You are on page 1of 76

TUGAS

JURNAL NASIONAL ADMINISTRASI PUBLIK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Seminar

DISUSUN OLEH :
DANU PERMADI
G2C119024
KELAS: B

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS HALUOLEO

2020
PELAKSANAAN KEWENANGAN DESA DALAM
RANGKA MEWUJUDKAN OTONOMI DESA
(Studi pada Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora)

Innesa Destifani, Suwondo, Ike Wanusmawatie


Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya
Malang
E-mail: innesadestifani@gmail.com

Abstract: Implementation Of Village Authority in Realizing Village Autonomy. Village authority


is the core of village autonomy. The authority which have owned by village listed in the Law
Number
32 year 2004 about Regional Governments through Government Regulation Number 72 year 2005
about Village. In this implementation of village authority, between policy with implementation, its
still not appropriate, include Sumber Village, Kradenan Sub-district, Blora Regency. This research
wants to know the implementation of village authority in Sumber Village in realizing village
autonomy. This research uses qualitative method. The implementation of village authority in
Sumber Village more dominated from government affairs that be the authority of regency/city
which is the settings had submitted to the village and assistance duty of government,
provincial government, and/ or district government. The activities of government are more
prominent than its origin. Culture and custome are not strong anymore because the position of
Sumber Village is a transition village from traditional village to modern village.

Keywords: village authority, village


autonomy

Abstrak: Pelaksanaan Kewenangan Desa dalam Rangka Mewujudkan Otonomi Desa.


Kewenangan desa merupakan inti dari otonomi desa. Kewenangan yang dimiliki oleh desa
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Dalam pelaksanaan kewenangan desa
ini, antara kebijakan dengan implementasinya ternyata belum sesuai, termasuk juga Desa Sumber,
Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan
kewenangan desa di Desa Sumber dalam rangka mewujudkan otonomi desa. Penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif. Pelaksanaan kewenangan desa di Desa Sumber ini lebih
didominasi dari urusan pemerintah kabupaten/ kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa
serta tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan/ atau pemerintah kabupaten.
Kegiatan pemerintahan lebih menonjol daripada hak asal-usulnya. Budaya dan adat istiadat sudah
tidak kental lagi karena posisi Desa Sumber yang merupakan desa transisi dari desa tradisional ke
arah desa modern.

Kata kunci: kewenangan desa, otonomi


desa
Pendahuluan tidak dapat mengelola desa sesuai dengan
Kewenangan desa merupakan elemen kondisi budaya dan adat dari desa tersebut.
penting dalam kajian otonomi desa. Kewe- Pada era reformasi diterbitkan Undang-
nangan desa merupakan hak yang dimiliki Undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian
desa untuk mengatur secara penuh urusan disempurnakan menjadi Undang-Undang
rumah tangga sendiri. Berdasarkan sejarah- Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
nya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 Daerah yang memberikan keleluasaan kepa-
tentang Pemerintahan Desa memposisikan da desa untuk dapat mengatur rumah tangga-
desa berada dibawah kecamatan dan kedu- nya sendiri sesuai dengan kondisi adat dan
dukan desa diseragamkan diseluruh Negara budaya setempat. Dalam undang-undang
Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini meng- tersebut selanjutnya dipertegas dalam Pera-
hambat tumbuhnya kreatifitas dan partisipasi turan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
masyarakat desa setempat karena mereka tentang Desa memuat tentang kewenangan-
kewenangan desa. Dari kewenangan yang

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1239-1246 | 1239


dimiliki oleh desa tersebut diharapkan dalam Kabupaten Blora tidak semudah kebijakan
pelaksanaannya sesuai dengan tujuan yaitu yang ada yang tertuang dalam Undang-
mewujudkan otonomi desa di mana desa Undang Nomor 32 Tahun 2004 melalui
dapat mandiri dalam mengurus rumah Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
tangganya sendiri. 2005. Maka dari itu dalam penelitian ini
Namun, setelah kewenangan tersebut akan dibahas lebih lanjut terkait dengan
diterapkan di desa ternyata pelaksanaanya ti- pelaksanaan kewenangan desa dalam rangka
dak berjalan sesuai dengan kebijakan yang mewujudkan otonomi desa di Desa Sumber,
ada, khususnya di Desa Sumber, Kecamatan Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora
Kradenan, Kabupaten Blora. Penelitian ini yang selanjutnya dapat dijadikan contoh
mengkaji mengenai pelaksanaan kewenang- untuk desa-desa lainnya. Selain itu juga da-
an desa di Desa Sumber dalam rangka me- pat memberikan masukan untuk memfor-
wujudkan otonomi desa. Dengan memper- mulasi kebijakan khususnya terkait dengan
hatikan realitas di lapangan, memberikan kewenangan desa di masa depan sehingga
bukti empirik tentang keberadaan otonomi desa benar-benar mendapatkan wewenang
desa melalui pelaksanaan kewenangan-ke- dan haknya dan dapat mewujudkan otonomi
wenangan yang tertuang dalam Undang- desa sepenuhnya.
Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pe-
merintahan Daerah melalui Peraturan Pe- Kajian Pustaka
merintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, berdasarkan Undang-Undang No-
Desa. mor 32 Tahun 2004 adalah kesatuan masya-
Berdasarkan realita di lapangan me- rakat hukum yang memiliki batas-batas wi-
nunjukkan bahwa dalam pelaksanaan kewe- layah yang berwenang untuk mengatur dan
nangan desa di Desa Sumber masalah utama mengurus kepentingan masyarakat setempat,
yang dihadapi antara lain pertama, dalam berdasarkan asal-usul dan adat istiadat se-
kewenangan asal-usul di mana posisi Desa tempat yang diakui dan dihormati dalam
Sumber yang merupakan desa transisi dari sistem pemerintahan Negara Kesatuan Repu-
desa tradisional ke arah desa modern me- blik Indonesia. Pada Undang-Undang No-
ngakibatkan adat dan budaya yang ada tidak mor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
begitu kental dan otonomi asli yang dimiliki Daerah ini, pemerintah masih konsisten
mulai memudar dengan seiring berjalannya memberikan keleluasaan pada desa untuk
waktu. mengatur rumah tangganya sendiri.
Hal lainnya yaitu sumber daya lokal Dalam undang-undang ini mengakui
yang dimiliki oleh Desa Sumber yang otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun
berupa tanah bengkok dan pasar desa tidak dengan sebutan lainnya dan kepala desa
mampu menghasilkan pendapatan asli desa melalui pemerintah desa dapat diberikan
yang cukup untuk biaya operasional desa. penugasan ataupun pendelegasian dari pe-
Kedua, yaitu berkaitan dengan pelak- merintah ataupun pemerintah daerah untuk
sanaan kewenangan desa berupa urusan melaksanakan urusan pemerintah tertentu.
distributif yang tergolong baru dalam pe- Wasistiono&Tahir (2007, h.76) berpendapat
nyelenggaraan pemerintahan desa yaitu u- bahwa desa diluar desa geneologis yaitu de-
rusan yang diserahkan pengaturannya dari sa yang bersifat administratif seperti desa
pemerintah atau pemerintah kabupaten kepa- yang dibentuk karena pemekaran desa atau-
da desa sehingga diasumsikan pemerintah pun karena transmigrasi ataupun karena ala-
desa sulit melaksanakan otonomi desanya san lain yang warganya pluralistis, maje-
karena terdapat urusan-urusan pemerintahan muk, ataupun heterogen, maka otonomi desa
yang baru. Oleh karena itu menarik untuk akan diberikan kesempatan untuk tumbuh
melihat pelaksanaan kewenangan desa di dan berkembang mengikuti perkembangan
Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabu- dari desa itu sendiri.
paten Blora. Inti dari otonomi sejatinya adalah
Berdasarkan penjelasan di atas menun- adanya transfer kewenangan dari tingkatan
jukkan bahwa pelaksanaan kewenangan desa pemerintahan. Jadi jika terjadi transfer
di Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, kewenangan antar tingkatan pemerintahan,

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1239-1246 | 1240


maka konsekuensinya adalah otonomi. desa. Adapun pengertian yang dimaksud
Sedangkan otonomi pada dasarnya adalah adalah haknya untuk mengatur rumah tangga
hak, wewenang, dan kewajiban untuk me- daerah dalam batas wilayah kekuasaan
ngatur dan mengurus rumah tangganya bersama dengan DPRD.
sendiri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa
72 Tahun 2005 tentang Desa. Urusan peme- dijelaskan bahwa walaupun desa memiliki
rintahan yang menjadi kewenangan desa otonomi, namun desa tidak menjadi daerah
mencakup: a) urusan pemerintahan yang otonom karena berdasarkan pasal 3 Undang-
sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa, b) Undang Nomor 5 Tahun 1979 hanya terda-
urusan pemerintahan yang menjadi kewe- pat dua tingkat daerah otonom yaitu Daerah
nangan kabupaten atau kota yang diserahkan Tingkat II dan Daerah Tingkat I. Apabila di-
pengaturannya kepada desa, c) tugas pem- lihat dari kewenangannya, kebijakan ini ti-
bantuan dari Pemerintah, Pemerintah Pro- dak menjelaskan secara tegas sehingga yang
vinsi,dan Pemerintah Kabupaten atau Kota, menonjol adalah tugas-tugas pembantuan.
d) urusan pemerintahan lainnya yang oleh Dikeluarkannya Undang-Undang No-
peraturan perundang-undangan diserahkan mor 22 Tahun 1999 yang kemudian disem-
kepada desa. purnakan menjadi Undang-Undang Nomor
Zakaria dalam Eko (2005, h.58) menye- 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Da-
butkan beberapa jenis kewenangan asal-usul, erah memberikan landasan kuat bagi desa
antara lain: 1) kewenangan membentuk dan dalam mewujudkan “Development Com-
mengelola sistem pemerintahan sendiri; 2) munity” yang memposisikan desa tidak lagi
kewenangan mengelola sumber daya lokal sebagai level administrasi atau bawahan da-
(tanah bengkok, tanah ulayat, hutan adat, erah tetapi sebaliknya sebagai “Independent
dll); Com-munity” yaitu desa dan masyarakatnya
3) kewenangan membuat dan menja- berhak berbicara atas kepentingan masya-
lankan hukum adat setempat; 4) kewenang- rakat sendiri. Desa diberi kewenangan untuk
an mengelola dan merawat nilai-nilai dan me-ngatur desanya secara mandiri termasuk
budaya lokal (termasuk adat istiadat); 5) ke- bidang sosial, politik dan ekonomi. Dengan
wenangan yudikatif atau peradilan komuni- adanya kemandirian ini diharapkan akan
tas. Urusan pemerintahan yang menjadi ke- dapat meningkatkan partisipasi masyarakat
wenangan kabupaten atau kota yang diserah- desa dalam pembangunan sosial dan politik.
kan pengaturannya kepada desa tercantum
Widjaja (2003, h.166) berpendapat bah-
pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No-
wa pelaksanaan hak, kewenangan dan kebe-
mor 30 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pe-
nyerahan Urusan Pemerintahan Kabupaten/ basan dalam penyelenggaraan otonomi desa
Kota Kepada Desa. harus tetap menjunjung nilai-nilai tanggung
Otonomi desa hingga saat ini masih jawab terhadap Negara Kesatuan Republik
menjadi isu perdebatan baik ditinjau dari Indonesia dengan menekankan bahwa desa
pengertiannya maupun hakekatnya. Jika adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
dilihat dari berbagai kebijakan pengaturan bangsa dan negara Indonesia. Pelaksanaan
tentang desa yang ada hingga saat ini maka hak, wewenang dan kebebasan otonomi desa
otonomi desa tidak secara eksplisit memiliki menuntut tanggung jawab untuk memelihara
pengertian yang jelas dan dapat diterima integritas, persatuan dan kesatuan bangsa
secara umum. Saparin (1986, h.42) dijelas- dalam ikatan Negara Kesatuan Republik In-
kan bahwasanya pengertian mengenai hak/ donesia dan tanggung jawab untuk mewu-
wewenang otonomi yang dimiliki oleh desa judkan kesejahteraan rakyat yang dilak-
atau pemerintah desa tidak dapat disamakan sanakan dalam koridor peraturan perundang-
dengan pengertian hak/wewenang otonomi undangan yang berlaku.
yang dimiliki oleh provinsi atau kabupaten.
Apabila dibandingkan dengan pengertian Metode Penelitian
hak otonomi dalam ilmu ketatanegaraan Penelitian ini menggunakan penelitian
pada umumnya, maka perbedaannya terletak kualitatif. Fokus dari penelitian ini adalah
pada sempitnya pengertian hak otonomi pelaksanaan kewenangan desa dalam rangka
mewujudkan Desa Sumber,
otonomi desa di Kecamatan

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1239-1246 | 1241


Kradenan, menganalisis dan ragam budaya dan nangan asal-usul,
Kabupaten Blora menyusun data tradisi yang Fakta di lapangan
ter- kait dengan: a) setelah tahap berbeda antara
menun- jukkan
urusan pengum- satu daerah
dengan daerah bahwa dari kelima
pemerintahan yang pulan data
lain, sedangkan di jenis kewenangan
sudah ada dilakukan, yaitu:
sisi lain daerah- generik yang
berdasarkan hak melalui wawan-
daerah tersebut disebutkan oleh
asal-usul desa, b) cara, observasi, dan
masuk dalam Zakaria dalam Eko
urusan dokumentasi,
lingkup Negara (2005, h.69), hanya
pemerintahan yang meskipun cara
Kesa- dua yang masih
menjadi kewe- tersebut lebih sulit,
tuan Republik terlaksana dengan
nangan kabupaten latarnya lebih kom-
Indonesia yang model yang
atau kota yang pleks, namun
memiliki atu- ran mengikuti
diserahkan pengkodean ini
hukum positif dan perkembangan
pengaturannya dianggap lebih berlaku secara jaman. Kedua jenis
kepada desa, c) spesifik. Kode- nasi- kewe- nangan
tugas pem- kode tersebut, onal sehingga generik yang masih
bantuan dari antara lain: kode membatasi daerah- terlaksana di Desa
Pemerintah, latar/konteks, kode daerah un- tuk Sumber adalah
Pemerintah Pro- situasi, cara subjek mengembangkan kewenangan
vinsi, dan berpikir tentang potensi lokal, mengelola sumber
Pemerintah objek, kode proses, terma- suk juga
daya lokal serta
Kabupaten atau kode aktivitas, dengan otonomi
desa. kewenangan
Kota, d) urusan kode peristiwa,
Dalam menge- lola dan
pemerintahan kode strategi, kode
pelaksanaan merawat nilai-nilai
lainnya yang oleh hubungan dan
kewenangan desa budaya lokal.
peraturan struktur sosial,
di Desa Sumber, Dalam
perundang- kode naratif, kode
Kecamatan pelaksanaannya,
undangan metode.
Kradenan, Kabu- pemerintah Desa
diserahkan kepada paten Blora, masih Sumber masih
desa. Situs P
ditemukan mengelola dengan
penelitian ini yaitu e
beberapa ken- dala baik sumber daya
balai Desa Sumber, m di lapangan. lokal yang
Kecamatan b Pertama, dalam dimliki berupa
Kradenan, Kabu- a kewe- tanah kas desa yaitu
paten Blora. h
tanah bengkok serta
Melalui situs a
pasar desa.
tersebut, peneliti s
Kewenangan asal-
dapat memperoleh a
usul lainnya yang
data primer n
pelaksanaannya
maupun data Kewenangan
desa merupakan masih dikelola
sekunder. dengan baik oleh
Data yang hak yang dimiliki
oleh sebuah desa masyarakat Desa
diperoleh di
untuk dapat Sumber adalah
lapangan
mengatur rumah kewenang-an
diana-
lisis menggunakan tangganya sendiri. mengelola dan
metode analisis Di ber- merwat nilai- nilai
Coding dari bagai daerah, budaya lokal.
Bogdan Biklen banyak sekali Budaya lokal
dalam Emzir permasalahan yang adalah kebiasaan
(2010, h.112) muncul terkait masyarakat Desa
yaitu merupakan dengan Sumber untuk
pengembangan kewenangan melaksanakan
suatu sistem desa. Hal ini terjadi adat istiadat yang
pengkodean untuk karena disatu sisi masih mereka
ba- nyak sekali
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1239-1246 | 1242
terapkan. Budaya desa sudah tidak
lokal yang masih diperhatikan lagi.
dilestarikan di Desa Sumber
Desa Sumber ini juga merupakan
hampir sama desa yang masih
dengan desa-desa mempunyai
kebanyakan di masyarakat adat di
Jawa karena adat dalamnya yaitu
yang digunakan sedulur sikep.
juga adat Jawa. Sedulur sikep
Seperti adat berada di
kelahiran mulai beberapa RT
dari brokohan, yang berkumpul
sepasar, selapan, dalam satu
dan juga adat dukuhan.
kematian seperti Keberadaan
pitung dino, sedulur sikep ini
nyatos, nyewu, dan tidak
pendak. mempengaruhi
Tidak ada kehidupan
pelestarian secara masyarakat biasa di
khusus yang sehari-harinya.
dilakukan oleh Adanya sedulur
pemerintah Desa sikep juga tidak
Sumber. mempengaruhi
Keberadaan adat pro- ses
istiadat hingga berjalannya
saat ini berjalan pemerintahan Desa
begitu saja karena Sumber
suatu kebiasaan
atau tradisi. Dalam
Undang- Undang
Nomor 32 Tahun
2004 sudah jelas
disebutkan bahwa
sebuah desa
mempunyai
kewenangan untuk
mengurus urusan
peme- rintah yang
sudah ada
berdasarkan asal-
usul. Namun
dalam
kenyataannya
pemerintah de- sa
lebih
mendahulukan
urusan-urusan
yang berasal dari
pemerintah supra
desa sehingga
untuk urusan
mengenai asal-usul

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1239-1246 | 1243


karena posisi sedulur sikep ini berada di desa, dan juga penetapan Anggaran Penda-
bawah pemerintahan Desa Sumber. patan Belanja Desa (APBDes). Sedangkan
Selain kedua kewenangan yang telah masih banyak bidang lainnya yang harus
disebutkan, fakta di lapangan tidak ditemu- digali dan dikaji oleh pemerintahan desa
kan kewenangan generik lainnya yaitu ke- untuk dapat lebih mensejahterakan masya-
wenangan membentuk dan mengelola sistem rakat, mewujudkan pemerataan dan keadilan
pemerintahan sendiri, kewenangan membuat serta menumbuhkan jiwa demokratisasi ma-
dan menjalankan hukum adat setempat, dan syarakat Desa Sumber.
kewenangan yudikatif atau peradilan komu- Ketiga, kewenangan desa berupa tugas
nitas. Ketiga kewenangan tersebut sudah pembantuan dari pemerintah, pemerintah
tidak berlaku lagi karena keberadaan desa provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
yang diakui sebagai masyarakat hukum yang Tugas pembantuan ini dilaksanakan oleh
otonom tetapi masih dalam naungan Negara desa karena menurut undang-undang posisi
Kesatuan Republik Indonesia yang harus desa berada di bawah kabupaten. Tugas
mentaati hukum positif yang berlaku secara pembantuan yang ada di desa tidak dapat
nasional. lepas dari urusan pemerintahan yang men-
Selain terkait dengan kewenangan- jadi kewenangan kabupaten/kota yang
kewenangan desa yang termasuk dalam diserahkan pengaturannya kepada desa. Dari
kewenangan asal-usul, fakta di lapangan beberapa bidang urusan tersebut juga
menunjukkan bahwa dalam pemerintahan termasuk dalam tugas pembantuan, tergan-
desa yang sudah disusun secara modern, tung dari kemampuan desa dan biaya yang
tetapi penggunaan istilah adat masih saja ada karena dalam pelaksanaan tugas
digunakan dan masyarakat lebih nyaman pembantuan harus disertai dengan pembi-
menggunakannya karena kebiasaan dari dulu ayaan. Jika tidak disertai dengan pembi-
sampai sekarang. Istilah tersebut misalnya ayaan, maka desa berhak untuk menolaknya.
penyebutan sekretaris desa yang lebih Tugas pembantuan yang ada di Desa Sum-
dikenal dengan sebutan carik, kepala dusun ber bersifat umum hampir sama dengan
yang lebih dikenal dengan sebutan kami- desa-desa pada umumnya yaitu bidang
tuwa, serta perangkat-perangkat lainnya kesehatan, pertanian, pendidikan, dan la-
seperti kebayan, modin, dan petengan. Hal innya.
ini menunjukkan bahwa walaupun Desa Keempat, Kewenangan desa berupa
Sumber merupakan desa yang menuju ke- urusan pemerintahan lainnya yang oleh
arah modern, tetapi Desa Sumber masih peraturan perundang-undangan diserahkan
mempertahankan ciri khas tradisionalnya kepada desa. Data di lapangan menunjukkan
dengan tetap mempertahankan istilah-istilah bahwa di Desa Sumber tidak ditemukan
kewenangan desa berupa urusan pemerintah-
adat dalam pengorganisasian pemerintahan-
an lainnya yang oleh peraturan perundang-
nya. Jadi struktur organisasi disusun secara
undangan diserahkan kepada desa. Urusan
modern tetapi untuk perangkat desa lainnya yang dilaksanakan di Desa Sumber merupa-
masih menggunakan istilah-istilah secara kan urusan pemerintah yang menjadi kewe-
adat agar masyarakat juga lebih mudah nangan kabupaten/ kota yang pengaturannya
untuk memahaminya. diserahkan kepada desa serta tugas pemban-
Kedua, kewenangan desa berupa urusan tuan dari pemerintah, pemerintah provinsi
pemerintahan yang menjadi kewenangan dan pemerintah kabupaten.
kabupaten/kota yang diserahkan penga- Secara keseluruhan, pelaksanaan kewe-
turannya kepada desa. Di setiap desa berhak nangan desa di Desa Sumber berupa urusan
mengevaluasi dan menetapkan urusan apa pemerintah yang sudah ada berdasarkan hak
saja yang akan dilaksanakan dan tentunya asal-usul, urusan pemerintah yang menjadi
disertai dengan dana yang mendukung. kewenangan kabupaten/kota yang penga-
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa di turannya diserahkan kepada desa, tugas
Desa Sumber didominasi oleh bidang oto- pembantuan dari pemerintah, pemerintah
nomi desa yang berupa mekanisme penye- provinsi dan pemerintah kabupaten. Dari ke-
lenggaraan pemilihan kepala desa, peneta- tiga kewenangan tersebut yang mendomi-
pan perangkat desa, penetapan peraturan nasi dilaksanakan kewenang- an
di Desa Sumber kabupaten/kota
adalah urusan yang
pemerintah yang pengaturannya
menjadi diserahkan kepada
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1239-1246 | 1243
desa, tugas adat istiadat. selain mempunyai terjadi
pembantuan dari Otonomi asal- usul wewenang untuk penumpukan dan
pemerintah, dan adat istiadat menga- tur dan penyalahgunaan
pemerintah adalah otonomi mengurus kekuasaan,
provinsi dan yang telah dimiliki kepentingan rumah memberi ruang
pemerintah sejak dulu kala dan tang- ganya sendiri kepada Desa untuk
kabupaten. telah menjadi adat juga memposisikan berbuat sesuai
Hal ini istiadat yang desa di bawah dengan
berbeda dengan melekat dalam kabupaten. Eko kebutuhan lokal,
definisi desa yang masyarakat desa (2005) mendefini- serta membuat
tertuang dalam yang sikan otonomi kekuasaan bisa
Undang-Undang bersangkutan. desa dengan
No- mor 32 Tahun dibawa lebih dekat
Fakta di lapangan melandaskan pada pada masyarakat
2004 dimana yang menunjukkan prinsip
dimaksud dengan dan mudah
bahwa otonomi desentralisasi. dikontrol oleh
desa adalah
asli yang dimiliki Menurut Eko rakyat setempat.
kesatuan
oleh Desa Sumber (2005) diperlukan Nurcholis
masyarakat
hukum yang sudah mulai luntur juga adanya (2011, h.65)
memiliki dengan pembagian membedakan
kewenangan untuk perkembangan kekuasaan dan desa dalam empat
mengatur dan zaman. Hal itu kewenangan dari tipe, yaitu desa
mengurus terbukti dengan pusat ke kabupaten adat, desa
kepentingan pelaksanaan dan desa. administrasi, desa
masya- budaya dan adat Tujuannya agar otonom, dan desa
rakat setempat istiadat yang tidak cam- puran.
berdasarkan asal- sudah diwarnai Menurut
usul dan adat dengan budaya Nurcholis, desa
istiadat setempat modern. Fakta lain di bawah
yang diakui dalam adalah masih Undang-Undang
bergantungnya Nomor 32 Tahun
sistem
2004 adalah tipe
pemerintahan Desa Sumber
desa campuran
nasional dan dengan pemerintah
yaitu tipe desa
berada di daerah supra desa dalam yang mempunyai
kabupaten. Dalam hal finansial. kewenangan
definisi tersebut Pendapatan asli campuran an- tara
kata mengatur dan desa tidak cukup otonomi asli dan
mengurus berarti untuk mebiayai semi otonomi
bahwa desa kegiatan formal.
mempunyai operasional Disebut campuran
wewenang untuk pemerintahan Desa karena otonomi
menge- lola Sumber. Sumber aslinya diakui oleh
kehidupan rumah pendapatan desa undang-undang dan
tangganya sendiri ma- sih didominasi juga diberi
sehingga desa dengan bantuan penyerahan
mempunyai dari peme- rintah kewenangan dari
otonomi. Otono- pusat maupun kabupaten/ ko-
mi yang dimiliki pemerintah daerah. ta. Disebut semi
oleh desa Selain itu, otonom karena
mengacu pada model pe-
bukanlah otono-
Undang-Un- dang nyerahan urusan
mi formal seperti pemerintahan dari
yang dimiliki Nomor 32 Tahun
2004 ini, daerah
pemerintah otonom kepada
provinsi Wasisiti- ono
(2007, h.31) satuan
dan/kabupaten, pemerintahan diba-
menyebutkan
akan tetapi otono- wahnya ini tidak
bahwa desa
mi asal-usul dan dikenal dalam teori
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1239-1246 | 1244
desen- tralisasi. menjadi kewe- sudah berlangsung pemerintah Desa
Menurut teori nangan dilihat dari Sumber dengan
desentralisasi atau kabupaten/kota pelaksanaan kewe- baik. Tugas
otonomi daerah, yang diserahkan nangan desanya pembantuan yang
penyerahan urusan pe- ngaturannya yang terdiri dari: a) ada masih bersifat
peme- rintahan kepada desa serta urusan umum seperti desa-
hanya dari tugas pem- pemerintahan yang desa pada
pemerintah bantuan dari sudah ada umumnya yaitu
pusat.
pemerintah, berdasarkan hak berupa pe-milihan
Wasistiono (2007,
pemerintah provin- asal usul desa di umum, sensus
h.127)
menyebutkan pe- si, dan pemerintah Desa Sumber penduduk,
nyerahan urusan kabupaten lebih meliputi pendidikan,
pemerintahan dominan di Desa pengelolaan kesehatan, dan
tersebut dengan Sumber. Tugas sumber daya lokal lainnya.
istilah pembantuan yang yaitu berupa tanah Selain itu juga
desentralisasi menjadi rutinitas bengkok dan pasar terdapat beberapa
teknik dimana tiap tahun desa serta urusan yang
kewenangan yang pemerintah desa pengelolaan dan belum terlaksana
didesentralisasikan membuat merawat nilai- di Desa Sumber
kepa- da kurangnya nilai budaya lokal yaitu: a) urusan
pemerintah tingkat pemerintah desa berupa sedekah pemerintahan yang
bawahnya adalah untuk menggali bumi, slametan sudah ada
tek- potensi lain yang kepaten, sinoman berdasarkan hak
nis pelaksanaannya menjadi kewe- dan buwoh, asal usul desa di
semata, sedangkan nangan desa. Fokus tironan, tingkepan, Desa Sumber
subs- tansi pemerintah desa serta slametan meliputi
kewenangannya yang sama tiap lairan. b) urusan pengelolaan sistem
sendiri tetap
tahunnya pemerintahan yang peme- rintahan
menjadi
membuat urusan menjadi kewe- sendiri,
kewenangan
pemerintah lain yang menjadi nangan menjalankan
tingkat kewenangan desa kabupaten/kota hukum adat
atasnya. terabaikan. Masih yang diserahkan setempat, serta
Maka dari itu, banyak urusan pengaturannya peradilan
Desa Sumber yang menjadi kepada desa tidak komunitas. Urusan
merupakan jenis kewe- nangan desa semuanya ini sudah tidak
desa campuran perlu digali lebih terlaksana, ditemui dan tidak
yang memiliki dalam oleh dominan pada dilaksa- nakan di
kewe- nangan pemerintah desa. bidang otonomi Desa Sumber
campuran antara Sumber daya alam desa berupa karena budaya
otonomi asli dan serta sumber mekanisme tersebut luntur
semi otonomi manusia yang ada penyelenggaraan dengan sendirinya
formal. dapat diman- kepala desa, seiring berjalannya
Kewenangan faatkan lagi lebih penetapan waktu. b) urusan
berupa urusan maksimal agar perangkat desa, pemerintahan yang
pemerintahan yang tercapainya penetapan menjadi
u APBDes, dan juga kewenangan
kehidupan penetapan kabupaten/kota
masyarakat Desa l
a peraturan desa. c) yang diserahkan
Sumber yang
n tugas pembantuan pengaturannya
sejahtera.
Otonomi dari pemerintah, kepada desa diluar
desa di pemerintah bidang otonomi
K
Desa provinsi, dan desa yang
e
Sumber, pemerintah tercantum dalam
s
Kecama-tan kabupaten/kota pasal 2 ayat 1
i
Kradenan, belum seutuhnya Peraturan Menteri
m
Kabupaten Blora dilaksanakan oleh Dalam Negeri
p
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1239-1246 | 1245
Nomor 30 Tahun perundang- peme- rintah dengan pe-
2006 ten- tang Tata undangan kabupaten untuk merintah desa
Cara Penyerahan diserahkan kepada memberikan hak untuk lebih
Urusan Peme- desa tidak terdapat desa atas mengidentifikasi
rintahan di Desa Sumber. wewenang yang secara mendalam
Kabupaten/Kota Temuan di telah dilimpahkan urusan
Kepada Desa. c) lapangan kepada desa. pemerintahan lain-
pelaksanaan menunjukkan Dalam nya yang
kewenangan desa kebe- radaan pelaksanaan tercantum dalam
berupa urusan masayarakat adat kewenangan asal- pasal 2 ayat 1
pemerintahan yaitu sedulur sikep usul terutama pada Peraturan Menteri
lainnya yang oleh tidak aspek budaya, Dalam Negeri
peraturan mempengaruhi sebaiknya Nomor 30
jalannya pemerintah desa T
pelaksanaan lebih a
pemerintahan Desa memperhatikan de- h
Sumber. Kebiasaan u
ngan membuat
yang dianut oleh n
sedulur sikep tidak peraturan sebagai
mempenga- payung hukum
yang bertujuan 2
ruhi masyarakat 0
Desa Sumber pada untuk merawat dan
mempertahankan 0
umum- nya
sehingga Desa budaya yang ada 6
Sumber tidak agar warga tetap .
terkesan desa adat melestarikan Dalam
melainkan desa budaya tersebut pelaksanaan
transisi dari tradi- sesuai dengan tugas
sional menuju ke pembantuan
nilai-nilai yang
modern. dari pemerintah,
terkandung di
pemerintah
dalamnya. provinsi, mau- pun
S Dalam pemerintah
a pelaksanaan kabupaten harus
r kewenangan dimak- simalkan
a berupa urusan lagi dengan
n pemerintahan yang meningkatkan pola
Saran-saran menjadi kewe- komunikasi dan
yang dapat nangan koordinasi
diberikan dari kabupaten/kota pemerintah Desa
hasil penelitian yang diserahkan Sumber dengan
ini adalah pengaturannya pemerintah supra
peraturan yang kepada desa harus desa untuk
mengatur dapat dapat
mengenai otonomi dimaksimalkan memperlancar
desa harusnya lagi. Perlu adanya program-program
diatur dalam identifi- kasi lebih na- sional. Selain
undang-undang mendalam dan itu juga pola
tersendiri agar inisiatif dari peme- komunikasi antar
status, tugas, dan rintah daerah yang
wewenang desa bekerjasama
jelas dan tidak warga Desa Sumber sebaiknya
tumpang tindih Sumber dengan dapat
dengan wewenang sedulur sikep harus
ka- bupaten. Perlu tetap dipertahankan
adanya dukungan dengan baik agar
dari peme- rintah, satu sama lain tetap
pemerintah saling bertoleransi.
provinsi maupun Pemerintah Desa
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1239-1246 | 1246
lebih memberikan merupakan ciri
perhatiannya khas dari Desa
untuk sedulur sikep Sumber.
karena mereka

