You are on page 1of 12

MAKALAH NASKH DAN MANSUH

Mata Kuliah Ushul Fiqih


Dosen Pengampu : Iti Septi S.Hi.,M.Sh.,P.Hd

Disusun Oleh Kelompok 3 :


1. Ade Wahyudin
2. Royhan
3. Aminah
4. Zahra Febrianti

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS CENDIKIA ABDITAMA
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan semesta Alam atas segala karunia nikmat-Nya, sehingga atas
kemudahannya kami dapat menyusun makalah ini dengan judul “Naskh dan Mansuh”
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ushul Fiqih.
Kemudian, kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Iti Septi, S.Hi.,M.Sh.,P.Hd, yang
telah membimbing kami dalam mata kuliah Ushul Fiqih sehingga kami mampu mengerjakan
makalah ini dengan baik. Dan juga kami mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-
teman yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekeliruan dan kekurangan dalam makalah ini,
maka besar harapan kami untuk mendapatkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat juga menjadi
inspirasi atau sarana pembantu masyarakat dan memperdalam pengetahuan tentang Ushul
Fiqih khususnya mengenai Naskh dan Mansuh.

Tangerang, 16 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG...................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................................................1
1.3 TUJUAN PERUMUSAN MASALAH.........................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI NASAKH DAN MANSUH.........................................................................2
2.2 RUKUN DAN SYARAT NASKH................................................................................2
2.3 DASAR-DASAR PENETAPAN NASKH DAN MANSUKH.....................................3
2.4 RUANG LINGKUP NASKH........................................................................................3
2.5 PEMBAGIAN NASKH.................................................................................................4
2.6 MACAM-MACAM NASKH DALAM AL-QUR’AN.................................................5
2.7 HIKMAH KEBERADAAN NASKH............................................................................6
2.8 KLASIFIKASI SURAT AL QUR’AN KAITANNYA DENGAN NASKH................7
2.9 CONTOH-CONTOH NASKH......................................................................................7
2.10 NASKH DENGAN PENGGANTI DAN TANPA PENGGANTI.............................8
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................9
3.2 SARAN..........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Al-Qur’an merupakan kitab suci umat islam yang diturunkan kepada Rasul
Allah (Nabi Muhammad SAW). Al-quran dijadikan sebagai pedoman hidup umat
islam dalam menata dan melaksanakan kehidupan dunia dan akhirat. Prinsip kita
menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bukan hanya tahu dan paham tentang
isi dari kandungan namun juga pada pengetahuan dan pemahaman cara mengkaji Al-
Qur’an tersebut. Dalam pembahasan AlQur’an ini banyak sekali yang harus dikupas
secara mendalam salah satunya yaitu Nasakh dan Mansuh dalam Al-Qur’an. Nasakh
ini merupakan mengangkat hukum syara’ dengan dalil hukum syara’. Yang
memberikan kesan Nasakh hanya terjadi pada hukum-hukum yang berhubungan
dengan furu’ ibadah yang muamalat dengan orang-orang yang megakui Nasakh.

1.2 RUMUSAN MASALAH


a. Bagaimana pengertian Naskh Mansukh?
b. Apa saja dasar, rukun dan syarat Naskh?
c. Bagaimana pembagian dan macam Naskh dalam Al Qur’an?
d. Bagaimana pendapat para ulama tentang Naskh?
e. Apa saja hikmah adanya Naskh?

1.3 TUJUAN PERUMUSAN MASALAH


a. Mengetahui pengertian Nasikh Mansukh
b. Mengetahui dasar, rukun, dan syarat Naskh
c. Mengetahui pembagian dan macam naskh dalam Al Qur’an
d. Mengetahui pendapat para ulama’ tentang naskh
e. Mengetahui hikmah adanya naskh

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI NASKH DAN MANSUKH


Nasikh-Mansukh berasal dari kata naskh. Nasikh menurut bahasa ialah hukum syara’
yang menghapuskan, menghilangkan, atau memindahkan atau juga yang mengutip serta
mengubah dan mengganti. Adapun makna Nasikh menurut para Ulama’ secara bahasa
ada empat:
a. Bermakna izalah atau menghilangkan
b. Bermakna tabdil atau mengganti
c. Bermakna tahwil atau memalingkan
d. Bermakna menukil atau memindah dari satu tempat ke tempat lain
e. Bermakna takhsis atau mengkhususkan
Adapun dari segi terminologi, para ulama’ mendefinisikan mendefinisikan naskh
dengan “raf’u Al-hukm Al-syar’I” (menghapuskan hukum syara’ dengan dalil syara’ yang
lain). Menghapuskan dalam definisi tersebut adalah terputusnya hubungan hukum yang
dihapus dari seorang mukalaf, dan bukan terhapusnya substansi hukum itu sendiri.
Sedangkan, Mansuhk menurut bahasa ialah sesuatu yang di hapus atau dihilangkan
atau dipindah atau disalin atau dinukil. Sedangkan menurut istilah para ulama’ ialah
hukum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang sama, yang belum diubah dengan di
batalkan dan diganti dengan hukum syara’ yang baru yang datang kemudian.

