You are on page 1of 191

BUNGA RAMPAI

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI
KEBANGSAAN DALAM NKRI
(SEBAGAI SALAH SATU DASAR KONSENSUS BANGSA)

Penulis:
YOERRY PRASETYA N, dkk

Editor:
BUDI PRAMONO

PENERBIT CV. AKSARA GLOBAL AKADEMIA


2022
i
BUNGA RAMPAI
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN DALAM NKRI
(SEBAGAI SALAH SATU DASAR KONSENSUS DASAR BANGSA)

Penulis:
Yoerry Prasasetya Noviantoro, S.H., M.H
Ahadad, S.H., M.AP
Mayjen TNI Dr. Budi Pramono, S.IP., MM., MA., (GSC)., CIQaR., CIQnR., MOS., MCE., CIMMR
Andriyana, S.Pd., M.Pd
Dyah Rembulansari, S.Pd
Farizal Jumianto, M.Pd
Putra Perdana Ahmad Saifulloh, S.H., M.H
Zico Junius Fernando, S.H., M.H., CIL., C.Med
Ahmadyani Lewer, S.Pd.I., M.Pd
Astri Oktina Budianti
Dr (C) Nani Kusmiyati, S.Pd., M.M., CTMP
Riski Andrian Jasmi, S.Si., M.Sc
Faisal Rahman, M.Pd
Sukatmi, S.Pd
Dr. Rofikatul Karimah, S.Ag., M.Si
Dr. Octavianus Nathanael, M.Th
Abdul Ghofur, S.Pd
Dr. Drs. Hasanuddin Lauda, M.Si
Pamungkas Satya Putra, S.H., M.H
Dr. Salju, S.E., M.M.
Dr. Betti Nuraini, MM

Editor:
Mayjend TNI Dr. Budi Pramono, S.IP., MM., MA., (GSC)., CIQaR., CIQnR., MOS., MCE., CIMMR
ISBN: 978-623-6387-74-0
x + 178 hlm, 18x26 cm
Desain Cover: Mia Aksara
Layout: Erin & Dhea

Penerbit: CV. AKSARA GLOBAL AKADEMIA


No Anggota IKAPI: 418/JBA/2021

Office: Intan Regency Blok W No 13, Jln. Otto Iskandardinata, Tarogong Kidul – Garut,
Jawa Barat. Kode Pos: 44151. Telp / Wa Bisnis: +6281-2222-3230
Email: aksaraglobalpublications@gmail.com - aksaraglobal.info@aksaraglobal.info
Website: aksaraglobal.com - Link Bio: https://campsite.bio/aksaraglobalakademia
Link buku: https://wa.me/p/5340660892691346/628122223230
https://www.aksaraglobal.com/gallery
Cetakan Pertama: Agustus 2022

ii
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta


Pasal 2:
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana
Pasal 72:
1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal
49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau
barang hasil pelanggaran.

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Bismillahirrahmanirrahiim. Puji syukur kami panjatkan kepada Alloh
SWT. Yang telah memberikan nikmat sehat, waktu dan ilmu kepada penulis
sehingga mampu menyelesaikan bunga rampai IMPLEMENTASI NILAI-
NILAI KEBANGSAAN DALAM NKRI (SEBAGAI SALAH SATU DASAR
KONSENSUS DASAR BANGSA) ini tepat waktu. Ucapan terima kasih yang
tak terhingga bagi mentor dan juga rekan-rekan seperjuangan yang telah
bersama-sama menyusun bunga rampai yang luar biasa ini guna
mendeskripsikan nilai kemandirian, kesatuan, dan kebangsaan di tengah–
tengah masyarakat, sehingga mampu disosialisasikan kepada para pembaca.
Sebagaimana yang kita semua sadari dewasa ini nilai-nilai pancasila,
merupakan nilai yang harus dikembangkan dan digali dari tata kehidupan asli
bangsa Indonesia yang harus mendasari sistem kemasyarakatan dan sistem
kenegaraan yang akan dibangun untuk mencapai cita-cita nasional bangsa
Indonesia. Membangun semangat persatuan atau nasionalisme sekarang ini
dan di masa depan tidak lagi dengan dasar ingin merdeka, tetapi berupa
tindakan nyata untuk mengisi kemerdekaan tersebut dalam berbagai
aspeknya. Membangun semangat kebangsaan memerlukan penyadaran sikap
hidup warga negara yang menghargai nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan,
keadilan sosial, cinta tanah air, memiliki kesadaran hukum dan rasa
kebersamaan.
Indonesia sebagai bangsa besar haruslah menjaga, memahami, dan
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila demi tetap tegak dan utuhnya
NKRI. Kekayaan Bangsa Indonesia yang memiliki ragam suku, budaya,
bahasa, etnis, golongan dan agama merupakan kekuatan positif yang dapat
mendukung pembangunan bangsa. Namun di sisi lain, juga mengandung
potensi konflik, yang bila tidak dikelola dengan baik dapat mengancam
kelangsungan kedaulatan NKRI.
Implementasi nilai-nilai Pancasila berguna dalam mewujudkan kualitas
kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada keragaman etnis dan
budaya masyarakat Indonesia yang harus diikat dalam nilai-nilai, norma-
iv
norma dan aturan-aturan kebangsaan dan kenegaraan. Tataran nilai Pancasila
tersebut bukan saja untuk menjaga kolektivitas bangsa, tetapi juga menjaga
harmoni kehidupan antar kelompok masyarakat dan antar warga negara.
Negara berkewajiban untuk mensosialiasikan, menginternalisasikan dan
menginstitusionalkan nilai-nilai, norma-norma dan pranata berkehidupan
berbangsa dan bernegara tersebut kepada warga negara serta mewujudkan
kesadaran moral dan hukum berdasarkan karakter dan jati diri bangsa.
Maksud dari bunga rampai ini adalah untuk menjabarkan permasalahan
Bangsa Indonesia masa kini, yaitu memudarnya nilai-nilai kebangsaan yang
bersumber dari Pancasila sebagai dasar negara di kalangan generasi penerus
bangsa, di tengah persaingan kehidupan antar bangsa. Timbulnya tantangan
baik internal maupun eksternal, sebagai akibat sistem demokrasi yang
ditetapkan oleh pemerintah. Tulisan ini diharapkan dapat dipergunakan
sebagai acuan bahan para akademisi ataupun pendukung bacaan bagi
kalangan umum yang sangat penting dalam rangka sosialisasi nilai-nilai
kebangsaan. Diharapkan melalui Bunga Rampai ini nilai-nilai Pancasila dapat
tercermin di dalam pemikiran, sikap dan perilaku setiap Warga Negara
Indonesia, untuk memahami pentingnya mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Bunga rampai ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu masukan dari
pembaca yang Budiman senantiasa penulis nantikan guna perbaikan di masa
yang akan datang. Terakhir penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada
penerbit, keluarga kami tercinta, rekan sejawat atas dorongan dan do’anya
sehingga penulis terus mampu berkarya untuk bangsa tercinta ini.
Wassalamu’alaikum wr.wb. Salam Bela Negara..!!!

Jakarta, 17 Agustus 2022

Penulis

v
SINOPSIS

emantapan nilai-nilai kebangsaan dalam NKRI (sebagai salah satu dasar


P konsensus dasar bangsa) bertujuan untuk mentransformasikan,
menumbuhkan dan melestarikan nilai-nilai kebangsaan kepada setiap
komponen bangsa terutama yang bersumber dari ke lima sila dalam Pancasila
sebagai dasar negara. Nilai-nilai kemandirian, kesatuan dan kebangsaan dapat
tercermin di dalam pemikiran, sikap dan perilaku setiap Warga Negara
Indonesia, untuk memahami pentingnya mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Bunga rampai ini menjabarkan permasalahan maupun solusi pada
bangsa Indonesia di masa kini, yaitu memudarnya nilai kemandirian, kesatuan,
dan kebangsaan di tengah – tengah masyarakat, di kalangan generasi penerus
bangsa, maupun di tengah persaingan kehidupan antar bangsa.

vi
TENTANG EDITOR

Mayjen TNI Dr. Budi Pramono, SIP., M.M., M.A., (GSC).,


CIQar., CIQnR., MOS., MCE., CIMMR. Lahir di Sidoarjo
pada tahun 1967. Meraih dua gelar Magister di Hull
University UK bidang Security and Strategic Studies (1998)
dan University of National Development Veterans Jakarta
(2005). Ketika menjadi kolonel, beliau dianugerahi gelar
doktor Ilmu Politik dengan predikat sangat baik. Setelah lulus dari Akademi
Militer Magelang pada tahun 1988, ia bertugas di Komanda Cadangan Strategis
Angkatan Darat Indonesia (KOSTRAD) selama sepuluh tahun, kemudian
berkiprah di dunia intelijen (BAIS).
Penulis memiliki banyak pengalaman mengikuti berbagai kursus
Pendidikan Militer, beberapa di antaranya adalah: Kursus Austfamil
(SUSLAPA II-ART) Australia (1996), Kursus Pelatihan Intelijen Keamanan
Nasional di Taiwan (1999), Sekolah Staf Komando dan Umum, Sekolah Staf
Umum dan Komando di Manila (2001), lulusan terbaik dengan penghargaan
(Lulusan Kehormatan): Kursus logistik PBB di Port Dickson (2002), Kursus
Austfamil di Lavertoon Australia (2003), dan Manajemen Darurat di Australia,
Kursus Pengamat Militer PBB, Pelabuhan Dickson (2004). Setelah menjadi
komandan pleton dan kompi serta menduduki jabatan staff untuk Kawasan
Amerika dan Timur Tengah (BAIS), penulis berdinas di Kodam Jaya sebagai
Komandan Datasemen Intelejen. Kemudian pada 2009 diberangkatkan ke Iran
untuk bertugas sebagai Atase Pertahanan (Athan) yang sekaligus membawahi
Irak, Azerbajian dan Turkmenistan. Selama tiga tahun bertugas di sana, ia
terpilih sebagai “Dean” dari MAAT (Military Atace Association in Tehran).
Selesai bertugas, kembali ke BAIS dan menjabat sebagai Wakil Komandan
Satuan Intelejen. Selain aktif mengajar di Universitas Pertahanan Indonesia
(UNHAN), penulis juga bertugas sebagai Sahli Ekonomi di Wantannas RI.
Disela-sela kesibukannya, penulis masih kerap tampil di banyak forum
nasional dan internasional sebagai pembicara, beberapa diantaranya adalah
menjadi pembicara di forum Network Asean Defence and Security Institutions
vii
(NADI) yang mengantarnya berbicara di banyak negara seperti Thailand,
Singapura, Filipina, dan Malaysia. Ia juga menjadi pembicara di seminar
Security Sector Development in The Indian Ocean Region yang diadakan di Hawaii,
AS pada 2016. Sebelumnya, ia memberi kuliah umum terbuka di Universitas
Azerbajian dengan tema “Pancasila is the Key to Unite the Diversity of
Indonesia”.
Dalam menjalankan Tri Darma Perguruan Tinggi, beliau aktif menulis
buku dan E-Book, antara lain: "Transformasi Indonesia Kontra-Terorisme".
(Terrorism and Disaster, Rajawali Pers, 2018), “The Role of Indonesia in Asean
Security”, (Terrorism and Disaster, Rajawali Pers, 2018), “Tanpa Senjata,
Konsep dan Praktik Operasi Militer Selain Perang di Indonesia” (ISBN: 978-
623-6610-26-8 Unhan Press, 2021), “OMSP” (Unhan Press), “Defence
Diplomacy” (Unhan Press), “Politics & National Defense” (Aksara Global
Akademia, 2021). Ebook “Monograph Indonesian Politics: Since it’s birth till the
reformation era” (ISBN: 978-623-96683-9-6 (PDF), 2021), “Politics and National
Defense” (ISBN: 978-623-6387-00-9, 2021), “The Revolution in Military Affairs
(RMA), and The Consequences for Indonesia: The Study Before The Reform
Era” (ISBN: 978-623-6387-05-4 (PDF), 2021), “Pelurusan isu pelanggaran HAM
di Papua & Maksud Penugasan Aparat TNI di Papua” (ISBN: 978-623-6387-10-
8 (PDF), 2021), Bunga Rampai “Pertahanan Negara : Catatan 7 Prajurit
Akademisi” (ISBN: 978-623-6387-13-9 (PDF) 2021), “National Defense Strategy”
(ISBN: 978-623-6387-14-6 (PDF) 2021), “Kemandirian Indonesia” (ISBN: 978-
623-6387-66-5 (PDF) 2022), “Bunga Rampai: Implementasi Nilai-Nilai UUD
Negara Republik Indonesia 1945” (ISBN: 978-623-6387-65-8, 2022),
“Implementasi Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI dalam Menciptakan Nilai-
Nilai Cinta Tanah Air” (ISBN: 978-623-6387-64-1 (PDF), 2022), “Pancasila
Sebagai Pedoman Tata Nilai Kehidupan Bernegara” (ISBN: 978-623-6387-63-4
(PDF) 2022), “ Karakter Bangsa” (ISBN: 978-623-6387-59-7 (PDF) 2022)
Publisher Aksara Global Akademia.***

