You are on page 1of 17

JURNAL

PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN PELAKU BISNIS FASHION


ONLINE MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL INSTAGRAM DI
SURAKARTA

(Studi Dekstriptif Kualitatif Pada Pelaku Bisnis Fashion Online


Menggunakan Media Sosial Instagram di Surakarta)

Oleh:

HANDAYANI DWI PRATIWI

D0215051

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2019
PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN PELAKU BISNIS FASHION
ONLINE MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL INSTAGRAM DI
SURAKARTA
(Studi Dekstriptif Kualitatif pada Pelaku Bisnis Fashion Online
Menggunakan Media Sosial Instagram di Surakarta)

Handayani Dwi Pratiwi


Monika Sri Yuliarti

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik


Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract
This undergraduate thesis was explaining about uncertainty reduction of
fashion online business using Instagram in Surakarta. This thesis was presented
as the reference to everyone, about how to reduce uncertainty to people who
wants to run a business using social media, especially Instagram.
The dimension of this research is Uncertainty Reduction Theory (URT) by
Charlers Berger, to analyze the online business phenomenon. This qualitative
descriptive undergraduate thesis was conducted in Surakarta. This research take
6 samples from online entepreneurs in Surakarta. The data of this undergraduate
thesis are being taken by in-depth interview, that being analyzed based on 8
axioms of Berger’s theory. These axioms are verbal communication, nonverbal
warmth, information seeking, self disclosure, reciprocity, similarity, liking, shared
networks.
From the given axioms, uncertainty that happened to online entepreneurs
using Instagram in Surakarta can be a success with effective communication
between the sellers and the buyers. Nonverbal warmth and similarity axiom can
not be applied on fashion online entepreneurs in Surakarta, because the
communication between entepreneurs and consumer only applied with online
medium and the strangers in online business are very heterogen.
Keywords: Uncertainty Reduction, Online Business, Social Media, Instagram.

1
Pendahuluan

Kemajuan teknologi di dunia kian meningkat. Peningkatan kemajuan


teknologi tersebut menimbulkan dampak pada perekonomian dunia,
khususnya di bidang perdagangan yaitu sistem transaksi jual beli. Kini
transaksi jual beli bisa dilakukan secara online/ daring (dalam jaringan)
dengan memanfaatkan jaringan internet sebagai media transaksi antara
penjual dan pembeli.
Kegiatan perdagangan secara online tersebut dikenal dengan istilah E-
Commerce. E-Commerce adalah transaksi jual beli barang, jasa, dan
informasi/ data melalui internet dengan menggunakan teknologi digital
(Yazdanifard, Sade, Wada, & Yusoff, 2011). Akan tetapi, segala bentuk
perubahan perdagangan online dengan segala kemudahannya tersebut
menimbulkan banyak pertanyaan mengenai ketidakpastian dari pihak
konsumen (Chunping, 2013)
Dibandingkan dengan perdagangan konvensional, bisnis online atau e-
commerce lebih banyak memiliki kecenderungan risiko dari kedua belah
pihak, baik pihak penjual maupun pembeli. Menurut Kaufman et.al dalam
(Chunping, 2013) e-commerce secara umum menciptakan ketidakpastian
karena tidak lengkapnya informasi dan tidak pastinya kualitas produk yang
akan digunakan konsumen. Hal ini terjadi karena adanya hambatan jarak dari
pihak penjual maupun pembeli online. Sehingga kedekatannya sulit
didapatkan satu sama lain Dimoka et.al dalam (Chunping, 2013). A high level
of uncertainty perception by consumers will raise risk perceptions and their
sense of unease Chilles dalam (Chunping, 2013).
Dalam penelitian Jiang Chunping 2013, ditemukan bahwa uncertainty
dialami oleh penjual dan pembeli di fenomena e-commerce disebabkan
karena beberapa faktor yaitu product knowledge, content relevance,
information consistency, information privacy concerns, fears of seller
opportunism, dan goal specificity (Chunping, 2013). Selain itu ditemukan
pula penelitian oleh Rashad Yazdanifard et.al, bahwa terdapat beberapa risiko

