You are on page 1of 18

JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN| EISSN:2549-1407 Vol. 07 No.

02 Agustus 2022
https://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jsil DOI: 10.29244/jsil.7.2.129-146

Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan


Terpusat
Agustina Hayatunnufus1, Naresworo Nugroho1* dan Effendi Tri Bahtiar1

1
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Jl. Lingkar Akade-
mik, Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat Indonesia 16680
* Penulis korespondensi: nares@apps.ipb.ac.id

Abstract: The use of wood as a building material must be designed quite rigid and strong.
According to SNI 7973:2013, the corrected design value on the wooden structure
components must be in accordance with the condition of wood to be used. The objective
of this study is to determine the value of timber beams stability (C L) both of softwood and
hardwood based on SNI 7973:2013 for construction purposes. The material in this
research to be used are pine (Pinus merkusii), agathis (Agathis dammara), mahagony
(Swietenia macrophylla), and red meranti (Shorea leprosula). Testing of physical
properties include moisture content, specific gravity, and density, meanwhile testing of
mechanical properties include flexural strength, modulus of elasticity, and ductility.
Mechanical testing is carried out on a small clear specimens and full-size specimens, while
the physical properties are tested only on a small clear specimens. The full-size specimens
are visually sorted and the strength ratio (S) is determined prior to mechanical testing. The
result of this study showed that the highest strength ratio was in meranti 55.85%, agathis
52.98%, pine 46.76%, and mahogany 46.60%. Softwood has a lower S value to more knot
defects than hardwood. The slenderness ratios of agathis, pine, mahogany, and meranti
wood respectively are 7.48, 7.45, 7.40 and 7.66 so that all specimens are referred to as
short beams. The value of beam stability (CL) is close to 1 that indicates that the beams
are stable and does not twist.

Keywords: beam; mechanical properties; stability factor; wood construction

1. Pendahuluan
Kayu merupakan sumber daya alam yang penting untuk berbagai keper-
Diterima: 27 September 2021
luan, terutama untuk konstruksi bangunan yaitu berupa rangka atap, lantai,
Disetujui: 28 Juli 2022
pintu, jendela, lemari, dan furnitur kayu lainnya [1,2,3,4]. Kayu juga memiliki
Sitasi: rasio kekuatan terhadap berat yang bernilai tinggi sehingga banyak digunakan
Hayatunnufus, A.; Nugroho, N.; Bahtiar, untuk struktur bangunan [5]. Kayu sebagai alternatif bahan konstruksi
E.T. Faktor Stabilitas Balok Kayu pada
bangunan dan menganalisa bahwa konstruksi dari kayu olahan diposisikan se-
Konfigurasi Pembebanan Terpusat. J.
Teknik Sipil dan Lingkungan. 2022; 7
bagai prioritas utama dari berbagai macam tipe konstruksi [6]. Konsumen
(2): 129-146., cenderung lebih menyukai kayu untuk berbagai aplikasi konstruksi dibanding-
https://doi.org/10.29244/jsil.7.2.129-146 kan bahan bangunan lainnya, meskipun para responden tersebut tinggal di
area yang jarang menggunakan kayu [7].
Jenis kayu yang dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi bangunan dan bi-
asa digunakan di Indonesia beberapa diantaranya yaitu kayu pinus (Pinus
merkusii Jungh et de Vriese), agathis (Agathis dammara (Lambert) Rich), ma-
honi (Swietenia macrophylla King), dan meranti merah (Shorea leprosula Miq.).
Kayu pinus dan agathis termasuk jenis kayu daun jarum (softwood) dan bi-
asanya digunakan untuk keperluan konstruksi ringan seperti lantai, cetakan,
JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 130

lemari, panel, dan tiang [8,9]. Kayu mahoni dan meranti merah termasuk jenis kayu daun lebar (hard-
wood) dan dapat dijadikan sebagai bahan baku mebel serta konstruksi berat karena kekuatannya yang
tinggi [10]. Perencanaan struktur bertujuan untuk menghasilkan struktur yang stabil, kuat, dan awet serta
memenuhi kemudahan dalam pelaksanaannya [11].
Perencanaan dapat dilakukan berdasarkan peraturan kayu yang ada, sebagai contoh di Indonesia
terdapat Standar Nasional Indonesia (SNI) 7973: 2013 [12] dan di Amerika Serikat terdapat National
Design Spesification (NDS) 2012 [13]. Standarisasi desain dan pengujian penting dilakukan tidak hanya
untuk pengembangan penggunaan dan penerapan teknologi, tetapi untuk keamanan populasi pengguna
teknologi [14]. Salah satu faktor koreksi untuk nilai desain acuan komponen struktur kayu yaitu faktor
stabilitas balok. Faktor koreksi stabilitas balok mengacu pada kemampuan balok untuk tidak terguling,
tergeser, atau terputar [15]. Berkenaan dengan hal ini, penelitian ini menganalisis respon yang terjadi
pada balok kayu setelah diberi pembebanan lentur guna mendapatkan nilai stabilitas balok.

2. Metodologi

2.1. Alat dan Bahan


Bahan yang digunakan adalah jenis kayu daun jarum yaitu kayu pinus (Pinus merkusii Jungh et de
Vriese) dan agathis (Agathis dammara (Lambert) Rich), dan jenis kayu daun lebar yaitu kayu mahoni
(Swietenia macrophylla King) dan meranti merah (Shorea leprosula Miq) dalam bentuk balok berukuran
(6×12×400) cm3 yang diperoleh dari toko bangunan di Bogor.
Peralatan yang digunakan adalah circular saw, planner untuk meratakan dan menghalus permukaan
kayu, timbangan elektrik, gergaji, mistar, kaliper untuk mengukur dimensi contoh uji, oven untuk
pengujian sifat fisis contoh uji, Universal Testing Machine (UTM) Instron type 3369, dan UTM Baldwin
kapasitas 30 ton yang dilengkapi dengan Linier Variable Displacement Transducer (LVDT) dan
Multipurpose Digital Indicator (MPDI).

