You are on page 1of 18

EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No.

2 November 2019 ISSN: 1858-005X

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK


TALK WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA SMP NEGERI 6 SITUBONDO

Dyan Yuliana1, Muljono2


1
STKIP PGRI Situbondo, Jl. Argopuro Gg. VII Mimbaan Situbondo
2
IKIP PGRI Jember, Jl. Jawa Jember
Email : pitikpitik23@gmail.com

Abstract
Educational psychology are one of the important principles that teachers should not merely impart
knowledge to students, but students must construct their own knowledge in his mind. Teachers can
help this process by making information is very meaningful, relevant to students, by providing
opportunities for students to undertake and implement their own ideas. While teachers act as
facilitators and steering. So, in this case an important role is the teacher. Teachers must be able to
conduct an effective mathematics learning innovation and fun. One alternative that can be used to
implement cooperative learning model that is the type of Think Talk Write (TTW). This is consistent
with the observation that the class VII student learning outcomes is still low at 55% or 16 students
who pass out of 29 students in the class VII-A. The design of this research study is to collaborate
with teachers TOD set 2 cycles. In PTK there are 4 stages of planning, action, observation and
reflection. There are two types of data collection, namely primary data and secondary data. Primary
data using test replicates in checklist and observation, and secondary data by interview. Researchers
used and checking the validity of the data. Researchers used must target value or KKM (Minimal
mastery criteria) in determining the success criteria for analyzing data. Analysis of daily tests on the
second cycle can be seen in the attachment. Based on these results obtained data from 29 students
who take daily tests, there were only two students who did not complete the study because the
students scored less than 70 out of a maximum score of 100 and 27 students completed individually.
The result is an increase from the first cycle, it can be seen from the average value. Average in the
first cycle of 70 and on the second cycle at 79. While in the classical mastery learning cycle I only
reached 69%, in the second cycle was up to standard classical completeness adopted the school,
reaching 85%.
Keywords : Learning Model Think Talk Write, learning outcomes.

Abstrak
Psikologi pendidikan terdapat salah satu prinsip penting yaitu guru tidak boleh hanya semata-mata
memberikan pengetahuan kepada siswa, akan tetapi siswa harus membangun pengetahuan di dalam
benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini dengan cara membuat informasi menjadi sangat
bermakna, relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan dan
menerapkan sendiri ide-idenya. Sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pengarah.
Jadi, dalam hal ini yang memegang peranan penting adalah guru. Guru harus mampu mengadakan
inovasi pembelajaran Matematika yang efektif dan menyenangkan. Salah satu alternatif yang dapat
digunakan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif yaitu tipe Think Talk Write (TTW).
Hal ini sesuai dengan hasil observasi pada kelas VII bahwa hasil belajar siswa masih rendah yaitu
55% atau 16 siswa yang tuntas dari 29 siswa di kelas VII-A. Desain penelitian dalam penelitian ini
adalah PTK dengan berkolaborasi dengan guru yang ditetapkan 2 siklus. Dalam PTK ada 4 tahapan
yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Ada dua jenis pengumpulan data yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer dengan menggunakan tes ulangan dan observasi dengan di
checklist, dan data sekunder dengan wawancara. Peneliti menggunakan keabsahan isi dan
pengecekan data. Peneliti menggunakan keharusan nilai sasaran atau KKM (Kriteria Ketuntasan
Minimal) dalam menentukan kriteria sukses untuk menganalisis data. Analisis ulangan harian pada
siklus II dapat dilihat pada lampiran. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh data dari 29 siswa yang