2
yang menyebabkan kecemasan dan ketidakpastian dari perdagangan online
yaitu risk in the channel, risk in the transaction, social risk. Pada penelitian
lain oleh Chatterjee & Datta 2008, disajikan data yang berkaitan dengan
kecemasan konsumen dalam e-commerce, data tersebut yakni: 65%
konsumen e-commerce menghindari keranjang dalam pembelian online,
dengan kata lain tidak menyelesaikan transaksi pembelian [Forrester
Research], 75% konsumen e-commerce waspada terhadap transaksi online
dan lebih mencari lisensi untuk memproteksi transaksi yang akan dilakukan
[Verisign SSL Information Center], konsumen e-commerce waspada terhadap
penipuan dari pernjualnya [Anti-Phising Work Group], dan 87% konsumen e-
commerce khawatir terhadap informasi dan transaksi menggunakan kartu
kredit yang dilakukan secara online [TNS] (Chatterjee & Datta, 2008).
Dari hasil penelitian Chatterjee & Datta, disimpulkan bahwa lebih dari
50% mengindikasikan banyak konsumen yang mengalami kecemasan dalam
melakukan transaksi di e-commerce. Hasil penelitian tersebut sangat berbeda
dengan kondisi di era sekarang, tercatat oleh Isacsoon bahwa Indonesia
terkena dampak kemajuan teknologi seiring dengan munculnya internet
khususnya media sosial. Sebelum muncul media sosial, e-commerce pada
umumnya dilakukan pada marketplace seperti Amazon.com, Ebay.com,
Tokopedia.com, dan lain-lain. Tetapi, dengan munculnya media sosial, semua
transaksi itu terfasilitasi dalam satu media sosial yaitu Instagram. Instagram
digunakan sebagai media penjualannya, yang sekaligus menjadi fokus
penelitian ini.
Instagram merupakan aplikasi telepon genggam yang memungkinkan
penggunanya untuk mengambil gambar, memanipulasi gambar, dan membagi
hasil foto secara instan kepada pengguna internet lain Hocman & Schwatrz
dalam (Ting, Ming, Run & Choo, 2015). Tercatat pada tahun 2016 lalu,
Instagram memfasilitasi pebisnis online dengan meluncurkan fitur Profil
Instagram bisnis yang memungkinkan pebisnis untuk melakukan tracking
progress penjualannya di Instagram. Dari fitur itulah didapatkan data
mengenai perkembangan UKM (Usaha Kecil Menengah) di Indonesia yang

3
mengarahkan bisnis dari situs web ke Instagram. Sebanyak 49% UKM setuju
bahwa Instgram lebih penting daripada web, 43% menempatkan Instagram
sebagai platfirm terpenting untuk kelanjutan kesuksesan berbisnis, 66% UKM
setuju bahwa Instagam membantu dalam emncari pelanggan di kota dan
negara lain, 62% pendiri usaha menemukan inspirasi dari usaha lain di
Instagram (Isacsoon, 2018).
Dari data yang sudah tersaji, menunjukkan adanya perbedaan kondisi
bahwa e-commerce sebelumnya memunculkan berbagai kecemasan dan
ketidakpastian dari dalam diri baik penjual maupun pembeli, dan kini e-
commerce justru banyak diminati dan kecemasan seperti yang disajikan
dalam data diatas tidak muncul pada fenomena bisnis online di era sekarang.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana
seorang pelaku bisnis fashion online di Surakarta mengurangi ketidakpastian
yang dialami menggunakan dimensi Uncertainty Reduction Theory (URT)
oleh Charles Berger.

Rumusan Masalah

Bagaimana pelaku bisnis fashion online menggunakan media sosial


Instagram di Surakarta mengurangi ketidakpastian saat menjalankan
bisnisnya dengan dimensi teori pengurangan ketidakpastian?
Landasan Teori

1. Definisi Komunikasi
Communication is the relational process of creating and interpreting
messages that elicit a response.” (Berger, 2012). Laswell menyatakan
bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah dengan
kalimat, “Who Says What in Which Channel To Whom With What Effect,”
artinya siapa menyampaikan apa yang disampaikan melalui apa kepada
siapa dengan efek apa Harold Laswell dalam (Putra, 2014). Menurut
Everette M. Rogers dalam (Mulyana, 2010) komunikasi adalah “proses di
mana satu ide dialihkan dari sumber kepada seorang penerima atau lebih,

