You are on page 1of 5

HADIS NABI TENTANG MANAJEMEN RISIKO DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT

DAKWAH

MAKALAH

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Dakwah

Oleh

Mazia Aifi Nazili (04040221096)


Putri Nurul Fatika (04040221097)
Siti Munadifa (04040221098)
Ellian Hishni M.A. (B72218062)

Dosen Pengampu
Dr. Sokhi Huda, M.Pd
NIP. 196701282003121001

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
APRIL 2022
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hadis Nabi Tentang Manajemen Risiko
ُ‫ص لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس لَّ َم فِي ِم َجنٍّ قِي َمتُ ه‬
َ ِ ‫ْث ع َْن نَافِ ٍع ع َْن ا ْب ِن ُع َم َر قَا َل قَطَ َع َر ُس و ُل هَّللا‬
ُ ‫َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ َح َّدثَنَا اللَّي‬
‫يس ى‬ َ ‫ال َأبُ و ِع‬
َ َ‫س َوَأبِي هُ َري َْرةَ َوَأ ْي َمنَ ق‬ ٍ ‫ثَاَل ثَةُ َد َرا ِه َم قَا َل َوفِي ْالبَاب ع َْن َس ْع ٍد َو َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم ٍرو َوا ْب ِن َعبَّا‬
ُ ‫ص لَّى هَّللا‬
َ ‫ب النَّبِ ِّي‬
ِ ‫ص َحا‬ ْ ‫ْض َأ ْه ِل ْال ِع ْل ِم ِم ْن َأ‬
ِ ‫ص ِحي ٌح َو ْال َع َم ُل َعلَى هَ َذا ِع ْن َد بَع‬ َ ‫يث َح َس ٌن‬ ٌ ‫يث ا ْب ِن ُع َم َر َح ِد‬
ُ ‫َح ِد‬
‫ق قَطَ َع فِي َخ ْم َس ِة د ََرا ِه َم َور ُِوي ع َْن ع ُْث َم انَ َو َعلِ ٍّي َأنَّهُ َم ا قَطَ َع ا فِي ُربُ ِع‬ ِّ ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِم ْنهُ ْم َأبُو بَ ْك ٍر‬
ُ ‫الص دِّي‬
‫َار َور ُِوي ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ َوَأبِي َس ِعي ٍد َأنَّهُ َم ا قَ ااَل تُ ْقطَ ُع ْاليَ ُد فِي َخ ْم َس ِة د ََرا ِه َم َو ْال َع َم ُل َعلَى هَ َذا ِع ْن َد‬ ٍ ‫ِدين‬
‫اعدًا‬ ِ ‫ص‬ َ َ‫َار ف‬
ٍ ‫ط َع فِي ُرب ُِع ِدين‬ ْ َ‫ق َرَأوْ ا ْالق‬ َ ‫س َوال َّشافِ ِع ِّي َوَأحْ َم َد َوِإس‬
َ ‫ْح‬ ٍ َ‫ك ْب ِن َأن‬ِ ِ‫ْض فُقَهَا ِء التَّابِ ِعينَ َوهُ َو قَوْ ُل َمال‬
ِ ‫بَع‬
ِ َ‫يث ُمرْ َس ٌل َر َواهُ ْالق‬
ُ‫اس ُم بْن‬ ٌ ‫َار َأوْ َع َش َر ِة َد َرا ِه َم َوه َُو َح ِد‬ٍ ‫ط َع ِإاَّل فِي ِدين‬ ْ َ‫ي ع َْن ا ْب ِن َم ْسعُو ٍد َأنَّهُ قَا َل اَل ق‬َ ‫َوقَ ْد ر ُِو‬
‫ْض َأ ْه ِل ْال ِع ْل ِم َوهُ َو‬
ِ ‫اس ُم لَ ْم يَ ْس َم ْع ِم ْن ا ْب ِن َم ْسعُو ٍد َو ْال َع َم ُل َعلَى هَ َذا ِع ْن َد بَع‬
ِ َ‫َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ع َْن ا ْب ِن َم ْسعُو ٍد َو ْالق‬
ْ َ‫ال اَل ق‬
‫ط َع‬ َ َ‫َش َر ِة د ََرا ِه َم َور ُِوي ع َْن َعلِ ٍّي َأنَّهُ ق‬َ ‫ط َع فِي َأقَ َّل ِم ْن ع‬ ْ َ‫قَوْ ُل ُس ْفيَانَ الثَّوْ ِريِّ َوَأ ْه ِل ْال ُكوفَ ِة قَالُوا اَل ق‬

