You are on page 1of 33

1

MODEL PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI MELALUI


PENGGUNAAN MEDIA BELAJAR DARING PADA MATA
PELAJARAN PAI SAAT MASA PANDEMI COVID - 19
(Studi Kasus di SMA Plus NU Panguragan-Cirebon)

BUNAIM

IAIN Syekh Nurjati Cirebon


Bunaim77@gmail.com

Abstract
At this time learning in schools is carried out online, of course in its implementation
teachers are required to be able to do it with various strategies, models and varied
learning media. This is important because each student has a different learning style,
namely visual, audio, and kinesthetic.
The differentiated learning model is one of the appropriate ways to be used when
learning to use online media. By mapping the learning styles of students, a teacher will
consider the strategies, models, approaches and media that must be used so that online
learning is effective. So that the material and assignments given are in accordance with
the readiness of students.
The purpose of this study is for teachers to carry out learning not only by sending files in
the form of writing to online learning media such as wattsap, gcr, or siamolek but how to
make the material packaged in such a way using other online media including online
meeting room media such as zoom, google meet, and more. Canva media, ppt, creative
videos and innovations are online learning strategies that will motivate students to
engage in learning. The methods used are literature review and literature review,
observation and documentation.
From this research, it is hoped that it can be a reference and improvement material in
applying online learning models with differentiated learning models as a form of central
student learning with different learning styles.
Keywords: learning, differentiation, learning style, online media

Abstrak
Pada saat ini pembelajaran di sekolah dilaksanakan secara daring, tentunya dalam
pelaksanaannya guru ditruntut untuk mampu melakukannya dengan berbagai strategi,
model dan media pembelajaran yang bervariatif. Ini penting karena setiap peserta didik
mempunya gaya belajar yang berbeda, yaitu visual, audio, dan kinestetik.
Model pembelajaran berdiferensiasi merupakan salah satunya tepat digunakan pada saat
pembelajaran menggunakan media daring. Dengan melakukan pemetaan gaya belajar
terhadap siswa maka seorang guru akan mempertimbangkan strategi, model, pendekatan
dan media yang harus digunakan agar pembelajaran secara daring berjalan efekktif.
Sehingga materi dan tugas yang diberikan sesuai dengan kesiapan siswa.
2

Tujuan penelitian ini adalah agar guru melaksanakan pembelajaran tidak hanya dengan
mengirimkan file berupa tulisan ke media belajar daring seperti wattsap, gcr, atau
siamolek saja tetapi bagaimana caranya agar materi tersebut dikemas sedemikian rupa
dengan menggunakan media daring yang lainnya termasuk media daring meeting room
seperti zoom, google meet, dan lainnya. Media canva, ppt, video kreatif dan inovasi
merupakan strategi pembelajaran daring yang akan membuat siswa termotivasi dalam
keterlibatan belajar.Metode yang digunakan adalah kajian literatur dan kajian pustaka,
observasi dan dokumentasi.
Dari peneltian ini diharapkan bisa menjadi rujukan dan bahan perbaikan dalam
menerapkan model pembelajaran daring dengan model pembelajaran berdiferensiasi
sebagai wujud central student learning dengan perbedaan gaya belajarnya .
Kata Kunci : pembelajaran, berdiferensiasi, gaya belajar, media daring

A. Pendahuluan

Pendidikan adalah salah satu investasi yang dapat meningkatkan


derajat martabat dan taraf hidup seseorang, begitupun sebuah negara
tolak ukur kemajuannya juga terdapat dalam kualitas pendidikan
penduduknya yang baik dan maju. Realitasnya negara berusaha untuk
selalu memperbaiki arah kebijakan pendidikan dalam setiap era
pemerintahannya dengan tujuan meningkatkan hasil sumber daya
manusia yang lebih berkualitas yaitu mencetak manusia yang menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi berkembang sangat cepat dimana saat ini sudah memasuki era
revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan cara kerja manusia yang serba
otomatisasi dan digitalisasi. Salah satu pengaruhnya adalah tumbuh
generasi digital natives yang terbiasa berinteraksi dengan dunia digital.
Dalam kehidupannya mereka menjadikan internet sebagai informasi
pertama.(Edhy Rustan & Ahmad Munawir, 2020) di abad – 21. Yaitu:
keterampilan berkomunikasi, kolaborasi, kriitis , inovatif dan kreatif.
Kompetensi-kompetensi tersebut penting diajarkan pada siswa dalam
konteks bidang studi inti dan tema abad ke-21. Sejalan dengan Asesment
and Teaching of 21st Century Skill (ATC21S) yang mengkategorikan
keterampilan abad ke-21 menjadi 4 kategori, yaitu way of thinking, way of
3

working, tools for working dan skills for living in the world.(Edhy Rustan &
Ahmad Munawir, 2020)
Way of thinking mengandung kreativitas, inovasi, berpikir kritis,
mampu memecahkan masalah, dan membuat keputusan yang
bertanggung jawab. Way of working mencakup keterampilan
berkomunikasi, berkolaborasi, dan bekerjasama dalam tim. Tools for
working mengandung adanya kesadaran sebagai warga negara global
maupun lokal, mampu mengembangkan hidup dan karir, serta adanya
rasa tanggung jawab sebagai pribadi maupun sosial. Sedangkan skills for
living in the world merupakan keterampilan yang didasarkan pada literasi
informasi, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi baru, serta
kemampuan untuk belajar dan bekerja melalui jaringan sosial digital. Di
Indonesia sendiri untuk merealisasikan hal di atas muncul istilah kebijakan
merdeka belajar yang mengadopsi pemikiran filosofi pendidikan dari Ki
Hajar Dewantara dimana pendidikan merupakan proses among yang
bertujuan menciptakan profil pelajar pancasila, yaitu peserta didik yang:
1). Beriman, bertawa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berahlak mulia,
2). Berkebinekaan global, 3). Bergotong royong, 4). Kreatif, 5). Bernalar
kritis, 6). Mandiri.(Patrick Griffin, 2012)
Berdasarkan keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 443/
Kep.337-Hukham / 2021 tentang PPKM darurat Covid 19 di daerah Jawa
Barat.(Kemendikbud riset dan teknologi, 2020) Maka pemerintah melarang
semua lembaga pendidikan dari tingkat TK sampai PT melaksanakan
pembelajaran secara tatap muka untuk menghindari penularan dan
bertambahnya kasus kematian akibat virus covid 19. Sehingga memaksa
seluruh siswa dan guru untuk melakukan pembelajaran secara daring
melalui perangkat telekomunikasi dan informasi seperti handphone,
android, iphone, tab, laptop, komputer dan lainnya serta luring melalui
pemberian lembar kerja dan tugas untuk dikerjakan di rumah. Oleh karena
itu guru dituntut untuk mampu membuat media pembelajaran dalam
pembelajaran daring. Kemampuan guru dalam menggunakan teknologi
4

informasi dan telekomunikasi menjadi syarat agar pembelajaran secara


daring dapat terlaksana dengan baik dengan hasil belajar yang
diharapkan. Media pembelajaran yang dipakai dalam proses belajar
mengajar dapat membangkitkan kemajuan dan minat belajar yang baru.
(M.Nur Ghufron dan Rini Risnawati, 2013)
SMA Plus NU Panguragan saat ini menyelenggarakan
pembelajaran secara daring dan tatap muka terbatas untuk semua mata
pelajaran termasuk mata pelajaran PAI yang merupakan salah satu
pelajaran yang wajib terdapat di dalam kurikulum 2013 di tingkat SMA
dengan alokasi waktu 3 jam pelajaran setiap minggu. Pelaksanaan
pembelajaran via daring menggunakan aplikasi watsapp dengan metode
ceramah membuat siswa merasa bosan akibat durasi waktu terbatas,
gangguan jaringan, kurang familier, tidak fleksibel belum lagi masalah
kuota dan hp yang tidak mendukung. Pelajaran PAI dipandang sebagai
pelajaran yang membosankan bagi siswa, sehingga kurang diminati. Hal
ini dimungkinkan penyajiannya selalu monoton dan kurang menarik
disampaikan oleh guru. Akibatnya dalam pembelajaran, siswa cenderung
mengantuk dan kurang perhatian sehingga menurunkan tingkat
pemahaman siswa, banyak siswa yang kurang paham dan tidak bisa
mengikuti pelajaran akibatnya prestasi belajar menurun. Oleh karena itu
guru harus membuat pembelajaran berjalan secara efektif dengan
menggunakan media pembelajaran daring yang mempertimbangkan
kebutuhan belajar siswa sehingga proses pengajaran berjalan efektif dan
ilmu dapat tersampaikan. (Muhaimin, 2005)
Untuk mengetahui lebih mendalam tentang masalah di atas maka
penulis mencoba untuk meneliti dengan memformulasikan judul Model
Pembelajaran Berdiferensiasi Melalui Penggunaan Media Belajar Daring
Pada Mata Pelajaran PAI Saat Masa Pandemi Covid 19.
Berdasarkan awal pengamatan peneliti terhadap proses
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA NU Plus Panguragan
dengan melakukan pertanyaan kepada beberapa siswa kelas XII, patut
5