4
dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.” . Definisi
komunikasi yang digunakan penulis pada penelitian yaitu komunikasi
adalah proses transaksional meliputi pimilihan dan pembagian simbol
yang dilakukan komunikator kepada komunikan dengan sengaja sehingga
dapat mempengaruhi tingkah laku penerima pesan.
2. Komunikasi Bisnis
Komunikasi bisnis adalah pertukaran gagasan, pendapat, informasi,
instruksi dan sebagainya yang memiliki tujuan tertentu yang disajikan
secara personal atau impersonal melalui simbol-simbol atau sinyal-sinyal
untuk mencapai tujuan organisasi Rosenblatt, et al dalam (Iriantara, 2015).
Ada beberapa bentuk komunikasi bisnis yang sering dilakukan
menurut Iriantara yaitu:
1. Komunikasi dari atasan pada bawahan (downward
communications) biasanya berbentuk instruksi/ perintah.
2. Komunikasi dari bawahan pada atasan (upward
communications) yang merupakan kebalikan dari komunikasi
downward.
Komunikasi multisaluran (multichannel communications),
komunikasi yang menggunakan berbagai saluran di antara orang dari
berbagai jenjang jabatan. (Iriantara, 2015)
3. CMC (Computer Mediated Communication)
CMC diartikan sebagai komunikasi antar manusia yang dilakukan
dengan menggunakan media komputer Herring dalam (Arnus, 2018).
Terdapat lima jenis saluran CMC baik secara verbal maupun
nonverbal yaitu teks, grafis, gambar, audio, video:
1. Text consists of letters, numbers, punctuation, special characters,
and controls.
2. Graphics are lines, circles, boxes, shading, fill colors etc.
3. Images are still pictures, expressed as the colors of many small
individu picture elements (pixels), this can be photographs or
paintings.

5
4. Audio consits of sound, including voice, music, and special effects
and
5. Video consists of successive pictures presented sufficiently rapidly
to give the appearance of smooth motions. (Maryani, 2006)
4. Pengurangan Ketidakpastian (Uncertainty Reduction)
Pengurangan ketidakpastia menurut Berger yaitu, “Increased
knowledge of what kind of person an other is, which provides an improved
forecast of how a future interaction will turn out.” (Berger, 2012)
Teori pengurangan ketidakpastian ini menjelaskan mengenai kondisi
seseorang dalam mengurangi perasaan ketidakpastian dalam diri.
Khususnya ketika bertemu dengan orang asing, yaitu dengan
meningkatkan pengetahuan tentang orang yang akan menjadi lawan
bicaranya. Hal ini akan berdampak pada meningkatkanya tingkat prediksi
seseorang dalam bagaimana kemudian dia harus bersikap kepada orang
asing tersebut. Terdapat 8 Aksioma yang dikemukakan Berger yaitu verbal
communication, nonverbal warmth, information seeking, self disclosure,
reciprocity, similarity, liking, shared networks
5. E-Commerce
Menurut (Septiawan & Alkhair, 2015) perdagangan elektronik atau e-
dagang (dalam bahasa inggris: Electronic commerce, atau e- commerce)
adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa
melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www (world wide
web), atau jaringan komputer lainnya. Yazdanifard juga mengungkapkan
bahwa e-commerce adalah transaksi jual beli barang, jasa, dan informasi/
data melalui internet dengan menggunakan teknologi digital (Yazdanifard,
Sade, Wada, & Yusoff, 2011). Dari beberapa pengertian e-commerce yang
sudah dipaparkan, e-commerce secara garis besar sama-sama diartikan
sebagai transaksi jual beli, dan media pemasaran baik berbentuk barang
produk/ jasa yang proses transaksi antara penjual dan pembelinya itu
dilakukan secara online/ daring dengan bantuan suatu media
6. Media Sosial

6
Menurut Cahyono, media sosial adalah sebuah media online dimana
penggunanya bebas untuk berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi di
dunia virtual (Cahyono, 2016). Media sosial merupakan alat komunikasi
yang digunakan oleh pengguna dalam proses sosial (Mulawarman &
Nurfitri, 2017).

