Professional Documents
Culture Documents
Article history Abstract : Pokea clam are one of the potential resources and have an
Received: 18 Februari 2019 important role both ecologically and economically. One of areas suitable for
Revised: 25 Februari 2019 the life of this clam is the laeya river. This research aimed to determine
Accepted: 28 Februari 2019 growth, mortality and eksploitation rate of Pokea clam on the Laeya River in
Published: 04 Maret 2019 South Konawe which was started in September 2016 ± February 2017. This
research used swept area method by using a catching tool namely tangge.
*Corresponding Author: Data were growth, mortality and the exploitation level was analysed using
Sitti Nurlailah Basri Bhattacharya method, inverse von Bertalanffy, width converted catch curve
1
Program Studi Ilmu Perikanan, and empirical Pauly, accommodated in FiSAT II version 3.0. The total sample
Pasca Sarjana Universitas Halu of pokea clam during the research were 849 individuals. The result of growth
Oleo, Kendari, Sulawesi analysis showed that the asymptotic width value /’ , growth constant (K),
Tenggara, Indonesia estimated value t0 for the growth of pokea clam was 7,41, 0,56 and -0,38. The
Email: result of estimation analysis for the level of morality showed that the natural
nurlailahsitti07@gmail.com mortality value (M) was 1,84, the catching mortality (F) was 1,19, and the
total mortality (Z) was 3,03. The exploitation rate (E) was 0,39 which shows
the level exploitation rate of pokea clam in the waters of the Laeya River was
still relatively low (under fishing).
Publisher
© 2019 The Author(s). This article is open access
UPT Mataram University Press
Basri, S.N. et al., Jurnal Biologi Tropis, 19 (1):79 - 89
DOI: 10.29303/jbt.v19i1.1059
80
Basri, S.N. et al., Jurnal Biologi Tropis, 19 (1):79 - 89
DOI: 10.29303/jbt.v19i1.1059
Metode penelitian yang digunakan adalah luas anterior sampai posterior. Namun ukuran panjang
sapuan (swept area method) dengan memakai alat dalam studi dinamika populasi tidak mutlak
tangkap yang sering digunakan oleh masyarakat mengikuti definisi yang sesungguhnya atau ukuran
yaitu alat tangkap tangge (alat tangkap tradisional). panjang sesungguhnya tidaklah penting sepanjang
Alat ini dioperasikan oleh 2 orang nelayan di atas terdapat teori yang melatar belakangi model
sebuah perahu. Tangge merupakan alat yang terdiri pertumbuhan. Berdasarkan hal tersebut, maka
atas keranjang besi, bambu panjang dan tali. panjang cangkang yang digunakan dalam
Keranjang tersebut terbuat dari kawat baja dengan pendugaan parameter populasi adalah lebar
panjang 25 cm dan bukaan mulut 20 cm dengan cangkang yang diukur dari ujung tepi kanan ke
ukuran mata keranjang lebih kurang 1x1 cm. Pada ujung tepi kiri cangkang merujuk pada Sparre dan
bagian mulut keranjang dikelilingi dengan besi baja Venema (1999) dan King (1995). Pengukuran
tipis sehingga memudahkan alat ini untuk panjang, lebar, dan tebal cangkang dilakukan
menembus substrat sedangkan keranjang dengan memakai jangka sorong dengan ketelitian
dihubungkan dengan tali untuk memudahkan 0,01 mm. Pengukuran parameter kualitas air
penarikan alat tersebut ke permukaan dengan posisi bersamaan dengan pengambilan sampel.
keranjang ditempatkan pada bagian ujung bambu.
