You are on page 1of 2

Cerita Malin Kundang Dalam Bahasa Inggris

Once upon a time, a poor woman and his son lived on the north coast of Sumatra.
Malin Kundang was the name of the boy. As they lived in the coastal area, fishing was their
primary income. Malin Kundang grew up as a skillful young boy. He always helped his
mother to make money. However, as they were only fisherman’s helpers, they still lived in
poverty. 
One day, Malin Kundang shared his thought with his mother. He wanted to sail
overseas so that he could be a successful man. Hearing this, his mother disagreed. 
“But mother, if I stay here, I’ll always be a poor man. I want to be a successful
person.” he said.
Seeing his persistence, his mother couldn’t stop Malin Kundang. She asked Malin
Kundang to promise her to go home after gaining success.\
The following day, Malin Kundang was ready. He joined a successful ship crew who
offered him to join the crew. Malin Kundang’s mother bid him adieu, and asked her son to
take care of himself. Malin Kundang asked the same from his mother. They parted, with
Malin Kundang pursuing his dream and his mother waiting for him at home.
It had been three months since Malin Kundang’s departure. Not once did he take his
time to contact his mother. The mother, who waited patiently, always stood up on the dock
every morning. She wished for a ship to bring her son home. She prayed day and night,
endlessly, for Malin Kundang’s safety.
One day, after several years of not hearing from her son, the fated day came. A large
ship docked at the point where Malin Kundang’s mother used to wait. A wealthy-looking
man stepped down from the ship, accompanied by a beautiful woman next to him. Realizing
he was her son, Malin Kundang’s mother ran toward the man. She hugged her son dearly
while crying out how much she missed him. 
Malin Kundang froze and gave no response. He was ashamed that the woman wearing
old and shabby clothes was his mother. He replied coldly, “You’re not my mother. My
mother would never such a shabby clothes.”
The mother released her hug and asked unbelievably, “Malin, you don’t recognize
your mother? I am your mother!”
Malin Kundang then ordered his guards to take his mother out of there. Her mother
cried as the bodyguards dragged her. She was very sad, knowing that his awaited son treated
her badly like this. 
Malin Kundang ignored her mother’s cry and ordered his crew to set sail. Malin
Kundang’s mother stared at him blankly. She prayed to God, “Oh God, if he is not my son,
please let him have a safe journey. But if he is indeed my son Malin Kundang, I curse him
into a stone.”
Right after she prayed, the calm sea turned into a thunderstorm. Malin Kundang’s
ship was wrecked. The wave threw him out of his ship, and he was stranded on an island.
Suddenly, his whole body turned into stone. He was punished for not admitting his mother.
Terjemahan:

Alkisah, seorang wanita miskin dan putranya tinggal di pantai utara Sumatera. Malin
Kundang adalah nama anak laki-laki itu. Karena mereka tinggal di daerah pesisir, menangkap
ikan adalah mata pencaharian utama mereka. Malin Kundang tumbuh sebagai anak muda
yang terampil. Dia selalu membantu ibunya mencari uang. Namun, karena mereka hanya
pembantu nelayan, mereka masih hidup dalam kemiskinan.
Suatu hari, Malin Kundang berbagi pemikirannya dengan ibunya. Dia ingin berlayar
ke luar negeri agar bisa menjadi orang sukses. Mendengar ini, ibunya tidak setuju.
“Tapi ibu, jika saya tinggal di sini, saya akan selalu menjadi orang miskin. Saya ingin
menjadi orang sukses.” dia berkata.
Melihat kegigihannya, ibunya tidak bisa menghentikan Malin Kundang. Dia meminta
Malin Kundang untuk berjanji padanya untuk pulang setelah sukses.
Keesokan harinya, Malin Kundang sudah siap. Dia bergabung dengan kru kapal yang
sukses yang menawarinya untuk bergabung dengan kru. Ibu Malin Kundang mengucapkan
selamat tinggal padanya, dan meminta putranya untuk menjaga dirinya sendiri. Malin
Kundang meminta hal yang sama dari ibunya. Mereka berpisah, Malin Kundang mengejar
mimpinya dan ibunya menunggunya di rumah.
Sudah tiga bulan sejak kepergian Malin Kundang. Tidak sekali pun dia meluangkan
waktu untuk menghubungi ibunya. Sang ibu, yang menunggu dengan sabar, selalu berdiri di
dermaga setiap pagi. Dia berharap sebuah kapal membawa pulang putranya. Dia berdoa siang
dan malam, tanpa henti, untuk keselamatan Malin Kundang.
Suatu hari, setelah beberapa tahun tidak mendengar kabar dari putranya, hari yang
ditakdirkan itu tiba. Sebuah kapal besar merapat di tempat ibunda Malin Kundang biasa
menunggu. Seorang pria berpenampilan kaya turun dari kapal, ditemani seorang wanita
cantik di sebelahnya. Menyadari dia adalah putranya, ibu Malin Kundang berlari ke arah pria
itu. Dia memeluk putranya dengan erat sambil menangis betapa dia merindukannya.
Malin Kundang membeku dan tidak memberikan respon. Dia malu bahwa wanita
yang mengenakan pakaian tua dan lusuh itu adalah ibunya. Dia menjawab dengan dingin,
“Kamu bukan ibuku. Ibuku tidak akan pernah memakai pakaian lusuh seperti itu.”
Sang ibu melepaskan pelukannya dan bertanya dengan tidak percaya, “Malin, kamu
tidak mengenali ibumu? Aku ibumu!”
Malin Kundang kemudian memerintahkan pengawalnya untuk membawa ibunya
keluar dari sana. Ibunya menangis saat pengawal menyeretnya. Dia sangat sedih, mengetahui
bahwa putranya yang ditunggu memperlakukannya dengan buruk seperti ini.
Malin Kundang mengabaikan tangisan ibunya dan memerintahkan anak buahnya
untuk berlayar. Ibu Malin Kundang menatapnya kosong. Dia berdoa kepada Tuhan, “Ya
Tuhan, jika dia bukan anakku, tolong biarkan perjalanannya aman. Tapi jika dia memang
anakku Malin Kundang, aku mengutuknya menjadi batu.”
Tepat setelah dia berdoa, laut yang tenang berubah menjadi badai. Kapal Malin
Kundang karam. Gelombang melemparkannya keluar dari kapalnya, dan dia terdampar di
sebuah pulau. Tiba-tiba, seluruh tubuhnya berubah menjadi batu. Dia dihukum karena tidak
mengakui ibunya.

You might also like