You are on page 1of 15

ANALISIS KELAYAKAN SOSIAL, FINANSIAL DAN PASAR PRODUK

HUTAN TANAMAN RAKYAT: STUDI KASUS DI KABUPATEN DOMPU,


NUSA TENGGARA BARAT
(Social, Financial and Market Feasibility of Community Plantation
Forest Product: Case Study at Dompu Regency, West Nusa Tenggara)

Subarudi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Indonesia;
e-mail: rudi.subarudi@yahoo.co.id
Diterima 22 September 2014 direvisi 8 Oktober 2014 disetujui 26 November 2014

ABSTRACT
Dompu Regency is one of the regencies in Nusa Tenggara Barat Province that has recieved a license on Community Plantation
Forest (CPF) and realized all the targeted areas, and obtained the loan from Center of Financing for Plantation Forest Development,
Ministry of Forestry. However, it still faced obstacles and problems in its field operation. Therefore, the review on CPF development in
Dompu Regency is needed as a lesson learned. The objectives of the review are: 1) to analyse the social feasibility of CPF management; 2)
to analyse the financial feasibility of CPF management and 3) to analyse the market feasibility of CPF management. The results of
review indicated that the social feasibility of CPF still faced the problems, namely: 1) CPF program become a legalization of non-permit
forest management; 2) CPF program requires an instant and a suddent institutional development; 3) difficulty in working group; 4)
inland utilization is not optimum; 5) difficulty in managing group administration system; 6) low quality of human resources in cooperative
management and 7) unmeasureable performance of CPF field advisor. Financial aspect of CPF management is feasible with NVP as
much as IDR 20,054,791, BCR = 3.31 and IRR = 28%. The CPF market feasibility in Dompu Regency is promising due to high
timber demands by sawn timber and furniture industries.
Keywords: Community Plantation Forest, financial analysis, market access, and institutional strengthening.

ABSTRAK
Kabupaten Dompu merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang telah
menerima izin Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan merealisasikan seluruh target luasan areal penetapannya serta
memperoleh dana pinjaman dari Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan Tanaman (P3HT), Kementerian
Kehutanan. Namun dalam pelaksanaannya masih menghadapi hambatan dan kendala operasional di lapangan.
Kajian pengembangan HTR di Kabupaten Dompu penting dilaksanakan sebagai bahan pembelajaran. Tujuan dari
kajian ini adalah: 1) menganalisis kelayakan sosial pengelolaan HTR; 2) menganalisis kelayakan finansial pengelolaan
HTR dan 3) menganalisis kelayakan pasar produk HTR. Hasil kajian menunjukkan bahwa kelayakan sosial dalam
pengelolaan HTR masih menghadapi permasalahan, antara lain: 1) program HTR menjadi legalisasi pengelolaan
hutan tanpa izin; 2) program HTR menuntut pembentukan kelembagaan yang cepat dan mendadak; 3) kesulitan
untuk bekerja berkelompok; 4) pemanfaatan lahan yang belum optimal; 5) kesulitan mengelola sistem administrasi
kelompok; 6) kualitas SDM pengelola koperasi yang rendah dan 7) kinerja pendamping HTR belum terukur. Secara
finansial pengelolaan HTR dapat dikatakan layak dengan NPV sebesar Rp 20.054.791, BCR 3,31 dan IRR 28%.
Kelayakan pasar HTR di Kabupaten Dompu menjanjikan karena kebutuhan kayu bagi industri penggergajian dan
furniture sangat tinggi.
Kata kunci: Hutan tanaman rakyat, kelayakan finansial, akses pasar dan penguatan kelembagaan.

I. PENDAHULUAN hasil hutan berupa kayu dalam hutan tanaman pada


hutan produksi yang dibangun oleh perorangan
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada atau koperasi. Kebijakan pembangunan HTR pada
Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman intinya memberikan peluang kepada masyarakat
yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTR adalah dalam kegiatan pembangunan hutan tanaman, atas:
izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan 1) akses legal; 2) akses ke lembaga keuangan dan 3)

323
Analisis Kelayakan Sosial, Finansial dan Pasar Produk Hutan Tanaman Rakyat: Studi Kasus ... (Subarudi)
akses ke pasar. Pembangunan HTR dapat Ketiga persoalan tersebut perlu dikaji lebih
dilaksanakan melalui tiga pola: 1) Pola Mandiri, lanjut guna mengetahui apakah usaha HTR dapat
HTR yang dibangun oleh kepala keluarga dikatakan layak secara sosial (socially acceptable),
pemegang IUPHHK-HTR; 2) Pola Kemitraan, layak ekonomi (economically viable), dan layak pasar
HTR yang dibangun oleh kepala keluarga (marketly saleable). Kelayakan sosial, ekonomi dan
pemegang IUPHHK-HTR bekerjasama dengan pasar produk HTR dimaksudkan untuk me-
mitra berdasarkan kesepakatan bersama dengan nyediakan data dan informasi terkait strategi
difasilitasi oleh Pemerintah agar terselenggara pengembangan HTR. Kajian ini bertujuan untuk:
kemitraan yang menguntungkan kedua pihak; 3) 1) menganalisis kelayakan sosial pengelolaan HTR;
Pola Developer, HTR yang dibangun oleh badan 2) menganalisis kelayak-an finansial pengelolaan
usaha milik negara atau swasta yang selanjutnya HTR dan 3) menganalisis kelayakan pasar produk
diserahkan oleh Pemerintah kepada kepala keluarga HTR.
pemohon IUPHHK-HTR, biaya pembangunannya
menjadi tanggung jawab pemegang IUPHHK-
HTR yang dikembalikan secara mengangsur sejak II. METODE PENELITIAN
Surat Keputusan IUPHHK-HTR diterbitkan.
IUPHHK-HTR diberikan kepada: 1) perorang- A. Lokasi dan Responden Penelitian
an; 2) koperasi (skala usaha mikro, kecil, menengah
Perkembangan pengelolaan HTR di Provinsi
dan dibangun oleh masyarakat yang tinggal di dalam
NTB hingga saat ini terdapat di Kabupaten
atau sekitar hutan). Luas areal HTR paling luas 15 ha
Lombok Barat, Lombok Tengah, Sumbawa,
untuk setiap kepala keluarga pemohon atau bagi
Dompu, dan Sumbawa Barat. Dari lima kabupaten
koperasi luasnya disesuaikan dengan kemampuan
pelaksana HTR, hanya Kabupaten Dompu yang
usahanya, maksimun seluas 700 ha. IUPHHK-HTR
telah berhasil mendapatkan akad kredit pinjaman
diberikan untuk jangka waktu 60 tahun dan dapat
HTR. Kajian ini dilakukan di Kabupaten Dompu,
diperpan-jang satu kali untuk jangka waktu 35 tahun
Provinsi NTB dari bulan Februari-Maret 2013.
(Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 23/ 2007).
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
Berbagai kemudahan telah dikeluarkan oleh
(purposive sampling) yaitu lokasi pelaksanaan HTR
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) untuk
yang telah mendapatkan akad kredit pinjaman
mendukung keberhasilan program HTR, namun
dari Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan
pengelolaan HTR masih menghadapi banyak
Tanaman (P3HT).
kendala. Persoalan kelambatan pembangunan dan
Responden untuk kajian sosial terdiri dari
pengembangan HTR tidak terlepas dari masalah
p e n g u r u s Ko p e r a s i S wa d ay a L e m b a g a
ekonomi, pasar dan aspek sosial budaya masyara-
Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan (LPMP)
kat. Persoalan ekonomi ditandai dengan apakah
Dompu, pejabat pemerintah ter-kait dan
HTR itu layak finansial apabila dikelola oleh
pendamping HTR di Kabupaten Dompu. Jumlah
masyarakat dengan luasan sekitar 15 hektar atau
responden dari pihak pengurus dan anggota
lebih? Pertanyaan lainnya adalah bagaimana
koperasi adalah delapan orang. Kajian pemasaran
kelayakan usaha pengelolaan HTR pada skala
produk HTR dilakukan melalui survei dan
rumah tangga agar dapat menjadi sumber
wawancara terhadap pelaku pasar. Penentuan
pendapatan utama untuk menjamin kesejahteraan
responden lembaga pemasaran dilakukan melalui
rumah tangga? Persoalan pasar juga masih menjadi
snowballs sampling yaitu berdasarkan informasi dari
pertanyaan besar terkait dengan bagaimana
petani kepada siapa kayu dijual. Informan yang
memasarkan kayu produk HTR pada saat panen?
menjadi sumber data kegiatan pemasaran
Selain itu, apakah pemilik HTR masih memiliki
merupakan para pelaku perdagangan kayu,
posisi tawar yang kuat jika berhadapan dengan
meliputi petani yang berpengalaman menjual kayu,
industri kayu sebagai pembeli kayu HTR? Persoalan
pembeli tingkat desa atau tengkulak, pemilik
sosial dan budaya masyarakat masih menjadi
sawmill, panglong (pengumpul kayu) dan pemilik
kendala utama terkait dengan mengubah pola pikir
depo kayu tingkat kabupaten. Jumlah informan
masyarakat petani yang masih bersifat sub-sisten ke
penelitian untuk kegiatan pemasaran kayu adalah
pola pikir komersial dan bisnis, terutama dalam
10 orang.
mengelola pinjaman atau kredit HTR.

