Professional Documents
Culture Documents
295-Article Text-23178-1-10-20140718
295-Article Text-23178-1-10-20140718
3
ISSN 0126-0472
Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005
ABSTRACT
Chromium appears to be an essential trace element since 1959, but its effect on ruminal
microbes is not clear yet. This experiment was conducted to study the effects of organic
chromium supplementation on rumen fermentation activity. An in vitro technique was
held using randomized block design with 13 treatments and 3 replications. There were four
kinds of organic Cr used, produced with four different species of fungi as carriers. Fungi
used as carriers were Saccharomyces cerevisiae, Aspergillus oryzae, Rhizophus oryzae
and “ragi tape”. The result indicated that the optimum organic Cr supplementation was 1
mg organic Cr/kg dry matter. Supplementation of 1 mg organic Cr/kg dry matter increased
dry matter and organic matter digestibilities. It also tended to increase NH3 and total VFA
production. Propionate production increased, which decreased methane production and
increased hexose conversion efficiency in several treatments. Each fungus used as carrier
of organic Cr resulted in different effects on rumen fermentation activity, but the effects
was within a normal range. It was concluded that either Saccharomyces cerevisiae,
Aspergillus oryzae, Rhizophus oryzae or “ragi tape” could be used as carrier in organic Cr
production.
Key words : organic Cr, ruminal microbes, Saccharomyces cerevisiae, Aspergillus oryzae,
Rhizophus oryzae, “ragi tape”
13. Ragi tape 3 = kontrol + Cr-org ragi tape Uji kecernaan dilakukan dengan metode
sebanyak 3 mg/kg ransum Tilley & Terry (1963). Tahapan analisis sama
Bahan dasar ransum kontrol yang seperti yang dilakukan pada fermentasi in vitro,
digunakan adalah rumput gajah dan konsentrat tetapi waktu inkubasi dilanjutkan sampai 24
dengan perbandingan 50:50. Komposisi nutrien jam. Setelah pencernaan fermentatif (anaerob)
ransum kontrol dapat dilihat pada Tabel 1. selama 24 jam, tutup tabung dibuka dan
Parameter yang diukur adalah kecernaan ditambahkan 0,2 ml HgCl 2 . Campuran
bahan kering dan bahan organik, VFA total, VFA disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm
individual, dan NH 3. Sebanyak satu gram selama 10 menit dan supernatan dibuang,
sampel ransum dimasukkan ke dalam tabung kemudian ke dalam tabung ditambahkan 20 ml
fermentor, kemudian ditambahkan larutan larutan pepsin 0,2%. Inkubasi dilanjutkan
McDougall sebanyak 12 ml dan cairan rumen selama 24 jam secara aerob. Sisa pencernaan
sapi 8 ml. Tabung ditambahkan gas CO2 selama disaring dengan kertas saring Whatman nomor
30 detik untuk menciptakan kondisi anaerob dan 41 dengan bantuan pompa vakum. Hasil
disumbat dengan tutup karet. Selanjutnya saringan dimasukkan ke dalam cawan porselin
tabung dimasukkan ke dalam shaker bath dan dan dikeringkan dengan oven 105oC untuk
difermentasi selama 6 jam. Sumbat karet dibuka mengetahui residu bahan kering dan diabukan
dan ditambahkan 0,2 ml HgCl2 jenuh untuk dalam tanur 600oC untuk menghitung residu
membunuh mikroba sehingga fermentasi bahan organiknya.
terhenti. Kemudian tabung disentrifugasi pada
kecepatan 10000 rpm selama 10 menit, dan Analisis Data
supernatan diambil untuk analisis VFA total,
VFA individual, dan NH3. VFA total diukur Data yang diperoleh dianalisa dengan
dengan metode destilasi uap, NH 3 diukur menggunakan sidik ragam (analysis of
dengan metode mikrodifusi Conway (Sutardi, variance) dan apabila ada perbedaan di antara
1994), serta VFA individual dilakukan dengan perlakuan dilanjutkan dengan uji orthogonal
teknik kromatografi gas (Adnan, 1997). kontras (Steel & Torrie, 1981).