2.2. Prosedur Kerja

2.2.1. Persiapan Bahan


Persiapan bahan terdiri dari persiapan bahan untuk contoh uji kecil bebas cacat dan contoh uji
berukuran penuh. Balok kayu pinus, agathis, meranti dan mahoni untuk contoh kecil bebas cacat
dipotong dengan masing-masing penampang berukuran (2.5×2.5×41) cm3. Sementara, untuk contoh uji
berukuran penuh dipotong dengan dimensi batang kayu masing-masing penampang berukuran
(4×10×90) cm3. Kayu diamplas menggunakan amplas ukuran 240 grit.

2.2.2. Pengujian Lentur Contoh Kecil Bebas Cacat


Pengujian lentur contoh kecil bebas cacat yang dilakukan yaitu pengujian Modulus of Elasticity (E)
dan Kekuatan Lentur (SR). Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan UTM Instron type 3369
sebanyak 50 ulangan pada setiap jenis kayu. Sampel untuk pengujian E dan SR ukurannya sebesar
(2.5 × 2.5 × 76)cm3 yang ditentukan berdasarkan standar ASTM D-143 [16]. Persamaan untuk
mendapatkan nilai E dan SR pada masing-masing pembebanan dihitung sesuai persamaan 1 dan 2.

∆𝑃𝐿3
E = 4∆𝑌𝑏ℎ3 (1)

3𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠 𝐿
SR =
2𝑏ℎ 2
(2)
JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 131

Keterangan:
E : Modulus elastisitas untuk satu pembebanan terpusat (MPa)
SR : Modulus patah untuk satu pembebanan terpusat (MPa)
Pmax : Beban maksimum (kg)
∆P : Peningkatan beban di bawah batas proporsional (kg)
L : Jarak sangga (cm)
ΔY : Peningkatan defleksi sumbu netral balok yang diukur di tengah bentang jarak L dan
beban P (cm)
b : Lebar contoh uji (cm)
h : Tebal contoh uji (cm)

Rasio daktilitas () didefinisikan sebagai rasio deformasi pada beban maksimum (u) terhadap
deformasi pada titik luluh semu (y). Nilai  dihitung berdasarkan Persamaan 3.


= 𝑢 (3)
𝑦

Keterangan:
 : Rasio daktilitas
u : Deformasi pada beban maksimum (cm)
y : Deformasi pada titik luluh semu (cm)

2.2.3. Pengujian Sifat Fisis


Pengujian sifat fisis meliputi kadar air (KA), berat jenis (BJ), dan kerapatan (𝜌). Contoh uji sifat fisis
KA, BJ, dan kerapatan dilakukan sebanyak 50 ulangan. Contoh uji untuk pengujian kerapatan dan berat
jenis kayu berukuran (2.5×2.5×41)cm3. Pengujian ini dilakukan sebelum pengujian mekanis dengan
mengukur volume dan menimbang berat sesuai dengan kondisi kering udara. Sementara, contoh uji KA
diperoleh dari hasil pemotongan contoh uji mekanis dengan ukuran (2.5×2.5×2.5)cm 3 ditimbang berat
awalnya, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu (103±2)˚C selama 2×24 jam, kemudian didinginkan
selama kurang lebih 15 menit di dalam desikator. Contoh uji ditimbang berat kering oven dan diukur
kembali dimensinya. Nilai kerapatan, kadar air dan berat jenis kayu dapat dilihat pada persamaan 4, 5
dan 6.

𝐵0
𝜌= (4)
𝑉0

B1 -B2
KA= ×100% (5)
B2
𝜌
𝐵𝐽 = (6)
(1 + 𝐾𝐴) × 𝜌𝑎𝑖𝑟

Keterangan:
𝜌 : Kerapatan (g.cm-3)
𝐵0 : Berat awal sebelum pengujian (g)
𝑉0 : Volume awal sebelum pengujian (cm3)
JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 132

KA : Kadar air (%)


𝐵1 : Berat awal setelah pengujian (g)
𝐵2 : Berat kering oven setelah pengujian (g)
BJ : Berat jenis
𝜌𝑎𝑖𝑟 : 1 g.cm-3

2.2.4. Pengujian Sifat Fisis


Penentuan SR dilakukan berdasarkan standar American Society for Testing and Materials (ASTM)
D-245 [17]. Penentuan S ditentukan dengan mengukur mata kayu dan miring serat. Miring serat diukur
per inci (2.5cm) sampai ke tepi kayu untuk mendapatkan nilai tabel strength ratio. Miring serat dapat
dikelompokkan menjadi beberapa ukuran per inci-nya seperti pada Tabel 1, 2, 3, dan 4.

Tabel 1. Nilai rasio kekuatan (strength ratio) berdasarkan miring serat.

Maksimum Strength Ratio (%)


Miring Serat
Tarik Sejajar Serat /Lentur Tekan Sejajar Serat

1 in 6 40 56

1 in 8 53 66

1 in 10 61 74

1 in 12 69 82

1 in 14 74 87

1 in 15 76 100

1 in 16 80 ---

1 in 18 85 ---

1 in 20 100 ---

Sumber: ASTM D245


JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 133

Tabel 2. Nilai S berdasarkan mata kayu (wide face knot).


Persentase Nilai S pada Ukuran Lebar Contoh Uji (%)
Ukuran mata kayu (mm)
76 89 102 114 127 140 152

6 94 95 95 96 96 96 97

13 86 88 90 91 91 92 93

19 79 82 84 85 87 88 89

25 72 75 78 80 82 84 85

32 64 69 72 75 78 79 81

38 57 62 67 70 73 75 78

44 49 56 61 65 68 71 74

51 35 49 55 60 64 67 70

57 26 37 50 55 59 62 66

64 18 30 39 50 54 58 62

70 --- 23 32 40 50 54 58

76 --- --- 26 34 41 50 54

83 --- --- --- 29 36 45 51

89 --- --- --- 23 31 37 47

95 --- --- --- --- 26 32 38

102 --- --- --- --- 21 28 34

108 --- --- --- --- --- 23 30

114 --- --- --- --- --- 19 26

121 --- --- --- --- --- --- 21

127 --- --- --- --- --- --- 17

133 --- --- --- --- --- --- ---


Sumber: ASTM D245
JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 134

Tabel 3. Nilai S berdasarkan mata kayu (edge knot).


