You are on page 1of 7

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Jurnal STAHN MPU Kuturan Singaraja

Purwadita: Jurnal Agama dan Budaya


Volume 1 Nomor 2, 2017

INTERNALISASI NILAI SAKRAL DALAM TRADISI OMED-OMEDAN


DI BANJAR KAJA KELURAHAN SESETAN KOTA DENPASAR

Oleh
Ni Wayan Juli Artiningsih
STAHN Mpu Kuturan Singaraja
email: wayanjuliartiningsih23@gmail.com

ABSTRACT

Balinese always preserve cultural traditions as the inheritance of their ancestors. Omed-omedan
tradition is a unique and rare tradition since such tradition cannot be encountered in other areas.
Therefore, it is interesting to be discussed in a paper. This reseacrh was aimed at finding out: How is the
process of implementation of Omed-omedan tradition at Banjar Kaja Kelurahan Sesetan, South Denpasar
Sub-District, Denpasar City?, What is the relationship between Omed-omedan tradition and the series of
Nyepi Holiday at Banjar Kaja Kelurahan Sesetan, South Denpasar Sub-District Denpasar City? What is
the meaning of Omed-omedan tradition for the people at Banjar Kaja Kelurahan Sesetan, South
Denpasar Sub-District, Denpasar City? The theoretical bases applied in this research are 1). Culture, 2).
Religious systems, 3). Society. The results of the research show that the implementation of Omed-omedan
Tradition must be conducted as it relates to Ida Bhatara Sesuhunan at in Banjar Kaja Sesetan temple,
which is believed to be able to provide safety for His people, in addition, Omedomedan tradition is also
an event of Masima Krama (visit and forgive each other) to welcome Caka New Year (Nyepi Holiday).
The conclusions of this research are 1). Omed-omedan tradition is Purwa Dresta, namely a religious
custom and it is not allowed if it is not conducted because if it is not conducted, it is believed it would
lead to the undesirable things, 2). In its performance, Omed-omedan tradition is an event of Masima
Krama in order to welcome Caka New Year, 3). The meaning of this Omed-omedan tradition is as a
devotion to Ida Bhatara Sesuhunan, as by always conducting this tradition, the members of Banjar Kaja
Sesetan are believed to always have His protection.

Keywords: Omed-omedan Tradition, Traditional Village, Internalization of sacred value

I. PENDAHULUAN terpisahkan satu dengan lainnya. Masyarakat


Pulau Bali dikenal dengan pulau menempati posisi sebagai jiwa dan sumber
yang memiliki beragam nilai-nilai seni nilai budaya Bali. Kebudayaannya adalah
budaya yang menjadikan Bali sebagai Pulau sarana untuk menerapkan dan mewujudkan
budaya. Nilai nilai adiluhung yang ajaran agama Hindu di kepulauan nya.
terkandung dengan filosofi dan beragam Agama Hindu di kepulauan ini adalah nafas
kebudayaan yang menjadikan pulau bali kebudayaan Bali. Inti ajarannya adalah
tidak hanya memiliki satu macam Sanatana Dharma, yaitu Satyam, Siwam,
kebudayaan saja melainkan meragam. Selain dan Sundaram , artinya Bali dibangun
melestarikan, masyarakat haru berpegang dengan cara menegakkan kebenaran dan
teguh dari asal-usul kebudayaan tersebut kesucian yang dimiliki oleh budaya
agar tidak ada penyalah fungsian dari masyarakat, landasannya adalah
kebudayaan tersebut sehingga dapat keharmonisan dan keindahan serta dengan
berdampak positif bagi dikemudian hari.Di filsafat hidup yang berkesinambungan yang
Bali kehidupan antara masyarakat dengan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari :
budaya setempat tampak bersinergi dan berbakti terhadap Ida Sang hyang Widhi
merupakan satu kesatuan yang tidak Wasa, bersahabat dengan sesama dan

