Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Landslide disaster that occured in Dewata Tea Plantation has killed 70 people and more than
50 houses buried. This research project located at Patuhawati area which has a high susceptibility
and vulnerability hazard. Most of Patuhawati area are covered by volcanic material of Mount
Patuha that have been altered by intensive hydrothermal alteration. This research is carried out
to explain about the influences of hydrothermal alteration to slope stability and the mechanism of
landslide in such geologic condition.
Research methods consist of several stages. First step are preparing and collecting all
secondary data which relate to the research topic, and the second is collecting the primary data
by conducting some detail surface mapping, such as observing and measuring the slope of
morphology, litology, landslide point scarp, alteration zone, geological structure and land use.
The third stage is conducting several laboratory analysis of soil engineering properties, XRD and
petrography.
AHP method is used as data analysis. As a semi quantitative method, AHP analysis is
conducted by give some variation of weight value on matrix comparison to understand the most
influence factor that controlling landslide. The result show that hydrothermal alteration factor is
2,68 times more influential than geological engineering, morphology, and structural geology factor,
and 7,03 times more important than landuse factor. Each sub parameter is given score between
1-3 as their influence to landslide. Susceptibility weighted value then multiple by sub parameter
score to conduct susceptibility map by using spatial analysis (weighted overlay) in ArcGIS. The
verification result show that the most susceptible zone has the highest number of landslide point.
The second conclusion is argilic alteration gives more influence than sub propilitic alteration to
controlling landslide. It happens because of physical properties of clay mineral of argilic which
is decreasing shear strength of slope material. Mechanism of landslide in Cicacing is rotational
landslide where high level of rain fall infiltration as a main triggering factor, beside the earthquake.
66 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 2 Tahun 2014 Hal. 65-77
titik longsoran, satuan lereng curam 18 titik b. Satuan Lava Andesit Piroksen
longsoran dan satuan sangat curam 9 titik Satuan lava andesit piroksen tersingkap
longsoran. di sepanjang Sungai Ci Sintok dengan arah
tenggara – barat laut. Secara megaskopis
andesit piroksen berwarna hitam, tekstur
porfiroafanitik, massa dasar berupa mineral-
mineral mafik dan fenokris berupa piroksen
(melimpah) dan plagioklas dengan ukuran
sedang - kasar (sedikit melimpah). Secara
petrografi berwarna abu-abu kecoklat- coklatan,
porfiritik, hipidiomorfik granular, hipokristalin,
ukuran kristal <0,03 mm–1,5 mm, komposisinya
terdiri dari plagioklas yang melimpah, piroksen
agak melimpah dan mineral opak dan gelas
Gambar 1. Peta kelerengan daerah penelitian vulkanik yang kurang melimpah (Gambar 3).
68 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 2 Tahun 2014 Hal. 65-77
Jumlah titik longsor pada zona alterasi 3.1.5. Kondisi Geologi Teknik Daerah
sub - propilitik adalah 13 titik longsoran. Penelitian
a. Perkebunan
Perkebunan merupakan penggunaan
lahan yang paling dominan di daerah penelitian,
dengan luas pelamparan 68,9%. Tercatat
terdapat 16 titik gerakan tanah dan 10 titik yang
berpotensial untuk terjadinya gerakan tanah.
Terdapat 6 buah longsoran bertipe creeping,
5 buah longsoran translasional, dan 6 buah
Gambar 8. Peta struktur geologi daerah penelitian longsoran rotasional.
70 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 2 Tahun 2014 Hal. 65-77
konsistensi yang berfungsi untuk memeriksa pengamatan lapangan dan interpretasi,
konsistensi dalam penentuan pembobotan. maka nilai parameter alterasi hidrotermal
Analisis konsistensi bertujuan mencari nilai dan struktur geologi diberikan nilai tertinggi
rasio konsistensi (Consistency Ratio/CR). secara bergantian dan diberikan nilai yang
Nilai CR dapat dikoreksi melebihi 10%. Jika sama. Variasi yang lain adalah memberikan
nilai CR lebih dari 0,10, maka perlu dilakukan nilai yang sama kepada faktor struktur
pertimbangan kembali terhadap pemberian geologi, alterasi hidrotermal, geologi teknik,
skala pada matriks. kelerengan atau memberikan nilai lebih pada
Untuk mendapatkan nilai CR terkecil, salah satunya dan memberikan nilai terkecil
maka dilakukan beberapa variasi pemberian pada faktor tata guna lahan. Tabel di bawah
nilai matriks perbandingan berpasangan. ini memperlihatkan beberapa alternatif nilai
Semakin kecil nilai CR, maka akan semakin bobot peta parameter.
meningkatkan nilai konsistensi. Sesuai
Matriks
Ternormalisasi
72 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 2 Tahun 2014 Hal. 65-77
gerakan tanah adalah satuan lempung pasiran 3.2.3. Verifikasi
residual vulkanik dan satuan pasir lempungan
residual vulkanik, sehingga mendapatkan Proses verivikasi dilakukan dengan
skor 3. Satuan pasir lempungan koluvial menampalkan peta kerentanan gerakan tanah
mendapatkan skor 2, sedangkan satuan yang telah dibuat terhadap sebaran titik gerakan
lempung pasiran koluvial dan satuan bongkah tanah (Gambar 11). Zona kerentanan sangat
pasiran mendapatkan skor 2. tinggi memiliki sebaran titik longsor yang paling
banyak. Kemudian zona kerentanan tinggi
D. Kelerengan dengan 28 titik longsoran dan zona kerentanan
tingkat sedang memiliki 5 titik longsoran. Hal
Gerakan tanah cenderung terjadi pada
ini sesuai dengan dasar teori bahwa semakin
kelas lereng 10° < kelerengan ≤ 20° dan 20°
tinggi tingkat kerentanan suatu daerah maka
< kelerengan ≤ 40°. Hal ini mempengaruhi
akan semakin rentan untuk terjadinya longsor.
skor masing-masing kelas di dalam parameter
kelerengan. Kelas lereng landai mendapatkan
skor 1. Kelas lereng agak curam mendapatkan
3.2.4. Jenis Alterasi yang Lebih Berpengaruh
skor 2. Kelas lereng curam mendapatkan skor
Terhadap Terjadinya Gerakan Tanah.