Sungai yang dalam menyebabkan alat ini Analisis Data
menggunakan bantuan bambu dengan panjang lebih
1. Penentuan Parameter Pertumbuhan
kurang 10 meter. Pokea yang tertangkap kemudian
dipisahkan dari sedimen dasar dan menghitung Parameter pertumbuhan kerang pokea terhitung
jumlah individu pokea yang diperoleh dari setiap berdasarkan model inverse pertumbuhan dengan
tarikan alat di setiap stasiunnya. menggunakan analisis von Bertalanffy (Anthony et
Pengambilan sampel kerang pokea dilakukan al., 2001) yaitu:
sekali sebulan selama 6 bulan pada 3 lokasi Lt = L’ -( L’ - L0)e-Kt
pengambilan. Jumlah tarikan pengambilan
sebanyak 10 kali dalam setiap tempat. Sampel Keterangan:
kerang pokea yang diperoleh, dibersihkan lalu Lt = lebar kerang pada umur t (cm)
dimasukkan ke dalam kantong plastik kemudian L’ = lebar asimtot/maksimum kerang (cm)
dibawa ke laboratorium. Selanjutnya diukur K = koefisien pertumbuhan (per tahun)
panjang cangkang kerang di laboratorium. Panjang Lo = ukuran kerang pada saat larva atau glochidia
cangkang dapat didefinisikan sebagai jarak dari t = umur kerang pada saat Lt (tahun)
81
Basri, S.N. et al., Jurnal Biologi Tropis, 19 (1):79 - 89
DOI: 10.29303/jbt.v19i1.1059
82
Basri, S.N. et al., Jurnal Biologi Tropis, 19 (1):79 - 89
DOI: 10.29303/jbt.v19i1.1059
7.0
sebesar 0,39. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa
6.0 tingkat eksploitasi kerang pokea masih berada
5.0
dalam pemanfataan rendah (under fishing) (Tabel
2).
4.0
3.0 Pembahasan
8.11
8.92
9.73
DVLPWRWLN /’ GDQ NRQVWDQWD SHUWXPEXKDQ .
melalui analisis program FiSAT II versi 3.0.
Umur Kerang Pokea (Tahun) Pertumbuhan lebar kerang pokea sangat cepat
terjadi pada umur muda dan semakin lambat seiring
Gambar 2. Laju pertumbuhan kerang pokea dengan pertambahan umur sampai mencapai titik
Tabel 1. Parameter pertumbuhan kerang pokea di maksimum.
Perairan Sungai Laeya /HEDU DVLPWRWLN /’ PHUXSDNDQ QLODL UDWD-
No. Parameter Nilai rata lebar kerang yang sangat tua (umur yang tidak
1 /’ 7,41 terbatas) atau dengan kata lain tidak mampu lagi
2 K 0,56 bertambah lebar. Nilai koefisien pertumbuhan (K)
3 t0 -0,38 merupakan penentu seberapa cepat kerang
.HWHUDQJDQ /’ = panjang asimtotik (cm) mencapai lebar asimtotiknya atau lebar
K = konstanta pertumbuhan maksimumnya (Sparre dan Venema, 1999).
t0 = umur relatif (tahun)
Panjang asimtotik yang digunakan adalah lebar
2. Tingkat Mortalitas dan Tingkat Eksploitasi pokea merujuk pada King (1995) dan Spare dan
Tabel 2. Nilai tingkat mortalitas alami, penangkapan, Venema (1999) bahwa kerang yang mempunyai
mortalitas total dan tingkat ekploitasi kerang ukuran lebar lebih besar daripada panjang, maka
pokea ukuran panjang digantikan dengan ukuran lebar.
No. Parameter Nilai Hasil analisis parameter pertumbuhan kerang
1. M 1,84 pokea berdasarkan data sebaran frekuensi lebar
2. F 1,19 selama 6 bulan menunjukkan nilai ukuran lebar
3. Z 3,03 LQILQLWL /’ FP 8NXUDQ LQL PHQXQMXNNDQ
4. E 0,39 pertumbuhan cangkang kerang pokea sudah tidak
Keterangan : F = Mortalitas akibat penangkapan dapat di capai lagi atau dengan kata lain ukuran
M = Mortalitas alami
Z = Mortalitas total yang tidak memungkinkan lagi bagi jenis kerang
E = Status eksploitasi pokea untuk melakukan pertumbuhan atau
bertambah lebar. Hal ini menyebabkan pemakaian
Penentuan tingkat eksploitasi kerang pokea
energi yang tidak lagi digunakan untuk melakukan
terlihat dengan menganalisis tingkat mortalitas
pertumbuhan melainkan hanya berguna untuk
alami maupun mortalitas penangkapan. Perolehan
reproduksi maupun perbaikan sel-sel yang rusak.
