You are on page 1of 11

MAKALAH

KEJAHATAN DAN HUKUMAN


Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Hukum
Dosen Pengampu:
Ahmad Faris Wijdan S.H.,M.H.

Di Susun Oleh Kelompok 6:


1.Muhammad Ainur Rizki (212102040009)
2.Moch.Faiz Maulana Ilhamin (212102040019)
3.Hida Wahida Rahmaniyah (212102040035)

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kelompok 6
dapat menyelesaikan tugas makalah yang bertema “Kejahatan dan Hukuman” dengan tepat
waktu.Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
dosen pada program studi Filsafat Hukum.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Ahmad Faris Wijdan S.H.,M.H selaku Dosen
Hukum pidana Islam mata kuliah Filsafat Hukum yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi Sebagian
pengetahuannya sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Jember,11 Oktober 2022

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................................
A. Latar
Belakang..................................................................................................................
B. Rumusan Msalah..............................................................................................................
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN.............................................................................................................
A. Aliran Historis..................................................................................................................
B. Aliran Legal
Realism........................................................................................................
C. Aliran Critical legal
Studies..............................................................................................
D. Ajaran Hukum
Progresif...................................................................................................
BAB III
PENUTUP.....................................................................................................................
A. Kesimpulan.......................................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejahatan adalah suatu fakta kehidupan yang tidak terelakkan meskipun setiap
manusia berjuang menghindarkan diri darinya. Pada dasarnya setiap manusia
menginginkan hal-hal baik yang berujung pada kebahagiaan; manusia selalu mencari
kebahagiaan.1 Hidup manusia selalu dihadapkan
dengan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi: ada kemungkinan
manusia bisa tersenyum bahagia, ada kemungkinan manusia terdiam menahan
sakit dan ada juga kemungkinan manusia merancang suatu tindakan untuk
mencelakakan seseorang.
Adanya kejahatan dalam kehidupan menimbulkan keresahan dalam diri
manusia, sehingga manusia selalu mencari cara agar terlepas dari kejahatan.
Keresahan ini membawa manusia pada pertanyaan-pertanyaan mendasar dari
arti sebuah kehidupan; “mengapa harus ada kejahatan?”, “mengapa Tuhan
membiarkan manusia menderita?”, dan “di manakah kebahagiaan?”
Kejahatan bukanlah sebuah tema baru untuk dibicarakan, melainkan
sebuah tema klasik yang cukup relevan untuk terus diperbincangkan dan
direfleksikan. Kejahatan sesungguhnya telah menjadi “teman setia” yang
menemani manusia sejak awal mulanya. Refleksi manusia atas kejahatan mulai
disadari ketika manusia mengalaminya, dan dunia religi-lah yang
menjadi pintu masuk bagi manusia dalam merefleksikan kejahatan.
Kejahatan nampak dalam fenomena-fenomena kehidupan, yaitu ketika
manusia melakukan kejahatan kepada manusia lain atau pun kepada dirinya
sendiri. Adanya kejahatan manusia tersebut menimbulkan apa yang dikenal
dengan hukuman bagi pelakunya. Hukuman diberikan kepada seseorang yang
melakukan kejahatan oleh mereka yang memiliki otoritas atas hukum.
Hukuman nyatanya telah dibahas oleh Thomas Aquinas dalam