Ukuran mata Persentase Nilai S pada Ukuran Lebar Contoh Uji (mm)
kayu (mm) 51 64 76 89 102 114 127 140 152 178
6 83 86 88 89 91 91 92 93 94 94
13 65 71 75 78 80 82 84 85 86 88
19 49 57 62 67 70 73 75 77 79 82
25 27 38 51 57 61 65 68 70 73 76
32 16 27 36 47 52 57 60 63 66 71
38 --- 17 26 34 40 49 53 57 60 64
44 --- --- 19 26 33 38 47 50 54 60
51 --- --- --- 19 26 32 37 45 49 55
57 --- --- --- --- 20 26 31 36 40 50
64 --- --- --- --- 15 21 26 31 35 45
70 --- --- --- --- --- 16 21 26 30 38
76 --- --- --- --- --- --- 17 21 26 33
83 --- --- --- --- --- --- --- 17 22 29
89 --- --- --- --- --- --- --- --- 18 26
95 --- --- --- --- --- --- --- --- --- 23
102 --- --- --- --- --- --- --- --- --- ---
Sumber: ASTM D245

Tabel 4. Nilai S berdasarkan mata kayu (narrow face).


Ukuran mata Persentase Nilai S pada Ukuran Lebar Contoh Uji (mm)

kayu (mm) 25 38 51 64 76 89 102 114 127 140

6 85 89 91 93 94 95 95 96 96 96
13 67 76 81 84 86 88 90 91 91 92

19 48 62 70 75 79 82 84 85 87 88
25 4 49 60 68 72 75 78 80 82 84
32 --- --- 49 58 64 69 72 75 78 79

38 --- --- 27 49 57 62 67 70 73 75
44 --- --- 15 32 49 56 61 65 68 71

51 --- --- --- 22 35 49 55 60 64 67


57 --- --- --- --- 26 37 50 55 59 62
64 --- --- --- --- 18 30 39 50 54 58
70 --- --- --- --- --- 23 32 40 50 54
76 --- --- --- --- --- --- 26 30 41 50
83 --- --- --- --- --- --- --- --- 36 45
89 --- --- --- --- --- --- --- --- --- 37
Sumber: ASTM D245
JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 135

Pengukuran mata kayu ditentukan dengan mengukur mata kayu pada permukaan lebar dan tebal
yang dicantumkan sesuai pada tabel 2,3 dan 4. Apabila ditemukan cacat kayu berupa retak, pecah,
dan/atau belah pada permukaan contoh uji maka nilai dari rasio kekuatannya menjadi 50%. Contoh uji
untuk penentuan SR dilakukan sebanyak tiga ulangan. Nilai rasio kekuatan total ditunjukkan pada
persamaan 7.

S=S1 ×S2 ×S3 (7)

Keterangan:
S : Strength Ratio Total (%)
𝑆1 : Nilai S berdasarkan miring serat (%)
𝑆2 : Nilai S berdasarkan mata kayu (%)
𝑆3 : Nilai S berdasarkan retak, pecah, dan/atau belah (%)

2.2.5. Pengujian Lentur Contoh Uji Berukuran Penuh


Pengujian lentur pada contoh uji berukuran penuh mengacu ASTM D-198 [18]. Pengujian yang
dilakukan pada balok bentang tunggal dengan satu beban terpusat. Konfigurasi pembebanan terpusat
terdapat pada SNI 7973: 2013 [12]. Pengujian ini diuji menggunakan UTM (Universal Testing Machine)
merek Baldwin.

Gambar 1. Konfigurasi pembebanan terpusat.

2.2.6. Pengujian Lentur Contoh Uji Berukuran Penuh


Faktor stabilitas balok yang ditentukan pada penelitian ini yaitu faktor stabilitas balok acuan dan
faktor stabilitas balok aktual. CL acuan maupun aktual ditentukan berdasarkan panjang bentang efektif
dan rasio kelangsingan untuk komponen balok lentur. Faktor stabilitas balok mengacu pada SNI 7973:
2013 [12]. Panjang efektif untuk komponen balok lentur pada konfigurasi pembeban terpusat dengan
tumpuan lateral diantara beban dapat dilihat pada persamaan 8.

ℓ𝑒 = 2.061ℓ𝑢 (8)

Keterangan:
ℓ𝑒 : Panjang bentang efektif untuk komponen balok lentur (cm)
ℓ𝑢 : Jarak antara titik-titik tumpu ujung (cm)

Nilai stabilitas balok untuk komponen balok lentur dihitung berdasarkan persamaan 9 dan 10.
JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 136

𝐹𝑏𝐸 𝐹𝑏𝐸 2 𝐹
1+( ) 1 + ( ) ( 𝑏𝐸 )
𝐹𝑏′ 𝐹𝑏′ 𝐹𝑏′
𝐶𝐿 𝑎𝑐𝑢𝑎𝑛 = √
− [ ] − (9)
1.9 1.9 0.95

2
𝐹𝑏𝐸𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝐹𝑏𝐸 𝐹𝑏𝐸
1+( ) 1 + ( 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 ) ( 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 )
𝐹𝑏 ′𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝐹𝑏 ′𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝐹′
𝐶𝐿 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 = −√ − 𝑏 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 (10)
1.9 1.9 0.95
[ ]

Keterangan:
𝐹𝑏′ : Nilai desain lentur acuan dikalikan dengan semua faktor koreksi kecuali Cfu (faktor
penggunaan rebah), CV (faktor volume untuk glulam struktural atau kayu komposit untuk
struktural), dan CL (faktor stabilitas balok) (kg)
𝐹′𝑏𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 : Nilai kekuatan lentur aktual dikalikan dengan semua faktor koreksi kecuali Cfu (faktor
penggunaan rebah), CV (faktor volume untuk glulam struktural atau kayu komposit untuk
struktural), dan CL (faktor stabilitas balok) (kg)
1.20𝐸𝑚𝑖𝑛 ′
𝐹𝑏𝐸 : Nilai desain tekuk kritis untuk komponen struktur lentur (𝐹𝑏𝐸 = )) (MPa)
𝑅𝐵 2
1.20𝐸𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝐹′𝑏𝐸 : Nilai desain tekuk kritis untuk komponen struktur lentur (𝐹′𝑏𝐸 =( )) (MPa)
𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑅𝐵 2
Emin : Modulus elastisitas acuan terkoreksi untuk perhitungan stabilitas balok dan kolom (MPa)
Eaktual : Modulus elastisitas aktual (MPa)

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Analisis data


Data hasil pengujian dianalisis menggunakan analisis regresi linier sederhana untuk melihat
pengaruh berat jenis (BJ) kayu terhadap modulus elastisitas (E), kekuatan lentur (SR), dan rasio daktilitas
(). Model yang digunakan untuk rancangan ini dapat dilihat pada persamaan 11.

