You are on page 1of 19

PERAN BANK UMUM DALAM PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH

SEBAGAI PEMANTAUAN TRANSAKSI KEUANGAN YANG MENCURIGAKAN

Penulis:
Sigit Kusdiyanto (Universitas Islam Indonesia)
Rizma Drajad Siti Apriyanti (Universitas Islam Indonesia)
Widiami Ayu Karolina (Universitas Islam Indonesia)
Sylviana Aulia Kurnia Putri (Universitas Islam Indonesia)
Corresponding E-mail: 21213010@students.uii.ac.id

Abstract

This study aims to explain the regulation and application of the know your customer principle in
commercial banks and the efforts made by commercial banks in preventing and monitoring
suspicious financial transactions. The approach used by researchers is descriptive qualitative
through secondary data sources. The results of the study show that there are still many cases
related to suspicious financial transactions using banking facilities. Banks as financial institutions
are required to apply the know your customer principle. Banks as financial institutions are
required to apply the principle of knowing your customer with Customer Due Diligence or
Customer Due Diligence (CDD) to avoid various suspicious financial transaction practices. Know
Your Customer Principles in commercial banks can prevent suspicious financial transactions from
occurring, which must be fulfilled by the Bank, namely implementing Know Your Customer
Procedures as a manifestation of the bank's prudential principles. The Know Your Customer
Principle is a form of prevention so that the banking system is not misused as a means of money
laundering and cannot minimize the risks that arise. The purpose of applying the procedures is so
that the Bank can identify the characteristics and profiles of customers. If a suspicious financial
transaction occurs, the Bank has the right to report it to the competent authority, namely PPATK.
In order to achieve these objectives and legal certainty, the government is expected to provide
intensive and continuous outreach to the world of banking and the wider community.
Keywords: Know Your Customer Principle, Role of Public Bank, Suspicious Finance
Transactions

Abstrak

Penelitian itu bertujuan untuk menjelaskan pengaturan dan penerapan prinsip mengenal nasabah
pada bank umum serta upaya yang dilakukan bank umum dalam mencegah dan memantau transaksi
keuangan yang mencurigakan. Pendekatan yang digunakan peneliti adalah dengan deskriptif
kualitatif melalui sumber data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak
terjadinya kasus terkait transaksi keuangan mencurigakan dengan bank sebagai sarananya. Bank
sebagai lembaga keuangan wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah. Bank sebagai lembaga
keuangan wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah dengan uji tuntas nasabah atau Customer
Due Diligence (CDD) agar terhindar dari berbagai praktik transaksi keuangan yang mencurigakan.
Prinsip Mengenal Nasabah pada bank umum dapat mencegah transaksi keuangan yang
mencurigakan yang wajib dipenuhi oleh Bank yaitu melakukan Prosedur Know Your Customer
sebagai bentuk dari prinsip kehati-hatian bank. Know Your Customer Principle merupakan salah
satu bentuk pencegahan agar sistem perbankan tidak disalahgunakan untuk sarana kejahatan
pencucian uang dan tidak dapat meminimalisir risiko yang timbul. Penerapan prosedur memiliki
tujuan agar Bank dapat mengenali karakteristik dan profil nasabah. Apabila terdapat transaksi
keuangan yang mencurigakan maka Bank berhak melaporkan kepada pihak yang berwenang yaitu
PPATK. Agar tercapainya tujuan dan kepastian hukum, maka pemerintah diharapkan dapat
memberikan sosialisasi secara intensif dan berkesinambungan kepada sektor perbankan dan
masyarakat luas.
Kata Kunci: Peran Bank Umum, Prinsip Mengenal Nasabah, Transaksi Keuangan
Mencurigakan

PENDAHULUAN

Sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang mempunyai peran yang sangat penting
dalam perekonomian Indonesia. Hal itu dikarenakan, bank memegang fungsi Financial
Intermediary, yaitu sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Eksistensi
perbankan di era perekonomian modern ini yaitu lembaga keuangan yang dituntut mempunyai
kinerja yang bagus sebagai lembaga intermediasi, karena dengan itu bank akan mendapatkan suatu
kepercayaan dari masyarakat (agent of truth) (Bidari et al., 2020). Perbankan menyalurkan dana
kepada nasabah dalam bentuk kredit yang umumnya diikuti dengan jaminan yang diberikan oleh
nasabah, sehingga menyulitkan nasabah/pemohon pinjaman yang tidak dapat memberikan jaminan
untuk menerima dana dari bank. Seiring perkembangannya, Pemerintah telah mengubah undang-
undang pokok perbankan dengan undang-undang baru yang tidak lagi mensyaratkan adanya
jaminan materiel atau imateriel dalam pemberian kredit (Kalangkahan, 2019). Hal tersebut
dilakukan untuk membantu masyarakat dengan mudah mendapatkan modal serta untuk mendorong
pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi.
Perkembangan teknologi di bidang perbankan saat ini sangat pesat, meskipun dapat
memberikan manfaat kemudahan bagi nasabah bank, kemudahan itu juga dapat meningkatkan
risiko penggunaan teknologi untuk tujuan negatif seperti melakukan transaksi keuangan yang
mencurigakan, termasuk pencucian uang dan pendanaan terorisme. Berdasarkan data Laporan
Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) pada November 2022, jumlah LTKM yang
disampaikan pihak pelapor kepada PPATK mencapai 9.009 dan pelaporan bulan November 2022
mengalami kenaikan 11.5 persen dibandingkan bulan Oktober 2022 (M-to-M) (PPATK, 2022).
Kemudahan melakukan transaksi keuangan mencurigakan melalui sarana perbankan menyebabkan
sektor perbankan menjadi kondang di kalangan pelaku tindak pidana money laundering dan
pendanaan terorisme. Oleh sebab itu, sangat diperlukan produk hukum sebagai upaya pencegahan
terjadinya tindak pidana tersebut melalui sektor perbankan. Salah satu upaya pencegahan transaksi
keuangan mencurigakan yang dilakukan perbankan adalah dengan menerapkan prinsip mengenal
nasabah (know your customer principle). Bank diwajibkan menerapkan prinsip tersebut untuk
mengenali profil nasabah dan mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan dari nasabah
(Kalangkahan, 2019).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini mengambil judul
“Peran Bank Umum dalam Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagai Pemantauan Transaksi
Keuangan yang Mencurigakan” dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui dua hal: 1)
Pengaturan dan penerapan prinsip mengenal nasabah pada bank umum; dan 2) Upaya bank umum
dalam mencegah dan memantau transaksi keuangan yang mencurigakan.
Kerangka Penelitian