dengan nilai kecernaan bahan kering. konsentrasi Cr yang terlalu tinggi. Suplementasi
Suplementasi Cr organik dengan carrier S. Cr sebesar 3 mg/kg ransum nilai kecernaan
cerevisiae sebesar 1 dan 2 mg/kg ransum sudah bahan organik yang dihasilkan kembali
dapat meningkatkan nilai kecernaan bahan meningkat secara signifikan (P<0,01). Hal
organik ransum secara nyata (P<0,01) tersebut menunjukkan adanya upaya adaptasi
dibandingkan dengan ransum kontrol. dari mikroba rumen terhadap aditif yang
Peningkatan Cr organik menjadi 3 mg/kg diberikan. Suplementasi Cr organik yang
ransum menghasilkan nilai kecernaan bahan menggunakan ragi tape sebagai carrier
organik yang menurun pada taraf yang sama memberikan nilai kecernaan bahan organik yang
dengan kontrol. Demikian pula dengan lebih tinggi dari ransum kontrol (P<0,01) pada
suplementasi Cr organik yang menggunakan semua taraf yang digunakan (1, 2 dan 3 mg/kg
carrier A. oryzae. Suplementasi sebanyak 1 mg/ ransum).
kg ransum mampu meningkatkan kecernaan Berdasarkan level Cr organik yang
bahan organik ransum secara nyata (P<0,01), digunakan, nilai kecernaan bahan kering dan
tetapi kembali menurun sesuai dengan bahan organik memberikan respon yang serupa.
peningkatan taraf Cr organik yang digunakan. Pemakaian 1 mg Cr organik /kg ransum sudah
Suplementasi Cr organik yang dapat meningkatkan nilai kecernaan ransum.
menggunakan carrier R. oryzae memberikan Nilai kecernaan ransum justru menurun pada
hasil yang sedikit berbeda. Suplementasi suplementasi Cr organik sebesar 2 mg/kg
sebesar 1 mg/kg ransum memberikan nilai ransum dan kembali naik pada pemakaian 3 mg/
kecernaan bahan organik yang lebih tinggi dari kg ransum (Gambar 1).
kontrol (P<0,01), dan menurun pada Penggunaan Cr organik yang terbaik
suplementasi sebesar 2 mg/kg ransum. dalam penelitian ini adalah 1 mg/kg ransum.
Penurunan tersebut diduga disebabkan Peningkatan nilai kecernaan tersebut
46.0
45.5
45.0
Koefisien cerna (%)
44.5
44.0
43.5
43.0
42.5
42.0
0 1 2 3
Level Cr organik (mg/kg)
KCBK KCBO
disebabkan kinerja mikroba rumen yang penelitian ini cukup tinggi namun masih dalam
semakin aktif karena suplai energi yang cukup kisaran yang mendukung pertumbuhan mikroba
sebagai pengaruh suplementasi Cr organik. Hal rumen (Tabel 3). Suplementasi Cr organik
itu menunjukkan Cr merupakan mineral yang sebesar 1 mg/kg ransum belum menunjukkan
penting bagi mikroba rumen. Suplementasi Cr konsentrasi amonia yang berbeda dengan
organik akan meningkatkan efisiensi kontrol, kecuali pada Cr organik dengan carrier
pengambilan energi oleh mikroba rumen A. oryzae. Suplementasi Cr organik sebesar 2
sehingga dapat mencerna ransum dengan lebih mg/kg ransum dapat meningkatkan konsentrasi
baik (Kegley & Spears, 1995; Kegley et al., amonia lebih tinggi dari ransum kontrol secara
2000). Kecernaan yang meningkat akan nyata (P<0,01), pada semua jenis fungi yang
meningkatkan ketersediaan nutrien yang digunakan.
dibutuhkan oleh mikroba tersebut. Selain itu, Tingginya konsentrasi amonia
peningkatan nilai kecernaan dipengaruhi oleh menunjukkan tingginya nilai protein yang
adanya fungi yang berperan sebagai carrier Cr mudah didegradasi dalam ransum tersebut. Cr
organik. Keberadaan fungi dapat membantu organik yang diberikan dalam penelitian ini
dalam pencernaan pencernaan dengan enzim- merupakan mikroorganisme yang tinggi
enzim yang dihasilkan seperti amilase, protease kandungan proteinnya. Hal tersebut diduga ikut
dan lipase sehingga mikroba rumen lebih mudah menyebabkan tingginya nilai amonia yang
dalam mencerna pakan (Martin & Nisbet, 1992; dihasilkan.
Beauchemin et al., 2003).
Konsentrasi amonia dapat dipengaruhi
oleh aktivitas proteolitik dari kedua fungi (R.
