You are on page 1of 11

Pengaruh perubahan iklim terhadap…(Mardiana & Anwar)

PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP


INSIDEN MALARIA DI KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU
DAN KABUPATEN BANGGAI SULAWESI TENGAH

Climate Change Influence Incidence of Malaria


in The Bintan District of Riau Islands
and Banggai District of Central Sulawesi

Mardiana1 dan D. Anwar Musadad1

Abstract. Global warming may cause climate changes that have potential impact on health. Climatic
factors is an important for many diseases, one of the effects of climate change is the potential increase in
the incidence of disease transmitted by mosquitoes such as malaria. The outbreak and Insidence of malaria
were increased caused by several factors: the physical environment is changes, especially rainfall,
temperature, humidity and changing utilization of land, including environmental decay. This research
conducted in 2010 with the aim of the study to see how to climate is changing (rainfall, temperature,
humidity) againts the incidence of malaria in the Bintan district of Riau Islands and Banggai district in
Central Sulawesi Province. In Bintan district, Riau Islands for five years (2005-2009) The results showed
trend of the malaria incidence decreased between 0.11 ‰ -2.28 ‰, in the same time, the rainfall was stable
in range between 42 mm - 874 mm , the situation of the temperature was increased between 25.1 ºC - 27.9
ºC and the humidity was stable from 75% -95%. The trend of malaria insidens in Banggai district of
Central Sulawesi in the past ten years (2000-2009) was increased with a range between 0.02 ‰ - 1.72 ‰,
while the rainfall ranges average from 4 mm - 567 mm. The conditions of the temperature were stable in
range between 25.1 ºC - 29.3 ºC and intent of humidity tend was stable between 67% - 86%. The
conclusions of malaria incidence in two districts were showed high fluctuating in the particulary months.
According to malaria trend, the rainfall shows a negative relation, because of that there is indirect relation
to the incidence of malaria. Trend of incidence of malaria was increased by directly influence between
malaria parasite and mosquito as a vector; however the indirect factor was influenced by temperature and
humadity.

Keywords: Malaria, climate change, rainfall, temperature, humidity

Abstrak. Pemanasan global dapat menyebabkan perubahan iklim yang memiliki potensi dampak terhadap
kesehatan. Faktor iklim sendiri merupakan faktor yang penting bagi berbagai jenis penyakit, salah satu
pengaruh perubahan iklim adalah terhadap potensi peningkatan kejadian timbulnya penyakit yang
ditularkan oleh nyamuk seperti malaria. Peningkatan insiden dan KLB malaria disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu, perubahan lingkungan fisik terutama curah hujan, suhu, kelembaban dan perubahan
pemanfaatan lahan, termasuk kerusakan lingkungan. Penelitian dilakukan pada tahun 2010 dengan tujuan
penelitian untuk melihat pengaruh perubahan iklim (curah hujan, suhu, kelembaban) terhadap kejadian
penyakit malaria di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau dan Kabupaten Banggai Propinsi Sulawesi Tengah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau selama lima tahun (tahun
2005-2009) kecenderungan insiden malaria terlihat mengalami penurunan, dengan kisaran antara 0,11‰ -
2,28 ‰ sedangkan curah hujan cenderung stabil berkisar antara 42 mm - 874 mm, keadaan suhu cenderung
meningkat berkisar antara 25,1 ºC – 27,9 ºC dan kelembaban cenderung stabil berkisar antara 75%-95%. Di
Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah selama sepuluh tahun (tahun 2000-2009) kecenderungan insiden
malaria terlihat mengalami peningkatan, dengan kisaran antara 0,02‰ – 1,72 ‰ sedangkan curah hujan
rata-rata berkisar antara 4 mm - 567 mm, keadaan suhu cenderung stabil berkisar antara 25,1 ºC – 29,3 ºC
dan kelembaban udara cenderung stabil antara 67% - 86%. Kesimpulan kejadian malaria di dua kabupaten
menunjukkan berfluktuasi dan tinggi pada bulan-bulan tertentu. Kejadian malaria menurut curah hujan
menunjukkan Kecenderungan yang negatif, karena curah hujan tidak berpengaruh secara langsung terhadap
kejadian malaria. Kecenderungan peningkatan insiden malaria, secara tidak langsung dipengaruhi oleh suhu
dan kelembaban, namun secara langsung berpengarh terhadap parasit malaria dan nyamuk sebagai vektor.