pembahasannya De Malo dan Summa Theologiae IIa-IIae. Dalam tulisan ini,
penulis menggunakan buku On Evil yang diterjemahkan oleh Richard Regan
dari buku aslinya De Malo karya Thomas Aquinas dan buku Summa
Theologiae IIa-IIae. Buku On Evil secara terperinci menjelaskan pemahaman
Thomas Aquinas tentang kejahatan (malum) secara khusus tentang hukuman
(malum poenae). Hal ini tertuang dalam dua artikel terakhir dalam quaestio 1
dari buku On Evil. Pada artikel keempat, Thomas Aquinas membagi hukuman
menjadi salah satu bagian dari malum2
, dan pada artikel kelima, Thomas
membandingkan antara hukuman dan kejahatan moral.
3 Dalam Summa
Theologiae IIa-IIae, Thomas Aquinas juga membahas tentang hukuman
(malum poenae) dalam beberapa artikel yang tersebar dalam beberapa
quaestio. Oleh karena itu penulis hanya memilih quaestio dan artikel yang di
dalamnya secara khusus membahas malum poenae. Dalam karya Summa Theologiae
IIa-IIae, penulis berfokus pada quaestio 19 yakni pada artikel 1, 2
dan 5 dan quaestio 76 yakni pada artikel 4.Hukuman menjadi topik yang dipilih
penulis dalam karya tulis ini. Secara umum, penulis melihat bahwa kejahatan
merupakan sebuah tema menarik yang tidak akan pernah habisnya untuk dibicarakan.
Hal ini didasarkan
pada pemahaman dan pengalaman bahwa hidup manusia tidak pernah luput
dari kejahatan. Namun jauh lebih khusus daripada itu, penulis memilih topik
hukuman didasarkan pada rasa ingin tahu penulis akan hakikat dari hukuman,
kaitan hukuman dengan kejahatan moral, dan kaitan hukuman dengan keadilan.
Penulis melihat bahwa ada yang berbeda dari pemikiran Thomas dan
pandangan umum masyarakat luas. Seperti yang telah dibahas, Thomas
memandang hukuman sebagai sebuah kejahatan. Namun, kebanyakan orang
lebih melihat bahwa hukuman merupakan suatu hal yang baik. Hukuman
diberikan kepada pelaku kejahatan untuk memberikan efek jera agar pelaku
tidak lagi melakukan hal yang sama. Hukuman akan membantu seseorang
menjadi sadar dan berbalik dari kejahatan menuju kebaikan. Berdasarkan
pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa hukuman adalah hal yang baik.
Pandangan yang demikian juga didukung oleh salah satu filsuf abad modern
yakni Thomas Hobbes. Thomas Hobbes melihat hukuman sebagai sebuah hal
yang baik. Hukuman digunakan untuk meredam segala keinginan manusia
yang berperilaku destruktif Bertolak belakang dengan pandangan di atas, ada pula
pandangan
masyarakat umum yang lebih melihat hukuman sebagai sebuah kejahatan.
Fenomena ini nampak terlihat pada penderita itu sendiri, keluarga, sahabat dan
juga kenalan dari korban. Hukuman yang diberikan kepada penderita
dipandang sebagai sebuah kejahatan, terlebih jika hukuman yang diberikan
kepada penderita tidak setimpal atau dianggap terlalu berat dengan kesalahan
yang dibuat oleh korban. Fenomena-fenomena yang demikianlah yang
akhirnya membawa penulis pada pertanyaan pendasar: apa itu hakikat
hukuman? Apakah sesungguhnya hukuman itu jahat? Mengapa ada hukuman
yang dianggap baik?
Dalam menelusuri pemahaman tentang hukuman, penulis memilih
pemikiran Thomas Aquinas sebagai pisau bedah dalam mendalami konsep
hukuman. Alasan utama penulis memilih Thomas Aquinas adalah karena
Thomas sendiri secara khusus membahas konsep hukuman dalam karyanya De
Malo dan Summa Theologiae IIa-IIae. Penulis memilih pemikiran Thomas
Aquinas dalam karya De Malo dan Summa Theologiae IIa-IIae dengan melihat
penjelasan Thomas tentang hukuman yang dibahas dalam ranah filsafat secara
khusus dalam metaphysica generalis (ontology), yang bagi penulis cara ini Buku
dapat diterima oleh akal budi manusia dalam semua kalangan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Kejahatan?
2. Apa Yang Dimaksud Hukuman?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetaui Kejahatan
2. Untuk Mengetaui Hukuman