𝑦 = 𝑎 × 𝑏𝑥 (11)

Keterangan:
𝑦 : Estimasi untuk sifat mekanis kayu (E, SR, dan ),
𝑎, 𝑏 : Konstanta untuk masing-masing jenis kayu,
𝑥 : Berat jenis kayu

3.2. Sifat Fisis Kayu


Kadar air didefinisikan sebagai banyaknya air atau massa air yang terdapat di dalam kayu, yang
dinyatakan persen terhadap berat kering tanur [19,20]. Gambar 2a menunjukkan nilai rata-rata kadar air
kayu agathis, pinus, meranti, dan mahoni berturut-turut adalah sebesar 15.17%, 15.46%, 15.23% dan
14.00%. Rata-rata kadar air keempat jenis kayu pada saat pengujian telah mencapai kadar air di bawah
titik jenuh serat (30%) dan sudah mencapai kering udara sekitar 10%-18% [21]. Kekuatan kayu akan
meningkat seiring dengan penurunan kadar air di bawah titik jenuh serat [22]. Kayu yang berada di bawah
JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 137

titik jenuh serat akan mengalami pemadatan dinding sel sehingga seratnya menjadi kuat [23].
Persyaratan kadar air untuk bahan baku produk maksimum 20%, sementara untuk mebel 8%-14% [24].
Kerapatan atau berat jenis merupakan indikator banyaknya zat kayu dan berkaitan erat dengan mutu
kayu maupun pengolahannya [25]. Secara berurutan dari berat jenis rendah ke tinggi adalah agathis,
pinus, mahoni dan meranti dengan kisaran 0.4, 0.43, 0.47, dan 0.57. Kerapatan pada kayu agathis, pinus,
mahoni dan meranti berkisar 0.46 g.cm-3, 0.49 g.cm-3, 0.54 g.cm-3, dan 0.64 g.cm-3. Variasi nilai kerapatan
kayu ditentukan oleh susunan jumlah zat kayu, rongga sel dan pori, kadar air serta zat ekstraktif yang
terkandung dalam kayu [21]. Dinding serat yang tebal akan menghasilkan kerapatan kayu yang tinggi
sehingga menghasilkan tegangan yang lebih besar, lebih keras, dan lebih kaku dibandingkan kayu
dengan kerapatan rendah [26].

(a) (b) Kerapatan (g.cm-3) Berat Jenis


18
16 0.8

Kerapatan (g.cm-3) dan BJ


14 0.7
kadar air (%)

12 0.6
10 0.5
8 0.4
6 0.3
4 0.2
2 0.1
0 0
Agathis Pinus Mahoni Meranti Agathis Pinus Mahoni Meranti
Jenis Kayu Jenis Kayu

Gambar 2. Nilai kadar air kayu agathis, pinus, mahoni, dan meranti.

3.3. Strength Ratio (S) Contoh Uji Berukuran Penuh


Konsep strength ratio telah dipergunakan sejak lama sehingga banyak standar yang tetap
menggunakan metode pemilahan visual untuk menentukan mutu kayu. Pemilihan visual bertujuan untuk
mengkonversi cacat-cacat kayu menjadi rasio kekuatan (S) sehingga mengurangi kekuatan bahkan kayu
tersebut tidak dapat digunakan sebagai bahan konstruksi [27,28]. Pemilihan visual didasarkan pada
karakteristik yang dapat dinilai secara visual seperti jumlah mata kayu, kemiringan serat, keberadaan
kayu reaksi, retak atau busuk [29, 5,30].
JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 138

Tabel 5. Nilai rasio kekuatan pada pembebanan terpusat.

Jenis
Parameter n Min Max Mean Stdev CV
Kayu

Agathis S slope of grain (%) 3 50.40 71.10 57.39 11.88 20.70

S knots (%) 3 88.00 95.71 92.90 4.26 4.59

S check, shake, split (%) 3 100.00 100.00 100.00 0.00 0.00

S total (%) 3 47.88 62.57 52.98 8.31 15.69

Pinus S slope of grain (%) 3 56.20 67.40 61.16 5.71 9.33

S knots (%) 3 70.33 86.71 76.92 8.65 11.24

S check, shake, split (%) 3 100.00 100.00 100.00 0.00 0.00

S total (%) 33 44.14 46.76 46.76 2.36 5.05

Mahoni S slope of grain (%) 3 47.00 52.87 53.04 5.80 10.94

S knots (%) 3 73.71 89.10 43.62 13.70 31.41

S check, shake, split (%) 3 100.00 100.00 100.00 0.00 0.00

S total (%) 3 43.20 49.59 46.60 3.22 6.90

Meranti S slope of grain (%) 3 69.10 80.50 72.97 6.52 8.94

S knots (%) 3 68.50 92.14 76.88 13.24 17.22

S check, shake, split (%) 3 100.00 100.00 100.00 0.00 0.00

S total (%) 3 47.33 63.86 55.85 8.27 14.81

Tabel 5 menunjukkan bahwa kayu meranti memiliki nilai S tertinggi yaitu berkisar antara 47.33-
63.86%, kemudian kayu agathis antara 47.88-62.57%, kayu mahoni antara 43.20-49.59%, dan nilai S
terendah dimiliki oleh kayu pinus antara 44.14-46.76%. Kayu daun jarum memiliki nilai S yang rendah
karena cacat yang lebih banyak dibandingkan dengan jenis kayu daun lebar. Kayu mahoni dan meranti
pada pengujian ini memiliki sedikit mata kayu yang berukuran kecil dan arah seratnya relatif lurus.
JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 139