Kata kunci: Malaria, perubahan iklim, curah hujan, suhu, kelembaban

1 Peneliti pada Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat


Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 1, Maret 2012 : 52 – 62

PENDAHULUAN berpotensi kontak dengan manusia dan dapat


menularkan parasit malaria. Terjadinya
Pemanasan global menyebabkan
penularan malaria karena adanya parasit
perubahan iklim yang memiliki potensi
dalam tubuh nyamuk, pada suhu yang cocok
dampak terhadap kesehatan. Iklim
parasit dapat bekembang dengan cepat.
merupakan faktor yang penting bagi berbagai
Nyamuk dan parasit malaria sangat cepat
jenis penyakit, salah satu pengaruh
berkembang biak pada suhu sekitar 20 - 27
perubahan iklim adalah terhadap potensi
ºC dengan kelembaban 60 – 80 %, suhu
peningkatan kejadian timbulnya penyakit
optimum berkisar antara 20 - 30ºC. Makin
yang ditularkan oleh nyamuk seperti malaria
tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin
dan demam berdarah. Nyamuk membutuhkan
pendek masa inkubasi ekstrinsik (siklus
genangan air untuk berkembangbiak, dan
sporogoni dalam tubuh nyamuk) dan
nyamuk dewasa membutuhkan kondisi yang
sebaliknya makin rendah suhu makin panjang
lembab agar dapat hidup. Penyakit menular
masa inkubasi ekstrinsik pada nyamuk
yang disebabkan oleh nyamuk dan paling
(Dep.Kes.RI. 2001).
sensitif terhadap perubahan iklim jangka
panjang adalah malaria. Penyakit ini banyak Curah hujan, suhu, kelembaban,
terdapat di daerah tropis dan subtropis, arah, kecepatan angin dan ketinggian
termasuk Indonesia. Peningkatan suhu akan merupakan faktor esensial bagi perkembang-
mempengaruhi perubahan bionomik atau biakan nyamuk. Adanya hujan bisa
perilaku menggigit dari populasi nyamuk, menciptakan banyak tempat
angka gigitan rata-rata meningkat (biting perkembangbiakan nyamuk akibat genangan
rate), kegiatan reproduksi nyamuk berubah air yang tidak mengalir di sekitar
ditandai dengan perkembangbiakan nyamuk permukiman. Pada kelembaban yang rendah
yang semakin cepat, masa kematangan akan memperpendek umur nyamuk,
parasit dalam tubuh nyamuk akan semakin meskipun tidak berpengaruh pada parasit
pendek. (Umar F.A, 2007). malaria. Tingkat kelembaban 60%
merupakan batas paling rendah untuk
Perubahan iklim berdampak pada
memungkinkan hidupnya nyamuk,
penumpukan uap air di udara dan
kelembaban juga berpengaruh terhadap
pembentukan awan hujan, sehingga membuat
kemampuan terbang nyamuk (Craig MH,
daerah-daerah di muka bumi ada yang
1999).
menerima hujan lebih banyak dan lebih deras
sedangkan di sejumlah tempat yang lain Di Indonesia pada umumnya daerah
terjadi kekeringan. Dalam hal ini Indonesia endemis malaria terdapat di daerah perdesaan
cenderung masuk kategori yang pertama yang terpencil dengan keadaan sosial
yaitu lebih banyak menerima hujan. Hujan ekonomi rendah, transportasi dan komunikasi
menyebabkan naiknya kelembaban nisbi relatif sulit. Peningkatan kasus malaria tidak
udara dan curah hujan yang tinggi hanya berpengaruh terhadap morbiditas dan
mengakibatkan banyak genangan air yang mortalitas, tetapi berpengaruh terhadap sosial
muncul secara tiba-tiba, genangan air ini ekonomi masayarakat. Meningkatnya kasus
yang digunakan nyamuk sebagai tempat dan kejadian luar biasa (KLB) malaria
perkembangbiakan dan menambah jumlah disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
tempat perkembangbiakan (breeding places) perubahan lingkungan fisik terutama curah
dan terjadinya peningkatan insiden malaria. hujan, suhu, kelembaban dan perubahan
Besar kecilnya pengaruh tergantung pada pemanfaatan lahan, termasuk kerusakan
derasnya hujan, jenis vektor dan jenis tempat lingkungan, kemiskinan, krisis ekonomi serta
perkembangbiakan. Hujan yang diselingi perpindahan penduduk. Penyakit infeksi
panas akan memperbesar kemungkinan akibat perubahan iklim, hubungannya dengan
berkembang biaknya nyamuk Anopheles distribusi penyakit malaria berkaitan dengan
(Hidayati, 2001). pengaruh temperatur, dan telah banyak
daerah yang menjadi tempat endemi baru dari
Malaria merupakan penyakit
penyakit tersebut. Terjadi penurunan
ekologis, penyakit yang sangat dipengaruhi
distribusi karena suatu daerah menjadi terlalu
oleh kondisi lingkungan yang memungkinkan
kering untuk kehidupan nyamuk, sehingga
nyamuk untuk berkembangbiak dan
populasi nyamuk berkurang dan tidak banyak
Pengaruh perubahan iklim terhadap…(Mardiana & Anwar)

