotanya. Lokasi penelitian merupakan tempat penelitian yang diharapkan
mampu memberikan informasi yang peneliti butuhkan dalam penelitian yang
diangkat. Adapun lokasi penelitian tentang Analisis Penerapan Kebijakan Pendidikan
Mu’adalah Pada Pondok Pesantren, dilakukan di Madrasah Al-Hikamus Salafiyah
Desa Babakan Kecamatan Ciwaringin Kabupaten Cirebon.
Adapun metode yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam penelitian
ini meliputi:
a. Observasi

Dalam penelitian naturalistik, metode pengamatan berperan serta sangat


penting, karena memungkinkan peneliti untuk mendapatkan informasi lengkap sesuai
dengan setting yang dikehendaki. Menurut Moleong, pengamatan berperan serta
dalam mengadakan pengamatan dan mendengarkan secermat mungkin sampai
pada interaksi sosial, kedisiplinan, kinerja dan lainnya. 7 Sedangkan bentuk
pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah (1) pengamatan deskripsi
dengan tujuan memperoleh gambaran secara umum tentang penerapan sistem
pesantren Mu’adalah di Madrasah Al-Hikamus Salafiah Babakan Ciwaringin Cirebon;
dan (2) pengamatan selektif, dimaksudkan untuk mengamati secara intensif
pelaksanaan pengembangan Pesantren Mu’adalah di Madrasah Al-Hikamus Salafiah
di Babakan Ciwaringin Cirebon.

b. Wawancara

Wawancara dilakukan secara mendalam baik dilakukan dalam keadaan


formal maupun informal yang dilakukan terhadap subjek penelitian. Bentuk
percakapan formal menggunakan lembaran-lembaran yang sudah berisi garis pokok,
topik atau masalah yang dijadikan pegangan dalam pembicaraan. Wawancara
secara informal mengandung unsur spontanitas, kesantaian dan tanpa pola atau
arah yang ditentukan sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara secara terstruktur dan tidak terstruktur. Dalam
wawancara terstruktur, peneliti (pewawancara) menetapkan sendiri masalah dan
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Teknik ini ditempuh karena sejumlah
sampel yang representatif ditanyai dengan pertanyaan yang sama, sehingga
diketahui informasi atau data yang penting. Wawancara tidak terstruktur yaitu peneliti

7
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001). 46

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
31

tidak menetapkan sendiri masalah pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.


Tujuannya adalah untuk memperoleh keterangan informasi yang bukan baku atau
tunggal namun secara umum tentang penerapan sistem pesantren Mu’adalah di
madrasah Al-Hikamus Salafiah di Babakan Ciwaringin Cirebon, sehingga diperoleh
informasi untuk menyusun pertanyaan lebih rinci yang akan dituangkan dalam
menyusun wawancara terstruktur.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yang dimaksudkan adalah berupa arsip-arsip, surat kabar,


majalah, jurnal, buku dan benda-benda tertulis lainnya yang relevan. Dalam
penelitian ini dokumentasi berguna karena dapat memberikan latar belakang yang
lebih luas mengenai pokok penelitian. Menurut Kartodirejo, agar terjamin akurasi
data yang diperoleh dari dokumentasi ini, maka perlu dilakukan tiga telaah, yaitu :
pertama, keaslian dokumen, kedua, kebenaran isi dokumen, ketiga relevansi isi
dokumen dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian. 8

Menurut Milles dan Huberman9, dalam pengumpulan data yang terekam


melalui berbagai macam cara, baik wawancara, intisari dokumen, rekaman atau
observasi lainnya dengan diproses lebih lanjut dalam bentuk catatan ketikan atau
suntingan. Huberman menggambarkan model analisis data yang telah ada yaitu
model aliran yang terdiri dari waktu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah proses pemilihan atau
pengurangan, penyederhanaan, dan pentransformasian data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Penyajian data adalah menyampaikan informasi
yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data perlu diusahakan dengan sistematik, penuh
kepedulian, kretivitas dan usaha tanpa henti sampai berhasil menarik kesimpulan
dan pemaknaan-pemaknaannya.

Analisis data dengan model interaktif dilakukan sesudah pengumpulan data


yang dilaksanakan menggunakan kalimat-kalimat, gambar-gambar dan sebagainya.
Semua itu diatur sedemikian rupa sehingga merupakan kesatuan data yang telah
dikumpulkan dan siap diadakan penarikan kesimpulan. Penyajian data ini dilakukan

8
Sartono Kartodierjo, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Grafindo, 1986). 17
9
A Michael Huberman dan Mattew B. Milles, Data Management and Analysis Methods (Amerika: New
York Press, 1984). 429

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
32

secara terus menerus, bahkan setelah selesai penyajian data namun masih
dilakukan penelitian penyajian datanya. Kegiatan tersebut dimaksudkan agar data
yang disajikan betul-betul valid. Validasi data demikian dapat dilakukan dengan cara
triangulasi, yaitu untuk mengetahui kebenaran suatu data, maka perlu dilakukan
pengecekan atau perbandingan dengan pertemuan antara peneliti dengan informan
kunci.

1. Triangulasi

Untuk memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan


teknik triangulasi. Menurut Sugiyono10 triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan data dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan dua macam triangulasi yaitu :

1. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik ini berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data


yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber data yang sama. 11 Peneliti
menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, Serta dokumentasi
untuk sumber data yang sama secara serempak.

2. Triangulasi Sumber Data

Triangulasi sumber data ini peneliti bertujuan untuk mendapatkan data dari
sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. 12 Triangulasi sumber data
menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan
data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan
observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah,
catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-
masing cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya
akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang
diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk
memperoleh kebenaran handal dari data yang penulis teliti di Madrasah Al-Hikamus
Salafiyah Babakan Ciwaringin Cirebon.

10
Sugiyono, Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. 330
11
Sugiyono.
12
Sugiyono.

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
33

HASIL DAN PEMBAHASAN


Secara etimologi, kata mu’adalah berasal dari bahasa Arab “adala”, “yu’
adilu”, “mu’adalatan” yang berarti persamaan atau kesetaraan. Sedangkan secara
terminologi, pengertian mu’adalah adalah suatu proses penyetaraan antara institusi
pendidikan baik pendidikan di pondok pesantren maupun di luar pesantren, dengan
menggunakan kriteria baku dan kualitas yang telah ditetapkan secara adil dan
terbuka. Hasil proses penyetaraan tersebut dapat dijadikan dasar dalam
meningkatkan pelayanan dan penyelenggaraan pendidikan di pesantren. 13
Hal itu sejalan dengan makna yang terkandung dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 6 yang menyatakan
bahwa hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program
pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang
ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan.14
Tujuan mu’adalah pendidikan pondok pesantren dengan Madrasah Aliyah dan
SMA atau yang sederajat adalah (1) untuk memberikan pengakuan (recognition)
terhadap sistem pendidikan yang ada di pondok pesantren sebagaimana tuntutan
perundangundangan yang berlaku. (2) untuk memperoleh gambaran kinerja Pondok
Pesantren yang akan di-mu’adalah-kan atau disetarakan dan selanjutnya
dipergunakan dalam pembinaan, pengembangan dan peningkatan mutu serta tata
kelola pendidikan pesantren. Dan (3) untuk menentukan pemberian fasilitasi
terhadap suatu Pondok Pesantren dalam menyelenggarakan pelayanan pendidikan
yang setara/mu’adalah dengan sekolah formal pada umumnya.
Pondok Pesanren yang mengajukan penyetaraan atau mu’adalah akan
dilakukan evaluasi dan diverifikasi yang meliputi 5 hal yaitu kurikulum/PBM, tenaga
kependidikan, peserta didik, manajemen, pengelolaan dan sarana prasarana. Setiap
komponen memiliki beberapa sub-komponen yang diajukan dalam bentuk
pertanyaan atau pernyataan. Jumlah pertanyaan atau pernyataan sebanyak 128 item
terdiri dari.15

