You are on page 1of 8

PRINTED ISSN 2087-8699

available at http://ejournal.unp.ac.id/index.php/psikologi/
ELECTRONIC ISSN 2622-6626

Published by Jurnal RAP (Riset Aktual Psikologi) Vol. xx No. x, 20xx


Universitas Negeri Padang, Indonesia
Page xx-xx

GEJALA PSIKOLOGIS REMAJA KORBAN BULLYING

Metrilani Yanra (20011247), Miranda Pratiwi (20011248), Noerma Oktafiani Yurisman (20011245)
Universitas Negeri Padang
Email: melanyanra@gmail.com

Abstract: Psychological Symptoms Of Adolescent Victims of Bullying. Bullying is an act of using


power to hurt a person or group of people verbally, physically, or psychologically so that the victim
feels depressed, traumatized, and helpless. Teenagers who are victims of bullying are more at risk of
experiencing various health problems, both physically and mentally. Bullying does not only occur in
the social community, but also in the school environment. In the bullying process, apart from the bully
(criminal) and victim (victim), there are bystanders (witnesses) who support, bystanders who are
silent, and bystanders who help victims. Victims are students who are exposed to negative behavior
from one or more other students who are trying to hurt someone. An abuser is an individual who acts
intentionally to hurt a stronger or weaker person. Bystander is another party close to the perpetrator
or victim who is a witness or spectator of the bullying phenomenon.

This article aims to determine the factors that cause bullying by teenagers, the roles in bullying, and
the types of bullying. The population in this study were 10th grade social studies 1 SMAN 14 Padang
students. In this article, it is found that the factors that influence the occurrence of bullying can come
from individuals, families, play groups, to the perpetrator's community environment. This action is
closely related to the world of social work, which in this case is required to be a counselor for bullies.

Keywords: Psychological, Bullying, Victims

Abstrak: Gejala Psikologis Remaja Korban Bullying. Bullying adalah tindakan penggunaan
kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun
psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya. Remaja yang menjadi korban
bullying lebih berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan, baik secara fisik maupun mental
Bullying tidak hanya terjadi di lingkungan sosial masyarakat, tetapi juga di lingkungan sekolah.
Dalam proses bullying, selain pelaku bully (penjahat) dan korban (victim), ada bystander (saksi) yang
mendukung, bystander yang diam, dan bystander yang membantu korban. Korban adalah siswa yang
terpapar perilaku negatif dari satu atau lebih siswa lain yang berusaha menyakiti seseorang. Pelaku
adalah individu yang bertindak dengan sengaja untuk menyakiti orang yang lebih kuat dan lebih
lemah. Bystander adalah pihak lain di dekat pelaku atau korban yang menjadi saksi atau penonton dari
fenomena bullying.

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya bullying oleh remaja, peran-
peran dalam tindakan bullying, dan jenis-jenis bullying. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-
siswi kelas 10 IPS 1 SMAN 14 Padang. Dalam artikel ini didapatkan hasil bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya bullying bisa datang dari individu, keluarga, kelompok bermain, hingga
lingkungan komunitas pelaku. Tindakan ini sangat berhubungan dengan dunia pekerjaan sosial, yang
dalam kasus ini dituntut untuk menjadi konselor bagi pelaku bullying.