324
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 4 Desember 2014, Hal. 323 - 327
Selain pelaku kegiatan HTR dari kalangan pengolah hasil hutan kayu yang potensial menjadi
pengurus dan anggota koperasi, data mengenai pasar bagi produk HTR. Data sekunder
pelaksanaan program HTR juga dikumpulkan dari dikumpulkan melalui penelusuran pustaka atau
para informan di kalangan pemerintah Kabupaten laporan dari instansi terkait seperti Dinas
Dompu dan Provinsi NTB serta Unit Pelaksana Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Perindustrian
Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan di Provinsi dan Perdagangan dan Badan Pusat Statistik.
NTB. Kantor dinas yang dihubungi untuk
pengumpulan data adalah: 1) Balai Pemantauan C. Jenis Tanaman HTR dan Asumsi
Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP) Wilayah
Analisis standar harga produk HTR terkait dengan
IX Denpasar; 2) Kantor Dinas Kehutanan Provinsi
jenis tanaman yang dihasilkan. Sesuai dengan
NTB; 3) Kantor Dinas Koperasi, Perdagangan
konsepsi program HTR, maka jenis tanaman yang
Usaha Kecil dan Menengah Provinsi NTB; 4)
dipilih adalah tanaman berdaur pendek (fast growing
Kantor Dinas Kehutanan Kabupaten Dompu dan
species). Berdasarkan hasil wawancara dan peng-
5) Kantor Perindustrian dan Perdagangan
amatan di lapangan, jenis tanaman yang dipilih
Kabupaten Dompu.
untuk komoditas HTR adalah sengon (Para-
serianthes falcataria), gmelina (Gmelina arborea) dan
B. Teknik Pengumpulan Data
jati (Tectona grandis). Ketiga jenis ini memiliki
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui tiga potensi pasar yang cukup baik. Sengon telah
cara yaitu. terbukti dapat ditampung oleh industri pengolah
1. Observasi dengan mengadakan pengamatan kayu di empat kabupaten sampel untuk meng-
langsung terhadap kondisi biofisik di lapangan hasilkan produk-produk kayu olahan. Sementara
terkait dengan pelaksanaan kegiatan HTR di itu, jenis gmelina saat ini mulai banyak diminati
Kabupaten Dompu, seperti jenis kegiatan yang masyarakat, meskipun pasar untuk gmelina belum
dilakukan, keadaan pengurus, serta kondisi dapat diketahui dengan pasti. Data empiris terkait
petani anggota. pasar kayu gmelina masih harus dikaji lebih lanjut.
2. Studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan Dalam analisis ini dipilih jenis sengon sebagai jenis
data dengan penelaahan pustaka dan laporan- paling potensial untuk tanaman unggulan HTR.
laporan yang berasal dari instansi yang terkait Dalam analisis kelayakan finansial dan
dengan pelaksanaan kegiatan HTR di pemasaran HTR diperlukan beberapa asumsi
Kabupaten Dompu dan Provinsi NTB. sebagai dasar dalam perhitungan. Asumsi tersebut
3. Wawancara mendalam (in-depth interview) dan diperoleh dari analisis kondisi di lapangan dan
diskusi kelompok terarah ( Focus Group diperlukan dalam perhitungan ekonomi. Asumsi
Discussion/FGD). yang digunakan adalah sebagai berikut:
Data primer yang dikumpulkan meliputi biaya 1. Pohon sengon dipanen pada umur daur delapan
dan pendapatan pada pengelolaan HTR, saluran tahun dengan riap (pertumbuhan) volume
pemasaran produk HTR, distribusi margin di setiap sebesar 20 m3/ ha/tahun.
pelaku pemasaran serta permasalahan yang 2. Berdasarkan hasil survei pasar dan wa-wancara
dihadapi dalam pengelolaan HTR. Pengumpulan dengan metode FGD antara petani HTR dan
data primer dilakukan dengan metode survei, ob- pedagang kayu diperoleh informasi bahwa
servasi atau wawancara terstruktur, pengisian harga pasar kayu sengon berdiri untuk setiap
kuesioner, diskusi dan wawancara langsung dengan meter kubik adalah Rp 400.000.
para petani pemegang Izin Usaha Pemanfaatan 3. Jumlah pohon yang tumbuh sampai akhir daur
Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) HTR, pedagang sengon (delapan tahun) sebanyak 400 pohon.
pengepul, dan pedagang besar. Selain itu, Hal ini sesuai dengan syarat minimal yang
wawancara mendalam juga dilakukan terhadap ditetapkan pemerintah dalam penilaian
aparat pemerintah daerah untuk menggali infor- keberhasilan HTR.
masi mengenai program-program pemda dalam 4. Tingkat suku bunga (i) yang digunakan adalah
pengelolaan HTR dan kegiatan pemasaran kayu. 10% per tahun.
Data sekunder meliputi kondisi umum 5. Unit analisis pembangunan HTR yang diguna-
pengelolaan HTR di setiap provinsi, data industri kan adalah satu hektar.

325
Analisis Kelayakan Sosial, Finansial dan Pasar Produk Hutan Tanaman Rakyat: Studi Kasus ... (Subarudi)
D. Analisis Data Ct = Biaya pada tahun ke-t
t = lamanya waktu investasi
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan i = tingkat bunga
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk Kriteria:
melihat gambaran umum dan khusus dari lokasi Jika NPV > 0, artinya menguntungkan karena manfaat yang
diterima proyek lebih besar dari biaya total yang dikeluarkan.
kajian, saluran pemasaran dan struktur pemasaran. Jika NPV = 0, berarti impas karena manfaat yang diperoleh
Analisis kuantitatif untuk melihat kelayakan usaha, hanya cukup untuk menutupi biaya total yang dikeluarkan.
keragaman pasar dengan analisis margin Jika NPV < 0, berarti rugi karena biaya total yang dikeluarkan
pemasaran. Secara ringkas tahapan analisis dan lebih besar dari manfaat yang diperoleh.
model analisis yang digunakan untuk menjawab 2. Benefit Cost Ratio (BCR)
tujuan penelitian adalah: BCR adalah penilaian yang dilakukan untuk
1. Analisis kelayakan sosial pengelolaan HTR, melihat tingkat efisiensi penggunaan biaya berupa
dimaksudkan untuk mengetahui persoalan- perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang
persoalan kelembagaan dan perilaku para positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang
pelaksana HTR di lapangan. negatif. Suatu proyek layak dan efisien untuk
2. Analisis kelayakan finansial usahatani HTR, dilaksanakan jika nilai B/C > 1, yang berarti manfa-
meliputi analisis BCR, NPV dan IRR, untuk at yang diperoleh lebih besar dari biaya yang
mengetahui kelayakan usaha tani HTR. dikeluarkan dan berlaku sebaliknya.
3. Analisis kelayakan pasar produk HTR, untuk
n
mengetahui alur distribusi kayu dari produsen Bt
t
sampai dengan konsumen akhir, margin B i 1 1 i
C n
pemasaran (marketing margin) dan margin Ct
keuntungan (profit margin) untuk menemukan i 1 1 i
t

bagian manfaat yang diterima masing-masing Keterangan (Remarks):