DAFTAR PUSTAKA
Eko, Sutoro dkk. (2005) Prakarsa
Desentralisasi & Otonomi Desa.
Yogyakarta, IRE Press. Emzir.
(2010) Metodologi Penelitian
Kualitatif: Analisis Data.
Jakarta, Rajawali Press.
Nurcholis, Hanif. (2011) Pertumbuhan dan
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta,
Erlangga.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005 tentang Desa [Internet] Available
from: <
http://www.kemendagri.go.id/produk-
hukum/2005/12/30/peraturan-pemerintah-
nomor-72-tahun-
2005> [Accessed: 22 Agustus 2013].
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
[Internet] Available from: <
http://www.bappenas.go.id/node/123/19
/uu-no-32-tahun-2004-tentang-
pemerintahan-daerah-/> [Accessed: 22
Agustus 2013].
Wasistiono, Sadu dan M. Irwan Tahir. (2007)
Prospek Pengembangan Desa. Bandung,
Fokusmedia. Widjaja, HAW. (2003) Otonomi
Desa: Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat
dan Utuh. Jakarta, Raja
Grafindo Persada.

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1239-1246 | 1247


2
Jurna m ah Adm n stras Pub k dan Pembangunan Vo 8 No 1 Januar –Ju 2017
MODEL PENERAPAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI KOTA
PEKANBARU

Adianto
Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fisip Universitas Riau
Email: adi_perfisi@yahoo.co.id

Mayarni
Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fisip Universitas Riau

Dadang Mashur
Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fisip Universitas Riau

ABSTRAK. Pelaksanaan pengorganisasian pemerintahan yang baik, pada intinya menuntut


keterlibatan semua komponen pemangku kepentingan, baik dalam lingkungan merah
maupun lingkungan masyarakat. Penelitian ini menguji penerapan model prinsip
komprehensif tata kelola yang baik dalam pelayanan perizinan di Kota Pekanbaru, faktor-
faktor yang menghambat dan mendukung penerapan good governance dalam pelayanan
perizinan di Kota Pekanbaru. Hasil penelitian menemukan bahwa masyarakat menyetujui
penerapan prinsip-prinsip good governance dalam pelayanan perizinan yang dilakukan oleh
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru.. Faktor-faktor
yang menghambat penerapan prinsip-prinsip good governance dalam pelayanan Badan
Pelayanan Terpadu di bidang Perizinan dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru
adalah faktor sumber daya manusia dan pola pikir masyarakat terhadap kementerian.
Sedangkan faktor-faktor yang mendukung penerapan prinsip-prinsip good governance
dalam pelayanan Badan Pelayanan Terpadu di bidang Perizinan dan Penanaman Modal
(BPTPM) Kota Pekanbaru adalah faktor dan infrastruktur, dukungan kebijakan dan
dukungan finansial.

Kata Kunci: Good Governance, Pelayanan Publik dan Pelayanan Perizinan

ABSTRACT. Implementation of organizing good Governence, essentially demanding the


involvement of all components of the stakeholders, both in environmental red tape as
well as in the environmental community. The essence of good governance is characterized
by this public service is good, this is in line with the essence of the policy of
decentralization and regional autonomy which is intended to give discretion to the
region set up and take care of the local community and improve public services. This
research examines the application of models of comprehensive principles of good
governance in the service of licensing in Kota Pekanbaru, factors that inhibit and supports
the application of good governance in the service of licensing in Kota Pekanbaru. Results
of the study found that the public approved the application of the principles of good
governance in the service of licensing conducted by the Agency of Integrated Services and
capital investment (BPTPM) Kota Pekanbaru. Factors that hinder the application of the
principles of good governance in the service of the Agency's Integrated Services in licensing
and Investment (BPTPM) Kota Pekanbaru is the factor of human resources and community
patterns of thought against the ministry. While the factors that support the
application of the principles of good governance in the service of the Agency's
Integrated Services in licensing and Investment (BPTPM) Kota Pekanbaru is a factor and
infrastructure, policy support and financial support.

Keywords: Good Governce, Public Service and Licensing


Service

ADMINISTRATIO ISSN: 2087-0825


2
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan Vol. 8 No. 1, Januari –Juli 2017
PENDAHULUAN agar pelayanan publik kepada masyarakat
Pemerintah yang didekatkan dengan yang dapat berjalan baik dan profesional, juga
diperintah (rakyat) akan dapat mengenali memerlukan pengetahuan dan informasi
apa yang menjadi kebutuhan, lokal.
permasalahan, keinginan dan kepentingan Dengan demikian pemerintahan
serta aspirasi rakyat secara baik dan benar, yang dekat dengan yang diperintah
karenanya kebijakan yang dibuat akan (decentralized) akan mampu
dapat mencerminkan apa yang menjadi menyediakan layanan masyarakat lokal
kepentingan dan aspirasi rakyat yang secara efisien, mampu mengurangi biaya,
dilayaninya. Kaitannya dengan yang memperbaiki outputs dan penggunaan
memerintah dan yang diperintah Sharpe sumber daya manusia secara lebih
dalam Smith (1985) menggambarkan efektif. Desentralisasi dapat pula
:”Local government is better able than meningkatkan akuntabilitas, kecakapan
central governement to respond to berpolitik (political skill) dan integrasi
changes in demand, to experiment and to nasional yang kesemuanya akan
anticipate future change. It provides a mendekatkan pemerintahan kepada
form of government in wich people from rakyat dan memberikan pelayanan yang
non-producer groups can more easily lebih baik kepada masyarakat. Disamping
participate”. Pemerintah lokal lebih itu, desentralisasi dapat pula melatih
mampu daripada pemerintah pusat dalam rakyat untuk terlibat dalam proses politik
merespon perubahan tuntutan, baik pada skala lokal maupun nasional.
melakukan eksperimen dan (Sukarman Kamuli, 2008)
mengantisipasi perubahan-perubahan Amanah penyelenggaraan
pelayanan publik, salah satunya tentang
pada masa mendatang. Pemerintah lokal
pelayanan perizinan yang dilaksanakan
memberikan bentuk pemerintahan dalam
secara terpadu satu pintu. Dalam
mana rakyat dari kelompok-kelompok non
penyelenggaraan pelayanan terpadu yang
produser dapat lebih berpartisipasi. Hal
dilaksanakan oleh setiap daerah,
ini disebabkan karena “the power which
pemerintah pusat telah menerbitkan
lies with the local electorate may thus
Permendagri No. 24 Tahun 2006 tentang
ensure that local policies reflect local
pedoman penyelengaraan pelayanan
demmand”. Kewenangan yang
terpadu satu pintu. Dimana dalam
menyandarkan pada pemilih lokal bisa
Permendagri No. 24 Tahun 2006
jadi dapat menjamin bahwa kebijakan
dijelaskan tujuan penyelenggaraan
lokal mencerminkan apa yang menjadi
pelayanan terpadu Satu Pintu adalah
tuntutan lokal.
meningkatkan kualitas layanan publik dan
Kebijakan yang menyandarkan
pada kondisi lokal akan dapat memberikan akses yang lebih luas kepada
mencerminkan apa yang menjadi masyarakat untuk memperoleh pelayanan
tuntutan dan keinginan serta aspirasi publik. Sedangkan sasaran
masyarakat lokal, dikarenakan mereka penyelenggaraan pelayanan terpadu satu
saling melakukan kontak (hubungan pintu adalah : Pertama, terwujudnya
dengan masyarakat lokal), sehingga pelayanan publik yang cepat, murah,
mereka mengetahui apa yang menjadi mudah, transparan, pasti dan terjangkau.
masalah, tuntutan, keinginan, dan Kedua, meningkatnya hak-hak masyarakat
aspirasi masyarakat lokal dan terhadap pelayanan publik.
membawanya ke dalam proses pembuatan Kebijakan Pemendagri No. 24
kebijakan. Smith (1985) menegaskan Tahun 2006 tentang pedoman
bahwa : “Because if its frequent contact penyelengaraan pelayanan terpadu satu
pintu, dipertegas lagi dengan Perpres No.
with the public the local administration
97 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan
becames aware of popular feelings pelayanan terpadu satu pintu. Dimana
towards local policies and can bring them Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang
to the attention of the relevant policy- selanjutnya disingkat PTSP adalah
makers”. Disamping pemerintahan perlu pelayanan secara terintegrasi dalam satu
didekatkan dengan apa yang diperintah,
kesatuan proses dimulai dari tahap 3
permohonan sampai dengan tahap
Adianto et. al: Model Penerapan…
penyelesaian produk pelayanan melalui
satu pintu. PTSP bertujuan untuk kendala dalam menyediakan pelayanan
memberikan perlindungan dan kepastian perizinan terpadu yang optimal, seperti :
hukum kepada masyarakat, Pertama, masih belum tersedianya
memperpendek proses pelayanan, tenaga teknis tertentu yang memahami
mewujudkan proses pelayanan yang penggunaan teknologi informasi dan
cepat, mudah, murah, transparan, pasti, komunikasi (ICT/ information an
dan terjangkau serta mendekatkan dan comunnication technologies). Kedua,
memberikan pelayanan yang lebih luas masih belum optimalnya sosialisasi yang
kepada masyarakat. Ruang lingkup PTSP dilakukan oleh penyelenggara pelayanan
meliputi seluruh pelayanan perizinan dan terpadu akan keterbukaan informasi yang
non perizinan yang menjadi kewenangan diberikan dalam melakukan pengurusan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah. pelayanan perizinan dan non perizinan.
Oleh karena itu dalam Ketiga, masih belum tersedianya sarana
menyelenggarakan pelayanan terpadu di dan prasarana pelayanan yang dapat
daerah, Pemendagri No. 24 Tahun 2006 mendukung penyelenggaraan pelayanan
dan Perpres No. 97 Tahun 2014 yang optimal, seperti : gedung pelayanan
memerintahkan untuk membentuk yang masih sederhana, sehingga proses
organisasi perangkat daerah. Untuk pelayanan yang diberikan terkadang
menyikapi amanah tersebut, Pemerintah terkesan kurang nyaman, karena ruang
Daerah Kabupaten/Kota membentuk tunggu layanan yang masih sederhana dan
organisasi perangkat daerah yang terkesan membosankan.
berhubungan dengan penyelenggaraan Permasalahan dalam penelitian ini
pelayanan terpadu. Hal ini dimaksudkan adalah : Pertama, bagaimana penerapan
agar pemenuhan kebutuhan akan prinsip good governance dalam pelayanan
pelayanan perizinan dan non perizinan perizinan di Kota Dumai dan di Kota
guna merangsang pengelolaan petonsi- Pekanbaru ? Kedua, apakah faktor-faktor
potensi daerah dapat berjalan dengan yang menghambat dan mendukung
lancar. Sebab dalam menyelenggarakan penerapan prinsip good governance dalam
pelayanan terpadu, organisasi perangkat pelayanan perizinan di Kota Dumai dan di
daerah yang dibentuk harus memiliki Kota Pekanbaru ?. Ketiga, bagaimana
model penerapan prinsip good governance
sarana dan prasarana untuk loket/ruang
dalam pelayanan perizinan di Kota Dumai
pengajuan permohonan dan informasi, dan di Kota Pekanbaru.
tempat/ruang pemrosesan berkas, Istilah governance sebenarnya
tempat/ruang pembayaran, sudah dikenal dalam literature
tempat/ruang penyerahan dokumen dan administrasi dan ilmu politik hampir 120
tempat/ruang penanganan pengaduan. tahun, sejak Woodrow Wilson
Dalam upaya merespon amanah memperkenalkan bidang studi tersebut
tersebut, Pemerintah Kota Pekanbaru kira-kira 125 tahun yang lalu. Tetapi
membentuk Badan Pelayanan Terpadu selama itu governance hanya digunakan
dan Penanaman Modal (BPTPM). dalam konteks pengelolaan organisasi
Pembentukkan organisasi perangkat korporat dan lembaga pendidikan tinggi.
daerah ini dimaksudkan untuk Wacana tentang governance yang baru
mengakomodir seluruh pelayanan muncul sekitar beberapa tahun
perizinan dan non perizinan yang belakangan ini, terutama setelah
dilakukan di tingkat kota dalam upaya berbagai lembaga pembiayaan
menggali potensi-potensi daerah guna internasional mempersyaratkan good
meningkatkan penerimaan keuangan governance dalam berbagai program
daerah. Namun dari hasil survey awal dan bantuannya. Perbedaan paling pokok
pengamatan yang dilakukan terhadap antara konsep government dan
penyelenggaraan pelayanan terpadu di governance terletak pada bagaimana cara
Kota Pekanbaru, ditemukan beberapa penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi
dan administrasi dalam pengelolaan
urusan suatu bangsa. Konsep government
4
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan Vol. 8 No. 1, Januari –Juli 2017
berkonotasi bahwa peranan pemerintah manajemen pemerintahan yang solid dan
yang lebih dominan dalam bertanggung jawab yang sejalan dengan
penyelenggaran berbagai otoritas negara. prinsip demokrasi dan pasar,
Sedangkan dalam governance pemerintahan yang efisien, serta
mengandung makna bagaimana cara suatu pemerintahan yang bebas dan bersih dari
bangsa mendistribusikan kekuasaan dan kegiatan korupsi, kolusi, dan nepotisme
mengelola sumberdaya dan berbagai (KKN).
UNDP (1997) mengajukan 9
masalah yang dihadapi masyarakat.
karakteristik good governance sebagai
Dengan kata lain, dalam konsep berikut :
governance terkandung unsur demokratis, 1) Participation. Setiap warga negara
adil, transparan, rule of law, partisipatif mempunyai suara dalam pembuatan
dan kemitraan. (Sofian Efendi, 2005) keputusan, baik secara langsung
World Bank dalam Mardiasmo (2004) maupun melalui intermediasi institusi
memberikan definisi governance sebagai legitimasi yang mewakili
“the way state power is used in managing kepentingannya. Partisipasi seperti ini
economic and social resources for dibangun atas dasar kebebasan
development of society” yang artinya berasosiasi dan berbicara serta
kekuasaan negara digunakan dengan cara berpartisipasi secara konstruktif.
mengelola sumber daya ekonomi dan 2) Rule of Law. Kerangka hukum harus
sosial bagi perkembangan masyarakat. adil dandilaksankan tanpa pandang
Sedangkan UNDP (1997) mendefinisikan bulu, terutama hukum untuk hak asasi
governance sebagai “the exercise of manusia.
political, economic, and administrative 3) Transparency. Transparansi dibangun
authority to manage a nation affair at all atas dasar kebebasan arus informasi.
Proses-proses, lembaga-lembaga dan
levels” (sebagai pelaksanaan kewenangan
informasi secara langsung dapat
atau kekuasaan di bidang ekonomi, politik diterima oleh mereka yang
dan administratif untuk mengelola membutuhkan. Informasi harus dapat
berbagai urusan negara pada setiap dipahami dan dapat dimonitor.
tingkatannya). Dalam hal ini, World Bank 4) Responsiveness. Lembaga-lembaga
lebih menekankan pada cara pemerintah dan proses-proses harus mencoba
mengelola sumber daya sosial dan melayani setiap stakeholders.
ekonomi untuk kepentingan pembangunan 5) Consensus Orientation. Good
masyarakat, sedangkan UNDP lebih governance menjadi perantara
menekankan pada aspek politik, ekonomi kepentingan yang berbeda untuk
dan administrative dalam pengelolaan memperoleh pilihan terbaik bagi
Negara. kepentingan yang lebih luas baik
Secara umum penyelenggaraan dalam hal kebijakan-kebijakan
pemerintahan dimaksud dalam good maupun prosedur-prosedur.
governance itu berkaitan dengan isu 6) Equity. Semua warga negara, baik
transparansi, akuntabilitas publik, dan laki-laki mapun perempuan,
sebagainya. Untuk memahami dan mempunyai kesempatan untuk
mewujudkan pemahaman tentang good meningkatkan atau menjaga
governance sebenarnya cukup pelik dan kesejahteraan mereka.
kompleks, tidak hanya menyangkut 7) Effectiveness and Efficiency. Proses-
transparansi dan akuntabilitas. Secara proses dan lembaga-lembaga
konseptual dapat dipahami bahwa good menghasilkan sesuai dengan apa yang
governance menunjukkan suatu proses telah digariskan dengan menggunakan
yang memposisikan rakyat dapat sumber-sumber yang tersedia sebaik
mengatur ekonominya. Institusi serta mungkin.
sumber sosial dan politiknya tidak hanya 8) Accountability. Para pembuat
sekedar dipergunakan untuk keputusan dalam pemerintahan,
pembangunan, tetapi juga untuk sektor swasta dan masyrakat (civil
menciptakan integrasi bagi kesejahteraan society) bertanggungjawab kepada
rakyat. Good governance juga dipahami publik dan lembaga-lembaga
sebagai suatu penyelenggaraan stakeholders. Akuntabilitas ini
tergantung pada organisasi dan sifat 5
keputusan yang dibuat, apakah
keputusan tersbut untuk kepentingan Adianto et. al: Model Penerapan…
internal atau eksternal organisasi. akuntabilitas. Kinerja aparatur
9) Strategic Vision. Para pemimpin dan pemerintah adalah hasil karya secara
publik harus mempunyai perspektif kualitas dan kuantitas yang merupakan
good governance dan pengembangan kombinasi dari kemampuan, usaha dan
manusia yang luas dan jauh ke depan
kesempatan yang dapat di nilai dari hasil
sejalan dengan apa yang diperlukan
kerja dalam melaksanakan tugas yang
untuk pembangunan semacam ini.
Prinsip-prinsip yang melandasi dibebankan kepadanya yang telah bekerja
konsep tata pemerintahan yang baik dibandingkan dengan target yang telah di
sangat bervariasi dari satu institusi ke tentukan. Pengimplementasian good
institusi lain, dari satu pakar ke pakar governance dapat terwujud apabila
lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah aparatur pemerintah dan institusi publik
prinsip yang dianggap sebagai landasan secara keseluruhan dapat bersikap
good governance, yaitu akuntabilitas, terbuka terhadap ide dan gagasan baru
transparansi, dan partisipasi masyarakat. serta responsive terhadap kepentingan
Selain itu juga, Good Governance yang masyarakat. Dapat diartikan bahwa
efektif menuntut adanya koordinasi dan implementasi good governance
integritas, profesionalisme serta etos merupakan pelaksanaan cara
kerja dan moral yang tinggi dari ketiga berpemerintahan yang baik yang
pilar yaitu pemerintah, masyarakat menganut prinsip-prinsip partisipasi,
madani, dan pihak swasta. Dalam teori transparansi, penegakan hukum,
dan praktek pemerintahan modern responsive, kesetaraan, efektifitas dan
diajarkan bahwa untuk menciptakan the efisiensi, serta akuntabilitas yang baik
good governance, terlebih dahulu perlu oleh pemerintah maupun diluar
dilakukan desentralisasi pemerintahan. pemerintah untuk mewujudkan pelayanan
Demokratisasi dan otonomisasi publik seperti yang diharapkan. (Ayu
berpengaruh linear terhadap terwujudnya Amrina Rosyada, 2016)
penyelenggaraan pemerintahan yang baik
dan meningkatnya kualitas kesejahteraan METODE
rakyat. Pelaksanaan otonomi daerah di Penelitian ini dilaksanakan pada
Indonesia saat ini diyakini bisa menjamin Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
segera terwujudnya good local Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru.
governance, karena pelaksanaan otonomi Dipilihnya kota ini dikarenakan pelayanan
daerah memiliki justifikasi politik dan perizinan yang dilaksanakan di perkotaan
moral yang lebih kuat. Tetapi dari semua memerlukan penerapan prinsip good
itu, yang harus diperhatikan adalah governance agar sesuai dengan kebutuhan
bagaimana format penyelenggaraan stakeholders. Desain penelitian yang
otonomi daerah yang diimplementasikan digunakan adalah deskriptif dengan
dan bisa diandalkan untuk mewujudkan mengintegrasikan antara pendekatan
good local governance. (Agus Dwiyanto, mixed method yaitu kombinasi riset
2006) kuantitatif dan kualitatif dalam berbagai
Penerapan prinsip Good proses riset (desain, cara pengumpulan
Governance adalah proses kegiatan data dan analisis data) untuk dapat
administrasi dalam suatu instansi memberikan pemahaman yang lebih baik
pemerintahan dengan mengelola dan akan suatu masalah penelitian. Sehingga
memanfaatkan sumber daya yang ada dengan adanya kombinasi data yang
dengan melibatkan aparatur pemerintah diperoleh secara kuantitatif dan kualitatif
sebagai pelaksana roda pemerintahan akan lebih menyakinkan tingkat validitas
melalui rumusannya yaitu melalui prinsip- data yang dihasilkan. Sumber data dalam
prinsip efektif dan efisiensi, partisipasi, penelitian ini akan diambil dari data
aturan hukum, daya tangkap dan primer dan sekunder di lapangan. Data
primer yaitu data yang diperoleh langsung
dari sumbernya, yakni yang berasal dari
responden/informan dengan cara
wawancara, angket maupun observasi.
6
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan Vol. 8 No. 1, Januari –Juli 2017
Responden data penelitian ini diambil pemahaman secara lebih mendalam
dari unsur swasta dan masyarakat yang berbagai pernyataan yang dikemukakan
melakukan pengurusan pelayanan oleh informan, serta berdasarkan hasil
perizinan yang ditetapkan sebanyak 20 observasi dan telaah data sekunder. Data
orang. Sedangkan informan dalam kualitatif akan dipergunakan sebagai
penelitian ini adalah para pelaksana basis dalam memberikan interpretasi
pelayanan perizinan yaitu aparatur Badan terhadap kecenderungan data kuantitatif
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal dari kuisioner.
(BPTPM) di Kota Pekanbaru.
Teknik pengumpulan data dalam HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian ini dilakukan dengan metode
mixed method yang dilakukan melalui A. Penerapan Prinsip Good Governance
pendekatan kuantitatif dan pendekatan dalam Pelayanan Perizinan Di Badan
kualitatif. Pendekatan kuantitatif Pelayanan Terpadu dan Penanaman
dilakukan melalui survey lapangan dengan Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru
menyebarkan angket terhadap sejumlah
responden yang diambil secara random 1. Participation/partisipasi
purposive sampling. Sedangkan
Penerapan prinsip good
pendekatan kualitatif dilakukan melalui
governance dalam pelayanan perizinan di
wawancara secara mendalam (indept
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
interview) kepada informan yang diambil
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru, yang
secara snowball sampling. Serta untuk
diukur melalui partisipasi akan dilihat
mempertajam hasil penelitian dilakukan
dari keterlibatan dalam penyusunan
juga pengamatan/observasi secara
program pelayanan, keterlibatan dalam
langsung di lokasi penelitian. Analisis
pelaksanaan pelayanan dan keterlibatan
data akan mempergunakan teknik
dalam pengawasan pelaksanaan
triangulasi sumber data. Data kuantitatif
pelayanan. Untuk mengetahui hasil
yang diperoleh dari kuisioner akan diolah
penyebaran angket dan wawancara yang
dengan mengkategorikan angka-angka,
dilakukan terhadap penerapan prinsip
membuat tabel frekuensi untuk
partisipasi dalam pelayanan perizinan di
memasukkan angka-angka, menyusun
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
kategori jawaban sesuai dengan kategori
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru, dapat
angka dan memberikan interprestasi
dilihat pada tabel dibawah ini :
terhadap kecenderungan angka yang
disajikan. Sedangkan Pengolahan data
kualitatif dilakukan dengan
mempergunakan pendekatan ‘cross
check’ informan untuk memberikan

Tabel 1.
Tanggapan Responden terhadap Prinsip Partisipasi dalam Pelayanan Perizinan
di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru

Sub Indikator Prinsip Partisipasi Kategori Jumlah


SS S KS TS ABS
1. Keterlibatan dalam penyusunan - - 8 10 2 20
program pelayanan
(40 %) (50 %) (10 %) (100 %)
2. Keterlibatan dalam pelaksanaan - - 6 14 - 20
pelayanan
(30 %) (70 %) (100 %)
3. Keterlibatan dalam pengawasan - 12 - - 8 20
pelayanan
7
Adianto et. al: Model Penerapan…

Sub Indikator Prinsip Partisipasi Kategori Jumlah


SS S KS TS ABS
(60 %) (40 %) (100 %)
Sumber : Olahan Penelitian, 2016
strategi yang akan digunakan dalam
Tabel 1. diatas menunjukkan hasil memberikan pelayanan, tentunya akan
tanggapan responden terhadap prinsip sangat menganggu kinerja institusi
partisipasi yang diterapkan dalam pelayanan perizinan. Karena publik sudah
memberikan pelayanan perizinan di sangat mencampuri tugas dan fungsi yang
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman seharusnya dilakukan oleh Badan
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru. Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal
Penerapan prinsip partisipasi dalam (BPTPM) Kota Pekanbaru sebagai
memberikan pelayanan perizinan di pelaksana pelayanan perizinan. Oleh
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman karena itu, keterlibatan publik dalam
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru umumnya pelayanan perizinan memang sebaiknya
juga disetujui apabila berada pada ranah hanya sebatas pada kontro dan pengawasan
pengawasan saja. Sebab apabila pelayanan saja. Hasil tanggapan responden
keterlibatan publik terhadap pelayanan ini juga didukung oleh hasil wawancara
perizinan sampai kepada hal-hal yang yang dilakukan kepada informan, sebagai
berhubungan dengan perencanaan dan berikut :

Wawancara dengan Informan di BPTPM Kota Pekanbaru, Tanggal 25 Agustus 2016


:

“Partisipasi masyarakat dalam pelayanan perizinan harus terlebih dahulu ditentukan dalam
konteks apa, sehingga nantinya partisipasi yang ditunjukkan tidak menganggu kinerja pelayanan
perizinan yang dilakukan. Keterlibatan masyarakat dalam penyusunan program layanan dan
pelaksanaan pelayanan, sangat tidak mungkin. Sebab proses itu merupakan ranah dan
wewenangnya BPTPM dalam merumuskan strategi layanan perizinan yang akan diberikan
kepada publik. Tetapi apabila partisipasi ditunjukkan melalui pengawasan, maka itu sah-sah saja.
Selama tidak menganggu proses pelaksanaan pelayanan perizinan yang dilakukan di
BPTPM Kota Pekanbaru”.