Kata kunci : Psikologis, Bullying, Korban


PENDAHULUAN kelompok yang lebih kuat, tidak
Di masa remaja, terjadi proses bertanggung jawab, biasanya berulang, serta
pencarian jati diri dimana remaja banyak dilakukan dengan perasaan senang.
melakukan interaksi dengan lingkungan Bullying ialah salah satu bentuk
sosialnya dan sekolah merupakan salah satu perilaku agresi yang satu dua mempunyai
tempat yang terdekat dari remaja untuk dampak yang menyebabkan pengaruh sangat
bersosialisasi sehingga remaja banyak serius baik dalam jangka pendek juga jangka
menghabiskan waktu di sekolah, mulai dari panjang. Pada jangka pendek bullying dapat
memahami pelajaran yang diberikan guru mengakibatkan perasaan tidak aman, takut
sampai memenuhi kebutuhan bersosialisai pergi ke sekolah, merasa terisolasi, perasaan
dengan teman-teman (Kumara, 2012). harga diri yang rendah, depresi atau stres
Namun sekolah bisa menjadi lingkungan yang bisa berakhir dengan bunuh diri.
yang mengakibatkan masalah emosi dan Dalam jangka panjang bisa menderita
perilaku pada remaja. Salah satu konflik masalah gangguan emosional dan perilaku
tersebut merupakan terjadinya tindak (Prasetyo, 2011).
kekerasan di sekolah atau School Bullying, Usman (2013) menyatakan
baik yang dilakukan oleh pengajar fenomena bullying dapat terjadi karena ada
terhadappeserta didik juga siswa terhadap faktor penyebab terjadinya perilaku tersebut
siswa lainnya (Wiyani, 2012). antara lain faktor kepribadian, faktor
Perilaku bullying di kalangan remaja interpersonal siswa dengan orangtua, faktor
bukan merupakan hal yang baru. Sikap pengaruh teman sebaya, dan faktor iklim
negatif tersebut berpeluang besar untuk sekolah. Faktor pengaruh teman sebaya
ditiru sebab perilaku ini kemungkinan besar yang berisiko menimbulkan kecenderungan
banyak dilakukan oleh siswa terlebih remaja. munculnya perilaku bullying pada remaja
seorang remaja cenderung melakukan karena pada masa remaja, individu akan
bullying setelah mereka pernah menjadi melepaskan diri dari keluarga dan banyak
korban bullying oleh seorang yang lebih menghabiskan waktu dengan bersosialisai
kuat, misalnya oleh orang tua, kakak dan berinteraksi dengan lingkungan sosial.
kandung, kakak kelas atau teman sebaya Hal ini serupa dengan pendapat
yang lebih secara umum dikuasai (Levianti, Papalia & Feldman (2009) seorang remaja
2008). akan banyak menghabiskan waktu lebih
Menurut Rigby (2007) bullying banyak dengan teman sebaya dari pada
merupakan keinginan untuk menyakiti. berinteraksi dengan keluarga. Apabila
hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, remaja sudah terikat dalam suatu kelompok
menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini pertemanan, biasanya remaja akan selalu
dilakukan secara pribadi oleh seorang atau mengikuti apa yang diinginkan dalam
kelompok tersebut. Sebagai contoh remaja Sebagai contoh pada remaja yang
yang 4 mencoba untuk merokok karena melakukan tindakan bullying. Pada saat usia
alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri remaja tidak bisa dipungkiri bahwa remaja
dari rasa sakit fisik atau jiwa dan ingin termasuk individu yang ingin mencoba
mengikuti kelompoknya. Menurut Feldman segala sesuatu hal masih baru baginya. Pada
(2012) Konformitas adalah perubahan dalam kegiatan bully membully, remaja biasanya
perilaku atau sikap yang dibawa oleh hasrat terpengaruh akan kelompoknya, dengan
untuk mengikuti kepercayaan atau standar tujuan agar ia bisa bergabung dan diakui
dari orang lain. Sehingga pengaruh teman dalam kelompoknya tersebut. Akibatnya
sebaya akan memunculkan terjadinya lama kelamaan remaja akan menjadi pelaku
konformitas di dalam suatu kelompok bullying (bullie). Menurut Erikson (dalam
tersebut. Papalia & Feldman, 2009) bahwa pencarian
Remaja dapat membedakan mana identitas sebagai konsepsi koheran tentang
yang baik dan mana yang buruk dalam diri sendiri, yang terdiri dari tujuan, nilai,
penerimaan lingkungan teman sebaya maka dan keyakinan yang mengikat seseorang
hal itu akan berpengaruh positif pada remaja, secara kuat. Bullying merupakan fenomena
sebaliknya apabila remaja tidak dapat sosial yang luas yang melibatkan individu
membedakan mana yang baik atau buruk dan kelompok (Gini, 2006).
dari lingkungan pertemanan maka hal itu Bullying dapat dianggap sebagai