viii
DAFTAR ISI

URAIAN HAL

HALAMAN COPY RIGHT ii


KATA PENGANTAR iii
SINOPSIS v
TENTANG EDITOR vi
DAFTAR ISI viii
BAB I
MEWUJUDKAN NILAI-NILAI KESATUAN WILAYAH DAN NILAI-
1
NILAI PERSATUAN BANGSA BAGI CPNS MAHKAMAH AGUNG
*Ahadad
BAB II
IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN BANGSA DALAM
9
MENGHADAPI ERA METAVERSE
*Andriyana
BAB III
MENGUATKAN PENDIDIKAN UNTUK MENUMBUHKAN CINTA
SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MERAWAT PERSATUAN BANGSA 19
SERTA KESATUAN WILAYAH NKRI DI ERA 5.0
*Dyah Rembulansari
BAB IV
IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN BANGSA MEWASPADAI NEO
DEVIDE ET IMPERA MEDIA SOSIAL DALAM MENJAGA KEUTUHAN 25
NKRI
* Farizal Jumianto
BAB V
PEMBERIAN KEWENANGAN KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI
DALAM MEMUTUS CONSTITUTIONAL COMPLAINT DALAM
31
RANGKA MENJAGA PERSATUAN BANGSA TERHADAP KEBEBASAN
BERAGAMA DI INDONESIA
* Putra Perdana Ahmad Saifulloh
BAB VI
PENANAMAN NILAI PERSATUAN BANGSA PADA MASYARAKAT
UNTUK KEBEBASAN BERAGAMA DAN PERLINDUNGAN 39
MINORITAS DI INDONESIA
* Zico Junius Fernando

ix
URAIAN HAL

BAB VII
IMPLEMENTASI NILAI KESATUAN WILAYAH NKRI DARI SEJARAH
53
MALUKU
* Ahmadyani Lewer
BAB VIII
IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN BANGSA DI PENDIDIKAN
61
DASAR
* Astri Oktina Budianti
BAB IX
IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN BANGSA DAN
67
KEMANDIRIAN DIAWALI DARI KELUARGA
* Nani Kusmiyati
BAB X
NILAI PERSATUAN BANGSA DI ERA INFORMASI DIGITAL 75
* Riski Andrian Jasmi
BAB XI
REALITAS PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA DALAM
81
MENJAGA KEUTUHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
* Faisal Rahman
BAB XII
MEWUJUDKAN KESATUAN WILAYAH DALAM PEMBANGUNAN
WILAYAH PERBATASAN INDONESIA MELALUI PROGRAM 87
TRANSMIGRASI
*Sukatmi
BAB XIII
PEMAHAMAN TERHADAP NILAI-NILAI KESATUAN WILAYAH
GUNA MENINGKATKAN KUALITAS KEHIDUPAN MASYARAKAT 93
BERMARTABAT DAN BERNEGARA
* Yoerry Prasasetya Noviantoro
BAB XIV
KEKERASAN TERHADAP UMAT BERAGAMA DI INDONESIA DAN
SIKAP GEREJA DALAM MEGHADAPINYA 103
* Octavianus Nathanael

x
URAIAN HAL

BAB XV
IMPLEMENTASI NILAI KEMANDIRIAN DI TENGAH-TENGAH
113
MASYARAKAT
* Abdul Ghofur
BAB XVI
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEMANDIRIAN BANGSA DALAM
MEMBANGUN KESATUAN DAN PERSATUAN MENUJU INDONESIA 117
EMAS
* Hasanuddin Lauda
BAB XVII
URGENSI NILAI KEMANDIRIAN TERHADAP HAK RAKYAT ATAS
AIR DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GUNA MENUJU GOOD 123
WATER GOVERNANCE
* Pamungkas Satya Putra
BAB XVIII
IMPLEMENTASI NILAI KEMANDIRIAN DALAM MEMBANGUN
141
KEPERCAYAAN DIRI BANGSA
* Salju Sanuddin
BAB XIX
INTERNALISASI NILAI KEMANDIRIAN
149
PADA ANAK USIA DINI INDONESIA
* Betti Nuraini
BAB XX
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN DALAM
155
MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI
* Rofikatul Karimah
BAB XXI
IMPLEMENTASI NILAI KESATUAN WILAYAH, PERSATUAN BANGSA
DAN KEMANDIRIAN GUNA MENGOKOHKAN KEPERCAYAAN DIRI
161
BANGSA DI ERA METAVERSE
*Budi Pramono, dkk

xi
BAB I

MEWUJUDKAN NILAI-NILAI KESATUAN WILAYAH DAN


NILAI-NILAI PERSATUAN BANGSA BAGI CPNS
MAHKAMAH AGUNG

*Ahadad

I. PENDAHULUAN
ahkamah Agung R.I adalah lembaga tinggi negara dalam sistem
M ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan
kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari
pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Sebagai lembaga tinggi negara
bidang yudisial, Mahkamah Agung R.I mempunyai tugas, fungsi dan
kewenangan di dunia peradilan (hukum) sebagai garda terakhir bagi
masyarakat pencari keadilan di Indonesia.
Pada Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, “Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tatausaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi merupakan
benteng terakhir keadilan di Indonesia. Sebagai Lembaga peradilan tertinggi di
Indonesia, Mahkamah Agung membawahi 4 (empat) badan peradilan, yaitu
Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan
Peradilan Militer. Saat ini jumlah satuan kerja (satker) peradilan berjumlah 842
satker yang tersebar diseluruh Indonesia, dari tingkat kabupaten/kota hingga
ibukota propinsi dengan jumlah pegawai sebanyak 29.622 orang.
Melihat data dan fakta tersebut di atas, maka Mahkamah Agung dapat
dikatakan institusi yang tersebar secara merata diseluruh Indonesia. Dengan
kondisi ini, maka Mahkamah Agung mempunyai peran dan fungsi yang sangat
penting untuk meinternalisasi nilai-nilai kesatuan wilayah dan nilai-nilai

1
persatuan bangsa sehingga dapat mengimplementasikan Nilai-Nilai
Kebangsaan untuk mewujudkan 4 (empat) konsensus dasar Bangsa Indonesia,
yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan khususnya
mempertahankan dan bangga dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).

II. PEMBAHASAN
A. Nilai Kesatuan Wilayah dan Nilai Persatuan Bangsa
Luas wilayah yurisdiksi nasional Indonesia saat ini adalah : 5.180.053
Km2, dengan luas daratan : 1.922.570 Km2 dan luas perairan : 3.257.483 Km2,
dengan jumlah penduduk 268.853.016 jiwa, terdiri dari 1.340 suku bangsa,
dengan jumlah pulau : 17.504. Dengan wilayah yang sangat luas ini, maka
dibutuhkan satu pemikiran yang sama, satu hati yang sama, dan satu tujuan
yang sama untuk memepertahankan NKRI.
Untuk memberikan pelayanan publik kepada masyarakat, diantaranya
adalah meningkatkan jumlah SDM dengan membuka formasi penerimaan
Calon Pegawai Negeri Sipil (CNPS), Mahkamah Agung membuka penerimaan
CPNS setiap tahunnya. Untuk 2 tahun terakhir, ditahun 2020 Mahkamah
Agung menerima 2.104 orang sedangkan pada tahun 2021, Mahkamah Agung
menerima 3337 orang. Menarik untuk penempatan untuk 2 tahun ini,
penempatan CPNS tidak lagi berdasarkan asal dan domisili pelamar (CPNS).
Mereka harus siap untuk ditempatkan diseluruh wilayah hukum Indonesia.
Untuk dapat diangkat menjadi PNS Mahkamah Agung, seorang Cpns
wajib mengikuti Diklat Latsar CPNS yang diselenggarakan Pusdiklat Menpim
Mahkamah Agung. Dalam kegiatan pelatihan ini yang diselenggarakan selama
74 hari kerja (647 Jam Pelatihan) memberikan penguatan dan motivasi kepada
seluruh peserta CPNS yang akan ditempatkan diseluruh wilayah Indonesia
sebagai Agen Perubahan.
Materi Wawasan Kebangsaan, Bela Negara, Analisis isu Kontemporer
menjadi materi wajib. Materi-materi ini diharapkan menjadi bekal dan pondasi
yang kuat bagi seluruh CPNS dilingkungan Mahkamah Agung untuk dapat
mengimplementasikan dan menginternalisasikan dan membentuk karakter
ASN yang BERAKHLAK (Berorentasi Pelayanan, Akuntabilitas, Kompeten,
Harmonis, Loyal, Adaptif dan Kolaboratif) , Smart, Amanah dan Profesional.