nilai tingkat eksploitasi dapat diketahui jika nilai
Nilai koefisien pertumbuhan (K) yaitu 0,56,
tingkat mortalitas alami (M) dan penangkapan (F)
menggambarkan tingkat pertumbuhan kerang pokea
telah terhitung.
untuk mencapai ukuran maksimal serta seberapa
Berdasarkan hasil analisis dengan
cepat pertumbuhan kerang pokea di perairan.
menggunakan analisis program FiSAT II versi 3.0
Parameter t0 merupakan parameter kondisi awal
menunjukkan tingkat mortalitas alami dan
yang menentukan umur ketika kerang pokea
penangkapan kerang pokea sebesar 1,84 dan 1,19.
memiliki lebar nol.
Mortalitas total pada kerang pokea sebesar 3,03.
83
Basri, S.N. et al., Jurnal Biologi Tropis, 19 (1):79 - 89
DOI: 10.29303/jbt.v19i1.1059
Jenis
Lokasi Spesies K /’ Referensi
kelamin
Rataan Pasang Surut Backbarrier,
C. edule ± 0,34 4,04 Ramón, 2003
Laut Wadden
Teluk Ushuaia, Terusan Beagle T. gayi ± 0,28 3,40 Lomovasky, et al., 2005
Pantai Pasific, Costa Rica A. tuberculosa ± 0,14 6, 30 Stern±Pirlot dan Wolff, 2006
Pantai Malakka, Jazirah Malaysia P. viridis ± 1,50 10,20 Al±Barwani et al., 2006
Teluk Magdalena, Mexico M. squalida ± 0,65 8,30 Schweers et al., 2006
Dumai, Riau P. acutidens ± 0,59 9,27 Efriyeldi et al., 2012
Jantan 0,71 7,84
Sungai Pohara, Sulawesi Tenggara B. violacea Bahtiar, 2012
Betina 0,91 8,94
Sungai Laeya Sulawesi Tenggara B. violacea ± 0,56 7,41 Penelitian ini
Keterangan :
K = Konstanta pertumbuhan
/’ /HEDU DVLPWRWLN FP
Koefisien pertumbuhan total (K) yaitu 0,56 ditemukan pada ikan (Tilohe et al., 2014)
per tahun merupakan parameter yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ikan pada umur
menggambarkan seberapa cepat kerang pokea satu tahun relatif cepat dan pada saat mencapai
mencapai lebar maksimum. Oleh karena itu, dapat umur dua sampai tiga tahun pertumbuhannya mulai
dikatakan bahwa tingkat pertumbuhan kerang lambat dan sampai mencapai panjang tubuh
pokea membutuhkan waktu untuk mencapai nilai maksimum.
