You are on page 1of 9

Program Studi Antropologi,

Universitas Tanjungpura
Volume 1 No. 1, Mei 2020

Makna Simbolik Merah Putih pada Makanan untuk


Peringatan Bulan Saffar di Kalangan Etnis Madura
di Desa Sungai Malaya

Red and White Symbolic Meanings of Food for the


Commemoration of Saffar Month for Ethnic Madurese in
Sungai Malaya Village

Nurhalimah1, Donatianus BSE Praptantya2, Hasanah3


1Program Studi Antropologi, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Indonesia,
nurhalimah399@yahoo.com
2Program Studi Antropologi, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Indonesia,

donatianus.bsep@untan.ac.id
3Program Studi Antropologi, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Indonesia,

hasanah@fisip.untan.ac.id

Abstract
This study focuses on the symbolic meaning of red and white on food for the commemoration of the month
of Saffar among the Madurese ethnic in Sungai Malaya Village, which is studied using qualitative
methods. Red and white food is a tradition of the people of Sungai Malaya Village which is carried out
once a year in the month of Saffar, has a symbolic meaning. The white food symbolizes purity, while the
red food shows Husain's courage in fighting Yazid's army. However, along with the development of the
times this tradition has had changes in the types of food served. The factors that influence the changes in
the type of red and white food with other types of food include the first: economic factors, the Madurese
ethnic community of Sungai Malaya Village thinks that making red food requires a lot of money. Second:
time, making red and white food certainly takes quite a long time, therefore people tend to choose to
replace it with other types of food that require less time. Third: practical, when the Madurese ethnic
community in Sungai Malaya Village makes different types of food from the usual places or containers to
distribute to neighbors, they can use mica or food boxes, whereas if you use red and white foods with
porridge, it will be difficult to bring and distribute to neighbors.

Keywords: Cultural Change; Eating Traditions; Red and White Food; Symbolic

Abstrak
Kajian ini berfokus pada makna simbolik merah putih pada makanan untuk peringatan bulan
Saffar di kalangan Etnis Madura di Desa Sungai Malaya, yang dikaji dengan menggunakan
metode kualitatif. Makanan merah putih adalah tradisi masyarakat Desa Sungai Malaya yang
dilakukan setiap tahun pada bulan Saffar, memiliki makna simbolik. Makanan yang berwarna
putih sebagai lambang kesucian, sedangkan makanan yang berwarna merah menunjukkan
keberanian Husain dalam melawan pasukan Yazid. Namun, seiring berkembang zaman,

1
Nurhalimah., Praptantya, Donatianus BSEP., Hasanah. : Makna Simbolik Merah Putih pada
Makanan untuk Peringatan Bulan Saffar di Kalangan Etnis Madura di Desa Sungai Malaya

tradisi ini mengalami perubahan pada jenis makanan yang disajikan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan jenis makanan merah putih dengan jenis makanan lain antar lain
pertama: faktor ekonomi, masyarakat etnis Madura Desa Sungai Malaya beranggapan bahwa
membuat makanan merah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kedua: waktu, membuat
makanan merah putih tentu membutuhkan waktu yang cukup lama oleh karena itu
masyarakat cenderung memilih mengganti dengan jenis makanan lain yang membutuhkan
waktu lebih sedikit. Ketiga: praktis, ketika masyarakat etnis Madura di Desa Sungai Malaya
membuat makanan dengan jenis yang berbeda dengan biasanya tempat atau wadah untuk
membagikan kepada tetangga dapat menggunakan mika atau kotak makanan sedangkan jika
menggunakan jenis makanan merah putih dengan jenis bubur maka akan kesulitan untuk
membawa dan dibagikan kepada tetangga sekitar.