َ ‫فِي َأقَ َّل ِم ْن َع َش َر ِة َد َرا ِه َم َولَي‬


ِ َّ‫ْس ِإ ْسنَا ُدهُ بِ ُمت‬
‫ص ٍل‬
Terjemah: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada
kami Al Laits dari Nafi' dari Ibnu Umar ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
memotong tangan dalam pencurian tameng besi senilai tiga dirham. Ia mengatakan: Dalam
hal ini ada hadits serupa dari Sa'd, Abdullah bin Amr, Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan Aiman.
Abu Isa berkata: Hadits Ibnu Umar adalah hadits hasan shahih dan menjadi pedoman amal
menurut sebagian ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di
antaranya: Abu Bakr Ash Shiddiq memotong tangan dalam pencurian lima dirham, dan
diriwayatkan dari Utsman dan Ali bahwa keduanya pernah memotong tangan dalam
pencurian seperempat dinar dan diriwayatkan juga dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id bahwa
keduanya berkata: Tangan boleh dipotong dalam penduciran lima dirham. Hadits ini menjadi
pedoman amal menurut sebagian fuqaha tabi'in, ini menjadi pendapat Malik bin Anas, Asy
Syafi'i, Ahmad dan Ishaq, mereka membolehkan memotong tangan dalam pencurian
seperempat dinar atau lebih. Telah diriwayatkan juga dari Ibnu Mas'ud bahwa ia berkata:
Tidak dipotong tangan kecuali mencapai satu dinar atau sepuluh dirham. Ini adalah hadits
mursal, Al Qasim bin Abdurrahman meriwayatkannya dari Ibnu Mas'ud padahal Al Qasim
tidak mendengar dari Ibnu Mas'ud. Hadits ini menjadi pedoman amal menurut sebagian
ulama, ini menjadi pendapat Sufyan Ats Tsauri dan ulama Kufah, mereka berpendapat: Tidak
ada potong tangan kurang dari sepuluh dirham dan sanadnya tidak bersambung. (HR. at-
Tirmidzi: 1366).
Hadis di atas merupakan peristiwa pencurian yang terjadi pada zaman Rasulullah.
Rasulullah memotong tangan dalam pencurian perisai besi senilai tiga dirham, hal ini
menunjukkan bahwa keputusan yang ditetapkan Rasulullah berperan penting dalam
menyelesaikan sebuah permasalahan. Ini memungkinkan untuk mengurangi adanya
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dan menekan angka risiko yang ada. Pencurian
termasuk dalam risiko sosial, karena sumber utama risiko ini adalah masyarakat, selain
pencurian yang terjadi di Timur Tengah, pencurian kerap kali terjadi di Indonesia, dengan
berkembangnya toko-toko swalayan, maka pemilik toko menghadapi risiko besarnya
pencurian (shoplifting). Risiko adalah kemungkinan terjadinya penyimpangan dari harapan
yang menimbulkan kerugian, sementara manajemen risiko adalah usaha yang secara rasional
ditujukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kerugian dari risiko yang dihadapi.
Risiko tidak cukup dihindari, tetapi harus dihadapi dengan cara-cara yang dapat memperkecil
kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Faktor penyebab terjadinya risiko ada dua, yaitu
bencana dan bahaya.
Risiko sosial merupakan tindakan orang-orang menciptakan kejadian yang
menyebabkan penyimpangan yang merugikan. Penyebab terjadinya risiko sosial adalah
karena bahaya fisik, bahaya moral, bahaya karena hukum atau peraturan. Haddon
mengemukakan sepuluh strategi dalam mencegah terjadinya musibah, yaitu: mencegah
lahirnya bahaya pada kesempatan pertama, mengurangi jumlah atau besarnya bahaya,
mencegah bahaya jika bahaya terbentuk, mengubah kecepatan atau kekuatan bahaya dari
sumbernya, memisahkan dari obyek yang dapat dihancurkannya, pemisahan dalam arti
pemisahan tempat atau pemisahan waktu, memisahkan bahaya dari obyek yang harus
dilindungi dengan suatu sekat pemisahan, mengubah kualitas dasar yang relevan dari bahaya,
menjadikan obyek lebih tahan terhadap bahaya yang akan merusaknya, mulai melakukan
tindakan kontra untuk menahan bertambahnya kerusakan, menstabilkan, mereparasi, dan
merehabilitasi objek yang terkena musibah.1
B. Analisis Kritis Prespektif
Setiap kegiatan dan setiap pekerjaan tidak lepas dari sesuatu yang disebut upah atau
gaji dan demi mendapatkan upah tersebut kita rela melakukan sebuah pekerjaan yang harus
dilakukan jika tidak kita tidak akan mendapat upah tersebut. Dari kita bekerja terus menerus
hingga mendapatkan upah tidak telepas dari yang namanya resiko, apa maksudnya?
Maksudnya yakni apapun pekerjaan yang kita lakukan kita harus siap dengan segala
konsekuensi yang ada, seperti contoh jika kita bekerja maka konsekuensinya badan kita akan
terasa pegal-pegal tetapi bagaimanapun konsekuensi itu harus di terima atau contoh yang
lebih ekstrim lagi jika kita bekerja sebagai petugas PLN lalu kita mendapat tugas untuk
membetulkan kabel di tiang jalan yang terputus konsekuensi atau resikonya adalah jika kita
tidak hati-hati kita akan jatuh dari tiang atau tersetrum aliran listrik. Dari sedikit penjelasan
tadi bisa disimpulkan bahwa resiko tidak akan pernah jauh dari diri kita sendiri maka kita
sebagai manusia harus berhati-hati. Dan sedikit penjelasan tersebut juga ada kaitannya dengan
hadits diatas, dapat dilihat bahwa pada zaman Rasulullah SAW ada hukum potong tangan
bagi pelaku atau tersangka pencurian. Namun seiring berjalan dan berkembangnya zaman
serta ada banyak perbedaan hukuman antar negara jadi hukuman tersebut dikurangi dan
mengikuti aturan yang ada di negara tersebut dan tidak lepas dari ajaran islam.
Manajemen Risiko dalam ajaran Islam terdiri dua kaidah, yaitu kaidah ibadah dan
kaidah muamalah, dalam hal ibadah jangan dikerjakan kecuali ada perintah, sementara dalam
hal muamalah kaidah dasarnya adalah halal dan diperbolehkan, kecuali jika ada dalil yang
melarang. Perspektif Islam dalam pengelolaan risiko suatu organsiasi dapat dikaji dari kisah
Yusuf dalam mentakwilkan mimpi sang raja pada masa itu, kisah mimpi sang raja termaktub
dalam al-Qur’an Surat Yusuf :43. Pada dasarnya Allah SWT mengingatkan manusia, dimana
ada kalanya dalam situasi tertentu mempunyai aset dan modal yang kuat, namun suatu saat
akan mengalami kesulitan, hanya saja bagaimana cara mengatasinya dalam menghadapi
kesulitan maka kita harus menyiapkan untuk perhitungan dan pandangan yang luas.