Pendapat informan dari hasil bersifat manual melalui kotak saran


wawancara juga tidak jauh berbeda ataupun secara online melalui kotak
dengan hasil angket yang diperoleh, saran yang disediakan dalam web-nya
dimana intinya implementor pelayanan Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
perizinan menginginkan keterlibatan Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru. Apabila
publik hanya sebatas pada pengawasan ini sudah berjalan dan terkoordinasi,
atau kontrol saja. Sehingga dengan maka setiap ide, pendapatan, saran dan
adanya keterlibatan publik terhadap kritik yang disampaikan publik dalam
kontrol pelayanan perizinan, tentunya pelaksanaan pelayanan perizinan
akan menjadi media informasi bagi bertujuan untuk memperbaiki kualitas
pelaksana layanan untuk selalu dapat dan kuantitas pelayanan yang diberikan.
menghadirkan dan menciptakan Sehingga harapan penyelenggaraan
pelayanan yang memuaskan sesuai layanan perizinan yang berbasis good
dengan keinginan publik. Oleh sebab itu governance dapat diwujudkan oleh
dalam mendukung keterlibatan publik penyelengara layanan yaitu Badan
sebagai media kontrol dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal
pelayanan perizinan, dibutuhkan saluran (BPTPM) Kota Pekanbaru.
komunikasi yang jelas bagi publik untuk
menyampaikan ide, saran dan kritiknya.
Saluran komunikasi yang disediakan dapat
8
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan Vol. 8 No. 1, Januari –Juli 2017
2. Rule of law/kepastian hukum adanya lembaga pelaksana pemberlakuan
Penerapan prinsip good hukum. Untuk mengetahui hasil
governance dalam pelayanan perizinan di penyebaran angket dan wawancara yang
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman dilakukan terhadap penerapan prinsip
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru, yang kepastian hukum dalam pelayanan
diukur melalui kepastian hukum akan perizinan di Badan Pelayanan Terpadu
dilihat dari pelayanan sesuai peraturan dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota
yang berlaku, pemberian sanksi hukum Pekanbaru, dapat dilihat pada tabel
terhadap pelanggaran pelayanan dan dibawah ini:

Tabel 2.
Tanggapan Responden terhadap Prinsip Kepastian Hukum dalam Pelayanan Perizinan
di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru

Sub Indikator Prinsip Kepastian Kategori Jumlah


Hukum
SS S KS TS ABS
1. Pelayanan sesuai dengan 5 15 - - - 20
peraturan yang berlaku
(25 %) (75 %) (100 %)
2. Pemberian sanksi hukum 10 10 - - - 20
terhadap pelanggaran pelayanan
(50 %) (10 %) (100 %)
3. Adanya lembaga pelaksana 9 11 - - - 20
pemberlakuan hukuman
(45 %) (55 %) (100 %)
Sumber : Olahan Penelitian, 2016
Tabel 2. diatas menunjukkan hasil kepercayaan publik akan layanan yang
tanggapan responden terhadap prinsip disediakan menjadi rendah. Oleh karena
kepastian hukum yang diterapkan dalam itu dalam memberikan pelayanan kepada
memberikan pelayanan perizinan di publik, seluruh pelaksana pelayanan
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman perizinan harus memiliki komitmen yang
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru. sama bahwa pelayanan perizinan yang
Penerapan prinsip kepastian hukum dalam sesuai dengan aturan merupakan hal
memberikan pelayanan perizinan di utama dalam memberikan pelayanan
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman kepada publik. Apalagi untuk Badan
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru umumnya Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal
publik juga menyetujui adanya pelayanan (BPTPM) Kota Pekanbaru pelayanan
yang sesuai dengan aturan, pemberian perizinan sudah bisa dilakukan secara
sanksi yang tegas kepada oknum yang online dan manual, sehingga penegakkan
melanggar aturan pelayanan dan ada aturan main pelayanan perizinan sesuai
institusi yang memberikan sanksi kepada dengan syarat dan ketentuan yang
oknum yang melanggar aturan pelayanan. berlaku akan lebih mudah diterapkan.
Karena apabila hal ini dapat dilakukan Bagi setiap publik yang mengajukan dan
oleh institusi pelayana publik, maka rasa permohonan pelayanan perizinan melalui
percaya publik akan pelayanan yang media online semua ditampung dan
diberikan semakin tinggi. Tetapi diakomidir, setelah itu akan dilakukan
sebaliknya apabila institusi publik tidak pemeriksaan dokumen sesuai dengan
mampu menyediakan layanan yang sesuai persyaratan dan ketentuan
dengan aturan yang berlaku, maka

yang berlaku terhadap pelayanan


perizinan yang dibutuhkan oleh publik.
Sedangkan bagi publik yang mengurus 9
pelayanan perizinan secara manual, maka Adianto et. al: Model Penerapan….
akan langsung dilakukan pemeriksaan
dokumen kelengkapan apabila publik dapat diproses sampai pihak pemohon
tersebut sudah mengisi formulir memenuhi persyaratan yang kurang.
permohonan. Apabila dalam pemeriksaan Kemudian apabila implementor pelayanan
dokumen ditemukan ada persyaratan yang menunjuki cara pengurusan dokumen
belum terpenuhi, maka permohonan yang kurang kepada pemohon, itu
perizinan yang diusulkan oleh publik tidak dibenarkan tanpa ada imbalan yang
diterima oleh implementor pelayanan
perizinan. Hasil tanggapan responden ini
juga didukung oleh hasil wawancara yang
dilakukan kepada informan, sebagai
berikut :

Wawancara dengan Informan di BPTPM Kota Pekanbaru, Tanggal 25 Agustus 2016


:

“Pemberian layanan kepada publik sesuai dengan aturan yang berlaku, memang
harus dilakukan. Supaya setiap publik juga mengetahui SOP yang akan dilalui apabila
menginginkan sebuah pelayanan perizinan. Jangan menuntut saja layanan yang baik, tetapi
tidak mau mengikuti SOP layanan yang sudah ditetapkan. Apabila ada oknum pelayanan yang
bermain kepada publik dalam pemberian layanan ditindak saja dengan tegas, sesuai dengan
sanksi yang berlaku. Supaya oknum tersebut jera dan sadar bila telah melakukan pelanggaran
dalam melayani publik. Lembaga pemberi sanksi juga harus tegas kepada siapa saja oknumnya
yang melakukan pelanggaran pelayanan, jangan tebang pilih lah dalam memberikan sanksi”.

Pernyataan informan ini dapat bersifat tertulis atau lisan kepada


menegaskan bahwa pelayanan perizinan pihak Badan Pelayanan Terpadu dan
diberikan oleh Badan Pelayanan Terpadu Penanaman Modal (BPTPM) Kota
dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru. Sehingga dengan adanya
Pekanbaru harus sesuai dengan aturan laporan yang diberikan, maka penegakan
yang berlaku. Apabila ditemukan ada sanksi dapat dilakukan kepada siapa saja
oknum pelayanan yang melakukan oknum pelayan di Badan Pelayanan
tindakan curang dalam melayani publik, Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM)
harus segara ditindak dan disanksi sesuai Kota Pekanbaru yang melakukan
dengan ketentuan yang telah ditetapkan. pelanggaran dalam memberikan
Karena tindakan tegas terhadap oknum pelayanan kepada publik.
pelayanan perizinan yang melakukan
pelanggaran pelayanan akan memberikan 3. Transparancy/transparansi
efek jera kepada oknum-oknum lainnya Penerapan prinsip good
untuk bertindak curang dalam governance dalam pelayanan perizinan di
memberikan layanan kepada publik. Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
Untuk itu dibutuhkan kerjasama dari Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru, yang
setiap unsur, baik yang melayani ataupun diukur melalui transparansi akan dilihat
yang dilayani untuk menginformasikan dari tingkat keterbukaan penyelenggaraan
kepada pihak Badan Pelayanan Terpadu pelayanan, keterbukaan prosedur
dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota penyelenggaraan pelayanan dan
Pekanbaru apabila ditemukan ada oknum keterbukaan terhadap informasi
pelayanannya yang melakukan penyelenggaraan pelayanan. Untuk
kecurangan dalam memberikan mengetahui hasil penyebaran angket dan
pelayanan. Informasi yang disampaikan wawancara yang dilakukan terhadap
10
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan Vol. 8 No. 1, Januari –Juli 2017
penerapan prinsip transparansi dalam Kota Pekanbaru, dapat dilihat pada tabel
pelayanan perizinan di Badan Pelayanan dibawah ini:
Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM)

Tabel 3.
Tanggapan Responden terhadap Prinsip Transparansi dalam Pelayanan Perizinan
di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru

Sub Indikator Prinsip Transparansi Kategori Jumlah


SS S KS TS ABS
1. Tingkat keterbukaan 8 12 - - - 20
penyelenggaraan pelayanan (40 %) (60 %) (100 %)
2. Keterbukaan prosedur 15 5 - - - 20
penyelenggaraan pelayanan (75 %) (5 %) (100 %)
3. Keterbukaan terhadap informasi 9 11 - - - 20
penyelenggaraan pelayanan (45 %) (55 %) (100 %)
Sumber : Olahan Penelitian, 2016
Tabel 3. diatas menunjukkan hasil papan informasi layanan disetiap loket
tanggapan responden terhadap prinsip layanan. Sehingga setiap publik yang akan
transparansi yang diterapkan dalam melakukan pelayanan mudah memperoleh
memberikan pelayanan perizinan di informasi layanan yang dibutuhkan.
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Realitas menciptakan transparansi
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru. pelayanan perizinan sudah dilakukan oleh
Penerapan prinsip transparansi dalam Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
memberikan pelayanan perizinan di Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru, baik
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman dengan menyediakan papan informasi
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru umumnya layanan ataupun melalui web Badan
publik sangat menyetujuinya. Dimana Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal
penerapan transparansi pelayanan (BPTPM) Kota Pekanbaru yang
perizinan terdapat disetiap sektor, mulai memberikan informasi tentang prosedur
dari prosedurnya, persyaratannya, layanan. Fakta ini menunjukkan bahwa
biayanya dan waktu penyelesaiannya. publik memiliki pilihan untuk mencari
Karena dengan adanya penerapan prinsip informasi layanan perizinan langsung ke
transparansi dalam pelayanan perizinan Kantor Badan Pelayanan Terpadu dan
akan memberikan kemudahan bagi publik Penanaman Modal (BPTPM) Kota
yang mengurus pelayanan perizinan yang Pekanbaru atau hanya melihatnya melalui
dibutuhkan. Kondisi ini tentunya akan web yang telah disediakan. Keterbukaan
semakin membuka peluang berinvestasi di informasi layanan perizinan ini dilakukan
Kota Pekanbaru, apabila transparasi oleh Badan Pelayanan Terpadu dan
pelayanan perizinan mampu diterapkan. Penanaman Modal (BPTPM) Kota
Transparansi pelayanan perizinan dimulai Pekanbaru agar setiap publik memiliki
dari penyelenggaraan pelayanan perizinan kemudahan dalam mengurus perizinan di
itu sendiri. Dimana setiap publik yang Kota Pekanbaru. Hasil tanggapan
akan mengurus pelayanan perizinannya responden ini juga didukung oleh hasil
mudah memperoleh informasi tentang wawancara yang dilakukan kepada
syarat, ketentuan, biaya dan waktu informan, sebagai berikut :
penyelesaian pelayanan. Oleh karenanya
untuk mendukung pelayanan yang
transparan, pihak Badan Pelayanan
Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM)
Kota Pekanbaru harus bisa menyediakan
11
Adianto et. al: Model Penerapan….

Wawancara dengan Informan di BPTPM Kota Pekanbaru, Tanggal 25 Agustus 2016 :

“Menciptakan layanan perizinan yang transparan memang harus dilakukan, agar publik yang
mengurus pelayanan perizinan percaya dengan oknum pelayanan dan lembaga publik
yang melayaninya. Transparansi layanan sudah kami lakukan dengan menyediakan papan
informasi layanan di setiap loket layanan, agar setiap publik dapat mengetahui prosedur
pelayanan perizinan yang dibutuhkan. Tinggal tergantung mental dan moral publik yang
dilayani dan petugas yang melayani, sanggup tidak untuk konsisten mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan
atau berfikir untuk mencari jalan pintas dalam memperoleh layanan
perizinan”.

Pernyataan wawancara ini Pekanbaru. Oleh sebab itu untuk


menegaskan bahwa Badan Pelayanan mewujudkan pelayanan perizinan yang
Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) transparan dibutuhkan kerjasama dari
Kota Pekanbaru memiliki komitmen untuk pihak yang melayani dan pihak yang
menciptakan pelayanan perizinan yang dilayani, agar menjunjung tinggi aturan
transparan. Hal ini dibuktikan dengan yang ditetapkan dalam memberikan
dibukannya informasi layanan perizinan pelayanan, agar transparansi pelayanan
secara online oleh Badan Pelayanan dapat diciptakan.
Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM)
Kota Pekanbaru melalui web yang 4. Responsiveness/daya tanggap
disediakan. Sehingga dengan melihat Penerapan prinsip good
informasi layanan yang secara online, governance dalam pelayanan perizinan di
diharapkan publik dapat berinvestasi Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
dengan sebesar-besarnya di Kota Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru, yang
Pekanbaru. Sebab Kota Pekanbaru diukur melalui daya tanggap akan dilihat
merupakan kota bisnis dan perdagangan dari mengenali kebutuhan pelayanan,
yang letaknya sangat strategis serta tanggap terhadap permasalahan
berbatasan dengan negara tetangga, pelayanan dan pilihan solusi terhadap
seperti Malaysia dan Singapura. Fakta ini permasalahan pelayanan. Untuk
membuka peluang bagi Kota Pekanbaru mengetahui hasil penyebaran angket dan
sebagai sentral bisnis dan perdagangan di wawancara yang dilakukan terhadap
Provinsi Riau. Untuk itu dibutuhkan penerapan prinsip daya tanggap dalam
implementasi pelayanan perizinan yang pelayanan perizinan di Badan Pelayanan
transparan dalam segala hal, sehingga Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM)
menimbulkan daya tarik bagi investor Kota Pekanbaru, dapat dilihat pada tabel
untuk berinvestasi di Kota Pekanbaru. dibawah ini :
Apabila ditemukan pelayanan perizinan
yang tidak transparan disalah satu loket
pelayanan, maka pihak institusi
pelayanan perizinan harus segara
memberikan tindakan tegas kepada
oknum petugas pelayanan yang tidak
memberikan pelayanan perizinan secara
transparan. Bagi pihak publik yang
menerima layanan juga harus bersikap
profesional dalam mengurus layanan
perizinan. Sehingga jangan pernah
menggunakan pendekatan-pendekatan
kedudukan, jabatan, material dan yang
lainnya untuk memperoleh pelayanan
perizinan di Badan Pelayanan Terpadu
dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota
12
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan Vol. 8 No. 1, Januari –Juli 2017

Tabel 4.
Tanggapan Responden terhadap Prinsip Daya Tanggap dalam Pelayanan Perizinan
di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru

Sub Indikator Prinsip Daya Tanggap Kategori Jumlah


SS S KS TS ABS
1. Mengenali kebutuhan pelayanan 11 9 - - - 20
(55 %) (45 %) (100 %)
2. Tanggap terhadap permasalahan 9 7 - - 4 20
pelayanan (45 %) (35 %) (20 %) (100 %)
3. Pilihan solusi terhadap 10 5 - - 5 20
permasalahan pelayanan (50 %) (25 %) (25 %) (100 %)
Sumber : Olahan Penelitian, 2016
Tabel 4. diatas menunjukkan hasil Oleh karenanya, petugas layanan
tanggapan responden terhadap prinsip perizinan di Badan Pelayanan Terpadu
daya tanggap yang diterapkan dalam dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota
memberikan pelayanan perizinan di Pekanbaru harus memiliki daya tanggap
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman dan peka terhadap setiap kebutuhan
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru. layanan perizinan dari publik. Kepekaan
Penerapan prinsip daya tanggap dalam terhadap kebutuhan layanan perizinan
memberikan pelayanan perizinan di dimulai dari kemampuan mengenali
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman kebutuhan layanan dan kemampuan
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru umumnya memberikan solusi terhadap setiap
publik sangat menyutujui apabila petugas permasalahan layanan yang ditemukan.
pelayanan perizinan memiliki daya Artinya kemampuan daya tanggap ini
tanggap yang baik terhadap kebutuhan memberikan kemandirian kepada petugas
layanan perizinan. Sebab kemampunan layanan perizinan untuk bisa mencari
tingkat responsif petugas layanan solusi dan memutuskan sendiri solusi
perizinan yang tinggi akan membantu mana yang terbaik untuk diberikan
jalannya pelayanan perizinan yang kepada publik dalam mendukung
dibutuhkan oleh publik. Sehingga penyelesaian pelayanan perizinan yang
pelayanan perizinan yang diurus oleh dikerjakan. Hasil tanggapan responden ini
publik dapat segera diselesaikan dan juga didukung oleh hasil wawancara yang
berdampak kepada tingginya investasi dilakukan kepada informan, sebagai
yang dilakukan pasar di Kota Pekanbaru. berikut :

Wawancara dengan Informan di BPTPM Kota Pekanbaru, Tanggal 25 Agustus 2016


:

“Kebutuhan akan petugas pelayanan yang responsif di institusi ini sangatlah tinggi, karena tidak
semuanya petugas pelayanan disini memiliki daya tanggap yang baik. Keterbatasan
petugas pelayanan yang berdaya tanggap tinggi memang terjadi di institusi ini, sehingga
untuk selalu mengetahui dan mengenali kebutuhan publik akan pelayanan yang dibutuhkan
memerlukan waktu. Perlu dilakukan pelatihan-pelatihan bagi petugas pelayanan, sehingga
dapat terus mengasa daya tanggap mereka dalam memberikan pelayanan kepada publik”.
Pernyataan informan penelitian ini menciptakan petugas-petugas layanan
menjelaskan bahwa kebutuhan akan perizinan yang berdaya tanggap baik,
petugas layanan perizinan yang responsif diperlukan penambahan pengetahuan,
sangatlah tinggi. Karena dengan memiliki keahlian dan bimbingan yang diberikan
petugas layanan publik yang peka dan institusi kepada petugas layanan
berdaya tanggap tinggi, maka setiap perizinan. Penambahan pengetahuan dan
permasalahan layanan akan dapat keahlian petugas layanan perizinan dapat
diselesaikan. Untuk itu dalam upaya dilakukan dengan mengikutsertakan

ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825


13
Adianto et. al: Model Penerapan….

petugas pada kegiatan-kegiatan pelatihan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM)


yang berhubungan dengan pelayanan Kota Pekanbaru yang peka dan respon
perizinan. Apalagi saat ini pihak Badan terhadap kebutuhan layanan publik yang
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal tinggi akan perizinan, maka membuat
(BPTPM) Kota Pekanbaru sudah mulai mobil pelayanan perizinan supaya publik
membuka layanan perizinan secara bisa mengurus pelayanan perizinan tanpa
online, tentunya dibutuhkan petugas- harus datang ke Kantor Badan Pelayanan
petugas layanan yang paham untuk Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM)
melayani publik secara online pula. Sebab Kota Pekanbaru. Kedua strategi yang
strategi pelayanan perizinan secara diterapkan ini diharapkan dapat
online diterapkan oleh pihak Badan memberikan kemudahan kepada setiap
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal publik yang ingin mengurus pelayanan
(BPTPM) Kota Pekanbaru bertujuan untuk perizinan di Kota Pekanbaru.
memutus panjangnya birokrasi layanan
perizinan yang dilakukan secara manual. 5. Consensus Orientation/Orientasi
Karena dengan media pelayanan kepada konsensus
Penerapan prinsip good
perizinan online, setiap publik dapat
governance dalam pelayanan perizinan di
mengurus pelayanan perizinannya dimana Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
saja dan publik hanya datang ke Kantor Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru, yang
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman diukur melalui orientasi kepada konsensus
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru apabila akan dilihat dari membentuk forum dialog
ingin menyerahkan dokumen-dokumen dalam pelayanan, sinergitas dalam
yang menjadi persyaratan dalam penyelengaraan pelayanan dan
menyelesaikan pelayanan perizinan. mensosialisasikan program pelayanan.
Strategi ini diimplentasikan oleh Badan Untuk mengetahui hasil penyebaran
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal angket dan wawancara yang dilakukan
(BPTPM) Kota Pekanbaru supaya peluang terhadap penerapan prinsip orientasi
berinvestasi di Kota Pekanbaru semakin kepada konsensus dalam pelayanan
terbuka. Selain menerapkan strategi perizinan di Badan Pelayanan Terpadu
pelayanan perizinan online, pihak Badan dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Pekanbaru, dapat dilihat pada tabel
(BPTPM) Kota Pekanbaru juga dibawah ini :
menyediakan mobil pelayanan perizinan
keliling. Artinya pihak Badan Pelayanan
T
a
b
e
l

5
.
Tanggapan Responden terhadap
Prinsip Orientasi kepada Konsensus
dalam Pelayanan
Perizinan di Badan
Pelayanan Terpadu
dan Penanaman
Modal (BPTPM) Kota
Pekanbaru

Sub Indikator Prinsip Oriantensi


kepada Konsensus SS S

ADMINISTRATIO ISSN: 2087-0825


1. Membentuk forum dialog dalam -
pelayanan

2. Sinergitas dalam 6
penyelengaraan pelayanan
(30 %)
3. Mensosialisasikan program 4
pelayanan
(20 %)
Sumber : Olahan Penelitian, 2016

ADMINISTRATIO ISSN: 2087-0825


14
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan Vol. 8 No. 1, Januari –Juli 2017
Tabel 5. diatas menunjukkan hasil penyelenggaraan pelayanan dan
tanggapan responden terhadap prinsip konsensus yang disusun bersama butuh
orientasi kepada konsensus yang disosialisasikan. Upaya ini tentunya
diterapkan dalam memberikan pelayanan membutuhkan kemauan yang kuat dari
perizinan di Badan Pelayanan Terpadu para penyelenggara pelayanan perizinan
dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota di Badan Pelayanan Terpadu dan
Pekanbaru. Penerapan prinsip orientasi Penanaman Modal (BPTPM) Kota
kepada konsensus dalam memberikan Pekanbaru, sehingga konsensus bersama
pelayanan perizinan di Badan Pelayanan dapat tersusun berdasarkan kebutuhan
Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) bersama. Selain itu juga konsensus yang
Kota Pekanbaru umumnya publik sudah tersusun harus mendapat payung
menyetujui untuk menerapkannya. Tetapi hukum yang jelas dari pihak
kendalanya apakah pihak penyelenggara penyelenggara pelayanan perizinan agar
pelayanan perizinan siap untuk bisa diimplementasikan dalam penerbitan
mengandeng publik dalam membuat perizinan. Apabila konsensus yang
konsensus bersama dalam hal penyediaan disepakati bersama tidak memiliki payung
layanan perizinan. Karena dalam hukum, maka mustahil untuk dapat
menerapkan pelayanan perizinan yang dilaksanakan dalam memberikan
berorientasi kepada konsensus bersama pelayanan perizinan kepada publik. Hasil
membutuhkan forum dialog rutin antara tanggapan responden ini juga didukung
pemberi layanan dengan penerima oleh hasil wawancara yang dilakukan
layanan, perlu sinergitas dalam kepada informan, sebagai berikut :

Wawancara dengan Informan di BPTPM Kota Pekanbaru, Tanggal 25 Agustus 2016


:

“Untuk menciptakan layanan perizinan yang sesuai dengan kebutuhan publik, dibutuhkan
konsensus bersama. Dimana dibuat kesepakatan bersama antara pemberi layanan dengan
penerima layanan terhadap pelaksanaan proses layanan. Sehingga apabila diterapkan tidak
ada lagi komplen lagi dari pihak penerima layanan. Tetapi dalam membangun konsensus ini
masih sulit dilakukan, sebab harus membutuhkan kerangka aturan yang jelas apabila
ingin terjalin konsensus bersama antara pemberi layanan dengan penerima layanan”.
Pernyataan informan ini yang jelas dalam membuat konsensus
menjelaskan bahwa untuk menciptakan bersama terhadap pelayanan perizinan,
pelayanan perizinan yang sesuai dengan maka tindakan tersebut nantinya
kebutuhan publik perlu dijalin konsensus terkategori sebagai pelanggaran aturan
bersama antara pemberi layanan dan hukum yang berlaku. Maka dari itu untuk
penerima layanan. Sebab konsensus yang dapat mewujudkan konsensus bersama
disepakati akan menjadi standart dalam dibutuhkan payung hukum yang jelas,
memberikan pelayanan perizinan kepada sehingga dalam upaya menjalin
publik. Namun untuk mewujudkan kesepakatan tidak ada aturan hukum yang
konsensus bersama dalam pelayanan dilanggar oleh pihak penyelenggara
perizinan diperlukan kekuatan dan pelayanan perizinan atau pihak penerima
kemauan yang luar biasa dari pelayanan perizinan.
penyelenggaran pelayanan. Karena
konsensus yang dijalin bertujuan untuk 6. Equity/keadilan
menciptakan layanan perizinan yang Penerapan prinsip good
sesuai dengan keinginan publik tanpa governance dalam pelayanan perizinan di
harus melanggar aturan pelayanan yang Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
berlaku. Oleh sebab itu untuk bisa Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru, yang
menyusun konsensus bersama diperlukan diukur melalui keadilan atau kesetaraan
regulasi yang jelas dari pemerintah tentang akan dilihat dari perlakuan yang sama
penyelanggaraan konsensus tersebut. dalam penyelenggaraan pelayanan,
Sebab apabila tidak ada aturan menciptakan iklim yang kondusif dalam
penyelenggaraan pelayanan dan 15
memberikan kesempatan yang sama Adianto et. al: Model Penerapan….
dalam proses pelayanan. Untuk
mengetahui hasil penyebaran angket dan penerapan prinsip keadilan atau
wawancara yang dilakukan terhadap kesetaraan dalam pelayanan perizinan di
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru, dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 6.
Tanggapan Responden terhadap Prinsip Keadilan atau Kesetaraan dalam Pelayanan
Perizinan di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM)
Kota Pekanbaru

