Professional Documents
Culture Documents
Eryanto Siagian
Universitas Lancang Kuning
Jl. Yos Sudarso No.KM. 8, Umban
Sari, Kec. Rumbai, Kota
Pekanbaru, Riau 28266
Tel/Fax: (0761) 52248 E-mail:
info@unilak.ac.id
Eddy Asnawi
Universitas Lancang Kuning
Jl. Yos Sudarso No.KM. 8, Umban
Sari, Kec. Rumbai, Kota
Pekanbaru, Riau 28266
Tel/Fax: (0761) 52248 E-mail:
info@unilak.ac.id
Bahrun Azmi
Universitas Lancang Kuning
Jl. Yos Sudarso No.KM. 8, Umban
Sari, Kec. Rumbai, Kota
Pekanbaru, Riau 28266
Tel/Fax: (0761) 52248 E-mail:
info@unilak.ac.id
Abstract
The state recognizes the existence of the village as the lowest unit in the Indonesian
government system. The village has a very large influence on the success of the
administration of the government system so that the Act guarantees the recognition
and protection of the village's traditional rights and provides freedom to organize its
own government system. However, in practice, legal problems arise, namely regarding
the position of village regulations and the mechanism for canceling village regulations
because in their provisions the cancellation of village regulations is not found in Law
Number 6 of 2014 and is instead regulated in PP. 43 of 2014. The purpose of writing
this scientific paper is to analyze the position of village regulations in statutory
regulations, the mechanism for canceling village regulations and the legal implications
of village regulations being canceled by the Regent/Mayor. The research method that
will be used in this study is a normative legal research method that will examine based
on the rules, principles and norms contained in the legislation.
Keywords: Village; Village Regulations; Village Autonomy; Laws and Regulations;
Cancellation of Village Regulations
Abstrak
Negara mengakui keberadaan desa sebagai unit terendah dalam sistem pemerintahan
Indonesia. Desa memiliki pengaruh yang sangat besar akan keberhasilan
penyelenggaraan sistem pemerintahan sehingga Undang-Undang menjamin
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak tradisional desa serta memberikan
kebebasan dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan sendiri. Namun dalam
213
214
BORNEO Law Review
Desember, Volume 5 Issue 2
praktiknya, problematika hukum muncul yaitu terkait kedudukan peraturan desa dan
mekanisme pembatalan peraturan desa karena dalam ketentuannya pembatalan
peraturan desa tidak ditemukan didalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan
justru diatur alam PP No. 43 Tahun 2014. Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah
untuk menganalisa kedudukan peraturan desa dalam peraturan perundang-
undangan, mekanisme pembatalan peraturan desa dan bagaimana implikasi hukum
peraturan desa yang dibatalkan oleh Bupati/Walikota. Metode penelitian yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yang akan
mengkaji berdasarkan kaidah, asas dan norma-norma yang tertuang didalam
peraturan perundang-undangan.
Kata Kunci: Desa; Peraturan Desa; Otonomi Desa; Peraturan Perundang-Undang;
Pembatalan Peraturan Desa.
A. LATAR BELAKANG
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1 Dapat diketahui bahwa
desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-
cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Negara mengakui bahwa keberadaan desa merupakan basic system
untuk menentukan keberhasilan sebuah penyelenggaraan sistem
pemerintahan negara dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa
sehingga desa perlu untuk di lindungi, diberdayakan agar menjadi kuat dan
mandiri, diakui serta diberikan hak untuk menjalankan sistem
pemerintahannya sendiri tanpa intervensi dari pihak manapun sesuai dengan
prinsip otonom dan tugas pembantuan.2
Regulasi Pengakuan dan penghormatan negara tentang
eksistensi/keberadaan desa dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia diatur dalam konstitusi negara Indonesia yang tercantum dalam
Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
2Bambang Adhi Pamungkas, Implementation Of The Post-Regulation Autonomy Of
Village Number 6 Of 2014 Concerning Village, dalam Jurnal USM Law Review Vol 2 No
2 Tahun 2019, hlm. 212-213.
215
BORNEO Law Review
Desember, Volume 5 Issue 2
3 Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
4
Eddie B. Handono, Kumpulan Modul APBDes Partisipatif: Membangun Tanggung Gugat
Tentang Tata Pemerintahan Desa, Cetakan Pertama, (Yogyakarta: FPPD, 2005), hlm. 132.