2
Core value ini juga juga dituangkan dalam Surat Edaran Menteri PANRB
Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Implementasi Core Values dan Employer
Branding ASN. Hal ini sejalan dengan instruksi Presiden Joko Widodo yang
ingin membentuk sikap karakter ASN yang diinginkan masyarakat yaitu
“Bangga Melayani Bangsa”.
Pembentukan awal karakter pribadi dan sikap prilaku ASN yang dicita-
citakan ini menjadi tugas Pusdiklat Mahkamah Agung dan seluruh Pusdiklat
Lembaga/Kementrian yang menyelenggarakan kegiatan Diklat Latsar CPNS di
Indonesia. Sehingga Ketika seorang ditempatkan disatuan kerjanya dan telah
bekerja ditengah-tengah masyarakat, maka ia tidak hanya mewakili dirinya
tetapi sebagai representasi dari wajah pemerintah dan birokrasi Indonesia.
Setiap ASN harus senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara,
pemerintah, dan martabat pegawai negeri sipil, serta senantiasa
mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang
atau golongan. Kepentingan bangsa dan Negara harus ditempatkan di atas
kepentingan lainnya.
Hadirnya ASN-ASN muda ditengah masyarakat yang tersebar diseluruh
Indonesia, diharapkan menjadi agen-agen perubahan yang mampu menanam
dan menumbuhkan rasa cinta tanah air. Cinta adalah salah satu rasa yang
dimiliki oleh setiap manusia. Menurut Yudi Latif, Cinta tanah air merupakan
manifestasi semangat kebangsaan Indonesia yang mampu merangkai kesatuan
Dalam keragaman, serta kebaruan Dalam kesilaman tradisi Indonesia. Modal
sosial untuk merawat dan mengembangkan persatuan Indonesia, harus
dipupuk dan dikembangkan melalui penumbuhan rasa memiliki, mencintai
dan bangga menjadi Indonesia. Selain itu, para ASN muda ini diharapkan
mampu meminimalisir isu-isu kontemporer seperti hoax, narkoba, narkotika,
terorisme, primodalisme dan intoleran. Kehadiran ASN ini ditengah- tengah
masyarakat dapat menjelaskan dan menjadi role model dan memberikan
informasi yang tepat dan benar kepada masyarakat sekitar. Ketika seorang
ASN/PNS telah mempunyai karakter yang kuat, memiliki rasa cinta tanah air
dan menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara baik dan profesional,
maka tentunya ia akan mampu memetakan kesatuan wilayah tempat
bekerjanya. Dirinya akan mampu membaca dan menganalisa setiap potensi

3
yang dianggap rawan dengan kesatuan wilayah ditempatnya ia bertugas.
Kehadirannya mampu mempererat dan menanamkan nilai-nlai persatuan
ditengah-tengah masyarakat serta membawa perubahan terhadap seluruh
sendiri kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan hadirnya ASN muda
khususnya ASN Mahkamah Agung ditengah-tengah masyarakat, diharapkan
menjadi teladan dan simpul yang menguatkan dan menyatukan seluruh
komponen masyarkat yang majemuk yang tinggal didalamnya. Seorang ASN
Mahkamah Agung harus dapat menyadarkan masyarakat betapa pentingnya
kesatuanwilayah demi mengembangkan kehidupan bersama sebagai salah satu
kesatuan bangsa. Oleh karena itu seorang ASN harus mampu menumbuhkan
rasa cintakepada NKRI untuk menjadi satu kesatuan wilayah yang bulat dan
utuh dengan segala isinya bagi seluruh masyarakat bangsa Indonesia. NKRI
merupakan tanah airnya, tanah tumpah darahnya dan sebagai ruang hidup
yang senantiasa akan menjamin kehidupan bangsa.
Seorang ASN Mahkamah Agung yang berkarakter yang telah lulus
mengikuti pelatihan Diklat Latsar CPNS diharapkan ditengah-tengah
masyarakat mampu berkomunikasi dan membuka ruang dialog dengan
seluruh komponen masyarakat dan menjadi duta-duta kebangsaan sehingga
kehadiran mereka menunjukan hadirnya kekuatan negara dimasyarakat. Nilai-
nilai persatuan bangsa dapat tumbuh dan mekar seperti cendawan dimusim
hujan jika seorang ASN mampu menumbuhkan rasa kebersamaan, solidaritas,
toleransi, akuntabel, rasa cinta tanah air dan menjelaskan tujuan bersama
bernegara kepada seluruhkomponen masyarakat dimanapun ia bertugas dan
bertempat tinggal.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan
ASN merupakan salah satu komponen masyarakat yang ada di tengah-
tengah lingkungan kehidupan. Kehadiran ASN khususnya yang baru saja
diangkat dan selesai mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Latsar Cpns,
diharapkan menjadi Duta Kebangsaan, Agen Perubahan dan motor penggerak
untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air, rasa kebersamaan yang kemudian
tumbuh dan berkembang nilai-nilai kesatuan wilayah dannilai-nilai persatuan
bangsa.

4
ASN yang telah dibekali dan ditanamkan cinta tanah air, ia akanbangga
menjadi Indonesia, ia akan mempertahankan NKRI dengan nilai- nilai
wawasan kebangsaan dan nilai-nilai persatuan. Seorang ASN yang telah
terbentuk tersebut akan memiliki karakter yang kuat dan menjadi teladan,
pelopor dan pemersatu bangsa ditengah-tengah masyarakat.
Ketika telah tertanam rasa cinta kepada bangsa dan negara serta tumpah
darah negara Indonesia, ia akan siap mengorbankan apapun yang dimilikinya
termasuk nyawanya untuk NKRI. Awal pembentukan ASN yang berkarakter
yang dimulai dengan Pendidikan dan Pelatihan yang telah digariskan oleh
Pemerintah, maka diharapkan seluruh ASN nantinya akan menjadi ASN yang
Berakhlak, Smart, Amanah dan Profesional. Sehingga kedepannya dapat
membentuk sikap karakter ASN yang diinginkan masyarakat yaitu “Bangga
Melayani Bangsa”.
Dengan jumlah ASN Mahkamah Agung sebanyak 29.622 orang yang
tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Mulai dari Sabang hingga Merauke,dari
Miangas hingga Pulau Rote, dimana mereka disebar dan bertugas mulai dari
Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan
Peradilan Militer diseluruh Indonesia, maka kehadiran ASN khususnya ASN
Mahkamah Agung dapat menumbuhkan bunga-bunga cinta tanah air,
menyebarkan serbuk sari kebangsaan dan tunas-tunasBhinneka Tunggal Ika
yang siap dan rela berkorban untuk mewujudkan NKRI, yang mengalirkan
darah Pancasilais di pembuluh nadinya, berpedoman dan berangka UUD 1945
dan menanamkan nilai-nilai kesatuan wilayah serta nilai-nilai persatuan untuk
menuju tujuan bersamanegara.

B. Saran
Kedepannya, nilai-nilai Wawasan Kebangsaan, Bela Negara, Cinta Tanah
Air, tidak hanya diajarkan dan ditanamkan kepada putra-putri Indonesia yang
beruntung menjadi PNS, tetapi pembekalan ini juga dapat diikuti dan
didapatkan oleh seluruh anak-anak Indonesia dan seluruh komponen
masyarakat di negara ini.
Pendidikan dan Pelatihan di Lembaga Diklat hanya salah satu instrument
dalam mewujudkan hal tersebut diatas. Kesempatan yang sama kepada

5
seluruh koomponen masyarakat untuk mendapatkan kesempatan Pendidikan
dan pelatihan, kemudian dialog dan komunikasi dengan seluruh komponen
masyarakat dan anak bangsa, harus mulai ditata dan dimulai dari sekarang
sehingga menimbulkan harmonisasi yang dinamis di negara tercinta Indonesia.
Langkah yang Panjang dan jauh dimulai dari Langkah pertama, itu kata
pepatah. Meminjam lirik lagu “Tanah Airku” ciptaan Ibu Soed, yaitu: “Tanah
Airku tidak kulupakan…, Kan terkenang selama hidupku…, biarpun daku
pergi jauh…., Tidakkan hilang dari kalbu.., Tanahku yang kucintai…., Engkau
Kuhargai….’”. Semoga. NKRI Harga Mati, Kita Pertahankan Bersama.

6
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar Tahun 1945.


Latif, Yudi, Mata Air Keteladanan, Penerbit : Mizan, Bandung, 2016.
Lemhannas RI, Modul Materi Utama Implementasi Nilai-Nilai Kebangsaan
Yang Bersumber dari NKRI, Penerbit : Deputi Taplai Kebangsaan
Lemhannas RI, Jakarta, 2020.
Lan RI, Modul Latsar CPNS, Materi Wawasan Kebangsaan dan Nilai-Nilai Bela
Negara, Penerbit : Lembaga Administrasi Negara RI, Jakarta 2021.
Lan RI, Modul Latsar CPNS, Materi Kesiapsiagaan Bela Negara, Penerbit:
Lembaga Administrasi Negara RI, Jakarta 2019.
Peraturan Kepala Lan RI Nomor 1 Tahun 2021, Tentang Pelatihan Dasar Calon
Pegawai Negeri Sipil.
Website Mahkamah Agung R.I.

7
8
BAB II

IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN BANGSA DALAM


MENGHADAPI ERA METAVERSE

*Andriyana

I. PENDAHULUAN
lobalisasi membawa banyak aspek perubahan dan pembaharuan,
G salah satunya dalam aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Perubahan dan pembaharuan tersebut bersifat terbuka dan
dinamis, yang mana dapat memberikan dampak yang negatif ataupun positif.
Di era globalisasi saat ini yang ditunjang oleh kemajuan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi yang semakin berkembang, dimana Internet menjadi semacam
oksigen yang menunjang dalam kehidupan kita sehari-hari mengalami
transformasi perkembangan. Dalam era masyarakat Industri 4.0 dan
masyarakat sosial 5.0 yang ditunjang oleh inovasi teknologi yang berkembang
berdasar pada Internet of Think (IoT) dan kecerdasan buatan (Artificial
Intelligence) saat ini memasuki pembaharuan yang semakin canggih dan
futuristik, yaitu dengan penemuan konsep Metaverse. Metaverse merupakan
hasil dari inovasi teknologi yang berdasar kepada digitalisasi aspek-aspek
kehidupan yang berbasis kepada Internet of Think, Artificial Intelligence,
Virtual Reality dan Augmented Reality. Metaverse diprediksi akan memasuki
segala aspek kehidupan dalam beberapa tahun kedepan, tentunya hal ini harus
kita persiapkan dan sikapi dengan baik dan benar, karena produk teknologi
tersebut bebas nilai, yang mana kita lah sebagai pengguna yang memberikan
nilai tersebut, apakah bernilai negatif atau positif. Salah satu dampak negatif
dalam konteks kebangsaan ialah tergerusnya identitas nasional pada suatu
negara, karena masuknya pengaruh budaya asing melalui teknologi
tersebut. Adapun dampak positifnya adalah mereduksinya batasan
ruang dan waktu, hal tersebut tentunya menjadi peluang bagi bangsa
Indonesia untuk bisa berinovasi di kancah global tanpa dibatasi oleh ruang dan
waktu. Oleh karena itu kita sebagai warga negara yang menjadi pengguna

9
teknologi tersebut haruslah dibarengi nilai-nilai dan norma-norma kebangsaan
yang kita miliki, yaitu Pancasila. Dalam konteks Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), nilai persatuan bangsa haruslah terinternalisasi dan
terkristalisasi ke setiap warga negara agar menjadi semacam pegangan dan
panduan dalam memberikan nilai yang positif terhadap teknologi di era
Metaverse yang akan kita hadapi kedepan. Tentunya implementasi nilai
persatuan bangsa dalam menghadapi era Metaverse penting untuk
dilaksanakan dan diaktualisasikan kepada setiap warga negara agar
mempunyai dasar yangkuat dalam membendung pengaruh negatif globalisasi.

