You are on page 1of 5

GOLDEN AGE, Vol. 1, No.

1 (Juni 2017)

Persepsi Guru tentang Membaca, Menulis, dan


Berhitung pada Anak Usia Dini

Teacher’s Perception of Reading, Writing, and


Calculating on Early Childhood
Lutfatulatifah1
Slamet Wahyudi Yuliyanto2
1
Pendidikan Anak Usia Dini, Sekolah Pascasarjana UPI
Jl. Setiabudhi No.229, Isola, Sukasari, Kota Bandung, Jawa Barat 40154
2Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Subang
Jl. R.A. Kartini KM. 3, Kec. Subang, Jawa Barat 41285
Email: 1uul@student.upi.edu, 2Slamet.wahyudi.y@gmail.com

Abstract
There is a huge amount of early childhood education institutions which implement
the reading, writing, and counting learning. Their activities are event dominated by
the students’ work sheets or the students’work books. The children learning principle,
playing while learning or learning while playing, is declined. This study is focused on
understanding the teachers’ perceptions toward reading, writing, and counting learning
for early childhood education. The method used in this study was phenomenology. To
collect the data, this study employed a semi-structural interview technique. The collected
data were then analyzed using Interpretative Phenomenological Analysis (IPA). It is
revealed that there are two kinds of teachers’ perceptions upon the reading, writing, and
counting learning in early childhood education, namely the urgency of reading, writing,
and counting, learning which is the reason why teachers implement such learning for early
children. Additionally, the teachers hold their own understanding about the achievement
of the reading, writing, and counting learning for different groups of age. The learning of
reading, writing, and counting is identical with the learning which is academic-oriented and
neglects the concept of playing for children. As a consequence, the playing and learning
seem two different and separate concepts.
Keywords: Reading, Writing, counting, early childhood education, Perception

Abstrak
Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang menerapkan pembelajaran membaca,
menulis dan berhitung tidak sedikit jumlahnya. Bahkan kegiatan didominasi dengan
lembar kerja siswa atau buku kerja siswa. Prinsip belajar anak yang bermain sambil
belajar atau belajar seraya bermain menjadi terenggut dengan paksa. Fokus penelitian
ini untuk memahami persepsi guru tentang pembelajaran membaca, menulis dan
berhitung (calistung) pada anak usia dini. Sehingga untuk memahaminya penelitian ini
menggunakan metode fenomenologi. Di mana peneliti menggunakan teknik wawancara
untuk mengumpulkan data. Peneliti sudah menyiapkan serangkaian pertanyaan namun
terbuka, di mana pertanyaan tidak harus berurutan dan dapat dimodifikasi selama
wawancara. Setelah data terkumpul, peneliti menganalisis dengan menggunakan Analisis
Fenomenologi Interpretatif (AFI). Yang kemudian peneliti menemukan bahwa adanya
dua bentuk pemahaman guru terkait pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung
dilembaga PAUD, yakni urgensi membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan alasan
guru menerapkan pembelajaran calistung pada anak usia dini, serta bagaimana bentuk
pembelajaran yang dilakukan pada anak usia dini. Disamping itu guru juga memiliki
pemahaman tersendiri terkait pencapain pembelajaran calistung pada kelompok usia
yang berbeda. calistung sudah identik dengan pembelajaran yang berorientasi akademik
dan malah menghilangkan konsep bermain untuk anak. seolah-olah bermain dan belajar
merupakan dua konsep yang berbeda dan terpisahkan.
Kata Kunci: Membaca, Menulis, Berhitung,PAUD, Guru, Persepsi.

Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 77


Lutfatulatifah, Slamet Wahyudi Yuliyanto, Persepsi Guru tentang Membaca, Menulis, dan...

