You are on page 1of 8

Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas)

Vol. 1, No. 2, Desember 2021, Hal. 137-144


DOI: doi.org/10.5645/pengmaskesmas.v1i2/5645

Perilaku Pemberian MP-Asi Dini di Kecamatan Babakan Madang,


Kabupaten Bogor

Raden Nurilma Hidayatullah, Rahastiwi Fadilah Utami, Randita Shafira Putri, Roodoti Khasanah,
Salsabila Rosa, Siti Hartinah, Silmi Yasyfa Sujani P., Selvi Ramadhenisa, Tania Putri Andini, Via Aulia
Effendi, Yeni Rahmawati, Evi Martha
Program Studi Ilmu Kesehatan Maskarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
*e-mail: radennurilma@gmail.com

Abstract
Background: The practice of giving early complementary feeding in Indonesia is still widely practiced. Early
MPASI can have an impact on health. Based on PIS-PK data in Sumur Batu Village, 83.7% gave MP-ASI when
the child was less than 6 months old
Objective: The aim is to provide education and add information to the target regarding the importance of
complementary feeding, types, benefits, principles that must be followed in giving complementary feeding, as
well as encouraging the public to implement good and correct complementary feeding.
Methods: The implementation of service begins with a situation analysis and then prioritizes the problem. Then
an analysis of primary data obtained from the answers to the questionnaire for mothers with toddlers in Sumur
Batu Village was carried out to see the factors that influence early complementary feeding behavior in Sumur
Batu Village RT 10 and 11 and determine the appropriate form of intervention related to the problem.
Result: Increased knowledge of respondents by 39.7%.
Conclusion: There are two factors that influence the mother's behavior in giving complementary feeding,
namely the knowledge and support of the closest people. Meanwhile, other factors, namely age, education and
household income did not affect the mother's behavior in giving complementary feeding.

Keywords: Early breastfeeding complementary foods, Knowledge, Age, Education, Income, Maternal Support

Abstrak
Latar Belakang: Praktek pemberian MPASI dini di Indonesia masih banyak dilakukan. MPASI dini dapat
berdampak terhadap kesehatan. Berdasarkan data PIS-PK Desa Sumur Batu, sebesar 83,7% memberikan MP-
ASI saat anak berusia kurang dari 6 bulan
Tujuan: Tujuannya adalah untuk memberikan edukasi dan menambah informasi kepada sasaran mengenai
pentingnya pemberian MPASI, jenis, manfaat, prinsip yang harus dilakukan dalam pemberian MP-ASI,
serta mendorong masyarakat untuk menerapkan pemberian MP-ASI yang baik dan benar.
Metode: Pelaksanaan pengabdian diawali dengan analisis situasi lalu melakukan prioritas masalah. Kemudian
dilakukan analisis data primer yang didapatkan dari jawaban kuesioner ibu yang memiliki balita di Desa
Sumur Batu untuk melihat faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian MPASI dini di Desa Sumur Batu
RT 10 dan 11 dan menentukan bentuk intervensi yang tepat terkait masalah tersebut
Hasil: Peningkatan pengetahuan responden sebesar 39,7%.
Simpulan: Terdapat dua faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI yaitu pengetahuan
dan dukungan orang terdekat. Sedangkan untuk faktor lainnya yaitu usia, pendidikan dan penghasilan rumah
tangga tidak mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI.

Kata kunci: MP-ASI dini, Pengetahuan, Usia, Pedidikan, Pendapatan, Dukungan Ibu

1. PENDAHULUAN
WHO (2020) menyatakan bahwa di dunia hanya sebesar 44% bayi yang mendapatkan ASI
eksklusif di antara periode waktu 2015-2020. ASI eksklusif ini seharusnya diberikan oelh sang ibu
dari bayi baru lahir hingga mencapai 6 bulan. Pada saat bayi berusia sekitar 6 bulan,
kebutuhannya akan energi dan nutrisi mulai melebihi apa yang diberikan oleh ASI sehingga
makanan pendamping (MP-ASI) diperlukan. Makanan pendamping ASI adalah makanan tambahan
yang diberikan pada bayi setelah usia 6 bulan (Jitowiyono, S. dan Weni Kristiyanasari, 2010 dalam
Yulianeu, A; Rahmayati, Nina Mardiana. 2017). Di waktu yang sama, bayi sudah siap secara fisik
untuk menerima makanan lain. Transisi ini disebut dengan pemberian MP-ASI. Jika MP-ASI tidak
diberikan pada usia 6 bulan, atau jika diberikan secara salah, pertumbuhan bayi akan terhambat