II. PEMBAHASAN
A. Deskripsi Metaverse
Secara Etimologi, Metaverse berasal dari kata “meta” yang artinya
melampaui dan “verse” berarti alam semesta. Sehingga jika disatukan
metaverse memiliki arti melampaui alam semesta. Kata Metaversepertama kali
muncul pada tahun 1992 dalam sebuah fiksi spekulatif berjudul Snow Crash
oleh Neal Stephenson (Li & Xiong, 2022). Istilah Metaverse mulai dipopulerkan
oleh CEO Facebook, Mark Zuckerberg saat mengganti nama Facebook menjadi
Meta. Naya, V. B., López, R.M. & Hernández, I. L. (2012), mendefinisikan
Metaverse sebagai lingkungan virtual yang juga dikenal dengan istilah MUVE
(Multi User Virtual Environments), memiliki format yang berasal dari
MMORPG (Massive Multiplayer Online Role-Playing Games) yang
memungkinkan semua orang dapat bertemu dengan avatar dalam permainan
video 3D dengan menggabungkan realitas virtual, augmented reality (AR),
virtual reality (VR) dan internet. Sehingga dengan adanya Metaverse serta
perangkat teknologi pendukungnya, memungkinkan penggunanya untuk
merasakan sensasi berada di lingkungan virtual yang sangat nyata (Díaz et al.,
2020). Hal ini tidak hanya bisa digunakan untuk permainan video atau pun
kegiatan hiburan lainnya (Lee, 2021). Metaverse memiliki lingkungan terukur
yang dapat menampung banyak orang, ini sangat penting untuk memperkuat
makna sosial yang ditekankan oleh teknologi ini (Xi et al., 2022). Metaverse saat
ini menjadi suatu dunia cosmo digital berbasis pada kecanggihan teknologi
yang menyatukan berbagai unsur ekosistem kehidupan seperti Teknologi,
Kemanusiaan, Komunitas/Masyarakat dan Seni. Seperti yang diilustrasikan

10
pada Gambar berikut:

Gambar 1 : Metaverse in a Venn Diagram (Sumber: Li, Y., & Xiong, D. (2022). The Metaverse
Phenomenon in the Teaching of Digital Media Art Major.)

B. Cara Kerja Metaverse


Metaverse didasari pada Internet of Think (IoT) dan ArtificalIntelligence
(AI). Dalam penerapannya Teknologi Metaverse mengusung2 (dua) teknologi
terkini sekaligus, yaitu meliputi AR atau Augmented Reality dan VR atau
Virtual Reality. Sebelum mengetahui cara kerja Metaverse, definisi dan
perbedaan dari teknologi Augmented Reality dan Virtual Reality akan
dijelaskan terlebih dahulu agar dapat memahami lebih dalam mengenai kedua
teknologi ini. Augmented Reality (AR) menggabungkan benda-benda dalam
dunia virtual atau maya yang diproyeksikan ke dunia nyata dalam bentuk dua
dimensi (2D) atau tiga dimensi (3D), sehingga objek virtual ini dapat disentuh,
dilihat, dan didengar (Aprilinda, Yuthsi, dkk, 2020). Augmented Reality bisa
disimpulkan sebagai sebuah proyeksi dari objek maya ke dunia nyata dalam
bentuk 2D atau 3D, dimana objek maya tersebut dapat disentuh, dilihat, dan
dirasakan melalui dunia nyata. Teknologi ini sudah banyak digunakan dalam
pembuatan film, game, dan robot saat ini. Virtual Reality (VR) adalah teknologi
yang menghasilkan visual atau suasana realistis tiga dimensi (3D), sehingga
pengguna dapat berinteraksi dengan lingkungan virtual (dunia maya) yang
disimulasikan oleh komputer (Fardani, 2020).

11
Gambar 2 : The Cyberspace Landscape (Sumber : Lik Hang Lee (2021). All One Needs to Knowabout
Metaverse: A Complete Survey on Technological Singularity,Virtual Ecosystem, and Research
Agenda

C. Metaverse: Ancaman atau Peluang


Perkembangan teknologi Metaverse kini telah diimplementasikan dalam
beragam aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, mulai
dari komunikasi, hiburan, wisata, media sosial, permainan dan bidang
pendidikan. Penggunaan teknologi baru tentu akan menimbulkan beberapa
dampak positif dan negatif pada para penggunanya. Penggunaan teknologi
Metaverse dapat menjadi sebuah ancaman dan peluang. Metaverse bukan
berarti teknologi ini tidak memiliki celah atau kekurangan. Ancaman yang
terlihat nyata dalam penggunaan teknologi Metaverse adalah (1). Segi
Karakter. Dapat menyebabkan kecenderungan untuk bersifat pasif dan
apatis; (2). Segi Persatuan Bangsa. Tergerusnya Identitas Nasional; (3). Segi
Pertahanan. Serangan intelijen Cyber baru; (4). Segi Kemanan. Penyalahgunaan
Identitas dan Pelanggaran Data; (4). Segi Sosial dan Agama. Penyebaran konten
pornografi, provokatif, agitatif, dan anarkis semakin terbuka luas. (5). Segi
Ekonomi. Perdagangan bebas berbasis kapital/liberal yang sulit diawasi. (6).
Segi Politik. Kampanye hitam dan penyebaran isu kebencian. (7). Segi
Pemerintahan. Lahirnya suatu sistem yang disebut sistem pemerintahan global
maya. Bahkan sistem demokrasi yang terbatas pada wilayah, komunitas, suku

12
bangsa dan negara telah bergeser menjadi lebihluas lagi atau yang biasa disebut
oleh para ilmuwan sebagai Cosmocracy (Kosmokrasi). (John Keane, 2020).
Selain ancaman, Metaverse juga dapat memberikan peluang terhadap
pembangunan bangsa dan negara apabila dimanfaatkan secara positif dankita
tidak hanya sebagai pengguna namun juga sebagai pelaku. Aplikasi Metaverse
biasanya melakukan pendekatan untuk memodelkan dan membedakan
perbedaan dan titik yang sama antara realitas virtual dan realitas. (Park dan
Kim, 2021).
Beberapa contoh praksis dari peluang metaverse dapat dilihat dari
beberapa jenis aplikasi meliputi:
1. Aplikasi Simulasi (Membantu dalam praktik pendidikan).
2. Aplikasi Permainan (Pendekatan minat dan bakat dalam edukasi)
3. Aplikasi Kerja (Administrasi tidak terbatas ruang dan waktu)
4. Aplikasi Sosial (Komunikasi sosial menjadi lebih luas dan interaktif)
5. Aplikasi Bisnis (Jaringan pasar menjadi lebih luas dan global)
6. Aplikasi Pendidikan (Media dan metode pembelajaran kreatif dan
futuristik)

D. Implementasi Nilai Persatuan Bangsa Dalam Menghadapi Era


Metaverse
Pengaruh ideologi dan budaya asing melalui teknologi saat ini sudah sulit
untuk dibendung, karena teknologi sudah menjadi alat pendukung dan
pembantu kita dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, namunapabila kita
tidak dibekali dengan karakter yang kuat sebagai suatu bangsa maka hal
ini dapat menjadi ancaman untuk persatuan bangsa, oleh karenanya semua
unsur kebudayaan dari luar yang masuk diseleksi oleh bangsa Indonesia.
Kemudian kita manfaatkan teknologi tersebut sesuai dengan pedoman nilai
yang kita miliki yaitu Pancasila. Hal itulah yang mendorong terwujudnya
persatuan bangsa Indonesia. Jadi implementasi nilai persatuan bangsa dalam
menghadapi era Metaverse dapat diwujudkan melalui:
1. Penguatan pembelajaran karakter di seluruh level pendidikan
2. Agitasi dan Propaganda mengenai kebanggaan produk dalam negeri
3. Dibuatnya pedoman aktualisasi/implementasi nilai dari setiap silaPancasila
secara praktikal dan keilmuan

13
4. Berpikir secara global, bersikap secara lokal (Think Globally, ActLocally)
5. Membangun kesadaran terhadap identitas dan integrasi nasional
6. Cinta terhadap Negara dan Tanah Air
7. Memajukan pergaulan bangsa di kancah internasional
8. Pengembangan IPTEK dalam pembangunan nasional yangberkebudayaan.

Gambar 3 : Implementasi Nilai Persatuan Bangsa dalam menghadapi era Metaverse


(Sumber : Penulis, 2022)

14
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Metaverse merupakan konsep dimana kecerdasan buatan dapat begitu
membantu kehidupan manusia pada segala aspek melalui dunia digital yang
tidak terbatas ruang dan waktu. Inovasi dalam perkembangan teknologi
Metaverse didasari pada Internet of Think dan Artificial Intelligence yang
diaplikasikan pada model Augmented Reality dan Virtual Reality. Indonesia
dalam persaingan di kancah global di bidang industri 4.0 serta masyarakat
sosial 5.0 haruslah peka terhadap perkembangan Metaverse tersebut, karena
tanpa bisa dipungkiri di saat yang akan datang kita harus sudah siap
menghadapi perkembangan teknologi tersebut jika tidak ingin tertinggal
dengan negara asing. Metaverse dapat menyebabkan ancaman yang nyata dan
bersifat destruktif bagi persatuan bangsa dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Apabila tidak dibarengi dengan batasan nilai dan norma
kebangsaan yang kita miliki, maka ancaman tersebut dapat menggerus
identitas nasional kita terutama dalam bidang ideologi dan budaya. Untuk itu
diperlukannya proses dan internalisasi dalam pengimplementasian nilai
persatuan bangsa yang didalamnya mencakup integrasi nasional, identitas
nasional dan gotong royong.

B. Saran

1. Perkembangan teknologi berbasis Metaverse haruslah disikapi secara


bijak dan terarah, karena dalam era globalisasi sekarang ini diperlukan
suatu kebijakan yang sistematis dan terarah dalam pemanfaatan IPTEK
dalam pembangunan bangsa dan negara secara berkebudayaan dan
bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
2. Dibutuhkannya suatu pedoman dalam penguatan karakter bangsadalam
menghadapi arus negatif globalisasi secara metodologis dan praktikal
pada seluruh jenjang level pendidikan sebagai konsep internalisasi nilai
Pancasila dan membangun kesadaran akan pentingnya identitas nasional.
3. Adanya kolaborasi dalam penyusunan implementasi nilai-nilai
kebangsaan yang berbasis Pancasila dengan seluruh pemangku kebijakan
terkait dan melibatkan lembaga-lembaga pendidikan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aprilinda, Yuthsi, dkk. (2020). Implementasi Augmented Reality untuk Media


Pembelajaran Biologi di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Sistem Informasi
dan Telematika, Vol. 11, No. 2, Hal. 124 - 133.
Bodie, Z., Keane, A., Marcus, Alan, J. (2002). Investasi. Boston : Mc Grawhill.
Edisi ke-5.
Díaz, J. E. M., Saldaña, C. A. D., & Avila, C. A. R. (2020). Virtual World As A
Resource For Hybrid Education. International Journal Of Emerging
Technologies In Learning, 15 (15), 94-109. Https://Doi.Org/10.3991/Ijet.
V15i15.13025.
Fardani, A. T. (2020). Penggunaan Teknologi Virtual Reality Untuk Sekolah
Menengah Pertama Pada Tahun 2010 – 2020. Jurnal E-Tech, Vol. 8, No. 1,
Hal. 1 -11.
Li, Y., & Xiong, D. (2022). The Metaverse Phenomenon In The Teaching Of Digital
Media Art Major. 643 (Adi, 2021), 348–353.
Lik-Hang Lee, Tristan Braud, Pengyuan Zhou, Lin Wang, Dianlei Xu, Zijun Lin,
Abhishek Kumar, Carlos Bermejo, and Pan Hui. (2021). All One Needs to
Know about Metaverse: A Complete Survey on Technological Singularity,
Virtual Ecosystem, and Research Agenda. Journal of Latex Class Files, Vol. 14,
No. 8, September 2021.
N. Stephenson. (1992). Snow Crash. Bantam Books.
Nannan, Xi, Juan Chen, Filipe Gama, Marc Riar, Juho Hamari. (2022). The
challenges of entering the metaverse: An experiment on the efect of extended
reality onworkload. Information Systems Frontiers, Springer Publisher.
S. G. Lee, et al., (2011). Innovation and imitation effects in Metaverse serviceadoption.
Service Business 5.2, pp.155172, 2011.
Solechan, Ahmad. dkk. (2022). Literatur Review : Peluang dan Tantangan
Metaverse. Jurnal Teknik Informatika Dan Multimedia, Vol 2, No. 1, Mei
2022, pp. 62-70.