Metode Penelitian

Penelitian Pengurangan Ketidakpastian pelaku bisnis fashion online


menggunakan media sosial Instagram ini merupakan penelitian deskriptif
kualitatif. Artinya, data temuan dalam penelitian ini akan disajikan dalam bentuk
deskripsi, data, kalimat, dan gambar yang rinci, lengkap, serta mendalam (Sutopo,
2006). Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pelaku bisnis online
menggunakan media sosial Instagram di Kota Surakarta. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu 6 orang pelaku bisnins fashion online di Kota Surakarta,
yang diambil dengan teknik snowball sampling. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara in-depth-interview kepada 6 orang sampel. Uji validitas
data pada penelitian ini dengan melakukan triangulasi sumber data. Teknik
analisis data bersifat induktif yang artinya tidak diperuntukan untuk membuktikan
hipotesis, melaiknkan menyimpulkan secara keseluruhan mulai dari
pengembangan teori hingga hasil data yang diperoleh di lapangan.

Sajian dan Analisis Data

Dalam bagian ini, penulis akan memaparkan hasil penelitian dan


pembahasan yang ditemukan di lapangan. Hasil penelitian yang dipaparkan yakni
merupakan pembahasan dari data utama atau informasi yang didapatkan oleh
peneliti dari beberapa narasumber dengan tenik snowball sampling. Cara kerja
dari teknik sampling ini yaitu pencarian narasumber merupakan rekomendasi dari
subjek yang menjadi narasumber sebelumnya. Snowball sampling ini digunakan
karena peneliti kesulitan dalam menentukan populasi pelaku bisnis fashion online
di Surakarta menggunakan media sosial Instagram. Untuk mengetahui cara pelaku
bisnis online menggunakan Instagram mengurangi ketidakpastianya, digunakan

7
axioma URT menurut Charles Berger sebagai acuannya. Berikut delapan aksioma
Berger:
1. Verbal Communication: Given the high level of uncertainty present at
the onset of the entry phase, as the amount of verbal communication
between strangers increases, the level of uncertainty for each
interactant in the relationship will decrease. As uncertainty is further
reduced, the amount of verbal communication will increase.
2. Nonverbal Warmth: As nonverbal affiliative expressiveness increases,
uncertainty levels will decrease in an initial interaction situation. In
addition, decreases in uncertainty level will cause increases in
nonverbal affiliative expressiveness.
3. Information Seeking: High levels of uncertainty cause increases in
information-seeking behavior. As uncertainty levels decline,
information-seeking behavior decreases.
4. Self Disclosure: High levels of uncertainty in a relationship cause
decreases in the intimacy level of communication content. Low levels of
uncertainty produce high levels of intimacy.
5. Reciprocity: High levels of uncertainty produce high rates of
reciprocity. Low levels of uncertainty produce low levels of reciprocity.
6. Similarity: Similarities between persons reduce uncertainty, while
dissimilarities produce increases in uncertainty.
7. Liking: Increases in uncertainty level produce decreases in liking;
decreases in uncertainty produce increases in liking
8. Shared Networks: Shared communication networks reduce uncertainty,
while lack of shared networks increases uncertainty. (Berger, 2012)
A. Verbal Communication
Berger menjelaskan mengenai komunikasi verbal yang dimunculkan
ketika berkomunikasi dengan orang asing. Menurut Berger, “Verbal
Communication: Given the high level of uncertainty present at the onset of
the entry phase, as the amount of verbal communication between strangers
increases, the level of uncertainty for each interactant in the relationship