PDNVLPXP /’ +DO LQL GLGXNXQJ oleh Efriyeldi et Beberapa penelitian yang telah dilakukan
al., (2012) bahwa koefisien pertumbuhan (K) memiliki perbedaan terhadap aspek pertumbuhan
merupakan parameter penting karena dapat kerang pokea tersebut (Tabel 3). Perbandingan
menggambarkan tingkat pertumbuhan kerang untuk dengan kerang lainnya menunjukkan kerang pokea
mencapai ukuran maksimal. Nilai ini dapat dipakai ini mempunyai konstanta pertumbuhan (K)
untuk membandingkan tingkat pertumbuhan kerang tergolong cepat bila membandingkan konstanta
dengan jenis-jenis kerang lainnya yang berbeda pertumbuhan (K) kerang A. tuberculosa (Stern±
maupun jenis yang sama dari habitat berbeda. Pirlot dan Wolff, 2006) yang mempunyai nilai
Parameter t0 merupakan parameter kondisi paling rendah dari semua nilai (K), sehingga dapat
awal ukuran atau umur ketika lebar sama dengan disimpulkan bahwa nilai koefisien pertumbuhan ini
nol. Hal ini menunjukan pertumbuhan mulai dari dapat menjadi batas bawah dari semua nilai
saat telur menetas hingga pokea memiliki koefisien pertumbuhan yang ada. Nilai K yang
panjang/lebar tertentu. Hasil yang didapat berbeda terkait dengan tingkat metabolisme. Nilai
menunjukkan nilai t0 sebesar -0,38. Pertumbuhan K yang meningkat menunjukkan bahwa semakin
lebar kerang pokea sangat cepat terjadi pada umur cepat organisme mencapai lebar maksimum. Nilai
muda dan dewasa. Pertumbuhan produktif kerang K dipengaruhi dua hal yaitu dari spesies itu sendiri
pokea terjadi pada umur 0,46 tahun dengan dan dari lingkungan. Jika nilai K tergolong kecil,
mencapai lebar cangkang yaitu 4,03 cm. maka kemungkinan kondisi habitat mengalami
Pertumbuhan kerang pokea akan semakin melambat fluktuasi yang besar (Siswantoro, 2003).
seiring pertambahan umur sampai mencapai lebar
maksimum pada umur 4,33 sampai 13,87 tahun 2. Tingkat Mortalitas
dengan lebar cangkang 7,41 cm (Gambar 2). Mortalitas merupakan penurunan stok dari
Sejalan dengan hasil penelitian (Nasrawati et al., suatu populasi menyebabkan tingkat kematian baik
2016) bahwa kerang yang berumur muda memiliki secara alami maupun akibat penangkapan dari
pertumbuhan yang cepat dan seiring dengan individu tersebut. Kematian alami menyebabkan
pertambahan umur atau ketika mencapai umur tua beberapa faktor antara lain: pemangsaan, penyakit,
maka laju pertumbuhannya akan lambat bahkan stres pemijahan, kelaparan, dan usia tua
cenderung statis. Hasil yang tidak berbeda juga
84
Basri, S.N. et al., Jurnal Biologi Tropis, 19 (1):79 - 89
DOI: 10.29303/jbt.v19i1.1059
(Sparre dan Venema, 1999). yang kurang tangkap atau masih dibawah potensi
Hasil analisis menunjukkan tingkat mortalitas lestarinya dengan nilai tingkat eksploitasi yaitu E =
alami kerang pokea di Sungai Laeya tergolong 0,39. Untuk menjaga kelestarian dan
tinggi dengan nilai mencapai 1,84, sedangkan kesinambungan penangkapan pokea di Sungai
tingkat mortalitas penangkapan tergolong rendah Laeya, nilai laju eksploitasi berada pada E optimum
yaitu 1,19. Artinya proses kematian atau yaitu E = 0,5. Menurut Gulland (1977) E optimum
kehilangan populasi kerang pokea yang terdapat di berada pada nilai maksimal 0,50 karena pada
Sungai Laeya lebih banyak disebabkan oleh kondisi demikian maka diperoleh hasil tangkapan
kematian alami. Berdasarkan nilai tersebut yang berkelanjutan.