16
Sultoni, Ken Bimo. dkk. (2022). Pengaruh Cosmocracy di Dunia Metaverse pada
Keamanan Nasional (Studi Kasus Arkycia Metaverse). Jurnal Konfrontasi:
Perubahan Budaya, Ekonomi dan Sosial, 9 (2) Juni 2022, 168-175.
Xi, N., Chen, J., Gama, F., Riar, M., & Hamari, J. (2022). The Challenges Of Entering
The Metaverse: An Experiment On The Effect Of Extended Reality On Workload.
Information Systems Frontiers. Https://Doi.Org/10.1007/S10796-022-
10244-X

17
18
BAB III

MENGUATKAN PENDIDIKAN UNTUK MENUMBUHKAN


CINTA SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MERAWAT
PERSATUAN BANGSA SERTA KESATUAN WILAYAH NKRI
DI ERA 5.0
*Dyah Rembulansari

I. PENDAHULUAN
evolusi industri bergerak cepat, melesat lebih cepat mempengaruhi
R pertumbuhan sumber daya manusia setiap detiknya.
Namun demikian, selain memiliki dampak yang positif, dampak negatif dari
revolusi industri 4.0 ini juga tidak dapat dihindarkan (Natalia dan Ellitan, 2019).
Percepatan industri sangat mempengaruhi pola pikir, pola sikap dan pola
tindak masyarakat. Revolusi industri mendorong terjadinya revolusi mental
pada setiap insan yang menyentuhnya.
Salah satu tantangan di era revolusi 4.0 atau society 5.0 yang terjadi di
kalangan masyarakat adalah, memudarnya nilai-nilai luhur dalam diri pribadi
bangsa Indonesia. Seiring dengan canggihnya teknologi berbasis digital dan
otomatisasi yang kian berprogres, nilai-nilai konsensus kebangsaan justru
mengalami regresi. Kemudahan teknologi akan mempersempit relasi antar
individu, sehingga individu cenderung bergantung pada teknologi. Rasa
empati, toleransi, gotong royong, persatuan, nilai-nilai demokratis, dan lain-
lain yang merupakan nilai-nilai Pancasila menjadi pudar, digantikan dengan
maraknya degradasi moral dan pengingkaran terhadap nilai-nilai luhur
Pancasila (Raharja, 2019:18).
Ekspansi budaya asing melalui media sosial, tanpa kita sadari
melemahkan mental generasi muda Indonesia dan berkembang menjadi
ancaman bagi persatuan bangsa dan keutuhan wilayah NKRI. Konten- konten
yang menjadi tranding di kalangan masyarakat pun sudah mulai mengarah
pada perang budaya, dan mengusik toleransi kehidupan beragama. Hal ini
tentu harus mendapat perhatian khusus dari semua pihak. Rasa cinta tanah air
bisa terkikis oleh arogansi generasi yang menempatkan budaya asing sebagai

19
panutan. Perlu upaya penguatan yang nyata, dari semua komponen negara,
agar nilai persatuan bangsa dan kesatuan wilayah NKRI tetap terjaga
keutuhannya.

II. PEMBAHASAN
A. Waspada Ketahanan Nasional di Era Society 5.0
Indoktrinasi nilai sosial dari revolusi industri lebih cepat dan lebih mudah
memberi pengaruh yang kuat pada seluruh lapisan masyarakat. Perubahan
yang paling signifikan adalah berkembangnya nilai-nilai materialistis yang
mengarah pada sikap kapitalis. Bergesernya nilai kekeluargaan menjadi
kemandirian ekonomi yang bersifat individualistis, memicu persaingan dan
memecah belah persaudaraan. Tragisnya, nilai- nilai di atas dianggap
kebutuhan perkembangan zaman. Padahal nilai- nilai itu justru menggerogoti
ketahanan nasional kita.
Jika revolusi 4.0 memungkinkan kita untuk mengakses juga membagikan
informasi di internet. Society 5.0 adalah era di mana semua teknologi adalah
bagian dari manusia itu sendiri. Internet bukan hanya sebagai informasi
melainkan untuk menjalani kehidupan (Mayasari, 2019). Semua aspek
kehidupan seolah ditarik dalam dunia digital. Bahkanpasar tradisional pun saat
ini sudah tersentuh oleh teknologi digital. Siapa yang tidak mampu
menggenggam teknologi, maka otomatis dia akantertinggal jauh. Di satu sisi
kemajuan ekonomi memang terlihat berkembang secara dahsyat dalam waktu
singkat. Namun, di sisi lain, nilai-nilai budaya, norma dan etika kehidupan
tergerus secara masif dari jiwa masyarakat Indonesia yang akan mampu
menggoyah kesatuan wilayah NKRI yang harusnya kita jaga keutuhannya.
Hadirnya hand phone, memang menjadi kebutuhan yang luar biasa bagi
seluruh lapisan masyarakat untuk bisa mengakses pengetahuan dan informasi
lebih cepat agar tidak tertinggal di zaman ini. Namun, dari alat ini juga budaya
bangsa kita menjadi rapuh. Tidak ada lagi budaya bercengkrama, bersosialisasi
dengan kontak mata, senyum dan sapa disertai anggukan dan pelukan dari
sesama saudara dalam kehidupan nyata. Budaya dunia digital, telah
menggantikan dan mengikis identitas lokal dan kultural bangsa kita.
Penggunaan Bahasa Indonesia dan bahasa daerah telah ikut tergeser

20
popularitasnya. Secara tidak langsung ketahanan kita telah dirongrong secara
halus, dilemahkan secara perlahan, menanamkan rasa malu terhadap budaya
lokal atau tradisi yang harusnya menjadi sumber kekuatan bangsa.

B. Menguatkan Pendidikan dan Menumbuhkan Semangat Cinta Sebagai


Upaya Merawat Persatuan Bangsa dan Kesatuan Wilayah
Tingkat pendidikan yang heterogen dan perbedaan budaya, agama dan
Ras, tentu menjadi latar belakang ketidaksiapan masyarakat dalam beradaptasi
dengan teknologi. Pemberitaan negatif justru menjadi konsumsi paling populer
dan menjadi keuntungan bagi pihak-pihak tertentu. Masyarakat mudah
menanggapi isu hoax tentang hal-hal sensitif yang beredar di berbagai media
sosial dengan emosional. Isu-isu sosial, politik dan agama, adalah hal yang
paling mudah memicu pro dan kontra bahkan perpecahan yang berkembang
menjadi perang ideologi di dunia maya. Dan yang paling memprihatinkan dari
semua hal di atas adalah, pudarnya nilai-nilai Pancasila yang seolah hanya
menjadi lambang tanpa makna. Pendidikan menjadi sangat penting untuk
membentuk karakter dan mental generasi untuk lebih mampu menyiapkan diri
dalam menghadapi segala tantangan dan perubahan teknologi. Seperti yang
disampaikan (Sudjana, 2004:2) “pendidikan adalah upaya mengembangkan
kemampuan atau potensi sehingga bisa hidup optimal baik sebagai pribadi
maupun anggota masyarakat serta memiliki nilai- nilai moral sosial sebagai
pedoman hidupnya”.
Negara Indonesia dibangun dari kekeluargaan ribuan suku bangsa dan
bahasa dari berbagai pelosok wilayah negara dalam naungan NKRI, juga
berbagai agama, yang tentu akan membawa kekayaan dan ciri yang indah
dalam satu kesatuan. Untuk merawat ketunggalan indah yang telah dibangun
oleh para pendiri bangsa dengan darah dan air mata, bangsa kita perlu kembali
menggerakan kekuatan cinta untuk menyemai kembalirasa persatuan bangsa.
Cinta akan nilai Ke-Tuhanan (religius), untuk menumbuhkan karakter
yang baik, perlu dilandasi dengan nilai-nilai agama yang kuat dan kokoh dalam
setiap jiwa bangsa Indonesia, landasan religious akan mampu membentengi
diri dari perbuatan di luar norma. Cinta tanah air, untuk menumbuhkan empati
agar mampu memperjuangkan nama besar Indonesia dan menjadikan satu-

21
satunya kebanggaan sebagai warga dunia. Cinta akan budaya dan tatanan
tradisional, yang menjadi kekayaan terbesar bangsa Indonesia dan identitas
nasional. Cinta pada keragaman dengan dilandasi Bhineka Tunggal Ika, yang
akan merawat rasa toleransi pada jiwa setiap warga negara, agar mampu
menghargai sesama, menerima perbedaan dengan kerelaan tanpa cela dalam
satu kesatuan wilayah yang tak terpisahkan. Cinta terhadap nilai kekeluargaan,
dengan merangkai harmonisasi dalam komunikasi, yang akan menjadi sumber
kekuatan negara dalam menghadapi semua ancaman disintegrasi bangsa
untuk menjaga keutuhan wilayah negara. Cinta terhadap nilai keadilan dengan
menghargai hak publik, tidak pilih kasih, memberikan hak sesuai proporsinya
akan menjadi kunci kedamaian dan kesejahteraan bersama. Cinta terhadap nilai
kegotong royongan, sebagai kekuatan sendi persatuan di masyarakat.
Membangun cinta harus diawali dari keluarga. Keluarga merupakan
tempat pendidikan pertama dan utama bagi seseorang. Menurut Daradjat
(1987:71). Peranan keluarga dalam membentuk karakter generasi sangatlah
besar. Dari keluarga pembiasaan akan tumbuh dan berakarpada setiap generasi
bahkan sejak dari dalam kandungan dan usia dini. Dengan harapan mereka
akan tumbuh menjadi generasi dengan jiwa yang tangguh, mandiri, tetapi
tetap memiliki empati yang tinggi danmemiliki sikap toleransi yang terhadap
lingkungan terdekatnya.
Lingkungan sekolah merupakan lingkungan mendasar yang sangat
berperan dalam pembentukan karakter anak. Pewarisan budaya melalui
lingkungan pendidikan menjadi kunci keberhasilan pembentukan karakter
peserta didik. Bahkan sekolah merupakan wadah pembentukan karakter anak
yang paling lengkap, mulai dari pengetahuan umum, science, dan pengetahuan
agama secara lengkap diberikan di bangku sekolah (Sutrisno:2019). Sekolah
menjadi penyokong pembentukan karakter setelah lingkungan keluarga.
Menanamkan Mengutakan Kembali kegotong royongan, untuk menjadi
kekuatan ketahanan di masyarakat, sebagai wujud nilai kekeluargaan yang
nyata, sebagai penguat sendi dalam kehidupan sosial dalam berbangsa.