diduga guru dalam melakukan proses pembelajaran daring pada masa


pandemi masih mengandalkan LKS, materi berupa file bentuk tulisan yang
dikirim lewat media daring. Pada sesi tatap muka terbatas masih sering
menggunakan metode ceramah dan hampir bisa dikatakan belum
menggunakan media pembelajaran apalagi membuat video pembelajaran
untuk menyampaikan materi . Hal ini menyebabkan minat dan
pemahaman siswa dalam materi pembelajaran kurang terbangun dan
termotivasi.
Di sisi lain tidak semua siswa memiliki profil belajar yang sama,
mereka mempunyai gaya belajar yang dipengaruhi kemampuan kinestetik,
audio dan visual yang berbeda sehingga kurang efektif apabila proses
pembelajaran yang tidak menggunakan media pembelajaran yang
memenuhi kebutuhan belajar siswa (pembelajaran berdiferensiasi)
sehingga berpengaruh terhadap menurunnya prestasi belajar siswa pada
mata pelajaran PAI. Ada lima tingkatan yang mendasari siswa dalam
memiliki gaya belajar yang berbeda yaitu type kepribadian, jurusan yang
dipilih, karir atau profesu yang ditekuni, pekerjaan atau peran yang sedang
dilakukan. (Ashar Arsyad, 2013) Pada dasarnya setiap siswa mempunyai
ketiga gaya belajar kinestetik, visual dan audio tetapi kebanyakan
cenderung pada salah satu gaya belajar yang paling kuat.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, ada ketidak sesuaian
antara harapan dan kenyataan, seyogyanya seorang guru dapat
melaksanakan pembelajaran yang efektif melalui penggunaan media
daring yang menyenangkan dan menumbuhkan kreativitas belajar siswa
dengan mempertimbangkan keberagaman kemampuan belajar siswa
(pembelajaran berdiferensiasi) pada mata pelajaran PAI via daring saat
pandemi Covid 19, namun pembelajaran dilakukan dengan mengandalkan
LKS, materi diberikan berupa file bentuk tulisan yang harus dibaca oleh
siswa dan tugas yang sama kurang variatif.

Penelitian ini bertujuan untuk :


6

1. Mendeskripsikan dan mengeksplor pelaksanaan model


pembelajaran berdiferensiasi mata pelajaran PAI yang terjadi di
SMA Plus NU Panguragan di masa pandemi covid-19
2. Mendeskripsikan dan mengeksplor penggunaan media dan
metode belajar daring yang terjadi di SMA Plus NU Panguragan
dimasa pandemi covid-19
Pada penelitian yang lain Riska Syahfitri 1*, Desi Purnama Sari 2,
Asri Wahyuni 3, Siti Fatimah 4, Hasrian Rudi Setiawan5 Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara*1, 2, 3, 4, 5 *1email:
Rizqasyahfithry@gmail.com 2email: Pdesi5032@gmail.com 3email:
asriw5160@gmail.com 4email : syifaarla873@gma.com 5email:
hasrianrudi@umsu.ac.id dengan judul Implementasi E-Learning Pada
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Dimasa Pandemi Covid-19
berpendapat bahwa terdapat beberapa kendala yang dialami oleh murid,
guru dan orang tua dalam kegiatan belajar mengajar online yaitu
penguasaan teknologi masih kurang, penambahan biaya kuota internet
yang bertambah, adanya pekerjan tambahan bagi orang tua dalam
mendampingi anak belajar, komunikasi dan sosialisasi antar siswa, guru
dan orang tua menjadi berkurang dan jam kerja yang menjadi tidak
terbatas bagi guru karena harus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan
orang tua, guru lain, dan kepala sekolah. Dan dari sisi negatifnya juga
menyebabkan anak terlalu dimanjakan dengan gadget sehingga nilai
social dan prilaku kurang efektif karena proses pengajaran keagamaan
yang sudah diberikan tidak maksimal dijalankan. (Syafitri et al, 2020)
Sementara menurut Baroroh Indiani SMKN 1 Wonogiri Kabupaten
Wonogiri, Indonesia Email: Buenisa1978@gmail.com dengan judul
Mengoptimalkan Proses Pembelajaran Dengan Media Daring Pada Masa
Pandemi COVID-19, berpendapat bahwa Perubahan dunia pendidikan
yaitu proses belajar yang semula bertatap muka atau pertemuan kearah
pendidkan dengan cara virtual. Fenomena pembelajaran jarak jauh saat
ini membuat kerepotan bagi pendidik. pandemi ini memaksa merubah
7

proses pembelajaran yang sebelumnya tidak pernah dipersiapkan,


memaksa pendidik untuk menggunakan perangkat yang ada guna
mendukung pendidikan secara virtual. Media daring adalah alternatif yang
sangat membantu pendidik dalam proses pembelajaran. Banyak media
daring yang bisa digunakan saat ini baik melalui whatsaap group, goggle
classroom, kelas maya, email, telegram, google form, zoom dll. Media
yang baik belum tentu menghasilkan output yang maksimal. Faktor
kesiapan pendidik dalam menggunakan media dan pemilihan media
daring yang tepat adalah faktor yang menentukan proses pembelajaran
berjalan optimal. Semua media daring memiliki kelebihan dan kekurangan
dalam penggunaannya, maka pemilihan media yang sesuai dengan
peruntukannya, menarik perhatian peserta didik, bahkan kolaborasi
penggunaan media daring menjadi sangat penting bagi proses
pembelajaran agar berjalan optimal. (Indiani, 2020)
Sementara menurut Muhamad Saprudin, Nurwahidin Universitas
Indonesia (UI) Jakarta, Indonesia Email: muhamad.saprudin@ui.ac.id,
nurwahidin@ui.ac.id dengan judul IMPLEMENTASI METODE
DIFERENSIASI DALAM REFLEKSI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM berpendapat bahwa bahwa melalui metode diferensiasi,
siswa menjadi lebih antusias dan bersemangat dalam mengerjakan
refleksi Pendidikan Agama Islam. Media apapun yang digunakan oleh
siswa dalam mengerjakan refleksi, pada akhirnya tujuannya sama, yaitu
menjadikan Pendidikan Agama Islam menjadi pelajaran yang
menyenangkan yang berdampak dalam membentuk karakter siswa sesuai
Al-quran dan Hadits. (Muhamad Saprudin, 2021)
Dari ketiga penelitian di atas dengan penelitian ini, ada persamaan
yaitu tentang pembelajaran berdifernsiasi dengan menggunakan media
daring pada saat pandemi harus dilakukan dengan partisipasi berbagai
pihak. Perbedaanya adalah adanya gaya belajar sisiwa yang harus
dipetakan terlebih dahulu agar pemilihan media dan model serta strategi
pembelajaran yang menyesuaiakan kesiapan siswa.
8

B. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan kuantitatif atau
mixed methods. Pendekatan penelitian ini menggunakan pengumpulan
data kuantitatif dan kualitatif secara bersama-sama dalam satu penelitian
yang sama. (Samsu, S.Ag., M.Pd.I., 2017) Menurut Sugiyono, mix
methode adalah metode penelitian yang mengkombinasikan antara dua
metode penelitian sekaligus, kualitatif dan kuantitatif, dalam suatu
kegiatan penelitian , sehingga akan diperoleh data yang valid, reliabel dan
obyektif. (Sugiyono, 2012)
Model penelitian yang digunakan adalah model participant
selection. Model ini diawali dengan pengumpulan data kuantitatif,
kemudian data tersebut dianalisis secara kuantitatif untuk menetukan gaya
belajar yang dimiliki siswa sebagai salah bentuk pemetaan dalam
pembelajaran berdiferensiasi mata pelajaran PAI. Dari hasil tersebut
selanjutnya dilakukan seleksi partisipan secara kualitatif untuk
memperoleh data melalui pengumpulan data kemudian data yang
terkumpul dianalisis secara kualitatif pula, sehingga hasilnya bersifat
kualitatif. Dengan demikian, adapt dikatakan bahwa model participant
selection menjelaskan bahwa interprestasi hasil kuantitatif dilakukan untuk
memperoleh data utama secara kualitatif. (Samsu, S.Ag., M.Pd.I., 2017)
Dalam melakukan penelitian cara yang digunakan peneliti untuk untuk
mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang dibahas
adalah dengan menggunakan metode penelitian.(Samsu, S.Ag., M.Pd.I.,
2017) Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan penelitian kualitatif dengan model studi deskriptif yaitu metode
yang bertujuan utuk menguraikan secara apa adanya yang terjadi sesuai
fakta dan temuan di lapangan dan menganalisis data tertulis dengan
mendeskripsiskan kembali data yang terkumpul dari objek
penelitian.(Sugiyono, 2011)
Pada teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan jenis sumber
data primer dan skunder agar mendapatkan gambaran data yang akurat
9

pada objek penelitian. Untuk mendapatkan data primer peneliti melakukan


observasi pada objek penelitian dan wawancara secara langsung dengan
kepala sekolah, wakasek kurikulum, guru – guru PAI dan perwakilan
siswa kelas XII. Sementara untuk mendapatkan jenis sumber data
skunder peneliti melakukan dokumentasi terhadap objek data yang
diperlukan.