64
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

mengikuti ulangan harian, hanya ada 2 siswa yang tidak tuntas belajar dikarenakan siswa tersebut
memperoleh nilai kurang dari 70 dari skor maksimal 100 dan 27 siswa tuntas secara perorangan.
Hasil tersebut mengalami peningkatan dari siklus I, ini dapat terlihat dari rata-rata nilai. Rata-rata
pada siklus I sebesar 70 dan pada siklus II sebesar 79. Sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal
pada siklus I hanya mencapai 69%, pada siklus II sudah mencapai standar ketuntasan klasikal yang
diterapkan pihak sekolah yakni mencapai 85%.
Kata kunci : Pembelajaran Model Think Talk Write, hasil belajar siswa.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu semakin pesat
dan canggih didukung pula oleh arus globalisasi yang semakin hebat. Fenomena tersebut
memunculkan adanya persaingan dalam berbagai bidang kehidupan diantaranya adalah
bidang pendidikan.
Pendidikan memiliki peranan sangat penting dalam pembentukan sumber daya
manusia yang berkualitas. Pembaharuan-pembaharuan dibidang pendidikan merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan kualitas Pendidikan Nasional salah satunya adalah pendidikan
Matematika yang memiliki peranan essensial untuk semua bidang ilmu seiring dengan
berkembangnya teknologi dan informasi. Hal ini berarti sampai pada batas tertentu
Matematika perlu dikuasai oleh segenap warga Negara Indonesia baik pada aspek penerapan
maupun aspek penalarannya.
Berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh pembelajaran
yang berlangsung. Pembelajaran adalah suatu proses yang rumit karena tidak sekedar
menyerap informasi dari guru tetapi melibatkan berbagai kegiatan dan tindakan yang harus
dilakukan untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih baik.
Salah satu usaha yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut
adalah dengan memperbaiki metode pembelajaran. Muhibbin Syah (2006) menyatakan bahwa
metode mengajar adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan
kependidikan, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada siswa oleh karena itu,
metode mengajar yang digunakan harus melibatkan peserta didik untuk aktif dalam kegiatan
belajar mengajar. Sekarang ini yang harus dilakukan adalah menyusun langkah-langkah untuk
mencapai kualitas pendidikan Matematika memadai dan sebagaimana yang diharapkan.
Matematika merupakan salah satu dari bidang studi yang menduduki peranan penting
dalam dunia pendidikan, karena dapat dilihat dari waktu jam pelajaran di sekolah lebih
banyak dibandingkan mata pelajaran lainnya. Pelajaran matematika dalam pelaksanaan
pendidikan diberikan di semua jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar sampai Perguruan
Tinggi. Pada umumnya, matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit
dipahami. Kesalahan yang dilakukan tidak hanya bersumber dari kemampuan siswa yang
kurang, tetapi ada faktor yang turut menentukan keberhasilan siswa dalam belajar matematika

65
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

yaitu pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dari situasi siswa. Agar hasil proses
belajar dan mengajar dapat berhasil dengan baik, perlu adanya metode atau strategi yang tepat
dalam proses belajar dan mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi
antara guru dengan siswa atau pun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan
suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan
kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan
pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan hasil
belajar.
Belum optimalnya hasil belajar siswa bisa dikarenakan rendahnya aktivitas belajar
yang mereka lakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Masih rendahnya aktivitas
belajar siswa salah satunya disebabkan oleh metode dan teknik (cara) guru dalam
menyampaikan materi pembelajaran, hal ini kaitannya dengan model pembelajaran yang
diterapkan oleh seorang guru. Selama ini kebanyakan guru menyampaikan materi hanya
dengan metode ceramah yang tentunya membuat siswa merasa jenuh dalam menerima
pelajaran sehingga aktivitas mereka dalam belajar pun rendah . Oleh karena itu, sudah
seharusnya seorang guru mampu melaksanakan proses pembelajaran yang efektif,
menyenangkan, dan tepat guna sesuai dengan materi pelajaran matematika yang sedang
dibahas. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap cepat atau lambatnya siswa dalam
memahami materi pelajaran matematika. Jika siswa merasa senang dalam belajar matematika,
maka kreativitas mereka akan terasah dengan baik dan mereka akan semakin bersemangat
serta aktif dalam melaksanakan pembelajaran tersebut. Aktivitas yang timbul dari siswa akan
mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada
peningkatan hasil belajar. Semakin tinggi aktivitas siswa selama pembelajaran, maka juga
akan berpengaruh terhadap hasil belajar mereka. Hal ini sesuai dengan hasil observasi siswa
kelas VII-A bahwa hasil belajar siswa jauh lebih rendah dibandingkan dengan hasil belajar
siswa kelas VII lainnya.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi permasalahan-
permasalahan yang muncul, diantaranya :
1. Aktivitas siswa dalam pembelajaran masih rendah.
2. Siswa menganggap matematika sulit dan membosankan sehingga siswa kurang aktif dalam
belajar.
3. Hasil belajar matematika siswa masih belum optimal.

66
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

4. Kurang adanya minat belajar siswa mengakibatkan rendahnya aktivitas siswa dalam
belajar yang disebabkan oleh cara mengajar guru yang tidak menarik kemungkinan akan
menyebabkan penerimaan pelajaran tidak optimal, sehingga akan mengakibatkan
pencapaian hasil belajar matematika siswa yang kurang memuaskan.
5. Pendekatan dalam pembelajaran yang diterapkan selama ini kurang membawa siswa untuk
berpikir tingkat tinggi.