1
Purwadita: Jurnal Agama dan Budaya
Volume 1 Nomor 2, 2017

mencintai alam lingkungan berdasarkan Lantang Bejuh, banjar Dukuh Sari, Alas
yajna yaitu berkorban secara tulus ikhlas. Arum, Taman Suci, Taman Sari, banjar
Praktek seperti inilah yang sudah, sedang Pegok, Karya Dharma, banjar Suwung
dan seharusnya dilaksanakan secara Batan Kendal, dan Kampung Bugis. Adapun
berkelanjutan pada hari-hari yang akan ke empat belas banjar tersebut merupakan
datang untuk mengajegkan Bali (Wiana, satu kesatuan antara Desa Adat dan Desa
2002 : 108). Adanya tradisi pertunjukkan Dinas.Hal ini disebabkan karena Desa Adat
kebudayaan merupakan salah satu yang Sesetan terdiri dari satu Desa Dinas.
menjadi ciri khas masyarakat Bali. Sampai Pelaksanaan upacara Omedomedan
saat ini tradisi pertunjukkan tersebut masih merupakan tradisi yang diwariskan secara
tetap dilestarikan, karena hal tersebut adalah turun-temurun di Banjar Kaje. Sebelum
merupakan suatu warisan budaya dari para dilaksanakannya prosesi upacara itu, terlebih
leluhur yang tidak boleh diabaikan begitu dahulu para pemuda-pemudi Banjar
saja. Seperti halnya di Banjar Kaja biasanya selalu mengadakan
Kelurahan Sesetan Kecamatan Denpasar persembahyangan bersama di Pura Banjar
Selatan, terdapat suatu jenis tradisi yaitu tersebut dengan berbagai macam upakara
Tradisi Omed-omedan, tradisi ini senantiasa yang di pimpin oleh Jero Mangku guna
diadakan setiap satu tahun sekali yaitu pada memohon ijin kehadapan Tuhan agar
hari ngembak geni atau tepatnya sehari pelaksanaan Omed-omedan berjalan dengan
setelah hari raya Nyepi. Berdasarkan uraian lancer tanpa hambatan-hambatan.
latar belakang tersebut di atas, maka dapat Menurut Kelihan Adat Banjar Kaja
dipaparkan permasalahan sebagai berikut. Sesetan, sebelum pelaksanaan upacara
(1) Bagaimana proses pelaksanaan Tradisi Omed-omedan berlangsung, terlebih dahulu
Omed-omedan di Banjar Kaja Kelurahan diadakan acara pembukaan dengan uraian
Sesetan Kecamatan Denpasar Selatan?, (2) singkat oleh Prajuru Banjar, Prajuru Banjar
Bagaimana hubungan antara Tradisi Omed- adalah orang-orang yang berstatus sebagai
omedan dengan rangkaian Hari Raya Nyepi pengurus Banjar yang terdiri atas Kelihan
di Banjar Kaja Kelurahan Sesetan Banjar, Kelihan Dinas dan Ketua Sekaa
Kecamatan Denpasar Selatan?, (3) Truna-Truni. Kedua Pejabat ini dimohonkan
Bagaimana Internalisasi Nilai Sakral Tradisi sebagai saksi dalam penyelenggaraan
Omed-omedan bagi masyarakat di Banjar upacara Omed-omedan. Setelah berakhirnya
Kaja Kelurahan Sesetan Kecamatan rangkaian persembahyang dan dharma tula
Denpasar Selatan? dari Kelian Banjar, maka pada tahap
selanjutnya, Kelihan Banjar memulai
dengan membariskan para peserta Omed-
II. PEMBAHASAN omedan. Di satu sisi berdiri kelompok
2.1 Proses Pelaksanaan Tradisi Omed- remaja laki/pria dan disisi lain (berhadapan)
Omedan di Banjar Kaja, Kelurahan berdiri kelompok remaja putri/wanita.
Sesetan, Kota Nasehat singkat dan ucapan selamat
Denpasar melaksanakan Omed-omedan dititipkan
Secara umum lazim keberadaan banjar kepada para peserta dan diharapkan upacara
(kelompok sosial) di Bali, Banjar Kaje dapat berlangsung lancar, aman, dan damai.
termasuk wilayah Kelurahan Sesetan yang Pengawasan upacara Omedomedan
membawahi empat belas banjar yaitu banjar diserahkan kepada petugas khusus sesuai
Kaje, banjar Tengah, banjar Pembungan, dengan hasil rapat panitia. Setiap kelompok
banjar Gaduh, banjar Puri Agung, banjar ditentukan jumlah anggotanya, untuk