13
M. Ishom Yusqi, Pedoman Penyelenggaraan Pondok Pesantren Mu’adalah (Jakarta: Dirjen Pendidikan
Islam, Direktorat PD Pontren, 2009). 11
14
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 6
15
Yusqi, Pedoman Penyelenggaraan Pondok Pesantren Mu’adalah. 8-11

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
34

No Komponen Mu’adalah Jml Item Bobot Nilai Skor Nilai Jml Maks Per-
Per-Item Komponen

1 Kurikulum 30 5 5 750

2 Tenaga 24 4 5 480
Kependidikan

3 Peserta Didik 35 3 5 525

4 Manajemen 18 2 5 180
Pengelolaan

5 Sarana Prasarana 21 1 5 105

Total 128 2040

Secara historis, penyetaraan/muadalah pada pendidikan pondok pesantren


bermula dari pengakuan Dirjen Kelembagaan Pendidikan Islam yang telah
mengeluarkan kebijakan dalam bentuk pengakuan kesetaraan (muadalah) dengan
lulusan Madrasah Aliyah, yakni dengan terbitnya SK Nomor: E. IV/PP.032/
KEP/80/98 tanggal 9 Desember 1998 yang berisi pernyataan pengakuan kesetaraan
kepada lulusan Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. Kemudian disusul
dengan pengakuan kesetaraan kepada pesantren tersebut dari Menteri Pendidikan
Nasional dengan terbitnya SK nomor 106/0/2000 tanggal 29 Juni 2000. 16 Dua tahun
berikutnya Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam mengeluarkan Surat
Edaran Nomor: Dj.II/PPO1.I/AZ/9/02 tanggal 26 Nopember 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pemberian Status Kesetaraan Pendidikan Pondok Pesantren dengan
Madrasah Aliyah. Setelah terbit Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, akhirnya pesantren secara resmi berhasil masuk
menjadi sub sistem pendidikan nasional. Kemudian diperkuat dengan Peraturan
Pemerintah nomor 32 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan
Pemerintah nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.
Setelah melalui perjalanan dan perjuangan yang panjang oleh para ulama
pondok pesantren di Indonesia, status pengakuan kesetaraan (muadalah) pada
pondok pesantren kini mendapatkan legalitas dan payung hukum yang jelas dengan

16
Ihsan, Profil Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur. 106-110

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
35

terbitnya Peraturan Menteri Agama RI Nomor 13 tentang Pendidikan Keagamaan


Islam dan Peraturan Meteri Agama RI Nomor 18 tentang Satuan Pendidikan
Muadalah Pada Pondok Pesantren. Selanjutnya pada tahun 2019 telah resmi
disahkan Undang-Undang Nomor 18 tentang Pondok Pesantren. Maka pendidikan di
pondok pesantren kini sudah mendapatkan pengakuan yang jelas, dan memperoleh
fasilitas yang sama seperti institusi-institusi pendidikan lainnya manakala mengikuti
regulasi-regulasi yang telah ditetapkan pemerintah.
Adapun penyetaraan pendidikan pondok pesantren menjadi muadalah di
Madrasah Al-Hikamus Salafiyah bermula pada tahun 2008 dengan memilih model
kurikulum salafiyah, hal tersebut berawal dari terbitnya Surat Keputusan Direktur
Jenderal Pendidikan Islam Nomor : Dj. I/457/2008 Tentang Perpanjangan Penetapan
Status Kesetaraan (Muadalah) Lembaga Pendidikan Pada Pondok Pesantren
Dengan Madrasah Aliyah/SMA. Dalam surat keputusan tersebut, Madrasah Al-
Hikamus Salafiyah tingkat Aliyah yang tahun sebelumnya telah diajukan kepada
Departemen Agama RI masuk menjadi salah satu dari 32 Madrasah Aliyah pada
pondok pesantren yang lulusannya disetarakan dengan lulusan Madrasah
Aliyah/SMA yang mana keputusan tersebut berlaku dalam jangka waktu empat
tahun.
Selanjutnya, hasil evaluasi oleh Kementerian Agama RI pada Tahun 2010
Melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor : Dj. I/885/2010
Tentang Perpanjangan Penetapan Status Kesetaraan (Muadalah) Lembaga
Pendidikan Pada Pondok Pesantren Dengan Madrasah Aliyah/SMA, Madrasah Al-
Hikamus Salafiyah tingkat Aliyah tetap menjadi bagian dari 27 Madrasah Aiyah pada
pondok pesantren yang disetarakan dengan lulusan Madrasah Aliyah/SMA, yang
mana hasil evaluasi tersebut terdapat pengurangan 5 Madrasah yang pada tahun
2008 sejulah 32 Madrasah Aliyah.
Setelah terbitnya Peraturan Menteri Agama Nomor 18 tahun 2014 tentang
Satuan Pendidikan Muadalah Pada Pondok Pesantren, Madrasah Al-Hikamus
Salafiyah Babakan Ciwaringin mengajukan kesetaraan untuk tingkat Tsanawiyah dan
Aliyah kepada Kemetrian Agama RI dan juga kepada Kemedikbud pada tahun 2015.
Menindaklanjuti pengajuan tersebut, Kementerian Agama dan Kemendikbud RI
melalui Kantor Wiyaha Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat pada tahun 2016
menerbitkan Sertifikat Nomor Pokok Sekolah Nasional untuk tingkat
Wustho/Tsanawiyah dengan nomor NPSN 69937237 dan untuk tingkat Ulya/Aliyah

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
36

69937267. Satu tahun berikutnya, Kementrian Agama RI menerbitkan Surat


Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2791 tahun 2017 tentang
Penetapan Perpanjangan Status Kesetaraan Satuan Pendidikan Muadalah Pada
Pondok Pesantren. Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan Ciwaringin tingkat
Tsanawiyah dan Aliyah dalam surat keputusan tersebut termasuk bagian dari 47
Madrasah pada pondok pesantren se-Indonesia yang lulusannya diakui oleh
pemerintah setingkat dengan Madrasah Tsanawiyah/SMP dan Madrasah
Aliyah/SMA.17
Kehadiran Pesantren mu’adalah sebagaimana kebijakan di atas merupakan
upaya standarisasi pendidikan pesantren. Mu’adalah merupakan kebijakan negara
terhadap pesantren sebelum ada peraturan yang dibakukan. Berbagai regulasi yang
dikeluarkan pemerintah terkait dengan pengakuan terhadap keberadaan lembaga
pendidikan pesantren merupakan terobosan dan sekaligus tantangan bagi lembaga
pesantren.
Dasar Kebijakan Pesantren Mu’adalah
Pendidikan Pondok Pesantren merupakan bagian dari sistem pendidikan
nasional. Hal ini memiliki landasan konstitusional yang dijamin oleh peraturan
perundangan-undangan. Berikut ini adalah landasan konstitusional yang menjadi
dasar kebijakan pendidikan pesantren muadalah.
1. Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 amandemen ke-4 menyebutkan: (1)
Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3)
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya dua puluh persen dan anggaran pendapatan dan belanja
negara serta dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; (5) Pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan

17
Wawancara denga Ustadz Baedlowi, Staf administrasi Madrasah Al-Hikamus Salafiyah pada tanggal 23
April 2020 di Kantor MHS.