Pendahuluan pengetahuan berdasarkan pengalaman


seseorang secara signifikan. Fenomenologi
Dewasa ini masih banyak orang
adalah penelitian kualitatif yang mencakup
tua dan guru yang menuntut anak untuk
fenomena yang berada di luar itu, seperti
sudah mampu membaca, menulis, dan
persepsi, pemikiran, kemauan, dan keyakinan
berhitung yang dikenal dengan calistung
subjek tentang “sesuatu” di luar dirinya
sejak dini tanpa memperhatikan aspek
(Idrus, 2009:59).
kebutuhan perkembangan anak yang tidak
hanya perkembangan kognitif saja, namun Creswell (2013:76) mengungkapkan
perkembangan sosial-emosional, bahasa, bahwa tujuan dari fenomenologi itu sendiri
moral-agama, fisik-morotik, dan seni adalah kembali pada realita yang ada.
juga perlu mendapatkan perhatian untuk Selain itu Kuswarno (2008:21) berpendapat
distimulus. Masih berkembangnya asumsi bahwa fenomenologi tidak berusaha untuk
orang tua yang berpendapat bahwa anak mencari pendapat benar dan salah, tetapi
yang cerdas yakni anak yang sudah mampu untuk mereduksi kesadaran manusi a
calistung sejak dini. Sehingga banyak orang dalam memahami fenomena yang tampak
tua dan guru berlomba dengan waktu untuk dihadapannya. Sehingga untuk menggali
memberikan pengalaman belajar melalui pemahaman responden dalam pengumpulan
kegiatan pembelajaran akademik (Istiyani, data peneliti melakukan wawancara.
2013:3).
Wawancara sendiri yakni teknik
Tidak sedikit lembaga PAUD yang pengumpulan data untuk mengetahui hal-
menerapkan pembelajaran calistung. Bahkan hal dari responden secara mendalam yang
kegiatan didominasi dengan lembar kerja lebih mendalam (Sugiono, 2011:316). Peneliti
siswa atau buku kerja siswa. Sejatinya cara sudah menyiapkan daftar pertanyaan namun
belajar anak yang merupakan bermain sambil dalam pelaksanaan wawancara tersebut tidak
belajar atau belajar seraya bermain terenggut harus berurutan dan dapat dimodifikasi pada
dengan paksa. Dan mengabaikan konsep saat wawancara berlangsung berdasarkan
bermain atau pentingnya bermain untuk situasi yang dibutuhkan. Wawancara sendiri
anak. Yus (Istiani, 2013:3) mengungkapkan dilakukan dengan dua responden yang bekerja
bahwa dalam situasi ini, aspek kognitif atau pada lembaga yang sama dan menerapkan
intelektual memperoleh stimulasi terbesar, pembelajaran calistung.
sedangkan aspek lainnya, seperti emosi
Setelah data terkumpul langkah
sosial, dan seni hampir terabaikan.
selanjutnya yakni menganalisis data dengan
Asumsi yang berkembang dimasyarakat menggunakan metode Analisis Fenomenologis
sehingga Lembaga PAUD menerapkan model Interpretatif (AFI). Dalam Smith (2009:97)
pembelajaran calistung karena dilatarbelakangi dijelaskan bahwa AFI bertujuan umtuk
adanya ketentuan seleksi masuk Sekolah mengungkap secara detail bagaimana
Dasar (SD) dengan tes calistung. Istiyani partisipan memaknai dunia personal dan
(2013:4) mengungkapkan bahwa calon siswa sosialnya dengan menekankan pada persepsi
SD yang diterima diprioritaskan yang sudah atau pendapat personal individu tentang objek
memiliki kemampuan calistung. Peneliti atau peristiwa. Penelitian AFI dilaksanakan
sangat tertarik untuk menggali persepsi dengan ukuran sampel kecil.
para guru PAUD yang mengajarkan calistung
Menurut Smith (Hajaroh dalam Wijaya,
pada anak didik mereka, di mana orientasi
2015:34) memaparkan tahap-tahap AFI yang
pembelajaran di PAUD lebih menekankan
dilaksanakan sebagai berikut: 1) Reading and
pada konsep bermain, Paper ini mencoba
re-reading, peneliti membaca dan membaca
memberikan gambaran terkait pandangan
kembali unuk mendalami transkrip yang telah
para guru tentang pembelajaran calistung
diperoleh; 2) Initial noting, peneliti mencari
yang mereka terapkan pada anak.
teks yang bermakna, penting atau menarik dari
transkrip wawancara; 3) Developing Emergent
themes, mengembangkan kemunculan tema
Metodologi Penelitian dengan mambaca transkrip berulang kali; 4)
Fokus penelitian ini untuk memahami Searching for connections across emergent
persepsi guru tentang membaca, menulis themes, mencari hubungan antar tema
dan berhitung (calistung) pada anak usia dini. yang muncul setelah peneliti menetapkan
Sehingga untuk memahaminya penelitian subkategori tema yang telah diurutkan
ini menggunakan metode fenomenologi. secara kronologis dan ditemukan 21 makna,
Hal ini dimaksudkan untuk membangun dengan 3 subkategori yang menjadi 2 tema