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 137


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas) Vol. 1, No. 2, Desember 2021, Hal. 137-144
DOI: doi.org/10.5645/pengmaskesmas.v1i2/5645

(WHO, 2020). Kemenkes RI (tanpa tahun) menyatakan bahwa pengenalan dini bayi terhadap makanan
yang berkualitas rendah secara energi dan nutrisi atau makanan yang disiapkan secara tidak
higienis dapat menyebabkan bayi mengalami kurang gizi dan terinfeksi sehingga bayi dapat memiliki
daya tahan tubuh yang rendah terhadap penyakit. MP-ASI yang diberikan sebelum usia 6 bulan juga
dapat menggagalkan pemberian ASI eksklusif.
Di Indonesia, stunting meningkat secara dramatis pada bayi berusia 6 bulan, di mana MPASI
diperlukan agar bayi dapat memenuhi kebutuhan energi dan nutrisinya. Pemberian MPASI yang
tepat, bersama dengan pencegahan penyakit dan perawatan yang baik, dapat membantu anak
tumbuh dan berkembang secara optimal dan mencegah terjadinya stunting atau defisiensi mikronutrien
(Bappenas, Kemenkes RI, & UNICEF, 2019). Pada dokumen Framework of Action: Indonesia
Complementary Feeding, dinyatakan bahwa pemberian MPASI di Indonesia masih belum adekuat
dan belum tepat. Lebih dari 40% bayi Indonesia diberikan MP-ASI pada usia yang terlalu dini (di
bawah 6 bulan).
Di Jawa Barat, pada tahun 2018 cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 0-6 bulan
adalah sebesar 37,29% dengan Kabupaten Bogor di urutan ke-15 dari 27 kabupaten/kota se-Jawa Barat
untuk cakupan ASI eksklusif tertinggi. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Bogor
hanyalah sebesar 45,5% (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2019). Kecamatan Babakan Madang, salah
satu wilayah di Kabupaten Bogor, memiliki cakupan bayi yang diberikan ASI eksklusif yang
cukup rendah yaitu sebesar 23% pada tahun 2017 (Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, 2018).
Berdasarkan data PIS-PK Desa Sumur Batu yang merupakan salah satu wilayah Kecamatan
Babakan Madang, 83,7% memberikan minuman (cairan) atau makanan selain ASI sebelum anak
mereka berusia 6 bulan. Dari data ini dapat diambil kesimpulan bahwa prevalensi pemberian MP-ASI
dini di Desa Sumur Batu sangat tinggi yaitu sebesar 83,7%, dengan sebaran terbesar di RW 04.

Grafik 1 Umur anak saat pertama kali diberikan minuman (cairan) atau makanan selain ASI

Berdasarkan grafik di atas dapat masih banyak responden yang mulai memberikan minuman
(cairan) atau makanan selain ASI sebelum berusia 6 bulan. Dapat pula dilihat bahwa sebagian besar
responden yaitu sebanyak 41,6% mulai memberikan minuman (cairan) atau makanan selain ASI pada
anak mereka saat berumur 4 - <6 bulan. Sedangkan untuk sisa responden yang lainnya mulai
memberikan minuman (cairan) selain ASI pada anak mereka pada saat umur 0-7 hari sebanyak 11,4%,
umur 8-28 hari sebanyak 2,4%, umur 29 hari-<2 bulan sebanyak 4,2%, umur 2-<3 bulan sebanyak
8,4%, umur 3-<4 bulan sebanyak 15,7%, umur ≥ 6 bulan sebanyak 13,3% dan yang menjawab tidak
tahu sebanyak 3%. Sehingga, 83,7% responden memberikan minuman (cairan) atau makanan
selain ASI sebelum anak mereka berusia 6 bulan.
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini merupakan makanan atau minuman yang
diberikan kepada bayi sebelum berusia 6 bulan. Menurut Green dalam Tiambun (2011), faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian MP-ASI dini diantaranya adalah faktor predisposisi