untuk menularkan penyakit, juga peningkatan Letak Kabupaten Bintan berbatasan


atau penurunan pada bulan-bulan penularan dengan Kabupaten Natuna di sebelah utara,
(Rosenblith, Lara, 2003, Kandun, I Nyoman sebelah selatan,: Kabupaten Lingga, sebalah
2008). Barat, Kota Tanjungpinang dan Kota Batam,
sebelah timur, Propinsi Kalimantan Barat.
Untuk mengetahui pengaruh
Kasus malaria pada tahun 2008 menunjukkan
perubahan iklim terhadap insiden malaria,
bahwa malaria klinis sebanyak 6.841 (55,7
telah dilakukan penelitian di Kabupaten
per seribu penduduk), sedangkan kasus
Bintan,Propinsi Kepulauan Riau dan
malaria positif 4,4 per seribu penduduk. Pada
Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi
umumnya Kabupaten Bintan beriklim tropis
Tengah. Diambil Kabupaten Bintan karena
dengan suhu rata-rata 23,9 ºC – 31,8 ºC dan
merupakan daerah kepulauan, sedangkan
kelembaban udara sekitar 88 %. Secara
Kabupaten Banggai merupakan daerah
topografi Kabupaten Bintan terdiri dari
daratan.
pulau-pulau, umumnya perbukitan rendah
Artikel ini membahas pengaruh yang dikelilingi oleh rawa-rawa. Daerah ini
perubahan iklim (curah hujan, suhu dan termasuk endemis malaria karena wilayahnya
kelembaban) terhadap insiden malaria di banyak terdapat rawa-rawa dan pada musim
kabupaten Bintan,Propinsi Kepulauan Riau panas potensial menjadi tempat
dan Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi perkembanganbiak Anopheles (Profil
Tengah. Kesehatan Kabupaten Bintan, Tahun 2009).

BAHAN DAN CARA Kecenderungan insiden malaria menurut


Penelitian ini dilakukan di curah hujan (mm)
Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau Distribusi kejadian (insiden) malaria
dan Kabupaten Banggai, Propinsi Sulauwesi (perseribu penduduk) menurut curah hujan
Tengah. Pengumpulan data dilakukan pada (mm) sejak tahun 2005-2009 di Kabupaten
bulan Sebtember 2010. Data kejadian Bintan terlihat pada Gambar 1. Dilihat dari
penyakit malaria dikumpulkan dengan cara garis liner Insiden malaria cenderung
menyalin dari pencatatan dan pelaporan mengalami peningkatan, dengan kisaran
Dinas Kesehatan Kabupaten dan Dinas antara 0,11- 2,28 per seribu penduduk.
Kesehatan propinsi. Data iklim yang Sebaliknya curah hujan cenderung
dikumpulkan meliputi curah hujan, suhu, mengalami penurunan dengan rata-rata
kelembaban, dan kecepatan angin diambil berkisar antara 42 mm – 874 mm selama lima
data sekunder dari Badan Meteorologi, tahun.
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pusat,
Insiden malaria sepanjang tahun
propinsi dan kabupaten. Masing-masing data
2005-2009 tertinggi pada bulan Juni tahun
yang dikumpulkan meliputi kurun waktu
2006 yaitu 2.28 perseribu penduduk, dengan
sepaluh tahun terakhir. Data kemudian
curah hujan pada bulan tersebut sebesar 252
disalin dan difotocopy untuk direkapitulasi
mm. Curah hujan selama tahun 2005-2009
menurut wilayah dan waktu, yaitu per bulan
tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu bulan
dalam sepuluh tahun terakhir. Desain
November sebesar 874 mm sebaliknya
penelitian adalah retrospektif. Untuk
insiden malaria hanya 1,11 perseribu
mengetahui ada kecendrungan meningkat
penduduk.
atau menurunnya kejadian malaria menurut
curah hujan, suhu dan kelembaban dibuat Kejadian malaria di Kabupaten
grafik dengan menampilkan garis linear Bintan bervariasi setiap tahunnya, pada tahun
untuk melihat tren dari masing – masing data 2007 terlihat pola dimana saat insiden
di dua kabupaten. cenderung meningkat, curah hujan juga
tinggi pada bulan tersebut mencapai sebesar
639 mm. Pada tahun 2008 dan 2009 di bulan-
HASIL
bulan tertentu terlihat curah hujan tinggi pada
1. Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan bulan Januari yaitu 473 mm (tahun 2008),
Riau namun insiden malaria mengalami

1 Peneliti pada Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat


Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 1, Maret 2012 : 52 – 62

penurunan. Peningkatan insiden malaria tahun tertentu meningkat dan berfluktuasi


tahun 2009 terjadi pada bulan Desember stabil dan terjadi setiap setiap tahunnya.
sebesar 1,22 per seribu penduduk dengan
Kejadian malaria di Kabupaten
curah hujan sebesar 375 mm.
Bintan terlihat hampir setiap tahun ada
Kecendrungan insiden malaria dan walaupun pada bulan-bulan tertentu
pola curah hujan selama lima tahun di cenderung meningkat, dengan turun naiknya
Kabupaten Bintan dari tahun 2005 - 2009 curah hujan akan memberi dampak terhadap
menunjukkan bahwa insiden malaria dari insiden malaria, hal ini terjadi karena
tahun ke tahun cenderung menurun walaupun banyaknya tempat perkembangbiakan vektor
pada tahun tertentu terjadi peningkatan malaria yang baru.
(tahun 2009), sebaliknya curah hujan pada

Gambar 1: Grafik distribusi insiden malaria menurut curah hujan pertahun di Kabupaten Bintan
Propinsi Kepulauan Riau, Tahun 2005 – 2009

