Professional Documents
Culture Documents
Epaper EKYC KELOMPOK 2
Epaper EKYC KELOMPOK 2
Penulis:
Sigit Kusdiyanto (Universitas Islam Indonesia)
Rizma Drajad Siti Apriyanti (Universitas Islam Indonesia)
Widiami Ayu Karolina (Universitas Islam Indonesia)
Sylviana Aulia Kurnia Putri (Universitas Islam Indonesia)
Corresponding E-mail: 21213010@students.uii.ac.id
Abstract
This study aims to explain the regulation and application of the know your customer principle in
commercial banks and the efforts made by commercial banks in preventing and monitoring
suspicious financial transactions. The approach used by researchers is descriptive qualitative
through secondary data sources. The results of the study show that there are still many cases
related to suspicious financial transactions using banking facilities. Banks as financial institutions
are required to apply the know your customer principle. Banks as financial institutions are
required to apply the principle of knowing your customer with Customer Due Diligence or
Customer Due Diligence (CDD) to avoid various suspicious financial transaction practices. Know
Your Customer Principles in commercial banks can prevent suspicious financial transactions from
occurring, which must be fulfilled by the Bank, namely implementing Know Your Customer
Procedures as a manifestation of the bank's prudential principles. The Know Your Customer
Principle is a form of prevention so that the banking system is not misused as a means of money
laundering and cannot minimize the risks that arise. The purpose of applying the procedures is so
that the Bank can identify the characteristics and profiles of customers. If a suspicious financial
transaction occurs, the Bank has the right to report it to the competent authority, namely PPATK.
In order to achieve these objectives and legal certainty, the government is expected to provide
intensive and continuous outreach to the world of banking and the wider community.
Keywords: Know Your Customer Principle, Role of Public Bank, Suspicious Finance
Transactions
Abstrak
Penelitian itu bertujuan untuk menjelaskan pengaturan dan penerapan prinsip mengenal nasabah
pada bank umum serta upaya yang dilakukan bank umum dalam mencegah dan memantau transaksi
keuangan yang mencurigakan. Pendekatan yang digunakan peneliti adalah dengan deskriptif
kualitatif melalui sumber data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak
terjadinya kasus terkait transaksi keuangan mencurigakan dengan bank sebagai sarananya. Bank
sebagai lembaga keuangan wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah. Bank sebagai lembaga
keuangan wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah dengan uji tuntas nasabah atau Customer
Due Diligence (CDD) agar terhindar dari berbagai praktik transaksi keuangan yang mencurigakan.
Prinsip Mengenal Nasabah pada bank umum dapat mencegah transaksi keuangan yang
mencurigakan yang wajib dipenuhi oleh Bank yaitu melakukan Prosedur Know Your Customer
sebagai bentuk dari prinsip kehati-hatian bank. Know Your Customer Principle merupakan salah
satu bentuk pencegahan agar sistem perbankan tidak disalahgunakan untuk sarana kejahatan
pencucian uang dan tidak dapat meminimalisir risiko yang timbul. Penerapan prosedur memiliki
tujuan agar Bank dapat mengenali karakteristik dan profil nasabah. Apabila terdapat transaksi
keuangan yang mencurigakan maka Bank berhak melaporkan kepada pihak yang berwenang yaitu
PPATK. Agar tercapainya tujuan dan kepastian hukum, maka pemerintah diharapkan dapat
memberikan sosialisasi secara intensif dan berkesinambungan kepada sektor perbankan dan
masyarakat luas.
