Professional Documents
Culture Documents
Segala puji bagi Tuhan semesta Alam atas segala karunia nikmat-Nya, sehingga atas
kemudahannya kami dapat menyusun makalah ini dengan judul “Naskh dan Mansuh”
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ushul Fiqih.
Kemudian, kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Iti Septi, S.Hi.,M.Sh.,P.Hd, yang
telah membimbing kami dalam mata kuliah Ushul Fiqih sehingga kami mampu mengerjakan
makalah ini dengan baik. Dan juga kami mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-
teman yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekeliruan dan kekurangan dalam makalah ini,
maka besar harapan kami untuk mendapatkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat juga menjadi
inspirasi atau sarana pembantu masyarakat dan memperdalam pengetahuan tentang Ushul
Fiqih khususnya mengenai Naskh dan Mansuh.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG...................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................................................1
1.3 TUJUAN PERUMUSAN MASALAH.........................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI NASAKH DAN MANSUH.........................................................................2
2.2 RUKUN DAN SYARAT NASKH................................................................................2
2.3 DASAR-DASAR PENETAPAN NASKH DAN MANSUKH.....................................3
2.4 RUANG LINGKUP NASKH........................................................................................3
2.5 PEMBAGIAN NASKH.................................................................................................4
2.6 MACAM-MACAM NASKH DALAM AL-QUR’AN.................................................5
2.7 HIKMAH KEBERADAAN NASKH............................................................................6
2.8 KLASIFIKASI SURAT AL QUR’AN KAITANNYA DENGAN NASKH................7
2.9 CONTOH-CONTOH NASKH......................................................................................7
2.10 NASKH DENGAN PENGGANTI DAN TANPA PENGGANTI.............................8
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................9
3.2 SARAN..........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.2.2 Syarat-Syarat Nasakh :
a. Yang dibatalkan adalah hukum syara’
b. Pembatalan itu datangnya dari tuntutan syara’
c. Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu pemberlakuan
hukum, seperti perintah Allah tentang kewajiban berpuasa tidak berarti di Nasakh
setelah selesai melaksanakan puasa tersebut.
d. Tuntutan yang mengandung Nasakh harus datang kemudian.1
3
1) Nasakh al-qur’an dengan al-qur’an.
Bagian ini disepakati kebolehannya oleh ulama’ dan telah terjadi dalm pandangan
mereka yang mengatakan adanya naskh. Misalnya, ayat tentang iddah 4 bulan 10
hari.
2) Nasakh al-qur’an dengan as-sunnah.
Naskh ini ada 2 macam :
Naskh Al Qur’an dengan hadis ahad.
Jumhur berpendapat Qur’an tidak boleh dinaskh oleh hadis ahad sebab Qur’an
adalah mutawatir dan menunjukkan yakin, sedang hadis ahad zanni (bersifat
dugaan). Disamping tidak sah pula menghapuskan sesuatu yang ma’lum (jelas
diketahui) dengan maznun (diduga).
Naskh Qur’an dengan hadis mutawatir.
Naskh demikian diperbolehkan oleh imam Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad
dalam satu riwayat sebab masing-masing keduanya adalah wahyu. Namun
dalam suatu riwayat lain, as Syafi’i, Ahli Zahir, dan Ahmad menolak naskh
seperti ini, berdasarkan firman Allah QS. Al Baqarah: 106
“Apa saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa
kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya.”
3) Naskh Sunnah dengan Al Qur’an.
Ini dibolehkan oleh jumhur. Sebagai contoh ialah masalah menghadap ke Baitul
Maqdis yang ditetapkan dengan sunnah dan di dalam Al Qur’an tidak terdapat
dalil yang menunjukkannya.