Sementara, kayu agathis dan pinus memiliki arah serat yang miring dan banyak ditemukan mata kayu
sehingga nilai S-nya rendah.
Miring serat dan mata kayu sangat mempengaruhi nilai S [31]. Mata kayu merupakan sisa-sisa
cabang yang kurang lebih tegak lurus terhadap sumbu longitudinal batang pohon [32,33]. Mata kayu
sering digunakan sebagai pembatas kelas mutu kekuatan kayu, karena di sekitar mata kayu akan terjadi
pembengkokan atau kemiringan serat sehingga kekuatan kayu akan berkurang [34,35,36]. Sortimen
dengan mata kayu memiliki nilai E dan SR yang lebih rendah dibandingkan sortimen tanpa mata kayu
[37]. Pada penelitian ini, kayu yang didapatkan sudah dipotong dalam bentuk balok. Pemotongan kayu
berpengaruh terhadap variasi miring serat. Pola penggergajian kayu dapat menghasilkan potongan kayu
yang seratnya tidak sejajar dengan sumbu longitudinal sehingga setiap penyimpangan serat dapat
mengurangi kekuatan kayu [31,38,33].

3.4. Lentur Contoh Kecil Bebas Cacat


Modulus elastisitas (E) adalah tegangan sampai batas maksimal yang dapat diterima oleh serat kayu
tanpa mengalami perubahan bentuk yang tetap bila daya luar yang bekerja dihilangkan. Kekuatan lentur
(SR) merupakan kekuatan maksimum dari suatu material hingga mengalami kerusakan [39]. Rata-rata
hasil pengujian sifat mekanis yang telah dilakukan ditunjukkan seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai estimasi parameter populasi E dan SR.


Jenis Kayu Agathis Pinus Meranti Mahoni

Parameter E SR E SR E SR E SR

Weibull

5% Point Estimate 5979 40.62 3914 36.89 7234 45.12 5465 49.04

Lognormal

5% Point Estimate 6392 45.14 4203 38.23 7967 51.88 5731 50.71

5% TL (75%) 6319 44.64 4033 37.16 7807 50.44 5518 49.43

Normal

Mean 7407 52.03 7341 55.57 10372 75.33 8013 70.83

Standard Deviation 639 4.46 2069 10.76 1559 15.95 1449 12.52

5% Point Estimate 6336 44.55 3871 37.53 7756 48.59 5583 49.85

5% TL (75%) 6250 43.95 3592 36.08 7547 46.45 5388 48.17

Non Parametric

5% Point Eestimate 6829 53.58 7257 56.60 11306 93.48 3295 67.79

5% TL (75%) 7157 52.23 6516 58.87 12580 87.77 8742 68.36

Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata nilai E contoh kecil bebas cacat agathis, pinus, meranti, dan
mahoni berturut-turut adalah 7407.82 Mpa, 7341.40 MPa, 10372.25 MPa, dan 8013.79 MPa sedangkan
JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 140

rata-rata nilai kekuatan lenturnya (SR) berturut-turut adalah 52.03 MPa, 55.57 MPa, 75.33 MPa, dan 70.83
MPa. Agathis dikategorikan ke dalam kelas mutu E13-E15, pinus kelas mutu E8-E15, meranti kelas mutu
E14-E25, dan mahoni kelas mutu E6-E18 berdasarkan SNI 2013. Pada pengujian lentur ini, sebaran data
paling pas diduga menggunakan distribusi Weibull. Nilai kekuatan karakteristik lentur dari modulus
elastisitas (Emin) dan kekuatan lentur (SR) ditentukan dengan mengestimasi 5% exclusion limit dari suatu
populasi. Karakteristik lentur yang diperoleh terdapat tiga distribusi parametrik yang digunakan antara
lain distribusi normal, lognormal, dan Weibull. Pengujian E dan S R digunakan sampel uji yang sama
sehingga akan menghasilkan asumsi distribusi terbaik yang sama. Hasil penelitian menunjukkan Emin
agathis, pinus, meranti, dan mahoni berturut-turut adalah 5979.69 MPa, 3914.88 MPa, 7234.31 MPa,
dan 5465.57 MPa sedangkan nilai SR adalah 40.62 MPa, 36.89 MPa, 45.12 MPa, dan 49.04 MPa.
Distribusi Weibull mendominasi hasil penelitian sehingga dipilih sebagai distribusi yang paling pas
dengan nilai eror yang sedikit terhadap nilai E dan SR. Analisis Weibull diperlukan untuk meminimalisir
nilai eror yang dihasilkan [40]. ASTM D5457 memilih distribusi Weibull sedangkan standar Eropa memilih
distribusi lognormal untuk menentukan kekuatan karakteristik kayu [41].
Daktilitas merupakan kemampuan suatu bahan untuk mencapai deformasi yang tinggi dan berubah
bentuk secara plastis tanpa mengalami kerusakan dan kehilangan terlalu banyak kekuatan [42,43,44].
Tabel 7 menunjukkan rata-rata rasio daktilitas () pada kayu agathis, pinus, meranti dan mahoni berturut-
turut adalah 3.51, 3.25, 3.19, dan 3.44. Rata-rata rasio daktilitas yang terendah diperoleh pada kayu
mahoni. Balok yang memiliki daktilitas yang rendah menunjukkan kegagalan balok yang terjadi
cenderung lebih getas [32]. Pada penelitian ini, kayu mahoni memiliki nilai µ yang lebih rendah, yang
menunjukkan bahwa kayu mahoni lebih getas dibandingkan dengan ketiga jenis kayu lainnya.

Tabel 7. Rasio daktilitas kayu.