disimpulkan bahwa nilai mortalitas alami lebih Gambaran mengenai rendahnya penangkapan
besar bila dibandingkan dengan mortalitas kerang pokea di Sungai Laeya terlihat pada
penangkapan sehingga faktor lingkungan di frekuensi ukuran kerang pokea yang relatif stabil,
perairan merupakan faktor pembatas (limiting dengan dominansi ukuran lebar kerang pokea pada
factor) stok. Nilai mortalitas alami lebih tinggi tinggkat sedang/dewasa. Hal ini sesuai pernyataan
daripada mortalitas akibat penangkapan juga Thangvelu et al., (2011) bahwa tingginya populasi
disebabkan oleh adanya aktivitas penambangan ukuran kerang yang telah dewasa mengindikasikan
yang terjadi di Sungai Laeya. Aktivitas bahwa spesies yang dieksploitasi berkategori
penambangan pasir menjadi salah satu kegiatan sedang pulih. Perbandingan dengan kerang lainnya
masyarakat yang secara langsung berkontribusi menunjukkan bahwa kerang pokea mempunyai
besar sebagai penyebab penurunan kuantitas pokea tingkat mortalitas yang tergolong tinggi bila
pada saat penambangan. Hal ini ditujukan dengan dibandingkan dengan tingkat mortalitas A.
kondisi beberapa tempat yang diambil pasirnya tuberculosa (Stern±Pirlot dan Wolff, 2006).
tidak ditemukan pokea yang hidup di daerah Beberapa penelitian yang telah dilakukan disajikan
tersebut. Kematian bivalvia (Margaritifera pada Tabel 4.
margaritifera) seperti ini juga ditemukan pada Tingkat mortalitas berpengaruh erat terhadap
aktivitas pengerukan substrat untuk kegiatan fluktuasi suhu dengan asumsi bahwa semakin
perikanan yang dapat merusak 5-10% habitat hangat suhu lingkungan semakin tinggi mortalitas
bivalvia dan kematian bivalvia yang dapat alami (Sparred dan Venema, 1999). Nilai suhu
mencapai 100-10.000 individu (Cosgrove dan rata-rata selama enam bulan penelitian di Sungai
Haltie, 2001), hilangnya 3% Anodonta anatine dan Laeya adalah 29,25oC dengan kisaran 28,23±
23% A.cygnea (Aldridge, 2000). Kematian bivalvia 29,93oC. Hasil ini menunjukkan kerang pokea
juga dapat disebabkan oleh tingginya endapan liat masih dapat mentolerir suhu lingkungan perairan
sebagai akibat dari rusaknya habitat dari aktivitas di Sungai Laeya, sebagaimana pernyataan Bahtiar
penambangan pasir disungai (Bogan, 1993). (2005) dalam hasil penelitiannya bahwa suhu 26,1±
Nilai total mortalitas dan eksploitasi tersebut 31,4oC masih dapat menunjang pertumbuhan dan
menggambarkan bahwa pemanfaatan pokea di perkembangan populasi kerang pokea.
Sungai Laeya tergolong pada kondisi perikanan
Jenis
Lokasi Spesies Z M F Referensi
Kelamin
Pantai Pasific, Costa Rica A. tuberculosa ± 0,48 0,14 0,34 Stern±Pirlot dan Wolff, 2006
Sungai Pohara, Sulawesi Jantan 5,20 2,10 3,10
B. violacea Bahtiar, 2012
Tenggara Betina 6,46 2,39 4,07
Teluk Kendari, Sulawesi Jantan 3,20 1,74 1,46
P. erosa Tamsar, 2012
Tenggara Betina 3,56 2,46 1,10
Sungai Volta, Ghana G. paradoxa ± 0,82 0,35 0,47 Boateng dan Wilson, 2012
Estuari Kerala Utara, India M. casta ± 3,92 1,80 2,12 Laxmilatha, 2013
Kolong, Karimun A. granosa ± 3,41 0,82 2,59 Nuraini et al., 2014
Dumai, Riau P. acutidens ± 1,87 0,39 0,94 Efriyeldi et al., 2012
Sunagi Laeya, Sulawesi Penelitian ini
B. violacea ± 3,03 1,84 1,19
Tenggara
85
Basri, S.N. et al., Jurnal Biologi Tropis, 19 (1):79 - 89
DOI: 10.29303/jbt.v19i1.1059
Keterangan :
F = Mortalitas akibat penangkapan
M = Mortalitas alam
Z = Mortalitas total
3. Tingkat Eksploitasi
Tabel 5. Perbandingan nilai eksploitasi kerang pada berbagai perairan
Penentuan tingkat eksploitasi kerang pokea eksploitasi tinggi (over fishing), (E) = 0,5
dapat diketahui dengan menganalisis tingkat terkategori sebagai tingkat eksploitasi berimbang,
mortalitas alami maupun mortalitas penangkapan. dan eksploitasi (E) < 0,5 terkategori sebagai
Perolehan nilai tingkat eksploitasi dapat diketahui tingkat eksploitasi rendah (under fishing).