2
Purwadita: Jurnal Agama dan Budaya
Volume 1 Nomor 2, 2017

kelompok laki/pria berjumlah 40 orang, menang. Yang diserahkan ini dinamakan


sedangkan kelompok perumpuan/wanita sebagai pacundang. Pada tahap kedua,
berjumlah 60 orang, perbedaan ini pacundang fase satu dijadikan jarahan
dimaksudkan agar kekuatan kedua kelompok yang menang pada fase pertama
kelompok menjadi seimbang. Untuk dan ditempatkan pada posisi satu atau kepala
beberapa peserta yang belum mendapatkan kelompok pada bekas lawannya pada fase
bagian pada fase pertama dijadikan satu. Pada fase kedua ini, jika ia menang
cadangan untuk masuk pada kelompok fase berhadapan dengan bekas kawannya pada
berikut dan demikian seterusnya, sehingga fase satu, maka pacundang ini mendapat
akhirnya semua anggota truna-truni yang tambahan pacundang lagi dari bekas
hadir mendapat giliran masuk kelompok kawannya lagi dan seterusnya. Jika terjadi
secara bergantian. hal yang sebaliknya, yaitu pada fase kedua
Didalam permaianan pada tradisi ini ia kalah, maka pacundang ini kembali ke
tersebut, tiap-tiap fase ada kepala bekas kawannya seperti pada fase satu
kelompoknya yaitu seseorang ditempatkan (seperti tahap awal tadi) dan demikian
pada posisi paling depan, sedangkan anggota seterusnya. Selain sebagai pemegang abaaba
yang lain ada di belakangnya saling mulainya Omed-omedan , pecalang yang
memegang/memeluk pinggang teman di lain bertugas memisahkan pemain yang
depannya berbaris. Dengan demikian ada sedang bergulat berhadapan dengan
kepala kelompok untuk wanita/putri pada lawannya untuk menghentikan suatu fase.
satu sisi dan ada kepala kelompok Setiap siraman air oleh pecalang, peserta
laki/putra-nya pada sisi lawannya. Jikalau harus berhenti menarik lawan bermainnya.
tanda permainan akan dimulai, kedua Siraman ini sebagai tanda penghentian fase.
kelompok mulai saling berpegangan tangan Sesuai kesepakatan panitia dengan peserta
yang diikuti pula oleh kelompoknya masing- upacara (anggota truna-truni), Omed-
masing. Pada saat upacara omed-omedan omedan akan berakhir jika peserta sudah
dimulai, petugas/ pecalang telah membagi mulai kelihatan letih, dan hari sudah
diri menjadi tiga sub kelompok yaitu (1) menjelang sore, maka disanalah petugas
sebagai petugas khusus, yang memberi tanda akan menghentikan permainan upacara
mulai dan berhentinya permainan, (2) tersebut. Hubungannya tradisi omed omedan
sebagai petugas ketertiban yaitu mencegah dengan perayaan hari raya Nyepi, tiada lain
permainan yang tidak disiplin termasuk yaitu sebagai ajang masima krama dimana
penonton yang nakal, dan (3) penyiram air pada hari raya nyepi yang sering disebut
pertanda permainan fase awal berakhir. dengan tahun baru caka anggota Banjar Kaja
Didalam proses permaian itu, tiap kepala termasuk angota Truna-Truni diharapkan
kelompok berusaha menarik tangan meningkatkan rasa persaudara (menyama
lawannya ke-arah mereka masing-masing braya) dikalangan seluruh warga anggota
dengan dibantu oleh anggota kelompok lain Banjar Kaja tersebut.
yang memegang pinggang dari arah
belakang dan terus menariknya kearah 2.2 Hubungan antara Tradisi Omed-
belakang sampai lawannya omedan dengan rangkaian Hari Raya
menyentuh/menginjak garis yang ditentukan Nyepi di Banjar
petugas dan kelompok yang bersangkutan Kaja, Kelurahan Sesetan, Kota
dinyatakan kalah. Kelompok yang Denpasar
dinyatakan kalah, harus menyerahkan kepala Omed-omedan merupakan Tradisi
kelompoknya itu kepada kelompok yang yang dilakukan secara turun temurun oleh