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 138


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas) Vol. 1, No. 2, Desember 2021, Hal. 137-144
DOI: doi.org/10.5645/pengmaskesmas.v1i2/5645

dan faktor penguat. Faktor predisposisi perilaku MPASI dini meliputi usia, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan rumah tangga, dan pengetahuan tentang MP-ASI. Adapun faktor penguat perilaku MP-
ASI dini salah satunya adalah pengaruh orang terdekat.
Berikut merupakan jenis serta waktu yang tepat dalam pemberian MP-ASI menurut
Pedoman Pemberian MPASI oleh Departemen Ilmu Kesehatan FKUI-RSCM (2015) :
Tabel 1 Pedoman Pemberian Makan pada Bayi/Anak Usia 6-23 Bulan

Umur Tekstur Frekuensi Jumlah rata2/kali makan*


6-8 bulan Mulai dgn bubur halus, 2-3x / hari, ASI tetap Mulai dgn 2-3 sdm/kali
lembut, cukup kental, sering diberikan. ditingkatkan bertahap
dilanjutkan bertahap menjadi sampai ½ mangkok
Tergantung nafsu
lebih kasar (=125ml)
makannya, dapat
diberikan 1-2x selingan Lama makan maksimal 30
menit
9-11 Mekanan yang dicincang 3-4x/hari, ASI tetap ½ - ¾ mangkok (=125-175
bulan halus atau disaring kasar, diberikan. ml)
ditingkatkan semakin kasar
Tergantung waktu Lama makan maksimal 30
sampai makanan bisa di
makannya, dapat menit
pegang/diambil dengan
diberikan 1-2x selingan
tangan
12-23 Makanan keluarga, bila perlu 2-4x/hari, ASI tetap ¾ sampi 1 mangkok (175-
bulan masih dicincang atau disaring diberikan 250 ml)
kasar
Tergantung nafsu Lama makan maksimal 30
makannya, dapat menit
diberikan 1-2x selingan
*:makan paling lama 30 menit. Walaupun belum habis hentikan pemberian makan.
Pemberian MP-ASI yang terlalu dini atau tidak tepat dapat menimbulkan masalah kesehatan
pada anak. Faktanya, praktek pemberian MPASI dini di Indonesia masih banyak dilakukan.
MPASI dini dapat berdampak terhadap kejadian infeksi yang tinggi seperti alergi, diare, infeksi
saluran napas hingga gangguan pertumbuhan (Fitriana, dkk, 2013). Berikut adalah dampak pemberian
MPASI terlalu dini (Azwar dalam Mufida dkk, 2015), yaitu resiko jangka pendek yang dapat
mengurangi keinginan bayi untuk menyusui (konsumsi ASI berkurang), dan bayi dapat mengalami
penyumbatan saluran pencernaan atau diare, serta meningkatkan risiko terkena infeksi. Sedangkan
dampak jangka panjangnya dapat berupa kelebihan berat badan atau kebiasaan makan yang tidak
sehat, menyebabkan alergi terhadap makanan. Selain itu juga dapat menyebabkan kebiasaan makan
yang memungkinkan terjadinya gangguan hipertensi.
Menurut WHO, bayi yang mendapatkan makanan pendamping ASI sebelum berusia 6 bulan
akan memiliki risiko 17 kali lebih besar mengalami diare dan 3 kali lebih besar kemungkinan terkena
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dibandingkan bayi yang hanya mendapat ASI eksklusif dan
mendapatkan MP ASI dengan tepat waktu. Maka dari itu perlu adanya pemahaman yang cukup untuk
masyarakat agar resiko dari pemberian MP ASI yang salah ini dapat dihindari. Pemahaman dapat
diberikan melalui sosialisasi atau pemaparan informasi berupa edukasi yang ditujukan kepada
masyarakat. Kegiatan intervensi seperti ini Tujuan dari kegiatan intervensi mengenai MP-ASI adalah
untuk memberikan edukasi dan menambah informasi kepada sasaran mengenai pentingnya pemberian
MPASI, jenis, manfaat, prinsip yang harus dilakukan dalam pemberian MP-ASI, serta
mendorong masyarakat untuk menerapkan pemberian MP-ASI yang baik dan benar.