Kata Kunci: Makanan Merah Putih; Perubahan Budaya; Simbolik; Tradisi Makan

Penulisan Sitasi:
Nurhalimah., Praptantya, Donatianus BSE., Hasanah. (2020). Makna Simbolik Merah Putih
pada Makanan untuk Peringatan Bulan Saffar di Kalangan Etnis Madura di Desa Sungai
Malaya. Balale’: Jurnal Antropologi, 1(1),1-9

1. Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang penuh dengan keanekaragaman kebudayaan yang
berbeda-beda dan sangatlah unik, dari berbagai keunikan kebudayaan yang dimiliki
Indonesia ini tidak terlepas dari yang namanya perbedaan suku bangsa karena
berbeda suku bangsa maka berbeda pula kebudayaan yang dimiliki sehingga
indonesia kaya akan keanekaragaman kebudayaan. Mochtaria (2015:17)
mengemukakan bahwa: “Kemajemukan masyarakat dapat difahami melalui dua titik
pandang utama yaitu: Pertama, dipandang secara horizontal, pemahaman ini
didasarkan pada fakta yang menunjukkan adanya satuan-satuan sosial yang
keragamannya dicirikan oleh perbedaan suku bangsa, agama, adat istiadat atau tradisi,
dan unsur-unsur kedaerahan lainnya. Perbedaan-perbedaan secar horizontal ini
diartikan sebagai perbedaan yang tidak diukur berdasarkan kualitas dari unsur-unsur
yang membuat keragaman tersebut. Sebagai contoh, perbedaan bahasa daerah, tidak
diartikan bahwa bahasa daerah suku bangsa seseorang lebih baik atau lebih jelek dari
pada daerah yang lainnya. Kedua, dipandang secara vertikal, perbedaan-perbedaan ini
dipandang secara vertical artinya bahwa perbedaan dari unsur-unsur yang membuat
keragaman tersebut dapat diukur berdasarkan kualitas atau kadarnya.”
Paparan di atas dapat disimpulkan bahwa cara memahami kemajemukan yang
ada pada suatu masyarakat dapat dilihat pada dua aspek. Pertama, dengan melihat
adanya satuan-satuan sosial yang keragamannya dapat dilihat dari perbedaan suku
bangsa, adat istiadat, agama dan tradisi yang ada di dalam masyarakat. Kedua,
perbedaan pada suatu masyarakat dapat dipandang dari kualitas yang dimiliki oleh
masyarakat.
Selanjutnya, Barth (1988) menegaskan bahwa “Etnik adalah himpunan manusia
dapat dipahami melalui kesamaan ras, agama, asal usul bangsa atau pola-pola
perilaku dan keyakinan yang didemensi oleh simbol yang di pelajari, rasional,
terintegrasi, dimiliki bersama, yang secara dinamika-adaptif dan yang tergantung

2
Nurhalimah, Praptantya, Donatianus BSE., Hasanah : Makna Simbolik Merah Putih pada
Makanan untuk Peringatan Bulan Saffar di Kalangan Etnis Madura di Desa Sungai Malaya