3
Purwadita: Jurnal Agama dan Budaya
Volume 1 Nomor 2, 2017

warga Banjar Kaje Sesetan ini, disamping selalu memberi makna kepada segala
itu pula beliau menjelaskan bahwa tradisi sesuatu yang ada didalam lingkungannya.
ini disamping sebagai ajang masima krama, Kecendrungn memberi makna itu
didalamnya termasuk memilliki nilai religius merupakan aktifitas kolektif oleh seklompok
terkait Ida Betara Sesuhunan yang berstana masyarakat sesuai hal-hal yang dihadapinya.
di Pura Banjar Kaja. Tradisi Omed-omedan Menurut Ginddens, mengabstraksikan hasil
ini dimulai kurang lebih pada abad ke 17 pikiran kelompok masyarakat dan
yang berawal dari leluhurnya yang bernama selanjutnya hasil itu berupa konsep, dan
Anak Agung Made Raka menjadi pemacuk konsep tersebut kemudian menata kehidupan
(raja) mengatur pemerintahan di Desa masyarakat yang bersangkutan sebagai nilai
Sesetan pada waktu itu. Pada saat menjelang budaya. Selanjutnya nilai budaya merupakan
Hari Nyepi, raja menderita sakit keras, abtraksi dari segala sesuatu yang dianggap
walau sudah diobati ke berbagai dukun, bermakna tinggi dalam kehidupan suatu
tetapi tidak sembuh. Sehari setelah hari raya masyarakat (Purna, 2001: 144). Kearifan
Nyepi masyarakat puri Oka menggelar lokal yang terefleksikan dalam suatu
permainan omed-omedan, saking upacara omed-omedan merupakan wujud
antusiasnya suasana di depan puri sangat dan abstraksi pikiran warga setempat
gaduh. Dengan berjalan terhuyun-huyun raja sebagai suatu hal yang dianggap bermakna.
keluar dan melihat warganya yang sedang Implikasi makna dari tradisi Omed-
omed-omedan dan rangkulrangkulan. omedan bagi masyarakat Banjar Kaje
Kemudian terjadi keanehan ketika melihat Kelurahan Sesetan Denpasar yaitu terbagi
masyarakatnya mengadakan permainan itu atas beberapa aspek yaitu :
tiba-tiba raja tidak lagi merasakan sakit dan 1. Religi Kearifan lokal yang
sehat seperti sedia kala.. Beliau kemudian tertuang dalam upacara Tradisi Medmedan
bersabda mulai hari ini keramaian Omed- pada hakikatnya merupakan salah satu
omedan terus dilaksanakan setiap tahun perwujudan aktivitas keagamaan dan emosi
sekali yaitu sehari setelah Hari Nyepi. keagamaan yang dibangkitkan dengan
Namun pemerintah Belanda waktu itu adanya sesuhunan Ida Bhatara Petapakan
menjajah gerah dengan upacara tersebut, yaitu Ida Ratu Ayu Mas Calonarang dan
Belanda pun melarang ritual permainan itu. Ratu Gede Bangkal Putih di Pura Parerepan
Warga akhirnya tidak menggelar omed- Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan. Pura itu
omedan, namun setelah permainan tidak lagi diyakini merupakan bangunan suci yang
dilaksanakan tiba-tiba ada dua ekor babi sakral bagi pemeluk Hindu di Banjar Kaja,
besar berkelahi di tempat permainan biasa Kelurahan Sesetan. Dalam konsep agama
digelar. Akhirnya raja dan warga meminta Hindu, berdoa atau sembahyang di tempat
petunjuk kepada leluhur, setelah itu kegiatan sakral seperti itu akan mendapatkan anygrah
omed-omedan dilaksanakan kembali seperti Ida Sanghyang Widhi.
sedia kala sebagai sebuah tradisi. 2. Solidaritas Dari segi makna
Dari pemaparan di atas dapat solidaritas dapat dilihat yaitu masyarakat
disimpulkan bahwa Tradisi Omed omedan gotong royong yang menjunjung tinggi
memiliki hubungan yang erat dengan aspek kebersamaan dalam suka-duka yang
rangkaian hari raya Nyepi karena didalam sangat intens. Hampir semua tugas
pelaksanaannya diharapkan dapat kemasyarakatan diselesaikan secara
meningkatkan rasa persaudaraan diantara bersamasama, baik aktifitas sosial, ekonomi,
warga Banjar Kaja, sebagai ajang masima maupun keagamaan. Demikian juga dalam
krama. Warga masyarakat pada umumnya upacara Tradisi Omed-medan semua warga