Pembelajaran kooperatif atau disebut juga pembelajaran gotong royong merupakan


sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan
siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang berstruktur (Lie,2002). Di dalam pembelajaran
kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan saling membantu satu
sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa dengan kemampuan
yang heterogen. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan
bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Pada pembelajaran kooperatif
digunakan keterampilan khusus agar dapat bekerjasama dengan kelompoknya, seperti
menjadi pendengar yang baik dan memberikan penjelasan kepada teman sekelompoknya
dengan baik.
Pelajaran matematika kooperatif bisa dimulai dengan sebuah pertemuan seluruh
anggota kelas untuk memberikan perspektif secara menyeluruh, meliputi presentasi guru atas
materi baru, diskusi kelas, pemberian masalah atau pertanyaan untuk diselidiki, dan
menjelaskan petunjuk untuk menjalankan aktivitas kelompok.
Pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan dan kekurangan dalam
pembelajarannya. Ibrahim (2000) mengatakan bahwa keuntungan dan kelemahan dari
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
Keuntungan pembelajaran kooperatif antara lain :
1. Daya kreatif siswa dapat berkembang.
2. Dapat mengerjakan tugas dengan cepat karena dikerjakan bersama-sama.
3. Menumbuhkan kemampuan bekerjasama.
4. Penerimaan terhadap perbedaan individu yang lebih luas.
5. Adanya saling ketergantungan positif karena tanggung jawab mereka terhadap hasil belajar
seluruh anggota kelompok.
6. Materi yang dipelajari siswa melekat untuk periode waktu yang lebih lama.
7. Siswa dapat berpikir kritis.

67
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

8. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan


rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.

Kelemahan dari pembelajaran kooperatif diantaranya :


1. Membutuhkan banyak waktu, untuk mengatasinya maka dilakukan persiapan yang sebaik-
baiknya. Persiapan tersebut yaitu pembagian kelompok dan mengoptimalkan kegiatan
kelompok, materi dan bahan-bahan yang diperlukan dalam pembelajaran, serta penataan
ruang kelas.
2. Guru tidak dapat memberikan bimbingan secara individual karena pembelajaran kooperatif
merupakan bentuk kerjasama kelompok.
3. Keberhasilan strategi pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran
berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang. Jadi hal ini tidak mungkin
dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-sekali penerapan strategi ini.

Menurut Muslim Ibrahim ( 2001 : 10 ) terdapat 6 langkah utama atau tahapan di dalam
pembelajaran kooperatif :
Tabel 1. Fase-Fase Dalam Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase-1 Guru menyampaikan semua tujuan
Menyampaikan tujuan dan pelajaran yang ingin dicapai pada
memotivasi siswa pelajaran tersebut dan memotivasi siswa.
Fase-2 Guru menyampaikan informasi kepada
Menyampaikan informasi siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat
bahan bacaan.
Fase-3 Guru menjelaskan kepada siswa
Mengorganisasikan siswa ke bagaimana caranya membentuk kelompok
dalam kelompok-kelompok belajar dan membantu setiap kelompok
belajar. agar melakukan transisi secara efisien.
Fase-4 Guru membimbing kelompok-kelompok
Membimbing kelompok bekerja belajar pada saat mereka mengerjakan
dan belajar. tugas mereka.

68
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

Fase-5 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang


Evaluasi materi yang telah dipelajari atau masing-
masing kelompok mempresentasikan hasil
karyanya.
Fase-6 Guru mencari cara untuk menghargai baik
Memberikan penghargaan upaya untuk menghargai baik umpan
maupun hasil belajar individu dan
kelompok.

Think, Talk and Write merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang
memiliki empat langkah penting dalam pelaksanaannya. Empat langkah penting itu sebagai
berikut :
1. Langkah 1 - berpikir (thinking). Siswa diberi kesempatan untuk memikirkan materi atau
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru berupa lembar kerja dan
dilakukan secara individu.
2. Langkah 2 - berdiskusi (talking). Setelah diorganisasikan dalam kelompok, siswa
diarahkan untuk terlibat secara aktif dalam berdiskusi kelompok mengenai lembar kerja
yang telah disediakan, interaksi pada tahap ini diharapkan siswa dapat saling berbagi
jawaban dan pendapat dengan anggota kelompok masing-masing.
3. Langkah 3 - menulis (writing). Pada tahap ini siswa diminta untuk menulis dengan bahasa
dan pemikiran sendiri hasil dari belajar dan diskusi kelompok yang diperolehnya.
4. Hasil tulisan siswa dipamerkan untuk ditunjukkan dihadapan teman-temannya sekaligus
memberikan kesempatan kepada beberapa siswa untuk mengoreksi hasil kerja kelompok
lain.
(dalam http://etd.eprints.ums.ac.id/3444/2/A410050126.pdf)

Menurut Silver dan Smith ( dalam Ansari, 2003: 40), peranan dan tugas guru dalam
mengefektifkan penggunaan teknik TTW sebagai berikut :
1) Mengajukan pertanyaan dan tugas yang mendatangkan keterlibatan, dan menantang setiap
siswa untuk berpikir.
2) Mendengarkan secara hati-hati ide siswa;
3) Menyuruh siswa mengemukakan ide secara lisan dan tulisan.
4) Memutuskan apa yang digali dan dibawa siswa dalam diskusi.