8
will decrease. As uncertainty is further reduced, the amount of verbal
communication will increase.” Aksioma ini menjelaskan ketika komunikasi
verbal meningkat dan sering dilakukan, maka ketidakpastian akan menurun
(Berger, 2012).
Hal ini terjadi karena semakin lama komunikasi verbal dilakukan, akan
membuat seseorang menemukan hal yang membuat komunikasinya berjalan
dengan apa adanya, dan lebih percaya diri. Praktiknya dalam dunia bisnis
online menggunakan Instagram, ketika komunikasi verbal dilakukan secara
terus menerus, akan membuat konsumen nantinya lebih mengerti mengenai
apa yang ditawarkan penjual, dan rasa yakin konsumen terhadap produk
yang dijual akun bisnis tersebut akan senantiasa meningkat.
Dari hasil penelitian, komunikasi verbal yang dilakukan oleh penjual di
Instagram yaitu dengan cara mengunggah foto produk, memberikan caption
sebagai keterangan informasi produk, dan nomor telepon yang dapat
dihubungi untuk melakukan transaksi. Simpulan dari penelitian mengenai
aksioma verbal communication menurut aksioma Berger ini adalah
komunikasi verbal bisa diterapkan oleh pelaku bisnis online lainnya untuk
mengurangi ketidakpastian ketika berbisnis secara online menggunakan
Instagram.
B. Nonverbal Warmth
Pada proses komunikasi secara umum, kedekatan nonverbal sangat lah
penting untuk mengurangi rasa ketidakpastian dalam diri berkomunikasi,
berinteraksi dengan konsumennya. Terlebih lagi perdagangan online ini
terkadang tidak memungkinkan untuk penjual dan pembelinya melakukan
komunikasi secara langsung. Semua dilakukan secara online menggunakan
media sosial, atau aplikasi messanger yang digunakan pelaku bisnis.
Komunikasi secara langsung di dalam bisnis online hanya terjadi jika pelaku
bisnis melakukan sistem COD (Cash on Delivery) yaitu pembayaran
langsung ketika barang diantar oleh pemiliknya, tanpa bantuan jasa
pengiriman barang. Hal ini terjadi ketika seseorang berkomunikasi, orang
yang merasakan ketidakpastian atau kebingungan akan cenderung tidak

9
menunjukkan ekspresi, namun sebaliknya jika orang merasa yakin, orang
tersebut cenderung banyak memberikan ekspresi kepada lawan bicara secara
otomatis orang akan menunjukkan ekspresi yang jelas ketika
berkomunikasi, seperti contoh menganggukkan kepala, atau menggelengkan
kepala, dan berbagai macam ekspresi lainnya, yang mengindikasikan tidak
ada ketidakpastian dalam diri.

Dalam praktiknya, ekspresi ini bisa ditemukan pada komunikasi


langsung. Jika dalam hal jual beli, nonverbal warmth akan bisa ditemui
ketika penjual berinteraksi secara langsung dengan konsumennya, tanpa
menggunakan suatu media tertentu. Meskipun karena kemajuan teknologi,
media online sudah memberikan fitur ekspresi yaitu emoticon, sticker,
animasi, dan lain-lain yang tersedia di telepon genggam. Akan tetapi
praktiknya, orang cenderung bisa membohongi diri. Seperti contoh ketika
berkomunikasi secara online dan orang tersebut merasa kecewa, orang dapat
memberikan emoticon yang tidak menunjukkan rasa kecewanya sama
sekali. Hal ini yang menjadikan nonverbal warmth menurut hasil penelitian,
tidak bisa diterapkan untuk mengurangi ketidakpastian dalam bisnis online.
C. Information Seeking
Penting dalam berbisnis secara online untuk meningkatkan kemampuan
pelaku bisnis dalam menangkap secara kompleks informasi yang
disampaikan oleh konsumen selama berjualan secara online. Terlebih lagi,
proses pertukaran informasi yang terjadi antara penjual dan pembeli terjadi
di dunia maya. Pada komunikasi langsung, masih banyak terjadi perbedaan
persepsi antara komunikator dan komunikan dengan berbagai faktor.
Terlebih lagi pada komunikasi tidak langsung, informasi tidak mudah
ditangkap karena adanya perbedaan pemaknaan atau persepsi, dan gangguan
lain.
Dari pengalaman yang didapat selama penelitian di lapangan, cara
pelaku bisnis mengurangi ketidakpastian mengenai produknya akan diterima
atau tidak oleh konsumennya dengan mencari informasi terlebih dahulu