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
37

persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat


manusia.18
2. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Secara spesifik Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan NasionalPasal 15 menyebutkan bahwa jenis pendidikan mencakup
pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
Bagian kesembilan tentang pendidikan keagamaan pasal 30 menyebutkan ayat (1)
pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok
masyarakat dan pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2) pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya
dan/atau menjadi ahli ilmu agama. ayat (3) pendidikan keagamaan dapat
diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Dan ayat (4)
berbunyi: pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren,
pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis. 19
3. Peaturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang kemudian dirubah
degan PP Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan
Selain banyak pasal yang mengatur tentang pengelolaan dan standar
nasional pendidikan, pada Pasal 93 ayat 1 disebutkan bahwa ”penyelenggaraan
satuan pendidikan yang tidak mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan ini
dapat memperoleh pengakuan dari Pemerintah atas dasar rekomendasi dari BSNP”.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya kemungkinan penyelenggaraan satuan
pendidikan yang tidak mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan sebagaimana
yang diatur dalam PP ini, tetapi akan tetap akan mendapatkan pengakuan dari
pemerintah dengan syarat mendapatkan rekomendasi dari BSNP. 20
4. Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama
dan Pendidikan Keagamaan
Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 ini adalah turunan dari UU
Sisdiknas yang diamanatkan sebagaimana disebutkan pada bagian kesembilan
tentang pendidikan keagamaan pasal 30 ayat 5 bahwa Ketentuan mengenai

18
Undang Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen ke 4.
19
Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
20
Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 2013 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
38

pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. PP yang muncul kemudian
adalah Peraturan Pemerintah nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan.
Pada PP ini pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa Pendidikan Keagamaan
adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan
peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau
menjadi ahli ilmu agama dan menjalankan ajaran agamanya.Selanjutnya ayat (3)
menyebutkan bahwa Pendidikan diniyah adalah pendidikan keagamaan Islam yang
diselenggarakan pada semua jalur dan jenjang pendidikan. Ayat (4) Pesantren atau
pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis
masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan
jenis pendidikan lainnya.
Terkait dengan fungsi pendidikan keagamaan, pasal 8 ayat (1) menyatakan,
pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau
menjadi ahli ilmu agama. Sedangkan tujuan pendidikan keagamaan tercantum dalam
pasal 8 ayat (2) Pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik
yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi
ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak
mulia.
Pasal 14 menyatakan bahwa, ayat (1) pendidikan keagamaan Islam
berbentuk pendidikan diniyah dan pesantren, (2) pendidikan diniyah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal,
dan (3) pesantren dapat menyelenggarakan 1 (satu) atau berbagai satuan dan/atau
program pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal.Pasal 26 ayat (2)
pesantren menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis
pendidikan lainnya pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
menengah, dan/atau pendidikan tinggi.21

21
Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan.

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
39

5. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014


tentang Pendidikan Keagamaan Islam22
Dalam peraturan tersebut dijelaskan pada Bagian Kedua Pasal 12 bahwa
Penyelenggaraan Pendidikan di Pesantren dapat berbentuk sebagai satuan
pendidikan dan/atau sebagai penyelenggara pendidikan. Selanjutnya sebagai satuan
pendidikan dijelaskan dalam Pasal 18 Ayat (1) bahwa Hasil pendidikan pesantren
sebagai satuan pendidikan dapat dihargai sederajat dengan pendidikan formal
setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi
dan ditunjuk oleh Direktur Jenderal. Di samping sebagai satuan pendidikan,
pesantren juga dapat menyelenggarakan satuan dan/atau program pendidikan
lainnya. Satuan dan/atau program pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada
pasal 19 ayat (2) huruf g meliputi salah satunya adalah satuan pendidikan Muadalah.
6. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014
Tentang Satuan Pendidikan Muadalah Pada Pondok Pesantren 23
Peraturan ini menjelaskan tentang landasan dan sistem dalam pelaksanaan
penyelenggaraan satuan pendidikan muadalah pada podok pesantren. Dalam BAB I
Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa Satuan pendidikan muadalah pada pondok
pesantren yang selanjutnya disebut satuan pendidikan muadalah adalah satuan
pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan oleh dan berada di lingkungan
pesantren dengan mengembangkan kurikulum sesuai kekhasan pesantren dengan
basis kitab kuning atau dirasah islamiyah dengan pola pendidikan muallimin secara
berjenjang dan terstruktur yang dapat disetarakan dengan jenjang pendidikan dasar
dan menengah di lingkungan Kementerian Agama. Selanjutnya dalam BAB II Pasal 6
dijelaskan bahwa Satuan pendidikan muadalah terdiri atas satuan pendidikan
muadalah setingkat pendidikan dasar yang terdiri atas setingkat MI dan MTs; dan
satuan pendidikan muadalah setingkat pendidikan menengah yang terdiri atas
setingkat MA.
Dengan demikian jelaslah bahwa landasan konstitusional baik internaisonal
mapun nasional sebagaimana disebut di atas menjadi referensi kebijakan
penyelenggaraan pendidikan pondok pesantren mu’adalah.

22
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Pendidikan
Keagamaan Islam
23
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Satuan Pendidikan
Muadalah Pada Pondok Pesantren