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 139


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas) Vol. 1, No. 2, Desember 2021, Hal. 137-144
DOI: doi.org/10.5645/pengmaskesmas.v1i2/5645

2. METODE
Pelaksanaan pengabdian diawali dengan analisis situasi untuk menentukan permasalahan
utama di wilayah sasaran, kemudia melakukan prioritas masalah. Kemudian dilakukan analisis data
primer yang didapatkan dari jawaban kuesioner ibu yang memiliki balita di Desa Sumur Batu untuk
melihat faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian MPASI dini di Desa Sumur Batu RT 10
dan 11, setya menlaksanakan intervens edukasi pada masyarakat. Sasaran dari kegiatan intervensi
yang dilakukan adalah ibu-ibu yang memiliki anak usia 0-5 tahun di RT 10 dan RT 11, RW 04, Desa
Sumur Batu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Kegiatan intervensi dilakukan secara
daring melalui aplikasi Whatsapp dan secara dor to dor oleh kader dibantu dengan visualisasi
berbentuk poster untuk memberikan edukasi dan menambah informasi kepada sasaran mengenai
pentingnya pemberian MP-ASI, jenis, manfaat, dan prinsip yang harus dilakukan dalam
pemberian MP-ASI, serta mendorong sasaran untuk menerapkan pemberian MP-ASI yang baik dan
benar. Media yang akan digunakan dalam kegiatan intervensi berupa Poster, Video Edukasi, dan
Kalender yang berisikan informasi terkait MP-ASI. Kemudian, saluran yang digunakan untuk
berkomunikasi dengan sasaran adalah melalui kader RT 10 dan RT 11, serta pesan pribadi langsung
kepada sasaran melalui aplikasi Whatsapp atau secara langsung oleh kader.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan analisis dan data, peneliti menentukan 5 prioritas utama masalah Kesehatan yang
terjadi di RT 10 dan RT 11, RW 04, Desa Sumur Batu, Kecamatan Babakan Madang,
Kabupaten Bogor. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah MP-ASI Dini, Imunisasi,
Pengobatan TB, Persalinan di Rumah tanpa Nakes, Kepesertaan JKN, Kontrasepsi. Untuk
menentukan satu masalah Kesehatan utama, maka digunakan penilaian menggunakan metode
skoring PAHO sebagai dasar bentuk kegiatan intervensi yang akan dilakukan pada Pengalaman
Belajar Lapangan.
Tabel 2 Skoring Pada Lima Prioritas Masalah Kesehatan Masalah Desa Sumur Batu Tahun 2020

Masalah Importancy Magni Vulner Cost Skor Rank


tude ability
S RI P PC SB
MP-ASI 4 3 4 3 5 4 4 3 20,1 I
3,8
Kepesertaan JKN 4 4 4 3 4 4 4 3 15,2 II
3,8
Imunisasi 4 3 2 3 4 4 3 3 12,8 III
3,2
Pengobatan TB Paru 5 4 4 4 5 3 2 3 8,8 IV
4,4
Persalinan di rumah tanpa nakes 3 2 2 2 4 3 3 3 7,8 V
2,6
Kontrasepsi 2 2 3 3 4 3 2 3 5,6 VI
2,8
*S: severity, RI: rate of increase, P: public concern, PC: public climate, SB: social Benefit