Peran Bank Umum


Bank umum merupakan sektor keuangan yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan juga berdasarkan prinsip Islam (syariah), yang dalam pelaksanaannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Otoritas Jasa Keuangan, 2019). Adapun
keterlibatan perbankan dalam kegiatan transaksi keuangan mencurigakan antara lain, dalam hal
penyimpanan uang hasil kejahatan dengan nama palsu, penukaran pecahan uang hasil perbuatan
ilegal, penyimpanan uang dalam bentuk tabungan/giro/deposito, penggunaan fasilitas transfer,
pengajuan permohonan kredit dengan jaminan uang yang disimpan pada bank yang bersangkutan,
pemalsuan dokumen-dokumen yang bekerja sama dengan oknum pejabat bank terkait, serta
melakukan pendirian atau pemanfaatan bank gelap (Manihuruk et al., 2020). Jika ada transaksi
mencurigakan pada nasabah di bank, bank menginformasikannya kepada PPATK untuk ditangani
secara langsung. Terdapat dua jenis transaksi yang wajib dilaporkan kepada PPATK yaitu pertama,
transaksi tunai, dimana nasabahnya akan dicurigai baik dalam negeri maupun luar negeri. Kedua,
transaksi mencurigakan dalam hal ini pihak bank akan mencurigai setiap transaksi yang dilakukan
oleh nasabahnya, apabila lewat dari transaksi yang biasa dilakukan oleh nasabahnya, maka langsung
dilaporkan kepada PPATK. Oleh karena itu, bank harus terlebih dahulu mengidentifikasi
nasabahnya untuk menghindari praktik pencucian uang dan transaksi keuangan mencurigakan
lainnya yang dilakukan oleh nasabah (Manihuruk et al., 2020).
Prinsip Mengenal Nasabah
Prinsip Mengenal Nasabah berarti prinsip perbankan yang digunakan untuk mengetahui
identitas/profil nasabah, pemantauan termasuk Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan
(Rozali, 2017). Mengenai penerapan Know Your Customer, Bank Indonesia menerbitkan Peraturan
Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your
Customer Principles) yang telah diubah berturut-turut menjadi Peraturan Perbankan Indonesia No.
3/23/PBI/2001 dan No. 21/05/2003 (Bank Indonesia, 2001). Dalam menerapkan prinsip mengenal
nasabah, bank wajib untuk mengidentifikasi nasabah, memantau ke rekening dan transaksi yang
digunakan nasabah,untuk mengenali transaksi keuangan yang mencurigakan dan yang terkait
didalam dokumentasi profil nasabah yang sekurang-kurangnya informasi pribadi, profesi , tingkat
pendapatan, memiliki rekening, aktivitas transaksi untuk tujuan normal dan pembukaan rekening
kepada nasabah (Kalangkahan, 2019).

Transaksi Keuangan yang Mencurigakan


Penerapan prinsip mengenal nasabah sangat penting dalam perbankan yang digunakan untuk
menjaga stabilitas kesehatan bank sehingga masyarakat terus percaya. Dalam konsep anti pencucian
uang, pelaku dan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana dapat diketahui melalui pelacakan,
setelah itu hasil tindak pidana tersebut disita oleh atau dikembalikan kepada yang berhak. Menurut
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Pasal (1) Ayat 5, transaksi keuangan mencurigakan adalah
transaksi keuangan yang berbeda dengan profil, karakteristik, atau transaksi yang biasa dilakukan
nasabah (UU No. 8 Tahun 2010). Untuk memastikan adanya unsur transaksi mencurigakan, PJK
maupun PJB harus menganalisa laporan yang dibuat untuk menemukan ada atau tidaknya unsur
transaksi keuangan yang mencurigakan. Maka, diperlukan identifikasi jenis-jenis transaksi
keuangan yang dimasukkan dalam kategori mencurigakan. Dengan begitu, Penyedia Jasa Keuangan
(PJK), Penyedia Barang dan/atau Jasa (PBJ) wajib melakukan Pelaporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan (PTKM) melalui sistem goAML Kepada Pusat Pelaporan dan Analisis (PPATK)
mengikuti pedoman pelaporan transaksi keuangan mencurigakan (Johannes, 2019).