Sub Indikator Prinsip Keadilan Kategori Jumlah


SS S KS TS ABS
1. Perlakuan yang sama dalam 15 5 - - - 20
penyelenggaraan pelayanan
(75 %) (25 %) (100 %)
2. Menciptakan iklim yang kondusif 13 7 - - - 20
dalam penyelenggaraan
(65 %) (35 %) (100 %)
pelayanan
3. Memberikan kesempatan yang 12 8 - - - 20
sama dalam proses pelayanan
(60 %) (40 %) (100 %)
Sumber : Olahan Penelitian, 2016
Tabel 6. diatas menunjukkan hasil pelayanan yang adi untuk sesamanya.
tanggapan responden terhadap prinsip Sehingga publik juga tidak perlu
keadilan atau kesetaraan yang diterapkan menjustifikasi bahwa akibat perbuatan
dalam memberikan pelayanan perizinan salah satu oknum pelayanan yang tidak
di Badan Pelayanan Terpadu dan adil membuat terbentuknya persepsi
Penanaman Modal (BPTPM) Kota setiap petugas pelayanan di Badan
Pekanbaru. Penerapan prinsip keadilan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal
atau kesetaraan dalam memberikan (BPTPM) Kota Pekanbaru juga tidak
pelayanan perizinan di Badan Pelayanan berlaku adil. Oleh karena itu apabila ada
Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) publik yang menemukan oknum petugas
Kota Pekanbaru umumnya publik sangat pelayanan yang tidak berlaku adil dalam
setuju untuk diterapkan. Artinya publik memberikan pelayanan segera
memang menginginkan pelayanan melaporkan kepada pihak Badan
perizinan yang disediakan oleh Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru dengan
(BPTPM) Kota Pekanbaru menjunjung menyebutkan nama petugasnya, berada
tinggi prinsip keadilan sesamanya. Karena di loket mana dan pengurusan perizinan
saat ini penyelengaraan pelayanan yang apa yang dikerjakan. Sehingga bila
adil kepada setiap publik sering dicederai ditemukan hal yang seperti ini, maka
oleh tindakan oknum tertentu yang tidak pimpinan Badan Pelayanan Terpadu dan
memberikan pelayanan yang setara Penanaman Modal (BPTPM) Kota
kepada setiap publik. Hasil perbuatan Pekanbaru akan segera untuk
oknum pelayanan ini sering menjustifikasi memberikan tindakan tegas kepada
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh oknum pelayanan tersebut. Hasil
seluruh petugas pelayanan yang ada. tanggapan responden ini juga didukung
Padahal tidak semua petugas pelayanan oleh hasil wawancara yang dilakukan
yang tidak mampu untuk memberikan kepada informan, sebagai berikut :
16
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan Vol. 8 No. 1, Januari –Juli 2017
Wawancara dengan Informan di BPTPM Kota Pekanbaru, Tanggal 25 Agustus 2016
:

“Keadilan dalam memberikan pelayanan harus ditegakkan, agar setiap publik merasa nyaman
dalam mengurus setiap pelayanan yang dibutuhkan. Namun untuk memberikan layanan yang
adil dibutuhkan komitmen, sikap dan moral yang baik dari para petugas pelayanan. Bahkan perlu
sanksi yang tegas apabila ada petugas pelayanan yang coba-coba berani melakukan pelayanan
yang tidak adil kepada setiap publik yang datang untuk mengurus pelayanannya”.
Pernyataan informan penelitian ini yang berlaku tidak adil dapat secara
menjelaskan bahwa pihak pelaksana tertulis yang didukung dengan
pelayanan perizinan juga menginginkan dokumentasi dan rekaman pelanggaran
terwujudnya pelayanan yang adil kepada pelayanan. Laporan yang dibuat oleh publik
setiap publik. Bahkan penyelenggara dapat diserahkan secara langsung oleh
layanan menginginkan apabila ditemukan pihak Badan Pelayanan Terpadu dan
adanya petugas pelayanan yang tidak Penanaman Modal (BPTPM) Kota
dapat memberikan pelayanan secara adil, Pekanbaru atau dilakukan secara tidak
untuk segera melaporkan kepada pihak langsung melalui kotak saran yang
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman tersedia dan web Badan Pelayanan Terpadu
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru supaya dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota
dapat diberikan tindakan atau sanksi yang Pekanbaru.
tegas. Namun untuk mengawasi perilaku,
sikap dan moral petugas pelayanan secara 7. Efectiviness and
detail dalam setiap penyelengaraan efficiency/efektivitas dan efisiensi
pelayanan memang masih sulit untuk Penerapan prinsip good
dilakukan. Sebab sulit menentukan governance dalam pelayanan perizinan di
ukuran atau parameter yang jelas bagi Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
petugas pelayanan yang tidak dapat Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru, yang
berlaku adil dalam penyelengaraan diukur melalui efektivitas dan efisiensi
pelayanan. Maka dibutuhkan kerjasama akan dilihat dari kecepatan dan
dari pihak publik untuk siap melaporkan ketepatan waktu dalam penyelenggaraan
petugas pelayanan perizinan di loket pelayanan, kejelasan pembiayaan
mana saja dan siapa saja yang melakukan pelayanan dan ketersediaan SDM
perbuatan tidak adil dalam pemberian pelayanan. Untuk mengetahui hasil
layanan kepada publik. Sehingga dengan penyebaran angket dan wawancara yang
adanya laporan dari pihak publik, maka dilakukan terhadap penerapan prinsip
penyelengara pelayanan perizinan yaitu efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman perizinan di Badan Pelayanan Terpadu
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru dapat dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota
memiliki bukti untuk melakukan tindakan Pekanbaru, dapat dilihat pada tabel
dan sanksi yang tegas. Bentuk laporan dibawah ini :
dari publik terhadap petugas pelayanan

Tabel 7.
Tanggapan Responden terhadap Prinsip Efektivitas dan Efisiensi dalam Pelayanan
Perizinan di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM)
Kota Pekanbaru

Sub Indikator Prinsip Efektivitas Kategori Jumlah


Dan Efisiensi SS S KS TS ABS
1. Kecepatan dan ketepatan waktu 10 10 - - - 20
dalam penyelenggaraan
(50 %) (50 %) (100 %)
pelayanan
2. Kejelasan pembiayaan 12 8 - - - 20
17
Adianto et. al: Model Penerapan….

Sub Indikator Prinsip Efektivitas Kategori Jumlah


Dan Efisiensi SS S KS TS ABS
pelayanan
(60 %) (40 %) (100 %)
3. Ketersediaan SDM pelayanan 15 5 - - - 20
yang handal
(75 %) (25 %) (100 %)
Sumber : Olahan Penelitian, 2016
Tabel 7. diatas menunjukkan hasil yang berkualitas di bidang pelayanan,
tanggapan responden terhadap prinsip maka setiap tugas dan fungsi pelayanan
efektivitas dan efisiensi yang diterapkan yang dibebankan kepada setiap SDM pasti
dalam memberikan pelayanan perizinan akan dapat diselesaikan. Hal ini disebabkan
di Badan Pelayanan Terpadu dan SDM yang dibebankan tugas pelayanan
Penanaman Modal (BPTPM) Kota perizinan memiliki pemahaman dan
Pekanbaru. Penerapan prinsip efektivitas pengetahuan serta keahlian terhadap
dan efisiensi dalam memberikan pelayanan perizinan. Untuk itu Badan
pelayanan perizinan di Badan Pelayanan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal
Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) (BPTPM) Kota Pekanbaru perlu
Kota Pekanbaru umumnya publik sangat menemukan SDM-SDM yang berkompetensi
setuju apabila petugas pelayanan dapat di bidang pelayanan perizinan, sehingga
menciptakan pelayanan yang tepat setiap pelayanan perizinan yang dikerjakan
waktu, cepat dan jelas pembiayaannya. dapat selesai tepat waktu. Apalagi Badan
Sebab dengan pelayanan yang cepat dan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal
tepat waktu, maka akan menyegerakan (BPTPM) Kota Pekanbaru telah
penerbitan perizinan yang diurus oleh menetapkan standart waktu penyelesain
publik. Dengan diterbitkannya perizinan untuk setiap perizinan yang diurus oleh
yang diurus oleh publik, tentunya akan publik. Sehingga untuk memenuhi standart
segera pula diimplementasikan perizinan waktu yang ditetapkan dibutuhkan SDM
yang sudah selesai diurus oleh publik. yang benar-benar paham terhadap
Kemudian untuk bisa menghadirkan pekerjaan melayani di bidang perizinan.
pelayanan perizinan yang efektif dan Hasil tanggapan responden ini juga
efisien, tentunya membutuhkan SDM yang didukung oleh hasil wawancara yang
handal dan berkompetensi di bidangnya. dilakukan kepada informan, sebagai
Karena dengan adanya dukungan SDM berikut :

Wawancara dengan Informan di BPTPM Kota Pekanbaru, Tanggal 25 Agustus 2016


:

“Efektivitas dan efisiensi pelayanan dapat diukur dengan ketepatan dan kecepatan pelayanan
yang diberikan oleh petugas pelayanan. Karena dengan pelayanan yang tepat dan cepat sesuai
dengan harapan publik akan menimbulkan kepuasan publik. Untuk mendukung pelayanan yang
cepat dan tepat tidak terlepas dari petugas pelayanan yang handal dan berkompetensi. Petugas
pelayanan yang dimiliki saat ini sudah cukup baik dalam memahami pemberian layanan
perizinan kepada publik. Sehingga dalam memberikan pelayanan kepada publik sudah dapat
cepat dan tepat waktu. Selain itu kejelasan biaya pelayanan juga penting diketahui oleh publik,
agar tidak ada lagi pungli dalam setiap pengurusan pelayanan perizinan”.
Pernyataan informan penelitian ini pelayanan memiliki SDM yang berkualitas di
menjelaskan bahwa efektivitas dan bidang pelayanan dan adanya transparansi
efisiensi pelayanan yang diukur dari pembiayaan pelayanan. Kemampuan
ketepatan pelayanan, kecepatan menempatkan SDM sesuai dengan
pelayanan dan biaya pelayanan yang jelas pengetahuan dan keahliannya merupakan
dapat terwujud apabila institusi salah satu kunci untuk bisa
18
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan Vol. 8 No. 1, Januari –Juli 2017
memiliki SDM yang berkualitas. Sebab Walaupun terkadang dalam proses
SDM yang ditempatkan pada posisi kerja pemberian pelayanan perizinan ada saja
yang tepat akan memiliki kenyamanan publik yang merasa tidak terpuaskan
dan kepuasan kerja, apabila bekerja terhadap layanan yang diberikan, hal itu
sesuai dengan bidang keahlian yang merupakan sesuatu yang wajar. Karena
dimilikinya. Untuk itu di Badan Pelayanan tidak semua publik memiliki standart
Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) kepuasan yang sama, sehingga efektivitas
Kota Pekanbaru seharusnya petugas dan efisiensi yang diharapkan dalam
pelayanan yang berada pada loket pelayanan perizinan juga berbeda-beda.
pelayanan merupakan petugas yang
memiliki keahlian di bidang pelayanan. 8. Accountability/akuntabilitas
Sehingga dalam memberikan pelayanan Penerapan prinsip good
kepada publik dapat menunjukan sikap governance dalam pelayanan perizinan di
dan perilaku sebagai pelayan publik. Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
Realitas yang ada di Badan Pelayanan Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru, yang
Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) diukur melalui akuntabilitas akan dilihat
Kota Pekanbaru saat ini, setiap petugas dari adanya pertangungjawaban dalam
pelayanan yang ada pada masing-masing pelayanan, adanya pengawasan dalam
loket pelayanan perizinan sudah memiliki penyelenggaraan pelayanan dan adanya
pemahaman dalam melayani publik. ketercapaian target pelayanan. Untuk
mengetahui hasil penyebaran angket dan
Minimal pemahaman yang dimiliki berasal
wawancara yang dilakukan terhadap
dari pengalaman kerja sebelumnya yang
penerapan prinsip akuntabilitas dalam
juga duduk dalam bidang pelayanan.
pelayanan perizinan di Badan Pelayanan
Fakta inilah yang membuat petugas Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM)
pelayanan di Badan Pelayanan Terpadu Kota Pekanbaru, dapat dilihat pada tabel
dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota dibawah ini :
Pekanbaru selalu tanggap terhadap
kebutuhan pelayanan dari publik.

Tabel 8.
Tanggapan Responden terhadap Prinsip Akuntabilitas dalam Pelayanan Perizinan
di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru

Sub Indikator Prinsip Akuntabilitas Kategori Jumlah


SS S KS TS ABS
1. Adanya pertangungjawaban 6 10 - - 4 20
dalam pelayanan
(30 %) (50 %) (20 %) (100 %)
2. Adanya pengawasan dalam 9 11 - - - 20
penyelenggaraan pelayanan (45 %) (55 %) (100 %)
3. Adanya ketercapaian target - 12 - - 8 20
pelayanan (60 %) (40 %) (100 %)
Sumber : Olahan Penelitian, 2016
Tabel 8. diatas menunjukkan hasil Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru.
tanggapan responden terhadap prinsip Penerapan prinsip akuntabilitas dalam
akuntabilitas yang diterapkan dalam memberikan pelayanan perizinan di
memberikan pelayanan perizinan di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru umumnya
publik juga menyetujui adanya 19
pertanggungjawaban pelayanan yang Adianto et. al: Model Penerapan….
ditunjukan oleh petugas pelayanan. Hal
ini dilakukan supaya setiap petugas pelayanan. Untuk menilai akuntabilitas
pelayanan memiliki rasa tanggung jawab publik yang ditunjukan oleh petugas
terhadap pelayanan perizinan yang pelayanan dibutuhkan pengawasan dari
dikerjakan. Karena bila rasa tanggung pimpinan. Sebab pengawasan yang
jawab yang dimiliki petugas pelayanan dilakukan juga akan mendorong petugas
rendah, maka pelayanan perizinan yang pelayanan lebih bersungguh-sungguh
dikerjakan akan lama prosesnya dan bisa dalam memberikan pelayanan kepada
jadi tidak selesai dikerjakan oleh petugas publik. Sehingga target pelayanan yang
pelayanan. Untuk itu akuntabilitas publik ditetapkan juga dapat dicapai oleh para
terhadap pelayanan memang perlu petugas pelayanan pada masing-masing
dilakukan, supaya petugas pelayanan loket pelayanan. Hasil tanggapan
memiliki komitmen untuk menyelesaikan responden ini juga didukung oleh hasil
wawancara yang dilakukan kepada
informan, sebagai berikut :

Wawancara dengan Informan di BPTPM Kota Pekanbaru, Tanggal 25 Agustus 2016


:

“Pengawasan yang ditunjukan dalam pelaksanaan pelayanan perizinan merupakan bentuk


akuntabilitas publik. Karena institusi pelayanan perizinan harus bertanggungjawab
penuh terhadap penyelesaian pelayanan yang dibutuhkan oleh publik. Apabila terjadi kekurangan
dokumen persyaratan, maka petugas pelayanan harus membantu publik untuk memenuhinya
dengan mengikuti aturan yang berlaku. Model pelayanan perizinan seperti inilah yang kami
berikan untuk memuaskan publik yang mengurus pelayanan perizinan disini”.
Pernyataan informan penelitian ini akan mendorong setiap petugas
menjelaskan bahwa pengawasan yang pelayanan menyelesaikan pelayanan yang
dilakukan pimpinan terhadap pelaksanaan dikerjakan. Bahkan apabila dalam proses
pelayanan perizinan akan menjadi kunci melayani publik ada ditemukan hambatan
pertanggungjawaban publik. Sebab yang dapat menganggu terselesaikannya
pengawasan yang dilakukan akan pelayanan, maka petugas pelayanan
memberikan dorongan kepada petugas perizinan akan cepat tanggap untuk
pelayanan untuk bekerja memberikan menyelesaikan hambatan yang bisa
pelayanan dengan baik kepada publik. menganggu penyelesaia pelayanan
Pengawasan yang dilakukan juga akan perizinan. Namun dibeberapa daerah
memberikan arahan dan bimbingan yang sudah mengedepankan pelayanan
kepada petugas pelayanan apabila publik dengan prinsip good governance
menemukan hambatan dalam akan membuat fakta integritas sebagai
memberikan pelayanan kepada publik. bentuk akuntabilitas publiknya. Sehingga
Penerapan pengawasan yang dilakukan dengan adanya fakta integritas tersebut,
juga akan menjaga target layanan yang tidak ada lagi pekerjaan pelayanan yang
ditetapkan akan tercapai. Oleh karena itu tidak terselesaikan.
akuntabilitas publik yang dibebankan
merupakan formula untuk pencapaian 9. Strategic vision/visi strategis
target pelayanan perizinan yang Penerapan prinsip good
ditetapkan. Karena dengan memiliki rasa governance dalam pelayanan perizinan di
tanggung jawab yang tinggi dalam Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru, yang
memberikan pelayanan kepada publik,
diukur melalui visi strategis akan dilihat
dari tersusunnya SOP pelayanan,
20
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan Vol. 8 No. 1, Januari –Juli 2017
ketelitian dalam penyelenggaraan penerapan prinsip akuntabilitas dalam
pelayanan dan adanya evaluasi dalam pelayanan perizinan di Badan Pelayanan
penyelenggaraan pelayanan. Untuk Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM)
mengetahui hasil penyebaran angket dan Kota Pekanbaru, dapat dilihat pada tabel
wawancara yang dilakukan terhadap dibawah ini :

Tabel 9.
Tanggapan Responden terhadap Prinsip Visi Strategis dalam Pelayanan Perizinan
di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru

Sub Indikator Prinsip Visi Strategis Kategori Jumlah


SS S KS TS ABS
1. Tersusunnya SOP pelayanan 12 8 - - - 20
(60 %) (40 %) (100 %)
2. Ketelitian dalam 7 10 - - 3 20
penyelenggaraan pelayanan
(35 %) (50 %) (15 %) (100 %)
3. Adanya evaluasi dalam 9 11 - - - 20
penyelenggaraan pelayanan
(45 %) (55 %) (100 %)
Sumber : Olahan Penelitian, 2016
Tabel 9. diatas menunjukkan hasil Selain itu juga SOP pelayanan yang
tanggapan responden terhadap prinsip disusun kedepan harus lebih mempermudah
visi strategis yang diterapkan dalam pengurusan pelayanan perizinan tanpa
memberikan pelayanan perizinan di harus melanggar aturan main yang berlaku.
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Kemudian ketelitian pelayanan juga
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru. dituntut dalam menyusun visi strategis, hal
Penerapan prinsip visi strategis dalam ini dilakukan supaya tidak ada lagi
memberikan pelayanan perizinan di kesalahan-kesalahan yang ditemukan
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman dalam memberikan pelayanan perizinan
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru umumnya kepada publik. Selanjutnya visi strategis
diinginkan oleh publik. Karena dengan harus memuat evaluasi pelayanan dalam
memiliki visi strategis dalam memberikan rancangannya, agar setiap bentuk
pelayanan perizinan kepada publik, kesalahan atau hambatan dalam
kedepannya pelayanan dilakukan akan memberikan pelayanan dapat dicari
semakin mudah. Visi strategis harus solusinya untuk diselesaikan. Hasil
memuat SOP pelayanan yang lebih tanggapan responden ini juga didukung
praktis, sehingga dapat memperpendek oleh hasil wawancara yang dilakukan
birokrasi pelayanan yang dilalui dalam kepada informan, sebagai berikut :
pengurusan perizinan di Kota Pekanbaru.

Wawancara dengan Informan di BPTPM Kota Pekanbaru, Tanggal 25 Agustus 2016


:

“Visi strategis yang sudah disusun oleh BPTPM Kota Pekanbaru dalam SOP pelayanan adalah
dengan memberikan pelayanan secara onlie dan menyediakan mobil pelayanan perizinan.
Sehingga masyarakat dapat mengurus pelayanan perizinan dimana saja dan kapan saja.
Visi strategis ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan perizinan
di Kota Pekanbaru”.
Pernyataan informan penelitian ini Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM)
menjelaskan bahwa Badan Pelayanan Kota Pekanbaru telah menyusun visi
21
strategisnya, terutama dalam SOP Adianto et. al: Model Penerapan….
pelayanan periziann. Dimana dalam B. Faktor-Faktor yang Menghambat dan
memangkas panjangnya birokrasi Mendukung Penerapan Prinsip Good
pelayanan perizinan di Badan Pelayanan Governance dalam Pelayanan
Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Perizinan Di Badan Pelayanan
Kota Pekanbaru, pihak penyedia layanan Terpadu dan Penanaman Modal
membuka pelayanan secara online. (BPTPM) Kota Pekanbaru
Sehingga dengan adanya fasilitas
pelayanan online ini akan memutus Penerapan prinsip-prinsip good
pelaksanaan pelayanan dibeberapa loket. governance dalam memberikan pelayanan
Sebab pelayanan melalui online bisa perizinan di Badan Pelayanan Terpadu
dilakukan oleh publik dimana saja dan dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota
kapan saja serta bisa mengisi formulir Pekanbaru tidak akan terlepas dari
pelayanan secara online dimana pun faktor-faktor yang menghambatnya dan
publik berada. Fakta ini tentunya sangat faktor yang mendukungnya. Oleh karena
memberikan kemudahan kepada publik itu dari hasil wawancara dan observasi yang
untuk mengurus pelayanan perizinan yang dilakukan ditemukan, faktor-faktor yang
dibutuhkan. Sebab publik akan datang ke menghambat dan faktor-faktor yang
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman mendukung sebagai berikut :
Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru hanya 1. Faktor yang menghambat
untuk menyerahkan dokumen-dokumen Faktor yang menghambat merupakan
yang menjadikan persyaratan dalam faktor yang dapat mempengaruhi
pengurusan perizinan. Apabila kegagalan penerapan prinsip good
kelengkapan dokumen sudah cukup maka governance dalam memberikan
tidak ada lagi halangan untuk pelayanan perizinan di Badan
diterbitkannya perizinan yang diurus oleh Pelayanan Terpadu dan Penanaman
publik. Selain menyediakan pelayanan Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru.
perizinan secara online, pihak Badan Adapun faktor-faktor penghambat
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal yang ditemukan dari hasil wawancara
(BPTPM) Kota Pekanbaru juga dan observasi, yaitu : Pertama, faktor
menyediakan mobil keliling pelayanan SDM, yang merupakan hal yang paling
perizinan yang operasionalnya ditentukan penting untuk bisa menerapkan
pada wilayah-wilayah tertentu dan prinsip-prinsip good governance dalam
dengan jam-jam tertentu pula. Melalui pelayanan perizinan. Karena tanpa
mobil keliling pelayanan perizinan, setiap adanya SDM yang handal dan
publik dapat mengurus perizinan yang berkompetensi baik akan sulit untuk
dibutuhkan ditempat mangkalnya mobil bisa memberikan pelayanan perizinan
keliling pelayanan perizinan. Mobil yang berbasis good governance.
keliling perizinan biasanya hanya Kedua, faktor pola fikir masyarakat
menangani pendaftaran pelayanan dan terhadap pelayanan, dimana pola fikir
pemeriksaan dokumen pelayanan saja. masyarakat yang kurang baik terhadap
Sedangkan penyelesaian pelayanan institusi pelayanan akan menyebabkan
perizinan tetap berada di Badan terhambatnya sebuah proses
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal pelayanan yang dilakukan. Artinya
(BPTPM) Kota Pekanbaru. Kemudahan- belum lagi masyarakat melakukan
kemudahan yang diberikan dalam urusan pelayanan tetapi didalam
pengurusan pelayanan perizinan di Kota fikirannya sudah terkonsep bagaimana
Pekanbaru, semoga semakin membuka pelayanan yang dilakukan dapat
peluang investasi yang besar dalam upaya mudah, cepat dan segera diselesaikan
memajukan Kota Pekanbaru sebagai Kota walaupun harus mengeluarkan biaya
Metropolitan yang madani. yang besar. Pola fikir seperti inilah
yang membuat pemberian layanan
yang dilakukan oleh petugas
pelayanan tidak pernah memuaskan.
22
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan Vol. 8 No. 1, Januari –Juli 2017
2. Faktor yang mendukung menyediakan pelayanan perizinan
Faktor yang mendukung merupakan yang maksimal.
faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan penerapan prinsip good C. Model Penerapan Prinsip Good
governance dalam memberikan Governance dalam Pelayanan
pelayanan perizinan di Badan Perizinan Di Badan Pelayanan