Kata Kunci: Peran Bank Umum, Prinsip Mengenal Nasabah, Transaksi Keuangan
Mencurigakan
PENDAHULUAN
Sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang mempunyai peran yang sangat penting
dalam perekonomian Indonesia. Hal itu dikarenakan, bank memegang fungsi Financial
Intermediary, yaitu sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Eksistensi
perbankan di era perekonomian modern ini yaitu lembaga keuangan yang dituntut mempunyai
kinerja yang bagus sebagai lembaga intermediasi, karena dengan itu bank akan mendapatkan suatu
kepercayaan dari masyarakat (agent of truth) (Bidari et al., 2020). Perbankan menyalurkan dana
kepada nasabah dalam bentuk kredit yang umumnya diikuti dengan jaminan yang diberikan oleh
nasabah, sehingga menyulitkan nasabah/pemohon pinjaman yang tidak dapat memberikan jaminan
untuk menerima dana dari bank. Seiring perkembangannya, Pemerintah telah mengubah undang-
undang pokok perbankan dengan undang-undang baru yang tidak lagi mensyaratkan adanya
jaminan materiel atau imateriel dalam pemberian kredit (Kalangkahan, 2019). Hal tersebut
dilakukan untuk membantu masyarakat dengan mudah mendapatkan modal serta untuk mendorong
pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi.
Perkembangan teknologi di bidang perbankan saat ini sangat pesat, meskipun dapat
memberikan manfaat kemudahan bagi nasabah bank, kemudahan itu juga dapat meningkatkan
risiko penggunaan teknologi untuk tujuan negatif seperti melakukan transaksi keuangan yang
mencurigakan, termasuk pencucian uang dan pendanaan terorisme. Berdasarkan data Laporan
Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) pada November 2022, jumlah LTKM yang
disampaikan pihak pelapor kepada PPATK mencapai 9.009 dan pelaporan bulan November 2022
mengalami kenaikan 11.5 persen dibandingkan bulan Oktober 2022 (M-to-M) (PPATK, 2022).
Kemudahan melakukan transaksi keuangan mencurigakan melalui sarana perbankan menyebabkan
sektor perbankan menjadi kondang di kalangan pelaku tindak pidana money laundering dan
pendanaan terorisme. Oleh sebab itu, sangat diperlukan produk hukum sebagai upaya pencegahan
terjadinya tindak pidana tersebut melalui sektor perbankan. Salah satu upaya pencegahan transaksi
keuangan mencurigakan yang dilakukan perbankan adalah dengan menerapkan prinsip mengenal
nasabah (know your customer principle). Bank diwajibkan menerapkan prinsip tersebut untuk
mengenali profil nasabah dan mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan dari nasabah
(Kalangkahan, 2019).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini mengambil judul
“Peran Bank Umum dalam Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagai Pemantauan Transaksi
Keuangan yang Mencurigakan” dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui dua hal: 1)
Pengaturan dan penerapan prinsip mengenal nasabah pada bank umum; dan 2) Upaya bank umum
dalam mencegah dan memantau transaksi keuangan yang mencurigakan.
Kerangka Penelitian
METODE
B. Upaya Bank Umum dalam Mencegah dan Memantau Transaksi Keuangan Yang
Mencurigakan
Tindakan money laundering dan terrorism financing yang menggunakan manfaat
lembaga keuangan sangat marak terjadi. Melihat hal itu, dibutuhkan perhatian dan kerja sama
dari pihak-pihak bersangkutan dalam melakukan tindakan mencegah dan memberantas
tindakan yang dimaksud. Di samping itu, perkembangan produk dan teknologi informasi Bank
yang bertambah kompleks dapat membuka kesempatan semakin tinggi terutama para pelaku
tindak kejahatan untuk menyalahgunakan produk dan sarana perbankan dalam membantu
tindakan kejahatannya. Dalam hal ini, dibutuhkan sekali peranan dan kerja sama industri
perbankan dengan pihak terkait untuk menegakkan hukum dalam pencegahan tindakan money
laundering dan terrorism financing (Novitiyaningsih & Nasution, 2019).