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif


merupakan suatu metode penelitian yang memanfaatkan data kualitatif dan dijabarkan secara
deskriptif. Dikutip dari Fadli (2021), penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk menjelaskan,
menggambarkan, dan menjawab secara lebih rinci permasalahan yang akan diteliti. Penelitian ini
menggunakan metode studi literatur dengan menganalisis jurnal-jurnal yang relevan, informasi
melalui media elektronik berbasis web, hasil penelitian atau penulisan, dan sebagainya. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan sumber data sekunder dan teknik pengumpulan data melalui
literatur kepustakaan. Pemilihan data berdasarkan literatur dalam penelitian ini menitikberatkan
pada topik terkait dengan peran bank umum dalam menerapkan prinsip mengenal nasabah sebagai
bagian dari pemantauan terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan. Data-data yang diperoleh
akan dikompilasi, dianalisis, dan disimpulkan sehingga mendapatkan kesimpulan mengenai studi
literatur terkait materi penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Pengaturan dan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah pada Bank Umum
Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) terlebih dahulu
diperkenalkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan
Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles), terakhir diubah dengan PBI No.
5/21/PBI/2003 (Bank Indonesia, 2001). Prinsip mengenal nasabah dalam PBI merupakan
prinsip yang digunakan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi
nasabah, termasuk melaporkan transaksi yang mencurigakan. Ketentuan PBI ini dilaksanakan
berdasarkan kenyataan bahwa bank menghadapi berbagai risiko usaha dalam menjalankan
kegiatannya. Untuk mengurangi risiko usaha tersebut, bank wajib menerapkan prinsip kehati-
hatian dan salah satu penerapan prinsip kehati-hatian adalah dengan prinsip mengenal nasabah
untuk membantu melindungi reputasi dan integritas sistem perbankan dengan mencegah
penggunaan di dalam perbankan sebagai alat kejahatan keuangan (Pujianti, 2017).
Prinsip kehati-hatian (Prudential Banking Principles) dalam segala kegiatan sektor
perbankan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan perbankan yang sehat, dimana pada
akhirnya dapat menimbulkan dampak positif pada ekonomi secara makro. Di samping itu,
penerapan prinsip kehati-hatian harus diterapkan secara merata sehingga tidak hanya terkait
dengan penyaluran kredit, tetapi sejak awal Bank tersebut didirikan, penentuan manajemen
yang memenuhi uji kecukupan dan kelayakan (fit and proper test) tidak bersifat seremonial.
Penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principle) didasarkan pada
anggapan bahwa prinsip ini penting dalam rangka prudent banking untuk melindungi bank dari
berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah (Budiman & Supianto, 2020).
UU Nomor 7 Tahun 1992 Pasal 29 ayat (2) menyatakan bahwa, “Bank kewajiban
menjaga tingkat stabilitas bank di bawah aturan solvabilitas, kualitas aset, kualitas manajemen,
likuiditas, profitabilitas, solvabilitas, dan aspek lainnya terkait dengan bank dan wajib untuk
melakukan bisnis sesuai asas stabilitas operasional” (UU No. 7 Tahun 1992, pasal 29, ayat 2).
Ketentuan ini diberikan penjelasan bahwa bank wajib memiliki dan mengimplementasikan
sistem tersebut untuk memastikan pengendalian internal pelaksanaan proses pengambilan
keputusan dalam pengelolaan bank yang tepat prinsip kehati-hatian. Dalam penerapan prinsip
kehati-hatian lebih terletak pada wilayah penerapannya. Upaya menjaga stabilitas perbankan
dalam praktiknya tercermin dalam penyaluran kredit perbankan misalnya. Salah satu
pengaturan sebagai wujud penerapan prinsip kehati-hatian oleh bank adalah penerapan Batas
Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), karena pemberian kredit atau pemberian kredit itu
sendiri mengandung risiko seperti insolvensi atau kebangkrutan yang sangat merugikan bank
(Kalangkahan, 2019). Adapun kewajiban bank terkait dengan prinsip mengenal nasabah
tercantum dalam kebijakan perbankan. Kebijakan yang dimaksud adalah:
1. Kebijakan dalam menerima nasabah
2. Kebijakan dan langkah mengidentifikasi nasabah
3. Kebijakan dan mekanisme pemantauanterkait rekening dan transaksi nasabah, termasuk
transaksi keuangan yang mencurigakan
4. Kebijakan dan metode manajemen risiko
Kebijakan mengidentifikasi nasabah diatur oleh bank yang memilikinya. Nasabah sebagai
pengguna jasa perbankan baik untuk klien secara pribadi, juga untuk dokumen yang terkait
dengan nasabah. Kebijakan identifikasi ini tidak terbatas pada kesadaran nasabah, tetapi
mereka juga harus monitoring ke rekening nasabah. Kebijakan prosedur dan pemantauan
rekening dan transaksi nasabah dikelola oleh bank dengan mendokumentasikan dan
memperbarui dokumen catatan nasabah. Dalam hal ini, bank harus memiliki sistem informasi
yang dapat mengidentifikasi, menganalisis, dan memantau laporan transaksi. Kebijakan terkait
dengan manajemen risiko adalah sebuah kebijakan yang dilakukan oleh bank yang meliputi
pengawasan manajemen bank (kontrol administratif), delegasi kewenangan, pemisahan tugas,
sistem pengendalian internal, dan audit internal pelaksanaan program pelatihan karyawan
terutama nasabah. Selain itu, bank wajib menunjuk perwakilan khusus yang bertanggung jawab
untuk menangani nasabah yang memiliki risiko tinggi, termasuk administrasi dan transaksi
yang dapat diklasifikasikan sebagai transaksi yang mencurigakan (Pujianti, 2017).
Penyempurnaan Undang-Undang dan PBI terkait money laundering dan know your customer
principles terus dilakukan agar terus berkembang. Hal ini untuk mencegah Indonesia menjadi
tempat pencucian uang dan tetap berada di antara negara-negara yang bekerja sama sehingga
Indonesia dapat dipercaya oleh masyarakat internasional dalam transaksi keuangan. Penerapan
program anti pencucian uang dimulai dengan pengembangan kebijakan dan praktik standar
yang mendukung program prinsip mengenal nasabah.
Pedoman standar yang dibuat oleh Bank Indonesia untuk penerapan prinsip mengenal
nasabah adalah “kenali nasabah” dan sekurang-kurangnya mencakup prinsip penerimaan dan
proses mengidentifikasi calon nasabah, pengelolaan rekening dan transaksi nasabah serta
praktik risk management. Surat Keterangan tersebut juga mewajibkan setiap bank untuk
membentuk satuan tugas khusus anti money laundering dan pencegahan terrorism financing,
yaitu Unit Kerja Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (UKPN). Dalam melaksanakan tugas-
tugasnya, unit tersebut wajib melakukan pelaporan dan langsung bertanggung jawab pada