jika nilai tingkat mortalitas alami (M) dan Beberapa penelitian yang telah dilakukan memiliki
penangkapan (F) telah terhitung. Fadly (2014) perbedaan terhadap aspek mortalitasnya.
menjelaskan bahwa tingkat eksploitasi sumberdaya Selanjutnya Bell et al., (2011) menyatakan bahwa,
kerang suatu perairan merupakan nisbah antara tertangkapnya Batissa violacea dari 25 % rata-rata
produksi dengan besarnya potensi lestari atau stok yang ada di sungai dapat menjadi sumber daya
sebagai hasil perbandingan antara besarnya yang berkelanjutan. Metode penangkapan yang
kematian akibat penangkapan dengan besarnya masih tradisional dapat membantu
total kematian. Evaluasi tingkat eksploitasi mempertahankan populasi yang terdapat di dasar
terhadap sumber daya sangat perlu agar perairan. Penangkapan juga sangat terbatas setiap
pengelolaan sumberdaya tersebut bersifat rasional tahun dengan intensitas hujan yang tinggi karena
atau dapat lestari dan berkelanjutan. nelayan tidak melakukan penangkapan selama
Berdasarkan hasil analisis dengan banjir (under fishing).
menggunakan analisis program FiSAT II versi 3.0 Perbandingan dengan kerang lainnya
menunjukkan tingkat ekploitasi pada kerang pokea menunjukkan bahwa kerang pokea ini mempunyai
di Sungai Laeya yaitu 0,39. Nilai tersebut tingkat eksploitasi tergolong rendah bila
menggambarkan bahwa tingkat eksploitasi kerang dibandingkan dengan tingkat eksploitasi A.
pokea di Sungai Laeya masih rendah atau berada di tuberculosa (Stern±Pirlot dan Wolff, 2006) dan A.
bawah potensi lestari. Hal ini sesuai dengan Granosa (Nuraini et al., 2014) yang mempunyai
pernyataan Sparre dan Venema (1999) bahwa nilai nilai tertinggi dari semua tingkat eksploitasi dari
tingkat ekploitasi kurang dari 0,50 jenis kerang yang telah tersaji (Tabel 5).
menggambarkan kondisi pemanfaatan rendah Kondisi ini akan terus berlangsung dengan
(under eksploitasi). Hal ini menunjukkan pula baik jika bentuk upaya pelestarian terus meningkat
terjadi penurunan intensitas waktu penangkapan mengingat potensi sumber daya kerang pokea
(effort) yang dilakukan oleh nelayan setiap hari sangat penting dan bermanfaat. Namun
secara intensif dan berlangsung lama. Pernyataan permasalahan terhadap tingkat kematian alami
ini didukung oleh Gulland (1983) bahwa tingkatan kerang pokea harus dapat di kelola melalui
eksploitasi (E) > 0,5 terkategori sebagai tingkat menjaga dan meningkatkan kondisi kualitas air di
86
Basri, S.N. et al., Jurnal Biologi Tropis, 19 (1):79 - 89
DOI: 10.29303/jbt.v19i1.1059
Sungai Laeya. Informasi tingkat eksploitasi Tenggara. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan
tersebut sangat diperlukan untuk upaya dan Perikanan Indonesia. Jilid 15. 1:1±5.
kebijakan dalam bentuk pengelolaan agar sumber
daya kerang pokea dapat berkelanjutan dengan Bahtiar. (2012). Studi Bioekologi dan Dinamika
tetap memerhatikan dan menjaga kelestarian Populasi Pokea (Batissa violacea var.
sumber daya kerang pokea. celebensis von Martens, 1897) yang
Tereksploitasi Sebagai Dasar Pengelolaan
Kesimpulan di Sungai Pohara Sulawesi Tenggara.