2.2 RUKUN DAN SYARAT NASKH


2.2.1 Rukun Naskh:
a. Nasakh adalah pernyataan yang menunujukkan adanya pembatalan hukum yang
telah ada.
b. Nasakh yaitu dalil kemudian yang menghapus hukum yang telah ada. Pada
hakikatnya, Nasakh itu berasal dari Allah karena Dialah yang membuat hukum dan
Dia pula yang menghapusnya.
c. Mansukh yaitu hukum yang dibatalkan dihapuskan atau dipindahkan.
d. Mansukh ‘anh yaitu orang yang dibebani hukum.

2
2.2.2 Syarat-Syarat Nasakh :
a. Yang dibatalkan adalah hukum syara’
b. Pembatalan itu datangnya dari tuntutan syara’
c. Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu pemberlakuan
hukum, seperti perintah Allah tentang kewajiban berpuasa tidak berarti di Nasakh
setelah selesai melaksanakan puasa tersebut.
d. Tuntutan yang mengandung Nasakh harus datang kemudian.1

2.3 DASAR - DASAR PENETAPAN NASAKH DAN MANSUKH


Manna Al Qaththan menetapkan tiga dasar untuk menegaskan bahwa suatu ayat
dikatakan naskh (menghapus) ayat lain mansukh (dihapus), antara lain:
a. Melalui pentransmisian yang jelas (an-Naql as-Sharih) dari nabi atau para
sahabatnya, seperti hadis: “kuntu nahaitukum ‘anziyarat al-qubur ala fazuruha” (Aku
(dulu) melarang kalian ziarah kubur, (sekarang) berziarahlah.
b. Melalui kesepakatan umat bahwa ayat ini naskh dan ayat itu mansukh.
c. Melalui studi sejarah, mana ayat yang lebih belakang turun, sehingga disebut naskh
dan mana yang duluan turun, sehingga disebut mansukh.2

2.4 RUANG LINGKUP NASAKH


Nasakh hanya terjadi pada perintah dan larangan, baik yang diungkapkan dengan
tegas dan jelas maupun yang diungkapkan dengan kalimat berita (khabar) yang bermakna
amar (perintah) atau nahi (larangan), jika hal tersebut tidak berhubungan dengan
persoalan akidah, yang berfokus kepada zat Allah, sifat-sifatnya, kitab-kitabnya, rasul-
rasulnya, dan hari kemudian, serta tidak berkaitan pula dengan etika dan akhlak atau
dengan pokok-pokok ibadah dan muamalah. Hal ini karena semua syariat ilahi tidak lepas
dari pokok-pokok tersebut. Sedang dalam masalah pokok (Ushul) semua syari’at adalah
sama. Nasakh tidak terjadi dalam berita, khabar yang jelas-jelas tidak bermakna tholab
(tuntutan; perintah atau larangan ), seperti janji (al-wa’d) dan ancaman (al-wa’id).

2.5 PEMBAGIAN NASAKH


Nasakh ada 4 bagian :
1
Rosihon anwar. Ulum Al Qur’an. CV Pustaka Setia. Bandung. 2013. Hal: 165-166
2
Opcit. Hal: 168-169

3
1) Nasakh al-qur’an dengan al-qur’an.
Bagian ini disepakati kebolehannya oleh ulama’ dan telah terjadi dalm pandangan
mereka yang mengatakan adanya naskh. Misalnya, ayat tentang iddah 4 bulan 10
hari.
2) Nasakh al-qur’an dengan as-sunnah.
Naskh ini ada 2 macam :
 Naskh Al Qur’an dengan hadis ahad.
Jumhur berpendapat Qur’an tidak boleh dinaskh oleh hadis ahad sebab Qur’an
adalah mutawatir dan menunjukkan yakin, sedang hadis ahad zanni (bersifat
dugaan). Disamping tidak sah pula menghapuskan sesuatu yang ma’lum (jelas
diketahui) dengan maznun (diduga).
 Naskh Qur’an dengan hadis mutawatir.
Naskh demikian diperbolehkan oleh imam Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad
dalam satu riwayat sebab masing-masing keduanya adalah wahyu. Namun
dalam suatu riwayat lain, as Syafi’i, Ahli Zahir, dan Ahmad menolak naskh
seperti ini, berdasarkan firman Allah QS. Al Baqarah: 106