1
Bambang Subandi, “Manajemen Organisasi Hadits Nabi”, (Yogyakarta: INDes, 2016). Hal 168
Dalam Hadits juga dikisahkan, salah seorang sahabat Rasulullah SAW, yang
meninggalkan untanya tanpa diikatkan pada sesuatu, seperti pohon, tonggak dan lain-lain, lalu
ditinggalkan. Rsulullah bertanya: "Mengapa tidak kamu ikatkan?" Ia menjawab: "Saya sudah
bertawakkal kepada Allah." Rasulullah SAW tidak dapat menyetujui cara berfikir orang itu,
lalu bersabda, "Ikatlah dulu lalu bertawakkallah." Ringkasnya tawakkal tanpa usaha lebih
dahulu adalah salah dan keliru menurut pandangan Islam. Adapun maksud tawakkal yang
diperintahkan oleh agama itu ialah menyerahkan diri kepada Allah sesudah berupaya dan
berusaha serta bekerja sebagaimana mestinya. Misalnya meletakkan sepeda di muka rumah,
setelah dikunci baik-baik, lalu bertawakkal. Artinya apabila setelah dikunci itu masih juga
hilang misalnya dicuri orang, maka dalam pandangan agama orang itu sudah tidak bersalah,
sebab telah melakukan ikhtiar supaya jangan sampai hilang. Makna tawakal ini yang diartikan
sebagai manajemen risiko, islam memberi ajaran untuk mengatur posisi risiko dengan sebaik-
baiknya, sebagaimana Al-Qur’an dan Hadits mengajarkan untuk melakukan aktivitas dengan
perhitungan yang sangat matang dalam menghadapi risiko, dalam usahanya mencari nafkah,
seorang muslim dihadapkan pada kondisi ketidakpastian terhadap apa yang terjadi. Kita boleh
saja merencanakan suatu kegiatan usaha atau investasi, namun kita tidak bisa memastikan apa
yang akan kita dapatkan dari hasil investasi tersebut, apakah untung atau rugi. Hal ini
merupakan sunnatullah atau ketentuan Allah seperti yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad saw.
Manajemen risiko dalam pengembangan masyarakat islam adalah mencakup semua
aspek kehidupan baik itu yang mengatur dan mengembangkan dalam bidang perekonomian,
pendidikan, kesehatan, lingkungan, budaya, dan agama. Adapun tahap-tahapan dalam
Manajemen Pengembangan Masyarakat Islam dapat mengacu apa yang dijabarkan oleh
Isbandi Rukminto Adi, yang melihat kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh
beberapa organisasi masyarakat senantiasa mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Tahap persiapan.
b. Tahap assesment .
c. Tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan.
d. Tahap formulasi rencana aksi.
e. Tahap pelaksanaan program.
f. Tahap evaluasi, kegiatan evaluasi perlu dilakukan pada semua program pemberdayaan
masyarakat.
g. Tahap terminasi.
Yang menjadi problem dalam tahapan-tahapan tersebut sering terlupakan adalah aspek
keberlanjutan dari program tersebut. Secara implisit, mungkin, dalam perencanaan program
sudah direncanakan soal keberlanjutan program tersebut. Tetapi hal ini terasa belum cukup,
karena segi keberlanjutan cenderung terabaikan, agar dieksplisit dalam bentuk tahapan,
misalnya, tahap pelembagaan/keberlanjutan program.2

2
Asy’ari Suparmin. “Manajemen Resiko Dalam Perspektif Islam”. Artikel.
DAFTAR PUSTAKA

Subandi, bambang. “Manajemen Organisasi Dalam Hadits Nabi”. Yogyakarta: Nusantara Pres.
2016.
Suparmin, Asy’ari. “Manajemen Resiko Dalam Perspektif Islam”. Artikel.

You might also like