78 ISSN 2549-8371 | EISSN 2580-5843


GOLDEN AGE, Vol. 1, No. 1 (Juni 2017)

yang saling berhubungan; 5) Moving the next PAUD (sekadar bernyanyi & bermain-main
cases, yakni berpindah dari satu transkrip saja), serta proses pembelajaran yang
wawancara dengan satu koresponden ke belum sepenuhnya memenuhi standar dan
transkrip koresponden selanjutnya; and 6) cenderung berorientasi pada pengajaran
Looking for patterns across cases, pada tahap baca-tulis-hitung (calistung) sehingga
terakhir analisis ini mencari pola yang muncul menyebabkan rendahnya penghargaan yang
antar kasus/partisipan. diberikan pada pendidik AUD (Prasetyo, dkk.
2012:2).
Di sam pi ng i tu masi h kurangnya
Pembahasan
kesadaran orang tua dan masyarakat
Pemahaman Guru Tentang Pembela- akan esensi pembelajaran pada lembaga
jaran Calistung di PAUD PAUD. Sehingga memberikan tuntutan
akan kemampuan calistung sedini mungkin.
Dari hasil wawancara yang telah
Anggapan anak yang cerdas adalah anak
dilakukan dengan guru PAUD peneliti
yang sudah mampu calistungpun masih
menemukan adanya dua bentuk pemahaman
berkembang di masyarakat, sehingga
guru terkait pembelajaran calistung di PAUD,
memberikan tuntutan tersendiri pada guru
yakni urgensi calistung yang merupakan
PAUD untuk ekstra memberikan pembelajaran
alasan guru menerapkan pembelajaran
calistung pada anak-anak.
calistung pada anak usia dini, serta bagaimana
bentuk pembelajaran yang dilakukan pada Kita mah diajarin kalau di TK mah
anak usia dini. Berikut penjelasannya. hanya sebatas selewat saja, mengenal lah.
Tapi faktor utama mah karena tuntutan
orang tua. Soalnyakan sekarang ke SD aja
Urgensi Calistung ada tes bacanya. (Subjek 1, Wawancara 7
Desember 2015). Iyakan saya juga pernah
Dari hasil wawancara yang telah
baca TK di Jepang teh dari pagi sampai sore,
dilakukan dengan dua subjek guru yang
terus enggak diajarin calistung. Mereka teh
dijadikan sumber penelitan menganggap
diajarin buat ngantri dan bersih-bersih. Tapi
pembelajaran calistung penting, karena
disini mah tuntutan orang tua, orang tua yang
merupakan kemampuan dasar yang harus
minta anaknya diajarin calistung. Ya buat
dimiliki oleh anak. Membaca merupakan
bekal anak nanti ke SD nya. Di SD ***** aja
sebuah fondasi dasar keterampilan akademik,
ditest baca dan hitungan anaknya. (Subjek
di mana sistem pendidikan menjadikan
2, Wawancara 7 Desember 2015)
membaca sebuah prioritas utama dalam
pendidikan dasar (Aryanti & Lutfatulatifah, Adanya keyakinan yang berkembang
2015:239). Dengan membaca anak memiliki pada masyarakat di mana sekolah dasar atau
keterampilan dasar yang akan membantunya SD menerapkan sisem seleksi dan tes pada
memahami berbagai konsep pengetahuan calon anak didiknya. Retno (Aryanti, 2015:53)
lainnya dengan mudah. menilai syarat kemampuan membaca untuk
masuk SD sebagai bentuk pemaksaan
Ya penting, soalnya dasarnya. Dasarnya
kepada anak untuk belajar membaca ketika
anak-anak. kalau disini belum bisa, nanti
di PAUD, anak-anak tidak boleh dipaksa
diSDnya bisa mengikuti. Udah kebayang gitu.
untuk bisa membaca. Menurutnya, memaksa
Kan di Al-Quran aja Iqra, jadi yang harus
anak untuk membaca pada usia tertentu,
diajarkan pada anak-anak pertama kali itu
seperti pada anak usia dini bisa menimbulkan
membaca. (Subjek 2, wawancara 7 Desember
ketidaksukaan anak untuk membaca di masa
2015)
depan.
Sejatinya calistung pada tingkat
PAUD hanya berbentuk pengenalan
bukan pembelajaran, namun yang terjadi Bentuk Pembelajaran
dilapangan yakni tidak sedikit sekolah
Pembelajaran. Kita ajarin anak
yang berorientasi calistung dan sangat
mengenal huruf, angka, hitungan. Anak-anak
akademik dan menghilangkan kegiatan
isi buku LKS, sudah ada tahapannya. Pertama
bermain yang merupakan kebutuhan bagi
di contohkan dulu, nanti anaknya ngikutin.
anak. Masih rendahnya kepercayaan dan
(Subjek 1, Wawancara, 7 Desember 2015)
kesadaran masyarakat akan pentingnya
PAUD dan masyarakat masih memandang Pembelajaran TK B juga malah sudah
remeh pembelajaran yang diberikan di baca majalah. Da anak-anak mah pinter,

Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 79


Lutfatulatifah, Slamet Wahyudi Yuliyanto, Persepsi Guru tentang Membaca, Menulis, dan...

udah pada bisa. Jararago, penjumlahan, pembelajaran calistung. Pada tingkat A ini
pengurangan. (Subjek 2, Wawancara 7 guru hanya mengenalkan beberapa huruf dan
Desember 2015) angka, tidak ada penekanan agar anak bisa
calistung di tingkat ini. Ada kalau tingkat A
Pembelajaran calistung yang diterapkan
mah 1-20, kalau B mah sampai 100. Kalau
oleh guru PAUD sepenuhnya menggunakan
tingkat A mah gak apa belum bisa juga.
buku kerja siswa. Guru mengacu buku
Kalau tingkat B mah lebih ditekan harus bisa,
tersebut dan tahapannya mengikuti buku
apa yah.. lebih diperdalam gitu. (Subjek 1,
tersebut. Pembelajaran yang berorientasi
Wawancara 7 Desember 2015).
pada buku kerja siswa tentu memudahkan
guru dalam mengajarkan pembelajaran. Berbeda dengan tingkat B yang sudah
Karena karakteristik anak yang belajar dituntut atau ada penekanan bahwa harus
dengan sangat cepat. Baik bahasa maupun sudah bisa membaca, menulis dan berhitung.
belajar yang lainnya. hal ini seperti yang Karena harapannya adalah untuk lolos
di uangkapkan oleh Montessori (Istiyani, tes masuk sekolah dasar. Maka model
2013:5) anak-anak akan belajar membaca pembelajaran yang digunakan Guru sudah
dan menulis dengan sangat antusias karena seperti pembelajaran akademik di SD. Iya
mereka masih berada didalam periode kalau TK A mah tidak terlalu dibebankan atau
kepekaan umum terhadap bahasa. tidak harus bisa. Tapi kalau B sudah harus,
agak ditekan. Udah kayak di SD kalau B mah.
Hal ini kurang sesuai dengan acuan
Ah da udah pada bisa, pararinter. (Subjek 2,
prinsip-prinsip pembelajaran yang tercantum
Wawancara 7 desember 2015).
dalam permen 58 tahun 2009 di mana
pembelajaran (1) memperhatikan tingkat Namun jika kita melihat standar PAUD
perkembangan, kebutuhan, minat dan no.58 tahun 2009 di mana perkembangan
karakteristik anak; (2) mengintegrasikan bahasa memiliki tiga aspek yaitu menerima
kesehatan, gizi, pendidikan, pengasuhan, bahasa, mengungkapkan bahasa, dan
dan perlindungan; (3) pembelajaran keaksaraan. Menulis termasuk dalam
dilaksanakan melalui bermain; (4) kegiatan keaksaraan di mana kemampuan baca-tulis