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kejahatan
Kejahatan dalam Wacana Teologi Hampir disebagian .besar literatur yang
ditemukan,pengkajian masalah kejahatan selalu dikaitkan atau dibicarakan dalam
kerangka teologi; oleh karena.itu untuk memberikan gambaran singkat akan diuraikan
problema kejahatan dalam wacana teologi. Masalah kejahatan dalam teologi
menunjukkan suatu kontradiksi antara realitas kejahatan di satu fihak, dan kepercayaan
religius mengenai kebaikan dan kemahakuasaan Tuhan di lain fihak. Dalam setiap
ldasifikasi umum bidang religi menawarkan riga macam pemecahan. Pertama, monisme
~dari ajaran Vedanta Hinduisme yang menyatakan bahwa kejahaian adalah suatu maya
atau ilusi. Gema· pe.ikiran ini nampak juga dalam kepercayaan kristiani barat
kontemporer melalui Marry Bakker Edy lewat karyanya: Science and Wealth (1934) yang
menyatakan bahwa kejahatan adalah suatu ilusi..Kejahatan tidak memiliki dasar yang
real. Kejahatanadalah.sebuah kepercayaan yang keliru. Kedua,dualisme misaln.ya
nampak dalam oroastrianisme kuno yang mempertentangkan antara kebaikan dan
kejabatan, Ahura Mazdah danAngra Mainyu. Dualisme ini nampak dalam pemikiran
Plato: Timaens, juga nampak dalam pemikiran filsuf Barat moder~ misalnya J.S. Mill
dalam Three Essays in Religion (1874) dan Edgar Brigman A Philosophy of Religion
(1940)~ ~F Ketiga, kombinasi antara monisme dan dualisme,mempakan bentuk etika
dualisme dalam metafisika monisme. Pemecahan ini dikembangkan dalam tradisi
pemikiran kristiani yang sampai sekarang memberikan swnbangan besar dalam
memecahkan masalab kejabatan bagi pemikiran dunia Barat (Hick, 1967:136).Pemikiran
Kristiani sebagaimana juga dalam tradisi Yabudi, mempercayai suatu doktrin monoteisme
yang menyatakan babwa Tuhan adalah mutlak maha baik, maha kuasa dan sebagai
pencipta alam semesta dati ex nihilo Munculnya realitas kejahatan menimbulkan dilema
dalam kepercayaan tersebut. Jika Tuhan maha kuasa tentu Tuhan sanggup mencegah
kejahatan. Jika Ia maha baik, la hams mampu mencegah kejahatan. Akan tetapi Kejahatan
tetap ada; maka Tuhan bukan maha kuasa dan maha baik. Memecahkan masalah 1m
munculah Theodicy (theos Tuhan Dike· = adi/) yang mencoba membuat suatu
rekonsisilasi antaraketidakterbatasan kebaikan tuhan dan keIl1ahakuasaan Tuhan.dengan
realitas kejahatan.Tokoh theodicy tradisional adalah Augustinus. Augustinus memandang
kejahatan sebagai privation (hal yang melekat). Augustinus melawan pandangan
Manichenan yang menyatakan bahwa kejahatan . sebagai realitas dan kekuatan yang tidak
tergantung pada kebaikan (good). Kejahatan menurut Augustinus bukan Jurnal Filsafat,
Ser; ke-31, Agustus 2000 suatu eksistensi yang bebas, tetapi parasitik pada kebaikan: ,
"Nothing evilexist in itself but only as an evil aspect ofsome actual entity" (Hick,1967:
137). Dengan demikian setiap ciptaan Tuhan adalah baik dan fenomena kejahatan akan
terjadi manakala yang-ada yang secara intrisik baik dikorupsi dan dirampas.Bagaiamana
ciptaan yang baik dapat dirampas? Jawaban Agustinus adalah kejahatan itu masuk ke
dunia melalui kebebasan manusia, dosa. Dosa membuat manusia cenderung menjauhi
kebaikan tertinggi Tuhan kepada kebaikan yang rendah. Selanjutnya Agustinus