10
kepada konsumen secara langsung, dan komunitas dimana pelaku bisnis
bersangkutan tergabung, namun tetap tergantung pada informasi apa yang
dibutuhkan oleh pelaku bisnis. Dengan ini membuktikan bahwa aksioma
menurut Berger mengenai pencarian informasi itu dapat dilakukan untuk
mengurangi ketidakpastian yang dirasakan pelaku bisnis fashion online.
Aksioma ini juga bisa menjadi salah satu alternatif cara untuk pelaku bisnis
online lain khususnya pelaku bisnis online menggunakan Instagram, sebagai
solusi pengurangan ketidakpastian dalam dirinya.
D. Self Disclosure
Ketika seseorang merasakan ketidakpastian dengan lawan bicaranya,
maka tingkat kedekatannya dengan lawan bicara akan berkurang. Hal ini
akan sangat berpengaruh pada keakraban dengan lawan bicaranya kelak.
Dalam fenomena bisnis online, peneliti menanyakan mengenai kedekatan
pelaku bisnis dengan konsumennya, yang mana konsumen tersebut adalah
orang asing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Keramahan dan apa
adanya dalam berkomunikasi membuat pelanggan dan pelaku bisnis
memiliki hubungan yang sangat akrab. Tentunya hal ini akan berpengaruh
pada ketidakpastian yang dirasakan pada pelaku bisnis online. Kedekatan
dengan konsumennya akan meningkatkan kepastian ketika berjualan secara
online. Dapat ditarik kesimpulan sekaligus membuktikan bahwa self
disclosure yang terjadi ketika berkomunikasi dengan konsumen di dunia
bisnis online akan mengurangi ketidakpastian yang dirasakan. Walaupun
pada praktiknya memang keakraban atau kedekatan yang terjadi tidak
seintim pertemanan dengan sahabat, relasinya hanya sebatas pada hubungan
bisnis saja, namun keintiman pembicaraan tetap dirasakan antara pelaku
bisnis online dengan konsumennya.
E. Reciprocity
Aksioma reciprocity menurut Charles Berger akan dapat dilihat dari
tingkat seseorang menanggapi informasi yang telah disampaikan. Ketika
seseorang merasakan adanya ketidakpastian atau keraguan ketika
berkomunikasi dengan orang asing, orang tersebut akan cenderung

11
memberikan banyak tanggapan untuk memperoleh kepastian. Dari hasil
wawancara di lapangan itu pula, pelaku bisnis menyelesaikan perbedaan
persepsi antara penjual dan pembeli dengan komunikasi. Jadi baik dari
pihak konsumen maupun pihak penjual akan saling memberikan timbal
balik, dengan penyampaian yang baik, dan penuh kesabaran hingga
konsumen paham betul apa yang ingin pelaku bisnis online sampaikan,
rasa empati dan toleransi ketika berkomunikasi mengenai produk yang
dijualnya. Hal ini akan berbeda ketika konsumen yakin dan paham betul
dengan apa yang ditawarkan oleh penjual, timbal balik antara penjual dan
pembeli online tidak akan sebanyak ketika konsumen mengalami
ketidakpastian. Dapat disimpulkan bahwa tingginya timbal balik yang
terjadi akan cenderung memiliki dampak pada berkurangnya rasa
ketidakpastian dalam diri seseorang.
F. Similarity
Dalam Aksioma (Berger, 2012) menyatakan, “Similarities between
persons reduce uncertainty, while dissimilarities produce increases in
uncertainty.” Fokus pada aksioma ini adalah ketika komunikator
berinteraksi dengan komunikasi yang memiliki kesamaan di berbagai
bidang, seperti kesamaan kepribadian, kesamaan hobi, dan kesamaan
lainnya dengan orang asing, akan mengurangi rasa ketidakpastian dalam
diri. Dengan kesamaan tersebut, seorang komunikator akan dengan mudah
memprediksi bagaimana seharusnya bersikap kemudian. Ketika kesamaan
antara dua belah pihak sudah dapat ditemukan, maka komunikasi akan
berjalan dengan baik. Dalam kaitannya dengan dunia bisnis secara online,
jika merujuk pada aksioma Berger, maka seharusnya komunikasi yang
dibutuhkan dalam penjualan online melalui Instagram ini akan merujuk
pada aksioma tersebut, dimana seorang penjual harus memiliki kesamaan
kepribadian dengan pembeli online. Sehingga komunikasi antar keduanya
bisa berjalan baik. Akan tetapi, yang terjadi dalam dunia bisnis online yaitu
seorang penjual tidak mencari kesamaan dulu terhadap konsumennya ketika
berkomunikasi. Ketika berbisnis secara online, penjual akan bertemu