Kecenderungan insiden malaria menurut rata tertinggi terjadi pada bulan Mei tahun
suhu (oC) 2009 yaitu sebesar 27,9 ºC, dengan insiden
malaria hanya 0,54 perseribu penduduk,
Pada Gambar 2, distribusi insiden
sebaliknya pada Desember insiden malaria
malaria (perseribu penduduk) menurut curah
cendrung meningkat sebesar 1,22 per seribu
hujan (mm) sejak tahun 2005-2009 di
penduduk dengan suhu yaitu 26,2 ºC. Pada
Kabupaten Bintan. Insiden malaria di
tahun 2008 suhu udara rata-rata di bulan Mei
Kabupaten Bintan menunjukkan setiap tahun
yaitu 27,2 ºC dengan Insiden malaria
selalu ada, demikian juga dengan suhu
minimum hanya 0,49 perseribu penduduk.
berfluktuasi setiap tahunnya dan cenderung
meningkat. Insiden malaria cenderung Distribusi insiden malaria selama
mengalami peningkatan, berkisar antara 0,11- lima tahun di Kabupaten Bintan berkisar
2,28 perseribu penduduk selama tiga tahun antara 0,11 – 2,28 per seribu penduduk dan
(tahun 2005-2007). Sebaliknya suhu udara rata-rata dengan suhu berkisar antara 25,1 ºC
cenderung mengalami peningkatan dengan – 27,9 ºC. Insiden malaria selama lima tahun
rata-rata berkisar antara 25,1 oC -27,9 oC dari 2005 sampai 2009 menunjukkan
selama lima tahun (tahun 2005-2009). cendrung menurun kecuali ada peningkatan
Insiden malaria sepanjang tahun 2005-2009 pada bulan tertentu. Untuk suhu selama lima
di Kabupaten Bintan tertinggi terjadi pada tahun berfluktuasi setiap tahunnya dan
bulan Juni tahun 2006 yaitu sebesar 2,28 per cendrung meningkat, kecuali di akhir bulan
seribu penduduk, dengan suhu udara rata-rata Desember menunjukkan penurunan.
pada bulan sebesar 25,2 ºC. Suhu udara rata-
Pengaruh perubahan iklim terhadap…(Mardiana & Anwar)

Gambar 2: Grafik distribusi insiden malaria dengan suhu pertahun di Kabupaten Bintan
Kepulauan Riau,Tahun 2005 – 2009

Kecenderungan insiden malaria menurut tertinggi selama 5 tahun terjadi pada bulan
kelembaban (%) Juni tahun 2008 yaitu sebesar 95%, dengan
insiden malaria hanya 0,38 perseribu
Pada Gambar 3, terlihat distribusi
penduduk. Tahun 2009 di bulan Desember
Insiden malaria (perseribu penduduk)
insiden malaria cenderung meningkat sebesar
menurut rata-rata kelembaban udara (%)
1.22 per seribu penduduk dengan
selama lima tahun. Di Kabupaten Bintan
kelembaban sebesar 88 %. Insiden malaria
berkisar antara 0,11 – 2,28 per seribu
selama lima tahun dari tahun 2005 sampai
penduduk dengan rata-rata kelembaban
2009 menunjukkan penurunan walaupun
berkisar antara 75% – 95%. Kejadian
terjadi peningkatan di bulan – bulan tertentu
malaria sepanjang tahun 2005-2009 terjadi
dan kelembaban selama lima tahun
pada bulan Juni tahun 2006 yaitu sebesar
berfluktasi stabil setiap bulan per tahunnya.
2.28 per seribu penduduk, dengan
kelembaban sebesar 83%. Kelembaban udara

Gambar 3 : Grafik Distribusi insiden malaria menurut kelembaban pertahun di Kabupaten Bintan
Kepulauan Riau, Tahun 2005 - 2009

1 Peneliti pada Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat


Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 1, Maret 2012 : 52 – 62

2. Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi malaria berkisar antara 0,02-1,72 perseribu


Tengah penduduk. Insiden malaria di Kabupaten
Banggai berfluktuasi setiap tahunnya, tahun
Kabupaten Banggai merupakan salah
2000 terlihat meningkat pada bulan Juni yaitu
satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi
sebasar 1,08 perseribu penduduk dengan
Tengah dan terletak dibagian pantai timur
curah hujan sebasar 252 mm. Sebaliknya
Pulau Sulawesi, adapun batas wilayah
curah hujan cukup tinggi pada bulan Juni
sebagai berikut: Sebelah utara; Teluk Tomini,
tahun 2007 sebesar 567 mm. Pada tahun
Timur; Laut Maluku, Selatan; Kabupaten
2006 dan tahun 2008 untuk insiden malaria
Banggai Kepulauan, Barat; Kabupaten Tojo
di bulan November dan September mencapai
Una-una dan Kabupaten Morowali. Angka
1,72 perseribu penduduk dengan curah hujan
kesakitan/AMI pada tahun 2008 adalah 47,9
masing-masing hanya 84 mm dan 94 mm.
per seribu penduduk. Suhu udara rata – rata
Tahun 2009 insiden malaria pada bulan
di Kab. Banggai berkisar antara 25,3 ºC –
Agustus sebesar 1,21 perseribu penduduk
28,7 ºC, dengan kelembaban rata-rata
dengan curah hujan hanya 49 mm.
berkisar antara 37 % - 63% dan curah hujan
per bulan antara 14 mm – 235 mm. (Profil Distribusi insiden malaria (per seribu
Kesehatan Kab. Banggai Tahun 2008). penduduk) dan rata – rata curah hujan
(mm/bln) selama sepuluh tahun (tahun 2000
– tahun 2009) di Kabupaten Banggai berkisar
Kecenderungan insiden malaria menurut antara 0,02 – 1,72 per seribu penduduk
curah hujan (mm) dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 4
Di wilayah Kabupaten Banggai pola mm – 567 mm. Kejadian malaria di
curah hujan di dapatkan sepanjang tahun. Kabupaten Banggai selama sepuluh tahun
Pada Gambar 4, tahun 2008 dan 2009 insiden (tahun 2000 – tahun 2009) terlihat ada
malaria terlihat cenderung mengalami kecendrungan meningkat dan berfluktuasi,
peningkatan dengan curah hujan berfluktuasi sesuai dengan kondisi daerah Sulawesi
dan stabil. Keadaan curah hujan selama Tengah yang curah hujannya hampir
sepuluh tahun (tahun 2000-2009) berkisar didapatkan sepanjang tahun terjadinya
antara 4 mm -567 mm, sedangkan insiden peningkatan.