Prinsip mengenal nasabah merupakan prinsip yang diterapkan oleh suatu Bank dengan
tujuan untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan terkait transaksi nasabah
termasuk juga pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan. Prinsip mengenal nasabah
menjadi kewajiban suatu Bank yang harus diterapkan. Ketentuan-ketentuan mengenai Know
Your Customer Principle yang diterbitkan oleh lembaga pengawas setiap Bank merupakan
suatu instrumen yang dimanfaatkan Bank terhadap para nasabah. Kewajiban Bank sendiri
bersamaan dengan prinsip tersebut dicantumkan dalam beberapa kebijakan Bank yang berlaku
(Rozali, 2017). Kebijakan yang dimaksudkan yaitu:
1. Menentukan kebijakan-kebijakan dalam menerima calon nasabah;
2. Menentukan prosedur dan kebijakan dalam proses identifikasi nasabah;
3. Menentukan proseedur dan kebijakan dalam memantau terhadap rekening nasabah dan
transaksi yang dilakukan oleh nasabah;
4. Menetapkan kebijakan dan prosedur tentang manajemen risiko yang terkait dengan Know
Your Customer Principle;
5. Menciptakan unit kerja khusus yang bertanggung jawab kepada Direktur Kepatuhan atas
pelaksanaan Know Your Customer Principle;
6. Melakukan pelaporan terkait transsaksi keuangan yang mencurigakan (Suspicious
Transaction) kepada Bank Central (BI) paling lambat tujuh hari kerja setelah diketahui
oleh pihak bank.
Penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principle) yang dilakukan
oleh Bank begitu penting untuk melakukan pencegahan penyalahgunaan Bank sebagai
penunjang tindak pidana money laundering dan tindak pidana terkait lainnya. Oleh karena itu,
penerapan prinsip mengenal nasabah yang tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia menjadi
bagian penting dalam berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang yang telah mendapat peraturannya dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2022 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 (UU
No.25 Tahun 2003).
Transaksi keuangan yang mencurigakan menurut Rozali (2017) dapat digolongkan
menjadi berbagai macam, antara lain:
1. Transaksi yang menggunakan pola transaksi tunai
a. Penyetoran tunai dalam jumlah yang besar yang dilakukan oleh individu atau
perusahaan yang terlibat dalam beberapa kegiatan bisnis dan biasa dilaksanakan
dengan cek atau sarana non tunai lainnya.
b. Setor tunai yang memakai slip-slip setoran kecil sehingga jumlah total setoran
terhitung cukup besar.
c. Penggunaan rekening perusahaan yang biasanya dilakukan secara cek atau sarana non
tunai lainnya namun dilakukan secara tunai.
d. Setoran tunai guna menyelesaikan transfer, tagihan, atau instrumen pasar uang yang
lain.
2. Transaksi keuangan mencurigakan yang memanfaatkan rekening Bank.
a. Memelihara rekening atas nama pihak keitga yang tidak sesuai dengan bentuk usaha
nasabah.
b. Setoran cash yang dapat dikatakan kecil di banyak rekening yang dipegang oleh
nasabah, sehingga keseluruhan simpanan relatif besar.
c. Penarikan atau penyetoran dana dalam jumlah yang besar dari rekening sesorang atau
sebuah perusahaan yang tidak dapat diterima atau tidak relevan dengan usaha bisnis
nasabah.
d. Memberi keterangan yang sulit untuk dibuktikan atau membutuhkan biaya yang sangat
tinggi bagi Bank untuk membuktikannya.
3. Transaksi mencurigakan yang berhubungan dengan investasi.
a. Pembelian surat berharga untuk disimpan di Bank sebagai kustodian, yang seharusnya
tidak cukup mengingat kredibilitas atau kemampuan financial customer.
b. Transfer kredit atau Back to Back Deposit antara Bank dengan cabangnya, associated
company atau lembaga keuangan di negara lain yang dikenal sebagai negara tempat
berlangsungnya perdagangan narkoba.
c. Penuntutan nasabah kepada jasa pengelolaan investasi dengan sumber dana investasi
yang tidak pasti atau tidak sesuai dengan kredibilitas (kemampuan financial
customer).
d. Investor yang diperkenalkan oleh Bank di negara lain, perusahaan terkait, atau
investor lain dari negara yang diketahui memproduksi atau menjual obat-obatan
sejenis narkoba.