pembelajaran dilakukan secara bertahap permulaan. Artinya kemampuan ini termasuk
berkesinambungan dan bersifat pembiasaan; kemampuan menyebutkan simbol-simbol
(5) proses pembelajaran bersifat aktif, kreatif, huruf yang dikenal, mengenal suara huruf
interaktif, efektif, dan menyenangkan; (6) awal dari nama benda-benda yang ada
proses pembelajaran berpusat pada anak. disekitarnya, menyebutkan 4 kelompok
gambar yang memiliki bunyi/huruf awal yang
Pembelajaran pada lembaga PAUD
sama, memahami hubungan antara bunyi
menggunakan prinsip belajar melalui bermain
dan bentuk huruf, membaca nama sendiri
agar seluruh aspek perkembangannya
dan menulis nama sendiri (Isyani, 2013:6).
berkembang secara optimal, termasuk pada
aspek pengembangan kognisinya (Holis, Pembelajaran dan pencapaian lebih
2010:31). membaca, menulis dan berhitung menekankan pada pencapaian kemampuan
termasuk dalam kognisi. Namun kognisi anak yang berorientasi akademik. Seperti
tidak hanya sekadar membaca, menulis yang diungkapkan oleh Martuti (Yudani,
dan berhitung. Banyak konsep yang perlu 2010:5-6) seharusnya pembelajaran yang
dikuasai anak seperti konsep warna, ukuran, dilakukan pada anak usia dini tidak semata-
bentuk, arah dan besaran. Konsep terebut mata untuk kemampuan calistung saja, akan
dapat berkembang dengan salah satu caranya tetapi lebih diarahkan untuk mengembangkan
yakni bermain, di mana hal-hal tersebut dapat berbagai potensi pada diri anak seperti fisik,
menjadi landasan untuk belajar menulis, kognitif, bahasa, dan sosio-emosional.
bahasa, matematika dan ilmu pengetahuan
lainnya.
Kesimpulan
Pemahaman guru tentang pembelajaran
Pemahaman Guru Tentang Pencapa-
calistung di PAUD tentu tidak terlepas dari
ian Calistung PAUD urgensinya. Bagaimana guru akhirnya
Terdapat pencapaian yang berbeda menerapkan pembelajaran calistung yang
untuk anak yang berada pada dua tingkatan dirasa perlu sebagai kemampuan dasar
yakni tingkat A dan B. Di mana tingkat A pada yang harus dimiliki anak, selain itu ada
usia 4>5 tahun sedangkan tingkat B usia 5>6 faktor utama yang menuntut guru untuk
tahun. berikut penjelasan akan ketercapaian melaksanakan pembelajaran calistung

80 ISSN 2549-8371 | EISSN 2580-5843


GOLDEN AGE, Vol. 1, No. 1 (Juni 2017)