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
40

Implementasi Penerapan Kebijakan Pesantren Mu’adalah di Madrasah Al-


Hikamus Salafiyah Babakan Ciwaringin Kabupaten Cirebon
1. Jenjang Pendidikan
Sesuai dengan pedoman Peraturan Menteri Agama RI Nomor 18 tahun 2014,
Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan Ciwaringin menyelenggarakan tingkat
pendidikan setingkat Dasar dan tingkat Menengah yang bukan merupakan satuan
pendidikan Paket A/B/C, melainkan satuan pendidikan dengan ciri dan khasan
pendidikan pesantren. Tingkat dasar terdiri dari tingkat Ibtidaiyah dengan lama
pendidikan selama empat tahun dan Tsanawiyah selama tiga tahun. Tingkat
Menengah yakni setingkat Aliyah dengan lama pendidikan selama tiga tahun.
2. Kurikulum dan Sistem Pembelajaran
a. Kurikulum
Kurikulum Satuan Pendidikan Muadalah yang dikembangkan di Madrasah Al-
Hikamus Salafiyah Babakan Ciwaringin menurut penuturan KH. Zamzami Amin
adalah sebagai berikut Kurikulum yang diterapkan di Madrasah Al-Hikamus Salafiyah
Babakan Ciwaringi merupakan seperangkat rencana pendidikan yang berisi cita-cita
pendidikan sebagai pedoman penyelenggaraan belajar mengajar (KBM) dengan
memprioritaskan pendidikan pesantren secara mandiri dan independen khas
pesantren dan dilengkapi dengan pendidikan modern. 24
Kurikulum tersebut memiliki landasan filosofis yang berdasarkan nilai-nilai
kepesantrenan secara mandiri dan independen untuk mengembangkan dan
memberikan dasar bagi upaya pengembangan kapasitas peserta didik menjadi
manusia muslim yang berkualitas yang menguasai ilmu-ilmu agama Islam dan
mampu berkontribusi dalam kehidupan sosial.
Landasan filosofis yang dijadikan pijakan dalam pengembangan kurikulum
Satuan Pendidikan Muadalah di Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan
Ciwaringin sesuai dengan pedoman kurikulum satuan pendidikan muadalah yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam RI Nomor 6843 Tahun 2015
Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Satuan Pendidikan Muadalah Jenis
Salafiyah Setingkat Madrasah Aliyah, yakni adalah sebagai berikut:
1) Pendidikan Muadalah berakar pada tradisi pesantren dalam rangka
membentuk manusia seutuhnya yang mampu menjalankan peran

24
Wawancara dengan KH. Zamzami Amin, Kepala Aliyah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah dan juga
Pengasuh Pondok Pesantren Mu’alimin Mu’alimat, pada tanggal 10 Februari 2020 di Rumah Kediaman beliau.

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
41

kekhalifahan di muka bumi dan sekaligus sebagai hamba Allah yang


harus mengabdikan dirinya semata-mata kepada Allah dalam
menjalankan peran tersebut.
2) Kurikulum satuan pendidikan muadalah dikembangkan dalam
kerangka dasar yang menempatkan peserta didik sebagai subjek
pengetahuan. Kurikulum diarahkan untuk dapat mengembangkan
kapasitas peserta didik sebagi pribadi yang bukan hanya sekedar
mendapatkan pengetahuan keagamaan dari kyai atau ustadz, tetapi
juga dapat memperoleh dan mengembangkan pengetahuan melalui
interaksi dengan sesama santri, masyarakat, atau sumber belajar
lainnya.
3) Kurikulum Muadalah tidak mengharuskan santri/murid utuk mengikuti
Ujian Nasional sebagaimana pendidikan formal pada umumnya,
standarisasi kelulusan diserahkan sepenuhnya sesuai dengan
kekhasan dan tradisi pendidikan di pesantren yang pada umumnya
didasarkan pada kemampuan santri dalam menghafal dan menguasai
beberapa kitab kuning yang diajarkan di Pondok Pesantren.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 18 tahun 2014, kurikulum
satuan pendidikan muadalah di Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan Ciwaringin
terdiri atas kurikulum keagamaan Islam dan kurikulum pendidikan umum. Kurikulum
keagamaan Islam yang dikembangkan adalah berdasarkan kekhasan pendidikan
pondok pesantren Salafiyah, yakni dengan berbasis pada kitab kuning. Adapun
untuk Kurikulum pendidikan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pasal 10
Peraturan Menteri Agama Nomor 18 tahun 2014, yang memuat setidaknya
pendidikan kewarganegaraan (al-tarbiyah al-wathaniyah); bahasa Indonesia (al-
lughah al-indunisiyah); matematika (al-riyadhiyat); dan ilmu pengetahuan alam (al-
ulum al-thabi'iyah) menurut penjelasan ustad Sulhan, tidak dilaksanakan
sepenuhnya, namun mata pelajaran tersebut hanya diujikan pada saat ujian setiap
Catur Wulan dan ketika ujian kenaikan kelas atau kelulusan sebagai pemenuhan
syarat kurikulum pada satuan pendidikan muadalah pada pondok pesantren.25
Kurikulum pembelajaran yang diterapkan di Madrasah Al-Hikamus Salafiyah
Babakan Ciwaringin adalah dengan memakai kurikulum pembelajaran Triwulan,

25
Wawancara dengan Ustadz Sulhan, Staf Administrasi Madrasah Al-Hikamus Salafiyah (MHS), pada
tanggal 22 April 2020 di Kantor MHS.

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
42

dengan awal kegiatan belajar mengajar dimulai pada bulan Syawal dan berakhir di
bulan Sya’ban. Adapun untuk hari libur adalah hari Jum’at pada setiap minggunya.
Penyusunan kalender pendidikan yang meliputi jadual pembelajaran,
penugasan pendidik pada mata pelajaran, pemilihan dan penetapan kitab dan buku
teks pelajaran yang digunakan untuk setiap mata pelajaran, pelaksanaan ulangan,
ujian, kegiatan ekstra kurikuler, hari libur, penyusunan rencana anggaran belanja dan
pendapatan madrasah dserta kegiatan lainnya dibahas dan laksanakan pada bulan
Syawal sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai dalam rapat musyawarah dewan
eksekutif dan dewan staf harian Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan
Ciwaringin. Kemudian selanjutnya dievaluasi dalam rapat laporan triwulan setelah
pelaksanaan ulangan/ujian dan ditutup dengan rapat laporan akhir kegiatan belajara
mengajar sebelum pelaksanaan Haflah Imtihan dan Akhirus Sanah pada bulan
Sya’ban dengan pemberian syahadah dan Ijazah untuk lulusan tingkat Ibtidaiyah,
Tsanawiyah dan Aliyah serta dimeriahkan oleh tradisi Atraksi Sepak Bola Api yang
telah menjadi warisan tradisi khas pesantren Babakan Ciwaringin selama puluhan
tahun.26
b. Sistem Pembelajaran
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa sistem pembelajaran muadalah yang
diterapkan di Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan Ciwaringin adalah jenis
model Salafiyah, yakni dengan menjaga dan mempertahankan ciri khas pendidikan
pondok pesantren dengan kajian kitab kuning yang kemudian dikembangkan atas
dasar tradisi epistemologi Islam yang meyakini bahwa ilmu tidak hanya diperoleh
melalui kajian dan eksperimen yang dilakukan secara rasional, tetapi juga
merupakan nûr Allah yang terpancar ke dalam hati manusia yang meniscayakan
adanya kesucian.
Seiring dengan itu maka pembelajaran dalam kurikulum satuan pendidikan
muadalah dipahami bukan sekedar sebagai proses capaian rasional secara kasbi,
tetapi juga merupakan suatu proses intuitif suci secara ladunni dari Allah SWT
kepada peserta didik. Oleh karena itu, dalam pembelajaran pada satuan pendidikan
muadalah di Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan Ciwaringin dibarengi dengan
proses penyucian hati yang dilakukan melalui berbagai kegiatan ubûdiyah,
mujâhadah dan riyâdhah yakni melalui kegiatan Jam’iyah Hadiyu, Rawatib, Aurad

26
Wawancara dengan KH. Zamzami Amin, Kepala Aliyah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah dan juga
Pengasuh Pondok Pesantren Mu’alimin Mu’alimat, pada tanggal 10 Februari 2020 di Rumah Kediaman beliau.