C. Pembahasan
1. Pembelajaran Berdiferensiasi
a. Pengertian
Pembelajaran Berdiferensiasi mempunyai beberapa pengertian
menurut para pakarnya, diantaranya:
Menurut Carol Tomlinsen Ann, dalam bukunya yang berjudul
Leadership for Differentiating Schools & Classrooms mengandung
pengertian adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di
kelas dalam rangka memenuhi kebutuhan belajar individu setiap
murid.(Samsu, S.Ag., M.Pd.I., 2017) Pembelajaran berdiferensiasi adalah
serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh
guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid.
Pembelajaran berdiferensi menurut Marlina mempunyai
pengertian adalah merupakan penyesuaian terhadap minat, freferensi
belajar, kesiapan siswa agar tercapai peningkatan hasil belajar.(Rumidi,
2006) Menurutnya pembelajaran berdiferensiasi bukanlah pembelajaran
yang diindividualkan, namun lebih cenderung pembelajaran yang
mengakomodir kekuatan dan kebutuhan belajar siswa dengan strategi
belajar yang independen. Saat guru merespon kebutuhan belajar siswa,
berarti guru mendiferensiasikan pembelajaran dengan menambah,
memperluas, menyesuaikan waktu untuk memperoleh hasil belajar yang
maksimal.
Diferensiasi adalah praktik menyesuaikan kurikulum, strategi
mengajar, strategi penilaian, dan lingkungan kelas dengan kebutuhan
10

semua siswa. Kelas yang berdiferensiasi memberikan jalur yang berbeda


bagi siswa untuk mendapatkan isi, untuk memproses informasi dan ide-
ide, serta untuk mengembangkan produk/ hasil belajar yang menunjukkan
sejauh mana pemahaman yang diperoleh siswa. Pembelajaran
berdiferensiasi berpusat pada siswa dan menitikberatkan pada pengajaran
yang responsif dan pro-aktif.(Moloeung, 2007)
Pembelajaran berdiferensiasi mempunyai pengertian adalah usaha
untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi
kebutuhan belajar individu setiap murid.(Tomlinsen Ann, 2000)
Menurut Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to
Differntiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa
kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak
berdasarkan 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah:
1. Kesiapan belajar (readines)
2. Minat murid
3. Profil belajar murid.(M.Si, M.Pd. Marlina, 2019)
Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan
menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan
sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki
sebalumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu
keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas
itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang
mereka sukai (profil belajar).
b. Strategi
Dalam mendiferensiasikan pengajaran,guru bisa melakukan
modifikasi terhadap lima unsur kegiatan belajar, yaitu materi pelajaran,
proses, produk, lingkungan dan evaluasi (Howard, 1999, Weinbrenner,
2001 dalam Mukti dan Sayekti, 2003).(Wanda Khairunnisa, 2016)
1. Materi pelajaran
Guru bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua siswa
mempelajari materi pelajaran dalam kurikulum yang harus dikuasai
11

siswa.Namun guru tidak harus mengajarkan materi pelajaran tersebut


pada semua siswa. Artinya siswa yang telah menguasai kompetensi atau
bahan ajar tertentu boleh mengurangi waktu yang diperlukan untuk
menguasai kompetensi dan bahan ajar itu. Mereka boleh meloncatinya.
2. Proses
Proses belajar adalah perubahan pada individu dalam aspek-aspek
pengetahuan, sikap, keterampilan dan kebiasaan sebagai produk dan
interaksinya dengan lingkungan (Hilgard and Bower dalam
Komara).(Tomlinsen Ann, 2000) Belajar adalah membangun pengetahuan
melalui transformasi pengalaman. Dengan kata lain suatu proses belajar
dapat dikatakan berhasil bila dalam diri invidu terbentuk pengetahuan,
sikap,keterampilan atau kebiasaan baru yang secara kualitatif lebih baik
dari sebelumnya. Proses pembelajaran yang ideal adalah pembelajaran
yang di dalamnya terdapat interaksi multi arah antara guru dengan siswa
secara individu, guru dengan siswa secara kelompok, siswa dengan siswa
secara individu dan siswa dengan kelompoknya serta kelompok siswa
dengan kelompok siswa yang lain.
3. Produk
Dalam memodifikasi produk, guru dapat mendorong siswa untuk
mendemonstrasikan apa yang telah dipelajari atau dikerjakan ke dalam
beragam format yang mencerminkan pengetahuan maupun kemampuan
untuk memanipulasi ide. Misalnya daripada meminta siswa untuk
menambah jumlah halaman laporan dari suatu bab, guru bisa meminta
siswa untuk mensintesis pengetahuan yang telah diperoleh. Guru juga
bisa memberikan kesempatan kepada siswa berbakat untuk
menginvestigasi masalah riil yang terjadi disekitarnya dan
mempresentasikan solusinya. Misalnya, siswa diminta untuk
menginvestigasi polusi dari emisi kendaraan bermotor atau polusi air kali
dan hasilnya dipresentasikan pada instansi pemerintahatau swasta terkait.
4. Lingkungan Belajar
12

Lingkungan dan individu terjalin proses interaksi yang saling


mempengaruhi satu sama lainnya.Individu seringkali terbentuk oleh
lingkungan, begitu juga sebaliknya lingkungan dibentuk oleh individu
(manusia). Tingkah laku individu dapat menyebabkan perubahan
lingkungan baik bersifat positif ataupun negatif. Perubahan positif berarti
menimbulkan perubahan ke arah perbaikan, penyempurnaan atau
penambahan. Iklim belajar di kelas sebagai salah satu lingkungan bagi
para siswa merupakan faktor yang mempengaruhi secara langsung pada
gaya belajar dan minat siswa.Sikap guru sangat menentukan iklim di
dalam kelas. Lingkungan belajar yang sesuai adalah yang mengandung
kebebasan memilih dalam satu disiplin; kesempatan untuk mempraktikkan
kreativitas; interaksi kelompok; kemandirian dalam belajar;kompleksitas
pemikiran; keterbukaan terhadap ide; mobilitas gerak; menerima opini;
dan merentangkan belajar hingga ke luar ruang kelas. Untuk itu guru
harus mampu membuat pilihan-pilihan yang sesuai mulai dari apa yang
akan diajarkan, bagaimana mengajarkannya, materi dan sumberdaya apa
yang perlu disediakan hingga bagaimana mengevaluasi pertumbuhan
belajar siswa. Pendayagunaan lingkungan sekitar dalam proses
pembelajaran dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, yakni dengan
cara membawa lingkungan ke dalam kelas, atau membawa siswa ke
masyarakat.
5. Evaluasi
Memodifikasi evaluasi berarti menentukan suatu metode untuk
mendokumentasikan penguasaan materi pelajaran pada siswa berbakat.
Guru harus memastikan bahwa siswa berbakat memiliki kesempatan
untuk mendemonstrasikan penguasaan materi pelajaran sebelumnya
ketika akan mengajarkan pokok bahasan, topik atau unit baru mata
pelajaran.(Tomlinson, 2011)
13