4. Transaksi mencurigakan melalui aktivitas Bank luar negeri.
a. Pengenalan nasabah melalui kantor cabang di luar negeri, associated company, atau
bank lain yang berkedudukan di negara yang dianggap sebagai lokasi perdagangan
bahkan perdagangan narkoba atau narkotika.
b. Penggunaan Letter of Credit (L/C) dan instrumen perdagangan yang lain untuk
instumen perdagangan di luar negeri agar dapat memindahkan dana antar negara yang
transaksinya tidak sejalan dengan kegiatan usaha bisnis seorang nasabah.
c. Melakukan pengiriman atau menerima transfer pelanggan dalam jumlah yang besar ke
atau dari negara yang diduga berhubungan dengan produksi, pemrosesan, dan/atau
pendistribusian serta penjualan obat-obatan trerlarang dan kegiatan terorisme.
5. Transaksi mencurigakan yang melibatkan karyawan Bank atau agen Bank.
a. Kenaikan yang signifikan terkait aset pegawai dan agen Bank tanpa keterangan yang
menjanjikan.
b. Transaction relationship oleh entitas yang tak memiliki bekal dengan pengetahuan
yang memadai tentang penerima terakhir.
6. Transaksi keuangan mencurigakan yang melalui kegiatan pinjam-meminjam.
a. Kegiatan melunasi pinjaman bermasalah yang tak terkira.
b. Permintaan fasilitas pinjaman dengan agunan yang sumbernya tidak terbukti dari harta
yang dipinjamkan atau tidak sinkron dengan kredibilitas atau kemampuan financial
customer.
c. Permohonan nasabah kepada Bank untuk memberikan sarana pembiayaan di mana
posri dana dari nasabah dalam fasilitas yang diinginkan tidak jelas dari mana sumber
dana porsi nasabah sendiri dalam fasilitas tersebut tidak dapat dipastikan, terutama
apabila berhubungan dengan properti (Fadila et al., 2021).
Indonesia lebih mengenal pencucian uang semenjak dikategorikan ke dalam Non-
Cooperative Countries and Territories (NCCT) tahun 2021 untuk pertama kalinya oleh FATF.
Pada akhirnya dengan 14 negara yang lain, mereka mendorong hukum dan otoritas moneter di
Indonesia untuk bereaksi positif sesegera mungkin (Waluyo, 2017). Dua tindakan yang
dilakukan Indonesia untuk dikeluarkan dari daftar hitam tersebut, yaitu:
1. Inisiatif Bank Indonesia dalam pengeluaran regulasi Prinsip Mengenal Nasabah dengan
berlandaskan pada Peraturan terkait dari Bank Indonesia atau PBI
Berdasarkan rekomendasi dari Financial Action Task Force (FATF) dan Basle
Committee on Banking Supervision, setiap negara harus memiliki undang-undang yang
mengatur tentang pencucian uang (money laundering). Selain itu, komite Basle juga
menyarankan agar sistem perbankan tidak digunakan sebagai sarana untuk melakukan
kejahatan atau pencucian uang. Oleh karena itu, sebaiknya bank menerapkan prinsip
mengenal nasabah (Know Your Customer) dengan baik, dan memiliki sistem pelaporan
yang memadai. Menurut Peraturan Bank Indonesia tentang Know Your Customer (PBI
KYC), bank diwajibkan untuk menerapkan prinsip tersebut. Menurut Waluyo (2017),
prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengenali
identitas nasabah, mengawasi semua kegiatan transaksi nasabah yang termasuk pelaporan
transaksi keuangan yang mencurigakan. Selain untuk meminimalisir risiko, prinsip ini juga
bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan bank sebagai sarana untuk melakukan kejahatan
atau pencucian uang oleh nasabah bank. Tindakan pemerintah mengeluarkan Undang-
Undang pemberantasan tindak pidana pencucian uang
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 pada tanggal 17
April 2022 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU Nomor 15 Tahun 2002) yang
selanjutnya disebut dengan UU TPU (Waluyo, 2017). Adapun pokok-pokok yang diatur
dalam UU TPU tersebut antara lain:
a. Aturan untuk operasi pencucian uang.