Pelayanan Terpadu dan Penanaman Terpadu dan Penanaman Modal


Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru. (BPTPM) Kota Pekanbaru
Adapun faktor-faktor pendukung yang
ditemukan dari hasil wawancara dan Model merupakan desain, alur
observasi, yaitu: Pertama, faktor atau kerangka yang tepat untuk
sarana dan prasarana, dimana dengan menjelaskan suatu objek, sistem atau
sarana dan prasarana yang baik suatu konsep. Sehingga dalam hal
memang sudah tersedia dalam upaya penerapan prinsip good governance untuk
memberikan pelayanan perizinan yang pelayanan perizinan, model merupakan
berbasis good governance. Karena desain, alur atau kerangka pelayanan
dengan tersedianya alat kelengkapan perizinan yang berlandaskan kepada
kantor seperti komputer dapat prinsip-prinsip good governance. Dari
membantu mempermudah kerja yang hasil analisis yang dilakukan, maka model
akhirnya dapat meningkatkan kinerja penerapan prinsip good governance dalam
pelayanan. Ruang kerja dan ruang pelayanan perizinan adalah sebagai
pelayanan masyarakat yang nyaman berikut :
tentu dapat mendukung peningkatan
kualitas pelayanan publik. Penyediaan Gambar 1.
fasilitas IT juga sangat membantu Model Penerapan Prinsip Good
dalam memberikan informasi pelayan Governance dalam Pelayanan Perizinan
kepada publik. Intinya semua sarana
dan prasarana yang tersedia ditujukan
untuk dapat memberikan pelayanan
yang memuaskan kepada publik.
Kedua, faktor dukungan kebijakan,
dimana dengan dukungan kebijakan
yang kuat terhadap penerapan prinsip
good governance dalam pelayanan
perizinan sangatlah penting. Apalagi
saat ini Pemerintah Pusat telah
memberikan dukungan kebijakan yang
besar terhadap pemangkasan birokrasi Sumber : Hasil Olahan Penelitian, 2016
yang panjang dalam hal urusan
perizinan dan penanaman modal. Penjelasan model sebagai berikut :
Sehingga daerah bisa 1. Pemohon
mengaplikasikannya dalam bentuk
Pemohon merupakan individu atau
aturan, keputusan atau program yang
badan usaha yang datang ke Badan
dapat mendukung terlaksananya
Pelayanan Terpadu dan Penanaman
pelayanan perizinan yang berbasis
good governance. Ketiga, faktor Modal (BPTPM) untuk melakukan
dukungan financial, dimana dengan urusan pelayan perizinan. Pada
adanya dukungan terhadap anggaran tahapan ini prinsip good governance
yang akan digunakan dalam yang bisa diterapkan adalah prinsip
penerapan prinsip-prinsip good partisipasi.
governance pada pelayanan perizinan 2. Front office
sangatlah penting. Karena anggaran Front office merupakan loket tempat
yang diberikan dapat digunakan untuk penerimaan berkas urusan perizinan
biaya operasional dalam upaya yang dilakukan oleh pemohon. Apabila
23
berkas yang sampaikan pemohon Adianto et. al: Model Penerapan….
lengkap maka akan diproses lebih penerapan prinsip good governance dalam
lanjut, namun sebaliknya apabila pelayanan perizinan yang dilakukan oleh
berkas pemohon tidak lengkap maka Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
akan dikembalikan lagi kepada Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru. Hal ini
pemohon. Pada tahapan ini prinsip dikarenakan penerapan prinsip good
gavernance lebih memberikan jaminan
good governance yang bisa kepada publik untuk memperoleh
diterapkan adalah prinsip kepastian pelayanan perizinan yang memuaskan
hukum, transparansi, daya tanggap, dari para penyelenggara pelayanan.
orientasi kepada konsensus dan Sebab pelayanan perizinan yang berbasis
keadilan. good governance akan memberikan ruang
3. Back office kepada publik untuk berpartisipasi,
Back office merupakan tempat pelayanan yang dilakukan sesuai dengan
aturan hukum yang berlaku, terciptanya
pemeriksaan keabsahan dan legalitas
transparansi dalam pelayanan, adanya
berkas yang diajukan oleh pemohon daya tanggap dari pihak penyelenggara
dalam pengurusan perizinan. Pada pelayanan, adanya orientasi kepada
tahapan ini prinsip good governance konsensus dalam melayani, terwujudnya
yang bisa diterapkan adalah prinsip keadilan dalam pelayanan, berfungsinya
efektivitas dan efisiensi. efektivitas dan efisiensi layanan, adanya
4. Tim teknis akuntabilitas pelayanan dan memiliki visi
Tim teknis merupakan tim kerja di strategis untuk menciptakan pelayanan
Badan Pelayanan Terpadu dan yang lebih baik. Kemudian penerapan
Penanaman Modal (BPTPM) yang pelayanan perizinan di Badan Pelayanan
bertugas untuk melakukan verifikasi Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM)
lapangan dan kelengkapan teknis Kota Pekanbaru sudah mulai berbasis
lainnya, khusus bagi perizinan yang dengan good governance, dimana dalam
membutuhkan rekomendasi. Pada pelaksanaannya masih berjalan dengan
tahapan ini prinsip good governance
yang bisa diterapkan adalah prinsip cukup baik. Artinya penerapan pelayanan
efektivitas dan efisiensi. perizinan yang berbasis good governance
5. Kepala Badan belum secara mutlak dilakukan oleh
Kepala Badan merupakan pejabat Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
yang berwenang untuk memberikan Modal (BPTPM) Kota Pekanbaru, terutama
keputusan perizinan yang diajukan pada prinsip yang berorientasi kepada
pemohon diterima atau ditolak. Pada konsensus, akuntabilitas dan memiliki visi
tahapan ini prinsip good governance strategis dalam melayani. Kedua, Faktor
yang bisa diterapkan adalah prinsip yang menghambat penerapan prinsip good
akuntabilitas dan visi strategis. governance dalam memberikan pelayanan
6. Produk perizinan
Produk perizinan merupakan surat perizinan di Badan Pelayanan Terpadu
penerbitan perizinan yang telah dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota
disetujui untuk dapat dilaksanakan Pekanbaru adalah faktor SDM dan faktor
oleh pemohon. Pada tahapan ini pola fikir masyarakat terhadap
prinsip good governance yang bisa pelayanan. Sedangkan faktor yang
diterapkan adalah prinsip mendukung penerapan prinsip good
akuntabilitas. governance dalam memberikan pelayanan
perizinan di Badan Pelayanan Terpadu
dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota
Pekanbaru adalah faktor sarana dan
KESIMPULAN prasarana, faktor dukungan kebijakan dan
Berdasarkan hasil penelitian dan faktor dukungan financial.
pembahasan yang telah peneliti lakukan,
maka dapat diambil beberapa kesimpulan DAFTAR LITERATUR
sebagai berikut : Pertama, berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan Abbas Tashakkori & Charles Teddlie.,
ditemukan bahwa publik menyetujui 2010., Handbook of Mixed
Methods in Social & Behavioral
Research., Pustaka Pelajar.,
Yogyakarta.
24
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan Vol. 8 No. 1, Januari –Juli 2017
Agus Dwiyanto., 2006., Mewujudkan Governance, “Pemberdayaan
Good Governance Melalui Institusi Lokal”,. IREYOGYA.,
Pelayanan Publik., Gajah Mada Yogyakarta.
Universitiy Press., Yogyakarta. Sadermayanti., 2010., Reformasi
Ayu Amrina Rosyada., 2016., Analisis Administrasi Publik, Reformasi
Penerapan Prinsip Good Birokrasi dan Kepemimpinan Masa
Governance Dalam Rangka Depan (Mewujudkan Pelayanan
Pelayanan Publik Di Badan Prima dan Kepemerintahan yang
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Baik)., Rafika Aditama., Bandung.
Pintu Di Kota Samarinda., Sinambela, Lijian Poltak, dkk., 2006.,
eJournal Ilmu Pemerintahan., Reformasi Pelayanan Publik :
Volume 4 Nomor 1., ISSN 2477- Teori, Kebijakan dan
2631., Fisip-Unmul. Implementasi,Bumi Aksara.,
Creswell W. John., 2012., Research Jakarta.
Design : Pendekatan Kualitatif, Smith B.C., 1985., Decentralization The
Kuantitatif dan Mixed., Pustaka Territorial Dimension of the
Pelajar., Yogyakarta. State., George Allen & Unwin.,
Hary Harjono Muljo, Aries Wicaksono dan London.
Ignatius Edward Riantono., 2014., Sofian Efendi., 2005., Membangun Budaya
Optimalisasi Penerapan Prinsip Birokrasi untuk Good Governanc.,
Good Governance Bidang Lokakarya Reformasi Birokrasi
Akademik dalam Upaya Kementerian Negara
Mewujudkan Good University Pemberdayaan Aparatur Negara.,
Governance., Binus Business Jakarta.
Review Vol. 5 No. 1. Sukarman Kamuli., 2008., Evaluasi
Lembaga Administrasi Negara (LAN)., Kemajuan Penerapan
2005., Good Governance., Modul Penyelenggaraan Good
Diklat Prajabatan Golongan III., Governance di Provinsi
LAN RI., Jakarta. Gorontalo., Jurnal INOVASI.,
Mardiasmo., 2004., Perwujudan Volume 5 Nomor 3., ISSN 1693-
Transparansi dan Akuntabilitas 9034.
Publik Melalui Akuntansi UNDP., 1997., Governance for Suitable
Sektor Development., A Policy
Publik : Suatu Sarana Good Document., New York.
Governance., Penerbit Andi.,
Yogyakarta.
Meuthia Ganie Rochman., 2000., Good
governance : Prinsip, Komponen
dan Penerapannya”., dalam artikel
buku HAM : Penyelenggaraan
Negara Yang Baik
& Masyarakat Warga. Komnas
HAM., Jakarta.
Mifta Thoha., 2008., Birokrasi
Pemerintahan Indonesia di Era
Reformasi., Kencana Prenada
Madia Group., Jakarta.
Nugroho Riant., 2003., Reinventing
Pembangunan., PT. Media Elex
Komputindo Gramedia., Jakarta.
Philipus M. Hadjon dkk., 1999., Pengantar
Hukum Administrasi Indonesia
(intoduction to the Indonesian
Administrative Law)., Gajah Mada
University Press., Yogyakarta.
Purwo Santoso., 2002., Institusi Lokal
Dalam Perspektif Good
PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT
DARI DESA TERTINGGAL MENUJU DESA TIDAK TERTINGGAL
(Studi di Desa Muktiharjo Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati)

Ully Hikmah Andini, Mochamad Saleh Soeaidy, Ainul Hayat


Jurusan Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya,
Malang
E-mail: ullyhikmahandini@gmail.com

Abstract: Economic Empowerment from Underdeveloped Village to Developed Village (Study in


Desa Muktiharjo, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati). The condition of Muktiharjo village
is in underdeveloped, so need a way through economic empowerment. The research was a
qualitative descriptive study using the technique of interactive analysis by Miles and Huberman.
The result of this study indicated that economy potential that exist in Muktiharjo village are
agriculture sector, fishery sector, tourism sector and micro and small enterprises sector.
Economic empowerment that is done by regency government are as a planner, facilitator,
supervisor and evaluator. Subdistrict government as a facilitator between regency government
and village government. And village government such as become the society as a subject and
object the development, increase the participation of society and give the empowerment
through training and education, build the cooperation and build the public facilities that needed
by society. The supporting factors in this research are the existing of great natural and human
resources, globalization and development of technology. The obctacling factors are low of modal,
public facilities and participation of society.

Keywords: national development, economic empowerment, underdeveloped


village

Abstrak: Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dari Desa Tertinggal Menuju Desa Tidak
Tertinggal (Studi di Desa Muktiharjo Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati). Kondisi Desa
Muktiharjo masih tertinggal, sehingga perlu adanya pemberdayaan ekonomi masyarakat. Penelitian
ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik analisis interaktif menurut Miles dan
Huberman. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa potensi ekonomi di Desa Muktiharjo
adalah pertanian, perikanan, pariwisata dan UKM. Pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh
pemerintah kabupaten adalah sebagai perencana, fasilitator, pengawas dan evaluator. Pemeritah
kecamatan sebagai fasilitator antara pemerintah kabupaten dan desa. Dan pemerintah desa meliputi
menjadikan masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan, meningkatkan partisipasi
masyarakat dan melakukan pemberdayaan seperti memberikan pelatihan/pendidikan kepada
masyarakat, mendirikan koperasi simpan pinjam serta membangun sarana dan prasarana
umum yang dibutuhkan masyarakat. Faktor pendukung yang ada meliputi sumber daya alam dan
sumber daya manusia yang melimpah, globalisasi dan kemajuan teknologi. Sedangkan faktor
penghambatnya adalah terbatasnya modal, sarana dan prasarana serta partisipasi masyarakat yang
rendah.

Kata kunci: pembangunan nasional, pemberdayaan ekonomi masyarakat, desa


tertinggal
Pendahuluan melakukan kegiatan ekonomi. Selain itu, pem-
Negara dan pembangunan merupakan dua bangunan ekonomi juga identik dengan kemaju-
unsur yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. an suatu bangsa. Padahal, tingginya tingkat
Hal ini dikarenakan suatu Negara agar dapat ekonomi suatu Negara belum tentu mencermin-
mempertahankan kehidupannya, selalu mela- kan kemajuan dari suatu Negara secara ke-
kukan pembangunan. Pembangunan itu sendiri seluruhan. Hal ini dikarenakan terkadang
dapat dilakukan melalui berbagai aspek, seperti: masalah-masalah seperti pemerataan pembangu-
pembangunan ekonomi, sosial dan budaya nan dan pendapatan, pembangunan sumber daya
maupun politik. Namun, permasalahan pem- manusia, bahkan aspek lingkungan sering
bangunan yang sering terjadi saat ini adalah terabaikan.
masalah pembangunan ekonomi. Hal ini di- Indonesia adalah negara yang memilik
dukung pula dengan adanya arus globalisasi, iribuan pulau dan terdiri dari banyak desa.
sehingga memudarkan batas antar Negara dalam Bahkan Indonesia merupakan wilayah yang di-
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 12, Hal. 7-11 | 7
bangun dan bergantung dari desa. Desa merupa- Kajian Pustaka
kan wilayah yang mempunyai potensi alam yang 1. Konsep Pembangunan Nasional
besar. Dari sumber daya alam tersebut, dapat Pembangunan sering diartikan sebagai
dijadikan sebagai sumber bahan makanan dan suatu usaha untuk meningkatkan kehidupan
bahan mentah. Sumber daya alam yang dimiliki masyarakat kearah yang lebih baik. Siagian
desa inilah yang dapat dijadikan pendorong (2003, h.4) mendefinisikan pembangunan se-
untuk meningkatkan pembangunan ekonomi bagai “rangkaian usaha mewujudkan pertumbuh-
secara nasional. Hal ini dikarenakan Indonesia an dan perubahan secara terencana dan sadar
menganut system ekonomi rakyat yang terbukti yang ditempuh oleh suatu Negara bangsa menuju
bias menopang perekonomian nasional bahkan modernitas dalam rangka pembinaan bangsa”.
pada saat krisis. Namun, kenyataannya ke- Menurut Bryant and White (dalam Tjokrowinoto,
banyakan desa di Indonesia merupakan desa 1999, h.47), ada lima implikasi utama dari pem-
tertinggal. bangunan:
Dengan kondisi desa yang seperti ter- a. Pembangunan berarti membangkitkan ke-
tinggal, desa yang dapat dijadikan sebagai modal mampuan optimal manusia baik individu
pembangunan ekonomi, menjadi terhambat. maupun kelompok.
Salah satu cara untuk meningkatkan atau meng- b. Pembangunan berarti mendorong tumbuhnya
gali potensi ekonomi desa agar tidak tertinggal, kebersamaan dan kemelorotan nilai dan ke-
adalah dengan melakukan pembangunan desa.
sejahteraan.
Dengan adanya pembangunan desa, peningkatan
c. Pembangunan berarti menaruh kepercayaan
ekonomi penduduk desa khususnya di desa kepada masyarakat untuk membangun diri-
tertinggal akan dapat dilakukan sehingga men- nya sendiri sesuai dengan kemampuan yang
jadi desa yang tidak tertinggal. Kondisi seperti ada padanya.
ini memunculkan sebuah cara atau metode baru d. Pembangunan berarti membangkitkan ke-
dalam hal membangun ekonomi desa yaitu me- mampuan untuk membangun secara mandiri.
lalui pemberdayaan masyarakat. e. Pembangunan berarti mengurangi ketergantu-
Salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang ngan Negara satu dengan negara yang lain
melaksanakan otonomi daerah dalam rangka yang menciptakan hubungan saling mengun-
meningkatkan pembangunan ekonomi desanya tungkan dan saling menghormati.
adalah Kabupaten Pati. “Kabupaten Pati meru- 2. Konsep Desa dan Pembangunan Desa
pakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tertinggal
Tengah yang secara geografis terletak di Menurut UU No. 06 Tahun 2014 tentang
644’56,80” LS 11102’06,96” BT dengan luas Desa, “Desa adalah kesatuan masyarakat hukum
wilayah keseluruhan 1.419,07 km yang terbagi yang memiliki batas-batas wilayah dan memiliki
menjadi 21 Kecamatan dan 405 Desa” (Priyops, kewenangan untuk mengatur serta mengurus
2009). Di Kabupaten Pati, terdapat desa yang kepentingan masyarakat setempat yang diakui
masih berada dalam tingkatan desa tertinggal, dan dihormati dalam sistem Negara Kesatuan
yaitu desa Muktiharjo. Desa Muktiharjo, adalah Republik Indonesia”. Sedangkan menurut
desa yang terletak di sebelah barat Kabupaten Adisasmita (2006, h.4) “pembangunan desa
Pati, di lereng Gunung Muria, yang terdiri dari 6 adalah seluruh kegiatan pembangunan yang
dusun dan 38 RT, serta berada di Kecamatan berlangsung di desa dan meliputi seluruh aspek
Margorejo. Jumlah penduduk di Desa Muktiharjo kehidupan masyarakat serta dilaksanakan secara
berjumlah 10.157 jiwa, dengan pembagian 4.698 terpadu dengan mengembangkan swadaya
jiwa laki-laki dan 5.459 jiwa perempuan. gotongroyong”. Desa tertinggal identik dengan
Sedangkan jumlah kepala keluarga yaitu 2.645 kondisi desa yang miskin dan terbelakang. “Desa
KK. Sedangkan prasarana ekonomi yang ter- Tertinggal merupakan kawasan pedesaan yang
sedia, hanya warung, koperasi dan industry kecil ketersediaan sarana dan prasarana dasar wilayah-
atau rumahan. Akses jalan yang ada di desa ini nya kurang / tidakada (tertinggal) sehingga
meliputi jalan desa dan kabupaten. Jalan desadan menghambat pertumbuhan / perkembangan
kabupaten dengan panjang 20 km, yang sebagian kehidupan masyarakatnya dalam bidang ekonomi
sudah beraspal dan sebagian jalan tanah. (kemiskinan) dan bidang pendidikan (keter-
Berdasarkan datatersebut, menunjukkan bahwa belakangan)” (Mubyarto, 1994, h.24).
Desa Muktiharjo termasuk katagori desa 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
tertinggal dan membutuhkan metode dan strategi Swasono dalam Rintuh, Cornelis dan Miar
baru dan khusus yang mampu mengatasi (2005, h.84) mengatakan bahwa pemberdayaan
permasalahan desa agar tidak tertinggal, dan ekonomi kerakyatan mengandung maksud
salah satunya adalah dengan pemberdayaan pembangunan ekonomi sebagian besar masya-
ekonomi masyarakat desa. rakat Indonesia sebagai agenda utama pem-
bangunan nasional sehingga langkah-langkah Dengan adanya pemberdayaan ekonomi
yang nyata harus diupayakan agar pertumbuhan masyarakat maka diharapkan dapat
ekonomi rakyat berlangsung dengan cepat. meningkat- kan kehidupan masyarakat

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 12, Hal. 7-11 |8


kearah kehidupan yang lebih baik. Kehidupan a) Potensi Ekonomi yang ada di Desa
yang lebih baik menurut Goulet (dalamSuryana, Muktiharjo
2006, h.6) pada dasarnya meliputi: kebutuhan Potensi ekonomi dalam hal ini adalah
hidup, kebutuhan harga diri, kebutuhan sumber daya desa yang dapat digunakan
kebebasan. Oleh karena itu, ahli ekonomi untuk meningkatkan perekonomian masy-
mengemukakan bahwa sasaran pemberdayaan arakat. Di Desa Muktiharjo, potensi sumber
ekonomi masyarakat yang minimal dan harus daya alam yang terbentang luas adalah lahan
mengutamakan apa yang disebut keperluan pertanian dan perkebunan. Hal ini dikarena-
mutlak, syarat minimum untuk mmenuhi kan kondisi geografis desa yang berada di
kebutuhan pokok serta kebutuhan dasar. dataran rendah. Dari sektor pertanian, hasil
4. Globalisasi utama dari Desa Muktiharjo adalah tebu.
Globalisasi adalah keterkaitan dan Namun juga ada hasil tanaman lain seperti
ketergantungan antar bangsa dan antar manusia padi, kedelai, jagung, kapuk dan hasil kebun
di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, berupa pisang dan buah-buahan. Selain itu,
perjalanan, budaya populer dan bentuk-bentuk Desa Muktiharjo juga memiliki potensi dari
interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu sektor perikanan. Pengembangan sektor
negara menjadi semakin sempit. Menurut asal perikanan ini tidak harus yang berbasis pada
katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata perikanan air asin, tetapi juga untuk per-
global, yang maknanya ialah universal. Menurut ikanan air tawar. sektor pariwisata dapat
definisi Bank Dunia, globalisasi adalah proses dijadikan potensi ekonomi dalam pem-
integrasi ekonomi dan masyarakat melalui arus bangunan Desa Muktiharjo. Sektor pariwisata
informasi, ide, aktivitas, teknologi, barang, jasa, dapat dijadikan potensi ekonomi dalam
modal dan manusia antarnegara (Stren, 2000, pembangunan Desa Muktiharjo. Objek wisata
h.45). Gapura Majapahit ini yang merupakan situs
peninggalan sejarah dapat dijadikan sumber
Metode Penelitian ekonomi desa selain untuk menambah
Jenis penelitian kualitatif yang digunakan wawasan sejarah masyarakat. Selain itu, Desa
peneliti disini adalah jenis penelitian deskriptif.
Muktiharjo mempunyai potensi untuk
Dengan fokus penelitian yaitu pemberdayaan
pengembangan usaha kecil menengah. Usaha
ekonomi masyarakat dengan melihat potensi
mikro dan menengah yang ada di desa ini
ekonomi desa dan upaya yang dilakukan oleh
adalah usaha kripik singkong, jahit pakaian
pemerintah kabupaten, kecamatan dan desa serta
dan bengkel.
faktor pendukung dan faktor penghambatnya.
b) Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Lokasi penelitian berada di Desa Muktiharjo
Desa Tertinggal Menuju Desa Tidak
Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati. Jenis data
Tertinggal
yang digunakan adalah data primer yaitu penulis Pemberdayaan ekonomi di Desa Mukti-
sendiri dan data sekunder yang relevan dengan harjo ini diarahkan untuk meningkatkan
topik penelitian. Sedangkan sumber datanya kondisi ekonomi desa yang dulunya
berasal dari informan, dokumen dan peristiwa. mengalami kemiskinan dan keterbelakangan.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah Pemberdayaan ekonomi masyarakat ini dapat
catatan lapangan, peneliti sendiri, dokumen, diketahui melalui upaya-upaya yang
pedoman wawancara dan alat pendokumentasian. dilakukan pemerintah dalam membangun
Metode pengambilan data dengan wawancara, desa tertinggal di Desa Muktiharjo di bawah
analisis dokumen dan observasi. Teknik analisa ini:
data yang digunakan adalah model interaktif 1. Pemerintah Kabupaten
Miles dan Huberman. Dalam pembangunan daerah tertinggal
di Desa Muktiharjo, Kabupaten Pati merupa-
kan aktor yang diberi kesempatan untuk
Pembahasan menentukan kebijakan pembangunan yang
1. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa akan dibuat. Peran Pemerintah Kabupaten
Tertinggal Menuju Desa Tidak Tertinggal Pati selain menjalankan fungsi perencanaan,
fasilitator dan pengawasan, juga mengadakan
suatu pembangunan yang berkelanjutan. Di
Desa Muktiharjo, program pemberdayaan
ekonomi yang ada diupayakan untuk mem-
punyai program yang berkelanjutan. Hal ini
dilakukan dari semua sektor yaitu pertanian/
perkebunan, perikanan, UKM dan pariwisata.

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 12, Hal. 7-11 |9


Program berkelanjutan ini sudah dituangkan yang mempunyai jumlah penduduk yang
dalam peraturan Kabupaten Pati untuk banyak.
melakukan rencana pengembangan wilayah Adanya arus globalisasi dan kemajuan
sesuai dengan potensi daerah masing-masing. teknologi juga mendukung pemberdayaan
2. Pemerintah Kecamatan ekonomi masyarakat di Desa Muktiharjo. Di
Dalam pembangunan desa tertinggal Desa Muktiharjo, globalisasi ini dapat mem-
melalui pemberdayaan ekonomi di Desa pengaruhi pembangunan ekonomi desa yang
Muktiharjo, Kecamatan Margorejo bertindak sedang berlangsung. Hal yang tampak nyata
sebagai fasilitator antara pemerintah Kabu- adalah dalam bidang pertanian yaitu
paten Pati dengan pemerintah Desa penggunaan pupuk kimia dan pengolahan
Muktiharjo. Kecamatan hanya mempunyai sawah dengan mesin seperti traktor. Namun,
wewenang melaksanakan apa yang ditugas- dibalik itu, terdapat juga pengaruh negatif
kan oleh bupati. Hal ini dikarenakan ke- dari globalisasi bagi pembangunan desa yaitu
camatan tidak mempunyai otonomi. Se- terjadinya urbanisasi. Kondisi ini pada
hingga, kecamatan merupakan sarana un-tuk akhirnya mempengaruhi kondisi per-
membantu dan mempermudah kabupaten ekonomian desa. Dari sisi kemajuan tekno-
mengawasi pembangunan setiap daerah yang logi informasi, masyarakat juga dapat dengan
menjadi wilayahnya. mudah untuk mengakses perkembangan sistem
3. Pemerintah Desa bertani, mengelola ikan atau bahkan
Desa merupakan level pemerintahan mendirikan sebuah usaha.
terendah yang mempunyai otonomi sendiri b) Faktor Penghambat
untuk mengelola wilayahnya sesuai dengan Di Desa Muktiharjo, keterbatasan modal
potensi dan karakter masing-masing. Seiring ini menjadi penghambat dalam proses
dengan dengan munculnya paradigma baru pembangunan ekonomi masyarakat. Seperti
dalam pembangunan yaitu pemberdayaan yang telah diketahui bahwa ketersediaan dana
masyarakat, maka pembangunan desa dapat mendukung atau menghambat pem-
dimulai bangunan. Kondisi keterbatasan dana yang
dari pemerintah desa yang menjadi tingkat ada di Desa Muktiharjo mempunyai pengaruh
pemerintahan yang dekat dengan masyarakat. terhadap pembangunan ekonomi yang
Di Desa Muktiharjo, upaya yang dilakukan dilakukan. Di Desa Muktiharjo, ketersediaan
pemerintah desa sebagai berikut: sarana dan prasarana ini merujuk pada sistem
a. Menempatkan masyarakat sebagai subyek fisik yang menyediakan transportasi, peng-
dan obyek pembangunan. airan, drainase dan fasilitas publik lain seperti
b. Meningkatkan partisipasi masyarakat da- sarana pendidikan dan kesehatan yang di-
lam upaya pembangunan ekonomi desa. butuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar
c. Melakukan pemberdayaan masyarakat manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi
dalam upaya meningkatkan kondisi
ekonomi desa dengan pendidikan dan sudah tersedia. Namun, dalam pengem-
pelatihan, program simpan pinjam dan bangannya masih membutuhkan pembangun-
pembangunan sarana dan prasarana. an yang berkelanjutan. Selain itu, partisipasi
masyarakat merupakan aspek utama dalam
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
upaya melakukan pemberdayaan ekonomi
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
masyarakat. Di Desa Muktiharjo, partisipasi
Muktiharjo Menuju Desa Tidak
masyarakat dirasakan kurang. Hal ini dapat
Tertinggal
diketahui dari masih kurangnya masyarakat
a) Faktor Pendukung
Sumber daya alam merupakan salah dalam musyawarah-musyawarah yang mem-
satu modal dalam merencanakan sebuah bahas mengenai pembangunan desa.
pembangunan. Desa Muktiharjo merupakan
salah satu desa yang ada di Kecamatan
Margorejo yang mempunyai bentang alam Penutup
berupa lahan pertanian/perkebunan yang 1. Kesimpulan
melimpah. Selain itu kondisi geografis yang Kesimpulan dari penelitian ini
dilalui beberapa sungai menyebabkan desa ini menunjukkan bahwa potensi ekonomi yang ada
mempunyai potensi pula dibidang perikanan. di Desa Muktiharjo dapat dilihat dari segi
Selain itu, sumber daya manusia merupakan pertanian/ perkebunan, perikanan, pariwisata dan
faktor penting dalam upaya pembangunan UKM. Pemberdayaan ekonomi yang dilakukan
nasional. Hal ini dikarenakan sumber daya dapat dilihat dari upaya pemerintah kabupaten
manusia adalah aktor yang menjalankan sebagai perencana, fasilitator, pengawas dan
pembangunan.Desa Muktiharjo adalah desa evaluator. Pemeritah kecamatan sebagai fasili-
tator antara Dan pemerintah desa
pemerintah dengan upaya
kabupaten dan desa. meliputi men-
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 12, Hal. 7-11 | 10
jadikan masyarakat perikanan, Beratha, I Nyoman. (1984)
sebagai subjek dan pariwisata dan Teknologi Desa. Jakarta.
objek pembangunan, UKM. Sedangkan Ghalia.
meningkatkan faktor Mubyarto, dkk. (2005) Ekonomi Rakyat
partisipasi masy- Indonesia. Sajogyo dan Sumantoro
penghambatnya
arakat dan Martowijoyo (ed.).
adalah terbatasnya
melakukan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
modal, sarana dan dalam Kancah Globalisasi (Hasil
pemberdayaan prasarana serta
seperti memberikan Bahasan Seminar
partisipasi Pendalaman Ekonomi Rakyat). Bogor.
pelatihan/ masyarakat yang
pendidikan kepada Sains: Yayasan Sajogyo Inti Utama.
rendah. Rintuh, Cornelisdan Miar. (2005)
masyarakat, 2
mendirikan koperasi Kelembagaan dan Ekonomi
. Rakyat. Yogyakarta. BPFE.
simpan pinjam serta
membangun sarana Siagian, Sondang P (2003)
S Administrasi Pembangunan.
dan prasarana umum a
yang dibutuhkan Jakarta. PT. Bumi Aksara.
r Suryana. (2006) Ekonomi Pembangunan:
masyarakat. Faktor a Problematika dan Pendekatan. Jakarta.
pendukung yang ada n Salemba Empat. Tjokrowinoto, Moeljarto.
meliputi sumber Saran dari (1999) Pembangunan: Dilema dan
daya alam melimpah penelitian ini Tantangan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
dari sektor pertanian adalah bagi
dan sumber daya masyarakat
manusia yang hendaknya lebih
melimpah, berpartisipasi aktif
globalisasi dan dalam upaya
kemajuan teknologi pembangunan
yang mempengaruhi ekonomi desa.
bidang pertanian, Selain itu,
pemerintah desa
sebagai aktor kunci
pem- bangunan
harus bisa
memfasilitasi masy-
arakat dalam proses
pembangunan.
Selain itu, harus ada
sinergitas antara
pemerintah pusat,
kabupaten
d
a
n

k
e
c
a
m
a
t
a
n
.