Standar Koefisien
Jenis Kayu n Minimum Maksimum Rata-rata
Deviasi Variasi (%)

Agathis 50 2.82 4.33 3.51 0.38 10.95

Pinus 50 1.95 4.98 3.25 0.54 16.68

Mahoni 50 2.01 4.16 3.19 0.52 16.21

Meranti 50 2.01 4.97 3.44 0.68 19.79

3.5. Lentur Contoh Uji Berukuran Penuh


Modulus elastisitas (E) adalah kemiringan proporsional garis linier dari kurva tegangan dan
regangan. Nilai E kayu merupakan indikasi dari kekakuan (stiffness). Semakin besar nilai E maka suatu
material semakin kaku, defleksi yang dialami lebih kecil dan tidak mudah mengalami tekuk. SR
merupakan tegangan lentur atau kekuatan serat yang terjadi pada beban maksimum yaitu pada saat
benda mengalami kegagalan (failure) [45].
Hasil pengujian lentur contoh uji ukuran penuh pada konfigurasi pembebanan terpusat menunjukkan
bahwa kayu meranti memiliki nilai E tertinggi yaitu 19.34 GPa, agathis sebesar 9.67 GPa, mahoni sebesar
8.40 GPa, dan pinus sebesar 5.64 GPa. Dikarenakan ukuran contoh ujinya besar, terdapat cacat-cacat
kayu yang ditemukan pada spesimen kayu yang diuji sehingga nilai E dikalikan dengan rasio
kekuatannya. Nilai E tersebut yang didapatkan pada kayu agathis, pinus, mahoni dan meranti masing-
masing berkisar 6.16 GPa, 5.82 GPa, 5.25 GPa, dan 8.63 GPa. Adanya cacat-cacat kayu pada contoh
uji berukuran penuh, menyebabkan kelas mutu masing-masing kayu menurun. Agathis dikategorikan ke
JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 141

dalam kelas mutu E6, pinus kelas mutu E5, meranti kelas mutu E8, dan mahoni kelas mutu E5
berdasarkan SNI 2013. Beberapa faktor yang berpengaruh pada nilai E antara lain panjang bentang,
ukuran dimensi bentang, posisi bentang (rebah atau tegak), sifat dasar bahan seperti kadar air dan ada
atau tidaknya cacat pada kayu [46]. Nilai kekuatan lentur tertinggi pada pengujian ini yaitu pada kayu
meranti sebesar 61.35 MPa, diikuti mahoni sebesar 59.72 MPa, pinus sebesar 44.49 GPa, dan agathis
sebesar 36,80 MPa. nilai SR contoh kecil bebas cacat pa kayu agathis, pinus dan mahoni masing-masing
berkisar 43.40 MPa, 41.28 MPa, 34.10 MPa, dan 43.33 MPa. Semakin besar nilai E dan SR menunjukkan
suatu material lebih mampu mempertahankan keteguhannya tanpa resiko kegagalan mekanis [47].

(a) E (ckbc to S, GPa) 𝑆𝑅 (ckbc to S, MPa)


(b) 80
35 E (full Scale, GPa) 𝑆𝑅 (Full Scale, MPa)
Modulus Elastisitas (E, GPa)

Kekuatan Lentur (SR, MPa)


30 70

25 60
50
20
40
15
30
10 20
5 10
0 0
Agathis Pinus Mahoni Meranti Agathis Pinus Mahoni Meranti
Jenis Kayu Jenis Kayu

Gambar 3. Nilai modulus elastisitas (E) dan kekuatan lentur (SR) contoh kecil bebas cacat dan contoh
uji berukuran penuh.

3.6. Faktor Stabilitas Balok (CL)


Stabilitas balok dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kondisi pembebanan dan tumpuan,
penampang komponen struktur, dan panjang tak tertumpu [12]. Balok yang memiliki permukaan lebar
akan menjadi lebih stabil jika dibandingkan dengan balok langsing. Balok yang langsing dan memiliki
ukuran yang lebih panjang mengakibatkan balok tersebut mengalami puntiran, sehingga diperlukan
tumpuan lateral agar balok menjadi lebih stabil ketika menerima beban [13].

Tabel 8. Nilai stabilitas balok ontoh uji berukuran penuh acuan dan aktual.
Stabilitas Balok
Jenis Kayu Rasio Kelangsingan
Acuan Aktual

Agathis 7.48 1 0.99

Pinus 7.45 1 0.97

Mahoni 7.40 1 0.98

Meranti 7.66 1 0.99

Tabel 8 menunjukkan nilai rasio kelangsingan (RB) pada kayu agathis, pinus, mahoni, dan meranti
masing-masing sebesar 7.48, 7.45, 7.40, dan 7.66. Nilai rasio kelangsingan pada masing-masing kayu
pada penelitian ini menunjukkan bahwa balok agathis, pinus, meranti dan mahoni termasuk balok
JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 142

pendek. Contoh uji berukuran penuh yang diberikan satu beban terpusat dikategorikan sebagai balok
pendek (RB≤10). Rasio kelangsingan yang berkisar antara 10 hingga 20, spesimen menunjukkan
karakteristik balok atau kolom pendek [48]. Nilai RB contoh uji berukuran penuh pada pengujian ini
dipengaruhi oleh ukuran penampang balok dan tumpuan lateral. Semakin banyak titik beban dan
tumpuan lateral, nilai panjang tak tertumpu (lu) semakin tinggi, sehingga nilai RB semakin rendah. Adanya
peningkatan nilai RB menyebabkan beban ultimit yang diberikan pada balok juga meningkat. Begitu juga
sebaliknya, penurunan nilai RB mengakibatkan beban yang dipikul lebih rendah [49].
Tabel 6 juga menunjukkan bahwa nilai stabilitas balok acuan (CL) pada kayu agathis, pinus, mahoni,
dan meranti masing-masing sebesar 1. Nilai CL pada kayu agathis, pinus, mahoni, dan meranti masing-
masing sebesar 0.99, 0.97, 0.98 dan 0.99. Nilai CL aktual lebih beragam dibandingkan dengan nilai CL
acuan karena beberapa faktor seperti nilai kooefisien variasi yang lebih tinggi terhadap nilai elastisitasnya
dan kekuatan lentur yang dijadikan sebagai nilai desain acuan lentur pada CL aktual. Selain itu, pada
pengujian ini menunjukkan bahwa rasio kelangsingan juga mempengaruhi nilai stabilitas balok. Semakin
rendah nilai rasio kelangsingan, maka nilai stabilitas balok akan mendekati satu atau sama dengan satu.
Nilai stabilitas kayu dipengaruhi oleh rasio kelangsingan (RB), rasio modulus elastisitas terhadap
kekuatan lentur (E/SR), rasio daktilitas (), dan rasio kekuatan (S) [50].