b. Tindakan pencucian uang adalah proses menyembunyikan atau mengelabui asal-usul
dari uang yang diperoleh dari kegiatan kejahatan atau tindak pidana (predicate
crimen/offence) dengan cara mencampurkannya dengan uang yang diperoleh dari
sumber yang legal. Beberapa contoh tindak pidana yang menjadi sumber pencucian
uang adalah korupsi, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja,
penyelundupan imigran, penyuapan, narkotika, perbankan, perdagangan budak,
pencurian, terorisme, penipuan, psikotropika, penculikan, dan penggelapan.
c. Pelaku tindak pidana pencucian uang dikenakan denda dengan batas minimal lima
tahun penjara dan paling lama lima belas tahun penjara dengan denda paling sedikit
Rp 5.000.000.000,00 dan paling banyak Rp 15.000.000.000,00.
d. Lembaga keuangan, seperti bank, diwajibkan untuk melaporkan transaksi keuangan
yang mencurigakan kepada otoritas yang relevan, jika nilainya setara dengan atau
lebih dari Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dalam satu kali transaksi atau
beberapa kali transaksi dalam satu hari kerja, atau jika dilakukan secara tunai.
Laporan ini merupakan bagian dari upaya untuk mencegah dan mengurangi risiko
terjadinya pencucian uang.
e. Dibentuknya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang biasa
disingkat dengan KPTPPU.
f. Nasabah deposan (pribadi atau koperasi) wajib untuk menyampaikan identitas secara
benar dan lengkap termasuk bagi nasabah bank, reksa dana, dan perusahaan efek.
g. Diberikannya perlindungan untuk pelapor dan para saksinya.
Dalam dunia internasional, PPATK lebih dikenal dengan nama Financial Intelligence
Unit (FIU). PPATK memiliki fungsi yang penting dalam penerapan prinsip Customer Due
Diligence (CDD) oleh perbankan, karena PPATK adalah lembaga di mana bank dapat
melaporkan hasil dari Customer Due Diligence (CDD) yang perlu ditindaklanjuti (Johannes,
2019). PPATK memiliki kepanjangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
didirikan untuk menangani masalah tindak pidana pencucian uang. Selain itu, juga sebagai
lembaga permanen yang dikhususkan untuk menangani masalah tindak pidana pencucian uang.
PPATK ini yaitu salah satu infrastruktur paling penting di dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak kejahatan pencucian uang.
Sementara tugas dari Otoritas Pencucian Uang (PPATK) adalah:
1. Mengumpulkan, menghimpun, dan menyimpan informasi mengenai transaksi keuangan
yang mencurigakan.
2. Melakukan analisa terhadap informasi yang didapatkan.
3. Melakukan evaluasi terhadap informasi yang didapatkan berdasarkan Undang-Undang.
4. Menginformasikan, membuat laporan transaksi keuangan yang mencurigakan kepada
instansi yang berwenang.
5. Memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang terkait dengan
informasi yang diperoleh mengenai transaksi keuangan yang mencurigakan.
6. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai tindakan-tindakan yang dapat
dilakukan untuk mencegah dan mengatasi pencucian uang.
7. Melaporkan hasil analisa terhadap transaksi keuangan yang terdeteksi mengandung tindak
pidana pencucian uang kepada Kepolisian untuk kepentingan penyidikan dan kejaksaan
untuk kepentingan penuntutan.
8. Melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk mencegah dan
mengurangi risiko terjadinya pencucian uang.
9. Membuat dan menyampaikan laporan berkala mengenai analisa transaksi keuangan dan
tindakan lainnya kepada Presiden, DPR, dan lembaga lain yang memiliki kewenangan
untuk melakukan pengawasan bagi Penyedia Jasa Keuangan (PJK).