5 Jorawati Simarmata dan Damai Magdalena, Kedudukan Dan Peranan Peraturan Desa
Indonesia, dalam Jurnal Daulat Vol. 1. No. 1 Maret 2018, hlm. 175
14 Chilik Handayani Gonibala, Kedudukan Dan Pengawasan Serta Pengujian Terhadap
Salah satu contoh kasus terkait dengan pembatalan peraturan desa yang
dilakukan oleh seorang Bupati terjadi pada pada tahun 2018 di Provinsi Jawa
Timur tepatnya di desa Glagahwangi Kecamatan Sugihwaras, Kabupaten
Bojonegoro. Saat itu Bupati mengeluarkan Surat Keputusan Nomor
B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian hukum normatif yang akan mengkaji berdasarkan kaidah, asas dan
norma-norma yang tertuang didalam peraturan perundang-undangan.
C. PEMBAHASAN
1. Kedudukan Peraturan Desa Menurut Peraturan Perundang-Undangan
Sebelum masuk kedalam pembahasan kedudukan peraturan desa, maka
alangkah baiknya terlebih dahulu penulis memaparkan unsur-unsur
peraturan desa dan peraturan perundang-undangan menurut undang-undang
sehingga nantinya dapat ditarik kesimpulan terkait dengan kedudukan
peraturan desa.
Pertama-tama, penulis akan membahas unsur-unsur yang terkandung
menurut peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan, konsep peraturan perundang-undangan adalah bentuknya tertulis,
memuat sebuah aturan/norma hukum, sifatnya mengikat dan berlaku umum,
dibuat oleh pejabat yang berwenang dan tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan lainnya.18 Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembuatan Peraturan Perundang-
Undangan menggolongkan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan
yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Dari pernyataan undang-undang ini jelas tidak dicantumkan bahwa peraturan
desa bukan merupakan peraturan perundang-undangan.19Sedangkan menurut
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembuatan Peraturan
Perundang-Undangan disebutkan bahwa :
(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh
Peraturan Perundang-Undangan
222
BORNEO Law Review
Desember, Volume 5 Issue 2
didalam peraturan desa telah memenuhi syarat formil sebagai suatu jenis
peraturan perundang-undangan, kendatipun istilah peraturan desa tidak
ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembuatan
Peraturan Perundang-Undangan.
Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa peneliti yang penulis
temukan dalam beberapa literatur salah satunya adalah Zaka Firma Aditya
dan Muhamad Reza Winata dalam jurnalnya yang berjudul Rekonstruksi
Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia yang mengatakan
bahwa Peraturan Desa merupakan bahagian dari peraturan perundang-
undangan. Dimana Zaka Firma Aditya dan Muhamad Reza Winata
menghubungkan antara teori norma yang dikemukan oleh Hans Kelsen yang
mengatakan bahwa suatu norma hukum mempunyai legal standing dan
sifatnya mengikat secara umum kepada orang-orang yang diaturnya.