menandaskan bahwa kejahatan alarn (natural evil) seperti penyakit, bencana alam dan
lain-lain disebabkan juga oleh kebebasan manusia. Dari sini ia membedakan dua jenis
macam kejahatan, yaitu "dosa" (sin) dan "hukuman untuk dosa" (penalty jorevil).Dalam
theodicy tradisional Augustinus ini tercennin makna bahwa sebenamya ketika Tuhan
menciptakan manusia adalah tanpa dosa, tetapi terdapat sebagian besar manusia yang
salah menggunakan kebebasan yang diberikan TOOan dan jatuh kepada dosa. Theodicy
Augustinus ini banyak memberikan inspirasi dan pengaruh kepada pemikir-pemikir
kristianis Jain,seperti Thomas, Luther dan Calvin.Uraian konsep Islam tentang kejabatan
berikut ini hanya mengkhususkan dati satu sumber pemikir. Islam: Murtadha Muthabhari.
Melalui karyanya berjudul: A1-'Adl AI-IUaby (keadilan Tuhan~ 1981),Muthahhari
banyak menyoroti·masalah konsep kejahatan dalam Islam. Islam menurut Muthahhari,
menolak pandangan dualis yang menyakini dua sumber wujud. Kerancuan kaum dualis
adalah ketika mengasumsikan dualisme hakikat wujud: wujud dan wujud jahat.Sehingga
hams ada dua sumber wujud:wujud-wujud bail bersumber dari yang dan wujud-wujud
jahat bersumber dari yang kedua. Setiap kejahatandan kebaikan, masing-
masing;berhubungan dengan pencipta yang berbeda. Muthahhari berpendapat, bahwa
kaum dualis mau mencoba membebaskan Tuhan. dati kejabatan,tetapi mereka justru
membuat sekutu-Nya Kaum dualis tidak mampu mempertahankan keyakinan bahwa
Allah adalah Tuhan merDiliki kekuasaan,tak terbatas dan kehendak yang menguasai
segala sesuatu, serta ketentuan dan takdir sebagai dua .. hal yang .tidak tunduk kepada
pembuat kejahatan (Muthahhari, 1995; 118). Islam memandang bahwa semua wujud
adalah bail. Sistem yang berlaku adalab sistem terb~ dan mustahil. Ada sistem yang lebih
baik darinya.Bagaimana kejahatan itu tetap ada?Islam menjawab dengan dua
bahasan.Pertama, kejahatan adal8.h sesuatu yang 'tiada' (adam). Kedua, kejahatan adalah
sesuatu yang relatif·(Mutllahhari, 1995:118). Kejahatan dalam maknanya yang pertama
,merupakan "adamiyyat" (persoalan-persoalan ketiadaan) dan kekosongan-kekosongan,
dan eksistensinya merupakan eksistensi "kekurangan-kekurangan" dan "kehilangan-
kehilangan", yang dari segi inilah ia merupakan kejahatan.Kejahatan, kalau bukan
merupakan ketiatan "kurang" atau "kosong"itu sendiri, tentu merupakan sumber dari
"tiada", "kurang, dan "kosong". Peranan manusia dalam sistem evolusi alam yang bersifat
keharusan ini adalah memaksa kekurangan, mengisi kekosongan, serta meniadakan
keduanya dari lembaran wujud.Penjelasan makna kedua, yaknikejahatan sebagai hal yang
retatif berangkat daTi asumsi babwa segala sesuatu memiliki dua sifat: sifat hakiki dan
sifat nisbi (relatif). Sebagaimana telah diterangkan, babwa kejahatan pada hakikatnya
merupakan yang bersifat keti~ seperti kebodohan, kelemahan, dan kemiskinan, semuanya
adalah sifat-sifat hakiki, tetapi ia merupakan ketiadaan. Sedangkan kejahatan-kejahatan
yang hakikatnya merupakan hal-hal yang maujud tetapi diberi sifat ja.liat karena hal-hal
tersebut menjadi sumber suatu ketiadaan, seperti banjir, gempa bumi, angin
bad&,binatang buas, bakteri dan penyakit,maka tidak diragukan lagi babwa
kejabatanyang ada padanya merupakan sifat yang nisbi .