Direktur Kepatuhan. Di samping itu, UKPN juga memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengkoordinasi unit kerja fungsional di bawahnya yang mencakup cabang-cabang termasuk
seluruh kantor di bawahnya serta unit kerja fungsional kantor pusat dalam pelaksanaan
program tersebut di atas, karena satuan kerja fungsional merupakan satuan kerja lini pertama
yang dimiliki bank sebagai upaya melindungi dari pencucian uang dan pendanaan terorisme
(Isa et al., 2017). Satuan kerja fungsional harus memastikan terselenggaranya pengendalian
internal berfungsi dengan baik, tepat dan efisien serta memastikan seluruh pegawai satuan
kerja fungsional telah mendapatkan pelatihan yang cukup sehingga setiap pegawai memiliki
pemahaman yang sama tentang pencucian uang dan pendanaan terorisme. Berikut ini langkah-
langkah yang diambil bank untuk menghindari dari terjadinya money laundering, antara lain
dalam penerapan program APU PPT, BPR dan BPRS harus memiliki ketentuan serta tata cara
tersurat yang melingkupi setidaknya beberapa hal berikut, antara lain menjalankan CDD yang
terdiri dari mengetahui informasi dan dokumen, pemeriksaan berkas, pengkinian & pelacakan,
manajemen dokumen, transfer dana, inisiasi hubungan dan penolakan transaksi, peraturan
tentang Beneficial Owner, peraturan tentang area risiko dan PEP, penerapan CDD yang lebih
sederhana, serta penerapan CDD oleh pihak ketiga (Malakoutikhah, 2020).
PBI mewajibkan semua bank untuk menerapkan Know Your Customer Principles.
Kewajiban tersebut dalam segala hal tentunya berkaitan dengan nasabah itu sendiri, karena
prinsip mengenal nasabah mewajibkan bank untuk lebih mengenal dan memahami profil
nasabahnya. Prinsip mengenal nasabah akan terpenuhi jika nasabah bekerja sama dengan bank
masing-masing, dalam hal ini prinsip mengenal nasabah harus dilaksanakan secara bersama-
sama antara bank dengan nasabahnya. Oleh karena itu, pihak bank harus menyosilisasikan
dengan sangat jelas bahwa ketentuan ini tidak menghalagi prinsip mengenal nasabah.
Adapun elemen-elemen dalam prinsip Know Your Customer antara lain:
1. Prosedur dalam menerima nasabah
Bank memiliki kebijakan dan prosedur akseptasi penerimaan nasabah, termasuk
pejelasan tentang jenis nasabah yang dilarang membuka rekening di bank. Bank
menyarankan untuk mempertimbangkan latar belakang , negara asal, status nasabah, dan
bisnis yang dimiliki nasabah. Bank juga menganjurkan untuk melakukan studi uji tuntas
yang lebih komprehensif untuk nasabah yang tergolong berisiko tinggi (high-risk
customer) (Nobanee & Ellili, 2017). Sebagai contoh, jika membuka rekening yang
dilakukan oleh pihak petugas yang memegang jabatan tinggi maka mendapatkan perhatian
khusus karena sumber dana yang disimpan dalam rekening bank merupakan hasil korupsi.
2. Mengidentifikasi nasabah
Sifat nasabah sebagai pengguna jasa perbankan sedemikian rupa sehingga bank
harus memiliki sistem prosedur yang digunakan untuk memverifikasi identitas nasabah dan
tidak memiliki hubungan dagang dengan nasabah yang tidak memiliki identitas. Dalam hal
ini, bank tidak dapat menerima pembukaan rekening anonim. Perhatian khusus diberikan
kepada nasabah asing untuk dilakukan pendataan dengan meminta keterangan berdasarkan
nasabah mengapa membuka rekening pada daerah negara yang berbeda Terkait dengan
nasabah yang berbentuk hukum, bank harus melakukan verifikasi anggaran perusahaan
agar memenuhi persyaratan untuk mengidentifikasi nasabah.
3. Monitoring
Pemantauan nasabah dilakukan terus menerus terhadap transaksi pada rekening dan
transaksi yang dianggap mencurigakan sehingga dapat berisiko tinggi. Bank dalam
mengawasi dapat dijalankan dengan efektif jika bank dapat memahami operasi normal dari
rekening nasabah. Dalam hal ini jika bank tidak melakukan pemantauan maka bank akan
melaporkan pada pihak yang berwenang apabila terjadi transaksi yang mencurigakan. Saat
pemantauan nasabah, bank harus memverifikasi dokumen atau mencatat transaksi nasabah,
baik domestik ataupun internasional minimal 5 tahun setelah rekening ditutup oleh bank.
4. Pelaporan
Dalam hal ini, jika pihak bank mencurigai uang yang terdapat didalam rekening
nasabah maka pihak bank wajib melaporkan kepada yang berwajib. Untuk pelaporan ini,
FATF menyebutkan adanya perlindungan hukum bagi bank untuk melaporkan kasus yang
mencurigakan (Salami, 2018). Perlindungan hukum ini berupa perlindungan terhadap
pertanggungjawaban pidana, meski bank tidak mengetahui terhadap kecurigaan yang benar
terjadi. Dengan demikian, rekomendasi tentang proteksi aturan sepertinya masih sebagai
hambatan yang dapat dilakukan pada Indonesia mengingat Rancangan UU tentang
Pemberantasan Pencucian Uang pada pembahasan oleh DPR maka aktivitas pembersihan
uang tidak ditetapkan sebagai kejahatan. Terkait pada perkara dalam melaporan dan
ketentuan rahasia bank merupakan tentang rekomendasi FATF agar bank tidak
menginformasikan terhadap nasabah yang bersangkutan terhadap adanya transaksi yang
mencurigakan (Ketut, 2017).
5. Manajemen Risiko
Komitmen yang dimiliki pihak bank untuk melaksanakan prinsip Know Your
Customer agar dapat dilaksanakan secara efektif. Dengan demikian, hal-hal yang dapat
dilakukan oleh pihak bank sebagai berikut :
a. Memilih seorang pejabat tinggi yang dapat bertanggung jawab terhadap kebijakan
dan mekanisme Know Your Customer di dalam bank yang sesuai dengan
menggunakan ketentuan dalam perbankan yang berlaku. Bank perlu mempunyai
mekanisme Know Your Customer secara jelas dapat berkomunikasi kepada staf dan
karyawan serta rekan kerja untuk melaporkan transaksi yang dianggap
mencurigakan.
b. Melaksanakan pembinaan terhadap pejabat dan karyawan bank tentang Know Your
Customer.
c. Membentuk audit dan compliance untuk melaksanakan evaluasi terhadap efektivitas
kebijakan dan mekanisme Know Your Customer.
Berkembangnya industri perbankan yang diikuti dengan perkembangan produk serta
layanan khusus untuk nasabahnya dengan penggunaan teknologi informasi, risiko bank terkait
money laundering dan terrorism financing meningkat. Peraturan Bank Indonesia terkait
penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principles) saat ini perlu
diselaraskan dengan berdasarkan pada standar internasional yang lebih luas untuk mendukung
pencegahan money laundering dan terrorism financing. Penyesuaian peraturan tersebut antara
lain mencakup penggunaan istilah Customer Due Diligence (CDD) dalam rekognisi, verifikasi,
dan pemantauan terkait rekening dan transaksi nasabah, penggunaan istilah Enhanced Due
Diligence (EDD) untuk implementasi CDD yang lebih menyeluruh dalam kaitannya dengan
BPR ketika berhadapan dengan nasabah yang berisiko tinggi, termasuk politically exposed
person, pengaturan mengenai pencegahan pendanaan terorisme, transfer dana atau pengaturan
untuk transfer dana (Malakoutikhah, 2020).