4
Purwadita: Jurnal Agama dan Budaya
Volume 1 Nomor 2, 2017

banjar bergotong royong bekerja satu perwujudan aktivitas kegamaan dan


menyiapkan segala sesuatu dengan emosi keagamaan yang dibangkitkan dengan
pemahaman yang sama, bahwa upacara itu adanya sesuhunan Ida Bhatara Petapakan
untuk kepentingan seluruh warga banjar yaitu Ida Ratu Ayu Mas Calonarang dan
kaje. Dengan itu maka timbul kebersamaan Ratu Gede Bangkal Putih di Pura Parerepan
dan warga selalu berusaha dalam kegiatan Bnajar Kaja, Kelurahan Sesetan. Pura
upacara tersebut untuk selalu memupuk Parerepan tersebut diyakini merupakan
kerukunan dan mewujudkan integrasi sosial bangunan suci yang sakral bagi pemeluk
secara nyata. Hindu di Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan.
3. Budaya Makna budaya bermatra Dalam konsep agama Hindu, berdoa atau
budaya lokal Bali. Berbicara tentang budaya bersembahyang di tempat sakral seperti itu
Bali asosiasi masyarakat Bali adalah filsafah diyakini akan mendapat berkah atau
Tri Hita Karana yang bernafaskan agama anugerah Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan
Hindu sebagai agama yang dianut oleh Yang Maha Esa. Karena itu, pada saat
mayoritas masyarakat Bali dan sekaligus diselenggarakan upacara di Pura Parerepan
menjiwai kebudayaan Bali. di Bali, identitas ini dilarang hadir di sini bagi mereka yang
budaya hampir selalu berhubungan dengan cuntaka (kotor kain atau mereka yang
agama, sehingga makna budaya di sini sedang kematian keluarga).
tumpang tindih dengan makna agama. Sejak Pura Parerepan ini ada (sampai
Masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan saat ini) masyarakat umum dan masyarakat
Sesetan telah memahami, menghayati, dan Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan khususnya
menjalankan budaya leluhur, yaitu peka meyakini bahwa tempat ini suci dan sakral.
terhadap saudara atau tetangganya yang Anggapan yang tumbuh di masyarakat
tersirat dalam istilah sagilik saguluk tersebut juga sesuai dengan pandangan
sabayantaka. Koentjaraningrat (1989: 48), bahwa
4. Kesejahteraan Pemahaman “makna masyarakat pada umumnya akan melihat,
kesejahteraan” hampir sama artinya dengan lingkungan alam tempat mereka berada
sentosa dan makmur, selamat/terlepas dari terdiri dari tiga komponen yakni, (1)
segala macam gangguan. Secara lingkungan alam gaib, (2) lingkungan alam
keseluruhan masyarakat warga Banjar Kaja, biofisik, dan (3) lingkungan social.
sampai saat ini mempercayai kesejahtraan Ketiganya itu satu dengan yang lainnya akan
yang mereka dapatkan tidak terlepas dari membentuk satu kesatuan. Lingkungan alam
apa yang dilakukan warga yaitu berbakti gaib berada di atas lingkungan alam biofisik
terhadap Ida Bhatara Sesuhunan yang dan sosial harus tunduk kepada lingkungan
berstana di pura Parerepan dengan alam gaib. Kepercayaan tersebut akan sangat
melaksanakan upacara omedomedan. mempengaruhi tindakan manusia, terutama
dalam mengelola lingkungannya, seperti
2.3 Internalisasi Nilai Sakral Tradisi memelihara pelinggih di Pura Parerepan di
Omed-Omedan di Banjar Kaja, Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan.
Kelurahan Sesetan, Kota Denpasar Makna spiritual berkenaan dengan
Masyarakat warga Bnajar Kaja, kepercayaan adanya Ida Sang Hyang Widhi
Kelurahan Sesetan seluruhnya beragama Wasa, Yang Maha Kuasa, mustahil dilihat
Hindu. Agama Hindu itulah yang menjiwai secara kasat mata, tetapi hanya dapat
kehidupannya sehari-hari. Kearifan lokal dirasakan kehadirannya. Kepercayaan
yang tertuang dalam upacara tradisi Omed- terhadap adanya Tuhan sebagai suatu Dzat
omedan pada hakikatnya merupakan salah yang jauh-jauh tinggi derajatnya dari pada