c. Tujuan
Secara umum, pembelajaran berdiferensiasi bertujuan untuk
mengakomodir pembelajaran siswa dengan memperhatikan minat belajar,
kesiapan belajar, dan preferensi belajar. Secara khusus, tujuan
pembelajaran berdiferensiasi adalah:
1. Untuk membantu semua siswa dalam belajar.
2. Agar guru bisa meningkatkan kesadaran terhadap kemampu-an
siswa, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai oleh seluruh
siswa.
3. Untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
4. Agar siswa memperoleh hasil belajar yang sesuai dengan tingkat
kesulitan materi yang diberikan guru. Jika siswa dibelajarkan
sesuai dengan kemampuannya maka motivasi belajar siswa
meningkat.
5. Untuk menjalin hubungan yang harmonis guru dan siswa.
6. Pembelajaran berdiferensiasi meningkatkan relasi yang kuat
antara guru dan siswa sehingga siswa semangat untuk belajar.
7. Untuk membantu siswa menjadi pelajar yang mandiri.
8. Jika siswa dibelajarkan secara mandiri, maka siswa terbiasa dan
menghargai keberagaman.
9. Untuk meningkatkan kepuasan guru.
10. Jika guru menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, maka guru
merasa tertantang untuk mengembangkan kemampuan
mengajarnya sehingga guru menjadi kreatif.(Mukti, Abdul dan
Sayekti, 2003)

d. Peran
Kelas yang berdiferensiasi menyediakan pembelajaran yang
berbeda-beda untuk siswa yang berbeda. Bagi beberapa guru,
pembelajaran berdiferensiasi merupakan sebuah paradigma baru dalam
pembelajaran. Terjadi perubahan peran guru dalam kelas yang
14

berdiferensiasi. Di samping penguasaan materi pembelajaran, guru juga


dikondisikan untuk "membaca siswa mereka". Guru di kelas
berdiferensiasi akan memfokus-kan perannya sebagai pelatih atau
mentor, memberikan tanggung jawab penuh kepada siswa untuk belajar
sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Adapun peran guru di kelas berdiferensiasi adalah:
1. Menilai kesiapan siswa melalui berbagai cara.
1. Membaca dan menafsirkan kecenderungan minat dan preferensi
belajar siswa.
2. Membuat berbagai cara agar siswa dapat mengumpulkan informasi
dan gagasan.
3. Mengembangkan berbagai cara agar siswa dapat mengeksplorasi
dan "memiliki" ide.
4. Menyajikan sarana yang bervariasi di mana siswa dapat
berekspresi dan memperluas pemahaman.(P. J., & Komara, 1994)
Diferensiasi tidak berarti bahwa seorang guru bisa menjadi
segalanya bagi semua siswa setiap saat. (Pozas, Letzel, & Schneider,
2020) memberikan sejumlah karakteristik apa yang dia sebut pembelajar-
an yang kuat. Hanya sedikit dari guru yang secara otomatis tahu cara
untuk memimpin ruang kelas yang mengakomodir perbedaan perbedaan
diantara siswa. Oleh karena itu, guru di sekolah inklusif harus
mengembangkan keterampilan sebagai berikut:
1. Mengatur dan memfokuskan kurikulum informasi penting, pema-
haman, dan keterampilan,
2. Melihat dan merefleksikan individu sebagai kelompok,
3. Mengeksplorasi wawasan tentang individu,
4. Memberikan tanggung jawab belajar kepada siswa,
5. Menggunakan waktu secara fleksibel,
6. Menggunakan berbagai macam bahan dan materi,
7. Menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuan bersama.(Mukti,
Abdul dan Sayekti, 2003)
15

e. Gaya Belajar
Gaya belajar belajar adalah kombinasi dari bagaimana seseorang
dapat menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi atau
bahan pelajaran. Kemampuan menyerap dan mengatur informasi bagi
setiap orang berbeda-beda dan sangat mempengaruhi gaya
belajarnya.(Dr. Marlina, S.Pd., 2000) Gaya belajar merupakan cara
termudah yang dimiliki oleh individu dalam menyerap, mengatur, dan
mengolah informasi yang diterima.(Dr. Marlina, S.Pd., 2000) Masing
masing individu memiliki sejumlah gaya belajar dan berfikir. Setiap kelas
punya siswa dengan gaya belajar dan berpikir yang berbeda- beda.
Mengidentifikasi gaya belajar yang dimiliki siswa akan membantu guru
menentukan cara mengajar yang tepat agar bisa membantu mereka
dalam belajar.
Menurut Nasution gaya belajar adalah cara yang konsisten yang
dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi,
cara mengingat, berfikir dan memecahkan soal.(Pozas et al., 2020)
Sehingga gaya belajar seseorang sangat berpengaruh pada hasil
belajarnya. Dale memperkirakan bahwa perolehan hasil belajar melalui
indera pandang (visual) berkisar 75%, melalui indera dengar (auditorial)
sekitar 13% dan melalui indera lainnya (termasuk dalam kinestetik) sekitar
12%.
Setiap siswa memiliki karakteristik gaya belajar masing-masing. Hal
ini sesuai dengan pendapat De Poter bahwa terdapat 3 modalitas (tipe)
dalam gaya belajar yaitu Visual, Auditori dan Kinestetik. (Bobbi De Porter
dan Mike Hernacki, 2005) Pelajar visual belajar melalui apa yang mereka
lihat. Auditori belajar dengan cara mendengar dan kinestetik belajar lewat
gerak dan menyentuh.

a. Gaya belajar visual


Gaya belajar visual adalah gaya belajar dengan cara melihat,
mengamati, memandang, dan sejenisnya. Kekuatan gaya belajar ini
terletak pada indera penglihatan. Bagi orang yang memiliki gaya ini, mata
16

adalah alat yang paling peka untuk menangkap setiap gejala atau stimulus
(rangsangan) belajar. Ciri-Ciri individu yang memiliki tipe gaya belajar
visual yaitu menyukai kerapian dan ketrampilan, jika berbicara cenderung
lebih cepat, suka membuat perencanaan yang matang untuk jangka
panjang, sangat teliti sampai ke hal-hal yang detail sifatnya.(Arylien Ludji
Bire, 2014) Peta pikiran dapat menjadi alat yang bagus bagi para pelajar
visual dalam mata pelajaran apapun.(Nasution, 2003)
Ciri-ciri siswa yang mempunyai gaya belajar visual 1) Rapi dan
teratur 2) Berbicara dengan cepat 3) Perencana dan pengatur jangka
panjang yang baik 4) Teliti terhadap detail 5) Mementingkan penampilan,
baik dalam pakaian maupun presentasi 6) Pengeja yang baik dan dapat
melihat kata- kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka 7) Mengingat
apa yang dilihat, daripada yang didengar 8) Mengingat dengan asosiasi
visual 9) Biasanya tidak terganggu oleh keributan 10) Mempunyai masalah
untuk mengingat instruksi verbal kecuai jika ditulis, dan sering kali minta
bantuan orang untuk mengulanginya 11) Pembaca cepat dan tekun 12)
Lebih suka membaca daripada dibacakan. 13) Membutuhkan pandangan
dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara
mental merasa pasti tentang suatu masalah atau proyek 14) Mencoret-
coret tanpa arti selama berbicara ditelepon dan dalam rapat 15) Lupa
menyampaikan pesan verbal kepada orang lain 16) Sering menjawab
pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak 17) Lebih suka
melakukan demonstrasi dari pada berpidato 18) Lebih suka seni dari pada
musik 19) Sering kali mengetahui apa yang dikatakan, tetapi tidak pandai
memilih kata-kata 20) Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika
mereka ingin memperhatikan. (Bobbi De Porter, 2005)
Kendala yang ditemukan pada anak yang memiliki gaya belajar visual
yaitu tidak suka berbicara di depan kelompok dan tidak suka
mendengarkan orang lain berbicara. Pada dașarnya siswa tahu apa yang
harus dikatakan, tetapi tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata.
Keadaan ini ditandai dengan sering terlambat menyalin pelajaran di papan
tulis, tulisan tangan berantakan, dan sering lupa jika harus menyampaikan
pesan secara verbal kepada orang lain.
Biasanya anak dengan gaya belajar visual kurang mampu mengingat
informasi yang di berikan secara lisan dan mempunyai kendala untuk
berdialog secara langsung karena terlalu reaktif terhadap suara sehingga
sulit mengikuti anjuran secara lisan dan sering salah menginterpretasikan
17

kata dengan ucapan.


Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual 1) Gunakan
materi visual, seperti gambar, diagram, dan peta 2) Gunakan warna untuk
menandai hal- hal penting 3) Ajak anak untuk membaca buku-buku
berilustrasi 4) Gunakan multimedia (contohnya: komputer dan video) 5)
Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam
gambar.(Arylien Ludji Bire, 2014)
b. Gaya belajar auditorial
Gaya belajar auditorial adalah gaya belajar dengan cara mendengar.
Individu dengan gaya belajar ini, lebih dominan dalam menggunakan
indera pendengaran untuk melakukan aktivitas belajar. Individu mudah
belajar, mudah menangkap stimulus atau rangsangan apabila melalui
alat indera pendengaran (telinga). Individu dengan gaya belajar auditorial
memiliki kekuatan pada kemampuannya untuk mendengar.
Ciri-ciri individu yang memiliki tipe gaya belajar audiotorial yaitu saat
bekerja sering berbicara pada diri sendiri, mudah terganggu oleh keributan
atau hiruk pikuk disekitarnya, sering menggerakkan bibir dan
mengucapkan tulisan dibuku ketika membaca, senang membaca dengan
keras dan mendengarkan sesuatu.(Bobbi De Porter dan Mike Hernacki,
2005) Mendengarkan cerita serta mengulang informasi adalah cara-cara
utama belajar mereka. Para pelajar auditorial mungkin lebih suka merekam
pada kaset dari pada mencatat, Karena mereka suka mendengarkan
informasi berulang-ulang. Mereka mungkin mengulang sedikit dengan
keras apa yang anda katakan. (Bobbi De Porter, 2005)
Ciri-ciri Auditorial 1) Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja 2)
Mudah terganggu oleh keributan 3) Menggerakkan bibir meraka dan
mengucapkan tulisan di buku ketika membaca 4) Senang membaca
dengan kertas dan mendengarkan 5) Dapat mengulangi kembali dan
menirukan nada, birama, dan warna suara 6) Merasa kesulitan untuk
menulis, tetapi hebat dalam bercerita 7) Berbicara dalam irama yang
berpola 8) Biasanya pembicara yang fasih 9) Lebih suka music dari pada
seni 10) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang
didiskusikan dari pada yang dilihat. 11) Suka berbicara, suka berdiskusi,
dan menjelaskan sesuatu panjang lebar. 12) Mempunyai masalah dengan
18

pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong


bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain. 13) Lebih pandai mengeja
dengan keras dari pda menuliskannya 14) Lebih suka gurauan lisan dari
pada membaca komik. (Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, 2005)
Kendala yang ditemukan pada anak yang memiliki gaya belajar
auditorial yaitu mereka cenderung banyak omong dan tidak bisa belajar
dalam suasana berisik atau ribut. Siswa lebih memperhatikan informasi
yang didengarnya sehingga kurang tertarik untuk memperhatikan hal baru
di sekitarnya dan kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja
di bacanya. Biasanya kurang baik dalam mengerjakan tugas
mengarang/menulis. Pada umumnya mereka bukanlah pembaca yang
baik.
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak Auditorial 1) Ajak
anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi, baik di dalam kelas maupun
di dalam keluarga 2) Dorong anak untuk membaca materi peajaran dengan
keras 3) Gunakan music untuk mengajar anak 4) Diskusikan ide dengan
anak secara verbal 5) Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke
dalam kaset dan didorong untuk mendengarkannya sebelum tidur.
(Thobroni, Muhammad, 2012)
c. Gaya belajar kinestetik
Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan cara bergerak,
bekerja, dan menyentuh. Maksudnya ialah belajar dengan mengutamakan
indera perasa dan gerakan-gerakan fisik. Individu dengan gaya belajar ini
lebih mudah menangkap pelajaran apabila bergerak, meraba, atau
mengambil tindakan. Ciri-ciri individu yang memiliki tipe gaya belajar
kinestetik yaitu berbicara dengan perlahan, menyentuh untuk
mendapatkan perhatian, berdiri dekat ketika berbicara dengan orang,
selalu berorientasi dengan fisik dan banyak bergerak, menghafal dengan
cara berjalan dan melihat, menggunakan jari sebagai penunjuk ketika
membaca.(Bobbi De Porter, 2005)
Mereka belajar melalui memanipulasi dan praktik, menghafal
dengan cara berjalan dan melihat, menggunakan jari sebagai penunjuk
19

ketika membaca, banyak menggunakan isyarat tubuh, menggunakan kata–


kata yang mengandung aksi, menyukai buku–buku yang berorientasi pada
plot. Siswa yang suka belajar kinestetik menyukai proyek terapan, suka
belajar melalui gerakan, dan paling baik menghafal informasi dengan
mengasosiasikan gerakan dengan setiap fakta. Tunjukkan caranya
kepada mereka. Banyak pelajar kinestetik menjauhkan diri dari bangku,
mereka lebih suka duduk di lantai dan menyebarkan pekerjaan di sekeliling
mereka.(Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, 2005)
Ciri-ciri kinestetik 1) Bebicara dengan perlahan 2) Menanggapi
perhatian fisik 3) Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
4) Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang 5) Selalu berorientasi pada
fisik dan banyak gerak 6) Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang
besar 7) Belajar melalui memanipulasi dengan praktik 8) Menghafal
dengan cara berjalan dan melihat 9) Menggunakan jari sebagai penunjuk
ketika membaca 10) Banyak menggunakan isyarat tubuh 11) Tidak dapat
duduk diam untuk waktu lama 12) Tidak dapat mengingat geografi, kecuali
jika mereka memang telah pernah berada di tempat itu. 13) Menggunakan
kata- kata yang mengandung aksi 14) Menyukai buku-buku yang
berorientasi pada plot mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh
saat membaca 15) Kemungkinan tulisannya jelek 16) Ingin melakukan
segala sesuatu 17) Menyukai permainan yang menyibukkan.(Muhammad
Thobroni dan Arif Mustofa, 2012)
Kendala yang ditemukan pada anak yang memiliki gaya belajar
kinestetik yaitu mengalami kesulitan duduk lama di depan komputer, tidak
betah membaca dan mendiskusikan topik-topik di dalam ruang kelas.
Siswa sulit untuk berdiam diri dan mempelajari hal yang abstrak, tidak bisa
belajar pada suasana yang tempat konvensional. Pada umumnya ketika
guru sedang menjelaskan, siswa diam. Siswa memiliki kapasitas energi
yang cukup tinggi sehingga bila tidak disalurkan akan berpengaruh
terhadap konsentrasi belajarnya.
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik adalah
1) Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam 2) Ajak anak
untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia
membaca sambil bersepeda, gunakan objek sesungguhnya untuk belajar
konsep baru). 3) Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat
20

belajar 4) Gunakan warna terang untuk menandai hal-hal penting dalam


bacaan 5) Izinkan anak untuk belajar sambil mendegarkan musik.
(Thobroni, Muhammad, 2012)
Berdasarkan jenis-jenis gaya belajar tersebut di atas, maka sudah
pasti guru tak boleh mengajarkan anak didik dengan satu metode saja,
akan tetapi mengajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki oleh tiap
anak atau semua gaya belajar atau gaya penerimaan anak terhadap
materi ajar bisa terwadahi oleh gaya mengajar guru. Hal ini untuk
menghindari ada anak didik yang tidak menerima materi pelajaran secara
maksimal hanya karena tak senang dengan cara mengajar sang guru.
Dalam kenyataannya, setiap orang memiliki ketiga gaya belajar
tersebut, tetapi kebanyakan orang cenderung hanya menggunakan salah
satu dari ketiga gaya tersebut yang lebih mendominasi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Bandler dan Grinder yang dikutip oleh Bobbi Deporter,
“meskipun kebanyakan orang memiliki akses ke ketiga modalitas visual,
auditorial dan kinestetik hampir semua orang cenderung pada salah satu
modalitas belajar” yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran,
pemrosesan dan komunikasi.(Jeanete Ophilia Papilaya dan Neleke
Huliselan, 2016) Jadi gaya belajar seseorang sangat mempengaruhi
tingkat pemahaman masing-masing siswa berdasarkan metode
pembelajaran yang disajikan oleh guru.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya belajar siswa adalah proses
pemikiran dan perbedaan kondisi mental serta pengaruh faktor internal
dan eksternal dalam menghasilkan belajarnya seorang individu.(Bobbi De
Porter, 2005) Selain itu faktor internal berdasarkan gaya belajarnya. Gaya
belajar visual biasanya lebih cenderung memiliki pemahaman yang
mendalam terhadap materi yang didapatkannya. Gaya belajar auditorial
memerlukan suasana yang tenang dan hening sebelum mempelajari
materi yang diberikan dengan demikian seseorang akan mudah
menghafal materi yang diajarkan dengan mengucapkannya berkali-kali.
Gaya belajar kinestetik lebih menekankan pada kejelasan makna dan
21

tujuan sebelum mempelajari sesuatu hal dengan demikian gaya belajar ini
lebih menjelaskan melalui praktek langsung untuk dapat memahaminya.
Diantara tiga macam gaya belajar, yang paling berpengaruh yaitu
gaya belajar auditorial karena gaya belajar ini benar-benar menempatkan
pendengaran sebagai alat utama untuk menyerap informasi tertentu, jadi
seseorang harus mendengarkan terlebih dahulu, artinya seseorang harus
mendengar baru kemudian bisa mengingat dan memahami informasi yang
diterima.