Amonia
oryzae dan A. oryzae) yang digunakan sebagai
carrier pada suplementasi Cr organik. Enzim
Amonia adalah sumber nitrogen yang
protease yang dihasilkan oleh kedua fungi
utama dan sangat penting untuk sintesis protein
tersebut meningkatkan proses pencernaan
mikroba rumen. Konsentrasi amonia di dalam
rumen merupakan suatu besaran yang sangat protein dengan memecah substrat protein
penting untuk dikendalikan, karena sangat menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga
menentukan optimasi pertumbuhan biomassa lebih mudah dicerna dan amonia yang
mikroba rumen. Sekitar 80% mikroba rumen dihasilkan meningkat (Ghorbani et al., 2002).
dapat menggunakan amonia sebagai sumber
nitrogen untuk petumbuhannya (Arora, 1995). Komposisi VFA Individual
Kisaran konsentrasi optimal amonia di
cairan rumen sangat bervariasi. Hoover & Miller Perbedaan konsentrasi VFA dapat terjadi
(1992) menyatakan bahwa konsentrasi amonia karena model fermentasi di dalam rumen
yang kurang dari 3,57 mM dapat menghambat ditentukan oleh komposisi populasi mikroba,
pertumbuhan mikroba rumen, sedangkan yang sangat dipengaruhi oleh ransum. Empat
menurut McDonald et al. (1995) kisaran spesies fungi yang digunakan dalam pembuatan
konsentrasi amonia yang baik adalah 6–12 mM. Cr organik memberikan respon yang berbeda
Sementara Preston & Leng (1987) menyatakan terhadap produksi VFA total. Menurut Forbes
bahwa kisaran normal konsentrasi amonia & France (1993) konsentrasi VFA total dalam
adalah 2,9–14,7 mM. cairan rumen umumnya berkisar antara 70–130
Mengacu pada batasan tersebut, rataan mM, sementara menurut Bergman (1983)
konsentrasi amonia yang dihasilkan dari berkisar antara 79–150 mM.
Tabel 3. Konsentrasi NH3 dan VFA total pada pemberian ransum penelitian yang berbeda (mM)
Produksi VFA paling rendah dari mengarah ke peningkatan pasokan energi untuk
penelitian ini dihasilkan oleh ransum dengan Cr produksi.
organik dengan carrier R. oryzae (Tabel 3). Hal Pengaruh suplementasi Cr organik
ini kemungkinan disebabkan oleh adanya zat terhadap proporsi molar asam butirat sangat
antagonis bagi pertumbuhan mikroba rumen. bervariasi. Suplementasi 1 mg/kg ransum Cr
Jayanegara (2003) menyimpulkan bahwa organik dengan carrier S. cerevisiae dan A.
kapang Rhizopus sp. mempunyai zat antagonis oryzae tidak mengubah proporsi molar butirat.
yang mengakibatkan terhambatnya penyerapan Semakin tinggi taraf Cr organik yang diberikan
monosakarida oleh mikroba rumen. akan menurunkan proporsi molar butirat
Suplementasi Cr dalam penelitian ini (P<0,01). Sementara itu proporsi molar butirat
dapat membuat sistem fermentasi rumen tidak dipengaruhi oleh suplementasi Cr organik
mengarah ke sintesis propionat (Tabel 4). dengan carrier R. oryzae pada seluruh level baik
Peningkatan produksi propionat ini lebih 1, 2, maupun 3 mg/kg ransum.
menguntungkan untuk pertumbuhan atau Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penggemukan ternak. Propionat merupakan rataan proporsi molar butirat dari ransum yang
VFA yang bersifat glukogenik, artinya dapat disuplementasi Cr organik yang menggunakan
menjadi prekursor dalam sintesis glukosa ragi tape sebagai carrier paling tinggi (P<0,05)
melalui proses glukoneogenesis (McDonald et dibandingkan dengan ketiga fungi lainnya. Hal
al., 1995). Berarti suplementasi Cr yang tersebut dapat terjadi karena di dalam ragi tape
diberikan dapat berpengaruh terhadap kinerja terdapat berbagai jenis fungi yang saling
mikroba rumen sehingga metabolisme berinteraksi, sehingga kombinasi berbagai fungi
inilah yang diduga dapat meningkatkan butirat secara keseluruhan (Tabel 5), tetapi
yang dihasilkan oleh suplementasi Cr organik suplementasi Cr memberikan pola produksi
yang menggunakan ragi tape. isoacids yang berbeda pada setiap fungi yang
Keberadaan mikroba rumen selain digunakan. Ransum kontrol menghasilkan
berperan dalam proses pencernaan pakan secara isobutirat sebesar 2,91% mM. Suplementasi 1
fermentatif juga berperan sebagai pemasok mg Cr organik/kg ransum dengan carrier S.