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 140


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas) Vol. 1, No. 2, Desember 2021, Hal. 137-144
DOI: doi.org/10.5645/pengmaskesmas.v1i2/5645

Berdasarkan hasil skoring tersebut, prioritas masalah tertinggi adalah MP-ASI Dini, oleh
karena itu MP-ASI Dini menjadi landasan utama penelitian dan intervensi yang dilakukan di RT 10
dan RT 11, RW 04 Desa Sumur Batu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.
Dari masalah yang telah dipilih menjadi prioritas masalah akan dilakukan intervensi berupa
edukasi kepada masyarakat. Kegiatan intervensi dilakukan secara daring, yaitu melalui aplikasi
WhatsApp. Peneliti menghubungi nomor yang didapatkan dari Kader RT 10 dan RT 11 ataupun dari
data penduduk RT 10 dan RT 11 melalui ketua RT masing-masing. Penyampaian materi
intervensi dilakukan dengan mengirimkan poster dan/atau video ke nomor WhatsApp sasaran. Selain
itu, intervensi juga dapat dilakukan oleh kader yang mendatangi sasaran secara door-to-door.
Berdasarkan kuesioner yang telah dilakukan didapatkan data distribusi terkait pengetahuan ibu
di Desa Sumur Baru sebagai berikut
Tabel 3 Pengetahuan Ibu tentang MP-ASI merupakan pernyataan tentang tingkat pengetahuan dan
pemahaman responden terkait pemberian MP-ASI pada anak. Pengkategorian pengetahuan ibu tentang MP-ASI
dalam penelitian ini, yaitu:

Pengetahuan Ibu tentang MP- Jumlah presentase


ASI
Baik 22 57,9%
Kurang baik 16 42,1%
Total 38 100%

Pengetahuan Ibu tentang MP-ASI merupakan pernyataan tentang tingkat pengetahuan


dan pemahaman responden terkait pemberian MP-ASI pada anak. Pengkategorian pengetahuan ibu
tentang MP-ASI dalam penelitian ini, yaitu:
• Pengetahuan baik, jika jawaban kuesioner yang benar > 6
• Pengetahuan kurang baik, jika jawaban kuesioner yang benar ≤ 6
Dari tabel diatas diketahui distribusi responden yang memiliki pengetahuan tentang MPASI baik
sebesar 57,9% sedangkan responden yang memiliki pengetahuan tentang MP-ASI kurang baik sebesar
42,1 %.
Kemudian setelah intervensi selesai dilakuakan, yaitu dengan pemberian edukasi mengenai
pentingnya pemberian MP-ASI, jenis, manfaat, dan prinsip yang harus dilakukan dalam
pemberian MP-ASI melalui poster dan video edukasi serta Kalender yang berisikan informasi terkait
MP-ASI, ditemukan perubahan pada niali skornya termasuk dalam pengetahuan Ibu tentang MP-ASI..
Tabel 4 Perbandingan Skor Pre-test dan Post-test Responden

Tingkat N Skor Skor tertinggi Mean Standar


pengetahuan terendah Deviasi
MPASI
Pre-test 38 3 10 6.05 2.313
Post-test 38 2 10 8.45 2.413

Berdasarkan tabel tersebut, hasil skor pre-test terendah adalah 3 dan skor tertinggi adalah 10
dengan rata-rata nilai 6,05. Kemudian, hasil skor post-test menunjukkan skor terendah adalah 2 dan
skor tertinggi adalah 10 dengan rata-rata nilai 8,45. Hal tersebut menunjukan bahwa pengetahuan
responden terkait MP-ASI meningkat sebesar 39.7% setelah dilakukan intervensi. Dari hasil
kuesioner yang telah disebar dan yang telah dilakukan pada 38 responden di RT 10 dan RT 11, RW 04

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 141


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas) Vol. 1, No. 2, Desember 2021, Hal. 137-144
DOI: doi.org/10.5645/pengmaskesmas.v1i2/5645