III. PENUTUP
Perlu kesiapan mental dalam menghadapi perubahan teknologi di era 5.0.

22
Pendidikan menjadi unsur utama untuk siap beradaptasi dengan teknologi,
dan menumbuhkan kembali rasa cinta terhadap persatuan adalah salah satu
upaya untuk merawat persatuan bangsa. Mengokohkan kembali sendi
kehidupan bangsa, dengan menanamkan, nilai cinta religius (Ketuhanan),
cinta pada tanah air, cinta akan budaya dan tatanan tradisional, cinta pada
keragaman dengan dilandasi Bhineka Tunggal Ika, cinta pada nilai
kekeluargaan, toleransi, keadilan dan kegotong royongan sejak dini melalui
pendidikan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat, yang
diharapkan menjadi kekuatan untuk kembali membangun persatuan dan
menjaga keutuhan wilayah negara tercinta.

23
DAFTAR PUSTAKA

Daradjat, Zakiah, 1997, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta:


Bulan Bintang
Natalia, I and Ellitan, L (2019) Srategiesto Achieve Competitive Advantage in
Industrial Revolution 4.0. International Journal of Research Culture
Society, 3 (6). pp. 10-16.
Mayasari, D. 2019. Mengenal Society 5.0, Transformasi Kehidupan yang
Dikembangkan Jepang. Retrieved April 2019, from
m.timesindonesia.co.id.
Raharja, H. Y. (2019). Relevansi Pancasila Era Industry 4.0 dan Society 5.0 di
Pendidikan Tinggi Vokasi. Journal of Digital
Sudjana, Nana. 2004. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah.
Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sutrisno, 2019. Membangun Karakter Peserta Didik Melalui Pembiasaan Di
Lingkungan Sekolah. Oktober 2019, http://pena.belajar.kemdikbud.go.id/

24
BAB IV

IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN BANGSA


MEWASPADAI NEO DEVIDE ET IMPERA MEDIA SOSIAL
DALAM MENJAGA KEUTUHAN NKRI

*Farizal Jumianto

I. PENDAHULUAN
angsa Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki
B beragam budaya, agama, bahasa, dan wilayah yang sangat luas, sehingga
rekam jejak sejarah panjang menjadi sebuah pembelajaran penting dalam
membangun sebuah bangsa besar. Zaman keemasanNusantara terekam dalam
bukti kejayaan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit menjadi cikal bakal Bangsa
Indonesia berdaulat. Masa kelam juga dirasakan Bangsa Indonesia dalam
belenggu panjang penjajahan Portugis, Belanda, dan Jepang, yang menyisakan
berbagai warisan bagi rakyat Indonesia.
Untuk bisa menguasai wilayah-wilayah Nusantara, para penjajah
melakukan berbagai cara yang tidak mudah, karena nilai persatuan bangsa
sudah ada dan tertanam kuat meskipun masih bersifat kedaerahan. Cara- cara
politik keji dijalankan penjajah untuk bisa menguasai setiap jengkal wilayah
yang selalu mengalami perlawanan heroik rakyat Nusantara. Devide et impera
merupakan siasat yang dijalankan penjajah Belanda dengan mengatasnamakan
VOC yang diprakarsai oleh Van Mook. Devide et impera versi VOC dijalankan
secara fisik mampu memeroleh keberhasilan yang menyebabkan nenek
moyang Bangsa Indonesia mengalami kehancuran, seperti perlawanan rakyat
Aceh, perlawanan Diponegoro, Kesultanan Banten, Kesultanan Makassar,
Kesultanan Mataram, dan lainnya. Neo devide et impera media sosial
merupakan turunan konsep sama dalam bungkus berbeda.
Perbedaan mutlak terlihat pada cara menjalankan dan pada aktor
intelektualnya, yaitu hadir dari bagian bangsa Indonesia sendiri karena
penjajahan sudah berakhir, media sosial menjadi media/alat propaganda
dengan memanfaatkan level inteletual rendah dari pemakainya sehingga

25
menimbulkan pergolakan yang bisa mengganggu dan mengancam persatuan
bangsa Indonesia.
Pengguna IT/media sosial adalah objek implementasi neo devide it
impera, dampaknya sangat merusak tatanan keutuhan NKRI, karena tidak
semua rakyat memiliki tingkat adaptasi inteletual yang baik sehingga
logikanya lebih lamban untuk mencerna sebuah konten yang berisi tipu daya
melalui media sosial. Hal ini menjadi sebuah fenomena sensitif yang mendesak
dan sangat perlu untuk dilakukan pencegahan serius, cepat, dan tepat guna,
sehingga aplikasi politik neo devide et impera di media sosial dapat diberangus
dan diwaspadai secara dini sehingga persatuan bangsa menjadi benteng
penjaga keutuhan NKRI.

II. PEMBAHASAN
A. Bentuk Neo Devide et Impera Media Sosial yang Mengancam Persatuan
Bangsa
Era revolusi industry 4.0 dan 5.0 secara otomatis memaksa peralihan
peradaban umat manusia menjadi berbasis IT, perubahan ini berdampak sangat
signifikan dalam konteks berpikir para pemakai IT karena dipengaruhi oleh
berbagai macam sumber informasi secara cepat dantanpa batas melalui media
sosial. Paradigma intelek/cerdas bisa menjadikan seseorang bijak dalam
beradaptasi dan menempatkan diriuntuk keberlangsungan hidup bernegara.
Memiliki pemahaman yang rendah dalam bersosial media akan memberikan
efek yang tidak baik, sehingga potensi politik neo devide et impera berbasis
media sosial bisa merusak mental nasionalisme . Kondisi tersebut sering
digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengadu domba
masyarakat agar memiliki sebuah perilaku saling menjatuhkan nilai-nilai
persatuan bangsa Indonesia, sehingga bisa dipetik keuntungan
pribadi/golongan tertentu, diantaranya:
1) Postingan berita bernuansa SARA
Menyikapi/menanggapi positif sebagai informasi baru postingan yang
belum valid sebagai sebuah berita nyata.
2) Mengunggah sebuah berita berisi ujaran kebencian Rakyat diberikan
informasi yang dianggap tidak memihak kepada kepentingan rakyat sehingga
menimbulakankegaduhan/menurunya stabilitas nasional.

26
3) Tren posting berita hoax
Berita hoax berpotensi memberikan penilaian berbeda dari masing-
masing penerima berita sehingga mampu mencapai level saling
menjatuhkan yang sangat berpotensi atau menciptakan benih- benih
keutuhan NKRI terancam.

B. Solusi Penguatan Nilai Persatuan Bangsa dalam Mewaspadai Neo


Devide et impera Untuk Menjaga Keutuhan NKRI
Nilai persatuan bangsa menempati posisi strategis dan utama dalam
sebuah kelangsungan hidup bernegara. Kondisi stabilitas rakyat menjadi
penentu keberlangsungan suatu Negara , karena dengan memupuk nilai
persatuan bangsa yang tinggi keutuhan sebuah Negara akan terjamin dan
survival. Tindakan memecah belah atau neo devide et impera diera revolusi
industri 4.0 dan 5.0 sering terjadi melalui perkembangan pesat IT untuk
memenuhi kepentingan pribadi atau golongan tertentu, tetapi semua usaha
pemecah belah dan adu domba akan dapat dicegah dengan kuatnya rasa
perbedaan yang kompleks sehingga memunculkan rasa toleransi dan
mengubur rasa intoleransi di masing-masing sanubari warga Negara
Indonesia. Semangat menjunjung tinggi persatuan bangsa wajib
ditumbuhkembangkan dalam upaya menjaga keutuhan NKRI dalam
mewaspadai usaha-usaha neo devide et impera melalui media sosial, dengan
peran serta aktif pemerintah maupun secara mandiri diantaranya: Refleksi
sejarah bangsa Indonesia Melalui refleksi sejarah kita diajarkan bagaimana
sebuah usaha-usaha memecah belah dapat membuat sebuah negara menjadi
hancur dan bermasalah, sehingga tidak terulang kembali dalam keutuhan
NKRI.
1) Melaksanakan Upacara Bendera Secara Rutin dan Berkesinambungan.
Kegiatan ini akan memupuk rasa persatuan dalam kemajemukan yang
sangat dalam, sehingga penghayatan akan keutuhan bangsa Indonesia
merupakan prioritas diatas kepentingan pribadi maupun golongan.
2) Mengenal dan memperkenalkan keragaman budaya nasional Indonesia.
Dengan mengenal keragaman budaya nasional Indonesia, akan tercipta
rasa toleransi dan menjauhkan rasa intoleransi yang mengasah sebuah

27
rasa saling menghargai dan menghormati sehingga jauh dari usaha
melemahkan bahkan menjatuhkan sebuah budaya daerah lain.
3) Cerdas menggunakan IT dan berbagai apliksai edukasinya.Penggunaan
IT dalam konteks edukasi akan memberikan ruang yang luas untuk
meningkatkan kapasitas kerja dan perkembangah wawasan keilmuan
bagi seseorang, bukan sebagai sarana melemahkan persatuan bangsa.

III. PENUTUP
A. Simpulan
Membentuk karakter pribadi secara kuat sehingga terbentuk rasa
persatuan bangsa secara militan akan memberikan sumbangsih bagi keutuhan
NKRI secara mandiri dan mendasar. Menjaga keutuhan NKRI sewajarnya
dimulai dari diri sendiri sebelum mengarahkan orang lain, bahkan bagi dimensi
anggota masyarakat luas yang majemuk.
Neo devide et impera tidak akan memiliki ruang untuk mempengaruhi pola
piker rakyat Indonesia agar menjadi perongrong keutuhan NKRI secara sadar
maupun partisipasi aktif mengikuti lemahnya intelektual dari postingan media
sosial. Dengan kuatnya nilai persatuan bangsa dalam setiap jiwa warga Negara
Indonesia akan sanggup memberangus usaha-usaha yang ingin menjalankan
politik neo devide et impera melalui media sosial.

B. Saran
Penguatan nilai rasa persatuan bangsa dalam setiap dimensi kehidupan
berbangsa dan bernegara yang majemuk harus diberikan sebuah wadah dan
perhatian yang serius, cepat, dan berkesinambungan. Dengan gerak cepat
dibawah komando pemerintah menjadikan sebuah upaya dalam menjaga
keutuhan NKRI. Kegiatan bijak berinteraksi dalam penggunaan IT yang
berlandaskan jiwa nasional yang kuat tertanam dihati seluruh rakyat Indonesia
tidak akan mudah digoyahkan oleh adanya isu-isu yang mempropaganda
untuk memecah belah kedaulatan NKRI.