3 sedangkan satuan lereng sangat curam
mendapatkan skor 2.
Seperti dijelaskan sebelumnya pada bab
pengutaraan data, jenis alterasi hidrotermal
E. Tata Guna Lahan
terbagi menjadi dua jenis, yaitu tipe alterasi argilik
Berdasarkan jumlah persebaran longsor dan tipe alterasi sub propilitik. Pengklasifikasian
dapat diketahui bahwa kecenderungan ini berdasarkan kumpulan mineralnya (mineral
terjadinya gerakan tanah pada satu jenis tata assemblage), menggunakan analisa XRD dan
guna lahan, yaitu perkebunan. Sub parameter analisa petrografi. Analisa XRD menggunakan
perkebunan memiliki jumlah titik longsoran dua tipe pengujian yaitu analisa bulk dan
tertinggi dibandingkan sub parameter yang lain. analisa lempung (clay analysis).
Hal ini mempengaruhi skor masing-masing kelas Zona alterasi argilik di daerah penelitian
di dalam parameter tata guna lahan. Sehingga terdiri atas mineral smektit, interlayer illite-
sub parameter perkebunan mendapatkan skor smectite, kaolinit, haloisit, kristobalit dan
3, hutan lindung 2, pemukiman dan semak kuarsa. Mineral smektit termasuk ke dalam
belukar masing- masing 1. kelompok mineral montmorilonit, umumnya
berukuran sangat halus dan komponen dalam
Nilai skor pada masing-masing sub parameter lapisannya tidak terikat kuat. Jika bersentuhan
kemudian dikalikan dengan nilai bobot dengan air maka ruang di antara lapisan mineral
parameter, dalam analisa spasial (weighted mengembang sehingga menyebabkan volume
overlay) dengan software ArcGIS. tanah berlipat ganda. Mineral haloisit bersifat
plastis jika basah dan retak jika kering. Haloisit
juga memiliki kemampuan mengembang
bila terkena air. Karakteristik mineral-mineral
lempung penciri alterasi argilik tersebut
menyebabkan penurunan kuat geser pada
lereng sehingga lebih rentan untuk terjadinya
gerakan tanah. Hal ini terlihat dari jumlah titik
longsor yang lebih banyak daripada jumlah
titik longsor di zona alterasi sub propilitik, yaitu
sebanyak 19 titik longsoran berbanding 13 titik
longsor.
Gambar 11. Peta keretanan daerah penelitian Zona sub propilitik di daerah penelitian
74 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 2 Tahun 2014 Hal. 65-77
Faktor pemicu kedua yang kemungkinan besar melengkung (longsoran rotasional), (Gambar
mempengaruhi terjadinya gerakan tanah pada 12 dan 13).
titik tersebut adalah getaran akibat adanya
gempabumi. Titik longsoran yang berada pada
zona struktur 0 - 300 m akan menerima getaran
yang hebat pada saat terjadinya gempabumi,
getaran tersebut akan menyebabkan butiran-
butiran pada tanah saling menekan dan
kandungan airnya akan mempunyai tekanan
yang besar terhadap lapisan di atasnya.
Meningkatnya tekanan air pori ini menyebabkan
gaya kontak (contact forces) di antara butiran-
butiran penyusun tanah berkurang. Akibat
peristiwa tersebut, lapisan di atasnya akan
seperti mengambang dan tidak mempunyai
kekuatan sehingga dapat mengakibatkan
perpindahan massa dengan cepat.
Gambar 13. Kondisi lereng di daerah Cicacing setelah
terjadinya longsoran.
4. KESIMPULAN
76 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 2 Tahun 2014 Hal. 65-77
Yogyakarta.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi, 2009, Wilayah Potensi Gerakan
Tanah di Provinsi Jawa Barat bulan
September 2009. Departemen Energi
dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia.
Risyad, R. B., 2010, Pemetaan Zona tingkat
Kerentanan Gerakan Tanah di Desa
Girimukti Kecamatan Campaka dan Desa
Cibokor Kecamatan Cibeber, Kabupaten
Cianjur, Propinsi Jawa Barat, Skripsi
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
(Tidak dipublikasikan).
Schmincke, H-U, 2004, Volcanism, Springer-
Verlag, Berlin Heidenberg, Germany
Turner, Keith A., dan Schuster, Robert L., 1996,
Landslide Hazard and Mitigation,
National Academy of Sciences, USA.
Tim KKN PPM UGM 2010 Unit 107 (Ciwidey),
2010, Modul Penanggulangan Bencana
Longsor di RW 07, Desa Sugihmukti,
Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten
Bandung, Provinsi Jawa Barat.
Van Bemmelen, R.W.,1949, The Geology of
Indonesia vol 1A: The Haque, General
Geology Martinus Nijhof.
Velde, B., 1995, Origin and Mineralogy of Clays,
Springer, Berlin Heidelberg.
Yalcin, A., 2007, the Effect of Clay on Landslide,
Aksaray University, Turkey.