“Apa saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa
kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya.”
3) Naskh Sunnah dengan Al Qur’an.
Ini dibolehkan oleh jumhur. Sebagai contoh ialah masalah menghadap ke Baitul
Maqdis yang ditetapkan dengan sunnah dan di dalam Al Qur’an tidak terdapat
dalil yang menunjukkannya.
4) Naskh Sunnah dengan Sunnah
Dalam kategori ini terdapat 4 bentuk:
1) Naskh mutawatir dengan mutawatir
2) Naskh ahad dengan ahad
3) Naskh ahad dengan mutawatir
4) Naskh mutawatir dengan ahad

4
Tiga bentuk pertama diperbolehkan, sedang dalam bentuk keempat terjadi silang
pendapat seperti halnya naskh Qur’an dengan hadis ahad, yang tidak diperbolehkan
oleh jumhur.3

2.6 MACAM-MACAM NASKH DALAM AL QUR’AN


 Berdasarkan kejelasan dan cakupannya, naskh dalam Al Qur’an dibagi menjadi
empat macam:
1) Naskh Sharih, yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang terdapat pada
ayat terdahulu. Misalnya ayat tentang perang pada QS. An Nahl: 65 yang
mengharuskan satu muslim melawan sepuluh kafir.
Ayat ini di-naskh oleh ayat yang mengharuskan satu orang mukmin melawan dua
orang kafir pada ayat 66 dalam surat yang sama.
2) Naskh dzimmi, yaitu jika terdapat dua naskh yang saling bertentangan dan tidak
dikompromikan. Serta keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama,
keduanya diketahui waktu turunnya, dan ayat yang datang kemudian menghapus
ayat yang terdahulu. Cotohnya, ketetapan Allah yang mewajibkan berwasiat bagi
orang-orang yang akan mati, yag terdapat dalam QS. Al baqarah: 180.
Ayat ini menurut pendukung naskh di-naskh oleh hadis la washiyyah li waris
(tidak ada wasiat bagi ahli waris).
3) Naskh kully, yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara keseluruhan.
Contohnya, ketentuan iddah empat bulan sepuluh hari pada QS. Al Baqarah: 234
di naskh oleh ketentuan iddah satu tahun pada ayat 240 dalam surat yang sama.
4) Naskh juz’iy, yaitu menghapus hukum umum yang berlaku bagi semua individu
dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu, atau menghapus
hukum yang bersfat mutlaq dengan hukum yang muqoyyad. Contohnya, hukum
dera 80 kali bagi orang yang menuduh seorang wanita tanpa adanya saksi pada
surat An Nur ayat 4, dihapus oleh ketentuan li’an, yaitu bersumpah empat kali
dengan nama Allah jika si penuduh suami yang tertuduh, pada ayat 6 dalam surat
yang sama.

3
Manna khalil al-qattann. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an.Litera Antarnusa. Rawamangun. 1992. Hal. 325-334

5
 Dilihat dari segi bacaan dan hukumnya, mayoritas ulama membagi naskh tiga
macam:
1) Penghapusan terhadap hukum (hukm) dan bacaan (tilawah) sekaligus, yaitu
bacaan dan tulisan ayatnya pun tidak ada lagi termasuk hukum ajarannya telah
terhapus dan diganti dengan hukum yang baru. Ayat-ayat yang terbilang kategori
ini tidak dibenarkan dibaca dan diamalkan. Misalnya, penghapusan ayat tentang
keharaman kawin dengan saudara satu susuan karena sama-sama menyusu kepada
seorang ibu dengan 10 kali susuan dengan 5 kali susuan saja.
2) Penghapusan terhadap hukumnya saja, sedang bacaannya tetap ada. Yaitu
tulisan dan bacaannya tetap ada dan boleh dibaca, sedangkan isi hukumnya sudah
dihapus atau tidak boleh diamalkan. Misalnya, pada surat Al Baqarah ayat 240
tentang istri-istri yang dicerai suaminya harus beriddah 1 tahun dan masih berhak
mendapat nafkah dan tempat tinggal selama iddah. Kemudian dihapus ayat 234
surat Al Baqarah, sehingga keharusan iddah 1 tahun tidak berlaku lagi.
3) Penghapusan terhadap bacaanya saja, sedangkan hukumnya tetap berlaku.
Sebagaimaa hadits Umar bin Khattab dan Ubay bin Ka’ab:
“Orang tua laki-laki dan perempuan yang berzina, maka rajamlah keduanya itu
dengan pasti sebagai siksaan dari Allah.....”