Gambar 4: Grafik distribusi insiden malaria menurut curah hujan pertahun di Kabupaten Banggai
Propinsi Sulawesi Tengah,Tahun 2000 - 2009
Pengaruh perubahan iklim terhadap…(Mardiana & Anwar)

Kecenderungan insiden malaria menurut per seribu penduduk dengan suhu sebesar
suhu (oC) 27,9 ºC, dan di bulan November tahun 2008
insiden malaria cenderung meningkat
Distribusi insiden malaria selama
menjadi sebesar 1,72 per seribu penduduk
sepuluh tahun (tahun 2000-2009) menurut
dengan suhu sebesar 26,3ºC. Insiden malaria
rata-rata suhu udara (ºC), di Kabupaten
tahun 2009 di bulan Agustus menunjukkan
Banggai terlihat cenderung mengalami
penurunan menjadi sebesar 1,21 per seribu
peningkatan dengan suhu setiap tahun
penduduk dengan suhu sebesar 26,7 ºC,
berfuktuasi dan stabil (Gambar 5). Di
sebaliknya curah hujan mengalami
Kabupaten Banggai selama sepuluh tahun
peningkatan pada bulan Desember yaitu
insiden malaria berkisar antara 0,02 – 1,72
sebesar 29,3 ºC dengan insiden malaria hanya
per seribu penduduk dengan rata-rata suhu
0,8 per seribu penduduk.
udara berkisar antara 25,1ºC - 29,3ºC.
Kejadian malaria tertinggi sepanjang tahun Insiden malaria selama 10 tahun
2006-2009 terjadi pada bulan November (tahun 2000 sampai 2009) menunjukkan
tahun 2006 sebesar 1,72 per seribu penduduk peningkatan setiap tahun dengan suhu
dengan suhu sebesar 28 ºC. Tahun 2007 di berfluktasi stabil setiap tahunnya.
bulan Februari insiden malaria sebesar 1.66

Gambar 5 : Grafik Distribusi insiden malaria perseribu menurut suhu pertahun di Kabupaten
Banggai Provinsi Sulawesi Tengah,Tahun 2000 – 2009

Kecenderungan insiden malaria menurut terendah yaitu 69% dengan insiden malaria
kelembaban (%) hanya 0,72 per seribu penduduk. Namun
insiden malaria pada tahun 2006 dan 2008
Kabupaten Banggai termasuk
menunjukkan cendrung meningkat yaitu
wilayah yang kasus malarianya cukup tinggi
November dan September masing-masing
dan hampir setiap tahun ada. Pada Gambar 6,
sebesar 1,72 per seribu penduduk dengan
terlihat bahwa selama sepuluh tahun dari
rata-rata kelembaban 72% dan 79%.
tahun 2000-2009 insiden malaria cenderung
Distribusi insiden malaria (per seribu
meningkat sedangkan rata-rata kelembaban
penduduk) dan rata – rata kelembaban (%)
udara terlihat setiap tahun berfluktuasi dan
selama sepuluh tahun di Kabupaten Banggai
stabil. Kelembaban tertinggi sepanjang tahun
menunjukkan insiden malaria berkisar antara
2000-2009 terjadi pada bulan Juli tahun 2008
0,02 – 1,72 per seribu penduduk dengan rata-
yaitu sebesar 86 %, dengan insiden malaria
rata kelembaban berkisar antara 69 % – 86
hanya 1,23 per seribu penduduk. Sebaliknya
%.
tahun 2003 kelembaban terlihat angka

1 Peneliti pada Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat


Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 1, Maret 2012 : 52 – 62

Gambar 6: Grafik distribusi insiden malaria menurut kelembaban pertahun di Kab. Banggai
Propinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2000 - 2009