2. Media Pembelajaran Daring


a. Pengertian
Media pembelajaran yang memuat informasi dan pengetahuan,
pada umumnya digunakan dengan tujuan untuk membuat proses belajar
menjadi lebih efektif dan efisen. Selain itu juga dapat membuat aktivitas
belajar menjadi lebih menarik sehingga dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa. Dalam proses belajar dan pembelajaran, media
pembelajaran berperan menjembatani proses penyampaian dan
pengiriman pesan dan informasi dari narasumber kepada khalyak,
khalayak dalam ini adalah siswa yang melakukan proses belajar. Dengan
menggunakan media dan teknologi dalam pembelajaran, proses
penyampaian pesan-informasi dan pengetahuan-antara pengirim dan
penerima dapat berlangsung dengan efektif dan efisien.
Media berdasarkan asal katanya dari bahasa latin, medium, yang
berarti perantara. Media oleh karenanya dapat diartikan sebagai perantara
antara pengirim informasi yang berfungsi sebagai sumber atau resources
dan penerima informasi atau receiver.(Bobbi De Porter dan Mike Hernacki,
2005) Jadi, Media diartikan sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim atau sumber pesan (sender/source) ke
penerima pesan (receiver). Secara terminologi istilah media diartikan
dengan berbagai versi seperti dikemukakan oleh para ahli berikut ini:
Menurut Santoso S. Hamijoyo, sebagaimana dikutip kembali oleh
Sadiman dalam M. Jauhari, mengatakan bila, media adalah semua bentuk
22

perantara yang dipakai orang penyebar ide, sehingga ide atau gagasan itu
sampai pada penerima. Media pengajaran pada hakekatnya hanya
merupakan alat yang berfungsi untuk memvisualisasikan konsep
tertentu.(Thobroni, Muhammad, 2012) Sementara definisi media
pembelajaran atau instructional media yang dikemukakan oleh Heinich
dkk (2008) dalam Benny A. Pribadi yaitu;”…sesuatu yang memuat
informasi dan pengetahuan yang dapat digunakan untuk melakukan
proses belajar,” Media yang digunakan untuk mendukung aktivitas
pembelajran-memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap-disebut
dengan istilah media pembelajaran.(Ophilia Papilaya, Jeanete, Huliselan,
2016) Menurut Assosiation for Educational Technology (AECT), media
adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran
informasi, Menurut santoso S. Hamidjojo, media pembelajaran adalah
media yang penggunannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi pelajaran
yang bermaksud untuk mempertinggi kegiatan belajar mengajar dalam
segi mutu. Menurut Oemar Hamalik, media pendidikan adalah alat,
metode,dan teknik yang dipergunakan dalam rangka mengaktifkan
komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pendidikan dan
pengajaran. Menurut Blake dan Haralsen, media adalah medium yang
digunakan untuk membawa atau menyampaikan pesan berjalan antara
komunikator dengan komunikan. Media adalah channel (saluran) karena
pada hakikatnya media telah memperluas atau memperpanjang
kemampuan manusia untuk merasakan, mendengar dan melihat batas-
batas jarak, ruang, dan waktu tertentu. Dengan bantuan media, batas-
batas itu hampir tidak ada.(Bobbi De Porter, 2005)
Dari pendapat beberapa ahli tentang pengertian media yang telah
disebutkan di atas, ternyata terdapat beberapa persamaan. Meskipun
diungkapkan dengan redaksi dan cara yang berbeda namun
pengertiannya sama, yaitu bahwa media pendidikan merupakan
sarana/bentuk komunikasi nonpersonal (bukan manusia), sedangkan
sarana tersebut merupakan wadah dari informasi pelajran yang akan
23

dikomunikasikan yang juga merupakan alat perantara yang bersifat


menimbulkan daya tarik/perhatian siswa (student interest) dalam kegiatan
belajar serta tujuan yang hendak dicapai, yaitu tercapainya komunikasi
yang efektif.
Media Daring merupakan sebuah media pembelajaran yang di
dalamnya terdapat kegiatan penyaluran informasi kegiatan belajar dengan
menggunakan media internet, sehingga tidak diperlukan tatap muka dalam
sebuah kelas pembelajaran.(Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, 2005)
Daring juga mempermudah peserta didik dalam melakukan interaksi dan
pembelajaran dengan guru, karena media Daring tidak dibatasi oleh ruang
dan waktu.(Thobroni, Muhammad, 2012) Selain hal tersebut media
pembelajaran Daring juga merupakan salah satu hal penting dalam
perkembangan Revolusi industri 4.0.(Bobbi De Porter, 2005)
Pembelajaran daring merupakan pembelajaran yang menggunakan
jaringan internet dengan aksesibilitas, koinektivitas, fleksibilitas, dan
kemampuan untuk memunculkan berbagai jenis interaksi pembelajaran
meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa tetap membawa dampak positif
maupun negatif.(Ni Made Inten Pramesti dan Ni Made Dwi Ratnadi, 2020)
Berdasarkan beberapa pengertian media pembelajaran dan
pembelajaran daring di atas, Media pembelajaran daring dapat diartikan
Sebagai perantara berupa alat untuk menyampaikan atau mengirim pesan
berupa pengetahuan, informasi yang dapat digunakan untuk sarana
proses belajar dengan menggunakan media internet sehingga kegiatan
belajar tidak diperlukan secara tatap muka tetapi tetap terjadi interaksi
dengan tujuan agar proses pembelajaran bersifat menimbulkan daya
tarik/perhatian siswa (student interest) serta tujuan yang hendak dicapai
lebih efektif dan efisien sehingga diharapkan ada perubahan hasil belajar
pada kemampuan pengetahuan, sikap maupun keterampilan.
24

b. Macam-macam Media Daring


Pada era yang serba digital ini para guru dihadapkan dengan
kenyataan bahwa penyebaran pesan informasi sangatlah cepat dan
mudah diakses, selain itu penyebaran informasi akan selalu menggunakan
media sebagai perantaranya media tersebut dapat berupa media
elektronik maupun non elektronik.(A. Pribadi, M.A, 2017) oleh sebab itu
penggunaan media Daring bisa menjadi salah satu solusi guna
meningkatkan minat belajar peserta didik untuk semakin giat dalam
mengikuti proses pembelajaran. Guru diharapkan mampu mengemas
materi pembelajaran semenarik mungkin guna dapat membuat situasi
pembelajaran yang diminati peserta didik meski berada di tengah pandemi
virus Covid-19, dengan menggunakan media Daring salah satunya,
karena guru yang berkualitas diharapkan mampu untuk mengantarkan
peserta didiknya dalam mencapai tujuan pembelajaran sebagai mana
yang diharapkan.(Jauhari, 2018) Banyak media daring yang bisa
dimanfaatkan untuk melakukan pembelajaran pada masa pandemi Covid-
19 saat ini yang terjadi dimana tidak diperbolehkannya melakukan
pembelajaran tatap muka.
Sangat dibutuhkan media pembelajaran daring yang tepat yang
harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi materi dan pembelajaran
sehingga dapat digunakan secara maksimal. Tersedia banyak media atau
platform pembelajaran berbasis teknologi yang jauh sebelum pandemi
covid-19, sudah digunakan hanya mungkin belum maksimal, mengingat
proses pembelajaran berlangsung secara konvensional. Beberapa
platform tersebut terbilang efektif dan efisien dalam pengaplikasiannya
karena mudah diakses serta free (tidak membutuhkan iuran akses
berlangganan, hanya membutuhkan kuota) meliputi google suite (google
drive, google form, google site dan google classroom), edmodo,
schoology.(A. Pribadi, M.A, 2017), Lark suite, Kelas maya dari Rumah
Belajar, email dan media video confrence (webex, zoom, google meet,
telegram, bahkan yang paling sederhana yaitu watsapp.(DR. M. Hosnan,
25