[Disertasi] Sekolah Pasca Sarjana Institut
Pertumbuhan kerang pokea di Sungai Laeya
menunjukkan nilai XNXUDQ OHEDU LQILQLWL /’ Pertanian Bogor. Bogor. 141 hal.
cm dan koefisien pertumbuhan (K) 0,56. Mortalitas
alami kerang pokea di Sungai Laeya lebih tinggi Bell, J. D., Johnson, J. E. & Hobday, A. J. (2011).
Vulnerability of Tropical Pasific Fisheries
dibandingkan dengan mortalitas akibat
penangkapan. Tingkat ekploitasi pada kerang pokea and Aquaculture to Climate Change.
di Sungai Laeya relatif rendah yaitu 0,39. Chapter 10. Secretariat of Pasific
Community, Noumea. New Caledonia.
Daftar Pustaka 576±646p.
Al±Barwani, S. M., Arshad, A., Amin, S. M. N., Boateng, D. A. & Wilson, J. G. (2012). Population
Japar, S. B., Siraj, S. S. & C. K. Dynamics of the Freshwater Clam Galatea
Yap. (2006). Population Dynamics of the paradoxa from the Volta River, Ghana.
Green Mussel Perna viridis the High Spat- Knowledge and Management of Aquatic
Fall Coastal Water of Malacca, Peninsular Ecosystem Journal. 09:405p.
Malaysia. Fisheries Research. 84:147±
152. Bogan, A.E. (1993). Freshwater Bivalve
Extinctions (Mollusca: Unionida): A
Aldridge, D.C. (2000). The Impacts of Dredging Search for Causes. Amer Zool. 33:599-
and Weed Cutting on a Population of 609.
Freshwater Mussels (Bivalvia: Unionidae).
Journal Biological Conservation 95: dRODNR÷OX 6 14). Population Structure,
247±257 Growth, and Production of the Wedge
Clam Donax trunculus (Bivalvia,
Anthony, J. L., Kesler, D. H., Downing, W. L. & Donacidae) in the West Marmara Sea,
Downing, J. A. (2001). Length-Specific Turkey. Turkish Journal of Fisheries and
Growth Rates in Freshwater Mussel Aquatic Sciences. 14:221±230.
(Bivalvia : Unionidae): Extreme Longevity
or Generalized Growth Cessation. Cosgrove, P.J. & Hastie, L.C. (2001). Conservation
Freshwater Biology. 46:1349±1359. of Threatened Freshwater Pearl Mussel
Population: River Management, Mussel
Bahtiar. (2005). Kajian Populasi Pokea (Batissa Translocation and Conflict Resolution.
violacea celebensis Martens, 1897) di Biological Conservation. 99. 183-190
Sungai Pohara Kendari Sulawesi Tenggara.
[Tesis] Sekolah Pasca Sarjana Institut Efriyeldi, Bengen, D. G., Affandi, R. & Prartono,
Pertanian Bogor. Bogor. 140 Hal. T. (2012). Karakteristik Biologi Populasi
Kerang Sepetang (Pharella acutidens) di
Bahtiar, Yulianda, F. & Setyobudiandi, I. (2008). Ekosistem Mangrove Dumai, Riau. Jurnal
Kajian Aspek Pertumbuhan Populasi Perikanan Terubuk. 40(1):36±44.
Kerang Pokea (Batissa violacea celebensis
Martens, 1897) di Sungai Pohara Sulawesi Fadly, F. (2014). Tingkat Eksploitasi dan Keragaan
Pertumbuhan Kerang Darah (Anadara
87
Basri, S.N. et al., Jurnal Biologi Tropis, 19 (1):79 - 89
DOI: 10.29303/jbt.v19i1.1059
granosa) pada Perairan Kuala Penet, Nasrawati, Bahtiar & L. Anadi. (2016).