PEMBAHASAN 2008 di bulan Sebtember terlihat curah hujan


hanya 94 mm dengan insiden malaria
Hasil analisa data antara insiden
meningkat menjadi 1,72 per seribu
malaria dengan pola curah hujan, suhu dan
penduduk. Terjadinya peningkatan insiden
kelembaban selama 5-10 tahun terakhir di
malaria berselang dua bulan sebelumnya
dua wilayah penelitian menunjukkan
menunjukkan kasus terendah.
kecenderungan yang bervariasi. Di
Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau Dari kedua kabupaten pada
dan Kabupaten Banggai Propinsi Sulawesi penelitian ini, ternyata di Kabupaten Bintan
Tengah data masing – masing di peroleh dan Kabupaten Banggai kecenderungan
antara 5 sampai 10 tahun. Adanya perbedaan penurunan atau kenaikan insiden malaria
data, di Kabupaten Bintan hanya diperoleh menurut curah hujan, suhu dan kelembaban
selama 5 tahun karena pelaporan kasus menunjukkan kecenderungan yang negatif.
malaria, suhu, dan kelembaban baru ada dari Dalam hal ini berarti insiden malaria tidak
tahun 2005 sampai tahun 2009, sedangkan di berpengaruh secara langsung dengan curah
Kabupaten Banggai, pelaporan data tersebut hujan, suhu dan kelembaban. Terkecuali
sudah ada dari tahun 2000 yaitu tahun 2000 – vektor malaria ada pengaruh positif terhadap
tahun 2009. Kejadian malaria dengan pola curah hujan, suhu dan kelembaban. Pada
curah hujan, suhu dan kelembaban ke dua penelitian ini terlihat bahwa bila
kabupaten tersebut selalu ditemukan kecenderungan insiden malaria menghalami
berfluktuasi setiap bulan per tahunnya. Pola peningkatan, sebaliknya curah hujan
curah hujan di Kabupaten Bintan tertinggi menunjukkan cederung menurun tetapi bila
pada tahun 2006, yatu pada bulan November kecenderungan insiden malaria menghalami
sebesar 874 mm dengan insiden malaria penurunan maka curah hujan menunjukkan
hanya sebesar 1,11 perseribu penduduk. Pada cenderung meningkat.
bulan-bulan sebelumnya pada bulan Juni
Suwasono dalam Susanna (2005)
yaitu curah hujan hanya 252 mm dengan
menyatakan penelitian yang dilakukan di
insiden malaria sebesar 2,28 per seribu
Kabupaten Kulonprogo, menunjukkan bahwa
penduduk pada tahun yang sama. Terjadinya
kasus malaria meningkat setelah terjadi
peningkatan insiden malaria berselang tiga
peningkatan curah hujan yang relatif tinggi.
bulan sebelumnya menunjukkan kasus
terendah. Di Kabupaten Banggai curah hujan Air merupakan esensial bagi
tertinggi terjadi tahun 2007 di bulan Juni perkembangbiakan nyamuk. Karena itu
sebesar 567 mm dengan insiden malaria 1,03 dengan adanya hujan bisa menciptakan
per seribu penduduk, sebaliknya pada tahun banyak tempat perkembangbiakan nyamuk
Pengaruh perubahan iklim terhadap…(Mardiana & Anwar)