28
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Sherly. 2018. Melemahnya Nilai-nilai Nasionalisme dan Patriotismepada


Generasi Muda. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Budiningtyas, Dwi (2018) E-modul pendidikan pancasila dan kewarganegaraan


Kelas XI: mewaspadai ancaman terhadap keutuhan NKRI. Repositori.
Kemdikbud.go.id.

http://bitly.ws/sVnb. Diakses Pada 19 Juli 2022 pukul 21.35 WIB.

http://bitly.ws/sVmW. Diakses pada 19 Juli 2022 pukul 22.45 WIB.

http://bitly.ws/sVms. Diakses pada 20 Juli 2022 pukul 20.02 WIB.

http://bitly.ws/sVmx. Diakses pada 20 Juli 2022 pukul 21.34 WIB.

http://bitly.ws/sVnn-. Diakses pada 20 Juli 2022 pukul 22.31 WIB

http://bitly.ws/sVnG. Diakses pada 20 Juli 2022 pukul 22.37 WIB

29
30
BAB V

PEMBERIAN KEWENANGAN KEPADA MAHKAMAH


KONSTITUSI DALAM MEMUTUS CONSTITUTIONAL
COMPLAINT DALAM RANGKA MENJAGA PERSATUAN
BANGSA TERHADAP KEBEBASAN BERAGAMA DI
INDONESIA

*Putra Perdana Ahmad Saifulloh

I. PENDAHULUAN

egara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum punyaprinsip,


N bahwa hak setiap warga negara harus dilindungi tanpa terkecuali.
Bahkan Pasal 28D ayat (1) mengamanatkan setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum. Salah satu hak dasar masyarakat
Indonesia adalah hak atas kebebasan beragama yang diatur dalam Pasal 28I,
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang sejalan pula dengan instrumen HAM
Internasional khususnya Pasal 18 Universal Declaration Human Rights dan
Pasal 18 ICCPR. Sehingga hak atas kebebasan beragama merupakan hak
konstitusional yang dimiliki oleh setiap warga negara di Indonesia yang tidak
boleh dikurangi sedikitpun oleh pihak lain.
Walaupun jaminan atas kebebasan beragama sudah diatur dalam UUD
1945, akan tetapi dalam pelaksanaannya masih menimbulkan permasalahan.
Yang kebanyakan terjadi adalah kekerasan atas nama agama yang melahirkan
pelanggaran hak asasi manusia. Contoh yang paling aktual adalah kasus
kekerasan atas warga Syiah di Sampang, Madura yang telah mengakibatkan
satu orang korban jiwa, empat orang luka kritis, puluhan orang luka-luka, dan
puluhan rumah terbakar akibat penyerangan, dan lebih dari 160 jiwa
mengungsi di Gedung Olahraga Sampang, bahkan pada saat mengungsipun
warga syiah di Sampang masih mendapat intimidasi juga pengusiran dari

31
warga, dan Pemerintah Kabupaten Sampang pun merelokasi warga syiah ke
Sidoarjo tanpa mengganti rugi aset 162 pengungsi Syiah yang direlokasi
tersebut. Penulis juga melihat peran Pemerintah Pusat, Polri, dan Pemerintah
Daerah terasa sangat kurang dalam Perlindungan hak asasi manusia terhadap
warga Syiah di Sampang.
Menyaksikan betapa teraniayanya warga Syiah di Sampang, maka dalam
perspektif hak asasi manusia, kelompok ini mendapat perhatian serius. Dengan
semakin meningkatnya kekerasan atas nama agama terhadap kelompok
minoritas, juga mengingat lemahnya Perlindungan hak asasi manusia dari
Pemerintah Pusat, Polri, dan Pemerintah Daerah, maka gagasan untuk
memberi Kewenangan Kepada Mahkamah Konstitusi RI dalam Memutus
pengaduan konstitusional (constitutional complaint) dirasakan sangat urgen.
Walaupun sebenarnya ide dan gagasan constitutional complaint bukanlah hal
yang baru karena berbagai Skripsi, Tesis, Disertasi, dan tulisan ilmiah yang
sudah ditulis oleh para pakar dan peminat Hukum Tata Negara dan juga
beberapa Perkara yang sudah diputus Mahkamah Konstitusi, memberi pesan
bahwa constitutional complaint merupakan urgensi di dalam suatu negara
hukum yang modern. Akan tetapi, karena Mahkamah Konstitusi RI tidak
memiliki kewenangan memutus constitutional complaint, itulah yang menjadi
hambatan dan kendala bagi Mahkamah Konstitusi RI dalam memberikan
Perlindungan hak asasi manusia terhadap warga negara, khususnya warga
Syiah di Sampang. Berdasarkan gambaran umum diatas, maka atas dasar inilah
penulis tertarik untuk mencoba menganalisis artikel yang penulis beri judul
“Pemberian Kewenangan Kepada Mahkamah Konstitusi dalam Memutus
Constitutional Complaint Dalam Rangka Menjaga Persatuan Bangsa Terhadap
Kebebasan Beragama di Indonesia”, dengan rumusan masalah: Apa yang
menjadi Urgensi Pemberian Kewenangan Kepada Mahkamah Konstitusi
RI dalam memutus Constitutional Complaint; dan bagaimanakah
kemungkinan penerapan Mahkamah Konstitusi RI dalam Memutus
Constitutional Complaint tanpa harus mengamandemen UUD 1945.
Menurut Ki Hajar Dewantara, kebudayaan Indonesia terlahir dan
terbentuk dari setiap kebudayan yang ada di Indonesia. Beranekaragamnya
unsur-unsur yang dimiliki Indonesia, menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa

32
ini dalam menjaga kestabilan situasi serta mempertahankan keutuhan dan
persatuan. Keberagaman di Indonesia, seharusnya bukan menjadi malapetaka
bagi bangsa Indonesia, melainkan sebagai salah satu sumber kekayaan dan
kekuatan bangsa. Atas dasar penguatan nilai-nilai persatuan bangsa itulah
yang menjadi alasan artikel ini penulis susun.

II. PEMBAHASAN
Pasal 24 UUD 1945, Pasal 10 Undang-Undang No.24 Tahun 2003, dan
hingga kini Undang-Undang No.8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi
memiliki empat wewenang dan satu kewajiban. Wewenang tersebut adalah
menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-
Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum. Sedangkan kewajibannya adalah memberikan
putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dengan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang
Dasar. Selain itu putusan dari Mahkamah Konstitusi pun bersifat final sehingga
tidak bisa dilakukan upaya hukum lain. Indonesia sebagai negara ke-78 yang
mengadopsi gagasan pembentukan Mahkamah Konstitusi yang berdiri sendiri
setelah Austria pada 1920, Italia pada 1947 dan Jerman pada 1945.
Menurut Harjono, kewenangan Mahkamah Konstitusi secara umum
dibagi menjadi kewenangan utama dan kewenangan tambahan. Kewenangan
utama meliputi (1) uji materiil konstitusionalitas undang- undang terhadap
UUD; (2) memutus pengaduan yang dilakukan oleh rakyat terhadap
pelanggaran hak-hak konstitusi mereka atau biasa disebut constitutional
complaint; (3) memutus sengketa kewenangan antar lembaga Negara; (4)
memutus constitutional question. Sedangkan kewenangan di luar itu bersifat
asesoris atau tambahan yang dapat bervariasi antara negara yang satu dengan
yang lainnya.
Apabila mengacu kepada garis besar kewenangan umum dariMahkamah
Konstitusi di atas, maka ada satu hal yang tertinggal dari Mahkamah Konstitusi
RI yaitu tidak adanya mekanisme keluhan konstitusi atau consitutional
complaint, yaitu pengajuan perkara ke Mahkamah Konstitusi yang tidak ada

33
instrumen hukum atasnya untuk memperkarakannya atau tidak tersedia lagi
atasnya jalur penyelesaian hukum. Itulah sebabnya menjadi penting agar
difikirkan kemungkinan menambah kewenangan Mahkamah Konstitusi
memutus consitutional complaint agar pelanggaran hak konstitusional yang
tidak ada jalur penyelesaian hukumnya dapat ditangani oleh Mahkamah
Konstitusi.
Dengan ide untuk memberi kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi
dalam memutus constitutional complaint, tentu kasus-kasus yang berkaitan
dengan kehidupan dan kebebasan beragama di Indonesia bisa diselesaikan
dengan lebih baik, mengingat banyaknya kekerasan atas nama agama yang
menjamur dimana‐mana. Baik kekerasan fisik, seperti penyebuan, pemukulan,
pengrusakan, pembakaran, penyegelan dan pembunuhan maupun psikis
seperti ancaman, penghinaan, pencacimakian. Kekerasan terhadap penganut
agama lain juga ditampakkan dalam pengerusakan rumah ibadah sedang
terhadap internal agama sendiri ditunjukkan dalam bentuk pengucilan,
pengrusakan, penyegelan dan pengusiran terhadap warga yang tidak
sepaham, berbeda penafsiran, pendapat atau keyakinannya dengan golongan
mainstream. Contoh yang paling aktual adalah kasus kekerasan atas warga
Syiah di Sampang, Madura yang telah mengakibatkan satu korban jiwa, empat
orang luka kritis, puluhan orang luka-luka, dan puluhan rumah terbakar akibat
penyerangan, dan lebih dari 160 jiwa mengungsi di Gedung Olahraga
Sampang, bahkan pada saat Mengungsi pun warga syiah di Sampang masih
mendapat intimidasi juga pengusiran dari warga dan Pemerintah Kabupaten
Sampang pun merelokasi warga syiah ke Sidoarjo tanpa mengganti rugi aset
162 pengungsi Syiah yang direlokasi tersebut. Menurut Penulis, ketika peran
Pemerintah Pusat, Polri, dan Pemerintah Daerah terasa sangat kurang dalam
Perlindungan hak asasi manusia terhadap warga Syiah di Sampang atau di
daerah-daerah lainnya maka Pemberian Kewenangan Kepada Mahkamah
Konstitusi RI dalam Memutus consitutional complaint adalah salah satu
jawaban untuk memberikan perlindungan hak asasi manusia bagi warga
negara, khususnya warga Syiah di Sampang. Mengingat fungsi Mahkamah
Konstitusi dalam negara hukum yang demokratis menurut Jimly Asshiddiqie
adalah sebagai The Guardian of the Constitution, Control of democracy, The

34
Sole or the Highest Interpreter of The Constitution, The Protector of the Citizen’
Constitutional Rights, dan The Protector of Human Rights.
Menurut Refly Harun, Constitutional Complaint yang bertujuan untuk
memberikan jaminan dan melindungi hak asasi manusia yang dijamin
konstitusi bisa dilakukan di Indonesia tanpa harus mengamandemen UUD
1945. Tentunya, hal ini sepanjang lembaga yang memiliki kewenangan tersebut
masih memiliki integritas. Mahkamah Konstitusi bisa menerapkan
kewenangan ini dengan dua cara. Pertama, dengan cara ekstrim, yaitu
melakukan interpretasi yudisial bahwa Mahkamah Konstitusi bisa
menggunakan pengaduan konstitusional untuk menjaga konstitusi dan hak
konstitusional warga negara. Kedua, cara yang lebih smooth, yaitu melalui
pintu pengujian undang-undang. Penulis meyakini dengan diberikannya
kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi dalam memutus constitutional
complaint, kasus-kasus yang berkaitan dengan kehidupan dan kebebasan
beragama di Indonesia, seperti kasus warga Syiah di Sampang dan Ahmadiyah
bisa diselesaikan dengan cara-cara yang beradab dan manusiawi. Dan lebih
jauh harapan Penulis bahwa kekerasan atas nama agama tidak terjadi lagi di
Indonesia.
Gagasan ini Penulis susun dalam rangka mencegah konflik dengan latar
belakang SARA. Hal ini menunjukkan masih rendahnya sikap dewasa
dan bijak pada masyarakat. Berbagai konflik SARA yang terjadi
menunjukkan gagalnya pendidikan dalam menumbuhkan kesadaran akan
persatuan dalam menyikapi keberagaman. Bangsa Indonesia harus bisa
meresapi makna dari semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” agar muncul
kesadaran dari dalam bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk bangsa
ini menjadi bangsa yang kuat, justru dengan perbedaan inilah yang menjadi
sumber kekuatan bagi bangsa ini. Dengan adanya kesadaran seperti ini maka
akan menumbuhkan sikap saling menghragai, menghormati dan mencintai
satu sama lain. Solidaritas antar masyarakat juga menjadi semakin kuat. Yang
tidak kalah penting adalah lahirnya rasa persaudaraan sebangsa setanah air
yang akan semakin memperkokoh NKRI.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan

35
Pemberian Kewenangan Kepada Mahkamah Konstitusi RI dalam
Memutus consitutional complaint adalah salah satu jawaban untuk
memberikan perlindungan hak asasi manusia bagi warga negara. Mahkamah
Konstitusi bisa menerapkan Constitutional Complaint di Indonesia tanpa harus
mengamandemen UUD 1945. dengan dua cara. Pertama, dengan cara ekstrim,
yaitu melakukan interpretasi yudisial bahwa Mahkamah Konstitusi bisa
menggunakan pengaduan konstitusional untuk menjaga konstitusi dan hak
konstitusional warga negara. Kedua, cara yang lebih smooth, yaitu melalui
pintu pengujian undang-undang.