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
43

dan ziarah masyayikh Babakan Ciwaringin yang dilaksanakan setiap hari Jum’at. Hal
tersebut bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengajarkan kepada
santri untuk tidak mencari kemegahan dan kedudukan dunia semata. 27
Berkaitan dengan Kegitan Belajar Mengajar (KBM) di Madrasah Al-Hikamus
Salafiyah Babakan Ciwaringin, dibagi pelaksanaannya sesuai jengjang tingkatannya
masing-masing, mulai dari tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah. Pembagiannya
adalah sebagai berikut:
1) Tingkat Ibtidaiyah
Jengjang tingkat Ibtidaiyah di Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan
Ciwaringin ditempuh selama empat tahun yang dimuali dari tingkat kelas tiga sampai
kelas enam. Hal tersebut tidak sesuai dengan standar aturan dalam Peraturan
Menteri Agama nomor 18 tahun 2014 tentang Satuan Pendidikan Muadalah Pada
Pondok Pesantren, dalam pasal 7 dijlaskan bahwa satuan pendidikan muadalah
setingkat Madrasah Ibtidaiyah diselenggarakan selama enam tahun.
Oleh karena hal tersebut, tingkat Ibtidaiyah di Madrasah Al-Hikamus
Salafiyam dalam hal ini belum terdaftar sebagai Madrasah yang di muadalahkan,
dikarenakan standar jenjang yang diselenggarakan belum memenuhi sesuai aturan
PMA nomor 18 tahun 2014.
Adapun kegiatan belajar mengajar tingkat Ibtidaiyah Madrasah Al-Hikamus
Salafiyah Babakan Ciwaringin dimulai pukul 13.00 – 16.00 WIB setiap harinya
dengan seragam baju berwarna putih dan wajib memakai sarung. Jumlah
mudaris/pengajarnya adalah sejumlah 56 mudaris, dengan mata pelajaran Al-Qur’an,
Tafsir dan Ilmu Tafsir, Hadits, Ilmu Tauhid, Ilmu Fikih, Ilmu Nahwu, Ilmu Shorof, Ilmu
Tajwid, Tarikh Islam, Ilmu Akhlaq, Bahasa Arab, Do’a-Do’a, Qiro’at, Khot Imla,
Fasholatan dan Muhafadzoh.
2) Tingkat Tsanawiyah
Jengjang tingkat Tsanawiyah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan
Ciwaringin ditempuh selama tiga tahun. Hal tersebut sesuai dengan pedoman
standar aturan dalam Peraturan Menteri Agama nomor 18 tahun 2014 tentang
Satuan Pendidikan Muadalah Pada Pondok Pesantren.
Tingkat Tsanawiyah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan Ciwaringin
dimuadalahkan sejak tahun 2016 dengan Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN)

27
Wawancara dengan KH. Zamzami Amin, Kepala Aliyah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah dan juga
Pengasuh Pondok Pesantren Mu’alimin Mu’alimat, pada tanggal 10 Februari 2020 di Rumah Kediaman beliau.

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
44

69937237. Sejak dimuadalahkan tahun 2016, jumlah santri yang belajar dan
mendaftar mengalami peningkatan, namun jumlahnya tidak signifikan. Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM) dibagi menjadi kelas pagi dan kelas malam. Kelas malam
dibuka bagi santri yang terkendala dengan kegiatan sekolah formal yang
dilaksanakan pada pagi hari, khususnya bagi santri lulusan tingkat Ibtidaiyah
Madrasah Al-Hikamus Salafiyah yang ingin melanjutkan ke tingkat Tsanawiyah,
namun sedang menempuh pendidikan formal pada pagi harinya.
Secara khusus syarat untuk masuk tingkat Tsanawiyah adalah bagi santri
lulusan Ibtidaiyah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah, namun bagi santri yang bukan
lulusan Ibtidaiyah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah dapat mendaftar dengan syarat-
syarat tertentu sesuai standar yang ditetapkan oleh Panitia Penerimaan Siswa Baru,
seperti kemampuan baca tulis Al-Qur’an, membaca kitab kuning dan lain
sebagainya. Selanjutnya mereka yang dinyatakan telah mampu dan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan akan diterima di tingkat Tsanawiyah, sedangkan yang
dianggap belum mampu dan belum memenuhi standar akan direkomendasikan
untuk masuk kelas Ibtidaiyah sesuai dengan tingkat kemampuannya. 28
Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tingkat Tsanawiyah Madrasah
Al-Hikamus Salafiyah Babakan Ciwaringin dibagi menjadi kelas pagi dan malam.
Untuk kelas pagi dimulai pukul 08.00 – 12.00 WIB dan kelas malam mulai pukul
20.00 – 22.30 WIB pada setiap harinya dengan seragam baju berwarna putih dan
batik khusus tingkat Tsanawiyah. Mata pelajaran yang diajarkan di tingkat
Tsanawiyah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan Ciwaringin adalah Al-Qur’an,
Tafsir dan Ilmu Tafsir, Hadits dan Mustholahul Hadits, Ilmu Tauhid, Ilmu Fikih, Ilmu
Ushul Fikih, Ilmu Nahwu, Ilmu Shorof, Ilmu Tajwid, Tarikh Islam, Ilmu Akhlaq, Bahasa
Arab, Muhadatsah, Qiro’at, Khot Imla, Muhafadzoh dan Bahasa Inggris.
3) Tingkat Aliyah
Seperti halnya tingkat Tsanawiyah, sesuai dengan pedoman standar aturan
dalam Peraturan Menteri Agama nomor 18 tahun 2014 tentang Satuan Pendidikan
Muadalah Pada Pondok Pesantren, untuk tingkat Aliyah Madrasah Al-Hikamus
Salafiyah Babakan Ciwaringin ditempuh selama tiga tahun. Syarat untuk masuk
tingkat Aliyah adalah bagi santri lulusan Tsanawiyah Madrasah Al-Hikamus
Salafiyah, bagi santri yang bukan lulusan Tsanawiyah Madrasah Al-Hikamus

28
Wawancara dengan KH. A Najiullah Fauzi Amrin, Kepala Tsanawiyah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah
Babakan Ciwaringin, pada tanggal 22 April 2020 di Rumah Kediaman beliau.