adalah karena tuntutan orang tua. Orang tua Creswell, J. (2013). Qualitative Inquiry &
menuntut guru untuk mengajarkan caslitung Research Design: Choosing Among Five
pada anak-anak mereka dengan harapan Approasches, Third Edition. California:
untuk memenuhi syarat masuk sekolah dasar. SAGE Publicaion, Inc.
Holis, A. (2010). Belajar Melalui Bermain
Pembelajaran calistung sebetulnya
untuk Pengembangan Kreativitas dan
bisa saja diterapkan pada anak usia dini
Kognitif Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan
dengan metode yang tepat, yakni melalui
Universitas Garut, Vol. 09; No. 01; 2010;
bermain agar tidak menghilangkan prinsip
23-37
belajar anak. Namun yang sudah dipahami
Idrus, M. (2009). Metode Penelitian Ilmu
calistung sudah identik dengan pembelajaran
Sosial. Yogyakarta: PT Gelora Aksara
yang berorientasi akademik dan malah
Pratama
menghilangkan konsep bermain untuk anak.
Istiyani, D. (2013). Model Pembelajaran
seolah-olah bermain dan belajar merupakan
Membaca Menulis Menghitung (Calistung);
dua konsep yang berbeda dan terpisahkan.
Pada Anak Usia Dini di Kabupaten
Dengan fenomena demikian dirasa perlu Pekalongan. Jurnal Penelitian Vol.10,
adanya komunikasi dengan orang tua dengan no.1 Hlm. 1-18.
tujuan untuk memberikan pemahaman terkait Kuswarno, E. (2008). Metode Penelitian
pembelajaran yang seharusnya dilakukan komunikasi:Etnografi komunikasi Suatu
di PAUD, sehingga tidak adanya tuntutan Pengantar dan Contoh Penelitiannya.
orang tua atau perbedaan pandangan terkait Bandung: Widya Padjajaran.
pembelajaran di PAUD. Meskipun perlu Permen no.58 tahun 2009 tentang pedoman
adanya pembelajaran calistung tentunya penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia
dengan cara yang tepat dan sesuai dengan Dini.
tahapan perkembangan anak. Prasetyo, A. dkk. (2012). Pentingnya Bintek
(Bimbingan Teknis) Dalam Pengembangan
Sebagaimana pendidikan anak usia
Karakteristik Tenaga Pengajar Di Pos PAUD
dini merupakan tanggungjawab bersama
Sebagai Perwujudan Mutu Pendidikan
perlu adanya “duduk bersama” antara pihak
Profesional. [email]. Em_dwista@yahoo.
orangtua, guru paud, serta guru sekolah dasar
com. Akses 22 desember 2015
sehingga tidak ketimpangan pembelajaran
Smith, J.A. (2009). Psikologi Kualitatif:
untuk anak, sehingga anak tidak menjadi
Panduan Praktis Metode Riset. Yogyakarta:
korban dari kebijakan maupun keegoisan
Pustaka Pelajar.
salah satu pihak.
Sugiono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta.
Wijaya, F.N. (2015). Persepsi Orang Tua Tentang
Daftar Pustaka
Perilaku Bermain Anak Berdasarkan
Aryanti, Y. (2015). Motivasi Orang Tua Gender: Studi Fenomenologi pada Orang
Memasukkan Anaknya Ke Taman Kanak- Tua yang Memiliki Anak Usia di bawah
Kanak: Studi Fenomenologi Terhadap Enam Tahun di Kecamatan Cicalengka.
Orang Tua yang Memiliki Anak Berusia di (Skripsi yang tidak dipublikasikan).
bawah 6 tahun, di Gang Cempaka Rt.02 FIP, Universitas Pendidikan Indonesia,
Rw.06, Geger Kalong Girang. (Skripsi yang Bandung.
tidak dipublikasikan). FIP, Universitas Yudani, A. (2010). Pengelolaan Pembelajaran
Pendidikan Indonesia, Bandung. Taman Kanak-kanak Berdasarkan
Aryanti, Y, & Lutfatulatifah. (2015). Motivasi Minat Anak; Studi kasus di TK Negeri
Orang Tua Memasukkan Anaknya Ke Pembina Surakarta. (Tesis yang tidak
Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini dipublikasikan). Pascasarjana, Universitas
(PAUD). Prosiding Simposium Nasional Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Riset Pendidikan 11 tahun 2015 “Guru
Transformatif untuk Pendidikan yang
Lebih Baik.”, Jakarta.

Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 81

You might also like