pelaku bisnis. Bt = Benefit pada tahun ke-t
Ct = Biaya pada tahun ke-t
E. Analisis Kelayakan Finansial i = tingkat bunga yang berlaku
t = jangka waktu proyek/usahatani
Dalam rangka mencari ukuran menyeluruh n = umur proyek/usahatani
tentang baik atau tidaknya suatu proyek/investasi, Kriteria:
telah dikembangkan berbagai macam indeks Jika B/C>1 = memberikan manfaat (untung)
Jika B/C<1 = tidak memberikan manfaat (rugi)
yang disebut dengan investment criteria. Setiap indeks
menggunakan present value yang telah didiskonto 3. Internal Rate of Return (IRR)
dari arus benefit dan biaya selama umur suatu IRR adalah nilai tingkat suku bunga (discount rate)
proyek. yang membuat NPV dari suatu proyek/investasi =
Berikut ini adalah investment criteria yang dipakai 0. IRR digunakan sebagai ukuran ekonomi untuk
dalam penelitian analisis kelayakan usaha HTR di mengetahui kemampuan dari unit usaha terhadap
Nusa Tenggara Barat (Sukito, 2008): investasi yang telah ditanamkan atau digunakan
untuk menilai apakah investasi dapat dilaksanakan
1. Net Present Value (NPV) atau tidak.
Perhitungan NPV dalam suatu penilaian NPV1
investasi merupakan cara yang praktis untuk IRR i1 ( i 2 i1)
NPV1 NPV2
mengetahui apakah proyek menguntungkan atau
Keterangan (Remarks):
tidak. NPV adalah selisih antara present value dari NPV1 = NPV yang bernilai positif terkecil
arus benefit dikurangi present value dari arus biaya. NPV2 = NPV yang bernilai negatif terkecil
Proyek yang memberikan keuntungan adalah i1 = Suku bunga yang menghasilkan NPV positif
proyek yang memberikan nilai positif (NPV > 0). terkecil
i2 = Suku bunga yang menghasilkan NPV negatif
n Bt Ct terkecil
NPV =
t=1 (1 +i )t
Kriteria investasi:
Jika IRR > i, artinya investasi layak dilakukan
Keterangan (Remarks): Jika IRR = i, artinya investasi impas
Bt = Benefit pada tahun ke-t Jika IRR < i, artinya investasi tidak layak dilakukan.

326
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 4 Desember 2014, Hal. 323 - 327
III. HASIL DAN PEMBAHASAN memiliki realisasi tertinggi ijin HTR dibanding-
kan dengan areal pencadangannya adalah
A. Gambaran Perkembangan HTR di Provinsi Kabupaten Dompu (100%), diikuti Lombok
NTB Tengah (76,35%), Sumbawa (40,36%) dan
Lombok Barat (28,71%).
Saat ini Provinsi NTB telah mendapatkan ijin
Berbeda dalam pengelolaan HTR di Kabupaten
pencadangan HTR seluas 4.396 ha (10% dari total
Lombok Tengah, Lombok Barat dan Sumbawa,
hutan produksi) dan telah direalisasikan perijinan-
pengelolan HTR Dompu telah menggunakan
nya seluas 1.665,81 ha. Secara rinci dapat dilihat
skema mandiri dan mendapatkan dana pinjaman
pada Tabel 1.
dari Badan Layanan Umum (BLU) P3HT senilai
Tabel 1 menunjukkan bahwa realisasi perijinan
Rp 2.559.570.000. Dana pinjaman tersebut akan
IUPHHK HTR di Provinsi NTB sangat rendah,
dibayar dalam 10 tahapan dengan suku bunga
sekitar 1.728,81 ha atau 39% dari luas areal pen-
sebesar 7,25% per tahun (Tabel 2).
cadangan yang mencapai 4.396 ha. Kabupaten yang

Tabel 1. Target dan realisasi pencadangan areal HTR di Provinsi NTB


Table 1. Target and realization of CFP areal allocation at NTB Province
Realisasi luas perijinan Persentase
Kabupaten Target Pencadangan HTR
No. (Lincensed area realization) (Percentage)
(District) (CFP areal target) (ha)
(ha) (%)
1. Sumbawa 491,00 198,19 40,36
2. Lombok Barat (North Lombok) 1.495,00 492,27 32,93
3. Lombok Tengah (Central 895,00 683,35 76,35
Lombok)
4. Dompu 355,00 355,00 100,00
5. Sumbawa Barat (West Sumbawa) 1.160,00 - -
Jumlah 4.396,00 1.728,81 39,33
Sumber (Source): Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat (2012).

Tabel 2. Karakteristik pinjaman P3H kepada KSU Swadaya LPMP Dompu


Table 2. P3H loan characteristics given to KSU Swadaya LPMP Dompu
Karakteristik pinjaman
No. Uraian informasi pinjaman (Description of loan information)
(Loan characteristis)
1. Nama Fasilitas (Name of facility) Pinjaman dana bergulir pembiayaan pembangunan hutan tanaman
rakyat
2. Tujuan pinjaman (Loan objective) Memperkuat permodalan KSU Swadaya LPMP Dompu dalam rangka
mendukung pembangunan HTR
3. Total pinjaman (Total loan) Rp 2.559.570.000
4. Jangka waktu (Time period) Maksimal 12 tahun sejak saat pemindah-bukuan pinjaman untuk yang
pertama kali
5. Suku Bunga(Bank interest) 7,25% per tahun yang akan dikenakan sejak pinjaman dipindahbukukan
dan berlaku tetap (fixed)
6. Jadwal pengembalian (Return period) Pengembalian dan perhitungan atas pokok dan bunga pinjaman akan
diberikan oleh BLU-P3H kepada debitur setelah pencairan pinjaman
dana bergulir melalui pemindah-bukuan untuk yang pertama kali
7. Biaya provisi (Provision fee) Pengenaan besarnya biaya provisi akan disesuaikan dengan Peraturan
Menteri Keuangan tentang tarif layanan BLU-P3H
8. Biaya administrasi (Administration fee) Pengenaan besarnya biaya administrasi akan disesuaikan dengan
Peraturan Menteri Keuangan tentang tarif layanan BLU-P3H
9. Agunan (Guarantee) Tanaman yang dibiayai melal ui pinjaman dana bergulir untuk
pembiayaan pembangunan HTR senilai kewajiban (pokok dan bunga)
yang diikat dengan fiducia secara notariil dan jaminan perorangan dari
pengurus koperasi yang berlaku secara tanggung renteng
10. Lokasi areal (Areal location) Sesuai dengan peta IUPPHK-HTR atas nama KSU Swadaya LPMP
Dompu, Provinsi NTB yang tertuang pada Lampiran Keputusan
Bupati Dompu No. 158 tahun 2010
Sumber (Source): Adnan (2011).