pada interaksi sosial manusia demi eksistensi mereka.” Ketika berbicara tentang
etnisitas maka yang tergambar dalam benak kita adalah ciri atau simbol dari seseorang
sebagai pembeda dari etnis satu dengan etnis yang lainnya. Dalam suatu masyarakat
akan terdapat beberapa etnisitas didalamnya yang mana di setiap etnik akan memiliki
tradisi kebudayaan yang berbeda-beda pada setiap bulannya. Penelitian ini
memfokuskan diri pada pembahasan tentang etnik Madura. Etnik Madura ini
memiliki salah satu tradisi kebudayaan yang menurut pandangan peneliti menarik
untuk dikaji lebih mendalam. Masyarakat Madura memiliki peraturan moral yang
lebih ketat dan jauh lebih keras terutama jika kehormatan keluarga mereka terancam,
mereka beranggapan bahwa darah juga harus dibalas darah dan orang Madura
berpegang teguh pada semboyan “etempeng pote tolang deri pada pote mata” yang artinya
(lebih baik mati daripada hidup menanggung malu).
Makanan merah putih adalah makanan tradisional orang Madura. Pembuatan
makanan merah putih ini dimaksudkan untuk mengadakan selamatan pada bulan
Saffar. Karena kepercayaan masyarakat Madura bahwa pada bulan Saffar akan ada
banyak bala atau musibah yang akan terjadi, untuk itu dianjurkanlah agar membuat
makanan merah putih untuk dibagikan kepada tetangga sekitar agar dapat terhindar
dari bala atau musibah yang akan datang pada bulan Saffar. Selain makanan merah
putih, orang Madura memang sering mengadakan selamatan yang berbeda setiap
bulannya seperti pada bulan Muharram akan diadakan selamatan dengan membuat
cin pettis, cin pettis yaitu bubur yang terbuat dari beras yang dimasak kental dengan
menggunakan banyak bahan lain seperti kacang-kacangan, sayur-sayuran, wortel,
kentang, ketela, ubi dan dilengkapi dengan ikan teri, irisan telur, bawang goreng,
kacang tanah dan kerupuk. Bulan Ramadhan dikenal dengan sebutan Len pasah (bulan
puasa). Penamaan setiap bulan oleh orang Madura selalu memiliki bentuk tradisi atau
perayaan yang berbeda-beda.
Penelitian ini difokuskan pada makna simbolik yang terkandung pada makanan
untuk peringatan bulan Saffar, termasuk sejarahnya dan faktor yang mempengaruhi
masyarakat etnis Madura di Desa Sungai Malaya merubah jenis makanan merah putih
sebagai peringatan bulan saffar dengan jenis makanan lain. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan bagi pemerintah desa agar mengambil kebijakan untuk
mengadakan sosialisasi pada masyarakat yang berada di Desa Sungai Malaya agar
dapat melestarikan kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang dari generasi
awal ke generasi selanjutnya dengan mempertahankan tradisi yang telah lama
berkembang karena ini merupakan kekayaan masyarakat lokal yang harus dijaga dan
dilestarikan dengan baik. Selain dapat melestarikan kembali tradisi ini pemerintah
desa juga diharapkan dapat menengaskan pada masyarakat agar kembali kepada jenis
awal simbol makanan untuk peringatan bulan Saffar ini, karena simbol adalah tanda
pengenal dan pemisah sehingga dengan simbol seseorang dapat mengenal sejarah.

2. Metode
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan
metode kualitatif. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini ialah :

3
Nurhalimah., Praptantya, Donatianus BSEP., Hasanah. : Makna Simbolik Merah Putih pada
Makanan untuk Peringatan Bulan Saffar di Kalangan Etnis Madura di Desa Sungai Malaya

a. Penelitian Kepustakaan (LibraryResearch), peneliti mendatangi perpustakaan


guna untuk mendapatkan referensi dan mencari teori yang sesuai dan berkaitan
dengan permasalahan penelitian yang dipilih oleh penulis.
b. Pra Penelitian (Pra Research), yaitu memastikan bahwa masalah yang diteliti
secara empiris ada dilokasi penelitian.
c. Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu mengumpulkan data primer dan
sekunder pada masyarakat dalam rangka menjawab masalah penelitian.
Data dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder.
Sumber data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dan orang-
orang yang menjadi informan yang mengetahui pokok permasalahan atau objek
penelitian. Sumber data primer diperoleh langsung yakni dengan cara peneliti
melakukan wawancara dengan informan adapun yang menjadi informan dalam
penelitian ini adalah beberapa anggota keluarga yang ada di desa Sungai Malaya.
Sedangkan sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung.
Data sekunder di peroleh dari dokumentasi dan arsip-arsip yang ada di kantor
Kecamatan Sungai Ambawang dan kantor desa Sungai Malaya.
Penelitian ini dilakukan di Desa Sungai Malaya Kecamatan Sungai Ambawang
Kabupaten Kubu Raya dengan alasan bahwa di daerah tersebut terdapat tradisi
kebudayaan yang sangat unik yaitu membuat dan membagikan makanan merah putih
pada saat bulan Saffar. Tradisi ini sangat menarik untuk diteliti karena merupakan
simbol kebudayaan yang diwariskan oleh leluhur dari ke generasi selanjutnya.
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penilitian adalah makna simbolik yang
terkandung pada makanan Merah putih dan Faktor yang mempengaruhi masyarakat
etnis Madura di Desa Sungai Malaya merubah jenis makanan merah putih dengan
makanan lain.
Subjek penelitian ini adalah:
a. Anggota keluarga di Desa Sungai Malaya yang telah berdomisili selama kurang
lebih 50 tahun, yang sudah sangat mengerti dengan keberadaan bubur merah
putih.
b. Anggota keluarga di Desa Sungai Malaya yang baru berdomisili kurang lebih
selama 25 tahun.
c. Anggota keluarga yang tau dan mengerti tentang keberadaan makanan yang
hanya di sajikan pada bulan Saffar.
Instrument kunci dalam penelitian ini adalah penelitian sendiri sedangkan alat
bantu yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Membuat daftar objek yang sedang diteliti yang dapat menunjang penelitian.
b. Pedoman wawancara, yaitu pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya
sebagai pedoman untuk memperoleh data kepada sumber informan yang
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
c. Dokumentasi, yaitu melihat arsip, foto copy surat menyurat yang ada kaitannya
dengan penelitian pada saat berada di lokasi penelitian.
Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah observasi,
wawancara dan dokumentasi. Observasi partisipatif, Terlibat secara langsung
pembuatan bubur merah putih yang dilakukan oleh anggota keluarga di desa Sungai
Malaya. Wawancara, Mengadakan wawancara secara mendalam kepada subjek