akibat genangan air yang tidak mengalir. Kelembaban nisbi udara adalah
Dalam hal ini kejadian malaria tidak banyaknya kandungan uap air dalam udara
berpengaruh langsung dengan pola curah yang biasanya dinyatakan dalam persen (%).
hujan, namun curah hujan sangat Data kelembaban yang diperoleh dari
berpengaruh terhadap perkembangbiakan Kabupaten Bintan perbulannya
nyamuk sebagai penular penyakit. Hujan menunjukkan angka di atas optimum yaitu
menyebabkan naiknya kelembaban nisbi 80%. Di Kabupaten Bintan kelembaban
udara dan menambah jumlah tempat udara tertinggi tahun 2008 pada bulan Juni
perkembangbiakan (breeding places) dan sebesar 95% dengan insiden malaria yaitu
terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya 0,38 perseribu penduduk. Di Kabupaten
pengaruh tergantung pada jenis dan derasnya Banggai kelembaban tertinggi tahun 2008
hujan, jenis vektor dan jenis tempat pada bulan Juli sebesar 86% dengan insiden
perindukan. Hujan yang diselingi panas akan malaria yaitu 1,23 perseribu penduduk,
memperbesar kemungkinan berkembang sebaliknya kelembaban yang terendah pada
biaknya nyamuk Anopheles (Soesanto, 1999, tahun 2002 di bulan Oktober sebasar 67%
Susandi, 2008). Terlihat jelas dari ke dua dengan insiden malaria yaitu 1,01 perseribu
kabupaten di atas bahwa pola curah hujan > penduduk.
400 mm termasuk sangat tinggi (Sumber
Kelembaban udara menjadi faktor
BMKG).
yang mengatur cara hidup nyamuk,
Dari hasil antara suhu dan insiden beradaptasi pada keadaan kelembaban yang
malaria di ke dua kabupaten tidak terlihat tinggi dan pada suatu ekosistem kepulauan
adanya pengaruh antara satu sama lainnya. atau ekosistem hutan. Pada kelembaban yang
Di Kabupaten Bintan suhu tertinggi tahun lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan
2009 pada bulan Mei yaitu sebesar 27,9 oC lebih sering menggigit, sehingga
dengan insiden malaria hanya 0,54 perseribu meningkatkan penularan malaria.
penduduk. Sebaliknya pada tahun 2006 suhu Kelembaban yang rendah memperpendek
terendah pada bulan Juni yaitu 25,2 oC umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh
dengan insiden malaria sebesar 2,28 pada parasit. Tingkat kelembaban 60 %
perseribu penduduk. Di Kabupaten Banggai merupakan batas paling rendah untuk
suhu tertinggi tahun 2009 pada bulan memungkinkan hidupnya nyamuk,
Desember yaitu sebesar 29,3oC dengan kelembaban juga berpengaruh terhadap
insiden hanya 0,85 perseribu penduduk. kemampuan terbang nyamuk (Craig MH,
Sebaliknya suhu terendah tahun 2000 pada 1999, Salbiyah, 2000).
bulan Juni yaitu 25,8 oC dengan insiden
Peningkatan distribusi insiden
malaria sebear 1,08 perseribu penduduk.
malaria, secara tidak langsung dipengaruhi
Terjadinya penularan malaria karena adanya
oleh suhu dan kelembaban. Namun secara
nyamuk sebagai vektor malaria sedangkan
langsung ada hubungan dengan nyamuk dan
suhu mempengaruhi perkembangan parasit
parasit malarianya. Perubahan suhu sangat
dalam tubuh nyamuk.
besar pengaruhnya pada vektor serangga
Menurut beberapa literatur dalam penyebaran penyakit. Hujan juga
menyebutkan bahwa suhu yang optimal dapat meningkatkan kelembaban relatif,
berkisar antara 20 oC-30 oC, makin tinggi sehingga memperpanjang usia nyamuk
suhu (sampai batas tertentu) makin pendek dewasa. Curah hujan minimum yang
masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni dalam dibutuhkan oleh nyamuk untuk berkembang
tubuh nyamuk) dan sebaliknya makin rendah adalah 1,5 mm per hari (Martens, 2002).
suhu makin panjang inkubasi ekstrinsik pada
Faktor meningkatnya kasus malaria
nyamuk. Pengaruh suhu ini berbeda bagi
tidak hanya di pengaruhi secara langsung
setiap jenis Plasmodium, pada suhu 26.7 ºC
oleh iklim, tetapi oleh intensitas gigitan
inkubasi ekstrinsik P.falciparum yaitu antara
vektor. Kelembaban tinggi mempengaruhi
10 – 12 hari sedangkab untuk P.vivax antara
nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering
8 – 11 hari dan P. malariae dan P. ovale
menggigit, sehingga meningkatkan penularan
masing – masing 14 hari dan 15 hari. masa
malaria. Kelembaban yang rendah
inkubasi ekstrinsik pada nyamuk (Githeko,
memperpendek umur nyamuk, meskipun
A, et al. 2000 , DepKes, 2001).

1 Peneliti pada Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat


Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 1, Maret 2012 : 52 – 62

tidak berpengaruh pada parasit. Kelembaban hujan cenderung stabil berkisar antara 42
mempengaruhi ke-langsungan hidup dan mm - 874 mm, sebaliknya suhu
kebiasaan nyamuk menghisap. Kelembaban cenderung meningkat berkisar antara
yang rendah akan memperpendek umur 25.1 ºC - 27.9 ºC dan kelembaban
nyamuk, sebaliknya kelembaban tinggi cenderung stabil berkisar antara 75%-
memperpanjang umur nyamuk. Pada 95%.
kelembaban yang lebih tinggi, nyamuk akan
3. Di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah
menjadi lebih aktif dan lebih sering
selama sepuluh tahun (tahun 2000-2009)
menggigit (Gunawan 2000, Suwito dkk.
kecenderungan insiden malaria terlihat
2010).
mengalami peningkatan, dengan kisaran
Menurut hasil penelitian yang antara 0.02‰ - 1.72 ‰ sedangkan curah
dilakukan oleh Mardiana dan Munif (2009), hujan berkisar antara 4 mm - 567 mm,
bahwa kepadatan nyamuk Anopheles di sebaliknya suhu cenderung stabil
Sukabumi mempunyai hubungan positif berkisar antara 25.1 ºC - 29.3 ºC dan
dengan curah hujan. Hal ini nenunjukkan kelembaban udara cenderung stabil
bahwa ada hubungan langsung antara antara 67% - 86%.
kepadatan nyamuk Anopheles dengan curah
4. Kejadian malaria menurut curah hujan
hujan, karena banyaknya tempat
menunjukkan Kecenderungan yang
perkembangbiakan yang digenangi oleh air.
negatif, yaitu bila curah hujan cenderung
Epstein et al. (1998) menyatakan semakin
meningkat maka insiden malaria
tinggi curah hujan akan menaikan kepadatan
menurun sebaliknya bila insiden malaria
nyamuk, demikian juga sebaliknya
cenderung meningkat curah hujan
rendahnya curah hujan mengurangi
rendah.
kepadatan nyamuk. Adanya hujan akan
menambah jumlah dan jenis genangan air, 5. Kecenderungan peningkatan insiden
yang sebelumnya hanya sedikit atau tidak ada malaria, secara tidak langsung
pada musim kemarau. Curah hujan sebesar dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban,
150 mm per bulan mengakibatkan namun suhu secara langsung
perkembangan yang pesat untuk populasi An. berpengaruh terhadap vektor dan parasit
gambiae, sebagai vektor malaria di Kenya malarianya.
(Malakooti, dalam Susanna, 2005). Hal ini
menjelaskan bahwa curah hujan mempungai
pengaruh pasitif terhadap populasi nyamuk Saran
yang berarti rendahnya curah hujan ada Untuk melengkapi penelitian
kecenderungan meningkatnya populasi hubungan antara iklim dan kejadian malaria,
nyamuk karena tersedianya tempat perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
perkembangbiakan. dengan menambah veriabel vektor.