Desa Sumur Batu didapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI di wilayah
tersebut. antara lain usia, pendidikan, dan penghasilan rumah tangga, dan dukungan keluarga.
Usia
Usia mempengaruhi pola pikir dan daya tangkap seseorang. Usia dewasa awal adalah usia seseorang
untuk memotivasi diri memperoleh pengetahuan sebanyak-banyaknya (Notoatmodjo dalam
Kumalasari dkk, 2015). Semakin matang usia seseorang, maka orang tersebut akan semakin mudah
memahami suatu masalah, yang mana pengetahuan pun akan bertambah. Distribusi responden
berdasarkan usia ibu hampir merata di semua kategori usia. Persentase usia ibu <30 Tahun sebesar
55,3% dan persentase usia ibu ≥30 Tahun sebesar 44.7%. Berdasarkan analisis bivariat, penelitian ini
ditemukan bahwa usia tidak berhubungan dengan perilaku pemberian MP-ASI dini di RT 10 dan 11
RW 04 Desa Sumur Batu dikarenakan hasil uji statistik dengan Chi-Square pada tingkat kepercayaan
95% (α = 0,05) menunjukan p-value sebesar 0.113.
Pendidikan
Pendidikan pada penelitian ini didefinisikan sebagai pendidikan formal berdasarkan ijazah terakhir
yang dimiliki responden. Pendidikan ibu balita kemudian dibagi menjadi dua kategori yaitu
pendidikan tinggi dan pendidikan rendah. Pendidikan tinggi di penelitian ini didefinisikan sebagai ibu
yang menamatkan SMA atau perguruan tinggi sedangkan pendidikan rendah didefinisikan
sebagai ibu yang menamatkan SMP, tamat SD, atau tidak bersekolah. Pendidikan ibu adalah salah satu
unsur penting untuk menentukan keadaan gizi anak dalam pemberian makanan tambahan. Ibu yang
berpendidikan rendah cenderung memiliki tingkat pemahaman dan penyerapan yang rendah.
Pendidikan membantu seorang ibu dalam menerima informasi terkait pertumbuhan dan
perkembangan bayi seperti dalam hal memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) saat usia bayi
memasuki enam bulan. Proses mencari dan menerima informasi akan lebih cepat apabila ibu
berpendidikan tinggi (Nababan & Widyaningsih, 2018).
Di RT 10 dan 11 RW 04 Desa Sumur Batu 89,5% ibu tergolong pada pendidikan rendah.
Melalui analisis bivariat, penelitian ini ditemukan bahwa pendidikan tidak berhubungan terhadap
perilaku. pemberian MP-ASI dini di RT 10 dan 11 RW 04 Desa Sumur Batu dikarenakan hasil uji
statistik dengan Chi-Square pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukan p-value sebesar 1.
Penemuan pada penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Nurzeza, Larasati, & SRW (2017) dan
penelitian Ibrahim, Rattu & Pangemanan (2014) yang menyatakan bahwa pendidikan ibu berhubungan
dengan perilaku pemberian MP-ASI pada bayi berusia dibawah 6 bulan. Meski begitu, penemuan ini
sama dengan penemuan Lestari, Widiastuti, Kunsianah, & Qomariyah (2014) yang menemukan bahwa
pendidikan tidak berhubungan dengan perilaku MP-ASI dini. Pada penelitian ini, pendidikan bisa jadi
tidak berhubungan dengan perilaku MP-ASI dini dikarenakan jumlah sampel yang sedikit.
Penghasilan dan Pendapatan Rumah Tangga
Menurut Nauli dalam Kumalasari dkk (2015), pendapatan merupakan salah satu faktor yang
berhubungan dengan kondisi keuangan yang menyebabkan daya beli untuk makanan tambahan
menjadi lebih besar. Semakin baik perekonomian suatu keluarga memungkinkan seorang ibu
memberikan makanan tambahan untuk bayi dengan usia < 6 bulan. Pengkategorian penghasilan rumah
tangga dalam penelitian ini terdiri dari penghasilan rendah (<4 juta/bln) dan penghasilan tinggi (>4
juta/bln). Berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi-Square pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05)
didapatkan nilai (p= 0,513). Artinya, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara penghasilan
rumah tangga dengan perilaku pemberian MPASI dini pada bayi di Desa Sumur Batu RT 4 RW 10
dan 11.
Pengetahuan
Pengetahuan seseorang akan berpengaruh pada pola pikir terhadap suatu hal yang akhirnya
mempengaruhi perubahan perilaku. Semakin tinggi pengetahuan, maka orang itu akan lebih
cenderung memperhatikan masalah kesehatan baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya.
Oleh sebab itu, diartikan bahwa semakin tinggi pengetahuan ibu maka semakin kecil kecenderungan