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
45

Salafiyah dapat mendaftar dengan syarat-syarat tertentu sesuai standar yang


ditetapkan untuk dapat belajar ditingkat Aliyah. Panitia Penerimaan Siswa Baru akan
melakukan sleksi dan tes kemampuan, seperti kemampuan baca tulis Al-Qur’an,
membaca kitab kuning, hafalan kitab Nahwu dan Shorof serta tes lainnya. Mereka
yang dinyatakan telah mampu dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
akan diterima di tingkat Aliyah, sedangkan yang dianggap belum mampu dan belum
memenuhi standar akan direkomendasikan untuk masuk kelas Tsanawiyah sesuai
dengan tingkat kemampuannya. 29
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tingkat Aliyah Madrasah Al-Hikamus
Salafiyah Babakan Ciwaringin dibagi menjadi kelas pagi dan malam. Untuk kelas
pagi dimulai pukul 08.00 – 12.00 WIB dan kelas malam mulai pukul 20.00 – 22.30
WIB dengan seragam baju berwarna putih dan bersarung. Mata pelajaran yang
diajarkan di tingkat Alyah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan Ciwaringin
adalah Tauhid, Tafsir dan Ilmu Tafsir, Hadits dan Mustholahul Hadits, Ilmu Balaghoh,
Ilmu Fikih, Ilmu Ushul Fikih, Qowaidul Fikih, Ilmu Nahwu, Ulumul Qur’an, Tarikh
Islam, Ilmu Akhlaq, Bahasa Arab, Muhadatsah, Qiro’at, Khot Imla, Muhafadzoh,
Bahasa Inggris, Ilmu Mantiq, Ilmu ‘Arudh, Ilmu Falaq dan Ilmu Faroidl.
Tingkat Aliyah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan Ciwaringin
dimuadalahkan lebih dulu, yakni sejak tahun 2008 melalui Surat Keputusan Direktur
Jenderal Pendidikan Islam Nomor : Dj. I/457/2008 Tentang Perpanjangan Penetapan
Status Kesetaraan (Muadalah) Lembaga Pendidikan Pada Pondok Pesantren
Dengan Madrasah Aliyah/SMA.
Sebelum terbitnya Peraturan Menteri Agama nomor 13 tentang Pendidikan
Keagamaan Islam dan Peraturan Menteri Agama nomor 18 tentang Satuan
Pendidikan Muadalah Pada Pondok Pesantren, lulusan Madrasah Al-Hikamus
Salafiyah tingkat Aliyah yang telah dimuadalahkan setingkat MA/SMA sejak tahun
2008 banyak pihak yang mempertanyakan. Dengan tidak mengikuti ujian nasional
dapat diartikan bahwa lulusan pesantren Muadalah belum terseleksi secara ujian
formal dalam arti tidak menjalani tes uji kopetensi ujian nasional.
Peluang masuk di perguruan tinggi terkadang mendapat kendala sebab
lulusan pesantren Muadalah tidak bisa menunjukan ijazah dan hasil ujian nasional.
Lemahnya sosialisasi program Muadalah menyebabkan beberapa perguruan tinggi

29
Wawancara dengan KH. Zamzami Amin, Kepala Aliyah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah dan juga
Pengasuh Pondok Pesantren Mu’alimin Mu’alimat, pada tanggal 10 Februari 2020 di Rumah Kediaman beliau.

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
46

tidak dapat menerima lulusan pesantren Muadalah. Apalagi dalam aturan masuk
perguruan tinggi tertentu, terdapat klausul bahwa mahasiswa pendaftar harus dapat
menunjukan ijazah dan transkrip nilai ujian nasional.
Umumnya santri lulusan Aliyah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan
Ciwaringin yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi adalah mereka yang
telah mendapat rekomendasi dan kerjasama antara pihak madrasah dengan
perguruan tinggi yang dituju, teruatama dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi
yang ada di Timur Tengah seperti Mesir, Maroko, Tunisia, Yaman, Lebanon dan
beberapa Negara Timur Tengah Lainnya.
Sebelum terbitnya payung hukum sebagai pengakuan yang jelas dari
pemerintah terhadap madrasah pada pondok pesantren yang dimuadalahkan,
pengakuan kesetaraan tersebut belum berjalan dan diterima secara maksimal. Hal
tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi dan perhatian dari pemerintah terhadap
penerapan status muadalah tersebut.
Baru Pasca terbitnya Peraturan Menteri Agama nomor 13 tentang Pendidikan
Keagamaan Islam dan Peraturan Menteri Agama nomor 18 tentang Satuan
Pendidikan Muadalah Pada Pondok Pesantren, status kesetaraan telah
mendapatkan payung hukum yang jelas dan pasti, sehingga lulusan dari Madrasah
Al-Hikamus Salafiyah dapat melanjutkan di perguruan tinggi baik di dalam maupun
luat negeri, terutama perguruan tinggi-perguruan tinggi Islam seperti UIN, STAIN dan
perguruan tinggi Islam lainnya yang sesuai dengan output lulusan pondok pesantren
yang memiliki kemampuan dalam memahami dan menguasai khazanah keislaman
baik klasik maupun kontemporer.
Lulusan Madrasah Al-Hikamus Salafiyah yang melanjutkan ke perguruan
tinggi kini sudah tersebar beberapa perguruan tinggi dalam negeri seperti IAIN Syekh
Nurjati Cirebon, UIN Bandung, UIN Jakarta, UIN Malang, UIN Jogjakarta, UIN
Semarang, UNU dan perguruan tinggi lainya. Tak sedikit pula yang melanjutkan
diperguruan tinggi luar negeri terutama Timur Tengah Seperti Mesir, Maroko,
Tunisia, Yaman dan beberapa Negara lainnya. Bahkan sejak tahun 2016
dilingkungan yayasan Madrasah Al-Hikamus salafiyah kini telah berdiri Ma’had Aly
Al-Hikamus Salafiyah yang mana dapat menampung lulusan tingkat Aliyah untuk

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
47

menempuh pendidikan lebih tinggi dengan konsentrasi Maqosidus Syari’ah Fiqih dan
Ushul Fiqih yang lulusannya diberi gelar Sarjana Agama (S.Ag).30
3. Tenaga Pendidik dan Kependidikan
Tenaga pendidik di Madrasah Al-Hikamus Salafiyah adalah para Kyai
pengasuh pondok pesantren di Babakan Ciwaringin dan santri/ustadz senior yang
memiliki kompetensi sesuai dengan kemampuan dan keilmuan mata pelajaran yang
diampunya dengan lulusan yang beragam, mulai dari yang hanya lulusan dari
pondok pesantren sampai dengan lulusan dari perguruan tinggi.
Seperti lembaga pendidikan pada umumnya, beberapa tenaga pendidik telah
mendapatkan sertifikasi dari pemerintah dengan jumlah insentif yang ditentukan,
namun tidak semua tenaga pendidik seperti para kyai menerima pemberian
sertifikasi dan insentif. Hal tersebut dikarenakan para kyai menjaga nilai luhur dan
keikhlasan dalam mengajarkan dan mengamalkan ilmu agama sebagai ciri khas
pendidikan pondok pesantren salaf.31
Untuk tenaga kependidikan seperti tenaga administrasi, tenaga perpustakaan
dan lainnya adalah para santri senior alumni Madrasah Al-Hikamus Salafiyah yang
berkhidmah dan mengabdi yang mana juga beberapa merangkap sebagai tenaga
pendidik. Mereka menjalankan tugasnya dengan khidmah dan ikhlas, tidak seperti
halnya tenaga-tenaga kependidikan di sekolah atau lembaga pendidikan formal
lainya yang mempunyai SK dan mendapatkan insentif bulanan.
Dalam hal pembinaan tenaga kependidikan, pemerintah kurang serius dalam
memberikan pembinaan dan pelatihan terutama dalam hal tertib administrasi. Seperti
halnya pendataan lulusan yang melanjutkan pedidikan tinggi, pembagian tugas-tugas
adminstrasi yang masih belus terstruktur dan lain sebagainya.
Dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan pesantren melalui sitem
muadalah, pemerintah perlu memberikan perhatian penuh terhadap pendampingan
pelaksanaan sistem muadalah tersebut melalui pelatihan-pelatihan administrasi,
kurikulum, pengelolaan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan sistem
pelaksanaan muadalah secara menyeluruh, agar institusi pendidikan pesantren
sebagai bagian dari sistem pendidikan di Indonesia dapat bersaing dengan institusi

30
Wawancara dengan KH. Arwani Syaerozi , Pengasuh Pondok Pesantren Assalafi, pada tanggal 22 April
2020 di Pondok Pesantren Assalafi.
31
Wawancara dengan KH. A Najiullah Fauzi Amrin, Kepala Tsanawiyah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah
Babakan Ciwaringin, pada tanggal 22 April 2020 di Rumah Kediaman beliau.