12
dengan konsumen yang sangat heterogen dari segi kepribadiannya.
Persamaan dan perbedaan kepribadian konsumen itu langsung tampak
dengan sendirinya tanpa harus dicari tahu. Akan tetapi aksioma ini tidak
bisa sepenuhnya dilakukan oleh pebisnis online, karena konsumen yang
ditemui bersifat heterogen, sehingga tidak bisa memilah mana konsumen
yang memiliki kesamaan dengan pelaku bisnis, dan mana yang tidak sama.
Oleh karena itu, aksioma ini tidak memiliki kecenderungan dampak untuk
mengurangi ketidakpastian pelaku bisnis online menggunakan Instagram.
G. Liking
Demi mengurangi ketidakpastian ketika berkomunikasi dengan orang
asing, hal yang dilakukan oleh pelaku bisnis online untuk mengurangi
ketidakpastiannya yaitu dengan meningkatkan ketertarikan dengan
komunikan. “Increases in uncertainty level produce decreases in liking;
decreases in uncertainty produce increases in liking,” menurut (Berger,
2012). Komunikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah konsumen.
Dengan meningkatkan ketertarikan terhadap konsumen, menurut aksioma
Berger hal itu akan berpengaruh pada penurunan ketidakpastian yang
dirasakan oleh komunikator. Peningkatakan ketertarikan dalam bisnis online
bisa dinilai ketika konsumen dan penjual saling mengungkapkan
ketertarikan atau ketergantungan terhadap barang yang ditawarkan. Akan
tetapi dalam praktik berbisnis online, penelitian menunjukkan bahwa
komunikator tidak perlu mengungkapkan rasa ketergantungannya terhadap
konsumen untuk mengurangi kecemasan bisnisnya. Walaupun di lapangan
tetap ditemukan pelaku bisnis yang saling mengungkapkan rasa
ketergantungannya terhadap konsumen. Hal yang penting yaitu memberi
rekomendasi untuk kembali bertransaksi di tokonya kemudian hari,
sehingga perdagangan secara online tetap sukses terlaksana dan
ketidakpastian yang dirasakan dapat berkurang.
H. Shared Networks
Shared networks merupakan salah satu aksioma yang sesegera mungkin
akan dimasukan dalam aksioma Berger mengenai Uncertainty Reduction.

13
Shared networks bukan merupakan aksioma asli yang dikemukakan Berger,
melainkan hasil gagasan yang muncul karena pengembangan hasil
penelitian sarjana komunikasi lain yang akan dimasukkan ke dalam aksioma
URT Berger mengenai ketidakpastian di luar batas pertemuan kedua orang
asing saat pertama kali bertemu. Aksioma ini memberikan pernyataan
yaitu, “Shared communication networks reduce uncertainty, while lack of
shared networks increases uncertainty.” Dengan bahasa yang lebih mudah,
shared communication networks akan mengurangi ketidakpastian yang
dialami seseorang. Sebaliknya, kurangnya shared communication networks
akan menambah rasa ketidakpastian yang dialami.
Berdasarkan hasil penelitian, shared networks ini sangat berdampak
pada pengurangan ketidakpastian apakah barangnya akan bisa diterima oleh
konsumen atau tidak. Hal ini sangat berdampak karena semakin luas
jaringan komunikasi yang dilakukan oleh pelaku bisnis online akan semakin
luas pula produk yang ia tawarkan itu dikenal konsumen. Semakin luas
komunikasi dilakukan, akan mengurangi ketidakpastian yang dirasakan oleh
pelaku bisnis online menggunakan Instagram. Hal ini terjadi karena semua
serba modern dan jaringan komunikasi luas menggunakan produk internet
yaitu media sosial akan membantu suksesnya penjualan secara online.

Kesimpulan

Terdapat delapan aksioma yang dikemukan Berger yaitu verbal


communication, nonverbal warmth, information seeking, self disclosure,
reciprocity, similarity, liking, shared networks yang merupakan basic
cause dari ketidakpastian yang harus dimunculkan pelaku bisnis online
ketika bertemu dengan konsumen barunya. Ditemukan bahwa tidak semua
dapat diterapkan ketika melakukan bisnis secara online menggunakan
media sosial Instagram. Beberapa aksioma tersebut berdasarkan hasil
wawancara dengan informan, memang perlu diatasi dengan skill
komunikasi yang baik dengan konsumennya.