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 142


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas) Vol. 1, No. 2, Desember 2021, Hal. 137-144
DOI: doi.org/10.5645/pengmaskesmas.v1i2/5645

ibu untuk memberikan MPASI pada bayi yang berusia ≤ 6 bulan (Notoatmodjo, 2010). Dalam
penelitian ini, responden dinilai pengetahuan mengenai MPASI dengan pertanyaan tentang pengertian,
manfaat, jenis, cara pemberian, dan dampak bila diberikan tidak tepat waktu. Hasil menunjukkan
bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan baik memberikan MP-ASI pada bayi umur ≥ 6 bulan
dibandingkan ibu yang mempunyai pengetahuan kurang baik. Hasil uji statistik dengan Chi-Square
pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) didapatkan nilai p value sebesar 0.025 (α < 0.05), artinya
terdapat hubungan antara pengetahuan dengan pemberian MP-ASI.
Dukungan Orang Terdekat
Dukungan orang terdekat seperti keluarga merupakan proses yang terjadi sepanjang kehidupan,
sifat dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga berupa
dukungan sosial internal, seperti dukungan dari istri, suami atau dukungan saudara kandung dan bisa
juga berupa dukungan dari keluarga eksternal. Dukungan keluarga bisa berupa dukungan emosional,
informasi, instrumental dan penilaian (Friedman, 2010). Dukungan keluarga yaitu sikap, tindakan
dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Keluarga bersedia memberikan bantuan dan
pertolongan jika diperlukan oleh anggota keluarga lainnya (Friedman, 1998). Dalam penelitian ini,
dukungan orang terdekat untuk melakukan MP-ASI dini dinilai dengan pertanyaan pilihan
apakah ada orang terdekat yang memberikan dukungan untuk melakukan MP-ASI dini dan ibu
balita juga diminta untuk menyebutkan siapakah orang terdekat yang memberikan dukungan
tersebut. Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05)
didapatkan nilai p = 0.02 (α < 0.05), artinya terdapat hubungan antara dukungan orang terdekat
untuk melakukan MP-ASI dini dengan perilaku pemberian MP-ASI.
Dalam penelitian ini, jumlah sampel yang sedikit mungkin menjadi alasan beberapa faktor
tidak memiliki hubungan dengan pemberian MP-ASI dini. Dalam pelaksanaan juga terdapat beberapa
keterbatasan yang membuat intervensi kurang maksimal dilakukan, baik keterbatasan dari peneliti
maupun keterbatasan dari intervensi itu sendiri. Keterbatasan yang dimaksud antara lain karena situasi
pandemi yang menyebabkan peneliti tidak bisa turun langsung ke lapangan sehingga
pengumpulan data menjadi sulit dikarenakan warga yang menjadi sasaran penelitian tidak memiliki
alat komunikasi yang memadai, responden banyak yang belum memiliki smartphone dan WhatsApp,
tidak ada tanggapan ketika dihubungi melalui WhatsApp, Beberapa responden hanya mengisi salah
satu lembar test sehingga mengurangi data yang tersedia, kemungkinan data bias, karena pengisian
lembar pre-test dan post-test dibantu oleh kader dan melihat poster online yang dikirim melalui
WhatsApp.

4. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
• Terdapat dua faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI yaitu
pengetahuan dan dukungan orang terdekat.
• Sedangkan untuk faktor lainnya yaitu usia, pendidikan dan penghasilan rumah tangga
tidak mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI.
• peningkatan pengetahuan responden sebesar 39,7%.