327
Analisis Kelayakan Sosial, Finansial dan Pasar Produk Hutan Tanaman Rakyat: Studi Kasus ... (Subarudi)
Tabel 2 menunjukkan karakteristik pola juga di beberapa provinsi lain. Febriani et al. (2012)
pinjaman yang telah dilakukan oleh P3H sebagai menyatakan bahwa pelaksanaan HT di Provinsi
pemberi kredit pinjaman dan Koperasi Swadaya Jambi khususnya di Kabupaten Muaro Jambi pa-da
LPMP Dompu sebagai penerima kredit pinjaman prinsipnya adalah legalisasi pemanfaatan hutan
yang dilakukan di hadapan notaris. Persoalan yang yang telah dirambah masyarakat. Artinya,
dikeluhkan oleh koperasi adalah tingginya biaya pe- masyarakat kurang peduli terhadap tersedianya
nandatanganan akte pinjaman di hadapan notaris pinjaman dari pihak BLU-P3HT.
yaitu sekitar Rp 25 juta. Biaya ini terpaksa Dalam aturan Permenhut No. P.23/ 2007
ditanggulangi sendiri oleh koperasi karena tidak disebutkan pola penyelenggaraan HTR mencakup
tercantum dalam alokasi biaya pada skema pola mandiri, pola kemitraan dan pola developer.
pinjaman HTR tersebut. Ke depan hendaknya Dalam kenyataannya pola mandiri yang dipilih oleh
P3HT dapat meng-alokasikan dana khusus untuk para pemilik IUPHHK-HTR, pelaksanaannya
membayar notaris, misalnya dari dana operasional agak berbeda dengan ketentuan tujuan pola
atau biaya notaris dimasukkan sebagai pinjaman. mandiri. Pola mandiri memberikan kepercayaan
Hal ini perlu diperhatikan karena pembuatan akte kepada masyarakat untuk merancang dan
dilakukan semata-mata untuk aspek legalitas dan mengelola langsung areal HTR yang mereka miliki.
penyelamatan dana pinjaman BLU. Enam kelompok tani pemegang ijin HTR di NTB
hingga saat ini belum mengajukan skema pinjaman
B. Kelayakan Sosial Pengelolaan HTR dan mereka menanami lahannya dengan bibit yang
diperoleh dari instansi lain atau proyek-proyek
Kelayakan sosial pengeloaan HTR dilakukan
rehabilitasi hutan dan lahan. Hingga saat ini hanya
pada Kelompok Tani Swadaya LPMP Dompu yang
Koperasi LPMP Dompu yang sudah memperoleh
telah mendapatkan pinjaman dari P3HT sehingga
dana bergulir HTR dan memanfaatkannya dengan
dapat dilihat proses kelayakan sosial yang ada di
menanam tanaman jati dan sengon.
kelompok tani melalui dinamika proses komuni-
Dalam melaksanakan berbagai pola
kasi di kantor dan dilapangan. Dari hasil wawancara
pembangunan HTR, pelaksana HTR dapat
dan diskusi, permasalahan umum yang dihadapi
mengembangkan beberapa jenis tanaman pokok
pemerintah dalam pembangunan HTR di
yang merupakan tanaman berkayu ataupun
Kelompok Tani Swadaya LPMP Dompu meliputi:
tanaman hutan berkayu yang dikombinasikan
1) program HTR menjadi legalisasi pengelolaan
dengan tanaman budidaya tahunan yang berkayu.
hutan tanpa izin; 2) pola pengelolan HTR di
Contoh tanaman hutan berkayu adalah: kayu
lapangan; 3) komposisi tanaman HTR di lapangan;
pertukangan (meranti, jati, sengon, mahoni), kayu
4) program HTR menuntut pembentukan
serat (gmelina, akasia). Tanaman budidaya ber-
kelembagaan cepat dan mendadak dan 5) belum
kayu adalah jenis tanaman multi-guna (multi purpose
adanya tolok ukur kinerja tenaga pendamping
tree species = MPTS) antara lain karet, nangka,
HTR.
rambutan, kemiri, mangga. Persentase komposisi
Program HTR di NTB, termasuk di Kabupaten
jenis tanaman adalah tanaman hutan berkayu
Dompu masih dipandang sebagai legalisasi atas
(70%) dan tanaman budidaya tahunan berkayu
pendudukan kawasan hutan tanpa izin oleh
(30%). Komposisi ini tidak termasuk tumpangsari.
masyarakat sehingga tawaran HTR ini disambut
Jika membandingkan aturan yang tertulis
positif oleh masyarakat yang pada dasarnya
dengan realitas atau fakta di lapangan maka
memang tidak bermaksud memiliki tetapi hanya
pembangunan HTR di NTB dilakukan tidak sesuai
digunakan sebagai lahan garapan usaha pertanian
dengan komposisi jenis tanaman yang ditetapkan,
mereka. Tampaknya masyarakat masih belum
karena kebanyakan menggunakan pola wanatani
memahami maksud dan tujuan HTR sepenuhnya.
( a g r o f o r e s t r y ) d i m a n a t a n a m a n p o ko k
Program HTR bagi petani hanyalah upaya legalisasi
dikombinasikan dengan tanaman semusim (padi,
atas lahan hutan yang sudah mereka okupasi sejak
jagung dan lain-lain). Temuan lapangan ini
lama, akibat keterbatasan lahan di Pulau Lombok
menegaskan bahwa HTR di NTB dilaksanakan
dan Sumbawa. Persoalan HTR dipandang sebagai
melalui kombinasi antara tanaman kehutanan
legalisasi pemanfaatan lahan hutan yang telah
dengan tanaman semusim. Dalam praktiknya
diokupasi, tidak saja terjadi di Provinsi NTB, tetapi
petani peserta HTR masih lebih dominan

328
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 4 Desember 2014, Hal. 323 - 327
mengurus tanaman semusim daripada tanaman Pendamping pelaksanaan HTR yang ditetapkan
pokoknya. Hal ini disebabkan karena masyarakat oleh Bupati sangat penting dan strategis dalam
masih belum memahami sepenuhnya maksud dan mendukung keberhasilan HTR di lapangan.
tujuan HTR. Petugas pendamping dapat berasal dari
Pembangunan HTR sangat membantu masyarakat, penyuluh, lembaga swadaya
pemerintah dalam menyediakan lapangan masyarakat dan pergur uan ting gi yang
pekerjaan dan meningkatkan pendapatan penunjukannya didasarkan pada mekanisme
masyarakat sebagai pelaksanaan program rekruitmen oleh pihak BP2HP Wilayah IX
pengentasan kemiskinan sehingga kegiatan Denpasar. Calon pendamping yang lulus seleksi
pembangunan HTR ini perlu didukung dan didanai kemudian ditetapkan petugas pendampingnya
oleh pemerintah cq. Departemen Kehutanan melalui SK Bupati. Ada perbedaan mendasar
(Subarudi & Sidabutar, 2008). Seiring berjalannya dalam hal tugas pokok pendamping HTR yang
waktu, pelaksanaan kebijakan pembangunan HTR ditetapkan oleh Bupati Lombok Barat (Keputusan
hampir sama dengan pelaksanaan kebijakan atau Bupati Lombok Barat No. 44 Tahun 2011) dan
program lainnya, seperti Kredit Usaha Hutan Bupati Dompu (Keputusan Bupati Dompu No. 66
Rakyat (KUHR), Gerakan Nasional Reha-bilitasi Tahun 2011) yang berdampak kepada peningkatan
Hutan dan Lahan (Gerhan), Kredit Usaha kinerja kelompok tani HTR sebagaimana
Konservasi-Daerah Aliran Sungai (KUK-DAS), tercantum dalam Tabel 3.
HPH-Bina Desa dan program Pengelolaan Hutan Tabel 3 menunjukkan bahwa tolok ukur kinerja
Bersama Masyarakat (PHBM), yang mengabaikan tenaga pendamping belum ada karena tugas pokok,
pentingnya penyiapan kelembagaan petani/masya- tanggung jawab dan kewenangan yang ditetapkan
rakat sebelum melaksanakan program tersebut. oleh masing-masing bupati sehingga sulit untuk
Pembangunan HTR tidak dirancang berdasarkan mengukur kinerjanya. Persoalan lain yang cukup
proses pembelajaran dari kegagalan program- mendasar terkait dengan keberlanjutan tenaga
program terdahulu seperti KUHR dan KUK-DAS pendamping pasca penghentian pembayaran
yang faktor penyebab utamanya adalah kegagalan honor pendamping oleh BP2HP setelah tiga tahun
membangun kelembagaan yang kuat dan mantap di bekerja. Pembayaran honor dan operasional
tingkat petani. Pelaksanaan program kehutanan petugas pendamping HTR selama tiga tahun
seringkali dipaksakan deng an menuntut dibebankan kepada DIPA BP2HP Wilayah IX
kelembagaan petani peserta program yang instan Denpasar dan diharapkan setelah tiga tahun Dinas
atau mendadak tanpa persiapan yang matang dan Kehu-tanan dapat melanjutkan pembayaran tena-
terarah dalam upaya membangun kelembagaan ga pendamping. Dengan demikian pelaksa-naan
petani peserta yang kuat dan tangguh sebagai pendampingan dapat berjalan terus sampai pasca
prasyarat keberhasilan suatu program kehutanan panen dan pengembalian pinjaman dana bergulir
berbasis masyarakat. dari BLU-P3HT.

Tabel 3. Perbedaan tugas pokok tenaga pendamping HTR di Kabupaten Lombok Barat dan
Dompu
Table 3. Differences in main task of HTR field advicer at Lombok Barat and Dompu Regency
Tugas pokok pendamping HTR di kabupaten
No. (Main task of CFPfield adviser at regency)
Lombok Barat Dompu
1. Mengembangkan kelembagaan kelompok Memfasilitasi kegiatan teknis pembangunan HTR
masyarakat peserta
2. Mengajukan permohonan izin pengelolaan Membina kelompok tani terkait dengan kegiatan HTR
3. Menyusun rencana kerja HTR Membuat laporan tentang perkembangan pendampingan
kegiatan HTR
4. Mencari akses terhadap pasar modal Menfasilitasi penyaluran dan pengembalian pinjaman dana
bergulir
5. Mengembangkan usaha Melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan HTR
Sumber (Source): SK Bupati Lombok Barat No. 44 tahun 2011 dan SK Bupati Dompu No. 66 tahun 2011.