4) Naskh Sunnah dengan Sunnah
Dalam kategori ini terdapat 4 bentuk:
1) Naskh mutawatir dengan mutawatir
2) Naskh ahad dengan ahad
3) Naskh ahad dengan mutawatir
4) Naskh mutawatir dengan ahad
4
Tiga bentuk pertama diperbolehkan, sedang dalam bentuk keempat terjadi silang
pendapat seperti halnya naskh Qur’an dengan hadis ahad, yang tidak diperbolehkan
oleh jumhur.3
3
Manna khalil al-qattann. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an.Litera Antarnusa. Rawamangun. 1992. Hal. 325-334
5
Dilihat dari segi bacaan dan hukumnya, mayoritas ulama membagi naskh tiga
macam:
1) Penghapusan terhadap hukum (hukm) dan bacaan (tilawah) sekaligus, yaitu
bacaan dan tulisan ayatnya pun tidak ada lagi termasuk hukum ajarannya telah
terhapus dan diganti dengan hukum yang baru. Ayat-ayat yang terbilang kategori
ini tidak dibenarkan dibaca dan diamalkan. Misalnya, penghapusan ayat tentang
keharaman kawin dengan saudara satu susuan karena sama-sama menyusu kepada
seorang ibu dengan 10 kali susuan dengan 5 kali susuan saja.
2) Penghapusan terhadap hukumnya saja, sedang bacaannya tetap ada. Yaitu
tulisan dan bacaannya tetap ada dan boleh dibaca, sedangkan isi hukumnya sudah
dihapus atau tidak boleh diamalkan. Misalnya, pada surat Al Baqarah ayat 240
tentang istri-istri yang dicerai suaminya harus beriddah 1 tahun dan masih berhak
mendapat nafkah dan tempat tinggal selama iddah. Kemudian dihapus ayat 234
surat Al Baqarah, sehingga keharusan iddah 1 tahun tidak berlaku lagi.
3) Penghapusan terhadap bacaanya saja, sedangkan hukumnya tetap berlaku.
Sebagaimaa hadits Umar bin Khattab dan Ubay bin Ka’ab:
“Orang tua laki-laki dan perempuan yang berzina, maka rajamlah keduanya itu
dengan pasti sebagai siksaan dari Allah.....”
4
Ibid. Hal: 337
6
2.8 KLASIFIKASI SURAT AL QUR’AN KAITANNYA DENGAN NASKH
Pertama, surat yang tidak terdapat naskh dan mansukh, yaitu 43 surat.
Kedua, surat yang mengandung nasikh mansukh, yaitu 25 surat.
Ketiga, surat yang mengandung mansukh saja, yaitu 40 surat.
Keempat, surat yang mengandung nasikh saja, yaitu 6 surat.5
“Dan kepunyaan Allahlah Timur dan Barat, maka kemanapun kamu menghadap di
situlah wajah Allah ” (QS. Al Baqarah: 115)
Dinasakh oleh :
b. Firman Allah :
5
Acep Hermawan. Ulumul Qur’an. PT Remaja Rosdakarya Offset. Bandung. 2011. Hal: 170-173
7
c. Firman Allah :
“Dan wajib bagi mereka yang kuat menjalankan puasa (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah......”(Al Baqarah:184)
8
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Naskh ada dua perkara yakni nasikh dan mansukh. Nasikh adalah perkara
yang menghilangkan perkara lain, sedangkan Mansukh adalah perkara yang
dihilangkan oleh perkara lain dan diperbolehkan menaskhkan ayat Al-qur’an dengan
Al-qur’an, Al-qur’an dengan hadist, hadist dengan Al-qur’an dan hadist dengan
hadist. Dalam Naskh terdapat syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Banyak
perbedaan pendapat dari para ulama’ mengenai nasikh mansukh yang menimbulkan
setuju tidaknya naskh diterapkan. Di sisi lain juga banyak hikmah yang bisa kita
ambil dari pengetahuan tentang naskh.
3.2 SARAN
Dalam memahami makalah yang sangat jauh dari kesempurnaan ini yang
Alhamdulillah telah selesai kami susun, mudah-mudahan bisa memberikan sedikit
pengetahuan tentang Nasakh dan Mansukh. Kami berharap agar kiranya para
pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan
pengembangan makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.