5
Purwadita: Jurnal Agama dan Budaya
Volume 1 Nomor 2, 2017

manusia sejak manusia itu ada. Manusia upacara itu yang menunjukkan kearifan
juga menyadari dirinya sangat kecil ketika dalam perilaku masyarakat adalah unuk
berhadapan dengan fenomena alam sekitar. kepuasan psikologis. Melalui
Dengan demikian, manusia berasumsi dalam penyelenggaraan upacara pelaksanaan
pikirannya, tentang adanya “makhluk” yang tradisi Omed-omedan menghendaki
luar biasa berkuasanya dalam kehidupan di terwujudnya masyarakat warga Banjar Kaja,
bumi ini. Rasa tercengang dan takjub Kelurahan Sesetan agar selalu ingat terhadap
manusia terhadap yang luar biasa dan gejala- leluhur yaitu beliau-beliau sebagai perintis
gejala alam yang sulit dirasionalisasikan, dan cikal bakal pembawa budaya atau tradisi
semakin meneguhkan analisa manusia dan yang selalu bertaqwa kehadapan Tuhan
tehadap adanya Dzat yang sangat berkuasa Yang Maha Esa, sebagai pencipta.
itu. Gejala-gejala inilah yang terjadi Masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan
sehingga manusia menyadarkan dirinya Sesetan sangat sadar bahwa apa yang
kepada kekuasaan yang maha tinggi mereka mohonkan kehadapan Yang Maha
tersebut. Upacara tradisi Omed-omedan Esa sangat dibantu oleh para leluhur
merupakan salah satu wadah kearifan lokal masyarakat.
manusia untuk berhubungan dengan Dzat Logislah tempat penyelenggaraan
tertinggi tersebut yang di dalam Hindu tradisi Omed-omedan dipusatkan di Jaba
disebut dengan Ida Bhatara Sesuhunan Pura Parerepan Banjar Kaja, Kelurahan
(Yang Maha Kuasa). Beliaulah yang Sesetan, karena diyakini oleh masyarakatnya
memelihara kehidupan manusia dan bahwa kekuatan gaib Ida Bhatara beristana
menentukan setiap detakan tarikan nafas di Pura Parerepan itu sebagai tempat yang
manusia. Sebagai “penguasa” atas diri suci sampai saat ini. Secara psikologis para
manusia, Ida Bhatara Sesuhunan dapat peserta upacara lebih percaya diri, merasa
didekati manusia, jika manusia itu secara aman, dan optimis akan keselamatan dan
tulus ikhlas berserah diri kepadaNya dan kesejahteraan yang akan diterimanya.
menyerahkan dirinya dalam lindungan-Nya. Karena itu pelaksanaan upacara
Dalam tataran lain upacara tradisi dilaksanakan secara rutin dengan rasa
Omed-omedan juga merupakan salah satu ketulusiklhlasan. Dengan demikian, dapat
wadah pendorong semangat masyarakat dikatakan bahwa upacara tradisi Omed-
warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan omedan sebagai wadah kearifan lokal
dalam menghadapi, berat ringan atau suka merupakan sarana yang dipakai oleh
duka kehidupan di dunia ini. Dengan masyarakat warga Banjar Kaja, Kelurahan
menyelenggarakan upacara tradisi Omed- Sesetan sebagai salah satu bentuk
omedan, masyarakat memiliki perlindungan manusia untuk menghadapi
“pengharapan” akan kehidupan yang lebih hal-hal yang penuh ketidakpastian di dunia
baik di masa yang akan datang. Masyarakat ini.
yang telah bekerja keras mengelola usaha-
usaha pribadinya atau juga sebagai pekerja III. SIMPULAN
swasta, memasrahkan apa yang akan Berdasarkan uraian di atas dapat
memberi berkah dan ridho-Nya. Dalam hal disimpulkan bahwa :
ini, terdapat kepercayaan besar masyarakat 1. Masyarakat di lingkungan Banjar Kaja
Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan terhadap Sesetan mempunyai suatu warisan
eksistensi Ida Bhatara Sesuhunan, Yang budaya lokal yaitu
Maha Kuasa yang berkuasa atas hidup dan Tradisi Omed-omedan yang sejak jaman
kehidupan mereka. Salah satu fungsi penjajahan Belanda sudah ada dan