329
Analisis Kelayakan Sosial, Finansial dan Pasar Produk Hutan Tanaman Rakyat: Studi Kasus ... (Subarudi)
Dari hasil diskusi kelompok dan pengamatan di kepastian hukum dan 4) pengelolaan masih bersifat
lapangan, permasalahan khusus yang sering “on farm” dan belum memperhatikan input, pasca
dihadapi petani peserta HTR dalam pengembangan panen dan pemasaran sehingga nilai tambah
HTR di Kabupaten Dompu meliputi: 1) kesulitan produknya kecil.
bekerja berkelompok; 2) pemanfaatan lahan yang Kondisi fisik, cuaca dan iklim yang kurang
belum optimal; 3) kesulitan mengelola sistem mendukung pertumbuhan tanaman juga menjadi
administrasi kelompok; 4) kualitas SDM pengelola permasalahan umum bagi petani di wilayah NTB.
koperasi yang rendah; 5) kondisi fisik, cuaca dan Nandini (2008) menyatakan bahwa faktor lain yang
iklim yang kurang mendu-kung pertumbuhan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan HKm
tanaman dan 6) kinerja pendamping HTR belum adalah kondisi fisik lahan. Curah hujan yang relatif
terukur. Permasalahan ini muncul karena kelompok rendah (rata-rata 900-1.500 mm dan termasuk
tani hanya diberikan sosialisasi terkait pinjaman dan iklim E-F) serta lama penyinaran matahari yang
tidak diberikan pelatihan khusus terkait dengan panjang menyebabkan tanaman tidak mampu
teknis dan administrasi kelompok tani dalam bertahan sehingga masyarakat hanya intensif
mengelola pinjaman. mengelola lahan pada musim hujan. Di satu sisi uji
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan coba dan hasil-hasil penelitian terkait jenis tanaman
masih sulitnya anggota kelompok untuk bekerja yang adaptif masih sangat terbatas.
bersama-sama. Hal seperti ini sebelumnya telah Kinerja pendamping HTR masih menggunakan
dilaporkan oleh Sukito (2008). Faktor penghambat target dan sasaran kerja yang bersifat umum dan
lain bagi kinerja kelembagaan lokal adalah normatif sehingga penilaian kinerja tenaga
terbatasnya kapasitas SDM dari pengurus dan pendamping sulit diukur. Di samping itu, pedoman
anggota selain terbatasnya pembinaan dari lembaga sistem pelaporan yang standar untuk memonitor
yang terkait dengan HTR ini (Muktasam & perkembangan HTR oleh pihak pendam-ping
Nurjannah, 2011). belum tersedia.
Pemanfataan lahan yang telah dimasukkan Berdasarkan permasalahan umum dan
dalam program HTR belum dilakukan secara permasalahan khusus yang dihadapi Kelompok
optimal oleh kelompok tani. Hal ini dapat dilihat Tani Swadaya LPMP Dompu, maka diusulkan
dari tanaman pokok yang tidak dipelihara dengan konsep keberlanjutan program HTR di Kabupaten
baik dan lahan masih ditumbuhi alang-alang dan Dompu dengan memperhatikan hal-hal sebagai
perdu sedangkan lahan-lahan yang kosong masih berikut (Haris, 2012):
dibiarkan. Sukito (2008) menyatakan bahwa petani 1. Penataan dan pengamanan potensi tanaman
HKm di NTB belum mengelola lahannya secara yang sudah ada di lokasi sebelum izin
optimal, misalnya dengan melakukan diversifikasi IUPHHK-HTR diberikan sangat diperlukan.
dengan jenis-jenis tanaman semusim dan obat- 2. Pemanfaatan lahan harus diupayakan se-
obatan yang prospektif untuk meningkatkan optimal mungkin melalui pengembangan
pendapatan. Kesulitan mengelola sistem usaha-usaha yang memberikan nilai tambah
administrasi tampak di Kabupaten Dompu saat bagi peningkatan pendapatan masyarakat di
alokasi dan distribusi bibit yang telah dikirim ke sekitar kawasan hutan.
lapangan. Kelompok belum melakukan pencatatan 3. Perlu membangun komunikasi dengan pihak
dengan baik terkait dengan jumlah dan kualitas investor terkait pemasaran hasil (upaya bersama
bibit, penerimanya dan tempat bibit ditanam. dari semua pemangku kepentingan) dengan
Kualitas SDM pengelola koperasi yang rendah membangun pabrik kayu di NTB.
ditandai dengan tidak jalannya roda administrasi 4. Perlu bantuan untuk mendorong dan membina
dan pengelolaan keuangan yang transparan dan serta meningkatkan SDM anggota peserta HTR
akuntabel. Menurut Zainal (2007) dalam Nandini dan koperasi pemegang ijin.
(2008) selain persoalan kecilnya lahan garapan, 5. Penerapan aturan-aturan khusus koperasi
ketidakberhasilan program HKm disebabkan dengan anggota kelompok tani terkait hak,
oleh: 1) sistem usaha tani yang masih sederhana kewajiban dan sanksi yang disepakati bersama.
dan subsisten; 2) kemampuan swadaya masyarakat 6. Perlu monitoring dan evaluasi secara periodik
yang relatif rendah karena pendapatan utamanya oleh pihak-pihak terkait untuk mengidentifikasi
dari tanaman semusim; 3) belum ada jaminan masalah dan mencari alternatif solusinya.

330
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 4 Desember 2014, Hal. 323 - 327
C. Kelayakan Finansial Pengelolaan HTR Pemilihan tanaman sengon sebagai pilihan
analisis finansial karena tanaman sengon banyak
Perbedaan mendasar antara analisis finansial dan
ditanam oleh petani di NTB dan mudah dipasar-
analisis ekonomi dalam evaluasi manfaat dan biaya
kan. Selain itu, petani dengan pengalamannya
kegiatan usaha wanatani adalah sebagai berikut
membuktikan bahwa pertumbuhan sengon di
(Budidarsono, 2002): 1) analisis finansial dalam
lahan-lahan pekarangan sebagai tanaman pem-
evaluasi manfaat-biaya mengacu kepada penerima-
batas lahan garapan cukup baik dan cepat. Namun
an dan pengeluaran yang mencerminkan harga
demikian terdapat petani peserta yang menilai
pasar aktual yang benar-benar diterima atau dibayar
kualitas bibit yang dibagikan kurang baik, sehingga
oleh operator (petani) dan 2) analisis ekonomi
daya tumbuhnya relatif rendah. Rendahnya
mengacu kepada keunggulan komperatif atau
persentase daya tumbuh sengon disebabkan oleh
efisiensi dari penggunaan barang dan jasa dalam
teknik penanaman yang kurang tepat, seperti
satu kegiatan produktif. Efisiensi dalam hal ini
ukuran lubang tanam lebih besar dibanding ukuran
diartikan sebagai alokasi sumber-sumber ekonomi
polybag sengon, lubang tanam sebelumnya tidak
yang digunakan untuk kegiatan yang menghasilkan
diberi pupuk bokasi atau pupuk kimia. Akibatnya,
output dengan nilai ekonomi tinggi.
akar bibit sengon tidak mampu menembus tanah
1. Analisis Finansial Usaha Hutan Tanaman liat yang kandungan nutrisinya rendah. Hal ini
Rakyat membuat daya survival tanaman sengon untuk
Dalam melakukan analisis finansial usaha hutan tumbuh menjadi sangat rendah.
tanaman rakyat diperlukan analisis data mengenai
2. Tahapan Kegiatan dalam Usaha HTR
tahapan kegiatan yang dilakukan dalam
Tabel 4 adalah uraian tahapan kegiatan yang
menjalankan usaha HTR, analisis komponen biaya
dilakukan selama satu rotasi tanaman sengon yang
serta pendapatan dari usaha tanaman HTR, serta
terdiri dari persemaian dan pembibitan (tiga bulan
analisis kelayakan menggunakan parameter NPV,
sebelum waktu tanam), persiapan lahan (sebulan
BCR dan IRR. Dalam hal ini tanaman yang
sebelum waktu tanam), penanaman, pemeliharaan
dijadikan analisis adalah tanaman sengon.
tanaman, perlindungan hutan dan pemanenan.

Tabel 4. Tahapan kegiatan yang dilakukan setiap tahun dalam usaha HTR
Table 4. Activity phases done every year in community forest plantation (CFP) business
Tahun (Year )
No Komponen kegiatan (Activity component)
0 1 2 3 4 5 6 7 8
A Penanaman (Planting)
1 Persemaian dan pembibitan (Nursery and seedling) √

2 Persiapan lahan (Land preparation) √


3 Penanaman (Planting) √
B Pemeliharaan tanaman (Tree maintenance)
1 Pemeliharaan tahun ke-1 (Maintenance for year-1) √
2 Pemeliharaan tahun ke-2 (Maintenance for year-2) √
3 Pemeliharaan tahun ke-3 (Maintenance for year-3) √
4 Pemeliharaan lanjutan tahun ke-1 √
(Following maintenance for year -1)
5 Pemeliharaan lanjutan tahun ke-2 √
(Following maintenance for year -2)
6 Pemeliharaan lanjutan tahun ke-3 √
(Following maintenance for year -3)
C Perlindungan hutan (Forest protection)
1 Pengendalian hama penyakit (Pest and disease √ √ √ √ √ √
control)
2 Pengendalian kebakaran (Forest fire control) √ √ √ √ √ √
3 Pengamanan hutan (Forest safety) √ √ √ √ √ √
D Panen/penebangan (Harvesting) √

