You are on page 1of 10

MAKALAH

TINGKATAN-TINGKATAN MUJTAHID
TUGAS MATA KULIAH
USUL FIQIH

DISUSUN OLEH KELOMPOK : 4

1. LARASATI RAHMATILLAH PUTRI (2102015)


2. ARIN SETIA NINGSIH (2102009)
3. PINDA TRI WAHYUNI (2102019)
4. KHAIRUN NISA (2102014)
5. OKTAVIA REVILLA (2102003)

DOSEN PENGAMPU : HERIANTO HASIBUAN, MA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH NAHDATUL ULAMA
(STITNU) SAKINAH DHARMASRAYA
2023M/ 1444H
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat-Nya jua lah
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada
Nabi kita Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman. Makalah
ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ushul Fiqih yang berjudul
“Tingkatan Mujtahid”. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini
di kemudian hari. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya
dan pembaca pada umumnya. Amin...

Dharmasraya,11 April 2023

penulis
Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1


B. Rumusan Masalah...................................................................................1
C. Tujuan Masalah.......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2

A. Pengertian Mujtahid................................................................................2
B. Syarat-syarat Mujtahid ...........................................................................2
C. Tingkatan Mujtahid.................................................................................2

BAB III PENUTUP..............................................................................................3

A. Simpulan...............................................................................................7
B. Saran.....................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syariat yang bersifat praktis,yaitu hukum-hukum yang
berkaitan dengan perbuatan-perbuatan mukallaf atau fiqh adalah hukum-hukum itu sendiri.
Ilmu fiqh adalah salah satu disiplin ilmu yang sangat penting kedudukannya dalam kehidupan umat
islam. Secara esensial,fiqh sudah ada pada masa Nabi SAW,walaupun belum menjadi sebuah disiplin
ilmu tersendiri karena semua persoalan keagamaan yang muncul waktu itu,langsung ditanyakan kepada
Nabi SAW. Maka seketika itu solusi permasalahan bisa terobati,dengan bersumber pada al-quran sebagai
wahyu al matlu dan sunnah sebagai wahyu ghoiru matlu.Baru sepeninggalan Nabi SAW,ilmu fiqh ini
mulai muncul seiring dengan timbulnya permasalahan-permasalahan yang muncul dan membutuhkan
sebuah hukum melalui jalan istimbat.
Penerus Nabi SAW tidak hanya berhenti pada masa khulafaurrosyidin, namun masih diteruskan
oleh para tabiin dan ulama sholihin hingga sampai pada zaman kita sekarang ini. Perkembangan ilmu fiqh
bisa klasifikasikan secara periodik menurut masanya,yaitu masa Rosululloh SAW, masa para sahabat,
masa tabiin, masa imam mujtahid (masa pembukuan fiqh),masa kemunduran dan masa kebangkitan
kembali.
Dalam makalah ini,kami mencoba menjelaskan perkembangan ilmu fiqh pada masa imam-imam
mujtahid.
  
B. Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian mujtahid ?
2.      Apa saja syarat-syarat seorang mujtahid ?
3.      Apa saja tingkatan-tingkatan mujtahid ?

C. Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian pengertian mujtahid
2.      Untuk mengetahui syarat-syarat seorang mujtahid
3.      Untuk mengetahui tingkatan-tingkatan mujtahid
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mujtahid
Mujtahid adalah orang yang telah memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad.
Ijtihad artinya usaha untuk memahami berbagai dalil untuk menyimpulkan hukum suatu permasalahan.
‫استفراغ الوسع في تحصيل العلم أو الظن بالحكم‬

“Mengerahkan segenap daya dan upaya untuk memperoleh ‘ilm atau zhann di bidang hukum.”


Mujtahid juga disebut sebagai faqih. Artinya: seorang ahli fiqih.
 Fiqih adalah ilmu tentang hukum syariat yang dihasilkan berdasarkan dalil-dalilnya. Sehingga
sampai pada kesimpulan hukum, misalnya: halal dan haram.
Seorang ulama belum tentu seorang faqih. Belum tentu juga seorang mujtahid. Namun seorang mujtahid
dan seorang faqih sudah pasti seorang ulama. Secara umum, ulama artinya orang yang berilmu. Baik ilmu
syariat Islam maupun ilmu sains. Secara khusus, ulama artinya orang yang memiliki ilmu di bidang
hukum Islam dan semisalnya (al-Qur’an dan hadits).