Daftar Pustaka
Adisasmito, Rahardjo. (2006)
Membangun Desa
Partisipatif.
Yogyakarta.Graham Ilmu.
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 12, Hal. 7-11 | 11
VOLUME 1, NOMOR 2, OKTOBER 2016
PARTAI POLITIK, FENOMENA DI BENTUK HUBUNGAN PERS DENGAN
NASTI POLITIK DALAM PEMILIHAN PEMERINTAH TERKAIT DENGAN FUNGSil
KEPALA DAERAH, DAN MEDIA SEBAGAI KONTROL SOSIAL
DESENTRALISASI
Venezia Indra Ghassani
Budhy Prianto Praptining Sukowati

PENDELEGASIAN KEWENANGAN DALAM AKUNTABILITAS PEMERINTAHAN DESA;


PENGELOLAAN HUTAN: Sebuah Telaah atas Perdes Nomor 01 Tahun
Studi Kasus Kelompok Tani Hutan (KTH) 2011 tentang Blaya Administrasi Pelayanan
Kemasyarakatan Sedyo Makmur di Desa Landungsari, Kecamatan Dau,
Kecamatan Semanu, Kabupaten Kabupaten Malang
Gunungkidul, Daerah lstimewa Yogyakarta
Khoiron
Rijal Ramdani

KEBIJAKAN PENDIDIKAN GRATIS


BAGI MASYARAKAT KOTA DESA DAN LEGITIMASII KEBERDAYAAN
BLITAR SOSIAL; TELAAH IMPLEMENTASI
(Studi lmplementasi Program Rintisan KEBIJAKAN UU No. 6/2014 TENTANG DESA
Wajib Bellajar 12 Tahun Berdasarkan
DI KABUPATEN MALANG
Peraturan Walikota Blitar Nomor: 8
Tahun
Sri Hartini Jatmikowati
2015)
Titot Edy Suroso
Wydha Mustika Maharani
Sukardi

MRELEVANSI THEOLOGI RASIONALIS


!SLAM DAN NILAI KEJUANGAN
JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA
DALAM MEMPERTAHANKAN
EKSISTENSINYA

Catur Wahyudi

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
PUBLISIA
JURNAL ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
Diterbitkan Oleh
Program Studi Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Merdeka Malang

PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) merupakan terbitan berkala ilmiah yang diterbitkan Oleh
Program Studi Administrasi Publik - FISIP Universitas Merdeka Malang. Memuat berbagai hasil
kajian teoritik dan hasil penelitian di bidang Administrasi Publik dengan tujuan untuk membangun
kolaborasi antar komunitas epistemik di bidang Administrasi Publik.
Awal berdirinya, ditahun 1997 jurnal ini bernama "Publisia: Jurnal Kebijakan Publik" terbit sebanyak 4 kali
dalam setahun, kemudian ditahun 2004 mendapatkan ISSN (p) 1410-0983 dengan judul terbitan
"Publisia: Jurnal Sosial dan Politik". Ditahun 2014, terbitan berkala ini berganti judul dengan "PUBLISIA
(Jurnal Ilmu Administrasi Publik) yang terbit secara cetak. Ditahun 2016 terbit dalam 2 versi (Cetak dan
Online), perubahan sub judul pada terbitan berkala ini diajukan pembaruan sehingga ISSN (p): 2541-
2515, di versi online ISSN (e): 2541-2035. Setiap tahun terbit sebanyak 2 kali, di Bulan April dan
Oktober.
Link Jurnal Online: http://jurnal.unm er.ac.id/index.php/jkpp

Ketua Penyunting
Chandra Dinata

Wakil Ketua Penyunting


Umi Chayatin

Penyunting Pelaksana
Budhy Priyanto
Catur Wahyudi
Praptining Sukowati
Dwi Suharnoko

Penyunting Ahli
Sukardi (Universitas Merdeka Malang)
Purwo Santoso (Universitas Gadjah Mada)
Bambang Supriono (FIA Universitas Brawijaya Malang)
Mas’ud Said (Universitas Muhammadiyah Malang)
Agus Solahuddin, MS. (Universitas Merdeka Malang)
Yopi Gani (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian) Kridawati
Sadhana (Universitas Merdeka Malang)
Sujarwoto (FIA Universitas Brawijaya Malang)
Tri Yumarni (Universitas Jenderal Soedirman)

Mitra Bestari
Mudjianto (Universitas Negeri Malang)

Alamat Penyunting & Tata Usaha: Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP)
Unversitas Merdeka Malang, Jl. Terusan Raya Dieng 62-64 Malang 65145,
Telp. (0341) 580537, e-mail:
publisia.jopad@unmer.ac.id
PUBLISIA
JURNAL ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK - FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN
POLITIK UNIVERSITAS MERDEKA MALANG

VOLUME 01, NOMOR 02, OKTOBER 2016

DAFTAR ISI

Budhy Prianto Partai Politik, Fenomena Dinasti Politik Dalam


Pemilihan Kepala Daerah, dan Desentralisasi 105-117

Rijal Ramdani Pendelegasian Kewenangan Dalam Pengelolaan


Hutan: Studi Kasus Kelompok Tani Hutan (KTH)
Kemasyarakatan Sedyo Makmur Kecamatan
Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta 118-131

Wydha Mustika Maharani Kebijakan Pendidikan Gratis Bagi Masyarakat


Sukardi Kota Blitar (Studi Implementasi Program Rintisan
Wajib Belajar 12 Tahun Berdasarkan Peraturan
Walikota Blitar Nomor: 8 Tahun 2015) 132-152

Catur Wahyudi Relevansi Theologi Rasionalis Islam dan Nilai


Kejuangan Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam
Mempertahankan Eksistensinya 153-169

Venezia Indra Ghassani Bentuk Hubungan Pers dengan Pemerintah


Praptining Sukowati Terkait dengan Fungsi Media Sebagai Kontrol
Sosial 170-182

Khoiron Akuntabilitas Pemerintahan Desa; Sebuah Telaah


atas Peraturan Desa Nomor 01 Tahun 2011
tentang Biaya Administrasi Pelayanan di Desa
Landungsari, Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang 183-195

Sri Hartini Jatmikowati Desa dan Legitimasi Keberdayaan Sosial; Telaah


Titot Edy Suroso Implementasi Kebijakan Undang-undang No.
6/2014 Tentang Desa Di Kabupaten Malang 196-211
PENDELEGASIAN KEWENANGAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN:
Studi Kasus Kelompok Tani Hutan (KTH) Kemasyarakatan Sedyo Makmur Kecamatan
Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta

Rijal Ramdani
Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)
rijalgarsel@gmail.com

Abstract
The aim of this research is to evaluate the engagement of local community in protecting forest areas as delegation
mechanism given by government. According to some scholars, government’s authority could be trasnfered to
community. However, in the fact that there are only a few cases can be run succeeded. Nevertheless, the final
analysis of this research shows the successful of the implementation. There are three main factors as the result;
firstly, based on regulation of HKm, its contain is very open for community to involve in the program; secondly, there
is a huge opprtunity for NGO’s to empower the capacity building of local community; thirdly, there is a political
interest from local government to encourage local community involvement. Consequently, the community has an
enough confidence and an ability to run the implementation of HKm. The data of the research was conducted by
doing deep interview with several key informants and also occurring Focus Group Discussion with other important
stakeholders.

Keywords: Authority Delegation, Public Policy, HKm, and Forest


Management

Intisari
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis terhadap keterlibatan komunitas masyarakat di sekitar
kawasan hutan dalam melakukan fungsi perlindungan terhadap kelestarian hutan. Keterlibatan tersebut merupakan
bagian dari sekema kebijakan pendelegasian kewenangan yang diberikan oleh pemerintah terhadap masyarakat.
Para ahli administrasi publik melihat bahwa kebanyakan dari sekema tersebut gagal dilakukan baik sebagai akibat
dari ketidak mampuan masyarakat maupun kelemahan dari muatan kebijakannya. Sementara penelitian ini
mengkonfirmasi keberhasilannya yang didasarkan pada tiga temuan penting. Pertama, keberhasilan terjadi
disebabkan oleh muatan dari kebijakan HKm yang sangat terbuka untuk menarik masyarakat terlibat di dalamnya.
Kedua, adanya kesempatan yang besar bagi NGOs untuk ikut terlibat di dalam membangun kapasitas
institusi masyarakat. Dan ketiga adanya political will dari pemerintah daerah untuk mendorong dan memberikan
kemudahan dalam keterlibatan masyarakat. Atas dasar ketiga hal itulah, masyarakat memiliki kepercayaan diri yang
tinggi dan kemampuan untuk melaksanakan kebijakan HKm. Data dalam penelitian ini didapatkan dengan cara
melakukan interview mendalam dengan beberapa informan penting dan juga melakukan Focus Group Discussion
(FGD).

Kata Kunci: Otoritas Delegasi, Kebijakan Publik, HKm, dan Pengelolaan


Hutan

PENDAHULUAN dilakukan dan diinisiasi oleh masyarakat. Hal ini


Latar Belakang dimaksudkan sebagai upaya pendefinisian ulang
Salah satu prinsip dalam kewirausahaan di bahwa masyarakat sebagai pemilik dari
sector public adalah Pemerintahan Milik pemerintah (the owner of government). Sehingga
Masyarakat: Memberi Wewenang Ketimbang dengan adanya pelimpahan wewenang tersebut
Melayani (Osborne dan Gaebler, 2005). akan tercipta kerjasama kolaboratif, dimana
Pelayanan dan pengelolaan barang public tidak masing-masing pihak, baik pemerintah maupun
harus dilakukan oleh pemerintah, tetapi bisa masyarakat berusaha mencari solusi atas suatu
1V1o8lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
masalah yang dihadapi bersama (Dwiyanto, Dimana melalui kebijakan ini masyarakat diberikan

2010). Sementara dalam prinsip good governance kewenangan oleh pemerintah untuk melakukan

hal seperti itu dinamakan dengan pelayanan public aktivitas dan mengambil manfaat secara ekonomis

yang partisipatif, yang menurut Wray (2000) baik dari hutan tetapi tetap harus menjaga fungsi

pemerintah, sector swasta dan masyarakat sipil, ekologis kelestarian hutan sebagai fungsi yang

termasuk lembaga swadaya masyarakat, utama (Purnomo, 2011). Pelimpahan kewenangan

semuanya memiliki peranan dalam mengatasi dilakukan mengingat beberapa alasan; Pertama,

tantangan yang harus dihadapi (Purwanto, 2005). berkurangnya kemampuan pemerintah dalam

Seiring dengan terjadinya perubahan dalam pengelolaan sumber daya kehutanan. Dengan

penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia ke kerusakan lingkungan yang parah akibat

arah yang lebih demokratis, maka pelayanan terjadinya deforestasi dan degradasi hutan yang

public bergerak pada kecendrungan pelibatan laju deforestasinya mencapa 1,51 juta ha/tahun

masyarakat dan pihak swasta. Hal itu terjadi (FWI, 2011). Kedua, ada kecenderungan kondisi

karena semakin kuatnya posisi masyarakat dan hutan yang dikelola oleh masyarakat jauh lebih

semakin melemahnya posisi Negara. Di sisi lain lestari dibandingkan dengan hutan yang dikelola

keberhasilan praktek kewirausahan dalam oleh Perhutani, atau pihak swasta pemegang

pelayanan public seperti pengalaman eropa, HPH, seperti hutan yang dikelola masyarakat adat.

Amerika, Australia dan New Zeland menuntut Hal itu terjadi karena kebanyakan masyarakat

pemerintah untuk lebih melibatkan dan desa mempunyai tradisi turun temurun dalam

mendelegasikan kewenangannya kepada pengelolaan hutan yang dalam prkateknya

masyarakat (Muhammad, 2007). Bovaird (2004) pengelolaan hutan dilakukan bersama-sama

mengidentifikasi wilayah-wilayah dimana seluruh anggota masyarakat. Dari pengalaman

pemerintah bisa berkolaborasi dengan pengelolaan itulah muncul kearifan local dan ilmu

memberikan kewenangannya kepada masyarakat, pengetahuan yang bisa menjaga dan melestarikan

yaitu; perencanaan dan perancangan kebijakan, hutan (Bill Ritchi, dkk, Tt).

koordinasi kebijakan, pemantauan kebijakan, Dalam kebijakan HKm ini pemerintah

peninjauan kembali dan evaluasi kebijakan, memberikan kewenangan pengelolaan hutan

implementasi kebijakan dan penyelenggaraan produksi atau hutan lindung kepada masyarakat di

layanan, serta mobilisasi dan pengelolaan sumber sekitar kawasan hutan melalui Izin Usaha

daya (Dwiyanto, 2010). Pengeolaan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm).

Salah satu dari sekian banyak urusan yang Masyarakat akan mendapatkan IUPHKm apabila

kewenangan pengelolaannya diberikan kepada mengajukannya kepada Mentri Kehutanan melalui

masyarakat adalah pengelolaan hutan dalam Bupati atas nama Kelompok Tani Hutan (KTH).

sekema kebijakan Hutan Kemasyarakatan (HKm). Apabila izin sudah diberikan KTH berhak

1V1o9lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
mengelola, mengambil manfaat dan menjaga Metode Pengumpulan Data

kelestarian hutan selama 35 tahun. Menariknya Pengumpulan data dilakukan dengan cara

adalah dengan lembaga yang dibentuknya mengkaji dokumen-dokumen yang dimiliki oleh

masyarakat berdinamika dengan membuat KTH Sedyo Makmur dan juga dengan cara

peraturan-peraturan kelompok, melakukan kerja melakukan wawancara mendalam dengan; Bagian

swadaya, dan membangun jaringan dengan pihak- Kehutanan Dishutbun Provinsi DIY, Bagian

pihak tertentu dalam upaya penjagaan dan Koperasi Disperindakop Kabupaten Gunungkidul,

pelestarian hutan. Sehingga pemerintah tidak Ketua KTH Sedyo Makmur. Selain itu juga

harus bersusah payah mengeluarkan dana untuk dilakukan Focus Group Discussion dengan

reboisi dan penjagaan ilegaloging, karena kedua anggota KTH Sedyo Makmur dan LSM-LSM yang

fungsi itu sudah dilakukan oleh masyarakat terlibat di dalam melakukan pendampingan

melalui KTH. terhadap KTH tersebut. KONSEP DAN TEORI

Rumusan Masalah Kebijakan Publik

Penelitian ini akan melihat bagaimana Kebijakan publik merupakan faktor yang

pendelegasian kewenangan yang diberikan oleh mempengaruhi kehidupan bersama (Nugroho,

pemerintah baik dari sisi muatan kebijakannya 2008). Terdiri dari dua suku kata yaitu public dan

maupun implementasi melalui delivery inputnya policy. Public merupakan kolektivitas dari

sehingga mampu mendorong masyarakat untuk mayarakat baik sebagai bagian dari suatu bangsa,

melakukan fungsi perlindungan terhadap hutan? suatu daerah ataupun mayarakat secara umum.

Dan juga akan melihat bagaimana fungsi-fungsi Bisa juga disematkan pada mereka yang menjadi

perlindungan terhadap hutan itu dilakukan oleh bagian dari suatu kelompok tertentu yang memiliki

masyarakat di sekitar kawasan hutan melalui tujuan bersama. Sementara policy diartikan

KTH? sebagai kebijaksanaan yang berkenaan dengan


barang publik atau serangkaian perencanaan dan

Metode dan Lokasi Penelitian tindakan yang berkaitan dengan tindakan

Lokasi Penelitian administrative (Webster Comperhensive

Penelitian dilakukan di desa Ngeposari dan Dictionary, 1996). Dengan demikian maka

desa Candirejo, kecamatan Semanu, Kabupaten kebijakan public merupakan serangkaian

Gunung Kidul, terhadap KTH Sedyo Makmur yang perencanaan dan tindakan yang berkaitan dengan

beranggotakan 254 anggota, terbagi ke dalam 7 kepentingan atau masalah bersama yang dihadapi

sub kelompok yang berhak menggarap 115 Ha masyarakat.

hutan froduksi petak 161 dan 162, PRH Semanu, Ada banyak definisi mengenai kebijakan
BDH Karangmojo. public, mengingat studi kebijakan public (public

1V2o0lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
policy studies) didekati oleh berbagai disiplin ilmu melakukan apapun memiliki tujuan dan memiliki

seperti ilmu politik, administrasi, ekonomi dan dampak terhadap masyarakat. Pendapat Dye

bahkan ilmu tehnik seperti yang dilakukan Patton akan bisa dipahami seandinya menggunakan kaca

dan Sawicki (1993) dalam bukunya Basic Methods mata ilmu politik, mengingat dalam terminology

of Policy Analysis and Planning. Tetapi seandinya politik bertindak atau tidak bertindak bukan

disederhanakan para ilmuan terbagi kepada dua sesuatu yang harus diperdebatkan, mengingat

kelompok, yaitu mereka yang berpendapat bahwa yang menjadi tujuan utamanya adalah tercapainya

kebijakan public adalah apapun baik yang kepentingan, seperti yang dikatan Harold Laswel

dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah “who get what and how” (Laster and Stewart,

dan mereka berpendapat bahwa kebijakan public 2000).

hanya apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam Berbeda dengan Dye, mayoritas ilmuan

upaya menyelesaikan persoalan bersama. Baik kebijakan public seperti Sharkansky (1969:1)

kelompok pertama maupun kelompok kedua mendefinisikan kebijakan public hanya tindakan

sama-sama bersepakat bahwa focus dari studi yang dilakukan oleh pemerintah saja. Tindakan

kebijakan public hanyalah tindakan yang diambil yang dilakukan oleh pemerintah tersebut seperti

atau dilakukan oleh pemerintah saja sebagai pengadaan pelayanan public (kesehatan,

pemilik otoritas yang sah (Anderson, 2003). kesejahteraan, jalan raya), peraturan personal dan

Mengingat ada juga mereka yang berpendapat peraturan aktivitas-aktivitas lembaga (dilakukan

bahwa kebijakan public tidak hanya milik oleh polisi, pengawas pasar, pengadministraian

pemerintah tetapi juga milik actor-aktor selain obat-obatan dan makanan), perayaan peristiwa

pemerintah yang memiliki pengaruh besar bersejarah, dan control terhadap proses

terhadap kehidupan bersama (Peterson, 2003). pengambilan kebijakan atau tindakan-tindakan

Kelompok pertama diwakili oleh ilmuan politic lainnya. Tidak jauh berbeda dengan

politik besar Thomas R. Dye (1972: 1) yang Sharkansy, Peterson (2003:1030) mendefinisikan

mendefinisikan kebijakan public sebagai “whatever kebijakan public sebagai apa yang dilakukan oleh

government choose to do or not to do.” Apapun pemerintah “is that which government does”.

yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut

pemerintah adalah kebijakan public. Definisi ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah

banyak dikutip oleh para ilmuan sebagai pijakan yang dihadapi bersama “address some problem.”

awal dalam memahami kebijakan public. Dye Definisi lainnya dikemukakan oleh Harold

berpendapat bahwa seandinya prasyarakat dari Lasswell, yang merupakan pelatak dasar dari ilmu

kebijakan public harus berupa tindakan yang kebijakan public yang mendefisniskan kebijakan

memiliki tujuan maka masalahnya adalah publik sebagai program atau proyek yang memiliki

sebetulnya diamnya pemerintah untuk tidak serangkain tujuan, nilai, dan kemudian

1V2o1lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
ditindaklanjuti. Sementara David Easton menyelesaian suatu persoalan atau serangkaian

mengemukakan kebijakan public sebagai dampak- persoalan yang dihadapi oleh mayarakat.

dampak yang ditimbulkan dari aktivitas yang


dilakukan oleh pemerintah. Dan adapun Austin Hutan Kemasyarakatan (HKm)

Ranney mendefinisikannya sebagai tindakan Sesuai dengan Permenhut 37 tahun 2007,

selektif dan terukur atau deklarasi yang dilakukan HKm merupakan hutan Negara di area kawasan

secara terus menerus (Lester and Stewart, 2000). hutan lindung atau hutan produksi yang

Letster dan Stewart (2002) dengan melihat pemanfaatan utamanya ditujukan untuk

pendapat beberapa ilmuan politik tersebut menarik pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan

suatu kesimpulan bahwa kebijakan public hutan. Pemberdayaan dimaksudkan untuk

merupakan serangkaian definisi yang meningkatkan kemampuan dan kemandirian

dikemukakan menunjukan kepada tindakakan atau masyarakat dalam mendapatkan manfaat

keputusan yang diambil oleh pemerintah. sumberdaya hutan. Selain itu diharapkan dengan

Sehingga kebijakan public merupakan sarana adanya peningkatan kapasitas, mayarakat bisa

intervensi untuk melakukan suatu perubahan memiliki kemampuan dan kepedulian untuk

tertentu. Hal itu sejalan dengan apa yang melakukan perlindungan terhadap fungsi ekologis

dikemukakan oleh James Anderson (2003:2) yang hutan. Diharapkan dari HKm ini bisa

mengatakan bahwa kebijakan public merupakan mengakomodasi partispasi dan kearifan

sesuatu yang kokoh, yang memiliki serangkaian masyarakat local sebagai bentuk pengakuan

tujuan, diikuti dengan tindakan yang dilakukan terhadap hak-hak masyarakat local untuk menjaga

oleh suatu lembaga atau beberapa lembaga fungsi rehabilitasi-konservasi, dan kelestarian

dengan tujuan untuk menyelesiakan masalah lingkungan (Elvida, dan Prahasto, 2008).

bersama. Dengan sederhana Peters mengatakan Mayarakat di sekitar kawasan hutan melalui

kebijakan public hanyalah sejumlah aktivitas yang KTH akan mendapatkan ijin apabila mengajukan

dilakukan oleh pemerintah, baik yang dilakukan permohonan kepada Bupati/Walikota. Kemudian

sendiri maupun dengan melibatkan stakeholder Bupati/Walikota mengajukan usulan tersebut

lain, dan tindakan tersebut memiliki dampak kepada Mentri. KTH yang mendapatkan ijin

terhadap kehidupan masyarakat (Peterson, melalui IUPHKm berhak untuk mengelola hutan

1994).” selama 35 tahun, berhak untuk melakukan

Dalam paper ini kebijakan public akan penanaman tanaman-tanaman tumpangsari, dan

dipahami sebagai keputusan atau serangkaian berhak menanam hayu hutan berikut mengambil

tindakan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai keuntungan dari kayu yang ditanam tersebut.

pihak yang memiliki otoritas dalam upaya untuk Tetapi dalam upaya menjaga kelestarian fungsi
ekologis hutan Permenhut 37/2007

1V2o2lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
mensyarakatkan pohon yang boleh ditebang untuk Gabler (1993) menekankan adanya upaya

diambil keuntungan adalah pohon yang berusia di mentrasnformasikan jiwa kewirausahaan karena

atas 15 tahun, dengan teknik penebangan semakin langkanya sumber daya public

bersilang. Dimana apabila beberapa pohon (Muhammad, 2007).

ditebang harus kembali ditanami, dan apabila Di dalam mengeksplorasi mengenai

pohon yang baru ditanam sudah tumbuh besar Pemerintahan Milik Masyarakat: Memberi

baru bisa menebang pohon lain. Wewenan Ketimbang Melayani, Osborne dan

Sebelum mengajukan ijin KTH akan Gaebler (2005) menuntut untuk melakukan

mendapatkan fasilitasi melalui pendampingan pendefinisian ulang terhadap tugas pemerintah.

penguatan kelembagaan dan penyusunan Pada hakikatnya pemerintah adalah milik

proposal pengajuan ijin. Fasilitasi tersebut masyarakat, maka tanggung jawab dalam

meliputi; pendampingan dalam pengembangan menjaga ketertiban, pengelolaan lingkungan, dan

kelembagaan KTH, pendampingan pengajuan menjalankan fungsi pelayanan tidak hanya

permohonan ijin, pendampingan penyusunan menjadi kewajiban pemerintah tetapi juga

rencana kerja HKm, pendampingan teknologi merupakan tanggung jawab masyarakat. Fungsi

budidaya hutan dan hasil hutan, mengadakan dari pemerintah adalah sebagai katalis untuk

pendidikan dan pelatihan, membuka akses menghimpun berbagai sumber daya masyarakat,

terhadap pasar dan modal, dan pendampingan menyediakan sumber daya, dukungan, dan

pengembangan usaha. Fasilitasi ini dilakukan oleh pelatihan.

Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai kewajiban Pada dasarnya masyarakat memiliki

yang dapat dibantu oleh Pemerintah Pusat dan kemampuan untuk melindungi dan melayani

Pemerintah Provinsi. Dan juga dapat dibantu oleh kebutuhannya sendiri, hanya saja ketika

pihak lain sepanjang memiiki kesepakatan dengan memasuka era ekonomi industry kemampuannya

KTH, seperti; perguruan tinggi/ lembaga penelitian itu diambil alih oleh tenaga professional dan

dan pengembangan masyarakat, LSM, lembaga birokrasi, sehingga mereka menjadi kehilangan

keuangan, Koperasi, dan BUMN/BUMD/BUMS. kemampuannya. Maka kemampuan yang hilang


itu harus kembali ditumbuhkan sehingga Osborne

Pendelegasian Kewenangan dan Gabler (2005:76) mensyaratkan adanya

Pendelagasian Kewenangan merupakan pengalihan kepemilikian dari Birokrasi kepada

salah satu prinsip di dalam mewirausahakan Masyarakat. Kewenangan diberikan kepada

birokrasi. Mewirausahakan birokrasi sebagai masyarakat karena sesungguhnya masyarakat

liberation, upaya membebaskan manajemen paling tahu terhadap masalah dan kebutuhan

public yang conservative dengan masuknya mereka. Kalangan professional birokrasi biasanya

prinsip-prinsip dari sector privat. Osborne dan melihat kebutuhan dan masalah yang dihadapi

1V2o3lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
masyarakat hanya dari luar saja, sehigga tidak yang berjiwa wirausaha. Hal itu dilakukan karena

akan benar-benar mengetahui inti dari kebutuhan pada prinsipnya masyarakat lebih mengetahui

dan masalah yang dihadapi masyarakat tersebut. kebutuhannya sendiri dibandingkan dengan

Pengambil alihan kewenangan yang dilakukan birokrasi. Dan pendelegasian tersebut akan jauh

oleh birokrasi terhadap kemampuan yang bisa lebih baik diberikan melalui saluran yang

dilakukan masyarakat sama dengan melemahkan dinamakan dengan komunitas. Peran pemerintah

dan merusak masyarakat. cukuplah sebagai katalisator dalam

Mc. Knight memberikan penawaran mengumpulkan sumber daya masyarakat,

kewenangan pemerintah itu didelegasikan melalui meneydiakan sumber daya, memberikan

komunitas masyarakat yang bersangkutan, dukungan, dan pelatihan.

dengan alasan; Pertama, komunitas memiliki


komitmen yang lebih besar terhadap para TEMUAN DAN ANALISIS

anggotanya ketimbang penyampaian pelayanan Konteks Kebijakan

klien. Kedua, komunitas kebih memahami Kebijakan HKm pertama kali muncul pada

masalahnya sendiri ketimbang tenaga professional tahun 1995, di masa Mentri Kehutanan Djamaludin

di bidang pelayanan. Ketiga, kalangan Suryohadikusumo melalui SK Mentri Kehutanan

professional dan birokrasi memberikan pelayanan, No. 622/KPTS-11/1955 Tahun 1995. Tiga tahun
kemudian seiring pergantian rezim dari Orde Baru
sedangkan mayarakat memecahkan masalah.
ke reformasi terjadi perubahan substansial dalam
Keempat, lembaga-lembaga dan profesioanl
kebijakan HKm, dengan terbitnya SK Mentri
menawarkan pelayanan, masyarakat memberikan
Kehutanan No. 677/KPTS-II/1998 Tahun 1998.
kepedulian. Kelima, komunitas lebih fleksiberl dan
Dalam kebijakan yang baru ini masyarakat
kreatif ketimbang birokrasi pelayanan yang besar.
diberikan kejelasan jangka waktu pengelolaannya
Keenam, komunitas lebih murah ketimbang
1
professional di bidang pelayanan. Ketujuh, selama 35 tahun .

komunitas menegakkan standar perilaku lebih Kemudian kembali direvisi kebijakannya


pada tahun 2001 dengan terbitnya SK Mentri
efektif ketimbang birokrasi atau professional
Kehutanan No. 31/KPTS-11/2001 Tahun 2001
bidang pelayanan. Dan Kedelapan, komunitas
pada masa Mentri Kahutanan Dr. Nur Mahmudi
memfokuskan pada kapasitas; system pelayanan
Ismail. Alasan dikeluarkannya SK ini mengingat
memfokuskan pada kekurangan (Osborne dan
pelaturan sebelumnya melalui SK No.677/1998
Gabler, 2005: 76-81).
tidak sesuai lagi dilihat dari terminology hirarki
Dengan demikian maka, pendelegasian
peraturan perundangannya, karena telah
kewenangan kepada masyarakat dalam
mengelola atau melindungi barang public (public
1 Sesuai dengan Pasal 5 SK Menhut No.622/KPTS-
goods) merupakan salah satu prinsip dari birokrasi 11/1998

1V2o4lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
2
diundangkannya UU No. 4/ 1999 tentang 4.000 Ha yang berada di Kabupaten Gunungkidul

Kehutanan sehingga UU ini harus menjadi dan Kulonprogo. Secara resmi penetapan Provinsi

konsideran baru bagi pelaturan turunannya. DIY sebagai salah satu provinsi kawasan HKm

Melalui SK No. 31/2001 inilah Kementrian ditetapkan melalui surat No. 252/Menhut/2002

Kehutanan mengelola proyek HKm di 10 Provinsi Tahun 2002. Izin sementara diberikan melalui SK

di Indonesia. Dengan melakukan pemetaan Bupati No. 213/KPTS/2003 Tahun 2003


sementara izin definitif diberikan pada tahun 2007
wilayah kawasan hutan dan penyiapan kelompok
secara simbolis diresmikan oleh Wakil Presiden
masyarakatnya sampai akhiranya menghasilkan
3
13 pencadangan wilayah di 13 Kabupaten. Rerublik Indonesia H.M jusuf Kalla . Izin

Dengan terbitnya PP N0. 44/2004 tentang sementara dan definitive tersebut diberikan

Perencanaan Hutan dan PP No. 6/2007 tentang kepada 35 KTH di Kabupaten Gunungkidul yang

Tata Hutan dan Penyusunan Pengelolaan Hutan, salah satunya adalah KTH Sedyo Makmur.