B. Upaya Bank Umum dalam Mencegah dan Memantau Transaksi Keuangan Yang
Mencurigakan
Tindakan money laundering dan terrorism financing yang menggunakan manfaat
lembaga keuangan sangat marak terjadi. Melihat hal itu, dibutuhkan perhatian dan kerja sama
dari pihak-pihak bersangkutan dalam melakukan tindakan mencegah dan memberantas
tindakan yang dimaksud. Di samping itu, perkembangan produk dan teknologi informasi Bank
yang bertambah kompleks dapat membuka kesempatan semakin tinggi terutama para pelaku
tindak kejahatan untuk menyalahgunakan produk dan sarana perbankan dalam membantu
tindakan kejahatannya. Dalam hal ini, dibutuhkan sekali peranan dan kerja sama industri
perbankan dengan pihak terkait untuk menegakkan hukum dalam pencegahan tindakan money
laundering dan terrorism financing (Novitiyaningsih & Nasution, 2019).
Prinsip mengenal nasabah merupakan prinsip yang diterapkan oleh suatu Bank dengan
tujuan untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan terkait transaksi nasabah
termasuk juga pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan. Prinsip mengenal nasabah
menjadi kewajiban suatu Bank yang harus diterapkan. Ketentuan-ketentuan mengenai Know
Your Customer Principle yang diterbitkan oleh lembaga pengawas setiap Bank merupakan
suatu instrumen yang dimanfaatkan Bank terhadap para nasabah. Kewajiban Bank sendiri
bersamaan dengan prinsip tersebut dicantumkan dalam beberapa kebijakan Bank yang berlaku
(Rozali, 2017). Kebijakan yang dimaksudkan yaitu:
1. Menentukan kebijakan-kebijakan dalam menerima calon nasabah;
2. Menentukan prosedur dan kebijakan dalam proses identifikasi nasabah;
3. Menentukan proseedur dan kebijakan dalam memantau terhadap rekening nasabah dan
transaksi yang dilakukan oleh nasabah;
4. Menetapkan kebijakan dan prosedur tentang manajemen risiko yang terkait dengan Know
Your Customer Principle;
5. Menciptakan unit kerja khusus yang bertanggung jawab kepada Direktur Kepatuhan atas
pelaksanaan Know Your Customer Principle;
6. Melakukan pelaporan terkait transsaksi keuangan yang mencurigakan (Suspicious
Transaction) kepada Bank Central (BI) paling lambat tujuh hari kerja setelah diketahui
oleh pihak bank.
Penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principle) yang dilakukan
oleh Bank begitu penting untuk melakukan pencegahan penyalahgunaan Bank sebagai
penunjang tindak pidana money laundering dan tindak pidana terkait lainnya. Oleh karena itu,
penerapan prinsip mengenal nasabah yang tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia menjadi
bagian penting dalam berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang yang telah mendapat peraturannya dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2022 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 (UU
No.25 Tahun 2003).
Transaksi keuangan yang mencurigakan menurut Rozali (2017) dapat digolongkan
menjadi berbagai macam, antara lain:
1. Transaksi yang menggunakan pola transaksi tunai
a. Penyetoran tunai dalam jumlah yang besar yang dilakukan oleh individu atau
perusahaan yang terlibat dalam beberapa kegiatan bisnis dan biasa dilaksanakan
dengan cek atau sarana non tunai lainnya.
b. Setor tunai yang memakai slip-slip setoran kecil sehingga jumlah total setoran
terhitung cukup besar.
c. Penggunaan rekening perusahaan yang biasanya dilakukan secara cek atau sarana non
tunai lainnya namun dilakukan secara tunai.
d. Setoran tunai guna menyelesaikan transfer, tagihan, atau instrumen pasar uang yang
lain.
2. Transaksi keuangan mencurigakan yang memanfaatkan rekening Bank.
a. Memelihara rekening atas nama pihak keitga yang tidak sesuai dengan bentuk usaha
nasabah.
b. Setoran cash yang dapat dikatakan kecil di banyak rekening yang dipegang oleh
nasabah, sehingga keseluruhan simpanan relatif besar.
c. Penarikan atau penyetoran dana dalam jumlah yang besar dari rekening sesorang atau
sebuah perusahaan yang tidak dapat diterima atau tidak relevan dengan usaha bisnis
nasabah.
d. Memberi keterangan yang sulit untuk dibuktikan atau membutuhkan biaya yang sangat
tinggi bagi Bank untuk membuktikannya.
3. Transaksi mencurigakan yang berhubungan dengan investasi.
a. Pembelian surat berharga untuk disimpan di Bank sebagai kustodian, yang seharusnya
tidak cukup mengingat kredibilitas atau kemampuan financial customer.
b. Transfer kredit atau Back to Back Deposit antara Bank dengan cabangnya, associated
company atau lembaga keuangan di negara lain yang dikenal sebagai negara tempat
berlangsungnya perdagangan narkoba.
c. Penuntutan nasabah kepada jasa pengelolaan investasi dengan sumber dana investasi
yang tidak pasti atau tidak sesuai dengan kredibilitas (kemampuan financial
customer).
d. Investor yang diperkenalkan oleh Bank di negara lain, perusahaan terkait, atau
investor lain dari negara yang diketahui memproduksi atau menjual obat-obatan
sejenis narkoba.
4. Transaksi mencurigakan melalui aktivitas Bank luar negeri.
a. Pengenalan nasabah melalui kantor cabang di luar negeri, associated company, atau
bank lain yang berkedudukan di negara yang dianggap sebagai lokasi perdagangan
bahkan perdagangan narkoba atau narkotika.
b. Penggunaan Letter of Credit (L/C) dan instrumen perdagangan yang lain untuk
instumen perdagangan di luar negeri agar dapat memindahkan dana antar negara yang
transaksinya tidak sejalan dengan kegiatan usaha bisnis seorang nasabah.
c. Melakukan pengiriman atau menerima transfer pelanggan dalam jumlah yang besar ke
atau dari negara yang diduga berhubungan dengan produksi, pemrosesan, dan/atau
pendistribusian serta penjualan obat-obatan trerlarang dan kegiatan terorisme.
5. Transaksi mencurigakan yang melibatkan karyawan Bank atau agen Bank.
a. Kenaikan yang signifikan terkait aset pegawai dan agen Bank tanpa keterangan yang
menjanjikan.
b. Transaction relationship oleh entitas yang tak memiliki bekal dengan pengetahuan
yang memadai tentang penerima terakhir.
6. Transaksi keuangan mencurigakan yang melalui kegiatan pinjam-meminjam.
a. Kegiatan melunasi pinjaman bermasalah yang tak terkira.
b. Permintaan fasilitas pinjaman dengan agunan yang sumbernya tidak terbukti dari harta
yang dipinjamkan atau tidak sinkron dengan kredibilitas atau kemampuan financial
customer.
c. Permohonan nasabah kepada Bank untuk memberikan sarana pembiayaan di mana
posri dana dari nasabah dalam fasilitas yang diinginkan tidak jelas dari mana sumber
dana porsi nasabah sendiri dalam fasilitas tersebut tidak dapat dipastikan, terutama
apabila berhubungan dengan properti (Fadila et al., 2021).
Indonesia lebih mengenal pencucian uang semenjak dikategorikan ke dalam Non-
Cooperative Countries and Territories (NCCT) tahun 2021 untuk pertama kalinya oleh FATF.
Pada akhirnya dengan 14 negara yang lain, mereka mendorong hukum dan otoritas moneter di
Indonesia untuk bereaksi positif sesegera mungkin (Waluyo, 2017). Dua tindakan yang
dilakukan Indonesia untuk dikeluarkan dari daftar hitam tersebut, yaitu:
1. Inisiatif Bank Indonesia dalam pengeluaran regulasi Prinsip Mengenal Nasabah dengan
berlandaskan pada Peraturan terkait dari Bank Indonesia atau PBI
Berdasarkan rekomendasi dari Financial Action Task Force (FATF) dan Basle
Committee on Banking Supervision, setiap negara harus memiliki undang-undang yang
mengatur tentang pencucian uang (money laundering). Selain itu, komite Basle juga
menyarankan agar sistem perbankan tidak digunakan sebagai sarana untuk melakukan
kejahatan atau pencucian uang. Oleh karena itu, sebaiknya bank menerapkan prinsip
mengenal nasabah (Know Your Customer) dengan baik, dan memiliki sistem pelaporan
yang memadai. Menurut Peraturan Bank Indonesia tentang Know Your Customer (PBI
KYC), bank diwajibkan untuk menerapkan prinsip tersebut. Menurut Waluyo (2017),
prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengenali
identitas nasabah, mengawasi semua kegiatan transaksi nasabah yang termasuk pelaporan
transaksi keuangan yang mencurigakan. Selain untuk meminimalisir risiko, prinsip ini juga
bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan bank sebagai sarana untuk melakukan kejahatan
atau pencucian uang oleh nasabah bank. Tindakan pemerintah mengeluarkan Undang-
Undang pemberantasan tindak pidana pencucian uang
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 pada tanggal 17
April 2022 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU Nomor 15 Tahun 2002) yang
selanjutnya disebut dengan UU TPU (Waluyo, 2017). Adapun pokok-pokok yang diatur
dalam UU TPU tersebut antara lain:
a. Aturan untuk operasi pencucian uang.
b. Tindakan pencucian uang adalah proses menyembunyikan atau mengelabui asal-usul
dari uang yang diperoleh dari kegiatan kejahatan atau tindak pidana (predicate
crimen/offence) dengan cara mencampurkannya dengan uang yang diperoleh dari
sumber yang legal. Beberapa contoh tindak pidana yang menjadi sumber pencucian
uang adalah korupsi, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja,
penyelundupan imigran, penyuapan, narkotika, perbankan, perdagangan budak,
pencurian, terorisme, penipuan, psikotropika, penculikan, dan penggelapan.
c. Pelaku tindak pidana pencucian uang dikenakan denda dengan batas minimal lima
tahun penjara dan paling lama lima belas tahun penjara dengan denda paling sedikit
Rp 5.000.000.000,00 dan paling banyak Rp 15.000.000.000,00.
d. Lembaga keuangan, seperti bank, diwajibkan untuk melaporkan transaksi keuangan
yang mencurigakan kepada otoritas yang relevan, jika nilainya setara dengan atau
lebih dari Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dalam satu kali transaksi atau
beberapa kali transaksi dalam satu hari kerja, atau jika dilakukan secara tunai.
Laporan ini merupakan bagian dari upaya untuk mencegah dan mengurangi risiko
terjadinya pencucian uang.
e. Dibentuknya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang biasa
disingkat dengan KPTPPU.
f. Nasabah deposan (pribadi atau koperasi) wajib untuk menyampaikan identitas secara
benar dan lengkap termasuk bagi nasabah bank, reksa dana, dan perusahaan efek.
g. Diberikannya perlindungan untuk pelapor dan para saksinya.