sumber protein bagi ternak. Mikroorganisme cerevisiae dan ragi tape menghasilkan proporsi
rumen membutuhkan pasokan nutrien yang molar isobutirat yang meningkat (P<0,05).
cukup untuk dapat berkembang dan melakukan Suplementasi Cr organik 2 mg/kg ransum
pencernaan fermentatif dengan baik. Sintesis justru menurunkan proporsi molar isobutirat dan
protein mikroba rumen membutuhkan asam kembali meningkat pada suplementasi Cr
lemak rantai cabang sebagai prekursor. Asam organik sebesar 3 mg/kg (P<0,05). Sementara
lemak rantai cabang tersebut meliputi asam suplementasi Cr organik dengan A. oryzae dan
isobutirat (i-C4), asam isovalerat (i-C5), dan R. oryzae sebagai carrier meningkatkan
asam 2-metilbutirat (2Me-C 4) (Russel & (P<0,05) proporsi molar isobutirat pada level 2
Sniffen, 1984). mg/kg ransum. Peningkatan Cr organik menjadi
Jenis fungi yang digunakan sebagai 3 mg/kg ransum justru menurunkan isobutirat
carrier pada penelitian ini, dalam pembuatan (P<0,05) yang dihasilkan.
Cr organik tidak berpengaruh terhadap proporsi Suplementasi Cr organik yang diberikan
molar isobutirat, isovalerat maupun isoacids juga tidak berpengaruh nyata terhadap proporsi
Keterangan : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).
molar isovalerat dan isoacids. Proporsi molar Peningkatan isoacids tersebut diharapkan
isovalerat mempunyai pola yang hampir sama dapat meningkatkan sintesis protein mikroba
dengan isobutirat. Namun demikian, secara karena isoacids merupakan sumber kerangka
umum suplementasi Cr dapat meningkatkan karbon bagi bakteri untuk biosintesis asam-
proporsi molar isoacids (Gambar 2). asam amino rantai cabang, berturut-turut valin,
Suplementasi Cr organik 2 mg/kg ransum leusin, dan isoleusin. Isoacids tersebut disintesis
merupakan taraf terbaik dimana dapat dari protein dan sumber karbon lain selama
proses fermentasi di dalam rumen (Czerkawski,
menghasilkan proporsi isoacids tertinggi.
1986).
Isoacids yang proporsi molarnya
meningkat dalam penelitian ini adalah
Nisbah A/P, NGR, Produksi Metan dan
isobutirat, yang pada akhirnya menyebabkan Efisiensi Konversi Heksosa
peningkatan proporsi molar isoacids secara
keseluruhan. Meskipun mekanismenya belum Data VFA individual dalam cairan rumen
dapat diketahui pasti, Besong et al. (2001) dapat digunakan untuk mengetahui nilai nisbah
menyatakan bahwa suplementasi Cr organik A/P, NGR, produksi metan dan efisiensi
pada dosis yang tepat akan mempengaruhi konversi heksosa (Orskov & Ryle, 1990), yang
produksi propionat, butirat, dan isobutirat dalam dapat dilihat pada Tabel 6. Pemberian Cr
cairan rumen, dimana pemakaian 1,6 mg Cr/kg organik tidak berpengaruh secara nyata terhadap
ransum dapat meningkatkan proporsi molar nisbah A/P, tetapi terlihat kecenderungan nisbah
isobutirat. A/P yang lebih rendah dari kontrol. Hal ini
8
Isoacids (%mM)
6
0
0 1 2 3
menunjukkan bahwa proporsi propionat yang terhadap produksi metan, tetapi terlihat bahwa
meningkat di dalam rumen, dibandingkan produksi metan ransum perlakuan lebih rendah
dengan asetat. Suplementasi Cr yang berperan dari kontrol. Rendahnya produksi metan berarti
dalam metabolisme glukosa mempengaruhi akan meningkatkan nilai efisiensi konversi
produksi propionat yang bersifat glukogenik. heksosa, karena semakin sedikit energi yang
Sistem fermentasi rumen yang mengarah terbuang dalam bentuk metan. Berdasarkan
ke propionat juga mengakibatkan nilai non efisiensi penggunaan energi ransum, sistem
glucogenic ratio (NGR) cenderung menurun. fermentasi rumen yang mengarah ke sintesis
NGR adalah perbandingan antara asam lemak asam propionat akan lebih menguntungkan
terbang yang bersifat non-glukogenik dan (Orskov & Ryle, 1990), karena energi yang
glukogenik. Peningkatan propionat yang terbuang sebagai gas metan akan berkurang.
bersifat glukogenik akan menurunkan nilai Nilai efisiensi konversi heksosa menjadi VFA
NGR. Nilai NGR pada ransum kontrol adalah tersebut dapat diduga dari data VFA individual.