4. Kesimpulan
Nilai modulus elastisitas (E) pada kayu daun jaum (agathis dan pinus) memiliki nilai yang lebih
rendah dari nilai E pada kayu daun lebar. Adanya cacat-cacat kayu pada contoh uji berukuran penuh,
menyebabkan kelas mutu masing-masing kayu menurun. Agathis dikategorikan ke dalam kelas mutu E6,
pinus kelas mutu E5, meranti kelas mutu E8, dan mahoni kelas mutu E5 berdasarkan SNI 2013. Nilai
stabilitas balok (CL) mendekati 1 yang mengindikasikan bahwa balok stabil dan tidak mengalami puntiran.

Daftar Pustaka
[1] Adebara SA, Haruna H, Shittu MB, Anifowose MA. Quality and utilization of timber species for
building construction in Minna, Nigeria. The Internat J Engine And Sci. 2014; 3(5): 46-50.
[2] Joseph P, Tretsiakova-McNally S. Sustainable non-metallic building materials. Sustainability.
2010; 2(2): 400–427. doi: 10.3390/su2020400.
[3] Silva DAL, Lahr FAR, Faria OB, Chahud E. Influence of wood moisture content on the Modulus
of Elasticity in compression Parallel to the grain. Material Research. 2021; 15(2): 300-304. doi:
10.1590/S1516-14392012005000025.
[4] Wieruszewski M, Mazela B. Cross laminated timber (CLT) as an alternative form of construction
wood. Drvna Industrija. 2017; 68(4): 359-367. doi: 10.5552/drind.2017.1728.
[5] Ramage MH et al. The wood from the trees: The use of timber in construction. J Renew and
sustain energy. 2017; 68: 333-359. doi: 10.1016/j.rser.2016.09.107.
[6] Kuzman MK, Groselj P. Wood as a construction material: comparison of different construction
types for residential building using the analytic hierarchy process. Wood Res. 2012; 57(4): 591–
600.
[7] Høibø O, Hansen E, Nybakk E. Building material preferences with a focus on wood in urban
housing: durability and environmental impacts. Canadian J Forest Res. 2015; 45(11): 1617–
JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 143

1627. doi: 10.1139/cjfr-2015-0123.


[8] Lapeantu SK, Hapid A, Muthmainnah. 2017. Sifat mekanika kayu pinus (Pinus merkusii Jungh
et de Vriese) asal desa Taende Mori Atas Morowali Utara Sulawesi Tengah. Warta Rimba. 5(1):
121-126.
[9] Simpson WT. 1999. Wood Handbook—Wood as An Engineering Material. Gen. Tech. Rep.
FPL–GTR–113. Madison (US): Forest Products Laboratory.
[10] Fernandes A, Saridan A. 2013. Sifat fisik dan mekanik kayu Shorea macroptera ssp.
Sandakanensis (Sym.) Ashton sebagai bahan baku mebel. J Penelit Dipterokarpa.7(1): 1-6. doi:
10.20886/jped.2013.7.1.1-6.
[11] Asroni A. 2008. Kolom Pondasi dan Balok T Beton Bertulang. Surakarta (ID): Universitas
Muhammadiyah.
[12] [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2013. SNI 7973:2013 Spesifikasi Desain untuk Kontruksi
Kayu. Jakarta (ID): BSN.
[13] [AWC] American Wood Council. 2011. ANSI/NDS 2012: National Design Specification for Wood
Construction 2012. Leesburg(USA): The American Wood Council.
[14] Richard MJ. 2013. Assessing the perfomance of bamboo structural components [Disertasi].
Pittsburgh (GB): University of Pittsburgh.
[15] Nolan R. 2010. Determining Allowable Design Values for Wood. New York (US): American
Forest and Paper Association and American Wood Council.
[16] [ASTM] American Society for Testing and Material. 2005. Annual Book of ASTM Standard.
Volume 0410. Wood. D-143-94 (Reapproved 2000): Standard Test Methods for Small Clear
Specimens of Timber. West Conshohocken(US): ASTM International.
[17] [ASTM] American Society for Testing and Material. 2002. Annual Book of ASTM Standard.
Wood. D-245-00 (Reapproved 2002): Standard Practice for Establishing Structural Grades and
Related Allowable Properties for Visually Graded Lumber. West Conshohocken(US): ASTM
International.
[18] [ASTM] American Society for Testing and Material. 2005. Annual Book of ASTM Standard
volume 0410. Wood D-198-05 (Reapproved 2000): Standard Test Methods for Small Clear
Specimens of Timber. West Conshohocken(US): ASTM International.
[19] Brown HP, Panshin AJ, Forsaith CC. 1952. Textbook of Wood Technology. New York (US):
McGraw Hill.
[20] Glass SV, Zelinka SL. 2010. Moisture Relations and Physical Properties of Wood. Di dalam:
[FPL] Forest Product Laboratory. Wood Handbook – Wood as an Engineering Material. Madison
(US): Departement of Agriculture.
[21] Kasmujo. 2001. Identifikasi Kayu dan Sifat-sifat Kayu. Jakarta(ID): Kanisius.
[22] Bowyer JL, Haygreen JG, Shmulsky R. 2003. Forest Products and Wood Science:An
Introduction. Iowa (US): IOWA State Press Blackwell Publishing.
JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 144

[23] Damanik RIM. Kekuatan Kayu. Medan(ID): USU. 2005.