DAFTAR PUSTAKA
Bappenas, Kemenkes RI, & UNICEF. 2019. Framework of Action: Indonesia complementary feeding
[online]. Available at: https://www.unicef.org/indonesia/media/2706/file/Framework-of-Action-
ComplementaryFeeding-2019.pdf [Accessed 9 Sep 2020]

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 143


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas) Vol. 1, No. 2, Desember 2021, Hal. 137-144
DOI: doi.org/10.5645/pengmaskesmas.v1i2/5645

Dinas Kesehatan Jawa Barat. 2019. Profil kesehatan 2018 [online]. Available at:
http://diskes.jabarprov.go.id/dmdocuments/72a9cd79145eaf42cec46a32b4754fd6.pdf [Accessed 9 Sep
2020]

Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. 2018. Profil kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2017

Fitriana, E. I., dkk. 2013. Dampak Usia Pertama Pemberian Makanan Pendamping ASI Terhadap
Status Gizi Bayi Usia 8-12 Bulan di Kecamatan Seberang Ulu I Palembang. Available at:
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/255/201

Friedman MM, Bowden VR, Jones E. 2010. Buku ajar keperawatan keluarga; riset, teori dan
praktek. Jakarta: EGC.

Friedman MM, Bowden VR, Jones E. 1998. Keperawatan keluarga. Jakarta: EGC.

Kumalasari, S. Y., dkk. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan
Pendamping ASI Dini. Universitas Riau. JOM. 2(1), 879-889. Available at: 59
https://media.neliti.com/media/publications/187068-ID-faktor-faktor-yang-berhubungandengan-pe.pdf

Lestari, Widiastuti, Kunsianah, & Qomariyah. (2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu
dalam pemberian MP-ASI dini di Desa Jungsemi Kecamatan Kangkung Kabupaten Kendal.
Available at: https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/1453

Mufida, L, dkk. 2015. Prinsip Makanan Pendamping Air Susu Ivu (MP-ASI) Untuk Bayi 6-24 Bulan:
Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(4), 1646-1651. Available at:
https://jpa.ub.ac.id/index.php/jpa/article/view/290/300

Nababan, L & Widyaningsih, S. 2018. Pemberian MPASI dini pada Bayi Ditinjau dari Pendidikan dan
Pengetahuan Ibu. Jurnal Keperawatan dan Kebidanan Aisyiyah. 14(1), 32-39. Available at:
https://www.researchgate.net/publication/327726774_Pemberian_MPASI_dini_pada_bayi
_ditinjau_dari_pendidikan_dan_pengetahuan_ibu

Notoatmodjo, S. 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nurzeza, Larasati, & SRW. (2017). Hubungan Tingkat Pendidikan, Pengetahuan dan Kepercayaan Ibu
terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi di Bawah Usia 6 Bulan di Desa
Braja Sakti, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Agromedicine 20(2):
210-217.

Tiambun, M. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pemberian Makanana


Pendamping ASI Pada Bayi Umur 7-12 Bulan Di Puskesmas Kemiri Muka Kota Depok Tahun 2011
[Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Available at:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-12/20440623-S-Pdf-Marlin%20Tiambun%20S.pdf

WHO. 2020. Complementary feeding [online]. Available at:


https://www.who.int/healthtopics/complementary-feeding#tab=tab_1 [Accessed 9 Sep 2020]

WHO. 2020. Infant and young child feeding [online]. Available at:
https://www.who.int/newsroom/fact-sheets/detail/infant-and-young-child-feeding [Accessed 9 Sep
2020]

Yulianeu, A; Rahmayati, Nina Mardiana. 2017. Sistem Pakar Penentu Makanan Pendamping Air Susu
Ibu pada Bayi Usia 6 bulan sampai 12 bulan menggunakan metode Forward Chaining. Available at:
http://jurnal.stmik-dci.ac.id/index.php/jutekin/article/viewFile/79/533

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 144

You might also like