2,49 sedangkan suplementasi Cr organik 1, 2, Peningkatan efisiensi konversi heksosa
dan 3 mg/kg ransum menyebabkan turunnya dengan suplementasi Cr organik terjadi pada
nilai NGR menjadi 1,72; 1,66 dan 1,89. level 2 mg/kg ransum untuk Cr organik dengan
Nilai NGR berhubungan erat dengan carrier S. cerevisiae dan A. oryzae. Efisiensi
produksi gas metan. NGR dan metan konversi heksosa yang diperoleh pada ransum
mempunyai korelasi positif, yang berarti perlakuan tersebut nyata lebih tinggi (P<0,01)
semakin rendah nilai NGR semakin rendah pula dibanding ransum kontrol. Suplementasi Cr
produksi metan. Adanya indikasi penurunan organik dengan carrier R. oryzae dan ragi tape
produksi gas metan juga didukung oleh hasil dapat meningkatkan efisiensi konversi heksosa
estimasi produksi metan yang dihitung secara signifikan (P<0,01) pada taraf 1 mg/kg
berdasarkan stoikiometri sintesis asetat, ransum. Suplementasi Cr organik menunjukkan
propionat dan butirat. Suplementasi Cr organik kecenderungan peningkatan efisiensi konversi
tidak menghasilkan perubahan yang signifikan heksosa.
Tabel 6. Nisbah A/P, NGR, produksi metan, dan efisiensi konversi heksosa
Efisiensi konversi
Metan heksosa
Perlakuan Nisbah A/P NGR
(mM) (%)
Keterangan : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).
Penggunaan fungi yang berbeda sebagai kering dan bahan organik dibandingkan dengan
carrier ternyata menimbulkan respon yang kontrol pada semua fungi yang digunakan.
berbeda pula. Hal tersebut disebabkan sifat dari Suplementasi Cr organik dapat meningkatkan
fungi itu sendiri dan interaksinya terhadap produksi NH3 dan VFA total. Hasil analisis VFA
mikroba rumen dan daya cerna terhadap ransum individual terlihat bahwa suplementasi Cr
dalam rumen. Dua kapang yang digunakan organik pada taraf pemakaian yang tepat dapat
bersifat proteolitik sedangkan khamir yang meningkatkan proporsi molar valerat dan
bersifat amilolitik lebih berperan dalam
isobutirat. Empat spesies fungi yang digunakan
metabolisme glukosa, sedangkan ragi tape
dapat dipakai sebagai carrier dalam pembuatan
merupakan campuran antara kapang, khamir
Cr organik karena tidak mengakibatkan efek
dan terkadang terdapat bakteri (Saono, 1984).
Perbedaan tersebut memberikan respon yang negatif bagi aktivitas fermentasi rumen.
berbeda terhadap mikroba rumen dan proses
fermentasi rumen (Martin & Nisbet, 1992; Yoon DAFTAR PUSTAKA
& Stern, 1996).
Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi untuk
Analisis Bahan Makanan. Penerbit Andi,
KESIMPULAN
Yogyakarta.
Anderson, R.A. 1987. Chromium. In: W. Mertz
Percobaan in vitro menunjukkan bahwa (Ed.). Trace Elements in Human and Animal
suplementasi Cr organik sebanyak 1 mg/kg Nutrition. Ed ke-5. Academic Press, Inc., San
ransum dapat meningkatkan kecernaan bahan Diego, California.
Arora, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba pada T.P. Lyons & K.A. Jacques (Eds.).
Ruminansia. Murwani R, penerjemah; Biotechnology in The Feed Industry. Proc. of
Srigandono B, editor. Ed ke-2. Terjemahan Alltech’s 11 th Annual Symposium.
dari: Microbial Digestion in Ruminants.Gajah Nottingham University Press:1-29.