331
Analisis Kelayakan Sosial, Finansial dan Pasar Produk Hutan Tanaman Rakyat: Studi Kasus ... (Subarudi)
Tabel 4 menunjukkan bahwa tahapan Komponen biaya pembangunan HTR (Tabel 5)
pembangunan HTR disesuaikan dengan kegiatan digunakan karena kesulitan memperoleh informasi
di lapangan. Khusus kegiatan pemeliharaan dari petani, terkait biaya persemaian dan
dilakukan setelah penanaman hingga tahun ke-6 pembibitan, pemeliharaan dan perlindungan
melalui pemeliharan tahun ke-1-3 dan ditambah hutan. Mereka pada umumnya mendapatkan bibit
kegiatan pemeliharaan lanjutan selama dua tahun. dari program pemerintah atau secara gratis dan
Kegiatan perlindungan hutan umumnya dilaku- pemeliharaannya tidak mengikuti jadwal waktu
kan bersamaan dengan kegiatan pemeliharaan yang ditetapkan.
tanaman.
4. Pendapatan dari Usaha HTR
3. Komponen Biaya Usaha HTR Pola tanam yang dilakukan oleh masyarakat di
Komponen biaya yang dilakukan dalam usaha lokasi HTR di Provinsi NTB adalah monokultur,
HTR digali dari pengalaman beberapa petani hutan tanpa tumpangsari dengan tanaman lainnya seperti
rakyat dalam menanam tanaman kehutanan. tanaman palawija. Dengan demikian sumber
Asumsi perhitungan adalah biaya untuk menanam 1 pendapatan bagi petani adalah hasil panen pada
ha lahan dengan jenis tanaman sengon yang se- akhir daur tanaman sengon yaitu pada tahun ke-8,
lengkapnya disajikan pada Tabel 5. hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Komponen biaya usaha HTR per hektar


Table 5. Cost component of CFP business per hectare
Satuan Biaya satuan HTR
No Komponen kegiatan (Activity component) (Unit) (CFP cost per unit)
(ha) (Rp)
A Penanaman (Planting)
1 Penanaman (Planting) ha 1.380.000
2 Persemaian dan pembibitan (Nursery and seedling) ha 3.600.000
3 Persiapan lahan (Land preparation) ha 2.000.000
Jumlah (Total) A 6.980.000
B Pemeliharaan dan perlindungan tanaman (Tree maintenance and protection)
1 Pemeliharaan tahun ke-1 (Maintenance for year-1) ha 475.000
2 Pemeliharaan tahun ke-2 (Maintenance for year-2) ha 470.000
3 Pemeliharaan tahun ke-3 (Maintenance for year-3) ha 400.000
4 Pemeliharaan lanjutan tahun ke-1 (Following maintenance for year -1) ha 400.000
5 Pemeliharaan lanjutan tahun ke-2 (Following maintenance for year-2) ha 400.000
6 Pemeliharaan lanjutan tahun ke-3 (Following maintenance for year -3) ha 400.000
Jumlah (Total) B 2.550.000
Jumlah (Total) A + B ha 9.530.000
Sumber (Source): Peraturan Menteri Kehutanan No. P.23/Menhut-II/2007.

Tabel 6. Pendapatan petani dari usaha HTR untuk setiap hektar


Table 6. Farmer's revenue for CFP business per hectare
Pendapatan Petani (Farmer’s revenue ) Jumlah (Total)
Daur tanaman (Planting rotation) 8 tahun
Riap minimum per ha pada akhir daur (Minimum increament per ha at the rotation 70 m3/ha (riap tahunan 10m 3/ha)
end)
Riap maksimum per ha pada akhir daur (Maximun increament per ha at the roration 280 m3/ha (riap tahunan 40m 3/ha)
end)
Harga pasar kayu sengon (Market price of sengon wood) Rp 400.000/m3
Pendapatan minimum per ha (Minimum revenue per ha) Rp 28.000.000
Pendapatan maksimum per ha (Maximum revenue per ha) Rp 84.000.000

332
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 4 Desember 2014, Hal. 323 - 327
Asumsi riap minimum dan maksimum kayu Asumsi untuk pendapatan yang digunakan
sengon didasarkan pada hasil penelitian dalam perhitungan analisis finansial ini
Soerianegara & Lemmens (1993), bahwa riap menggunakan nilai tengah pendapatan panen
volume minimum rata-rata sengon setiap tahun sebesar Rp 56.000.000. Parameter kelayakan
3
bervariasi antara 10-25 m /ha (minimum) dan finansial pada tingkat pendapatan tersebut
3
antara 30-40 m /ha (maksimum). Dengan demikian menunjukkan bahwa usaha tanaman kayu rakyat
diambil nilai rata-rata terkecil riap tahunan 20 adalah layak dengan nilai NPV Rp 20.054.791,
3
m /ha. BCR 3,31 dan nilai IRR 28%.
Berdasarkan perhitungan kriteria kelayakan
5. Analisis NPV, BCR dan IRR usaha HTR untuk daur delapan tahun diperoleh
Untuk menghitung analisis finansial usaha HTR NPV sebesar Rp 20.054.791. Oleh karena nilai
digunakan tingkat diskonto sebesar 10% NPV > 0, berarti usaha HTR menguntungkan
(disesuaikan dengan tingkat suku bunga deposito karena manfaat yang diterima proyek lebih besar
bank pemerintah tahun 2012). Pengurangan dari semua biaya total yang dikeluarkan. Hasil
manfaat dan biaya pada tingkat diskonto tertentu perhitung-an ini juga menunjukkan nilai sekarang
merupakan perhitungan untuk menentukan (present value) dari keuntungan bersih yang diterima
kelayakan investasi. Kriteria yang digunakan dalam petani HTR bernilai positif selama satu rotasi
perhitungan penilaian layak atau tidaknya usaha tanaman sengon.
HTR adalah NPV, BCR dan IRR (Gittinger, 1986). Perhitungan B/C ratio adalah untuk mengetahui
Hasil perhitungan analisis kelayakan finansial usaha apakah dengan suatu pengorbanan tertentu akan
HTR disajikan pada Tabel 7. diperoleh manfaat yang yang lebih besar. Hasil

Tabel 7. Analisis finansial tanaman HTR jenis sengon (Paraserianthes falcataria)


Table 7. Financial analysis of CFP sengon species
Tahun Jumlah biaya Nilai terdiskonto Nilai terdiskonto
Komponen biaya Pendapatan
ke- (Total cost) (Discounted value) (Discounted value)
(Cost component) (Revenue) (Rp)
(Year ) (Rp) (1=10%) (Rp) (Rp)
1 Persiapan lahan dan 6.980.000 6.254.545 -
penanaman (Land preparation
and planting)
2 Pemeliharaan tahun ke-1 475.000 392.562 -
(Maintenance for year-1)
3 Pemeliharaan tahun ke-2 475.000 356.875 -
(Maintenance for year-2)
4 Pemeliharaan tahun ke-3 400.000 273.205 -
(Maintenance for year-3)
5 Pemeliharaan lanjutan tahun 400.000 248.369 -
ke-1
(Following maintenance for year-
1)
6 Pemeliharaan lanjutan tahun 400.000 225.790 -
ke-2
(Following maintenance for year -
2)
7 Pemeliharaan lanjutan tahun 400.000 205.263
ke-3
(Following maintenance for year -
3)
8 Pemanenan (Harvesting) - 56.000.000 28.736.855
Analisa finansial (Financial analysis) NPV (8 tahun) Rp 20.054.791
BCR (8 tahun) 3,31
IRR (8 tahun) 28,1%