Labuhan Maringgai, Lampung Timur. Pertumbuhan, Kematian, dan tingkat
[Skripsi] Fakultas Perikanan dan Ilmu Eksploitasi Kerang Coklat (Modiolus
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. modulaides) di Perairan Teluk Kendari
29 hal.
Sulawesi tenggara. Jurnal Sains dan
Inovasi Perikanan, 1(1) : 1 ± 8.
Gayanilo, F. C. Jr. & D. Pauly. (1997). FAO-
ICLARM Stock Assessment Tools
Natan, Y. (2009). Parameter Populasi Kerang
(FiSAT). Reference Manual, Rome,
Lumpur Tropis Anodonta edentula di
FAO. 9(2):47±49.
Ekosistem Mangrove. Jurnal Biologi
Gulland, J.A. (1977). Fish Population Dynamics.
Indonesia. 6(1):25±38.
The Implications of Management. A
nd Nuraini., Zulfikar, A. 5D]D¶, 7 6
Willey-Inter Science Publication. 2 ed.
Kajian Stok Kerang Darah (Anadara
John Willey and Sons Ltd. 102p.
granosa) Berbasis Panjang Berat yang
Gulland, J. A. (1983). Fish Stock Assesment: didaratkan di Daerah Kolong
Manual of Basic Methods. Chichester, Kabupaten Karimun. Jurnal Skripsi.
United Kingdom. Wiley Inter Science, Jurusan Manajemen Sumber Daya
FAO/Wiley Series on Food and Perairan. Fakultas Ilmu Kelautan dan
Agriculture. 1:223p. Perikanan. Universitas Maritim Raja
Ali Haja. Riau. 14 hal.
Islami, M.M. (2014). Bioekologi Kerang Kerek
Gafrarium tumidum Röding, 1798 Nurdin, J., N. Marusin., Izmiarti., A. Asmara.,
(Bivalvia: Veneridae) Di Perairan Teluk R. Deswandi & J. Marzuki. (2006).
Ambon, Maluku. [Tesis] Sekolah
Kepadatan populasi dan pertumbuhan
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
kerang darah (Anadara antiquata L
King M. (1995). Fisheries Biology, (Bivalvia : Arcidae) di Teluk Sungai
Assessment, and Management. Fishing Pisang, Kota Padang Sumatera Barat.
News Books. London, United Kingdom Makara Science, 10 (2):96- 101.
England. 341 hal.
Pauly, D. (1980). On the Interrelationships
Laxmilatha P. (2013). Population Dynamics of the Between Natural Mortality, Growth
Edible Clam Meretrix Casta (Chemnitz) Parameters and Mean Environmental
(International Union For Conservation of Temperature in 175 Fish Stocks. J.
Nature Status: Vulnerable) From Two Cons. CIEM, 39 (2): 175-192.
Estuaries of North Kerala, South West
Coast of India. International Journal of Putri ER. (2005). Analisis Populasi dan Habitat
Fisheries and Aquaculture. 5(10):253-261. Sebaran Ukuran dan Kematangan
Gonad Kerang Lokan Batissa violacea
Lomovasky, B. J., T. Brey. & E. Marriconi. Lamarck (1818) di Muara Sungai
(2005). Population Dynamics of the Batang Anai Padang Sumatera Barat.
Venerid Bivalve Tawera gayi (Hupé, Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
1854) in the Ushuaia Bay, Beagle Bogor. 62 hal.
Channel. Journal Application
Ichthyologia. 21:64±69 Ramón, M. (2003). Population Dynamics and
Secondary Production of the Cockle
88
Basri, S.N. et al., Jurnal Biologi Tropis, 19 (1):79 - 89
DOI: 10.29303/jbt.v19i1.1059
89