69
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

5) Memutuskan kapan memberi informasi, mengklarifikasi persoalan-persoalan,


menggunakan model, membimbing dan membiarkan siswa berjuang dengan kesulitan.
6) Memonitoring dan menilai partisipasi siwa dalam diskusi dan memutuskan kapan dan
bagaimana mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi.

Model pembelajaran TTW memiliki langkah-langkah dalam pembelajaran,


yaitu sebagai berikut :
1. Guru membagi Lembar Kerja Peserta didik (LKS) yang berisi masalah yang harus
diselesaikan oleh peserta didik. Jika diperlukan diberikan sedikit petunjuk.
2. Peserta didik membaca masalah yang ada dalam LKS dan membuat catatan kecil secara
individu tentang apa yang ia ketahui dan tidak ketahui dalam masalah tersebut. Ketika
peserta didik membuat catatan kecil inilah akan terjadi proses berpikir (think) pada peserta
didik. Setelah itu peserta didik berusaha untuk meyelesaikan masalah tersebut secara
individu. Kegiatan ini bertujuan agar peserta didik dapat membedakan atau menyatukan
ide-ide yang terdapat pada bacaan untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa sendiri.
3. Peserta didik berdiskusi dengan teman dalam kelompok membahas isi catatan yang
dibuatnya dan penyelesaian masalah dikerjakan secara individu (talk). Dalam kegiatan ini
mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide
matematika dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas soal yang
diberikan. Diskusi akan efektif jika anggota kelompok tidak terlalu banyak dan terdiri dari
anggota kelompok dengan kemampuan yang heterogen.
4. Dari hasil diskusi, peserta didik secara individu merumuskan pengetahuan berupa jawaban
atas soal (berisi landasan dan keterkaitan konsep, metode, dan solusi) dalam bentuk tulisan
(write) dengan bahasanya sendiri. Pada tulisan itu peserta didik menghubungkan ide-ide
yang diperolehnya melalui diskusi.
5. Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi kelompok, sedangkan kelompok lain
diminta memberikan tanggapan.
6. Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang
dipelajari. Sebelum itu dipilih beberapa atau satu orang peserta didik sebagai perwakilan
kelompok untuk menyajikan jawabannya, sedangkan kelompok lain diminta memberikan
tanggapan.
(dalam http://etd.eprints.ums.ac.id/7242/1/A410060130.pdf)

70
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

Slameto dalam Syaiful Bahri Djamarah (2003) mengatakan bahwa belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri yang diolah dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Hal ini ada kaitannya dengan pendapat (Sardiman, 2003) yang mengatakan bahwa
belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan seperti
dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan sebagainya. Sedangkan menurut
(Suprayekti, 2003) belajar adalah proses perubahan perilaku sebagai akibat dari interaksi
individu dengan lingkungan.
Lebih tegas dikatakan bahwa hasil belajar adalah merupakan hasil dari suatu interaksi
tindak lanjut. Hasil belajar dapat dilihat dari nilai angka yang diperoleh dari hasil tes,
sehingga dapat meningkatkan kualitas belajarnya (Mudjiono, 2000).
Hasil belajar merupakan suatu usaha dari siswa yang diperoleh dengan belajar yang
berhubungan dengan materi pelajaran dan ditunjukkan dengan nilai yang diperoleh siswa.
Untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam belajar maka digunakan evaluasi (penilaian).
Menurut Nana Sudjana (1990:57), hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses
belajar mengajar yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri
siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras
untuk memperbaikinya atau setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai.
b. Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan
percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha
sebagaimana mestinya.
c. Hasil belajar yang dicapai bermakna dari dirinya, seperti akan tahan lama diingat,
membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan
untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya.
d. Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup
ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotorik,
keterampilan atau perilaku.
e. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam
menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha
belajarnya.

71
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

Kegiatan proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil atau tidak, dapat dilihat dan
hasil usaha yang dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung melalui suatu
evaluasi belajar menurut Dimyati dan Mujiono tahun (2000) “ menyatakan bahwa, evaluasi
hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan
penilaian atau pengukuran hasil belajar”. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan
bahwa tujuan utama evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh
siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan alat pengukur
keberhasilan siswa yaitu dengan tes.
Menurut (Oemar Hamalik, 2003) mengatakan bahwa dengan penilaian secara kontinu
akan mendorong siswa belajar karena setiap anak memiliki kecenderungan untuk memperoleh
hasil baik, disamping itu siswa akan selalu mendapat tantangan dan masalah yang harus
dipecahkan dan dihadapi sehingga mendorong untuk belajar lebih teliti dan seksama.
Sedangkan yang dimaksud penilaian adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk
mengukur akan mengetahui tingkat keberhasilan proses belajar dan hasil belajar mengajar di
kelas. Penilaian proses adalah penilaian yang dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar
berlangsung. Sedangkan penilaian hasil belajar adalah penelitian yang dilakukan pada akhir
kegiatan belajar mengajar (Husni Rahim, 2001).
Menurut Sudjatmiko mengatakan bahwa penilaian atau assesment adalah kegiatan
pengumpulan informasi hasil belajar siswa untuk menetapkan apakah siswa telah menguasai
kompetensi yang ditetapkan oleh kurikulum (2003).
Jadi, untuk mengetahui keberhasilan dalam belajar dapat digunakan alat berupa tes
tulis atau lisan sehingga dari hasil penilaian atau evaluasi tersebut dapat dilihat hasil belajar
siswa terhadap mata pelajaran yang diterima. Dengan demikian, akan diketahui sejauh mana
siswa dapat mencapai keberhasilan belajar.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya peningkatan hasil
belajar siswa kelas VII-A pada mata pelajaran matematika semester ganjil dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) di SMP Negeri 6
Situbondo Tahun Pelajaran 2012/2013.