[24] Basri, E. dan Y.I. Mandang. Pengeringan kayu: Pentingnya pemahaman sifat-sifat kayu untuk
mendukung teknologi pengolahan. [Prosiding]: Diskusi Teknologi Pemanfaatan Kayu Budidaya
untuk Mendukung Industri Perkayuan yang Berkelanjutan. 7 November 2001: 261-268. Bogor
(ID): Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan. 2001.
[25] Marsoem SN, Prasetyo VE, Sulistyo J, Sudaryono, Lukmandaru G. Studi mutu kayu jati di hutan
rakyat gunung kidul III. Sifat fisika kayu. Jurnal Ilmu Kehutanan. 2014; 8(2): 75-88.
[26] Ruhendi S, Koroh DN, Syamani FA, Yanti H, Nurhaida, Saad S, Sucipto T. Analisis Perekatan
Kayu. Bogor (ID): IPB Press. 2007.
[27] Alokabel K, Lay YE, Wonlele T. Penentuan kelas kuat lokal di pulau Timor sebagai bahan
konstruksi. JUTEKS. 2(2): 139-148. doi: 10.32511/juteks.v2i2.168.
[28] Bahtiar ET. Keandalan modulus of elasticity (MOE) untuk menduga kekuatan kayu bercacat
akibat lubang bor. JTHH. 2005; 18(2): 80-90.
[29] Nowak T, Patalas F, Karolak A. Estimating mechanical properties of wood in existing structures-
selected aspects. Materials. 2021; 14: 1-26. doi: 10.3390/ma14081941.
[30] Ridley-Ellis D, Stapel P, Baño V. Strength grading of sawn timber in Europe: An explanation for
engineers and researchers. European Journal of Wood and Wood Products. 2016; 74: 291-306.
doi: 10.1007/s00107-016-1034-1.
[31] Bodig J, Jayne BA. Mechanics of Wood and Wood Composite. Florida (US): Van Nostrand
Reinhold Company. 1982.
[32] Chauf KA, Dewi SM. Structural efficiency and flexural strength of mix-glulam timber beams are
composed of sengon and coconut wood as green material construction. [Proceeding]:
International Multidisiciplinary Conference 2016. November 15th, 2016: 362-370. Malang (ID):
Brawijaya University. 2016.
[33] Ross RJ. Wood Handbook: Wood as an EngineeringMaterial. Madisan (USA): Departement of
Agriculture Forest Products Laboratory. 2010.
[34] Awaludin A. Dasar-dasar Perencanaan Sambungan Kayu. Yogyakarta (ID) : Universitas Gadjah
Mada. 2005.
[35] Glos P. Strength Grading. Amsterdam (NL): Centrum Heut. 1994.
[36] Kistiani F. Tinjauan kuat tekan dan kuat tarik kayu berdasarkan PKKI 1961, SNI M. 27-1991-03
dan SNI M. 25-1991-03. Media Komunikasi Teknik Sipil. 2006; 14(2): 206-213.
[37] Rocha MFV, Costa LR, Costa LJ, Caxito AC, Soares BCD, Hein PRG. Wood knots influence the
modulus of elasticity and resistance to compression. Floresta e Ambiente. 2018; 25(4): 1-6. doi:
10.1590/2179-8087.090617.
[38] Ravenshorst GJP. Species independent strength grading of structural timber. [Disertation]. Delft
(NL): Technische Universiteit Delft. 2015.
[39] Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. Sifat Mekanis Kayu. Bogor (ID): IPB Press. 2011.
JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 145

[40] Otaya LG. Distribusi probabilitas weibull dan aplikasinya. Jurnal Manajemen Pendidikan Islam.
2016; 4(2): 44-66.
[41] Firmanti A, Bahtiar ET, Surjokusumo S, Komatsu K, Kawai S. Mechanical stress grading of
tropical timbers without regard to species. J wood Sci. 2005; 51(1): 339-347. doi:
10.1007/s10086-004-0661-z.
[42] Johannes AJH, Ekevad M, Girhammar UA, Berg S. Structural robustness of timber buildings- a
review. Wood Material Science and Engineering. 2018; 14(2): 107-128. doi:
10.1080/17480272.2018.1446052.
[43] Jorissen A, Fragiacomo M. General notes on ductility in timber structures. Eng Struct. 2011;
33(1):2987-2997. doi: 10.1016/j.engstruct.2011.07.024.
[44] Tomasi R, Parisi MA, Piazzza M. Ductile design of glued-laminated timber beams. Practice
Periodical on Structural Design and Construction. 2009; 14(3): 113-122. doi:
10.1080/17480272.2018.1446052.
[45] Sulistiyawati I, Nugroho N, Surjokusumo S, Hadi YS. The bending strength of vertical and
horizontal glued laminated lumber by transform cross section method. J. Trop Wood Sci.
Technol. 2008; 6(2): 49-55.
[46] Iswanto AH. Pengujian Modulus Elastisitas Kayu dengan Menggunakan Two Point Loading.
Medan (ID): USU. 2008.
[47] Gelder HA, Poorter L, Sterck FJ. Wood mechanics, allometry, and lifehistory variation in a
tropical rain forest tree comunity. New Phytol. 2006; 171(1):367-378. doi: 10.1111/j.1469-
8137.2006.01757.x.
[48] Nie Y, Wei Y, Huang L, Liu Y, Dong F. Influence of slenderness ratio and sectional geometry on
the axial compression behavior of original bamboo columns. J Wood Sci. 2021; 67(36):1-20. doi:
10.1186/s10086-021-01968-6.
[49] Patel V, Liang QQ, Hadi MNS. Numerical analysis of high-strength concrete-filled steel tubular
slender beam-columns under cyclic loading. Jounal of Constructional Steel Research. 2014; 92:
183-194. doi: 10.1016/j.jcsr.2013.09.008.
[50] Hidayatullah H. Stabilitas balok kayu yang menerim pembebanan lentur terpusat di beberapa
titik. [Tesis]. Bogor (ID): IPB. 2021.
JSIL | Hayatunnufunus dkk. : Faktor Stabilitas Balok Kayu pada Konfigurasi Pembebanan Terpusat 146

You might also like