4
Nurhalimah, Praptantya, Donatianus BSE., Hasanah : Makna Simbolik Merah Putih pada
Makanan untuk Peringatan Bulan Saffar di Kalangan Etnis Madura di Desa Sungai Malaya

penelitian dengan menggunakan panduan wawancara untuk memperoleh jawaban


mengenai beberapa tujuan penelitian yang telah di tentukan oleh penulis.
Dokumentasi, Yaitu dengan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti, seperti : data sekunder, arsip-arsip fotocopy. Dokumentasi
dapat dijadikan sebagai bukti bahwa penelitian yang dipilih oleh penulis memang
benar-benar ada dan menjadi benang merah pada saat penelitian dan penulisan.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki
lapangan, selama di lapangan dan setelah di lapangan. Menurut Burhan Bungin
(2007,84-85) penggunaan data kualitatif dimaksudkan untuk mempertajam dan
sekaligus memperkaya analisis kualitatif itu sendiri.

3. Hasil dan Pembahasan


1) Konsep Teori Interpretatif Simbolik
Geertz (dalam Saifuddin 2005:296) Antropologi Simbolisme atau sering kali
disebut Antropologi Interpretatife, berupaya mengorientasikan kembali antropologi
kebudayaan dari strategi menemukan ekspalanasi kausal bagi perilaku manusia
menjadi strategi untuk menemukan interpretasi dan makna dalam tindakan manusia.
Strategi yang berupaya membangun kajian humanitas ketimbangan ilmu pengetahuan
sebagai model bagi antropologi. Antropologi interpretatif berupaya menemukan
hubungan-hubungan analog kehidupan sosial manusia dengan teater, drama,
sandiwara, dan kesastraan ketimbanagan dengan ukir-ukiran, mesin dan struktur-
struktur organik.
Pada uraian di atas dijelaskan bahwa untuk menemukan atau memahami
perubahan yang terjadi pada suatu kebudayaan dibutuhkan adanya pemahaman
mengenai kehidupan sosial masyarakat yang sedang diteliti. Geertz (1995:3)
membangun kerangka berpikirnya berawal dari konsepsinya tentang kebudayaan.
Kebudayaan menurut Geertz merupakan suatu pola makna-makna yang diteruskan
secara historis yang terwujud dalam simbol-simbol suatu sistem konsep-konsep yang
diwariskan yang terungkap dalam bentuk simbolis yang dengannya manusia
berkomunikasi, melestarikan dan memperkembangkan pengetahuan kehidupan
mereka dan sikap-sikap dalam kehidupan.
Clifford Geertz merupakan salah satu tokoh yang merintis pendekatan baru
dalam studi tentang agama yakni pendekatan interpretative mengenai fenomena sistem
religi. Pada definisi yang dikemukakan oleh Geertz di atas maka dapat ditarik
kesimpualan bahwa konsepsi kehidupan manusia itu berawal dari kebiasaan-
kebiasaan para leluhur yang kemudian diwariskan, dilestarikan dan dikembangkan
dari generasi awal ke generasi selanjutnya.