METODE
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Yang dimaksud
dengan pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang
berorientasi pada gejala-gejala yang bersifat alamiah. Karena orientasinya demikian, maka
sifatnya naturalistik dan mendasar atau bersifat kealamiahan serta tidak bisa dilakukan di

72
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

laboratorium melainkan harus terjun di lapangan. Oleh sebab itu, penelitian semacam ini
disebut dengan field study. (Muhammad Nazir, Metode Penelitian (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 1986), hlm. 159.)
Sedangkan jenis penelitian menggunakan penelitian tindakan kelas dengan alasan
bahwa jenis penelitian tindakan ini termasuk penelitian tindakan kelas dari awal sampai
terakhir penelitian. Rancangan pembelajaran yang digunakan didasarkan dari model
penelitian Hopkins, yaitu : penelitian tindakan kelas yang digambarkan dalam bentuk spiral
yang terdiri dari empat fase PGSM (dalam Arikunto, 2008) yaitu diantaranya fase
perencanaan (Planning), tindakan (Action), pengamatan (Observation), dan refleksi
(Reflection), penelitian yang dihadapi guru dalam kelas, dan hasilnya dapat diaplikasikan oleh
guru sendiri dalam rangka memperbaiki pemanfaatan belajar mengajar yang dihadapi.
Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode purposive sampling area yaitu
tempat penelitian ditentukan dengan sengaja oleh peneliti dengan mempertimbangkan
beberapa kriteria / karakteristik tertentu (dalam Arikunto, 2008). Penelitian ini dilakukan di
kelas VII-A SMP Negeri 6 Situbondo. Pertimbangan yang mendasari peneliti memilih tempat
penelitian di kelas VII-A SMP Negeri 6 Situbondo adalah berawal dari permasalahan yang
memang terjadi, yakni hasil ulangan harian siswa yang masih rendah dibandingkan dengan
rata-rata nilai ulangan harian kelas VII lainnya, dan rendahnya aktivitas belajar siswa.
Penentuan subjek penelitian menggunakan metode populasi yaitu seluruh siswa Kelas
VII-A di SMP Negeri 6 Situbondo. Menurut Warsito (1992: 49), populasi adalah keseluruhan
objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes, atau
peristiwa, sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian.
Berdasarkan permasalahan, fokus penelitian adalah untuk meningkatkan hasil belajar dengan
menggunakan pendekatan model TTW dalam proses pembelajaran Matematika.
Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan
data. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data antara lain :
observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi.
(http://adityanugroho90.blogspot.com/2011/03/metode-pengumpulan-data.html).
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif yaitu berusaha memaparkan data yang
diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan menjelaskan data tentang hasil belajar yang
masih bersifat kuantitatif secara lengkap baik sebelum dilakukan tindakan maupun sesudah
tindakan.
Penentuan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW
dapat meningkatkan hasil belajar siswa dapat ditinjau dari hasil belajar siswa yang memenuhi

73
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

standar ketuntasan belajar secara klasikal dan secara individual untuk mencari ketuntasan
belajar secara klasikal digunakan rumus :
n
P= × 100%
N
Keterangan :
P : Prosentase ketuntasan belajar siswa
n : Jumlah siswa yang tuntas belajar
N : Jumlah semua siswa (Depdiknas, 2004)

Menurut Bambang (Abu : 2008) untuk mengetahui daya serap siswa secara individu
dan klasikal standar yaitu :
1. Daya serap perseorangan
Seorang siswa dikatakan telah memenuhi standar ketuntasan belajar bila mencapai
nilai ≥ 70.
2. Daya serap klasikal
Suatu kelas dikatakan telah memenuhi standar ketuntasan belajar bila di kelas
tersebut telah mencapai ≥ 85% dari jumlah siswa yang telah mencapai nilai ≥ 70.