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
48

dan lembaga pendidikan formal lainya dengan lulusan yang mumpuni dalam
khasanah keilmuan agama dan juga skil administrasi yang baik.
4. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang dimiliki Madrasah Al-Hikamus Salafiyah adalah
kelas dan gedung madrasah, perpustakaan, kantin/koprasi madrasah, serta mushola
dan aula yang menyatu dengan kelas tempat pembelajaran. Sarana dan prasarana
yang dimiliki Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan Ciwaringin dibangun secara
mandiri, baik dari dana yayasan maupun sumbangan dari donator, usaha pesantren
dan dari wali santri. Guna memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana
pembelajaran, selama ini pembiayaannya dibebankan melalui Syahriyah bulanan
santri. Untuk tingkat Ibtidaiyah, setiap santri dibebankan untuk membayar Syahriyah
bulanan sebesar Rp. 20.000; tingkat Tsanawiyah sejumlah Rp. 25.000 dan tingkat
Aliyah sejumlah Rp. 30.000. 32
Untuk satuan muadalah belum ada aturan terhadap pemebrian dana BOS
seperti halnya sekolah formal lainnya, walaupun secara status telah dimuadalahkan.
Harapannya pemerintah lebih serius dalam hal pemberian biaya tahunan untuk
kebutuhan fasilitas belajar mengajar dan kebutuhan pembelajaran lainnya guna
mendukung suksesi pembelajaran yang diterapkan di satuan pendidikan muadalah
pada pondok pesantren. kurangnya saran penunjang seperti laboratorium komputer,
perpustakaan, bahan kitab rujukan belajar serta kurangnya gedung kelas sebagai
sarana tempat pembelajaran menjadi salah satu yang menghambat peningkatan
kualitas belajar mengajar dilingkungan pendidikan muadalah.
5. Akreditasi
Pemberian akreditasi terhadap satuan pendidikan muadalah pada pondok
pesantren belum berjalan maksimal, walaupun secara regulasi dalam Peraturan
Menteri Agama nomor 18 tahun 2014 tentang Satuan Pendidikan Muadalah pada
Pondok Pesantren mengatur itu. Madrasah Al-Hikamus Sakafiyah sampai saat ini
pun belum mendapatkan akreditasi33, maka pemerintah perlu untuk memberikan
akreditasi terhadap satuan pendidikan muadalah pada pondok oesantren sebagi
apresiasi dan pengakuan terhadap sistem pembelajaran yang dijalankan di pondok
pesantren melalui penerapan muadalah.

32
Wawancara dengan Ustadz Sulhan, Staf Administrasi Madrasah Al-Hikamus Salafiyah (MHS), pada
tanggal 22 April 2020 di Kantor MHS.
33
Wawancara denga Ustadz Baedlowi, Staf administrasi Madrasah Al-Hikamus Salafiyah pada tanggal 23
April 2020 di Kantor MHS.

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
49

Evaluasi Mengenai Tantangan dan Peluang Penerapan Pesanrtren Mu’adalah


Pasca Diterbitkanya Peraturan Menteri Agama Nomor 13 dan 18 Tahun 2014
Adapun peluang penerapan pesantren Mu’adalah pasca diterbitkannya
Peraturan Menteri Agama nomor 13 dan 18 tahun 2014 yaitu:
1. Kurikum Mu’adalah berbeda secara umum dengan kurikulum pada umumnya
dimana kurikulum Mu’adalah mengakomodasi kekhasan kurikulum pesantren,
baik pesantren Salaf maupun Modern. Secara jelasnya apa yang di ajarkan
pada pesantren yang tersetarakan diakui apa adanya sebagai sebuah
kekhasan pesantren tersebut. Sebagai contoh: kurikulum yang ada di pondek
pesantren Modern Gontor Ponorogo dan begitu juga dengan Madrasah Al-
Hikamus Salafiyah (MHS) yang berada di Desa Babakan Ciwaringin,
Kabupaten Cirebon yang telah ada dan melekat pada pesantren tersebut di
akui tanpa merubah apapun kurikulum yang sudah berjalan selama berpuluh-
puluh tahun selama ini. Hanya saja pemerintah mensyaratkan menambah 4
mata pelajaran kurikulum pendidikan umum yaitu: (1) pendidikan
kewarganegaraan (al-tarbiyah al-wathaniyah); (2) bahasa Indonesia (al-lughah
al-indunisiyah); (3) matematika (al-ri.yadhiyat); dan (4) ilmu pengetahuan alam
(al-ulum al-thabi'iyah).
2. Pesantren Mu’adalah bisa dengan kemandirianya mengembangkan kekhasan
pondok pesantren yang tidak dimiliki oleh pendidikan pada umumnya di
Indonesia. Dengan memiliki kekhasan kurikulum pesantren yang
dikembangkanya, pesantren Mu’adalah dapat membentuk lulusan sesuai
dengan keinginanya dan tujuan pesantren karena hal itu dimungkinkan
pesantren Mu’adalah memiliki otoritas untuk melakukan hal tersebut tanpa
interfensi dari pemerintah atau dari pihak manapun.
Selanjutnya, untuk tantangan pesantren Mu’adalah pasca diterbitkannya
Peraturan Menteri Agama nomor 13 dan 18 tahun 2014 yaitu:
1. Kurikulum Mu’adalah tidak mengharuskan santri/murid utuk mengikuti ujian
nasional sehingga secara kualitas banyak pihak yang mempertanyakan.
Dengan tidak mengikuti ujian nasional dapat diartikan bahwa lulusan
pesantren Mu’adalah itu belum terseleksi secara ujian formal dalam arti tidak
menjalani tes uji kopetensi ujian nasional.
2. Peluang masuk di perguruan tinggi terkadang mendapat kendala sebab
lulusan pesantren Mu’adalah tidak bisa menunjukan ijazah dan hasil ujian