333
Analisis Kelayakan Sosial, Finansial dan Pasar Produk Hutan Tanaman Rakyat: Studi Kasus ... (Subarudi)
perhitungan B/C menunjukkan nilai positif (3,31). pemasaran menggunakan konsepsi rantai nilai,
Artinya, usaha HTR sengon dinyatakan layak un- yaitu penelusuran produk dari satu pelaku kepada
tuk dilakukan. Hal ini juga bermakna bahwa setiap pelaku berikutnya. Pembahasan ini difokuskan
pengeluaran sebesar Rp 1 akan memberikan pasar dan pemasaran hasil hutan kayu.
manfaat sebesar Rp 3,31. Pasar dalam perdagangan kayu bulat adalah
Perhitungan IRR merupakan tingkat rata-rata industri kayu primer yang terdiri dari industri
keuntungan tahunan bagi perusahaan yang penggergajian, industri kayu lapis, industri moulding,
melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan industri furnitur, industri pulp dan kertas serta
persen (Gittinger, 1986). Berdasarkan hasil industri papan partikel (particle board). Secara umum
perhitungan diperoleh nilai IRR (28%) > nilai i Provinsi NTB memiliki industri perkayuan dua
(10%) yang berarti bahwa usaha HTR sengon layak buah, yaitu PT Meiniwang dan UD H. Safei di
dilaksana-kan karena nilai keuntungan yang Sumbawa Barat yang telah beroperasi dengan
diperoleh masih jauh lebih besar dari tingkat suku kapasitas di bawah 2.000 m3 per tahun. Bahan baku
bunga bank yang berlaku sekarang. diperoleh dari hasil IPK PT Newmont ketika
melakukan usaha pertambangan di kawasan hutan
D. Kelayakan Pasar Produk HTR di NTB (Dinas Kehutanan Provinsi NTB, 2012).
Industri kayu dapat menjadi pangsa pasar utama Hal yang berbeda ditunjukkan melalui data BPS
bagi kayu yang dihasilkan dari HTR karena saat ini Provinsi NTB (2012) yang mencatat bahwa tahun
kebutuhan bahan baku kayu industri yang belum 2010 ada empat unit in-dustri pengolahan kayu dan
terpenuhi dari hutan alam berkisar antara 18-20 juta rotan dengan jumlah tenaga kerja sekitar 129
meter kubik per tahun. Untuk mendukung pema- orang, nilai input sekitar Rp 15,98 miliar dan nilai
saran kayu dari HTR, Kementerian Kehutanan out-put Rp 22,98 miliar. Industri moulding kayu,
mendorong kalangan industri perkayuan untuk kerajinan anyaman bambu dan rotan serta ukiran
merelokasi pabriknya lebih dekat dengan kawasan kayu berjumlah tiga unit dengan jumlah tenaga
hutan rakyat, hutan tanaman rakyat, dan hutan kerja sekitar 125 orang, nilai input sekitar Rp 401
tanaman industri atau membuka cabang industri juta dan nilai output Rp 171 juta. Data tersebut
pengolahan kayu setengah jadi di sekitar kawasan berbeda dengan volume ekspor produknya berupa:
hutan agar memudahkan pasokan bahan baku 1) kerajinan kayu yang mencapai volume 7.907 ton
gergajian serta produk barang setengah jadi lainnya. dengan nilai USD 61.160.524; 2) kerajinan rotan
Berkaitan dengan pasar kayu HTR, Subarudi mencapai volume 27.501 ton dengan nilai USD
(2007) menyatakan bahwa untuk mendukung 75.232.809 dan 3) kerajinan bambu mencapai
kelayakan ekonomi HTR, sebaiknya pemerintah volume 3.315 ton dengan nilai USD 11.607.638.
tidak hanya membangun HTR (15 ha/kepala Data terkait dengan penjualan untuk berbagai
keluarga) tapi juga membangun HTR dengan skala jenis kayu dan volume produksinya di Provinsi
luasan usaha yang ekonomis, sekaligus memba- NTB dalam 10 tahun terakhir dapat dilihat pada
ngun industri kayu di lokasi-lokasi HTR karena Tabel 8.
berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa untuk Tabel 8 menunjukkan bahwa dalam jangka
produk kayu, margin keuntungan terbesar berada di waktu dua tahun (2010-2011) volume produksi
industri kayu. Untuk mendukung keberhasilan kayu mencapai 16.528 m3 (2010) dan 24.509 m3
pengelolaan HTR diperlukan adanya jaminan pasar (2011) dengan dua jenis kayu yang terdiri dari: 1)
atas produksi yang dihasilkan dari lahan HTR. jati menyumbang sekitar 1.503 m3 (2010) dan 1.504
Kegiatan pemasaran kayu dari hasil produksi HTR m3 (2011) dan 2) rimba campuran sekitar 15.025 m3
di Provinsi NTB pada dasarnya belum dapat (2010) dan 23.004 m3 (2011). Hal yang menarik
diidentifikasi, karena kegiatannya baru pada tahap adalah volume produksi kayu rajumas (Duabanga
awal penanaman. Dari hasil wawancara dengan sp.) dalam tahun 2010 dan 2011 tidak tercatat
Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Maju Bersama, produksinya, tetapi saat kunjungan ke lapangan
umur pohon yang ditanam sekitar 20-24 bulan. pedagang kayu masih menjual-belikan kayu raju-
Oleh karena itu data kegiatan pemasaran mas. Dari hasil pengamatan Surat Keterangan Asal
dikumpulkan dari pasar kayu hutan rakyat yang Usul (SKAU) diketahui bahwa kayu berasal dari
selama ini telah dilakukan oleh rakyat. Analisis Kabupaten Dompu. Persoalan perdagangan kayu

334
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 4 Desember 2014, Hal. 323 - 327
Tabel 8. Produksi hasil hutan menurut jenis kayu di NTB tahun 2000-2011
Table 8. Forest product production in according to wood species in NTB for year 2000-2011
Rimba campuran
Tahun Jati (Teak) Kayu kebun Rajumas Jumlah (Total)
( Jungle wood)
(Year ) (m3) (Garden wood) (m3) (Duabanga sp.) (m3) (m3)
(m3)
2000 122,26 - 1.807,11 41.203,40 43.132,77
2001 - - 761,19 51.655,94 52.417,13
2002 - - 19.004,37 43.737,70 62.742,07
2003 - - 37.546,49 39.976,42 77.522,93
2004 64,65 5.546,69 - - 5.611,34
2005 370,01 3.3035,29 397,28 513,73 3.898,92
2006 620,85 5.266,72 10.093,69 17.137,80 33.119,06
2007 1.403,42 7.871,58 13.554,76 5.529,43 28.359,19
2008 2.022,42 13.106,59 6.225,49 2.673,16 24.027,66
2009 1.503,00 2.647,88 5.545,12 158,74 3.806,62
2010 1.504,48 - 15.025,38 - 16.528,38
2011 - - 23.004,50 - 24.508,98
Sumber (Source): Badan Pusat Statistik Provinsi NTB (2012).

Tabel 9. Produksi kayu bulat dan kayu gergajian di NTB tahun 2008-2011
Table 9. Round wood and sawntimber production in NTB for year 2008-2011
Produksi kayu
No. 2008 2009 2010 2011
(Wood production)
1. Kayu bulat (Round wood) (m3) 24.027 3.806 16.528 24.508
2. Kayu gergajian (Sawntimber) (m3) - 12.270 16.528 -
Setara kayu bulat (Round wood equivalent) (24.540) (33.056)
3. Kayu gergajian dari luar NTB (Sawntimber from outside NTB) (m3) 7.504 18.341 5.701 10.901
Jumlah kayu gergajian (Total sawntimber) (m3) 7.504 30.611 22.229 10.901
Sumber (Source): Badan Pusat Statistik Provinsi NTB (2012).

rajumas ini akan dibahas dalam bab pasar karena Field Coordinator Project ITTO (International Tropical
disinyalir kayu-kayu tersebut berasal dari sumber Timber Organization) kepada petugas Kantor
yang tidak tercatat secara resmi dengan meng- Perijinan memang menyebutkan bahwa tidak ada
gunakan manipulasi dokumen SKAU. Hasil analisis ijin yang dikeluarkan untuk industri penggergajian
terhadap pasokan dan kebutuhan kayu gergajian di (sawmill).
Provinsi NTB dari tahun 2008-2011 dapat dilihat Jika dilihat data produksi kayu bulat dan kayu
pada Tabel 9. gergajian (sudah dikonversi ke setara volume kayu
Tabel 9 menunjukkan tiga hal penting terkait bulat dengan rendemen 50%) di Provinsi NTB
dengan: 1) data produksi kayu; 2) ketimpangan (Tabel 9) ternyata ada ketimpangan pasokan kayu
pasokan dan permintaan dan 3) pasokan kayu dari bulat sekitar 20.734 m3 (2009) dan 16.528 m3
luar Provinsi NTB. Data produksi kayu bulat dan (2010). Ketimpangan pasokan dan kebutuhan
kayu gergajian tidak tercatat dengan baik oleh Di- kayu ini kemungkinan besar dipasok dari sumber
nas Kehutanan Provinsi NTB karena memang yang tidak tercatat secara resmi. Pasokan kayu
banyak industri kayu gergajian yang tidak tercatat gergajian dari luar Provinsi NTB dalam kurun
sehingga Dishut kesulitan untuk memonitor dan waktu lima tahun (2007-2011) yang terbesar
memantau proses produksi dan jumlah produksi berasal dari Sulawesi Tenggara (18.288 m3),
yang dihasilkan. Pada awalnya ijin industri Kalimantan Selatan (10.886 m3), Kalimantan
dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Tengah (9.688 m3), Sulawesi Tengah (8.076 m3) dan
Perdagangan, tetapi sejak berdirinya Kantor Nusa Tenggara Timur (6.246 m3) (BPS Provinsi
Pelayanan Perijinan Satu Atap, maka semua NTB, 2012).
perijinan diproses di kantor ini. Hasil konfirmasi