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dianalisis secara deskriptif. Proses analisis
data dari hasil wawancara berpedoman pada model Huberman (1992) dilakukan dalam tiga
tahap yaitu, reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan atau verifikasi. Adapun langkah-
langkah yang ditempuh antara lain :
1. Reduksi data diartikan proses pemilihan yaitu suatu bidang studi dari perwakilan siswa
yang dipilih yaitu siswa yang memiliki hasil belajar rendah sesuai dengan hasil observasi
dan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TTW pada mata pelajaran Matematika
yang dilakukan;
2. Penyajian data yaitu proses menyusun dari reduksi data, seberapa besar hasil
perkembangan dan peningkatan hasil belajar siswa yang diperoleh dari penerapan
pembelajaran dengan model kooperatif tipe TTW;
3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi yang merupakan penarikan kesimpulan dari semua
kegiatan yang dilakukan berdasarkan penyajian data.

Desain penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah model skema dari Hopkins
(dalam Tim Proyek PGSM, 1999) dengan menggunakan empat fase, yaitu perencanaan,

74
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

tindakan, observasi, dan refleksi. Keempat fase tersebut merupakan suatu siklus dalam sebuah
penelitian tindakan kelas yang digambarkan dengan sebuah spiral penelitian tindakan kelas
seperti yang ditunjukkan dalam gambar berikut :

RENCANA

REFLEKSI

TINDAKAN RENCANA /
PERBAIKAN

OBSERVASI PERBAIKAN

REFLEKSI

TINDAKAN

RENCANA /
OBSERVASI PERBAIKAN

PERBAIKAN
Gambar 1. Bagan penelitian tindakan kelas model Hopkins
(dalam Tim Penelitian Proyek PGSM, 1999)

Penelitian ini direncanakan akan dilakukan sebanyak dua siklus. Jika pada siklus I
telah tercapai seperti yang diinginkan yaitu tercapainya ketuntasan belajar secara klasikal,
maka pelaksanaan siklus II tetap dilaksanakan dengan tujuan untuk menguatkan atau
menyakinkan hasil dari siklus I dengan memperbaiki langkah terhadap hambatan atau
kesulitan yang ditemukan dalam siklus I. Jika hasil yang dicapai belum mencapai yang
diinginkan, maka dilanjutkan siklus II dengan didasarkan hasil refleksi siklus I, tujuan yang
dicapai tersebut adalah pencapaian ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 85% dari setiap
siswa telah mencapai nilai 65 atau lebih.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk
meningkatkan keaktifan siswa yang berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa melalui
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TTW. Dalam penelitian ini, observasi
digunakan sebagai acuan untuk merancang model pembelajaran mulai dari siklus 1 sampai
siklus 2. Kegiatan yang dilakukan pada tindakan pendahuluan adalah observasi proses belajar
mengajar, wawancara terhadap guru bidang studi dan siswa kelas VII-A serta hasil belajar

75
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

siswa pada mata pelajaran Matematika, sehingga diperoleh data mengenai proses
pembelajaran Matematika serta aktivitas dan hasil belajar siswa.
Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TTW adalah
pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan tiga komponen yang berpengaruh pada
pembelajaran di kelas yakni Think Talk dan Write. Pembelajaran ini mampu meningkatkan
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa, mengoptimalkan pengunaan indera
baik auditori maupun visual siswa yang dapat berpengaruh besar pada pemberian tugas,
merumuskan masalah, mengemukakan pendapat dan menjawab pertanyaan baik dari guru
maupun dari siswa yang lain.
Penerapan model pembelajaran kooperatif model TTW dapat menjadikan siswa lebih
aktif dalam kegiatan pembelajaran, karena mereka dibimbing untuk mendapatkan
pengetahuannya sendiri dengan memperhatikan penampilan materi melalui media
pembelajaran, sehingga siswa benar-benar memiliki gambaran pengetahuan mengenai materi.
Siswa juga dapat memiliki pengetahuan melalui pengalaman belajarnya dengan cara
menyelesaikan tugas sehingga dapat saling bertukar pikiran dengan siswa lain, lebih bebas
mengeluarkan pendapat berkaitan dengan materi yang dikuasai, serta lebih berani bertanya
dan mengemukakan pendapat berkaitan dengan materi yang dikuasai dan hal-hal yang
berkenan dengan materi. Dengan demikian siswa dapat lebih mudah dalam memahami materi.
Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa indikator melibatkan aktivitas
berpikir memecahkan masalah (Think) memiliki kategori tinggi, karena mencapai skor 3,17
pada siklus I, sedangkan pada aktivitas siswa berbicara (Talk) memiliki kategori tinggi pula
yaitu 2,69 pada indikator ini, semua siswa melaksanakan tugas tanpa adanya dorongan dari
guru. Akan tetapi berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan sebagian besar siswa kurang
serius dalam menjalankan perannya karena hanya 12 siswa saja yang memenuhi aspek
bertanggung jawab dalam kelompoknya. Hal ini terjadi karena siswa belum terbiasa dengan
aktivitas belajar yang dilakukan. Untuk siswa yang memenuhi aspek yang tidak mencatat
materi sebanyak 20 siswa. Sedangkan pada aktivitas fisik siswa (Write) memiliki kategori
rendah. Hal ini dapat dibuktikan pada hasil belajar siswa , jumlah siswa yang tidak tuntas ada
9 siswa sehingga ada 31% siswa yang belum tuntas sedangkan yang tuntas 69% maka perlu
diadakan perbaikan pada siklus II. Selain itu pula ada 14 siswa yang kurang mampu
mengerjakan soal dengan baik sehingga perlu adanya pembiasaan diri dalam melaksanakan
tugas dari guru.