Kemudian teori norma Hans Kelsen tersebut dihubungkan dengan sifat
peraturan desa yang bersifat mengikat terhadap perangkat desa dan berlaku
umum terhadap masyarakat desa.23
Selain itu, dikutip dari beberapa literatur lainnya, dijelaskan juga bahwa
kedudukan peraturan desa bukan merupakan bahagian dari produk hukum
daerah. Hal ini dilihat berdasarkan Pasal 1 ayat 16 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
yang menyatakan bahwa produk hukum daerah produk hukum berbentuk
peraturan meliputi PERDA atau nama lainnya, PERKADA, PB KDH, Peraturan
DPRD dan berbentuk keputusan meliputi Keputusan Kepala Daerah,
Keputusan DPRD, Keputusan Pimpinan DPRD, dan Keputusan Badan
Kehormatan DPRD. Ketentuan yang diatur dalam PERMENDAGRI Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah sejalan dengan UU
NO. 12 Tahun 2011 tentang Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan yang
sama-sama menyebutkan bahwa peraturan desa bukan bahagian dari
peraturan daerah.24
23 Zaka Firma Aditya dan Muhammad Reza Winata, Rekonstruksi Hierarki Peraturan
Perundang-Undangan di Indonesia, dalam Jurnal Negara Hukum: Vol. 9, No. 1, Juni
2018, hlm. 96.
24 Jorawati Simamora & Damai Magdalena, Kedudukan Dan Peranan Peraturan Desa
Tahun 2014 menciptakan sebuah norma hukum baru dan materi muatan
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tersebut bertentangan dengan
materi muatan yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa. Hal itu didasarkan pada ketentuan Pasal 87 Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang tidak mengisyaratkan
adanya pengaturan lebih lanjut terkait dengan peraturan desa. Kemudian
dalam konsideran menimbang Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa tidak diamanatkan untuk melaksanakan Pasal 69 Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.29
Selanjutnya, Eddi Asnawi juga menuturkan bahwa ketentuan
pembatalan peraturan desa yang diatur dalam PP No. 43 Tahun 2014
berpotensi tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan yaitu Peraturan desa
sebagai produk hukum bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
Peraturan Desa bertentangan dengan peraturan perundang-undangaan yang
kedudukannya dibawah Undang-Undang dan Peraturan Desa bertentangan
dengan kepentingan umum.30
29 Ibid.,hlm. 88
30 Ibid.,hlm. 91.
227
BORNEO Law Review
Desember, Volume 5 Issue 2
31
Roy Marthen Moonti, Ilmu Perundang-Undangan, Cetakan Pertama, (Makassar,
Keretakupa, 2017), hlm. 10.
228
BORNEO Law Review
Desember, Volume 5 Issue 2
32
Rahendro Jati, “Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Pembentukan Peraturan Undang-
Undangan Yang Responsif”, Dalam Jurnal Rechtsvinding, Vol 1 No. 3, Desember 2012,
hlm. 330.
33Eddy Asnawi, et.al, Penataan Kewenangan Dan.................................., Loc.Cit.
229
BORNEO Law Review
Desember, Volume 5 Issue 2
D. KESIMPULAN
Kedudukan Peraturan Desa Menurut Peraturan Perundang-Undangan
mengacu pada Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Jo
Pasal 1 ayat (7) UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Jo Pasal 8 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 disimpulkan bahwa Peraturan desa merupakan
peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang. Selain itu
kedudukan peraturan desa juga bukan merupakan bahagian dari produk
hukum daerah. Mekanisme Pembatalan Peraturan Desa Menurut Undang-
Undang sebenarnya tidak diatur secara eksplisit didalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, justru mekanisme pembatalan peraturan
desa tersebut diatur dalam Pasal 87 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014. Namun jika dikaji kembali ketentuan dalam Pasal 87 Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 terdapat beberapa problematika
hukum yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembuatan
Peraturan Perundang-Undangan. Pembatalan Peraturan Desa Dibatalkan Oleh
Bupati/Walikota telah dituangkan dalam Pasal 87 PP NO. 43 Tahun 2014 dan
sekaligus menjadi hukum positif terhadap siapa yang berwenang dalam
melakukan pembatalan peraturan desa. Namun, klausul tersebut melahirkan
34 Ibid.,hlm. 92
230
BORNEO Law Review
Desember, Volume 5 Issue 2
DAFTAR PUSTAKA
a. Buku
b. Jurnal Artikel
231
BORNEO Law Review
Desember, Volume 5 Issue 2