akan mendapatkan hal negatif dari teman proses kelompok. Para anggota kelompok
sebaya (Ashadi dalam Hery, 2013). dapat merasa dimanipulasi oleh pemimpin
Konformitas teman sebaya pada remaja kelompoknya dan mungkin mengalami
dapat berdampak positif maupun negatif tekanan untuk menyesuaikan perilaku
bagi perkembangan remaja. Peran negatif (Huitsing & Veenstra, 2012). Apabila
biasanya berupa penggunaan bahasa yang remaja sudah terikat dalam suatu kelompok
hanya dimengerti oleh para anggota akan cenderung mengikuti aturan apa yang
kelompoknya saja dan keluar dari norma diinginkan dalam kelompoknya karena
yang baik, melakukan pencurian, hanya ingin mendapatkan suatu pengakuan
pengrusakan terhadap fasilitas umum, dari kelompoknya. Remaja ingin
meminum minuman keras, merokok dan kehadirannya diakui sebagai bagian dari
bermasalah dengan orang tua dan guru hal komunitas remaja secara umum dan bagian
ini dikarenakan konformitas menjadi salah dari kelompok sebaya secara khusus
satu faktor yang menyebabkan banyaknya (Meilinda, 2013).
remaja yang melakukan hal-hal negatif Seorang remaja cenderung
bersama dengan teman sebayanya (Santrock, melakukan bullying setelah mereka pernah
2012). menjadi korban bullying oleh seseorang
yang lebih kuat, misalnya oleh orang tua, dilakukan secara berulang-ulang karena
kakak kandung, kakak kelas atau teman adanya peer pressure (tekanan teman
sebaya yang lebih dominan (Levianti, 2008). sebaya).
Penyesuaian diri yang baik dengan teman Menurut Gordon (2015) tekanan
sebaya di dalam kelas akan membantu siswa teman sebaya adalah tekanan dari orang lain
belajar di kelas dengan nyaman. Sebaliknya, untuk menyesuaikan diri dengan perilaku,
perilaku yang bertentangan dengan teman sikap dan kebiasaan pribadi dari kelompok
sebaya dikelas dapat membuat siswa merasa tertentu. Kadang-kadang, anak dalam
terganggu atau kurang nyaman berada di kelompok akan menekan anak-anak dari
antara teman-teman sekelasnya. kelompok lain untuk berpartisipasi dalam
Tekanan teman sebaya (peer perilaku bullying.
pressure) adalah salah satu penyebab
terjadinya perilaku bullying pada anak- anak
remaja di sekolah, karena pada masa remaja, METODE PENELITIAN
terjadi proses pencarian jati diri dimana Metode penelitian yang digunakan
remaja banyak melakukan interaksi dengan dalam penelitian ini adalah metode
lingkungan sosialnya dan sekolah penelitian kuantitatif. Metode penelitian
merupakan salah satu tempat yang terdekat kuantitatif adalah metode penelitian yang
dari remaja untuk bersosialisasi sehingga analisisnya ditekankan pada data-data
remaja banyak menghabiskan waktu di numerical (angka) yang kemudian diolah
sekolah, mulai dari memahami pelajaran menggunakan metode statistika. Dari hasil
yang diberikan guru sampai memenuhi yang diperoleh merupakan signifikansi
kebutuhan bersosialisai dengan teman- perbedaan kelompok atau signifikansi
teman. hubungan antar variabel yang diteliti.
Namun sekolah dapat menjadi Populasi sebagai kelompok subjek
lingkungan yang menimbulkan masalah yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik-
emosi dan perilaku pada remaja. Salah satu karakteristik yang berada di dalam satu
permasalahan tersebut adalah terjadinya wilayah penelitian. Populasi dalam
tindak kekerasan di sekolah atau school penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 10
bullying, baik dilakukan oleh guru terhadap IPS 1 SMAN 14 Padang.
siswa maupun siswa terhadap siswa lainnya. Sampel adalah sebagian anggota
Thomas (2010) mengemukakan bahwa populasi yang diambil dengan menggunakan
dorongan untuk melakukan bullying yang teknik tertentu yang disebut dengan teknik
dilakukan diri sendiri dan orang lain dengan sampling (Setyorini & Wibhowo, 2008,
berbagai tingkah laku berupa menyakiti, h.21). Pada penelitian ini menggunakan
mengancam dan menakuti, meneror yang teknik Total Sampling. Menurut Periantalo
(2016, h.144) Total Sampling adalah
penelitian yang dilakukan dengan cara
mengambil seluruh jumlah populasi untuk
dijadikan subjek penelitian.
Alat ukur penelitian yaitu, uji
validitas untuk validitas berarti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu instrument
pengukur dalam melakukan fungsi ukurnya
dan uji reabilitas untuk reliabilitas
menunjukkan pada suatu hasil pengukuran
yang dapat dipercaya apabila pelaksanaan Total Narsisme