Dipl.Ed., 2016) Berbagai media sosial, seperti Facebook dan instagram


yang banyak digandrungi oleh kaum minealpun dapat digunakan dalam
proses pembelajaran online.(Syarifudin, 2020)
Selain itu juga pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek untuk
mempermudah pembelajaran daring dimasa pandemi Covid-19 membuat
berbagai fitur belajar yang bisa diakses oleh guru dan siswa secra gratis,
sehingga dapat melakukan aktifitas belajar dengan bekerja dari via
konferensi vidio, dokumen digital dan sarana online lainya. berbagai fitur
tersebut diantaranya rumah belajar, kelas pintar, Microsoft office, sekolah
online ruang guru, sekolahmu dan Zenius dan lain-lain. Dan sebelumnya
kemendikbud juga telah bekerja sama dengan berbagai pihak dalam
mengatasi pembelajaran daring , Termasuk bekerjasama dengan pihak
swasta.(Ridwan, 2020)
Berikut 12 platform atau aplikasi yang bisa diakses siswa untuk belajar
di rumah.
a. Rumah Belajar: Rumah Belajar merupakan aplikasi belajar daring
yang dikembangkan oleh Kemendikbud dengan tujuan untuk
menyediakan alternatif sumber belajar dengan pemanfaatan teknologi;
b. Meja Kita: Penyajian materi dilakukan secara tematis dan dilengkapi
forum diskusi yang bisa dimanfaatkan untuk tanya jawab. Meja Kita
menyediakan materi pembelajaran dari SD-SMA yang gratis dan
cukup lengkap, serta ribuan catatan yang sudah diunggah oleh murid-
murid di komunitas pelajar di seluruh Indonesia;
c. Google for Education: Untuk mendukung belajar daring terutama yang
diterapkan oleh berbagai daerah pada isu pandemi Covid-19, Google
for Education menyediakan layanan menggunakan Chromebooks dan
G-Suite yang memungkinkan pembelajaran virtual walaupun dengan
konektivitas internet yang rendah,
d. Kelas Pintar: Kelas Pintar merupakan salah satu penyedia sistem
pendukung edukasi di era digital yang menggunakan teknologi terkini
26

untuk membantu murid dan guru dalam menciptakan praktik belajar


mengajar terbaik,
e. Microsoft Office 365: Microsoft menyediakan layanan Office 365 yang
dapat digunakan oleh guru dan siswa secara gratis dan bukan versi
percobaan. Office 365 dapat diakses dan diperbarui secara realtime
termasuk Word, Excel, PowerPoint, OneNote, dan Microsoft Teams,
serta fitur ruang kelas lainnya. Guru dan siswa hanya perlu
menyiapkan alamat email dengan domain sekolah.;
f. Quipper School: Quipper School menawarkan cara belajar inovatif
untuk proses belajar mengajar. Platform ini mudah mendukung guru
untuk mengelola tugas dan pekerjaan rumah yang lebih efektif.
Sehingga, guru dapat mengenali kekuatan dan kelemahan siswa lebih
mudah;
g. Ruang guru: Ruang guru merupakan layanan belajar berbasis
teknologi, termasuk layanan kelas virtual, platform ujian online, video
belajar berlangganan, marketplace les privat, serta konten-konten
pendidikan lainnya yang bisa diakses melalui web dan aplikasi Ruang
guru. Ruang guru menyediakan Sekolah online gratis selama masa
pandemi covid-19.;
h. Sekolahmu: Pada program belajar tanpa Batas, Sekolahmu
menyediakan live streaming mata pelajaran dengan jenjang yang telah
disediakan. Sekolahmu menumbuhkan kompetensi pada semua dan
setiap anak di berbagi usia dan jenjang;
i. Zenius: Zenius memiliki program belajar mandiri di rumah bisa Bareng
dengan menyediakan puluhan ribu video materi belajar lengkap untuk
jenjang SD, SMP, SMA untuk kurikulum KTSP, Kurikulum 2013,
Kurikulum 2013 Revisi.(Rusli, R., Rahman, A., & Abdullah, 2020)
Tujuan penggunaan media daring

c. Tujuan pembelajaran daring


1) memudahkan komunikasi, terutama penyampaian materi ajar
dalam bidang pendidikan yang dilakukan jarak jauh.
27

2) memudahkan komunikasi penyampaian materi ajar dalam bidang


pendidikan yang dilakukan jarak jauh.
3) bukan hanya memudahkan pengajar menyusun materinya, tetapi
mengadakan adanya penilaian meski pembelajaran dilakukan
jarak jauh.
4) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar.
5) memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media
yang hendak digunakan.
6) memudahkan guru mengadakan adanya penilaian meski
pembelajaran dilakukan jarak jauh.
7) memudahkan kegiatan belajar yang membuat siswa lebih
mandiri.
8) umumnya diperuntukkan untuk metode ajar yang tidak tatap
muka.(Gusty Sri, 2020)

D. Hasil
Berikut gambar grafik hasil pemetaan gaya belajar melalui
pembagian angket terhadap 69 responden dari kelas XII di SMA Plus NU
Panguragan.

Sumber : data yang diolah peneliti dari angket responden


Gambar 1.
Rekap hasil pemetaan gaya belajar sisiwa kelas XII
28

Berdasarkan grafik di atas, dapat digambarkan data dari sejumlah


30 % siswa yang mewakili kelas XII dimana peneliti melakukan pemetaan
melalui angket responden untuk mengetahui gaya belajar yang dimiliki
siswa sebagai dasar perlunya menerapkan pembelajaran berdiferensiasi
dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan media daring mata
pelajaran PAI di saat pandemi covid 19. Dari hasil pengolahan data
peneliti dapat digambarkan bahwa gaya belajar yang dimiliki siswa terbagi
menjadi 47 % siswa memiliki gaya belajar visual, 20 % siswa memiliki
gaya belajar auditorial, 10 % siswa memiliki gaya belajar kinestetik,
sementara 11 % siswa memiliki gaya belajar visual-auditorial, 8 % siswa
memiliki gaya belajar visual- kinestetik, 1 % siswa memiliki gaya belajar
auditorial-kinestetik dan 3 % siswa memiliki gaya belajar visual-auditorial-
kinestetik..
Gambaran data di atas membuktikan bahwa setiap siswa memiliki
kebutuhan gaya belajar yang berbeda berdasarkan minat dan profil belajar
siswa. Profil belajar berhubungan dengan gaya belajar/learning style. Ada
beberapa siswa yang memiliki gaya belajar dengan visual (melihat,
membaca), ada yang auditori (mendengarkan ceramah atau diskusi), ada
juga yang memiliki gaya belajar kinestetik.(Indah Ayu Ainina, 2014)
Berdasarkan deskripsi melalui hasil wawancara dan di pautkan
dengan syarat terjadinya kelas berdiferensiasi, dan pengolahan data yang
dilakukan peneliti dapat dianalisis bahwa pembelajaran berdiferensiasi
dengan menggunakan media daring pada kelas XII di SMA Plus NU
Panguragan pada mata pelajaran PAI belum terlaksana dengan baik dan
tersetruktur. Pendapat ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan 12
orang perwakilan siswa kelas XII dari 6 kelas yang berbeda dengan
responden perempuan dan laki-laki yang merupakan 30% jumlah
responden dalam satu kelas.
Berdasarkan dari sekian jawaban siswa yang paling banyak adalah
karena guru dalam menyampaikan pembelajaran hanya memberikan
materi berupa tulisan dan pemberian tugas berupa mengerjakan soal-soal
29

latihan atau ujian melalui LKS, sehingga menyebabkan perasaan bosan


dan kurang antusias. Siswa menghendaki pembelajaran daring yang
menyenangkan misal dengan menggunakan ppt, video, meeting room ,
media belajar yang lainnya sesuai dengan materi yang disampaikan.
Apalagi sekarang menggunakan kurikulim 2013 dimana kegiatan
pembelajaran dipusatkan pada siswa.