Dalam dunia internasional, PPATK lebih dikenal dengan nama Financial Intelligence
Unit (FIU). PPATK memiliki fungsi yang penting dalam penerapan prinsip Customer Due
Diligence (CDD) oleh perbankan, karena PPATK adalah lembaga di mana bank dapat
melaporkan hasil dari Customer Due Diligence (CDD) yang perlu ditindaklanjuti (Johannes,
2019). PPATK memiliki kepanjangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
didirikan untuk menangani masalah tindak pidana pencucian uang. Selain itu, juga sebagai
lembaga permanen yang dikhususkan untuk menangani masalah tindak pidana pencucian uang.
PPATK ini yaitu salah satu infrastruktur paling penting di dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak kejahatan pencucian uang.
Sementara tugas dari Otoritas Pencucian Uang (PPATK) adalah:
1. Mengumpulkan, menghimpun, dan menyimpan informasi mengenai transaksi keuangan
yang mencurigakan.
2. Melakukan analisa terhadap informasi yang didapatkan.
3. Melakukan evaluasi terhadap informasi yang didapatkan berdasarkan Undang-Undang.
4. Menginformasikan, membuat laporan transaksi keuangan yang mencurigakan kepada
instansi yang berwenang.
5. Memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang terkait dengan
informasi yang diperoleh mengenai transaksi keuangan yang mencurigakan.
6. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai tindakan-tindakan yang dapat
dilakukan untuk mencegah dan mengatasi pencucian uang.
7. Melaporkan hasil analisa terhadap transaksi keuangan yang terdeteksi mengandung tindak
pidana pencucian uang kepada Kepolisian untuk kepentingan penyidikan dan kejaksaan
untuk kepentingan penuntutan.
8. Melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk mencegah dan
mengurangi risiko terjadinya pencucian uang.
9. Membuat dan menyampaikan laporan berkala mengenai analisa transaksi keuangan dan
tindakan lainnya kepada Presiden, DPR, dan lembaga lain yang memiliki kewenangan
untuk melakukan pengawasan bagi Penyedia Jasa Keuangan (PJK).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan


Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 8 Tahun 2010), Pasal 23 Ayat (1)
disebutkan bahwa Penyedia Jasa Keuangan (PJK) diwajibkan untuk menyampaikan laporan
kepada PPATK yang meliputi:
1. Transaksi keuangan yang mencurigakan.
2. Transaksi keuangan secara tunai dengan batas minimal Rp 500.000.000,00 atau dalam
valuta asing yang bernilai setara, yang dilakukan satu kali transaksi ataupun dalam
beberapa kali transaksi dalam 1 hari kerja.
3. Transaksi keuangan transfer dana ke luar negeri atau dari luar negeri.

Dengan adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 12/POJK.01/2017


tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di
Sektor Jasa Keuangan, maka Bank diwajibkan untuk menerapkan prinsip CDD (Customer Due
Diligence) dan EDD (Enhanced Due Diligence) demi mencegah tindak pidana pencucian uang
(POJK Nomor 12, 2017). Penerapan kedua prinsip tersebut harus sesuai dengan peraturan yang
tertera dalam hukum perbankan yang berlaku di Indonesia maupun berdasarkan dengan
ketentuan internal yang dibuat oleh pihak bank sendiri (self regulatory banking) dalam
menjalankan kegiatan operasional yang tetap mengacu pada prinsip kehati-hatian atau aturan
yang lebih tinggi. Pihak Bank juga diwajibkan untuk melakukan identifikasi, penilaian, serta
memahami risiko tindak pidana money laundering dan/atau tindak pidana terrorism financing
terkait dengan nasabah, negara maupun area geografis, produk, jasa, jaringan atau transaksi
penyaluran, juga kewajiban pihak Bank untuk:
1. Melakukan dokumentasi pada kegiatan menilai risiko nasabah;
2. Mempertimbangkan segala penyebab risiko yang selaras sebelum menetapkan tingkat
keseluruhan risiko, serta jenis dan tingkat mitigasi risiko yang memadai untuk diterapkan;
3. Melakukan pengkinian penilaian risiko secara rutin;
4. Mempunyai tata cara yang memadai terkait penyajian informasi penilaian risiko pada
instansi lainnya yang berwenang.

Selain tersebut di atas, pihak Bank juga mempunyai kewajiban untuk melakukan
identifikasi serta menilai risiko tindak pidana money laundering dan/atau tindak pidana
terrorism financing yang berkaitan dengan pemekaran produk dan praktik usaha yang baru,
termasuk tata cara pendistribusian serta pemakaian technology yang baru atau pemekaran
technology untuk sebuah produk yang baru maupun yang tersedia sebelumnya. Bank juga wajib
melakukan pantauan secara rutin terhadap hubungan nasbah dengan usaha dengan, yaitu
dengan memantau transaksi nasabah untuk validasi jika transaksi yang dilakukan selaras
dengan pemahaman Bank atas nasabah, kegiatan sebuah usaha dan profil risiko nasabah
termasuk sumber dana yang diperoleh nasabah. Apabila terdeteksi transaksi yang tidak selaras
dengan profil seorang nasabah, maka kewajiban bank untuk menganalisa terhadap nasabah
tersebut.
Untuk mendukung dan menjalankan pencegahan serta pemberantasan tindak pidana
pencucian uang, suatu Bank harus mempunyai sistem informasi yang dapat melakukan
identifikasi, menganalisa, melakukan pantauan, dan menyajikan informasi yang efektif terkait
ciri-ciri transaksi yang dilakukan oleh nasabah. Bank diwajibkan untuk mempunyai profil
nasabah secara sistematis (single customer identification file). Profil nasabah yang diperbaharui
oleh Bank meliputi beberapa aspek, yaitu: identitas nasabah, informasi profil dan dokumen-
dokumen pendukung yang meliputi (pekerjaan atau bidang usaha, rekening yang dimilki,
jumlah penghasilan, tujuan pembukaan rekening nasabah, dan aktivitas transaksi normal).