pengukuran terhadap kelompok subyek yang Hasil output analisis total narsisme,
sama dalam beberapa kali dan diperoleh diketahui frekuensi total narsistik dengan
pengukuran yang relatif sama. total 0-5 sebanyak 2 orang, dengan total 5-
Analisis data yang terkumpul dalam 10 sebanyak 2 orang, dengan total 10-15
penelitian ini akan dilanjutkan dengan sebanyak 4 orang merupakan responden
melakukan uji kuantitatif dengan memakai dengan tingkat tertinggi, dengan total 21-25
metode analisis teknik korelasi Product sebanyak 3 orang.
Moment. Hadi (2000, h.273) menjelaskan Berdasarkan output analisis
product moment adalah teknik untuk deskriptif gender, dapat diketahui bahwa
mencari hubungan antara dua variabel yaitu frekuensi perempuan sebanyak 27 orang
variabel bebas dan tergantung. Pada atau 73,0%. Sedangkan frekuensi laki-laki
penelitian ini menggunakan Product sebanyak 10 orang atau 27,0 %,
moment untuk mengetahui hubungan sebagaimana dirangkum pada table di
perkembangan antara korban bullying bawah ini.
dengan pelaku bullying. Gender
Freque Perce Valid Cumulative

PEMBAHASAN ncy nt Percent Percent


Pr 27 73,0 73,0 73,0
Hasil
Valid Lk 10 27.0 27.0 100.0
Berdasarkan hasil penelitian
Total 37 100.0 100.0
menggunakan metode kuantitatif dengan
teknik pengumpulan data berupa survey Pembahasan
berupa kuisioner, peneliti menemukan hasil Usia responden yang diteliti kisaran
sebagai berikut : 15 tahun sampai 25 tahun. Perempuan
sebanyak 27 orang dan laki-laki sebanyak
10 orang. Survey dilakukan secara online digunakan oleh perempuan daripada laki-
pada siswa-siswi kelas 10 IPS 1 SMAN 14 laki. Anak laki-laki menjadi korban tipe
Padang dengan 25 pernyataan. bullying secara langsung seperti
Perilaku bullying dikalangan remaja penyerangan secara fisik karena perilaku
bukan merupakan hal yang baru. Perilaku bullying dipersepsikan sebagai suatu
negatif tersebut berpeluang besar untuk mekanisme dalam menjalin interaksi dengan
ditiru karena perilaku ini kemungkinan teman sebayanya, berbeda dengan
besar banyak dilakukan oleh siswa terlebih perempuan yang mengganggap bahwa
remaja. Seorang remaja cenderung bullying merupakan tindakan yang
melakukan bullying setelah mereka pernah membahayakan bagi orang lain sehingga
menjadi korban bullying oleh seseorang cenderung memilih untuk menghindari
yang lebih kuat, misalnya oleh orang tua, perilaku tersebut (Silva, Mendonça, Nunes
kakak kandung, kakak kelas atau teman & Abadio de Oliveira, 2013). Anak laki-laki
sebaya yang lebih dominan. cenderung lebih sering mengalami tindakan
Hasil penelitian namunjukan dari bullying dibandingkan dengan anak
dari 37 responden 17 responden dengan skor perempuan.
di atas 50% dan sisanya menjawab di bawah Priyatna (2010) mengungkapkan
50%. Dari 10 responden laki-laki ada 5 bahwa anak laki-laki cenderung menjadi
orang responden dengan skor 50% ke atas pelaku dan mengalami bullying dalam
dan dari 27 responden perempuan ada 12 bentuk-bentuk agresi fisikal. Namun pada
responden dengan skor 50% ke atas. sebagian remaja perempuan bullying secara
Hal ini dikarenakan kebanyakan sosial terkadang dijadikan alat untuk
siswa laki-laki pada tempat penelitian ini menghibur diri dan digunakan sebagai alat
menganggap perilaku seperti memanggil untuk mencari perhatian dari kawan- kawan
nama julukan, menyoraki (bullying verbal) yang dianggap sebagai saingannya.
bukanlah tindakan bullying. Mereka Sedangkan pada remaja laki-laki lebih
menganggap itu semua hanyalah candaan menunjukkan kekuatan untuk menjadi posisi
atau keisengan saja sehingga tanpa sadar yang dominan seperti mengganggu remaja
bahwa apa yang dilakukan dapat melukai lain yang kurang agresif.
perasaan orang lain terutama yang menjadi Usia responden mayoritas berada
sasaran tindakan tersebut. pada usia remaja karena remaja cenderung
Hal ini berbeda dengan teori yang di menyimpan masalahnya sendiri terutama