B. Hukuman
Hukuman Mati Bagi Koruptor Reformasi yang terjadi tahun 1998 telah
mengamanatkan dilakukannya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
KKN dianggap mengakibatkan berbagai permasalahan dalam setiap dimensi
kehidupan berbangsa dan secara khusus berupa keterpurukan ekonomi. korupsi
merupakan kejahatan yang terjadi secara meluas dan terkoordinasi secara sistematis.
Korupsi telah terjadi disetiap sektor dalam berbagai tingkatan dari pemerintah pusat
hingga daerah serta dihampir semua lembaga negara dari tataran eksekutif, legislatif,
maupun yudikatif. Begitu masifnya korupsi yang terjadi sehingga diperlukan
penegakkan hukum yang luar biasa. Penerapan hukuman mati menjadi sebuah
konsekuensi logis untuk memberikan efek jera (deterrent effect) terhadap akibat
kerugian yang telah ditimbulkan. Secara umum di dalam Kitab UndangUndang
Hukum Pidana (KUHP) telah dicantumkan mengenai jenis-jenis atau macammacam
bentuk pidana yang terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan. Hukuman mati
termasuk kedalam salah satu pidana pokok. Hukuman mati menjadi jenis sanksi
pidana yang banyak menimbulkan pertentangan pendapat. Banyak masyarakat
maupun ahli hukum yang mendukung sanksi tersebut dan tidak sedikit juga yang
menolak pemberlakuan hukuman mati. Hukuman mati menjadi perdebatan diseluruh
negara yang ada didunia. Melalui pendekatan historis dan teoritis, hukuman mati
merupakan pengembangan dari teori absolut yang hanya menekankan kepada
pembalasan atas perbuatan pidana yang telah dilakukan oleh pelaku. Keadilan etis
menjadi alasan dari tuntutan pemidanaan. Pandangan yang berlawanan mendasarkan
kepada teori relatif yang menekankan pemidanaan bertujuan untuk menciptakan
ketertiban dimasyarakat. Adapun teori yang menggabungkan keduanya adalah teori
kombinasi yang mendasarkan pemidanaan atas pembalasan dan menjaga ketertiban
masyarakat. Di dalam KUHP, pengenaan hukuman mati diberikan hanya pada tindak
pidana tertentu, seperti pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP), tindak pidana
makar/pembunuhan terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden (pasal 104 KUHP),
melakukan perbuatan permusuhan atau perang terhadap negara (pasal 111 ayat (2)
KUHP). Adapun pengaturan lainnya diluar KUHP seperti tindak pidana narkotika,
tindak pidana terorisme, dan tindak pidana korupsi. Terkhusus bagi kasus korupsi,
aparat penegak hukum diberikan peluang untuk menjerat pelaku dengan hukuman
mati jika kejahatan yang dilakukan terjadi dalam keadaan tertentu. Keadaan tertentu
tersebut diartikan apabila:10
a. Dilakukan saat negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan Peraturan Perundang-
b. Undangan yang berlaku;
c. Ketika terjadi bencana alam nasional;
d. Ketika terjadi kerusuhan sosial yang meluas;
e. Saat negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter; dan
f. Apabila seseorang melakukan pengulangan tindak pidana korupsi.
g. Yang patut menjadi perhatian adalah tidak adanya penjelasan lebih lanjut yang
memiliki daya laku dan daya ikat dalam pelaksanaannya. Pada akhirnya pemberian
hukuman mati sangat bergantung kepada penafsiran hakim atas isi pasal yang
disangkakan kepada koruptor saat perkara sedang diperiksa.
Putusan hakim yang telah mendapat putusan inkracht van gewijsde hingga saat ini
belum pernah memberikan hukuman mati bagi para koruptor. Jaksa Penuntut Umum
juga masih belum memberikan tuntutan hukuman mati dikarenakan penerapannya
sangat sulit untuk dijangkau. Ancaman hukuman mati seakan tidak memberikan efek
jera bagi koruptor. Hukum pidana memandang hukuman mati sebagai alternatif
terakhir (upaya terakhir). Tuntutan hukuman mati selalu dilakukan secara alternatif
dengan hukuman lainnya dan tidak pernah dirumuskan secara tunggal.
Di Indonesia, konstitusionalitas hukuman mati bagi koruptor telah dipertegas oleh
Mahkamah Konstitusi. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menganggap akibat
yang ditimbulkan oleh setiap jenis tindak pidana korupsi memiliki gradasi hukuman
yang akan diberikan kepada koruptor. Pengelompokan tindak pidana korupsi didalam
Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertujuan untuk
menentukan gradasi keseriusan akibat yang ditimbulkan oleh masing-masing jenis
tindak pidana. Sehingga pemberatan pidana berupa hukuman mati hanya dapat
diberikan ketika keadaan-keadaan tertentu terjadi dan tidak dapat dipersamakan
hukuman untuk
seluruh kasus korupsi yang terjadi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Aturan mengenai hukuman mati di Indonesia tercantum didalam KUHP dan
juga di dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai tindak pidana narkotika,
tindak pidana terorisme, dan tindak pidana korupsi. Secara khusus dalam penegakan
hukum tindak pidana korupsi, hukuman mati hanya dapat dilakukan jika korupsi
dilakukan di dalam keadaan tertentu sebagaimana yang tercantum didalam penjelasan
Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sampai saat ini
masih belum ada putusan hakim yang menjatuhkan hukuman mati bagi pelaku yang
melakukan korupsi.
Apabila melihat konsepsi dalam konstitusi, pasal 28A-28I telah memberikan
perlindungan HAM bagi masyarakat namun pasal 28J merupakan pembatasan
terhadap HAM tersebut. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya telah menegaskan
bahwa hukuman mati merupakan bentuk dari pembatasan HAM karena adanya
keseriusan akibat yang ditimbulkan bagi masyarakat. Sehingga hukuman mati bagi
koruptor tidak melanggar HAM karena sejatinya koruptor telah lebih dahulu
melanggar hak masyarakat luas yang mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan.