14
Dalam fenomena bisnis online, berdasarkan dimensi URT
(Uncertainty Reduction Theory) ditemukan bahwa nonverbal warmth
tidak memiliki kecenderungan dampak pada sukses atau tidaknya bisnis
online. Nonverbal warmth hanya berdampak pada penilaian konsumen
terhadap pelayanan yang diberikan oleh pelaku bisnis kepada
konsumennya. Ketika nonverbal warmth itu dilakukan hanya berpengaruh
pada penialain keramahan yang didapat oleh pelaku bisnis, namun tidak
bisa memberikan dampak pada pengurangan ketidakpastian yang
dirasakan oleh pelaku bisnis. Selain itu aksioma similarity juga tidak bisa
diterapkan dalam fenomena bisnis online karena penjual selalu bertemu
dengan konsumen yang sangat heterogen melalui media sosial Instagram.
Waktu bertemunya penjual dan pembeli yang tidak bisa diprediksi juga
membuat penjual tidak bisa mencari persamaan dan perbedaan satu sama
lain terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakpastiannya dalam
berkomunikasi dengan orang asing. Hal itu membuat pelaku bisnis online
tidak bisa mencari kesamaan terlebih dahulu dalam berkomunikasi dengan
orang asing. Beberapa aksioma lain menurut Berger yang sangat dapat
diterapkan dan memiliki kecenderungan dampak pada pengurangan
ketidakpastian oleh pelaku bisnis online yang sangat perlu untuk dilakukan
dan dikelola dengan baik yaitu Verbal Communication, Self Disclosure,
Information Seeking, Reciprocity, Liking, dan Shared Networks.

Daftar Pustaka
Berger, C. (2012). Uncertainty Reduction Theory. Dalam E. Griffin, A First Look
At Communication Theory (8 ed., hal. 125). New York: Mc Graw Hill.
Cahyono, A. S. (2016). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial
Masyarakat di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , 9(1), 140-
157.
Chatterjee, S., & Datta, P. (2008). Examining Inefficiencies and COnsumer
Uncertainty in E-Commerce. Communications of The Association for
Information Systems, 22(29), 525-547.
Chunping, J. (2013). Reducing Online Consumer Uncertainty. Disertasi, City
University of Hongkong, Information Systems, Kowloon.

15
Griffin, E. (2012). A First Look at Communication Theory (8 ed.). New York: Mc
Graw Hill.
Gudykunst, W. B. (2006). Anxiety Uncertainty Management. Dalam E. M.
Griffin, A First Look at Communication Theory (hal. 426-438). New York:
Mc Graw Hill.
Iriantara, Y. (2015). Modul Komunikasi Bisnis. Tangerang: Universitas Terbuka.
Mulawarman, & Nurfitri, A. D. (2017). Perilaku Pengguna Media Sosial beserta
Implikasinya Ditinjau dari Perspektif Psikologi Sosial Terapan. Buletin
Psikologi, 25(1), 36-44.
Mulyana, D. (2010). Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Putra, A. Y. (2014). Strategi Komunikasi BNN (Badan Narkotika Nasional Kota
Samarinda dalam Mensosialisasikan Bahaya Narkoba). E-Journal Ilmu
Komunikasi, 2(2), 78-88.
Septiawan, A. S., & Alkhair, J. F. (2015). Makalah tentang E-Commerce.
Sutopo, H. B. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif Dasr Teori dan
Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Ting, H., Ming, W. P., Run, E. C., & Choo, S. L. (2015). Beliefs about The Use of
Instagram: An Exploratory Study. International Journal of Business and
Innovation, 2(2), 15-31.
Yazdanifard, R., Sade, A. B., Wada, G. N., & Yusoff, W. W. (2011, Juni).
Uncertainties Faced in E-Shopping; Suggesting Possible Solution.
nternational Journal of e-Education, e-Business, e-Management and e-
Learning, 1(2), 110-114.

16

You might also like