Mada University Press, Yogyakarta. Martin, S.A. & D.J. Nisbet. 1992. Effect of direct-
Beauchemin, K.A., W.Z.Yang, D.P. Morgavi, G.R. fed microbials on rumen microbial
Ghorbani, W. Kautz, & J.A.Z. Leedle. fermentation. J. Dairy Sci. 75:1736-1744.
2003. Effects of bacterial direct-fed microbial McDonald, P., R. Edwards, J.F.D. Greenhalgh,
and yeast on site and extent of digestion, blood & C.A. Morgan. 1995. Animal Nutrition. 5th
chemistry, and subclinical ruminal acidosis in Ed. Longman Scientific and Technical, New
feedlot cattle. J. Anim. Sci. 81:1628-1640. York.
Bergman, E.N. 1983. Dynamic Biochemistry of Mertz, W. 1998. Chromium research from a
Animal Production. Elsevier, New York. distance: from 1959 to 1980. J. Am. College
Besong, S., J.A. Jackson, D.S. Trammell, & V. of Nutrition 17:544-547.
Akay. 2001. Influence of supplemental Muktiani, A. 2002. Penggunaan hidrolisat bulu
chromium on concentrations of liver ayam dan sorghum serta suplemen kromium
triglyceride, blood metabolites and rumen organik untuk meningkatkan produksi susu
VFA profile in steers fed a moderately high pada sapi perah. Disertasi. Program
fat diet. J. Dairy Sci. 84:1679-1685. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Burton, J.L. 1995. Supplemental chromium: its Orskov, E.R. & M. Ryle. 1990. Energy Nutrition
benefits to the bovine immune system. Anim. in Ruminant. Elsevier Applied Science,
Feed Sci. Technology 53: 117-125. London.
Czerkawski, J.W. 1986. An Introduction to Rumen Preston, T.R. & R.A. Leng. 1987. Matching
Studies. Pergamon Press, New York. Ruminant Production System with Available
Forbes, J.M. & J. France. 1993. Quantitative Resources in Tropic. Penambul Book,
Aspects of Ruminant Digestion and Armidale.
Metabolism. CAB International, London. Russel, J.B. & C.J. Sniffen. 1984. Effect of carbon-
Ghorbani, G.R., D.P. Morgavi, K.A. Beauchemin, 4 and carbon-5 volatile fatty acids on growth
& J.A.Z. Leedle. 2002. Effects of bacterial of mixed rumen bacteria. J. Dairy Sci. 67:987-
direct-fed microbials on ruminal fermentation, 994.
blood variables, and the microbial population Saono, J.K.D. 1984. Pengawetan berbagai Khamir
of feedlot cattle. J.Anim. Sci. 80:1977-1986. dan Kapang Industri di dalam Ragi Kultur
Hoover, W.H. & T.K. Miller. 1992. Rumen Tunggal. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.
Digestive Physiology and Microbial Ecology. Sutardi, T. 1994. Peningkatan Produksi Ternak
Agric. Forestry Exp. Station, West Virginia Ruminansia Melalui Amoniasi Pakan Serat
University, Morgantown, West Virginia. Bermutu Rendah, Defaunasi dan
Jayanegara, A. 2003. Uji in vitro ransum yang Suplementasi Sumber Protein Tahan
disuplementasi kromium anorganik dan Degradasi dalam Rumen. Laporan Penelitian
organic. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Hibah Bersaing 1993/1994. Institut Pertanian
Pertanian Bogor, Bogor. Bogor, Bogor.
Kegley, E.B. & J.W. Spears. 1995. Immune Steel, R.G.D. & J.H. Torrie. 1981. Principles and
response, glucose metabolism, and Procedures of Statistics. A Biometrical
performance of stressed feeder calves fed Approach. 2nd Ed. McGraw Hill Kogashusha,
inorganic or organic chromium. J. Anim. Sci. Ltd., Tokyo.
73:2721-2726. Tilley, J.M.A. & R.A. Terry. 1963. Two-stage
Kegley, E.B., D.L. Galloway, & T.M. Fakler. 2000. technique for the in vitro digestion of forage
Effect of dietary chromium-L-methionine on crops. J. British Grassland Soc. 18: 104-110.
glucose metabolism of beef steers. J. Anim. Yoon, I.K. & M.D. Stern. 1996. Effects of
Sci. 78:3177-3183. Saccharomyces cerevisiae and Aspergillus
Lyons, T.P. 1995. Biotechnology in The Feed oryzae cultures on ruminal fermentation in
Industry: A look Forward and Backward. In: dairy cows. J. Dairy Sci. 79:411-417.