335
Analisis Kelayakan Sosial, Finansial dan Pasar Produk Hutan Tanaman Rakyat: Studi Kasus ... (Subarudi)
Hingga saat ini IUPHHK-HTR masih dalam B. Saran
tahap pemeliharaan tanaman karena kegiatan
Pemerintah Kabupaten Dompu harus berupaya
penanaman sudah dilakukan sejak tahun 2010.
mencari solusi atas permasalahan sosial yang
Hasil survei perdagangan kayu di lapangan
dihadapi para kelompok tani, baik yang sudah
menunjukkan bahwa industri penggergajian kayu
mendapatkan ijin HTR maupun yang belum
(sawmill) mendapatkan kayu dari lahan milik
memperoleh ijin HTR. Hal ini sebagai bukti
masyarakat dengan pola pemasaran sebagai berikut:
keseriusan Pemerintah Kabupaten dalam
1) pemilik kayu langsung menjual ke industri
menunjang program HTR sebagai salah satu upaya
penggergajian; 2) pemilik kayu menjual ke peda-
pengentasan kemiskinan di wilayahnya.
gang pengumpul, kemudian pengumpul menjual ke
Pemerintah Provinsi NTB bekerjasama dengan
industri penggergajian dan 3) pemilik industri
Pemerintah Kabupaten Dompu melaksanakan
penggergajian bertindak sekaligus sebagai
pelatihan-pelatihan yang berfokus kepada
pedagang pengumpul.
perubahan cara berpikir (mindset) petani, dari petani
subsisten ke petani komersial dan berjiwa bisnis.
BP2HP harus menyusun kriteria dan indikator dari
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
tugas pokok dan fungsi tenaga pendamping
sehingga proses penunjukan dan pemberian biaya
A. Kesimpulan
operasional tidak sia-sia karena lebih banyak
Program HTR merupakan upaya pemerintah cq. manfaatnya dari-pada biaya yang dikeluarkan. Hal
Kementerian Kehutanan dalam pengentasan ini juga perlu didukung sistem pelaporan yang stan-
kemiskinan dan resolusi konflik bagi masyarakat dar dengan lebih menekankan kepada proses
desa hutan melalui pemberian akses legal terhadap pembelajaran apa yang diperoleh dari setiap
kawasan hutan, akses permodalan dan akses pasar kegiatan yang dilaksanakan oleh tenaga
sehingga hutan produksi dapat dikelola secara pendamping HTR.
lestari. KSU LPMP Dompu merupakan satu- Pemerintah Kabupaten Dompu juga perlu
satunya dari tujuh KSU di Provinsi NTB yang telah memfasilitasi pengembangan infrastruktur untuk
dinilai mampu untuk menerima skema mandiri dan lokasi-lokasi yang sudah siap untuk melaksanakan
mengelola dana pinjaman HTR dari BLU Pusat pengelolaan HTR dan memberikan pendampingan
Pembangunan Hutan Tanaman. Secara sosial melalui pembentukan unit-unit koperasi yang kuat
program pembangunan HTR di Kabupaten dan tangguh sebagai unit pemasaran bagi produk-
Dompu masih menghadapi permasalahan eksternal produk HTR, baik berupa hasil hutan kayu
dan internal yang harus dihadapi oleh Kelompok maupun hasil hutan bukan kayu. Saat ini data
Tani Swadaya LPMP Dompu sebagai penerima izin jumlah unit dan kapasitas terpasang dari industri
HTR dan sekaligus pengelola dana pinjaman HTR. penggergajian dan furniture tidak tersedia sehingga
Secara finansial program pembangunan HTR di diharapkan Dinas Kehutanan Kabupaten Dompu
Kabupaten Dompu dapat dikatakan layak karena proaktif membuat pendaftaran dan pendataan
pendapatan yang diterima kelompok petani di akhir produksi dari industri kayu yang ada sebagai upaya
daur (panen) lebih besar dari biaya yang dikeluarkan pemerintah dalam penyediaan pasar untuk produk
sehingga kelompok tani mampu mengembalikan HTR.
dana pinjaman (pokok dan bunganya) sesuai jumlah
dan jangka waktu yang ditetapkan. Kelayakan pasar UCAPAN TERIMA KASIH
HTR di Kabupaten Dompu sangat menjanjikan
karena kebutuhan kayu untuk industri penggergaji- Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
an dan furnitur sangat tinggi. Pemegang ijin HTR terima kasih atas dukungan pendanaan dari Dirjen
yang berada di kabupaten lainnya perlu memper- Bina Usaha Kehutanan, Kementerian Kehutanan
hatikan jenis-jenis tanaman yang sesuai kebutuhan melalui Project ITTO CFM-PD 001/10 Rev.2 (F)
pasar domestik. dengan tema “Strengthening Capacity of Stakeholders
for the Development of CommunityBased Plantation Forest
at Three Selected Areas in Indonesia” sehingga kegiatan
penelitian ini dapat dilaksanakan.

336
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 4 Desember 2014, Hal. 323 - 327
DAFTAR PUSTAKA Aplikasi pendekatan kaji tindak (action research)
bagi upaya pemberdayaan masyarakat. (Laporan
Adnan, S. (2011). Salinan akta perjanjian pinjaman hasil penelitian tahun ke-II ). Mataram:
nomor 08 tanggal 5 Oktober 2011. Bima: Kantor Universitas Mataram.
Notaris PPAT/NPAK Syarif Adnan, S.H.,
M.kn. Nandini, R. (2008). Pengelolaan hutan berbasis
masyarakat melalui kegiatan hutan
Badan Pusat Statistik Provinsi NTB. (2012). NTB kemasyarakatan (HKm) di NTB. Duabanga,
dalam angka 2012. Mataram: Badan Pusat 2(2), 8-11.
Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.23/ Menhut-
Budidarsono, S. (2002). Analisis nilai ekonomi II/2007 Tahun 2007 tentang Tata Cara
wanatani. Prosiding Lokakarya Wanatani Se- Permohonan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil
Nusa Tenggara, 11-14 Desember 2001, Denpasar Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Rakyat
Bali. Bog or : ICRAF dan Winrock dalam Hutan Tanaman.
Internasional.
Soerianegara, I., & Lemmens, R. (1993). Plant
Dinas Kehutanan Provinsi NTB. (2012). Laporan resources of South-East Asia 5 (1): Timber Trees:
perkembangan kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan major commercial timbers. Wageningen: Pudoc
Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat Scientific Publishers.
(IUPHHK-HTR) di Provinsi Nusa Tenggara
Barat. Mataram: Dinas Kehutanan Provinsi Subarudi, & Sidabutar, H. (2008). Pengem-bangan
NTB. hutan tanaman rakyat (HTR) berbasis agrobisnis.
(Tidak diterbitkan).
Febriani, D., Darusman, D., Nurrochmat, D., &
Wijayanto, N. (2012). Strategi implementasi Subarudi. (2007). Tanggapan atas pedoman
kebijakan hutan tanaman rakyat di pelaksanaan HTI rakyat: Belajar dari
Kabupaten Sarolangun, Jambi. Jurnal Analisis pelaksanaan Kredit Usaha Hutan Rakyat
Kebijakan Kehutanan, 9(2), 81-95. (KUHR). Jurnal Forestry, 1(1), 5-10.

Gittinger, J. (1986). Analisis proyek pertanian. Jakarta: Sukito, A. (2008). Analisis kelayakan finansial
UI-Press. hutan kemasyarakatan di Kanar, Sumbawa.
Duabanga,2(1), 3-7.
Haris, A. (2012). Laporan bulan Juni 2012 te-naga
fasilitator/pendamping hutan tanaman rakyat Surat Keputusan Bupati Dompu No. 66 ta-hun
(HTR) pada Koperasi Swadaya LPMP Dompu, 2011 tentang Penunjukan Tenaga Pendamping
Kabupaten Dompu. Dompu: Pemerintah Pembangunan HTR di Kabupaten Dompu.
Kabupaten Dompu. Surat Keputusan Bupati Lombok Tengah No. 44
Muktasam, & Nurjannah, S. (2011). Kajian kritis atas tahun 2011 tentang Penunjukan Tenaga
fenomena dan program pengentasan kemiskinan Pendamping Pembangunan HTR di Kabupaten
pada masyarakat sekitar hutan di Pulau Lombok: Lombok Tengah.

337
Analisis Kelayakan Sosial, Finansial dan Pasar Produk Hutan Tanaman Rakyat: Studi Kasus ... (Subarudi)

You might also like