2) Tradisi Peringatan Bulan Saffar dan Sejarahnya


Kyai Qomaruzzaman salah satu tokoh agama yang berada di desa Sungai
Malaya, menjelaskan sejarah makanan merah putih. Di daerah pulau Madura
kabupaten Sampang Kecamatan Tampelengan masih melaksanakan tradisi membuat
makanan merah putih yang terbuat dari tepung ketan yang kemudian dibagikan
kepada tetangga sekitar. Bubur merah putih adalah sebagai simbol moment peringatan

5
Nurhalimah., Praptantya, Donatianus BSEP., Hasanah. : Makna Simbolik Merah Putih pada
Makanan untuk Peringatan Bulan Saffar di Kalangan Etnis Madura di Desa Sungai Malaya

pada bulan saffar atas terbunuhnya Sayyidina Husein oleh Yzid bin Muawwiyah.
Makanan merah putih adalah ciri khas yang dimiliki oleh etnis Madura. Bubur
menjadi sangat penting dalam kehidupan masyarakat Madura. Masyarakat Madura
memaknai bubur sebagai media yang harus ada pada setiap akan dilakukannya
perayaan-perayaan dan pelaksanaan tradisi kebudayaan. Bubur bagi etnis Madura
dilambangkan sebagai air susu ibu yang selalu mengalir dan menjadi darah daging.
Sehingga bubur adalah simbol kehidupan yang selalu ada dalam setiap diri etnis
Madura di desa Sungai Malaya khususnya.
Makanan merah putih yang dilaksanakan oleh masyarakat Madura di Desa
Sungai Malaya memiliki makna-makna yang sangat bersejarah,pPenjelasan makna
dari makanan merah putih sesuai dengan apa yang peneliti dapatkan pada saat
mewawancarai informan. Untuk mendapatkan penjelasan mengenai makna yang
terkandung pada makanan merah putih yang dilaksanakan pada saaf bulan saffar, Ibu
HN menjelaskan makna makanan merah putih dalam wawancara sebagai berikut:
Ibu HN 63 tahun “tajin pote reh lambangah kepekusen ben soccehnah ateh se
menang terong delem sejarah deri lembek. Makeh le kemenagan jiah tak kareh
slamanah nangkin andik kekuasaan, akadik sayyidina Husain tettih kelompok
putihan se epateen bik yazid bin muawwiyah, le pas cin meranah riah tettih
pembandingah se deteng e lem odik e tunyah riah bedeh pasangnah kappi. Bedeh
esak bedeh se cubek.Tettih cin mera pote riah padenah ben sokkor se tadek
betesah”5 Juni 2018.1
Makanan merah putih untuk peringatan bulan saffar dulunya berjenis bubur
merah putih yang terbuat dari tepung ketan dan tepung beras. Namun seiring
berkembangnya zaman lambang merah dan putih kini oleh mayoritas masyarakat
Madura di desa Sungai Malaya diganti dengan jenis makanan lain yang dianggap
memiliki warna serupa dengan bubur merah putih.
Adapun beberapa faktornya adalah sebagai berikut:
a. Faktor Ekonomi
Ekonomi menjadi factor utama terjadinya perubahan penyajian makanan merah
putih, karena membuat makanan merah putih yang berjenis bubur memerlukan
biaya yang tidak sedikit.
b. Faktor Waktu
c. Waktu menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat etnis Madura di desa
Sungai Malaya merubah jenis simbol merah putih dengan makanan lain karna
membuat bubur merah putih memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan,
cucur dan makanan yang lain hanya memerlukan waktu beberapa jam saja.
d. Faktor Praktis
Jenis makanan lain seperti cucur lebih praktis dan bisa dibagikan kepada tetangga
menggunakan mika makanan sedangkan bubur merah putih tentunya akan
kesulitan jika menggunakan mika maka harus menggunakan piring.

4. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian yang cukup lama serta mendeskripsikan sejumlah
data sebagaimana telah diungkapkan, maka pada bagian ini penulis memberikan

1
HN (63/P), Sungai Malaya, 5 Juni 2018

6
Nurhalimah, Praptantya, Donatianus BSE., Hasanah : Makna Simbolik Merah Putih pada
Makanan untuk Peringatan Bulan Saffar di Kalangan Etnis Madura di Desa Sungai Malaya

kesimpulan dari hasil penelitian yang telah diperoleh. Maka dapat disimpulkan bahwa
makna simbolik merah putih pada makanan untuk peringatan bulan saffar yaitu
makanan yang berwarna putih bermakna sebagai lambang atau simbol keberanian dan
kesucian, sedangkan makanan merah adalah simbol pembanding yang selalu hadir
dalam kehidupan. Simbol dalam masyarakat Madura di Desa Sungai Malaya menjadi
hal yang tidak asing lagi, banyak tradisi-tradisi kebudayaan yang dilaksanakan oleh
masyarakat dengan menggunakan simbol-simbol keislaman.
Kedua jenis makanan ini, menurut sebagian kalangan tua di desa Sungai Malaya
menyimbolkan kecintaan terhadap tanah air. Merah adalah lambang tanah dan putih
adalah lambang air. Terutama dalam konteks perlawanan (diam) terhadap kolonial
Belanda dan Jepang. Ketika kain untuk bendera merah putih masih terbatas, maka
menurut masyarakat desa Sungai Malaya, dahulu makanan merah dan putih dijadikan
sebagai media penyimbolan bagi lambang negara Indonesia.
Selanjutnya, simbol merah putih pada makanan untuk peringatan bulan Saffar
adalah pertama, merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. Kaum Nabi Nuh
yang beriman terdahulu dalam memasak sisa-sisa bekal pada kejadian banjir bandang
yang menimpa kaumnya yang ingkar. Kedua yaitu untuk mengenang sejarah penting
dalam Islam, Yakni terbunuhnya Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib oleh Yazid
bin Muawiyah pada saat kejadian pembunuhan terhadap cucunya Rasulullah tidak
boleh dilupakan begitu saja sebagai generasi Islam setelah Nabi, Salah satu bentuk
penghormatan sebagai generasi muslim khususnya orang Madura dalam mengenang
kejadian-kejadian yang ada di dalam Islam.
Membuat makanan merah putih pada setip bulan Saffar yang dibagikan kepada
tetangga, hal tersebut merupakan bentuk perlambangan dalam mengenang
pembunuhan terhadap Sayyidina Husain oleh Yazid bin Muawiyah.
Kemudian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi etnis Madura di desa
Sungai Malaya merubah jenis makanan untuk peringatan bulan Saffar sebagai berikut:
a. Faktor Ekonomi, ekonomi menjadi faktor utama terjadinya perubahan penyajian
makanan merah putih, karena membuat makanan merah putih yang berjenis
bubur memerlukan biaya yang tidak sedikit.
b. Waktu, waktu menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat etnis Madura di
desa Sungai Malaya merubah jenis simbol merah putih dengan makanan lain
karna membuat bubur merah putih memerlukan waktu yang cukup lama
sedangkan, cucur dan makanan yang lain hanya memerlukan waktu beberapa jam
saja.
c. Praktis, jenis makanan lain seperti cucur lebih praktis dan bisa di bagikan kepada
tetangga menggunakan mika makanan sedangkan bubur merah putih tentunya
akan kesulitan jika menggunakan mika maka harus menggunakan piring.

5. Rekomendasi/Saran
Setelah mengetahui realistis tradisi kebudayaan warisan nenek moyang yang
mengalami perkembanagan di desa Sungai Malaya, maka melalui penulisan artikel ini
dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:
a. Peneliti menyarankan agar masyarakat di desa Sungai Malaya kedepannya lebih
cerdas dalam menyikapi hal-hal yang dapat memudarkan warisan nenek moyang

7
Nurhalimah., Praptantya, Donatianus BSEP., Hasanah. : Makna Simbolik Merah Putih pada
Makanan untuk Peringatan Bulan Saffar di Kalangan Etnis Madura di Desa Sungai Malaya

yang telah lama terlaksana karena melestarikan, memelihara dan menjaga


kebudayaan local adalah hal yang sangat penting.
b. Peneliti berharap supaya kedepannya masyarakat di desa Sungai Malaya tidak
mudah terpengaruh oleh budaya-budaya luar agar budaya yang asli dapat dikenal
oleh generasi-generasi selanjutnya dan seharusnya masyarakat juga harus lebih
aktif membuat dan membagikan makanan merah putih berjenis bubur bukan lagi
berjeni smakanan lain yang hanya memiliki warna serupa dengan makanan merah
putih.
c. Peneliti juga menyarankan agar masyarakat di desa Sungai Malaya dapat
mengenalkan kepada anak-anaknya terhadap budaya yang ada di desa Sungai
Malaya sekaligus memberitahukan sejarah dan makna-maknanya agar generasi
penerusnya tidak menjadi generasi yang abal-abalan namun bias menjadi generasi
pecinta kebudayaan yang dimiliki Indonesia dan dapat melestarikan dan menjaga
kebudayaan Indonesia ini dengan baik.