2.7 HIKMAH KEBERADAAN NASKH


1) Memelihara kepentingan hamba.
2) Pengembangan pensyariatan hukum sampai kepada tingkat kesempurnaan seiring
dengan perkembangan dakwah dan kondidsi umat manusia.
3) Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak.
4) Merupakan kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika naskh ituu beralih ke
hal yang lebih berat maka didalamnya terdapat tambahan pahala. Dan jika beralih
ke hal yang lebih ringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.4

4
Ibid. Hal: 337

6
2.8 KLASIFIKASI SURAT AL QUR’AN KAITANNYA DENGAN NASKH
Pertama, surat yang tidak terdapat naskh dan mansukh, yaitu 43 surat.
Kedua, surat yang mengandung nasikh mansukh, yaitu 25 surat.
Ketiga, surat yang mengandung mansukh saja, yaitu 40 surat.
Keempat, surat yang mengandung nasikh saja, yaitu 6 surat.5

2.9 CONTOH-CONTOH NASKH


As suyuti menyebutkan dalam al Itqan sebanyak 21 ayat yang dipandang terdapat
naskh, diantaranya :
a. Firman Allah :

“Dan kepunyaan Allahlah Timur dan Barat, maka kemanapun kamu menghadap di
situlah wajah Allah ” (QS. Al Baqarah: 115)
Dinasakh oleh :

“maka palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.”(Al Baqarah: 144)

b. Firman Allah :

“Diwajibkan atas kamu apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda)


maut, jika ia menunggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk bapak ibu dan karib
kerabatnya.....”(QS. Al Baqarah: 180)
Dikatakan, ayat ini mansukh oleh ayat tentang kewarisan dan oleh hadis ke:
“Sesungguhnya Allah telah memberikan pada setiap orang yang mempunyai hak
akan haknya, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.”

5
Acep Hermawan. Ulumul Qur’an. PT Remaja Rosdakarya Offset. Bandung. 2011. Hal: 170-173

7
c. Firman Allah :

“Dan wajib bagi mereka yang kuat menjalankan puasa (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah......”(Al Baqarah:184)

Ayat ini dinaskh oleh :

“Maka barang siapa yang menyaksikan bulan ramadhan, hendaklah ia


berpuasa....”(Al Baqarah:185)

2.10 NASKH DENGAN PENGGANTI DAN TANPA PENGGANTI


Nasakh itu adakalanya disertai dengan badal (pengganti) dan ada pula yang tanpa
badal. Nasakh dengan badal terkadang badalnya itu lebih ringan, sebanding dan terkadang
pula lebih berat.
1) Nasakh tanpa badal. Misalnya penghapusan keharusan bersedekah sebelum
menghadap Rasulullah sebagaimana diperintahkan dalam firman Allah surah al-
Mujadilah ayat 12. Ketentuan ini dinasakh dengan firman-Nya surat al-Mujadilah
ayat 13.
2) Nasakh dengan badal yang lebih ringan. Misalnya surah al-Baqarah ayat 187. Ayat ini
menasakh ayat 183 surah al-Baqarah. Karena maksud ayat 183 ini adalah agar puasa
kita sesuai dengan ketentuan puasa orang-orang terdahulu; yaitu diharamkan makan,
minum dan becampur dengan istri apabila mereka mengerjakan shalat petang atau
telah tidur, sampai dengan malam berikutnya, sebagaimana disebutkan oleh para ahli.
3) Nasakh dengan badal yang sepadan. Misalnya penghapusan kiblat shalat menghadap
ke Baitul Maqdis dengan menghadap ke Ka'bah. Sebagaimana disebutkan dalam
surah al-Baqarah ayat 144.
4) Nasakh dengan badal yang lebih berat. Seperti penghapusan hukuman penahanan di
rumah (terhadap wanita yang berzina) dalam ayat 15 surah an-Nisa' dengan hukuman
cambuk dalam surah an-Nuur ayat 2.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Naskh ada dua perkara yakni nasikh dan mansukh. Nasikh adalah perkara
yang menghilangkan perkara lain, sedangkan Mansukh adalah perkara yang
dihilangkan oleh perkara lain dan diperbolehkan menaskhkan ayat Al-qur’an dengan
Al-qur’an, Al-qur’an dengan hadist, hadist dengan Al-qur’an dan hadist dengan
hadist. Dalam Naskh terdapat syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Banyak
perbedaan pendapat dari para ulama’ mengenai nasikh mansukh yang menimbulkan
setuju tidaknya naskh diterapkan. Di sisi lain juga banyak hikmah yang bisa kita
ambil dari pengetahuan tentang naskh.

3.2 SARAN
Dalam memahami makalah yang sangat jauh dari kesempurnaan ini yang
Alhamdulillah telah selesai kami susun, mudah-mudahan bisa memberikan sedikit
pengetahuan tentang Nasakh dan Mansukh. Kami berharap agar kiranya para
pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan
pengembangan makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.

You might also like