Serta Pemanfaatan Hutan, itu secara otomatis


berpengaruh terhadap kebijakan HKm dalam, Kepedualian dan Pendampingan

maka Kementrian Kehutanan kembali merevisinya Pada awalanya hutan yang berada di
kawasan Jragum, Desa Ngeposari, Blok 161 dan
melalui Permenhut No. 37/Menhut-II/2007 tentang
HKm. Tidak berapa lama kemudian, pada tahun 162 BDH Karangmojo merupakan hutan berisi
tanaman junti yang getahnya dijadikan sebagai
2009, masih dalam masa kepemimpinan Mentri
bahan furniture. Lama kelamaan tanaman furniture
yang sama, M.S. Kaban, pemerintah kembali
tersebut menjadi kering akibat penuaan dan
merevisi kebijakan HKm dengan mengeluarkan
banyak yang mati. Di saat bersamaan masyarakat
Permenhut No. 18/Menhut-II/2009 Tahun 2009
di sekitar kawasan hutan banyak yang masuk
tentang Perubahan Atas Pelaturan Mentri
melakukan aktivitas di kawasan hutan, mereka
Kehutanan No. 37/Menhhut-II/7007 Tahun 2007.
melakukan penebangan terhadap pohon-pohon
Permenhut N0. 18/2009 ini hanya merubahan
junti untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan
ketentuan dalam Pasal 9 ayat 2, 3, dan 4.
arang. Akibatnya kondisi hutan semakin hari
Sehingga sampai saat ini pelaksanaan HKm
semakin gundul dan kering, pemandangan yang
masih tetap mengacu kepada Permenhut 37/2007.
terlihat sangat gersang, dan apabila dibiarkan
Dari 13 Kabupaten yang menjadi proyek 4
akan berakibat pada kelangkaan air .
HKm di tahun 2001 oleh pemerintah pusat, salah

satunya adalah Kabupaten Gunungkidul,


Provinsi
DIY. Sebelumnya pun Kehutanan dan
sebetulnya, di tahun Perkebunan
1995
(DISHUTBUN) telah
Provinsi Dati I DIY
mengajukan
melalui Dinas
pencadangan
1V2o5lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
kawasan hutan untuk 2Berdasarkan hasil
HKm seluas wawancara dengan Ir. R
Suharto MP, Kepala
Bidang Rehabilitasi dan
Produksi Hutan (RPH)
Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Provinsi DIY.
Rabu 16
M
e
i

2
0
1
2
.
3

I
b
i
d
.

1V2o5lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
4
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tambiyo, Ketua
KTH Sedyo Makmur, Minggu 13 Mei 2012.

1V2o6lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
Dari situlah kegiatan-kegiatan swadya kelompok
Atas keprihatinan itulah masih sejak tahun pun dilakukan, masyarakat mulai tergugah untuk
1985 muncul inisiative dari mayarakat untuk menanam pohon. Tapi lama kelamaan kegiatan
masyarakat loyo sehingga terkesan kembang-
berupaya melakukan pelestarian hutan, dimulai
kempis.
dengan terbentuknya kelompok yang
beranggotakan 100 orang. Kegiatan yang
dilaksanakan antara lain pertemuan rutin setiap
senin legi, serta penanaman sono, akasia,
cendana, dan jati. Aktivitas kelompok itu tidak
akan pernah berjalan dengan baik tanpa adanya
bimbingan mantri Kehutanan Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY. Karena
mantri Kehutananlah yang secara rutin melakukan
pendampingan baik untuk penguatan
kelembagaannya maupun memberikan
pengetahuan tatacara penanaman kayu dan
pelestarian hutan. Biasanya juga muncul bantuan-
bantuan dalam jumlah yang kecil. Di sisi lain
masyarakat pun tidak memiliki lahan pertanian
sehingga selain melindungi hutan mereka pun bisa
mendapatkan keuntungan dari tanaman tumpang
5
sari yang dilakukan .
Kemudian pada tahun 1995 mulai
terbentuklah Kelompok Petani HKm, karena atas
sosialisasi yang diberikan Mantri Kehutanan,
Gunungkidul akan ditetapkan sebagai wilayah
HKm. Jumlah anggota mengalami penambahan
sebanyak 154 orang yang terbagi kepada 7 sub
kelompok sehingga total jumlah anggotanya
sampai saat ini berjumlah 254 orang.
Penambahan itu tidak terlepas dari kebijakan HKm
yang memungkinkan bagi masyarakat untuk bisa
mendapatkan keuntungan tidak hanya dari
tumpang sari tetapi juga dari pohon yang ditanam.

1V2o7lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
5
Ibid.

2o8lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtloi
1m6 inistrasi Publik) kb)er 2| 011268
Tabel. 1.
KTH Sedyo Makmur

BDH/RPH Petak Luas Nama Kelompok/ Alamat Anggota


(Ha) Ketua Kelompok (Orang)
1 2 3 4 5 6

BDH 161 115.00 Sedyo Makmur/ Jragum, 250


Karangmojo Ngeposari,

1. Semanu 162 Tambiyo Semanu

1 RPH 2 Petak 115.00 1 Kelompok 250


Sumber: Dishutbun Gunungkidul

Barulah di tahun 2002, seiring dengan dan seiring munculnya program Gerakan
ditetapkannya Kabupaten Gunungkidul pada
tahun 2001 sebagai salah satu dari 13 wilayah
HKm, kegiatan kelompok KTH bergeliat. Hal itu
tidak terlepas dari sosialisasi-sosialisai yang
dilakukan oleh Dishutbun Kabupaten baik
dengan cara mengundang ketua KTH maupun
turun langsung ke bawah. Di sisi lain LSM
menangkap isu internasional mengenai reformasi
agraria dimana tanah Negara harus dikembalikan
kepada rakyat. Maka masuklah LSM Shorea
untuk melakukan pendampingan kelembagaan
terhadap KTH Sedyo Makmur. Pendampingan
yang dilakukan LSM lebih kepada penguatan
kelembagaan. Dimana dengan kalakteristik
masyarakat desa yang tidak mengenal teknologi,
sementara prasyarat pengajuan izin IUPHKm
yang sukar dibuat proposalnya oleh anggota
KTH, maka LSM Shorea banyak melakukan
pelatihan- pelatihan terhadap pengurus KTH
sampai pengurus KTH bisa membuat
pembukuan, pendokumentasian, dan
penyusunan perencanaan program.
Dengan semakin menguatnya kelembagaan KTH

V12o7lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
Rehabilitasi Hutan (GERHAN) tahun 2004 yang
memungkinkan KTH untuk mendapatkan bantuan
dana, pupuk, dan benih maka kegiatan pelestarian
hutan melalui penanaman pohon jati oleh mayarakat
semakin massif dilakukan. Pemerintah baik melalui
Dishutbun Provinsi, Kabupaten, maupun Pusat
sering mengadakan pelatihan-pelatihan menyangkut
penguatan kelembagaan, pembibitan, pemeliharaan
tanaman, dan pengantisipasian kebakaran terhadap
ketua-ketua KTH di Kabupaten Gunungkidul.
Kemudian ketua KTH setelah mengikuti pelatihan-
pelatihan tersebut mensosialisasikannya kepada
anggota. Pemahaman anggota pun semakin
bertambah dan kepedualian terhadap kelestarian
hutan pun semakin meningkat.
Sesuai amanat permenhut 37/2007 yang
mengharuskan KTH berbentuk badan hukum
Koperasi maka masuklah Bagian Koperasi
Disperindakopkap Kabupaten Gunungkidul atas hasil
koordinasi dengan Bagian Kehutanan Dishutbun.
Bagian Koperasi pun melalui penyuluhnya turun
langsung ke KTH Sedyo Makmur untuk
memberikan sosialisasi dan

V12o8lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
simpan pinjam. Uang pinjaman biasanya digunakan
pendampingan mengenai prosedur pengajuan oleh anggota untuk modal pemeliharaan tanaman
dan penyusunan AD/ART Koperasi. Dan di tahun kayu. Selain itu dana yang tersimpan pun
diprioritaskan bagi peminjaman yang anggota
2007 terbentuklah Koperasi Sedyo Makmur yang keluarganya mengalami sakit.
diketuai Tambiyo. Melalui badan hukum koperasi
inilh KTH mengajukan Ijin Usaha Pemanfaatan
Hasil Kayu (IUPHHK HKm) pada tahun 2009. T
a
Selain itu dengan adanya badan koperasi juga b
anggota bisa menabung dan melakukan kegiatan e
l
.

2
.
P
er
io
d
e
s
a
si
d
a
n
K
e
gi
at
a
n
P
e
n
d
a
m
pi
n
g
a
n
te
rh
a
d
a
p
K
T
H

V12o9lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
No Periode Kegiatan anggota kelompok.
1 Sebelum 1985 Sosialiasi Kepeduli
Dengan masifitas
Pe Provinsi
da dan kepedualian untuk
pi menanam itulah saat
an,
dan ini kondisi
pe
be
an
ban
uan
te
po
l

2 1985-1995 Pendampingan,
Mantri Kehutanan Dishutbun
Pro
3 1995-2002 Pendampingan,
Mantri Kehutnan Dishutbun Provinsi,
2002-2004 Mantri
Pendampingan Kehutanan
pengajuan ijin, Pelatihan Dishutbun
dan penguatan Provinsi,
keDishutbun
m Kab
aga
Gunungkidul, LSM
anShorea

5 2004-2009 Pendampingan, Pelat

Gun
LS
6 2009-Sekarang Kemandirian KTH
-
Sumber: Hasil Pengolahan
Perlindungan KTH maupun swadaya
Sering semakin masyarakat. Rata-rata
menguatnya masing-masing
kepedulian anggota kelompok memiliki
KTH terhadap tanggung jawab untuk
Perlindungan terhadap melakukan penanaman
hutan. Perlindungan seluas 0,5 sampai
tersebut dibuktikan dengan 1,25 Ha,
dengan penanaman disesuaikan dengan
pohon baik yang kemampuan dan
dengan pendanaan kapasitas
dari bantuan, individu,

V12o10lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
hutan sangat rindang tertutup oleh tutupan kayu
jati. Sangat berbeda bila dibandingkan dengan
sebelum tahun 1985 di saat hutan masih dalam
kondisi gersang dan kering.
Untuk menguatkan kelembagaannya dan
menjaga kelestarian hutan KTH Sedyo Makmur
sejak tahun 2002 sudah membuat Aturan secara
tertulis melalui “Aturan Kelompok Tani Hutan
Kemasyarakatan Sedyo Makmur” yang memuat
11 Bab 19 Pasal. Menjelaskan mengenai tujuan,
keanggotaan, sanksi, dll. Mengenai kegiatan KTH
dalam pasal 4 dijelaskan bahwa kegiatan KT

V13o0lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
dari keanggotaan bagi anggota, adilnya dijabut,
terdiri dari; pertemuan rutin, simpan pinjam, kerja
dan tidak akan
bakti kawasan hutan tiap bulan, pengumpulan bibit
jati, dan pembuatan demplot rumput kelanjana.
Pertemuan rutin selapanan merupakan media
sebagai penjembatan sesame anggota untuk
berbagi dan sebagai wahana mendiskusikan
setiap hal yang harus dimusyawarahkan di dalam
keompok. Begitupun dengan kerja bakti kawasan
hutan tiap bulan dimaksudkan untuk membuka
jalan sebagai askes terhadap kawasan hutan.
Dalam Pasal 17 diatur mengenai Kemanan Hutan.
Dijelaskan bahwa semua kelompok harus
bertanggung jawab terhadap tanaman hutan,
semua kelompok harus sanggup mejaga
kemananan dan lingkungan hutan, apabila ada
pencurian atau kebakaran hutan kelompok harus
melapor langsung kepada ketua, dan apabila
pelanggaran itu tidak ditemukan tersangka akan
terus dilakukan penyelidikan oleh KTH.
Sementara di Pasal 18 diatur mengenai
sanksi atas pelanggaran. Pelanggaran
dikelompokkan pada pelanggaran ringan,
menengah, dan berat, baik yang dilakukan oleh
dan di luar anggota. Pelanggaran ringan seeprti
mengambil ranting dilahan garapan anggota lain
dengan sanksi peneguran. Pelanggaran
menengah; melakukan pencurian pohon dicopot
sampai diameter 13 cm atau mengambil ranting dari
garapan anggota lain lebih dari 2x, dan sangksinya
adalah Rp. 50.000. Sementara pelanggaran berat
adalah apabila; menebang kayu di atas diameter
13 cm di garapan sendiri, melakukan pencurian
kayu dengan membawa mobil, sangksinya
diserahkan kepada anggota berwajib, dikeluarkan

V13o1lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
mendapatkan bagian kelompok apabila terjadi bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk
bisa mengambil manfaat dari hutan baik dengan
penjarangan setelag turunnya IUPHHK HKm.
Apabila hal itu dilakukan oleh mereka yang berada
di luar anggota maka akan ditangkap dan
diserahkan kepada pihak berwajib. Khusus
pelanggaran ringan statusnya akan menjadi
pelanggaran menengah bagi mereka.
Selain itu seiring dengan semakin
membesarnya diameter kayu kemungkinan besar
untuk terjadinya pencurian kayu. KTH pun
menginisasi penjagaannya dengan membuat
jadwal ronda untuk malam hari dan penjagaan di
siang hari. Jadwal dibuat berdasarkan
kesepakatan kelompok berdasarkan blok garapan.
Sekalipun penjagaan terhadap ilegaloging setiap
hari dilakukan oleh Polisi Hutan tetapi sebagai
bentuk perlindungan KTH tetap menjalankan
fungsi perlindungannya. Dari hasil ronda dan
penjagaan yang dilakukan di tahun 2007 tim
keamanan KTH berhasil menangkap seorang
pelaku ilegaloging yang berasal dari luar anggota.
KTH melaporkan dan menyerahkan kasusunya
kepada kepolisian, karena kekurangn berkas dan
alat bukti kasus tersebut hanya sampai ke
Kejaksaan Negri Wonosari.

KESIMPULAN
Berdasarkan atas temuan yang ada, dapat
dilihat dari sisi muatan kebijakan HKm yang saat
ini dalam pelaksanannya mengacu kepada
Permenhut 37/2007 mampu memberikan
keterbukaan kepada masyarakat untuk melakukan
fungsi perlindungan terhadap hutan. Hal tersebut
didorong oleh tiga hal: pertama adanya reward

V13o2lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
Company.
melakukan tumpang sari maupun dari hail kayu
hutan. Kedua, adanya keterbukaan bagi pihak
ketiga, seperti NGO’s untuk terlibat melakukan
pendampingan terhadap masyarakat sehingga
memudahkan bagi KTH dalam memenhui proses
administrasinya. Ketiga, Permenhut
mengamantkan fungsi fasilitasi bagi KTH yang
harus dilakukan oleh Pemda melalui Dshutbun,
sehingga proses sosialisasi dan pendampingan
bisa dilakukan yang akan mampu mendorong
pada kedekatan antara pemerintah dengan
masyarakat.
Dilihat dari sisi implementasi atau deliveri
inputnya intensitas pendampingan yang dilakukan
baik mantri dari Dishutbun Provinsi maupun
penyuluh Dishutbun Kabupaten menjadikan
masyarakat berdaya, tumbuh rasa kepedualian,
dan masyarakat menjadi terorganisir.
Keterbatasan yang dimiliki pemerintah mampu
dittutupi dengan keterlibatan NGO,s dalam
melakukan pendampingan. Sehingga terjadi
seinergi antara masyarakat, pemerintah, dan
NGO,s. Dengan demikian, wajar bila kemudian
masyarakat menjadi memiliki social capital
sehingga dengan sendirinya membangun
kerjasama dan jaringan, melakukan koordinasi,
membentuk institusi, sehingga dengan kekuatan-
kekuatan yang dimilikinya itu mampu melakukan
fungsi perlindungan terhadap hutan. Maka peran
pemerintah pun menjadi tidak terlalu dominan
karena sudah didistribusikan kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, James. 2003. Public Policy Making.


Tekas A&M University: Houghton Mifflin

V13o3lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
Dye, R. Thomas. 1972. Understanding Public Ritchi, Bill, dkk. Tt. Community Managed Forest:
Center for International Foresty Research.
Policy. New Jersey: Prentice-Hall.
Dwiyanto, Agus. 2010. Manajemen Pelayanan
Publik: Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Elvida, YS dan Prahasto, Hendro. 2008. Potensi
Pengembangan Hutan Kemasyarakatan di
Hutan Produksi Way Terusan, Lampung
Tengah. Jurnal Sosial dan Ekonomi
Kehutanan, Vol. 8 No. 1, Maret 2008.
Folis Watch Indonesia, 2011. Potret Keadaan
Hutan Indonesia 2000-2009.
Marckwardt, Alberth H. Cassidy, Fredric G.
McMillan, James G (editorial board). 1996.
Webster Comprehensive Dictionary
Encyclopedic Edition. Chicago: J.G.
Ferguson Publishing Company (Volume
Two).
Muhammad, Fadel. 2007. Signifikansi Peran
Kapasitas Manajemen Kewirausahaan
Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah:
Studi Kasus Propinsi Gorontalo. Disertasi:
Ilmu Administrasi Negara UGM.
Nogroho, Riant. 2008. Public Policy. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Patton, Carl V and Sawicki, David S. 1993. Basic
Method of Policy Analisis and Planning.
USA: Prantice-Hall.Inc.
Purwanto, Erwan Agus. 2005. Pelayanan Pubik
Partisipatif. Dalam “Mewujudkan Good
Governance Melalui Pelayanan Publik”,
Dwiyanto, Agus (Editor). Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Purnomo, Eko Priyo, 2011. Pengembangan Hutan
berbais Rakyat Berkelanjutan. Yogyakarta.
New Elematera Publisher.
Osborne, David dan Gebler, Ted. 2005.
Mewirausahakan Birokrasi: Reinverting
Governement. Jakarta: PPM.
Sharkansky, Ira. 1969. Policy Analysis in Political
Science. Chicago: Markham Publishing
Company.
Lester. P. James and Jr, Stewart, James. 2000.
Public Policy: An Evolutionary Approach
(Second Edition). Belmonth USA:
Wadsworth Thomson Learning.
Peterson. A. Steven. Public Policy:
Enscyclopedia of Public Adminisstration
and Public Policy (Rabin, Jack (editor)).
New York: Marcel Dekker, Inc.

V13o5lu| PUBLISIA
meP1U,BNLoISmIAor(2J,uOrnkatloIblmeru2A0d1 (JurnaVloIlmumueA1d,mNinoimstorars2i,POukbtlo
KEGIATAN BINA DESA (BHAKTI SOSIAL MENATA DESA
DALAM PENGENTASAN DESA TERTINGGAL
(Studi di Desa Duwet Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang)

Fitria Niafatin, Suryadi, Mochamad Rozikin


Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya,
Malang
E-mail: niafatin@gmail.com

Abstract: The Activity of Bina Desa (Village Reforming Social Service) in Taking of
Underdevelopment Village (Study at Desa Duwet Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang).
The condition of Desa Duwet which is relatively as remote village by hills topography and based
on 15 criteria of underdevelopment village made Desa Duwet as one of underdevelopment village
in Kabupaten Malang. Government which is supported by SKPD Kabupaten Malang has made the
development as the priority in order to alleviate underdevelopment villages with the activity of
Bina Desa (Village Reforming Social Services) to visiting the village and doing the real activities
in underdevelopment village. The aim of this study is describes the form and the output of Bina
Desa activity in taking of underdevelopment village. The types of this research is descriptive
qualitative approach. The result of the study show that the form of Bina Desa activity consits of
physical and non-physical development. The output which are not maximized. Based on the result
of the study, the researcher gives the suggestion, there are re-evaluation and safeguarding Bina
Desa activity.

Keywords: Bina Desa activity., underdevelopment village, Desa


Duwet

Abstrak: Kegiatan Bina Desa (Bhakti Sosial Menata Desa) dalam Pengentasan Desa
Tertinggal (Studi di Desa Duwet Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang): Kondisi Desa
Duwet yang relatif terpencil dengan topografi perbukitan dan berdasarkan 15 kriteria desa
tertinggal menjadikan status Desa Duwet sebagai salah satu desa tertinggal di Kabupaten Malang.
Pemerintah yang didukung oleh seluruh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten
Malang telah menjadikan prioritas pembangunan dalam rangka pengentasan desa tertinggal
dengan kegiatan Bina Desa untuk berkunjung ke desa dan melakukan aktivitas yang nyata di desa
tertinggal. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk-bentuk serta output kegiatan
Bina Desa dalam pengentasan desa tertinggal. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk kegiatan Bina
Desa meliputi pembangunan fisik dan non fisik serta output dalam pengentasan desa tertinggal
yang dinilai belum cukup berhasil. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti memberikan
saran yaitu: mengevaluasi kembali serta melakukan pengamanan (safeguarding) kegiatan Bina
Desa.

Kata kunci: kegiatan Bina Desa, desa tertinggal, Desa


Duwet

Pendahuluan pemerataan pembangunan lebih ditekankan.


Penyelenggaraan fungsi pemerintah di suatu Pemerataan pembangunan diyakini akan mampu
negara tidak dapat dilepaskan dari segi-segi mengurangi kesenjangan antara daerah satu
politik, pemerintahan, pembangunan, dan ke- dengan daerah yang lainnya tidak hanya dalam
masyarakatan. Fungsi pemerintah dalam pem- pertumbuhan ekonomi masyarakat, tetapi juga
bangunan erat kaitannya dengan mewujudkan berupaya mengurangi jumlah wilayah tertinggal
kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan tujuan di Indonesia.
tersebut, maka hakikat pembangunan nasional Berdasarkan Strategi Nasional Pem-
adalah pembangunan manusia seutuhnya secara bangunan Daerah Tertinggal (Stranas PDT)
merata dalam bidang spiritual maupun materil tahun 2010 realisasi dari prioritas nasional dalam
berdasarkan nilai-nilai pancasila. Seiring dengan pengentasan daerah tertinggal tersebut di-
kemajuan zaman menjadikan perlunya upaya- targetkan dapat mengentaskan 50 kabupaten
upaya dalam melakukan transformasi struktur tertinggal menjadi daerah maju pada tahun 2014
sosial, ekonomi, dan politik, sehingga kebijakan (KPDT, 2010). Wilayah atau desa tertinggal ini

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 4, Hal. 578-584 | 578


dinilai menjadi bagian terpenting dari dengan letak geografis Desa Duwet yang relatif
pembangunan Indonesia dalam pengurangan terpencil dengan topografi perbukitan dan hasil
jumlah desa tertinggal yang ada di suatu daerah. self assesment diantaranya diperoleh dari data
Berdasarkan Stranas PDT, Kementerian
kondisi jalan sebesar 45% masih mengalami
Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) telah
mengadopsi model kebijakan pembangunan kerusakan, lapangan usaha mayoritas pen-
daerah tertinggal di wilayah perdesaan yang duduknya pada sektor pertanian yaitu sebagai
dikenal dengan moGHO ³%HGDK 'HVD´ .3'7 buruh, fasilitas pendidikan, kesehatan dan juga
2010). Sesuai dengan yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang terbatas, jumlah sarana
KPDT dalam pembangunan daerah tertinggal di komunikasi yang terbatas, sumber bahan bakar
wilayah perdesaan, maka pemerintah Kabupaten penduduk mayoritas adalah kayu bakar,
Malang juga mempunyai kegiatan Bina Desa. persentase rumah tangga pengguna listrik masih
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Malang mencapai 60%-90%, dan persentase rumah
Nomor: 180/121/KEP/421.013/2011 tentang tangga pertanian >87,5%.
Penetapan Program Bupati Menyapa Rakyat Status Desa Duwet sebagai desa tertinggal
yang berisi tiga bentuk kegiatan yaitu NGOPI menjadikannya sebagai salah satu desa yang
bareng Bung Rendra (Ngobrol Pagi Bersama diprioritaskan pengentasannya pada tahun 2013,
Bung Rendra), yaitu talk show bersama RRI sehingga desa tersebut terpilih sebagai sasaran
(Radio Republik Indonesia) Malang yang kegiatan Bina Desa pada tanggal 27-28 Mei 2013
melibatkan unsur pemerintahan di Kabupaten yang bertepatan dengan peringatan Bulan Bhakti
Gotong-Royong Masyarakat (BBGRM) X
Malang sesuai tematik/permasalahan yang
Kabupaten Malang serta Hari Kesatuan Gerak
dibahas sekDOLJXV ³on air´ $QMDQJVDQD WLJD
(HKG) PKK ke-41 Kabupaten Malang. Melalui
puluh tiga) kecamatan yaitu menyosialisasikan
kegiatan Bina Desa tersebut, diharapkan
visi dan misi Kabupaten Malang oleh Bupati, dan
dirasakan manfaatnya. Hal tersebut dikarenakan
kegiatan Bina Desa (Bhakti Sosial Menata Desa)
banyak kegiatan yang bertujuan baik ternyata
untuk mendorong percepatan pembangunan di
tidak membawa output (hasil) yang diinginkan.
desa-desa tertinggal sekaligus memberikan
Oleh karena itu, dalam jangka pendeknya perlu
perhatian kepada masyarakat desa tertinggal di
diperhatikan hasil-hasil kegiatannya, dan
wilayah Kabupaten Malang.
menyimak keluaran/hasil (output), sehingga
Penetapan status desa tertinggal tersebut
dalam waktu yang relatif panjang mampu terlihat
berlandaskan Surat Keputusan Bupati Malang
dampak, dan hasil akhir (outcome) dari
Nomor: 180/183/KEP/421.013/2013 tentang
pembangunan.
Penetapan Desa Tertinggal dan Sangat Tertinggal
Berdasarkan latar belakang yang telah
di Kabupaten Malang, maka penetapan status
dipaparkan tersebut, menjadikan peneliti tertarik
tersebut berdasarkan hasil self assesment tahun
untuk melakukan penelitian dan menuliskannya
2012 dengan berpedoman pada 15 kriteria desa
dalam bentuk skripsi dengan perumusan
tertinggal yaitu: (1) jalan utama desa yang
masalahnya adalah apa saja bentuk-bentuk dan
melewati balai desa, (2) lapangan usaha
output kegiatan Bina Desa dalam pengentasan
mayoritas penduduk, (3) fasilitas pendidikan, (4)
desa tertinggal di Desa Duwet Kecamatan
fasilitas kesehatan, (5) tenaga kesehatan, (6)
Tumpang Kabupaten Malang. Tujuan penelitian
sarana komunikasi, (7) jumlah sarana ko-
ini adalah untuk memperoleh deskripsi yang
munikasi, (8) sumber air minum/masak pen-
berkenaan dengan bentuk-bentuk dan output
duduk, (9) sumber bahan bakar penduduk, (10)
kegiatan Bina Desa dalam pengentasan desa
persentase rumah tangga pengguna listrik, (11)
tertinggal di Desa Duwet Kecamatan Tumpang
persentase rumah tangga pertanian, (12) keadaan
Kabupaten Malang. Kontribusi penelitian ini
sosial ekonomi penduduk, (13) kemudahan
meliputi kontribusi akademis dan kontribusi
mencapai puskesmas/fasilitas kesehatan lainnya,
praktis.
(14) kemudahan ke pasar permanen, dan (15)
kemudahan mencapai pertokoan. Berdasarkan
Tinjauan Pustaka
kriteria-kriteria tersebut terdapat 51 desa dengan
A. Ilmu Administrasi Pemerintahan
status tertinggal atau sangat tertinggal yang
Menurut Syafiie (2007, h.66) Ilmu ad-
tersebar di 21 kecamatan di Kabupaten Malang. ministrasi pemerintahan adalah disiplin ilmu
Berdasarkan hasil self assesment yang sosial yang secara khas melihat fungsi ad-
dilakukan pemerintah Kabupaten Malang pada ministrasi dalam pelaksanaan kebijakan negara
tahun 2012 dengan berpedoman pada 15 kriteria yang dijalankan oleh pejabat pemerintah.
desa tertinggal tersebut, Desa Duwet Kecamatan Peranan utama pemerintahan adalah kegiatan
Tumpang mendapatkan skor 36 dengan status yang rutin dilaksanakan pemerintah pada
sebagai desa tertinggal. Status tersebut didukung umumnya dalam rangka memberikan pe-