KESIMPULAN DAN SARAN UCAPAN TERIMA KASIH


Kesimpulan Pada kesempatan ini penulis
Dari penelitian ini dapat disimpulkan mengucapkan terima kasih kepada Kepala
bahwa: Pusat Teknologi Intervinsi Kesehatan
Masyarakat, Badan Penelitian dan
1. Kejadian malaria di Kabupaten Bintan, Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kepulauan Riau dan Kabupaten Banggai Kesehatan yang telah memberikan
Sulawesi Tengah berfluktuasi setiap kesempatan untuk penelitian ini. Terima
tahunnya. kasih juga kepada Kepala Dinas Kesehatan
2. Di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau Kabupaten Bintan dan Kabupaten Banggai
selama lima tahun (tahun 2005-2009) beserta staf, serta Kepala Puskesmas yang
kecenderungan insiden malaria telah memfasilitasi pelaksanaan
mengalami penurunan, dengan kisaran pengumpulan data selama penelitian.
antara 0.11‰ -2.28 ‰ sedangkan curah
Pengaruh perubahan iklim terhadap…(Mardiana & Anwar)

DAFTAR PUSTAKA dan Dowlatabadi, H. The Contextual


Determinants of Malaria. Resources for the
Craig MH, Snaw RW and Suear D Le, (1999). A Future. Washington, DC:14-24.
Climate based Distribution Model off Profil Kesehatan Kabupaten Banggai, Tahun 2008.
Malaria Transission in Sub - Saharan Africa, Profil Kesehatan Kabupaten Bintan, Tahun 2009
Jurnal Parasitology today, Vol.15. No.3. Rosenblith, Lara, (2003). WHO Study of the Impact of
pp.105 111. London. Climate Change on Human Health.
Dep.Kes.RI. (2001). Direktorat P2B2, DitJen.P2M & http://environment.about.com/cs/globalwarmi
PLP Modul epidemiologi Malaria 1 ng/a/healthclimate_p.htm
Epstein PR, Diaz HR, Elias S,Grabherr G, Graham NE, Salbiyah S (2000). Pengaruh Kondisi geografis
MartensWJM,Thomson EM, Susskind J. Terhadap Status Kesehatan Masyarakat.
(ED). 1998. Biological and physical signs of Artikel. Majalah Kesmas . No.63. Jakarta .
climate change : focused on mosquito borne Soesanto 1999. Dampak Regional Perubahan Iklim
diseases. Bul Amer Meterol Soc 79 : 409- Suatu Perkiraan Mengenai Kerentanan.
417. Jurnal Media Litbangkes. Vol.D.NO.1.
Githeko, A, et. al.(2000). Climate change and vector- Jakarta.
borne diseases: A regional analysis. Bulletin Susandi, A.,Y. Firdaus dan I. Herlianti (2008). Impact
World Health Organization. Geneva. Vol 78: of Climate Change on Indonesian Sea Level
1136-1144. Rise with Referente to It’s Socioeconomic
Gunawan S. (2000). Epidemiologi Malaria. Jakarta : Impact. EEPSEA Climate Change
EGC. Conference, Bali. 2008
Hidayati, Rini. (2001). Masalah Perubahan Iklim di Susanna, D. (2005). Pola Penularan Malaria Di
Indonesia Beberapa Contoh Kasus. Ekosistem Persawahan, Perbukitan Dan
http://rudyct.250x.com/sem1_012/rini_hidaya Pantai (Studi di Kabupaten Jepara, Purworejo
ti.htm Dan Kota Batam). Disertasi. Program
Kandun, I Nyoman 2008. Kesehatan dan Perubahan Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Iklim di Indonesia. Disajikan pada Program Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan
Peringatan Hari Kesehatan Sedunia Tahun Masyarakat. Universitas Indonesia.
2008. Jakarta Suwito dkk. (2010). Hubungan Iklim, Kepadatan
Mardiana, Munif A. (2009). Hubungan antara Nyamuk Anopheles dan Kejadian Penyakit
kepadatan vektor Anopheles aconitus dan Malaria. J. Entomol. Indon., April
insiden malaria di daerah endemik di 2010, Vol. 7, No. 1, 42-53
Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Jur Ekol Umar Fahmi Ahmadi, (2007). Dampak Perubahan
Kes 8 (1) : 901-914. Iklim Dalam Perspektif Kesehatan
Martens, P. (2002). Of Malaria and Models, challenges Lingkungan. KIPNAS IX, 22 November
in Modeling Global Climate Change and 2007. Jakarta.
Malaria Risk. Dalam: Casman, Elizabeth A

1 Peneliti pada Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat

You might also like