6
Purwadita: Jurnal Agama dan Budaya
Volume 1 Nomor 2, 2017

pelaksanaannya berproses hingga saat Tradisi ini bermakna sakral terkait


ini masih tetap berlanjut dijaga oleh dengan Ida Bhatara Sesuhunan yang
generasi penerus sebagai masyarakat berstana di Pura Pererepan Banjar Kaje,
pendukungnya. yang senantiasa dipentaskan oleh Sekaa
2. Dalam Pementasannya Tradisi Omed- Truna Truni dalam hubungannya
omedan merupakan ajang masima dengan upacara omed-omedan.
krama dalam rangka
menyambut tahun baru saka, setelah DAFTAR PUSTAKA
hari raya Nyepi yaitu yang disebut Mantra, I. B. 1997. Landasan Kebudayaan
dengan Ngembak Geni. Beranjak dari Bali. Denpasar: Yayasan Dharma
hal tersebut maka Tradisi Omed- Sastra.
omedan memiliki suatu fungsi-fungsi Munggah, I Made. 2008. Med-Medan
sebagai berikut yaitu mulai dari aspek Tradisi Unik Dari Sesetan. Denpasar:
religi, solidaritas, budaya, hingga aspek Pustaka Bali.
kesejahteraan masyarakat di lingkungan Purna, I Made. 2001. Fungsi Kearifan Lokal
Banjar Kaja Kelurahan Sesetan Dalam Upacara Pesta Ponan Pada
Denpasar. Kehidupan Masyarakat Desa Poto
3. Tradisi Omed-omedan merupakan (Thesis, Belum diterbitkan). Denpasar
Purwa Dresta yaitu kebiasaan-kebiasaan Wiana, I K. 2002. Memelihara Tradisi Veda.
yang bersifat Denpasar: Pustaka Bali Post.
religius yang diyakini akan memberikan
kesejahteraan bagi masyarakatnya.

You might also like