E. Kesimpulan
1. Dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan media daring
mata pelajaran PAI guru belum menerapkan model pembelajaran
berdiferensiasi, dimana seharusnya sebelum proses pembelajaran
melakukan pemetaan terlebih dahulu terhadap profil murid yang dimiliki
setiap siswa minimal mengetahui gaya belajar yang dimiliki agar pada
prosesnya guru dapat menyesuaikan penggunaan metode, strategi, model
dan penggunaan media yang sesuai dengan gaya belajar yang dimilikinya,
hindari memberikan materi berupa tulisan saja dan tugas yang sama
kepada peserta didik agar pembelajaran yang terjadi bisa menyenangkan
dan menumbuhkan kretaifitas siswa dalam belajar.
2. Guru juga seyogyanya bisa memanfaatkan berbagai media
pembelajaran daring dengan dikemas sedemikian rupa termasuk
menggunakan media daring meeting/room secara tatap maya (live),
menggunakan aplikasi quiz dan google form untuk tugas dan evaluasinya,
sehingga dapat memantau keaktifan siswa belajar dan menghindari
plagia mengerjakan tugas. Implementasi pembelajaran PAI di masa
pandemi covid-19 ini belum berjalan dengan baik dan efektif. Salah satu
rekomendasi kami dalam proses pembelajaran daring ini terkhusus pada
pembelajaran PAI adalah ada baiknya jika guru atau pihak sekolah sering
melakukan kegiatan pelatihan dalam penggunaan berbagai media daring
yang sesuai, menyenangkan, kreatif, inovatif dan pembuatan media
belajar dengan menggunakan keterampilan digital ber-TIK.
30

DAFTAR PUSTAKA

A. Pribadi, M.A, D. B. (2017). MEDIA DAN TEKNOLOGI DALAM


PEMBELAJARAN (1st ed.). KENCANA.
Arylien Ludji Bire, dkk. (2014). Pengaruh Gaya Belajar Visual, Auditorial,
Dan Kinestetik Terhadap Prestasi Belajar Siswa. Jurnal
Kependidikan Universitas Negeri Yogyakarta, 44(2), 169.
Ashar Arsyad. (2013). Media Pembelajaran (Jakarta (ed.); j). PT Raja
Grafindo Persada.
Bobbi De Porter. (2005). Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum
Learning Di Ruang- Ruang Kelas. Kaifa.
Bobbi De Porter dan Mike Hernacki. (2005). Quantum Learning:
Membiasakan Belajar Nyaman Dan Menyenangkan (A.
Abdurrahman, Trans.). Kaifa.
DR. M. Hosnan, Dipl.Ed., M. P. (2016). Pendekatan Saintifik dan
Konstekstual dalam Pembelajaran Abad 21 (S. Risman (ed.); 3rd
ed.). Ghalia Indonesia.
Dr. Marlina, S.Pd., M. S. (2000). STRATEGI PEMBELAJARAN
BERDIFERENSIASI DI SEKOLAH INSKLUSIF (Ani Santika (ed.);
1st ed.).
Edhy Rustan & Ahmad Munawir. (2020). Eksistensi Permaianan
Tradisisonal Pada Generasi Digital Natives di Luwu Raya Dan
Pengintegrasiannya Ke Dalam Pembelajaran. Pendidikan Dan
Kebudayaan, 5(2), 183.
Gusty Sri, dkk. (2020). Belajar Mandiri Pembelajaran Daring di Tengah
Pandemi Covid-19 (Janner Simarmata (ed.)). Yayasan Kita
Menulis.
Indah Ayu Ainina. (2014). Pemanfaatan Media Audio Visual Sebagai
Sumber Pembelajaran Sejarah. Indonesian Journal of History
Education, 3(1), 40–45.
Indiani, B. (2020). Mengoptimalkan proses pembelajaran dengan media
31

daring pada masa pandemi covid-19. Sipatokkong BPSDM


Sulawesi Selatan, 1(3), 227–232.
Jauhari, M. I. (2018). Peran Media Pembelajaran dalam Pendidikan Islam.
Journal PIWULANG, 1(1), 54.
https://doi.org/10.32478/ngulang.v1i1.155
Jeanete Ophilia Papilaya dan Neleke Huliselan. (2016). Identifikasi Gaya
Belajar Mahasiswa. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro,
15(1), 56.
Kemendikbud riset dan teknologi. (2020).
https://pusdiklat.kemdikbud.go.id/surat-edaran-mendikbud-no-4-
tahun-2020-tentang-pelaksanaan-kebijakan-pendidikan-dalam-
masa-darurat-penyebaran-corona-virus-disease-covid-1-9/. Pusat
Pendidikan Dan Pelatihan Pegawai Kemdikbudristek.
https://pusdiklat.kemdikbud.go.id/surat-edaran-mendikbud-no-4-
tahun-2020-tentang-pelaksanaan-kebijakan-pendidikan-dalam-
masa-darurat-penyebaran-corona-virus-disease-covid-1-9/
M.Nur Ghufron dan Rini Risnawati. (2013). Gaya Belajar: Kajian Teoritik.
Pustaka Pelajar.
M.Si, M.Pd. Marlina, D. (2019). PANDUAN PELAKSANAAN MODEL
PEMBELAJARAN. http://repository.unp.ac.id/23547/1/2019 Buku
Panduan Model Pembelajaran Berdiferensiasi di sekolah
inklusif.pdf
Moloeung, L. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi
(revisi). PT. Remaja Rosdakarya.
Muhaimin. (2005). Strategi Belajar ( Penerapan Dalam Pembelajaran
Pendidikan Islam),. CV. Citra Media.
Muhamad Saprudin, N. (2021). IMPLEMENTASI METODE
DIFERENSIASI DALAM REFLEKSI PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. 6(11), 6.
Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa. (2012). Belajar Dan Pembelajaran:
Pengembangan Wacana Dan Praktik Pembelajaran Dalam
32

Pembangunan Nasional. Ar-Ruzz Media.


Mukti, Abdul dan Sayekti, A. (2003). Gerbang; Majalah Pendidikan. 36–38.
Nasution. (2003). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan
Mengajar. Bumi Aksara.
Ni Made Inten Pramesti dan Ni Made Dwi Ratnadi. (2020). Pengaruh
Kecerdasan Emosional, Gaya Belajar Visual, Gaya Belajar
Auditorial Dan Kinestetik Pada Tingkat Pemahaman Akuntansi.
Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 30(1), 143.
Ophilia Papilaya, Jeanete, Huliselan, N. (2016). Identifikasi Gaya
BelajarMahasiswa. Edukasi Psikologi Universitas Diponegoro,
15(1), 58–59.
P. J., & Komara, J. (1994). Programming by logic and logic by
programming. In Proceedings of SOFSEM. 94.
Patrick Griffin, et. Al. (2012). Assessment and Teaching of 21st Century
Skills. springer.
Pozas, M., Letzel, V., & Schneider, C. (2020). Teachers and differentiated
instruction: exploring differentiation practices to address student
diversity. Journal of Research in Special Educational Needs,
20(3), 217–230. https://doi.org/10.1111/1471-3802.12481
Ridwan, R. (2020). Pengembangan Media Blog Berbantuan Quizstar
Sebagai Pembelajaran Daring Dalam Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMK. JARTIKA : Jurnal Riset
Teknologi Dan Inovasi Pendidikan, 3, 1..22, 36–49.
https://doi.org/10.36765/jartika.
Rumidi, S. (2006). Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis Untuk Peneliti
Pemula. Gadjah Mada University Press.
Rusli, R., Rahman, A., & Abdullah, H. (2020). Student perception data on
online learning using heutagogy approach in the Faculty of
Mathematics and Natural Sciences of Universitas Negeri
Makassar, Indonesia. Data in Brief, 29.
https://doi.org/10.1016/j.dib.2020.105152
33

Samsu, S.Ag., M.Pd.I., P. . (2017). METODE PENELITIAN : (Teori dan


Aplikasi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, Mixed Methods, serta
Research & Development) (M. P. . DR. Rusmini, S.Ag. (ed.)).
Pusaka Jambi.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Alfabeta.
Sugiyono, S. (2011). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan kombinasi
(Mixed Methods). Alfabeta.
Syafitri et al. (2020). Implementasi E-Learning Pada Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam Dimasa Pandemi Covid-19. AL-ULUM
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM, 1(1), 44–54.
Syarifudin, A. S. (2020). “Impelementasi pembelajaran daring untuk
meningkatkan mutu pendidikan sebagai dampak diterapkannya
social distancing.” Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra
Indonesia, 5.1, 31–34.
Thobroni, Muhammad, and A. M. (2012). Belajar Dan Pembelajaran:
Pengembangan Wacana Dan Praktik Pembelajaran Dalam
Pembangunan Nasional. Ar-Ruzz Media.
Tomlinsen Ann, C. (2000). Leadership for Differentiating Schools &
Classrooms. association for supervision and curriculum
development.
Tomlinson, C. A. (2011). Differentiate Instruction IN Mixed-Ability
Classrooms Differentiate Instruction.
Wanda Khairunnisa. (2016). Artikel pembelajaran berdiferensiasi.
http://wandakhairunnisa.blogspot.com/2016/12/artikel-
pembelajaran-berdiferensiasi.html

You might also like