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
50

nasional. Lemahnya sosialisasi program Mu’adalah menyebabkan beberapa


perguruan tinggi tidak dapat menerima lulusan pesantren Mu’adalah. Apalagi
dalam aturan masuk perguruan tinggi tertentu, terdapat klausul bahwa
mahasiswa pendaftar harus dapat menunjukan ijazah dan transkrip nilai ujian
nasional.
3. Dari data tahun 2012 mengenai julah Pesantren di Indonesia yakni 27.230,
hingga tahun 2016 dari data Kementerian Agama, jumlah pesantren yang
telah mengikuti Mu’adalah/kesetaraan hanya baru mencapai 48 lembaga
pendidikan Mu’adalah baik tingkat Tsanawiyah (SMP) ataupun Aliyah
(SMA).34 Dapat disimpulkan, dari jumlah pesantren yang begitu banyak
dengan potensi yang dapat dikembangkannya, secara kuntitas masih belum
dapat dikembangkan secara maksimal, hanya beberapa saja yang siap
mengembangkan dan menjalankan kurikulum Mu’adalah, sehingga masih
banyak potensi-potensi yang belum dapat dikembangkan dari sekian banyak
pesantren yang ada.
SIMPULAN
Penerapan Mu’adalah merupakan salah satu usaha untuk memajukan dan
menyetarakan Pendidikan pesantren dan juga dapat digunakan untuk meningkatkan
kualitas atau mutu pesantren. Setiap lembaga pendidikan, baik pendidikan formal
ataupun non formal bertujuan untuk mengembangkan peserta didiknya kearah yang
lebih baik. Salah satu caranya adalah dengan menerbitkan kebijakan pemerintah
dalam upaya meningkatkan pendidikan yang berkualitas, melalui Peraturan Menteri
Agama Nomor 18 tahun 2014 Tentang Satuan Pendidikan Mu’adalah Pada Pondok
Pesantren. Mu’adalah merupakan kelompok pondok pesantren yang ijazahnya
mendapat pengakuan kesetaraan dari pemerintah, baik dipandang setara dengan
SD/MI, SMP/MTs ataupun SMA/MA.
Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan Ciwaringin telah dimuadalahkan dan
menerapkannya sejak tahun 2008, adapun hasil analisis kajian dan temuan yang
penulis temukan dalam kajian penelitian penerapan muadalah di Madrasah Al-
Hikamus Salafiyah Babakan Ciwaringin adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan mu’adalah selaras dengan visi misi dan orientasi Madrasah Al-
Hikamus salafiyah, yang mana menegaskan peran pesantren salaf dan

34
http://pendis.kemenag.go.id/file/dokumen/DaftarMuadalah2016.pdf Diakses tanggal 11 Mei 2020

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
51

memperluas gerak alumni dalam menciptakan dan memanfaatkan


peluang santri dalam pengembangan pendidikan, sosial, ekonomi maupun
politik.
2. Sejak tahun 2008 samapai dengan tahun 2016, sistem pendidikan yang di
Muadalahkan di Madrasah Al-Hikamus Salafiyah adalah untuk tingkat
Aliyah, baru setelah terbit PMA No. 18 tahun 2014 tentang Satuan
Pendidikan Muadalah pada Pondok Pesantren, satuan tingkat Tsanawiyah
dan Aliyah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah resmi disetarakan melalui
sitem muadalah yang lulusannya setara dengan tingkat MTs/SMP dan
Aliyah/SMA.
3. Penyelenggara muadalah di Madrasah Al-Hikamus Salafiyah Babakan
Ciwaringin telah melakukan proses-proses penilaian dan evaluasi baik
harian, triwulan, tahunan dan ujian muadalah. Saat lulus santri
memperoleh ijazah atau syahadah dari pondok pesantren. Sebelum
lahirnya PMA nomor 18 tahun 2014 tentang Satuan Pendidikan Muadalah
Pada Pondok Pesantren, sejak dimuadalahkan pada tahun 2008 masih
ada kendala lulusan muadalah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah untuk
masuk ke perguruan tinggi terutama di dalam negeri. hal tersebut
kurangnya sosialisasi dari pemerintah dan juga dari pesantren itu sendiri.
4. Aspek kurikulum pendidikan keagamaan Islam yang diterapkan yakni
dengan sistem salafiyah yang sesuai dengan kekhasan pendidikan
pondok pesantren, yaitu penyelenggaraan berjenis pendidikan muadalah
salafiyah yang berbasis pada kitab kuning. Kurikulum pendidikaan umum
yang diajarkan belum terpenuhi dengan hanya menerpkan pada saat
ujian/ulangan namun belum diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar
setiap harinya.
5. Pendidik pada pendidikan keagamaan Islam terpenuhi sesuai dengan
kompetensi, sementara dari kualifikasi masih beragam lulusannya, dari
hanya tamatan pesantren, SMA/MA hingga perguruan tinggi.
6. Aspek santri secara keseluruhan mukim dan tidak berasal dari satu
pondok pesantren, melainkan berasal dari beberapa pondok pesantren
yang tersebar di wilayah Babakan Ciwaringin yang jumlahnya lebih dari 40
pondok pesantren. Sebagian adalah santri yang tidak mengikuti sekolah

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
52

formal, namun santri yang mengikuti kelas malam umumnya adalah santri
yang mengikuti sekolah formal pada pagi harinya.
7. Adanya seleksi atau tes masuk bagai santri yang bukan berasal dari
lulusan satuan muadalah Madrasah Al-Hikamus Salafiyah terutama untuk
masuk tingkat Tsanawiyah dan Aliyah.
8. Pada aspek sarana dan prasarana dalam hal pembelajaran sudah
terpenuhi walaupun masih terbatas jumlahnya dan masih membutuhkan
sarana penunjang lainnya, seperti laboratorium komputer dan sebagainya.
9. Aspek sumber pembiayaan masih bertumpu pada kontribusi wali santri,
donatur dan usaha pondok pesantren. Sementara pemanfaatan
pembiayaan digunakan untuk proses pembelajaran, gaji guru/ustadz dan
pengembangan lainnya. Sertifikasi bagi guru/ustadz masih terbatas dan
satuan muadalah belum menerima dana Bantuan Oprasiona Sekolah
(BOS) sebagaimana sekolah/madrasah formal pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Ali. Pembaruan Pendidikan Pesantren di Lirboyo Kediri. Kediri: IAIT Press,
2008.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2006.
Huberman, A Michael, dan Mattew B. Milles. Data Management and Analysis
Methods. Amerika: New York Press, 1984.
Ihsan, Nur Hadi. Profil Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur.
Ponorogo: Pondok Modern Darussalam Gontor, 2006.
Kartodierjo, Sartono. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Grafindo,
1986.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.
Satori, Djam’an, dan Aan Komariah. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
ALFABETA, 2013.
Sugiyono. Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung:
ALFABETA, 2010.
Yusqi, M. Ishom. Pedoman Penyelenggaraan Pondok Pesantren Mu’adalah. Jakarta:
Dirjen Pendidikan Islam, Direktorat PD Pontren, 2009.

Undang-undang Dasar 1945 Hasil Amandemen ke 4.

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index
53

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 13 tahun 2014 Tentang
Pendidikan Keagama Islam.
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 18 tahun 2014 Tentang Satuan
Pendidikan Mu’adalah Pada Pondok Pesantren.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 2013 tentang perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah.
http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=analisis2011 diakses pada
tanggal 11 Mei 2020

Jurnal “MADANIA”, Volume 3 Nomor 1, April 2020


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/madania/index

You might also like