Selain tersebut di atas, pihak Bank juga mempunyai kewajiban untuk melakukan
identifikasi serta menilai risiko tindak pidana money laundering dan/atau tindak pidana
terrorism financing yang berkaitan dengan pemekaran produk dan praktik usaha yang baru,
termasuk tata cara pendistribusian serta pemakaian technology yang baru atau pemekaran
technology untuk sebuah produk yang baru maupun yang tersedia sebelumnya. Bank juga wajib
melakukan pantauan secara rutin terhadap hubungan nasbah dengan usaha dengan, yaitu
dengan memantau transaksi nasabah untuk validasi jika transaksi yang dilakukan selaras
dengan pemahaman Bank atas nasabah, kegiatan sebuah usaha dan profil risiko nasabah
termasuk sumber dana yang diperoleh nasabah. Apabila terdeteksi transaksi yang tidak selaras
dengan profil seorang nasabah, maka kewajiban bank untuk menganalisa terhadap nasabah
tersebut.
Untuk mendukung dan menjalankan pencegahan serta pemberantasan tindak pidana
pencucian uang, suatu Bank harus mempunyai sistem informasi yang dapat melakukan
identifikasi, menganalisa, melakukan pantauan, dan menyajikan informasi yang efektif terkait
ciri-ciri transaksi yang dilakukan oleh nasabah. Bank diwajibkan untuk mempunyai profil
nasabah secara sistematis (single customer identification file). Profil nasabah yang diperbaharui
oleh Bank meliputi beberapa aspek, yaitu: identitas nasabah, informasi profil dan dokumen-
dokumen pendukung yang meliputi (pekerjaan atau bidang usaha, rekening yang dimilki,
jumlah penghasilan, tujuan pembukaan rekening nasabah, dan aktivitas transaksi normal).
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip mengenal
nasabah untuk pertama kali diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 3/10/PBI/2001
tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) sebagaimana
terakhir diubah dengan PBI No. 5/21/PBI/2003. Peraturan Bank Indonesia terkait prinsip mengenal
nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengidentifikasi identitas nasabah,
memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan
yang di mana mungkin saja Bank akan menimbulkan risiko dalam menjalankan sebuah usaha.
Peraturan Bank Indonesia mewajibkan bank untuk menerapkan prinsip mengenal nasabah dalam
segala transaksi yang tentunya berkaitan dengan nasabah itu sendiri, karena prinsip mengenal
nasabah mewajibkan pihak bank lebih mengenal, mengetahui profil nasabahnya, bahkan harus
meminta informasi yang sangat pribadi dari nasabah tersebut. Peraturan Bank Indonesia dalam
penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principles) yang selama ini diterapkan
perlu disesuaikan dengan mengacu pada standar internasional yang lebih komprehensif.
Saran yang diberikan oleh penulis dalam upaya Bank Umum dalam mencegah dan
memantau transaksi keuangan yang mencurigakan dengan acuan jurnal yaitu: 1) Bank harus
menerima identitas dan informasi yang benar dari nasabah; 2) Tidak menerima dana nasabah yang
tidak diketahui secara jelas asal-usulnya; 3) Menganjurkan pada nasabah untuk tidak menyimpan
dana orang lain pada rekening yang dimilikinya. Selain tersebut di atas, pihak bank juga
mempunyai kewajiban untuk melakukan identifikasi serta melakukan penilaian risiko terhadap
tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana pendanaan terorisme sehubungan dengan
pengembangan produk dan metode bisnis baru, termasuk teknologi baru atau mekanisme distribusi
dan penggunaan teknologi untuk pengembangan produk yang baru dan/atau produk yang sudah ada.
Batasan dalam penelitian ini adalah penulis hanya sekadar melakukan pendekatan deskriptif
kualitatif terhadap Peran Bank Umum Dalam Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Sebagai
Pemantauan Transaksi Keuangan yang Mencurigakan, sehingga mungkin hasil penelitian ini masih
kurang menggambarkan upaya pencegahan Bank dalam tindakan transaksi mencurigakan.