B. Syarat-Syarat Seorang Mujtahid


1.      Syarat yang berhubungan dengan kepribadian. Syarat kepribadian menyangkut dua hal :
a.       Syarat umum yang harus dimiliki seorang mujtahid adalah telah balig dan berakal.
Seorang mujtahid itu harus telah dewasa, karena hanya pada orang yang telah dewasa dapat ditemukan
adanya kemampuan. Kemudian, seorang mujtahid itu harus berakal atau sempurna akalnya, karena pada
orang yang berakal ditemukan adanya kemampuan ilmu dan ijtihad itu sendiri adalah suatu karya ilmiah.
b.      Syarat kepribadian khusus. Pada seorang mujtahid, dituntut adanya persyaratan kepribadian khusus
yaitu keimanan. Ia harus beriman kepada Allah secara sempurna.

2.      Syarat-Syarat seorang Mujtahid, Menurut Wahbah az-Zuhaili :


a.       Mengerti dengan makna-makna yang dikandung oleh ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an baik secara
bahasa maupun menurut istilah syariat. Mengetahui makna ayat secara bahasa, yaitu dengan mengetahui
makna-makna mufrad (tunggal) dari suatu lafal dan maknanya dalam susunan suatu redaksi. Adapun
pengetahuan tentang makna-makna ayat secara syara’ ialah dengan mengetahui berbagai segi penunjukan
lafal terhadap hukum
b.      Mengetahui tentang hadis-hadis hukum baik secara bahasa maupun dalam pemakaian syara’, seperti
telah diuraikan pada syarat pertama.
c.       Mengetahui tentang makna ayat atau hadis yang telah dimansukh (telah dinyatakan tidak berlaku lagi
oleh Allah atau Rasul-Nya) , dan mana ayat atau hadis yang me-nasakh atau sebagai penggantinya.
d.      Mengetahui pengetahuan tentang masalah-masalah yang sudah terjadi ijma’ tentang hukumnya dan
mengetahui tempat-tempatnya. Pengetahuan ini diperlukan agar seorang mujtahid dalam ijtihadnya tidak
menyalahi hukum yang telah disepakati para ulama.
e.       Mengetahui tentang seluk-beluk qiyas, seperti syarat-syaratnya, rukun-rukunnya, tentang ‘illat
hukum dan cara menemukan ‘illat itu dari ayat atau hadis, dan mengetahui kemaslahatan yang dikandung
oleh suatu ayat hukum dan prinsip-prinsip umum syari’at islam.
f.       Menguasai bahasa Arab serta ilmu-ilmu bantu yang berhubungan dengannya. Pengetahuan ini
dibutuhkan, mengingat Al-qur’an dan Sunnah adalah berbahasa arab .
g.      Menguasai ilmu Ushul Fiqih, seperti tentang hukum dan macam-macamnya, tentang sumber-sumber
hukum atau dalil-dalilnya, tentang kaidah-kaidah dan cara meng-istinbat-kan hukum dari sumber-sumber
tersebut, dan tentang ijtihad. Pengetahuan tentang hal ini diperlukan karena Ushul Fiqih merupakan
pedoman yang harus dipegang dalam melakukan ijtihad.
h.      Mampu mengungkapkan tujuan syari’at dalam merumuskan suatu hukum. Pengetahuan ini
dibutuhkan karena untuk memahami suatu redaksi dan dalam penerapannya kepada berbagai peritiwa,
ketepatannya sangat tergantung kepada pengetahuan tentang bidang ini.
Persyaratan yang cukup pelik bagi seorang mujtahid, menurut penulis, tidak dapat dijadikan
sebagai alasan untuk menyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Namun, sebenarnya yang menjadi
tujuan utama dengan disyaratkan seorang mujtahid harus memiliki kapasitas-kapasitas keilmuan tertentu
adalah dalam rangka menjaga otentisitas dan validitas aspek-aspek ajaran islam itu sendiri. Apabila
ijtihad dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kapasitas yang dapat dipercaya, tentu hasil ijtihadnya
pun dapat dipertanggungjawabkan baik secara keilmuan maupun secara moral. Berbeda ketika sembarang
orang dapat melakukan aktivitas ijtihad, tentu hasilnyapun tidak akan memenuhi standar keilmuan.