76
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

3,17
2,69
2,03

Skor

Indikator
Gambar 2. Skor Rata-Rata Masing-masing Indikator
(Sumber Data : Observasi Siklus I yang diolah)
Selama pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model kooperatif tipe TTW,
siswa tampak aktif dan antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas. Setiap
indikator dari aktivitas siswa mengalami peningkatan. Pada Siklus I, aktivitas siswa dengan
kategori sedang yang mendapatkan skor rata-rata 2,63 dan mengalami peningkatan pada
Siklus II menjadi kategori tinggi yaitu dengan skor rata-rata sebesar 4,3.

4,30

2,63

Gambar 3. Analisis Jumlah Skor Rata-Rata Indikator Siklus I dan Siklus II


(Sumber : Data Primer yang diolah)

Kegiatan berfikir siswa (Think) termasuk dalam kategori tinggi, karena mendapatkan skor
rata-rata 4,21. Walaupun demikian pada aspek mengerjakan tugas masih ada 11 siswa yang tidak
mengerjakan. Namun sudah ada sebanyak 25 siswa yang mampu berfikir dan bersikap mandiri
menyelesaikan tugas yang diberikan dengan cepat dan tepat. 24 siswa tanggap dan cepat dalam
memahami pertanyaan dan 3 siswa terlihat belum mampu berfikir kreatif dengan mengajukan
pertanyaan.
Indikator kedua, yaitu kegiatan siswa untuk berbicara tentang materi atau berdiskusi (Talk)
termasuk kategori tinggi dengan skor rata-rata mencapai 4,28. Terdapat 20 siswa yang berani untuk

77
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

bertanya, 25 siswa mampu mengemukakan pendapat dan menjawab pertanyaan, dan sebanyak 26
siswa aktif dalam kegiatan diskusi kelompok.
Indikator ketiga, yaitu melibatkan aktivitas fisik siswa (Write) juga termasuk kategori sangat
tinggi, karena mencapai skor rata-rata 4,41. Pada aspek menulis hasil diskusi terdapat 22
siswa, sebanyak 26 siswa mampu mempresentasikan hasil diskusi, dan 24 siswa sudah bisa Menarik
kesimpulan dari hasil diskusi dengan baik. Namun masih ada 2 siswa yang tidak mencatat penjelasan
dari guru.
Rendahnya aktivitas belajar siswa akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Imron (1996)
menyatakan bahwa aktivitas berkaitan erat dengan prestasi atau hasil belajar siswa. Siswa yang
memiliki motivasi belajar tinggi akan dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Sebaliknya siswa
yang rendah aktivitas belajarnya akan rendah pula hasil belajar yang ia peroleh.
Analisis ulangan harian pada siklus II, berdasarkan hasil tersebut diperoleh data dari 36 siswa
yang mengikuti ulangan harian dan terdapat 2 siswa yang tidak tuntas belajar, karena siswa tersebut
memperoleh nilai kurang dari 65 dari skor maksimal 100 dan 27 siswa tuntas secara perseorangan.
Hasil tersebut mengalami peningkatan dari siklus I, ini dapat terlihat dari rata-rata nilai ulangan pada
siklus I sebesar 70 dan pada siklus II sebesar 79. Sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal pada
siklus I hanya mencapai 69%. Pada siklus II sudah mencapai standar ketuntasan klasikal yang
diterapkan pihak sekolah yakni mencapai 93%. Pada hasil belajar siswa pada siklus II sudah
mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya, meskipun peningkatannya tidak terlalu tinggi
dikarenakan dalam mengerjakan tugas masih kurang teliti. Adapun peningkatan hasil belajar siswa
dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Peningkatan Hasil Belajar


Siklus
Besar
Nilai Prasiklus Siklus 1 Siklus 2
Peningkatan
Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase
≥ 70 16 55 % 20 69 % 27 93 % 14 % 24 %
≤ 70 13 45 % 9 31 % 2 7%