ungkapkan Wiyani (2013) bahwa bentuk jika masalah terjadi diantara teman
bullying tidak langsung seperti pengucilan sebayanya. Hal ini menyebabkan remaja
atau penolakan secara sosial seperti tidak mengalami tindakan bullying tanpa
menerima dalam kelopok, lebih sering diketahui orang tua dan pihak sekolah.
Selain itu, emosi yang tidak stabil julukan yang tidak disukai informan,
menyebabkan remaja sering terlibat dalam membicarakan keburukan dan menyebarkan
berbagai permasalahan dengan teman informasi tidak benar tentang informan.
sebayanya. Hal ini selaras dengan teori Perlakuan bullying mengakibatkan korban
Wong (2009) mengungkapkan bahwa mengalami penurunan kepercayaan diri dan
remaja bereaksi cepat dan emosional, harga diri rendah, merasa kesal, sedih,
mereka masih mengalami peningkatan perasaan tertekan, dan rasa tidak nyaman.
emosi, dan jika emosi itu diperlihatkan, Jenis kelamin dan dukungan sosial adalah
perilaku mereka menggambarkan perasaan beberapa hal yang dapat berpengaruh
tidak aman, ketegangan dan kebimbangan. terhadap cara informan berespon terhadap
Hasil penelitian ini selaras dengan perlakuan bullying yang diterima.
penelitian Puspita (2010) tentang coping Informan wanita lebih mengalami
strespada remaja korban bullying di sekolah, kesulitan dalam mengutarakan apa yang
dimana mayoritas responden di usia sampel dipikirkan dan apa yang dirasakan
penelitian berkisar antara 15-25 tahun. dibandingkan dengan informan laki-laki.
Korban bullying terbanyak pada usia 15-25 Sehingga remaja putri korban bullying lebih
tahun sebanyak 56 orang (33,53%), memilih untuk menyimpan perasaan tidak
sedangkan yang paling sedikit berusia 18 nyaman saat mendapatkan perlakuan
tahun. Puspita tidak mengelompokkan usia bullying dari pelaku. Selain itu, dukungan
responden, mayoritas usia responden masih sosial juga berpengaruh terhadap respon
direntang remaja pertengahan. sesorang dalam menghadapi bullying.
Dukungan sosial yang adekuat dari keluarga
SIMPULAN DAN SARAN dan orang terdekat cenderung akan
SIMPULAN meningkatkan stabilitas psikologis korban
Simpulan penelitian ini didapatkan bullying.
bahwa semua informan penelitian adalah SARAN
merupakan korban bullying. Perlakuan Berdasarkan hasil penelitian, saran dari
bullying yang dialami paling banyak adalah penulis adalah sebagai berikut :
bullying secara lisan (verbal) dan fisik. 1. Bagi korban bullying, untuk dapat
Perlakuan bullying dilakukan karena pelaku bersikap terbuka terhadap keluarga dan
menganggap perlakuan tersebut wajar dan teman dilingkungan sekolah.
korban tidak marah dengan perlakuan 2. Bagi orangtua, agar membangun
bullying yang dilakukan. hubungan yang lebih adekuat dengan
Bentuk bullying yang diterima anak serta memperhatikan
informan adalah seperti memberikan ejekan perkembangan anak.
pada informan, memanggil dengan nama
3. Bagi sekolah dan guru, untuk selalu
memberikan perhatian kepada anak
didik khususnya disetiap kegiatan yang
dilakukan dilingkungan sekolah.
4. Bagi peneliti selanjutnya, agar dapat
melakukan penelitian tentang tema yang
sama dengan lingkup yang lebih luas
sehingga hasil penelitian bisa lebih baik
baik dari penelitian sebelumnya.

DAFTAR RUJUKAN
Chakrawati Fitria. 2015. Bullying Siapa
Takut. Solo. PT Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri.

Khoirunisa, R. 2015. Konsep Diri remaja


korban Bullying ( studi pada siswa
korban bullying) di SMA
muhammadiyah 7 Yogyakarta.
Jurnal BK UNY, 4 (10).

Rohman, M.Z. (2016). Hubungan Antara


Usia, Tingkatan Kelas, dan Jenis
kelamin Dengan Kecenderungan
Menjadi Korban Bullying.
University Research Colloquium,
2407-9189.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian


Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D.
Bandung. Alfabeta.

Sumanto. (2014). Psikologi umum. Center


of Academic Publishing Service.
Yogyakarta.

You might also like