REFERENSI
Bank Indonesia. (2001). Peraturan Bank Indonesia No 3/10/PBI/2001 Tentang Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles). 1998, 1–37.
Bidari, A. S., Simangunsong, F., & Siska, K. (2020). Sektor Perbankan di Covid-19. Jurnal Pro
Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik, 9(1), 1–9.
https://doi.org/10.55129/jph.v9i1.1129
Budiman, N. T., & Supianto. (2020). Penerapan Kebijakan Tentang Prinsip Kehati-Hatian dalam
Pemberian Kredit Perbankan. Widya Yuridika: Jurnal Hukum, 3(2), 327.
https://doi.org/10.31328/wy.v3i2.1703
Fadila, I. Z., Sugiri, B., & Wisnuwardhani, D. A. (2021). The Obligation of Notary To Report
Suspicious Financial Transactions Based on the Value of the Transaction. Jurisdictie, 11(2),
202–236. https://doi.org/10.18860/j.v11i2.10099
Fadli, M. R. (2021). Memahami Desain Metode Penelitian Kualitatif. Humanika, 21(1), 33–54.
https://doi.org/10.21831/hum.v21i1.38075
Isa, Y. M., Sanusi, Z. M., Haniff, M. N., & Barnes, P. A. (2017). Money Laundering Risk: From the
Bankers’ and Regulators Perspectives. Procedia Economics and Finance, 28(April), 7–13.
https://doi.org/10.1016/s2212-5671(15)01075-8
Johannes, E. P. (2019). Customer Due Diligence dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang
Melalui Lembaga Perbankan. Law Review, XIX(1), 5–10.
Kalangkahan, M. (2019). Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dalam Transaksi Perbankan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Lex Privatum, VII(2), 163–170.
Ketut, A. (2017). Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Oleh Bank dalam Rangka
Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Malakoutikhah, Z. (2020). Financial Exclusion as a Consequence of Counter-Terrorism Financing.
Journal of Financial Crime, 27(2), 663–682. https://doi.org/10.1108/JFC-09-2019-0121
Manihuruk, P. J., Eddy, T., & Fauzi, A. (2020). Peran Perbankan Dalam Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Nasabah. Journal of
Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), 3(2), 325–332.
https://doi.org/10.34007/jehss.v3i2.259
Nobanee, H., & Ellili, N. (2017). Anti Money Laundering Disclosures and Banks Performance.
Journal of Financial Crime Iss, 5(1), 39–44. http://dx.doi.org/10.1108/eb025814%5Cnhttp://
Novitiyaningsih, L. E., & Nasution, K. (2019). Prinsip Mengenal Nasabah Pada Bank Umum
Dalam Mencegah. Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune, 2, 56–65.
Otoritas Jasa Keuangan. (2019). Kegiatan Usaha Bank Umum.
https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/Pages/Bank-Umum.aspx
POJK Nomor 12. (2017). Penjelasan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
12/POJK.01/2017 Tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan. 1–14.
PPATK. (2022). Buletin Statistik: Anti Pencucian Uang & Pencegahan Pendanaan Terorisme
(APUPPT). ISSN:89997, 153.
Pujianti, D. A. (2017). Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah ( Know Your Customer Principles )
Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang.
Rozali, A. (2017). Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle) Dalam Praktik
Perbankan. Ejournal STHB, 24(1), 298–307.
Salami, I. (2018). Terrorism Financing with Virtual Currencies: Can Regulatory Technology
Solutions Combat this? Studies in Conflict and Terrorism, 41(12), 968–989.
https://doi.org/10.1080/1057610X.2017.1365464
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dan ditambahakan ke dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. 70.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
file:///C:/Users/USER/Downloads/UU Nomor 15 Tahun 2002.pdf
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang. 1, 5–7.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. 4, 147–173.
Waluyo, E. (2017). Upaya Memerangi Tindakan Pencucian Uang (Money Laundring) Di Indonesia.
Jurnal Dinamika Hukum, 9(3), 237–246. https://doi.org/10.20884/1.jdh.2009.9.3.235