Untuk hasil belajar pada prasiklus mencapai nilai rata – rata 67 dengan ketuntasan
55% atau 16 siswa dan 45% atau 13 siswa yang belum tuntas. Pada Siklus I ada peningkatan
14% menjadi 69% atau 20 siswa dan 9 siswa atau 31% belum tuntas. Namun setelah ada
perbaikan pada Siklus II mencapai nilai rata-rata 79 dengan ketuntasan 93% atau 27 siswa dan
2 siswa atau 7% yang belum tuntas.
Peningkatan hasil belajar siswa menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe TTW dapat dipertimbangkan sebagai pendekatan pembelajaran yang baik

78
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

untuk diterapkan pada mata pelajaran Matematikayang sangat berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari. Tanggapan guru mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TTW
sangat mendukung model pembelajaran ini, karena guru dapat memperbaiki proses
pembelajaran yang telah dilaksanakan dengan lebih efektif dan efisien.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TTW dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan
siswa di SMP Negeri 6 Situbondo kelas VII-A. Peningkatan keaktifan siswa dapat dilihat dari
hasil observasi yang dilakukan pada saat pembelajaran Matematika berlangsung, sedangkan
peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari nilai ulangan harian siswa.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa jika diterapkan
pembelajaran dengan model kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dapat meningkatkan
hasil belajar siswa dan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran Matematika Kelas VII-A
semester ganjil di SMP Negeri 6 Situbondo tahun pelajaran 2012/2013. Oleh karena itu,
penerapan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe TTW dapat mendorong
siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, berpikir kreatif, saling bertukar pikiran,
mengemukakan pendapat, serta melatih siswa untuk lebih aktif dalam bertanya dan menjawab
pertanyaan, sehingga dapat dijadikan sebagai pendekatan pembelajaran yang dapat membantu
siswa untuk lebih memahami materi pelajaran Matematika.
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian sebagai berikut :
1) Guru hendaknya menerapkan pembelajaran model kooperatif tipe TTW sebagai salah
satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam mengajar di kelas.
Selain itu juga sebagai variasi pendekatan pembelajaran bagi siswa agar tidak merasa
jenuh selama proses pembelajaran berlangsung sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
2) Hendaknya guru lebih mempersiapkan perlengkapan belajar khususnya media
pembelajaran dan menerapkannya sesuai dengan skenario yang ada sehingga mencapai
hasil yang optimal dalam proses pembelajaran.
3) Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam melaksanakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) lebih lanjut dalam upaya meningkatkan hasil belajar
siswa.

79
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. (1993). Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung : Angkasa.
Anshari, H. (1983). Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.
Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
As’ari, A. (2000). Sekilas Tentang Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning). Makalah
Disajikan Dalam Seminar Akademik Jurusan MIPA STKIP PGRI Situbondo.
Depdikbud. (2004). Kurikulum Matematika SMP. Jakarta : Depdikbud.
Dimyati dan Mudjiono. (2010). Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Gintings, A. (2008). Esensi Praktis ; Belajar dan Pembelajaran. Bandung : Humaniora.
Ibrohim, H.M dkk. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Makalah Disajikan Dalam Seminar
Jurusan MIPA STKIP PGRI Situbondo.
Isjoni. (2011). Cooperative Learning, Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung :
Alfabeta.
Lestari, W. (2010). Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think – Talk – Write (TTW) dan pembelajaran Aktif Tipe Learning
Starts With a Question (lSQ) Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa. (online). tersedia :
http://etd.eprints.ums.ac.id/7242/1/A410060130.pdf (16 September 2012).
Lie, Anita. (2004). Cooperative Learning (Mempraktekkan Cooperatif Learning Di Ruang -
Ruang Kelas). Jakarta : Grasindo.
Moleong. (1998). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, H.E. (2010). Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya.
Negoro dan Harahap, B. (1998). Ensiklopedia Matematika. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Sanjaya, W. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar ProsesPendidikan. Jakarta :
Kencana Prenada Media.
Santoso, G. (2005). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta : Prestasi
Pustaka Publisher.
Sari, D. (2009). Penerapan Strategi Think Talk Write (TTW) Dalam Pembelajaran
Matematika Ditinjau Dari Minat Belajar Siswa. (online). tersedia :
http://etd.eprints.ums.ac.id/3444/2/A410050126.pdf (15 September 2012).
Sharan, S. (2012). The Handbook of Cooperative Learning. Yogyakarta : Familia (Grup
Relasi Inti Media).
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.
Sudirman. (1991). Ilmu Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Sudjana, N. (1989). Dasar - Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Sudjana, N. (2011). Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru
Algesindo.
Suherman, E. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA.
Tim FP. MIPA. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jember : FP. MIPA IKIP PGRI
Jember.

80
EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi VOLUME 6. No. 2 November 2019 ISSN: 1858-005X

Yuliana, Dyan. (2011). Laporan Program Pengalaman Lapangan (PPL) Jurusan Pendidikan
Matematika. Laporan disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan mata
kuliah PPL Semester VII (Tujuh) di STKIP PGRI Situbondo.

81

You might also like