Saran
Apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan
seperti penulisan huruf, ejaan, dan sebagainya, kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat positif atau membangun. Karena pengetahuan kami sebagai penulis juga
masih kurang dan juga masih dalam pembelajaran. Maka dari itu kami sangat
berharap kritik dan saran dari segala pihak agar kami bisa mengetahui dimana
kekurangan dari makalah ini

DAFTAR PUSTAKA

Darji Darmodiharjo., & Shidarta. (2004). Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Ruslan Renggong. (2016). Hukum Pidana Khusus
Memahami Delik-Delik di Luar KUHP. Kencana. Jakarta. Serlika Aprita., & Rio
Adhitya. (2020).
Filsafat Hukum. Rajawali Press. Depok. Soerjono Soekanto., & Sri Mamuji. (2003).
Penelitian Hukum Normatif: Suatu
Tinjauan Singkat. Rajawali Pers. Jakarta.
Sukarno Aburaera, et.al. (2013). Filsafat Hukum Teori Dan Praktek. Kencana.
Jakarta. Suparman Usman. (2010). Pokok-pokok Filsafat Hukum.
SUHUD SentraUtama.
Serang.

Artikel Jurnal
Agus Budi Susilo. "Penegakan Hukum yang Berkeadilan Dalam Perspektif Filsafat
Hermeneutika Hukum: Suatu Alternatif Solusi Terhadap Problematika Penegakan Hukum
di Indonesia". Jurnal Perspektif, Volume XVI Nomor 4, 2011.

Anshari, & Fajrin, M. "Urgensi Ancaman Hukuman Pidana Mati pada Pelaku Tindak
Pidana Korupsi (Analisis Yuridis Normatif Terhadap Kebijakan Hukum Pidana/Penal
Policy Sanksi Pidana Mati di Indonesia". Jurnal RES JUDICATA, Volume 3 Nomor 1,
2020.

You might also like