6. Daftar Pustaka
Azis Said, Abdul. (2004). Simbolisme Unsure Visual Rumah Tradisional Toraja dan
Perubahan Aplikasinya pada Desain Modern. Yogyakarta: Ombak
Alhaq. (2015). Kisah Terbunuhnya Al Hasan dan Al Husein Radhiyallahu Anhuma
http://tukpencarialhaq.com/2015/10/29/kisah-terbunuhnya-al-hasan-dan-al-
husein-radhiyallahu-anhuma/ Diakses Pada Tanggal 06 September. Pukul 10:50
Barth, (1988). Kelompok Etnik Dan Batasannya.Jakart: Universitas Indonesia Press
Berber, Arthur Asa. (2005). Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontemporer. Jogjakarta:
Tiara Wacana Jogja
Bungin, Burhan. (2007). Analisis data penelitian kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Evi, V. Petetang. (2008). Pendidikan Multicultural Kal-Bar. Pontianak: Mitra Kasih
Endang Setyaningsih, Atiek Zahrulianingdyah. (2015).“Adat Budaya Siraman Pengantin
Jawa Syarat Makna Dan Filosofi”02: 02-11. Diakses pada 21 Desember 2017 pukul
12:25.
Geertz, Clifford. Kebudayaan dan agama. Yogyakarta: Penerbit Yunisius
Hadari, Nawawi. (1994). Metode Penelitian Bidang Social.Yogyakarta: UGM Press.
Jenks, Chris. (2013). Culture Studi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Koentjaraningrat. (1974). Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT
Gramedia.
Kuntowijoyo. (1999). Budaya Dan Masyarakat. Yogyakarta: Pt.Tiara Wacana Yogya
Miles, Matthew B. & Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.Jakarta:
Universitas Indonesia (Ui-Prees)
Mochtaria. 2015. Etnik-Etnisitas Menuju Msyarakat Multikultural. Pontianak: Materi
Ringkasan Perkuiahan.
Moleong, Lexy. J. 1994. Pemuatan Usulan Penelitian 11. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moleong. 2004. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.
. 2010. Metodelogi penelitian kualitatif. (edisi refisi). Cetakan XXVII. Bandung :
Remaja Rosdakarya.

8
Nurhalimah, Praptantya, Donatianus BSE., Hasanah : Makna Simbolik Merah Putih pada
Makanan untuk Peringatan Bulan Saffar di Kalangan Etnis Madura di Desa Sungai Malaya

Munawar. 2003. Sejarah Konflik Antar Suku Di Kabupaten Sambas. Pontianak: Persada
Press.
Ni Wayan Sartini.2017.“Makna Simbolik Bahasa Ritual Pertanian Masyarakat Bali“ 07:02-
10. Diakses pada 21 Desember 2017 pukul 12:36
Ricoeur Paul. 2014. Teori Interpretasi. Jogjakarta : Ircisod
Saifuddin, Achmad Fedyani. 2005. Antropologi Kontemporer Suatu Pengantar Kritis
Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
. 2005. Antropologi Kontemporer Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sugiyono.2005. Memahami Penelitian Kualitatif Dilengkapi dengan Contoh Proposal Dan
Laporan Penelitian.Bandung: Cv. Alfabeta.
Syariah.2018. Madura dalam Perkawinan Dan Sistem Kekerabatan
http://syariah.uin-malang.ac.id/index.php/komunitas/blog-
fakultas/entry/madura-dalam-perkawinan-dan-sistem-kekerabatan-1 Diakses
Pada Tanggal 27 September Pukul 01:22
Wiyata, A. Latief. 2013. Mencari Madura. Jakarta : Bidik-Phronesis Publishing.

You might also like