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 4, Hal. 578-584 | 579


ngayoman dan pelayanan untuk mewujudkan Secara garis besar setiap program atau
ketertiban, ketenteraman, dan kesejahteraan kegiatan dimulai adanya input-proses-output-
masyarakat. Pemerintah juga mempunyai peran outcome-dampak. Input sebagai masukan dari
penting dalam pembangunan seperti yang suatu kegiatan. Proses sebagai pengelolaan suatu
dijelaskan oleh Affifuddin (2010, h.108) bahwa input, sedangkan output merupakan hasil
peran pemerintah dalam pembangunan adalah kerja/output menunjukkan apa yang dicapai dari
menyelenggarakan kegiatan pembangunan yang pelaksanaan program pembangunan dalam
meliputi kegiatan-kegiatan penyusunan rencana, rangka pencapaian maksud program. Biasanya
pemrograman, pelaksanaan, dan pengawasan hasil kerja merupakan hasil-hasil yang dicapai
pembangunan untuk mewujudkan pembangunan dari sejumlah rangkaian kegiatan yang di-
nasional secara efektif dan efisien. laksanakan melalui sejumlah program, dengan
kata lain hasil kerja merupakan hasil langsung
B. Pembangunan dari suatu kegiatan sebagaimana dijelaskan
Menurut Budiman (2000, h.13-14) pem- oleh Riyadi (2004, h. 221).
bangunan yang sebenarnya meliputi dua unsur
pokok. Pertama, masalah materi yang mau D. Kegiatan Pembangunan Desa Tertinggal
dihasilkan dan dibagi. Kedua, masalah manusia Ketertinggalan (underdevelopment) bukan
yang menjadi pengambil inisiatif, yang menjadi merupakan sebuah kondisi tidak terdapat per-
manusia pembangun. Menurut Korten se- kembangan (absence of development), karena
bagaimana yang dikutip oleh Suryono (2006, h. pada hakikatnya setiap manusia atau kelompok
24) pembangunan kualitas manusia adalah upaya manusia akan melakukan sebuah usaha untuk
peningkatan kapasitas manusia untuk mem- meningkatkan kualitas hidupnya walaupun itu
pengaruhi dan mengatur masa depannya. hanya sedikit. Desa tertinggal memiliki ke-
Beberapa paradigma pembangunan menurut terbatasan fungsi dan fasilitas dibandingkan
Suryono (2006, h.15) mulai dari strategi per- dengan kawasan perkotaan, sehingga di-
tumbuhan, pertumbuhan dengan pemerataan, perlukannya pembangunan. Menurut Adisasmita
teknologi tepat guna, kebutuhan dasar pem- (2006, h.3) pembangunan perdesaan merupakan
bangunan, pembangunan berkelanjutan, konsep bagian integral dari pembangunan nasional
pemberdayaan, dan paradigma pembangunan sebagai usaha peningkatan SDM (Sumber Daya
berpusat pada manusia. Pendekatan pemerataan Manusia) perdesaan dan masyarakat secara
muncul dari timbulnya ketimpangan atau keseluruhan yang dilakukan secara berkelanjutan
ketidakmerataan pembangunan pada proses berlandaskan pada potensi dan kemampuan
pertumbuhan. Menurut Yansen (2013, h.122) perdesaan.
pendekatan pemerataan menggunakan pen- Selain itu, pembangunan desa dapat
dekatan kebutuhan dasar yang menekankan pada diwujudkan dalam suatu program ataupun
pendekatan langsung untuk menangani masalah kegiatan yang memang fokus pada kebutuhan
kebutuhan dasar masyarakat, misalnya sandang, masyarakat, maka pendekatan pembangunan
pangan, papan/pemukiman, dan juga dalam desa bersifat bottom-up yang diperkuat dengan
upaya peningkatan pelayanan publik dalam hal pendekatan partisipatif. Menurut Adisasmita
pendidikan, air bersih, transportasi, dan ke- (2006, h.8) pembangunan perdesaan mempunyai
sehatan. ruang lingkup yang sangat luas dan dapat
dikelompokkan menjadi:
C. Program dan Proyek Pembangunan a. Pembangunan sarana dan prasarana
Pengertian program menurut Undang- perdesaan (meliputi pengairan, jaringan
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem jalan, dan lingkungan permukiman);
Perencanaan Pembangunan Nasional adalah b. Pemberdayaan masyarakat;
³LQVtrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih c. Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA)
kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi dan peningkatan kemampuan Sumber
pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan Daya Manusia (SDM);
serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan d. Penciptaan lapangan kerja, kesempatan
masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi berusaha, peningkatan pendapatan
(khususnya terhadap daerah yang
pemerLQWDK ´ 0HQXUXW 'RPDL K 15) sebuah
miskin);
program merupakan sekumpulan proyek- proyek e. Peningkatan keterkaitan antar daerah
tertentu yang saling menyelaraskan dan perdesaan dan antar daerah perdesaan
mengintegrasikan berbagai tindakan dan kegiatan dengan daerah perkotaan (inter rural-
untuk mencapai tujuan kebijakan secara regional-urban relationship).
keseluruhan. d
M
e
e
t
P
o
e
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 4, Hal. 578-584 | 580
n data dalam penelitian a prioritas
e ini meliputi sumber n pembangunan.
l data primer dan data 1. Bentuk-bentuk Prioritas dan arah
i sekunder dengan Kegiatan Bina pembangunan yang
t teknik pengumpulan Desa dalam tepat akan mampu
i data melalui Pengentasan mendukung
a wawancara, Desa peningkatan skor
n observasi, dan Tertinggal di desa tertinggal
Jenis dokumentasi. Desa Duwet
penelitian ini sesuai dengan hasil
Instrumen penelitian Fungsi
adalah pemerintah self assesment
dalam pe- nelitian ini
penelitian dalam tahun 2012 yang
deskriptif dengan adalah peneliti
pembangunan ditetapkan
pendekatan sendiri sebagai
adalah berdasarkan 15
kualitatif. Menurut instrumen utama
menyelenggarakan kriteria desa
Moleong (2010, h.6) dalam pengumpulan
kegiatan pem- tertinggal. Salah satu
pendekatan ini di- data dan informasi
bangunan yang kegiatan tersebut
maksudkan untuk yang diperlukan
memahami meliputi kegiatan- adalah kegiatan Bina
dengan cara
fenomena tentang kegiatan penyusunan Desa.
wawancara dan
apa yang dialami rencana, Kegiatan Bina
merekamnya dengan
oleh subjek pemrograman, Desa pada
handphone recorder,
penelitian. Sesuai pelaksanaan, dan tanggal 27-28
mengamati secara Mei 2013
dengan tujuan pengawasan
penelitian, langsung keadaan direalisasikan di
pembangunan
pendekatan ini yang berkaitan Desa Duwet yang
sebagaimana yang
digunakan karena dengan objek merupakan desa
dijelaskan oleh
dapat mengetahui penelitian dan tertinggal dan target
Afiffuddin (2010 pe- ngentasannya
bentuk- mendokumentasikan
h.108). Fungsi pada tahun 2013.
bentuk dan output nya dengan kamera,
kegiatan Bina pemerintah dalam Kegiatan Bina
se- dangkan
Desa dalam pembangunan Desa dilaksanakan
instrumen pelengkap
pengentasan desa tersebut yang juga selama 2 hari 1
lainnya adalah malam di
tertinggal di Desa menjadi fokus
catatan lapangan Desa Duwet yang
Duwet Kecamatan utama pembangunan
yang merupakan bertepatan dengan
Tumpang Kabupaten oleh pemerintah
catatan selama peringatan
Malang yang Kabupaten Malang
berlangsungnya BBGRM dan HKG
kemudian khususnya dalam
penelitian di ke-41 Kabupaten
dideskripsikan dan percepatan
lapangan. Analisis Malang.
dihubungkan dengan pengentasan desa
data menggunakan Secara umum
teori-teori yang tertinggal. Program
model analisis bentuk-bentuk
relevan. Fokus dan kegiatan dalam
interaktif oleh Miles kegiatan Bina Desa
dalam penelitian ini rangka pengentasan
and Huberman oleh Bupati
adalah (1) Bentuk- desa tertinggal bersama SKPD
(1992, h.16) yang
bentuk kegiatan Bina sudah tepat Kabupaten Malang
dimulai dengan
Desa di Desa Duwet dijadikan program di Desa Duwet yaitu
mengumpulkan data
yang meliputi (a) yang dilanjutkan setelah kedatangan
Pembangunan fisik dengan tiga alur di- lanjutkan
dan (b) kegiatan yang terjadi kegiatan olah raga
Pembangunan non yaitu reduksi data, volly ball bersama
fisik, dan (2) output masyarakat pada
penyajian data, dan
kegiatan Bina Desa sore hari, pada
penarikan
dalam pengentasan malam hari acara
kesimpulan/verifikas dialog/temu warga,
desa tertinggal di i. pada pagi harinya
Desa Duwet.
setelah sholat subuh
Lokasi P dilanjutkan acara
penelitian ini adalah e sambang
Kabupaten Malang m warga ke rumah-
dan yang menjadi b rumah disekitar
situs penelitian a masjid, olah raga
adalah Desa Duwet h pagi dan kerja bhakti
Kecamatan a yang juga diikuti
Tumpang. Sumber s kegiatan pelayanan
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 4, Hal. 578-584 | 581
publik seperti dipilih sebagai 1 perekonomian seperti
pelayanan leading sector . pengiriman sapi
pembuatan KK kegiatan Bina Desa perah, pasir,
(Kartu Keluarga), yang memiliki P mempermudah akses
dan Akta Kelahiran, peran strategis e ke fasilitas
layanan kesehatan, dalam kegiatan Bina m pendidikan/sekolah,
penyaluran bantuan Desa. Rangkaian b kesehatan
sosial keagamaan, kegiatan Bina Desa a /polindes. Selain
bantuan warga di Desa Duwet n mempermudah
miskin dan Kecamatan g aktivitas warga,
observasi pada Tumpang telah u pembangunan jalan
potensi desa yang dilaksanakan, baik n tersebut memberikan
bisa dikembangkan. itu pelatihan ataupun a wadah
Bentuk-bentuk kegiatan yang n bagi masyarakat
untuk berpartisipasi
kegiatan Bina Desa lainnya sesuai dalam
tersebut meliputi rundown, rangkaian F membangun jalan
kegiatan fisik dan ke- giatan SKPD, i secara bersama-sama
non fisik yang dan daftar bantuan- s (gotong- royong).
diharapkan mampu bantuan. i
mengatasi k b.
permasalahan akses 2. Output a. Pembanguna
atau layanan dan Kegiatan Pembangunan n MCK
fasilitas publik, Bina Desa Jalan (Mandi
menyelaraskan dalam Pembangunan Cuci Kakus)
pembangunan Pengentasan fisik salah
satunya di- dan
wilayah untuk Desa Plesterisasi
wujudkan dalam
mengurangi Tertinggal di Rumah
program padat karya
kesenjangan, Desa Duwet Penduduk
yang bentuknya
pencapaian visi misi Kecamatan Pembangunan
pembangunan
Madep Manteb (M2) Tumpang MCK dan
infrastruktur jalan
Kabupaten Malang Kabupaten plesterisasi
desa. Jalan yang
serta meningkatkan Malang rumah
semula dari tanah liat
skor-skor desa Setiap program penduduk yang
dapat di- tingkatkan
tertinggal, se- atau kegiatan dilatarbelakangi oleh
dimulai menjadi makadam
hingga mampu minimnya jumlah
adanya input-proses- dan yang sudah
memberikan suatu penduduk Desa
output-outcome- makadam dapat
hasil/output dalam Duwet yang
dampak. Input se- ditingkatkan menjadi
pengentasan desa memiliki jamban dan
bagai masukan dari jalan cor. Jalan di
tertinggal di Desa banyak rumah
suatu kegiatan. Desa Duwet sudah
Duwet. Bagian Tata penduduk yang
Proses sebagai diaspal dan dicor,
Pemerintahan masih belum
pengelolaan suatu namun masih
Umum Sekretaris memenuhi kriteria
input, sedangkan berlubang dan aspal
Daerah Kabupaten rumah sehat di-
output merupakan yang ada mulai
Malang telah antaranya masih
hasil kerja/output mengelupas. Tidak
banyak rumah yang
hanya pembangunan
langsung dari suatu berlantai tanah. Hal
me-nunjukkan apa jalan desa, tetapi
kegiatan ini dimaksudkan
yang dicapai dari juga dilakukan
sebagaimana untuk memberikan
pelaksanaan program pembangunan jalan
dijelaskan oleh stimulan kepada
pembangunan dalam tembus menuju ke
Riyadi (2004 h. warga. Jumlah MCK
rangka pencapaian Desa Duwet Krajan.
2 yang diberikan ada
maksud program. Pembangunan jalan
2 3 (tiga) buah,
Biasanya hasil kerja 1 tembus tersebut
me- rupakan hasil- sedangkan
) telah men- dukung
hasil yang dicapai plesterisasi rumah
. tersedianya
dari sejumlah warga diberikan
Kegiatan Bina infrastruktur jalan
rangkaian kegiatan kepada 5 (lima)
Desa di Desa desa yang memadai
yang dilaksanakan orang. Keberadaan
Duwet meliputi serta memberikan
melalui sejumlah MCK sudah di-
kegiatan manfaat untuk warga
program, dengan manfaatkan warga,
pembangunan fisik terhadap akses
kata lain hasil kerja namun kondisinya
dan non fisik, yaitu: fasilitas
merupakan hasil sempit dan kurang
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 4, Hal. 578-584 | 582
memadai seperti 2. Pembangunan penting yang
jamban yang lama.
tidak adanya atap, non Fisik keberadaannya me-
Selain karena
pintu, dan akses air dalam merlukan perhatian
faktor kelayakan
bersih yang Pembangunan dalam rangka
MCK yang
permanen. Hal SDM melalui peningkatan kualitas
dibangun, juga
tersebut belum Sosialisasi atau sumber daya
perilaku masyarakat
mampu mendukung Pembinaan masyarakat. Tidak
yang masih sulit
tujuan awal pem- Percepatan hanya bantuan-
untuk berubah.
bangunan MCK pembangunan bantuan saja yang
Menurut dalam pe-
untuk memberikan diperlukan oleh
Korten sebagaimana ngentasan desa
MCK yang layak masyarakat, tetapi
dikutip oleh Suryono tertinggal tidak
kepada warga karena juga harus ada ilmu-
(2006, h.24) hanya dilakukan
meskipun sudah ilmu atau pengarahan
pembangunan dalam kegiatan
dibangun, warga yang diberikan oleh
kualitas manusia pembangunan fisik
juga masih dinas-dinas terkait
adalah upaya saja, tetapi juga
menggunakan pada saat Bina Desa.
meningkatkan pembangunan non Bantuan-
kapasitas manusia fisik yaitu dalam bantuan yang
untuk pem- bangunan diberikan seperti
mempengaruhi dan SDM yang dinilai bantuan
mengatur masa penting dalam pembangunan jalan,
depannya. Usaha rangka peningkatan MCK, plesterisasi,
untuk merubah kualitas sumber daya sembako, peralatan
perilaku masyarakat masyarakat dan pembuatan kue,
(changing society memberikan posisi peralatan
behavior) tidaklah masyarakat, selain perbengkelan,
mudah dan sebagai sasaran pembuatan biogas,
diperlukan syarat lampu hemat energi,
pembangunan juga
tertentu seperti buku dan alat tulis,
sebagai subjek yang
tingkat pendidikan serta bantuan
mampu memberikan pemerliharaan
masyarakat, kontribusi
kesejahteraan, dan masjid. Berbeda
signifikan. dengan agenda
budaya terbuka Pembangunan SDM
dengan dunia luar, sosialisasi atau
tersebut melalui pembinaan yang
sehingga masyarakat sosialisasi dan juga
lebih responsif dilakukan,
pembinaan yang pemberian bantuan-
terhadap suatu merupakan bagian
perubahan atau hal- bantuan ini ada
dari pemberdayaan yang diberikan
hal baru. Masuknya yang dilakukan
nilai- nilai baru ke secara langsung dan
oleh pemerintah juga ada yang secara
dalam nilai-nilai Kabupaten Malang.
lokal cukup efektif simbolis pada saat
Manusia sebagai acara dialog/temu
dalam melakukan subjek sekaligus
perubahan kepada warga, bahkan pada
sasaran saat sebelum Bina
masyarakat, pembangunan
sehingga diperlukan Desa
memiliki peranan
pendampingan yang
diantaranya adalah
me- rupakan suatu sudah ada bantuan-
bantuan
metode yang bantuan. Kegiatan
pembangunan jalan,
penekanannya Bina Desa tersebut
MCK, plesterisasi,
(stressing) pada mendukung program
sembako, peralatan
peningkatan yang sebelumnya
pembuatan kue,
keterampilan untuk sudah dilaksanakan
pembuatan biogas,
melakukan sesuatu dan pada saat Bina
lampu hemat energi,
karena pada Desa berlangsung
serta buku dan alat
dasarnya memang kegiatan yang belum
tulis untuk siswa.
masyarakat akan selesai di- selesaikan
Beberapa yang
rajin ketika bersama-sama.
kurang tepat karena
didatangi Program dalam
ada yang sudah
pemerintah. kegiatan Bina Desa
terealisasi dan tidak
di Desa Duwet sudah
berhasil seperti
cocok beberapa
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 4, Hal. 578-584 | 583
bantuan ikan lele Dukungan pembinaan kegiatan peningkatan
yang tidak cocok dalam penguatan pentingnya produksi,
dengan kondisi kapasitas dan keberlanjutan produktivitas dan
(suhu) di Desa pendampingan atau pendidikan anak- mutu produk
Duwet, bantuan pembinaan anak bagi orang perkebunan/pertania
yang sudah kelompok usaha tua/wali murid, n dan pe- ternakan,
terealisasi tetapi yang bersifat koordinasi/sosialisasi pengenalan internet
tidak komprehensif pada untuk siswa dan juga
dimanfaatkan/dikem kegiatan produksi, sosialisasi
bangkan seperti teknologi, penggunaan kompor
bantuan alat manajemen, LPG yang
perbengkelan pemasaran, dan mendukung kondisi
kepada karang kelembagaan Desa Duwet pada
taruna di Desa sangatlah kriteria 9 (sembilan)
Duwet karena sudah dibutuhkan. desa tertinggal
banyak bengkel jadi Masyarakat desa yaitu pada poin
tidak laku, bahkan khususnya Desa sumber bahan bakar
ada bantuan yang Duwet, pada penduduk yang
belum terealisasi dasarnya adanya sebagian besar
seperti bantuan bantuan ataupun menggunakan kayu
pemeliharaan masjid. tidak adanya bakar. Sosialisasi
Hal tersebut bantuan, tersebut telah
diharapkan pembangunan
menjadikan setiap memberikan suatu
masyarakat desa
program terealisasi ilmu baru seperti
merupakan
yang berorientasi warga sudah bisa
kewajiban dan
pada kepentingan menghidupkan
tanggung jawab
masyarakat dan kompor dan tidak
politis pe- merintah
dengan mem- takut lagi
dalam usaha
perhitungkan menggunakan LPG,
memecahkan
keadaan/potensi, namun warga selain
masalah sosial dan
serta karakteristik mengguankan LPG
ekonomi masyarakat
lingkungan juga masih
setempat. Selain termasuk di Desa menggunakan kayu
sebagai stimulan, Duwet yang masih bakar dengan tujuan
bantuan tersebut perlu penyesuaian menghemat dan hal
juga sebagai dalam rangka tersebut sudah biasa
sarana untuk peningkatan bagi penduduk Desa
memperbaiki kesejahteraan Duwet.
penghidupan rakyatnya, Adanya
masyarakat yang pengentasan sosialisasi ataupun
dapat mendukung kemiskinan, dan pembinaan yang
aktivitas ekonomi ketertinggalan yang dilakukan dapat
masyarakat Desa masih menjadi mendukung
Duwet. Terdapat tantangan bagi pembangunan SDM
kemungkinan pemerintah dan yang selama ini
bahwa dalam masyarakat. masyarakat tidak
bantuan tersebut Berdasarkan tahu menjadi tahu.
terdapat hal-hal penelitian yang Selain itu, Bina Desa
baru yang dilakukan, belum sebagai sarana
mendorong semua bantuan pembelajaran untuk
masyarakat untuk direalisasikan dan masyarakat
terlebih dahulu masih minimnya utamanya di desa
mengenali dan tindak lanjut dari tertinggal yang
mempelajarinya, warga terhadap pemerintah dan
sehingga perlu bantuan yang masya- rakatnya
didukung adanya diberikan. Tidak dapat terbuka, serta
pembinaan, hanya bantuan yang dapat menambah
pengenalan diberikan, beberapa pengetahuan
teknologi, dan sosialisasi atau walaupun tidak
program-program pembinaan juga banyak. Acara Bina
pendukung. dilakukan seperti
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 4, Hal. 578-584 | 584
Desa selama 2 (dua) Pemberdayaan tidak lahir dari Duwet yaitu
hari tersebut Masyarakat kalangan birokrat pembangunan fisik
terkesan hanya (PNPM), Program saja. Peran serta dan non fisik. Pada
sekilas saja, paling Keluarga Harapan masyarakat pembangunan fisik
tidak warga Desa (PKH), dan lomba setempat/lokal juga yaitu perbaikan jalan
Duwet merasa P2WKSS dapat digunakan desa, bantuan
pernah dikunjungi (Peningkatan dalam MCK, plesterisasi,
oleh orang-orang Peranan Wanita mengidentifikasi dan dan bantuan-
besar dalam hal ini Menuju Keluarga me- ngukuhkan bantuan lainnya.
adalah pemerintah Sehat dan Sejahtera). upaya-upaya lokal Kegiatan tersebut
Kabupaten Malang. Kenyataan dan yang sudah ada. belum cukup
Kegiatan Bina harapan pemerintah berhasil, yang
Desa mendukung Desa Duwet dan K ditandai dengan (1)
program- program juga masyarakat e kondisi jalan yang
lain yang juga fokus berharap dengan s sudah mengalami
pada desa tertinggal. adanya Bina Desa i kerusakan, (2)
Keberadaan program ada prioritas pada m bantuan MCK yang
tersebut saling desa yang dibina. p diberikan secara
terintegrasi yang Banyak bantuan- u kuantitas dan
menurut Domai bantuan yang di- l kualitas masih
(2010, h.15) gelontorkan ke desa a kurang, dan (3)
pembangunan yang tertinggal tidaklah n bantuan alat-alat
dianggap tepat cukup begitu saja, Kegiatan Bina
yang diberikan
adalah yang mampu pengarahan dari Desa
kepada masyarakat
membawa keadilan masing-masing dinas merupakan
salah satu belum ter-
dan mengangkat terkait yang lebih
kegiatan dalam manfaatkan secara
derajat kemanusiaan. baik sangat
mendukung maksimal, bahkan
Sebuah program me- dibutuhkan untuk
pembangunan desa ada yang belum
rupakan sekumpulan menuju masyarakat
tertinggal di direalisasikan.
proyek-proyek yang sukses dan bisa
Kabupaten Malang Pembangunan
tertentu yang saling mandiri. Output
agar jurang non fisik dalam
menyelaraskan dan kegiatan Bina Desa
kesenjangan tidak membangun sumber
meng- integrasikan ini penting untuk
semakin melebar. daya manusia
berbagai tindakan terus dipantau agar Berdasarkan dengan sosialisasi
serta kegiatan untuk tidak sia-sia begitu penelitian yang ataupun pembinaan
mencapai tujuan saja. Adanya dilakukan diketahui juga belum cukup
kebijakan secara kegiatan Bina Desa bahwa bentuk- berhasil yang
keseluruhan. ini tidak hanya bentuk kegiatan ditandai dengan (1)
Kegiatan Bina Desa peranan pemerintah Bina Desa di waktu yang terbatas
pun terintegrasi Kabupaten Malang, Desa pada saat Bina
dengan program tetapi juga peranan Desa, (2)
lainnya di Desa pemerintah desa pendampingan dari
Duwet seperti menjadi lebih pemerintah
Program Nasional Kabupaten Malang
sebagai fasilitator
diberdayakan. yang belum
yang akan
Kesiapan pemerintah maksimal, dan (3)
mendorong
desa menjadikan kehidupan minimnya tindak
pemerintah daerah masyarakat desa lanjut dari penduduk
tidak lagi menjadi lebih baik. Desa Duwet.
memperlakukan desa Desa diberikan Output kegiatan
sebagai objek untuk kesempatan dalam Bina Desa di Desa
memenuhi membangun Duwet secara umum
kepentingannya kemandiriannya adalah (1)
yang bersifat politis melalui sistem mendekatkan
maupun ekonomis, pemerintahan yang pemerintah
tetapi lebih bersifat aspiratif. Disadari Kabupaten Malang
mandiri sesuai bahwa dengan masyarakat
dengan keinginan pembangunan Desa Duwet, (2)
masyarakat. knowledge banyak bantuan yang
Pemerintah masyarakat pada mengalir ke Desa
daerah bertindak umumnya memang
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 4, Hal. 578-584 | 585
Duwet, dan (3) pembangunan SDM Yansen. (2013). Gerakan Desa Membangun.
mendukung masyarakat Desa Malang: PT. Danar Wijaya.
pembangunan Duwet.
infrastruktur serta

Daftar Pustaka
Adisasmita, Rahardjo. (2006).
Membangun Desa
Partisipatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu. Afiffuddin.
(2010). Pengantar
Administrasi Pembangunan.
Bandung: Alfabeta.
Budiman, Arief. (2000). Teori Pembangunan
Dunia Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Dokumen Daftar Desa Tertinggal di
Kabupaten Malang Berdasarkan Hasil Self
Assesment Tahun
2012 Beserta Daftar SKPD. Malang,
Bagian Tata Pemerintahan Umum.
Domai, Tjahjanulin. (2010). Desentralisasi
dan Perencanaan Pembangunan. Malang:
Lab
Administrasi Pemerintahan FIA UB.
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
(KPDT). (2010). Strategi Nasional
Pembangunan
Daerah Tertinggal {Internet}. Available
from: Netlibrary
<http://satupemerintah.net/
P rogram Renstras/do wnload/44.Pdf .>
[Accessed 4 October 2013].
Miles, M.B, and Huberman, A.M.
(1992). Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: UI Press. Moleong, Lexy
J. (2010). Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusumah.
(2004). Perencanaan Pembangunan
Daerah. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama.
Surat Keputusan Bupati Malang Nomor:
180/121/KEP/421.013/2011 tentang Penetapan
Program
³%XSDWL 0HQ\DSD 5DN\DW´. Malang,
Bagian Tata Pemerintahan Umum.
Surat Keputusan Bupati Malang Nomor:
180/183/KEP/421.013/2013 tentang
Penetapan Desa Tertinggal dan
Sangat Tertinggal di Kabupaten
Malang. Malang, Bagian Tata
Pemerintahan Umum
Suryono, Agus. (2006). Ekonomi Politik
Pembangunan dalam Perspektif Teori
Ilmu Sosial. Malang: UM Press.
Syafiie, Inu Kencana. (2007). Pengantar Ilmu
Pemerintahan. Bandung: PT. Refika Aditama.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Jakarta,
Seketaris Negara Republik Indonesia.
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 4, Hal. 578-584 | 586

You might also like