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip mengenal
nasabah untuk pertama kali diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 3/10/PBI/2001
tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) sebagaimana
terakhir diubah dengan PBI No. 5/21/PBI/2003. Peraturan Bank Indonesia terkait prinsip mengenal
nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengidentifikasi identitas nasabah,
memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan
yang di mana mungkin saja Bank akan menimbulkan risiko dalam menjalankan sebuah usaha.
Peraturan Bank Indonesia mewajibkan bank untuk menerapkan prinsip mengenal nasabah dalam
segala transaksi yang tentunya berkaitan dengan nasabah itu sendiri, karena prinsip mengenal
nasabah mewajibkan pihak bank lebih mengenal, mengetahui profil nasabahnya, bahkan harus
meminta informasi yang sangat pribadi dari nasabah tersebut. Peraturan Bank Indonesia dalam
penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principles) yang selama ini diterapkan
perlu disesuaikan dengan mengacu pada standar internasional yang lebih komprehensif.
Saran yang diberikan oleh penulis dalam upaya Bank Umum dalam mencegah dan
memantau transaksi keuangan yang mencurigakan dengan acuan jurnal yaitu: 1) Bank harus
menerima identitas dan informasi yang benar dari nasabah; 2) Tidak menerima dana nasabah yang
tidak diketahui secara jelas asal-usulnya; 3) Menganjurkan pada nasabah untuk tidak menyimpan
dana orang lain pada rekening yang dimilikinya. Selain tersebut di atas, pihak bank juga
mempunyai kewajiban untuk melakukan identifikasi serta melakukan penilaian risiko terhadap
tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana pendanaan terorisme sehubungan dengan
pengembangan produk dan metode bisnis baru, termasuk teknologi baru atau mekanisme distribusi
dan penggunaan teknologi untuk pengembangan produk yang baru dan/atau produk yang sudah ada.
Batasan dalam penelitian ini adalah penulis hanya sekadar melakukan pendekatan deskriptif
kualitatif terhadap Peran Bank Umum Dalam Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Sebagai
Pemantauan Transaksi Keuangan yang Mencurigakan, sehingga mungkin hasil penelitian ini masih
kurang menggambarkan upaya pencegahan Bank dalam tindakan transaksi mencurigakan.
REFERENSI

Bank Indonesia. (2001). Peraturan Bank Indonesia No 3/10/PBI/2001 Tentang Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles). 1998, 1–37.
Bidari, A. S., Simangunsong, F., & Siska, K. (2020). Sektor Perbankan di Covid-19. Jurnal Pro
Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik, 9(1), 1–9.
https://doi.org/10.55129/jph.v9i1.1129
Budiman, N. T., & Supianto. (2020). Penerapan Kebijakan Tentang Prinsip Kehati-Hatian dalam
Pemberian Kredit Perbankan. Widya Yuridika: Jurnal Hukum, 3(2), 327.
https://doi.org/10.31328/wy.v3i2.1703
Fadila, I. Z., Sugiri, B., & Wisnuwardhani, D. A. (2021). The Obligation of Notary To Report
Suspicious Financial Transactions Based on the Value of the Transaction. Jurisdictie, 11(2),
202–236. https://doi.org/10.18860/j.v11i2.10099
Fadli, M. R. (2021). Memahami Desain Metode Penelitian Kualitatif. Humanika, 21(1), 33–54.
https://doi.org/10.21831/hum.v21i1.38075
Isa, Y. M., Sanusi, Z. M., Haniff, M. N., & Barnes, P. A. (2017). Money Laundering Risk: From the
Bankers’ and Regulators Perspectives. Procedia Economics and Finance, 28(April), 7–13.
https://doi.org/10.1016/s2212-5671(15)01075-8
Johannes, E. P. (2019). Customer Due Diligence dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang
Melalui Lembaga Perbankan. Law Review, XIX(1), 5–10.
Kalangkahan, M. (2019). Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dalam Transaksi Perbankan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Lex Privatum, VII(2), 163–170.
Ketut, A. (2017). Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Oleh Bank dalam Rangka
Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Malakoutikhah, Z. (2020). Financial Exclusion as a Consequence of Counter-Terrorism Financing.
Journal of Financial Crime, 27(2), 663–682. https://doi.org/10.1108/JFC-09-2019-0121
Manihuruk, P. J., Eddy, T., & Fauzi, A. (2020). Peran Perbankan Dalam Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Nasabah. Journal of
Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), 3(2), 325–332.
https://doi.org/10.34007/jehss.v3i2.259
Nobanee, H., & Ellili, N. (2017). Anti Money Laundering Disclosures and Banks Performance.
Journal of Financial Crime Iss, 5(1), 39–44. http://dx.doi.org/10.1108/eb025814%5Cnhttp://
Novitiyaningsih, L. E., & Nasution, K. (2019). Prinsip Mengenal Nasabah Pada Bank Umum
Dalam Mencegah. Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune, 2, 56–65.
Otoritas Jasa Keuangan. (2019). Kegiatan Usaha Bank Umum.
https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/Pages/Bank-Umum.aspx
POJK Nomor 12. (2017). Penjelasan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
12/POJK.01/2017 Tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan. 1–14.
PPATK. (2022). Buletin Statistik: Anti Pencucian Uang & Pencegahan Pendanaan Terorisme
(APUPPT). ISSN:89997, 153.
Pujianti, D. A. (2017). Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah ( Know Your Customer Principles )
Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang.
Rozali, A. (2017). Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle) Dalam Praktik
Perbankan. Ejournal STHB, 24(1), 298–307.
Salami, I. (2018). Terrorism Financing with Virtual Currencies: Can Regulatory Technology
Solutions Combat this? Studies in Conflict and Terrorism, 41(12), 968–989.
https://doi.org/10.1080/1057610X.2017.1365464
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dan ditambahakan ke dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. 70.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
file:///C:/Users/USER/Downloads/UU Nomor 15 Tahun 2002.pdf
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang. 1, 5–7.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. 4, 147–173.
Waluyo, E. (2017). Upaya Memerangi Tindakan Pencucian Uang (Money Laundring) Di Indonesia.
Jurnal Dinamika Hukum, 9(3), 237–246. https://doi.org/10.20884/1.jdh.2009.9.3.235

You might also like