C. Tingkatan-tingkatan Mujtahid
1. Mujtahid Muthlaq
Muthlaq artinya mandiri, independen, tidak terikat. Seorang mujtahid muthlaq merupakan seorang
mujtahid yang merdeka dengan pemikirannya sendiri tentang bagaimana melakukan ijtihad.Para mujtahid
sepakat bahwa al-Qur’an dan hadits merupakan dalil yang paling kuat. Namun mereka berbeda pendapat
mengenai dalil setelah al-Qur’an dan hadits.
Mazhab Hanafi
Sebagai contoh, dalam Mazhab Hanafi. Berikut ini metode ijtihad yang menjadi landasan Imam Abu
Hanifah dalam beristinbath hukum:
a. al-Qur’an
b. Hadits
c. Qiyas
d. Istihsan
e. Hiyal Syar’iyah
Mazhab Maliki
Adapun dalam Mazhab Maliki, Imam Malik menggunakan urutan sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
b. Hadits
c. Amal Ahlu Madinah
d. Qaul Shahabi
e. Maslahah Mursalah
f. Qiyas
g. Saddu Dzari’ah
Mazhab Syafi’i
Sedangkan dalam Mazhab Syafi’i, Imam Syafi’i menggunakan urutan sebagai berikut:
a. al-Qur’an
b. Hadits
c. Ijma’
d. Qaul Shahabi
e. Qiyas
Mazhab Hambali
Adapun dalam Mazhab Hambali, Imam Ahmad bin Hambal menggunakan urutan sebagai berikut:
a. al-Qur’an
b. Hadits
c. Qaul Shahabi
d. Hadits Mursal dan “Dha’if”
e. Qiyas
f. Ijma’
g. Mashlahal Mursalah
h. Saddu Dzhari’ah
i. Istihsan
j. Istishhab
k. Syar’u Man Qablana

2. Mujtahid Muntashib
Muntashib artinya dinisbahkan. Dia menisbahkan pemikirannya pada suatu mazhab, namun terbatas pada
dasar-dasar pemikirannya saja (ushul). Bukan pada cabang pemikirannya (furu’).

3. Mujtahid Mazhab
Mazhab artinya aliran, jalan, cara. Dia menisbahkan pemikirannya pada suatu mazhab secara
keseluruhan. Baik ushul maupun furu’. Dia tidak melakukan ijtihad pada masalah-masalah yang
hukumnya sudah disebutkan oleh imam mazhab. Dia hanya melakukan ijtihad pada masalah yang
hukumnya belum dikemukakan oleh imam mazhab.

4. Mujtahid Tarjih
Tarjih artinya memilih mana yang paling kuat. Dia hanya mentarjih. Dia hanya berusaha memilih
pendapat yang paling kuat dari berbagai model ijtihad yang telah dilakukan oleh para mujtahid
sebelumnya. Dengan menggunakan metode tarjih yang sudah dirumuskan oleh para mujtahid.

5. Mujtahid Fatwa
Fatwa artinya pendapat hukum atas suatu masalah yang dikemukakan untuk menjawab suatu pertanyaan.
Dia hafal dan menguasai berbagai masalah hukum yang sudah difatwakan oleh mazhabnya. Namun dia
tidak mampu melakukan istinbath hukum secara mandiri.
BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
1.      Mujtahid itu ialah ahli fiqih yang menghabiskan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan
kuat terhadap sesuatu hukum agama dengan jalan istinbath dari Al-Qur’an dan Sunnah. Dengan kata lain,
Mujtahid adalah orang-orang yang melakukan ijtihad.
2.      Syarat-Syarat Seorang Mujtahid :
a.       Syarat kepribadian menyangkut dua hal : pertama, syarat umum yang harus dimiliki seorang mujtahid
adalah telah balig dan berakal. Kedua syarat kepribadian khusus, pada seorang mujtahid dituntut adanya
persyaratan kepribadian khusus yaitu keimanan.
b.      Syarat-Syarat seorang Mujtahid menurut Wahbah az-Zuhaili :
1. Mengerti dengan makna-makna yang dikandung oleh ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an baik secara
bahasa maupun menurut istilah syariat.
2. Mengetahui tentang hadis-hadis hukum baik secara bahasa maupun dalam pemakaian syara’.
3. Mengetahui tentang makna ayat atau hadis yang telah dimansukh dan mana ayat atau hadis yang me-
nasakh atau sebagai penggantinya.
4.Mengetahui pengetahuan tentang masalah-masalah yang sudah terjadi ijma’ tentang hukumnya dan
mengetahui tempat-tempatnya.
5. Mengetahui tentang seluk-beluk qiyas.
6. Menguasai bahasa Arab serta ilmu-ilmu bantu yang berhubungan dengannya.
7. Menguasai ilmu Ushul Fiqih.
8. Mampu mengungkapkan tujuan syari’at dalam merumuskan suatu hukum.

3. Tingkatan-Tingkatan Mujtahid :
1.      Mujtahid Mustaqil
2.      Mujtahid Muntasib
3.      Mujtahid fi al-madzhab
4.      Mujtahid fi at-Tarjih
DAFTAR PUSTAKA

Rifa’i, Moh. 1979. Ushul Fiqih. Bandung : PT Alma’arif

Syarifudin, Amir. 2009. Ushul Fiqih . Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Effendi, Satria. 2012. Ushul Fiqih . Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Djalil, Basiq. 2010. Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Suyatno. 2011. Dasar-Dasar Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media

You might also like