B. Saran
Gagasan ini Penulis susun dalam rangka mencegah konflik dengan latar
belakang SARA dan memperkuat nilai-nilai persatuan bangsa. Bangsa
Indonesia harus bisa meresapi makna dari semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”
agar muncul kesadaran dari dalam bahwa perbedaan bukanlah penghalang
untuk bangsa ini menjadi bangsa yang kuat, justru dengan perbedaan inilah
yang menjadi sumber kekuatan bagi bangsa ini. Dengan adanya kesadaran
seperti ini maka akanmenumbuhkan sikap saling menghragai, menghormati
dan mencintai satu sama lain. Solidaritas antar masyarakat juga menjadi
semakin kuat. Yang tidak kalah penting adalah lahirnya rasa persaudaraan
sebangsa setanah air yang akan semakin memperkokoh NKRI.

36
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam


Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2006).
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-Aspek Perkembangan
Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2005).
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta:
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Pusat Studi Hukum Tata
Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004.
, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,
(Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, 2008).
Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum Konstitusi dalam Kontroversi Isu,
(Jakarta:Rajawali Pers, 2009).
Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum, (Jakarta: Ghalia
Indah, 1986).
Rico Mulyawan, et.al, Menjaga Persatuan dan Kesatuan di Tengah Pluralitas
Masyarakat Indonesia, Jurnal Pendidikan Tambusai, Vol.5, No.3, 2021.

37
38
BAB VI

PENANAMAN NILAI PERSATUAN BANGSA PADA


MASYARAKAT UNTUK KEBEBASAN BERAGAMA DAN
PERLINDUNGAN MINORITAS DI INDONESIA

*Zico Junius Fernando

I. PENDAHULUAN

ejak akhir abad ke-20, hubungan antara kebebasan beragama dan


S akomodasi keragaman agama, minoritas, telah muncul di garis depan
perdebatan politik dan ilmiah di Indonesia. Ada banyak tantangan untuk
mencapai tingkat konsensus yang wajar dan damai koeksistensi di antara
manusia terkait hal tersebut. Selain kurangnya dialog tentang isu-isu yanglebih
objektif yang melingkupi kehidupan sosial, ada kebuntuan, kontroversi, dan
perselisihan, apa yang bisa dikatakan tentang bentrokan antara keyakinan
beragama dan minoritas, seringkali bermusuhan dengan dogma, prinsip, dan
adat istiadat tertentu ditengah masyarakat khususnya masyarakat mayoritas.
Ada 5 (lima) kasus bersar konflik terkait agama dan minoritas di Indonesia,
seperti kasus konflik antar agama di Provinsi Aceh (2015), Konflik Poso (2000),
Konflik Tanjung Balai (2016), Konflik Sampang (2004), Konflik Papua (2018).
Konflik ini seperti api dalam sekam, jika tidak ditangani dengan baik maka
akan menimbulkan gejolak didalam masyarakat dan kerugian materiil dan
immaterial yang besar dan dapat memakan jorban jiwa. Landasan konstitusi
dan peraturan perundang-undangan yang kokoh pun tidak dapat menjamin
perlindungan dan jaminan negara Indonesia atas kebebasan beragama dan
berkeyakinan serta perlindungan minoritas telah dilaksanakan secara baik.
Skenario ini semakin diperparah oleh fakta bahwa hak asasi manusia
(HAM) yang sama untuk kebebasan agama seseorang digunakan olehnya
sebagai senjata melawan hak yang sama dari orang lain dan, dalam konflik ini,
salah satu atau kedua belah pihak mempertahankan bahwa mereka memegang
kebenaran mutlak. Dari perspektif keliru ini, apa yangakan menjadi hak asasi

39
manusia, dan fundamental di banyak sistem hukum nasional, sekarang
ditafsirkan dan digunakan sebagai jalan bebas untuk melakukan prasangka,
penganiayaan, kekerasan, dan bentuk pelanggaran lainnya terhadap individu
atau kelompok lain (minoritas). Intoleransi beragama sebenarnya berasal dari
konfrontasi yang tidak dikelola dengan baik dengan budaya dan tradisi agama,
yang mengacu pada konsep interkulturalitas, dan merupakan fenomena yang
disaksikanoleh umat manusia di hampir setiap zaman dan bagian dunia saat
ini.
Data terhimpun bahwa pada tahun 2020 pelanggaran kebebasan
beragama dilakukan oleh aktor non negara mencapai 142 kasus dan aktor
negara sebanyak 238. Ini menunjukan bahwa pelanggaran KKB dan minoritas
cenderung bisa dialami oleh semua orang, semua kalangan yang aktornya pun
datang dari negara dan masyarakat.
Pelanggaran KBB dan minoritas banyak terjadi di 4 (empat) kategori besar
yakni intoleransi (intolerance), penodaan agama (blasphemy of religion),
penolakan pendirian tempat ibadah (prohibition of building places of worship)
dan pelarangan ibadah (prohibition of worship), merupakan hal-hal yang
banyak terjadi terkait dengan pelanggaran KBB serta minoritas di Indonesia.
Perlu diketahui bahwa intoleransi yang dimaksud berarti penolakan terhadap
hak fundamental pihak lain untuk menentukan nasib sendiri dan keengganan
untuk menghargai perbedaan pendapat dalam KBB dan minoritas yang ada.
Individu atau kelompok yang tidak toleran mendikte bagaimana orang lain
harus hidup. Padahal doktrin dan prinsip yang diterima secara luas
mengatakan kebebasan untuk menjalankan agama, dan untuk hidup sesuai
dengan keyakinan agamanya, adalah hak asasi manusia (HAM) yang
mendasar, dan kunci untuk hidup berdampingan secara damai di antara
komunitas agama dan antar bangsa baik itu tataran mayoritas dan minoritas.
Belum lagi konstruksi antagonistik antara KBB dengan pembangunan
berkelanjutan menghasilkan konsekuensi negative yang mengesampingkan
pentingnya pemenuhan KBB dan perlindungan minoritas dalam agenda
Sustainable DevelopmentGoals (SDGs).

II. PEMBAHASAN
1. Kebebasan Beragama Berkeyakinan (KBB) dan Perlindungan
Minoritas di Indonesia dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM)

40
Keragaman dan pluralitas agama-keyakinan adalah hal yang wajar ada
dalam setiap kehidupan manusia. Kelaziman ini menjadi kenyataan yangtidak
dapat ditolak, ditentang ataupun dihilangkan, karena hal tersebutmenentang
hukum alam itu sendiri. Meskipun konflik yang ditimbulkan dari persoalan
ini juga tidak jarang terjadi. Hal yang paling penting adalah bukan
menghindari kenyataan beragam tersebut, namun mengelola
perbedaan agar menjadi sebuah harmoni kehidupan yang indah. Dalam
harmoni tersebut, masing-masing orang atau kelompokmemiliki peranan dan
memainkan peranannya. Tidak ada yang unggul atau lebih atas lainnya,
melainkan masing-masing berkontribusi pentingdalam terciptanya nada-nada
yang menyejukkan.
Survei dilakukan oleh Wahid Foundation & Lembaga Survei Indonesia
tahun 2018 terhadap 1.500 responden dengan margin of error 2,6%. Salah satu
pertanyaan yang diajukan dalam survei tersebut adalah: “Kelompok apa yang
tidak Anda sukai?” Hasil survei menunjukkan bahwa hanya 44,2% responden
yang mengatakan bahwa mereka tidak memiliki masalah atau tidak menyukai
kelompok mana pun. Sisanya 55,8% menunjukkan ketidaksukaan terhadap
kelompok yang berbeda. Dua kelompok yang paling tidak disukai adalah
kelompok komunis (21,9%) dan kelompok dengan orientasi seksual berbeda
(17,8%). Kelompok lain memiliki persentase ketidaksukaan di bawah 10%,
yaitu Yahudi (7,1%), Kristen (3%), ateis (2,5%), Syiah (1,2%), Cina (0,7%).
Wahabi (0,6%), Katolik (0,5%), dan Buddha (0,5%). Studi ini
menunjukkan bukti bahwa kelompok minoritas telah menjadi sasaran utama
intoleransi fakta yang mengkhawatirkan mengingat maraknya politik identitas
saat ini. Toleransi beragama berkeyakinan dan perlindungan minoritas adalah
masalah yang terus-menerus dan mungkin semakin penting di sebagian besar
dunia saat ini karena Toleransi tetap menjadi ciri penting masyarakat yang
damai.
Dalam konteks hak asasi manusia, jaminan hak atas kebebasan beragama
dan berkeyakinan terdapat di dalam Pasal 18 Kovenan Internasional tentang
Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights
(ICCPR). Indonesia telah meratifikasi ICCPR melalui pengesahan UU Nomor
12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Sipil dan Politik. Hak dasar
kebebasan beragama yang disebut sebagai HAM melekat pada setiap manusia
yang tidak bisa dihilangkan (inalienable right). HAM sebagai hak hukum yang

41
diberikan oleh negara atas penghormatan terhadap martabat (dignity) manusia
yang mandiri. Dalam perspektif HAM, negara hanya mempunyai kewajiban,
dan tidak mempunyai hak.
Skema hak asasi manusia seperti yang disajikan di atas menggambarkan
klasifikasi hak di mana mereka berada di bawah satu kriteria formal umum,
yaitu bahwa sesuatu untuk menjadi hak asasi manusia tidak boleh
bertentangan dengan hak orang lain. Dengan mengklasifikasikan hak asasi
manusia menurut kriteria ini karena dianggap sebagai hak yang melekat, tidak
dapat dicabut atau tidak dapat dibagi, hak asasi manusia menambah hak-hak
demokrasi klasik sebagai elemen imperatif atau preskriptif yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dianggap hanya berdasarkan teori hukum kodrat.
Berlawanan dengan perdata tradisional, hak politik, sosial, dan budaya dalam
demokrasi, yang lebih dianggap sebagai hak yang dijamin atau diberikan oleh
sistem politik agar demokrasi ada sebagai demokrasi, hak asasi manusia
berakar pada gagasan moral manusia.
Diskriminasi atas dasar ras, agama, gender, dan status lainnya dilarang
berdasarkan Pasal 2 ayat (1) ICCPR, hingga Komite HAM PBB mendefinisikan
diskriminasi sebagai pembedaan (distinction), eklusi (exclusion),
pembatasan (restriction) atau pilihan (preference) yang mempunyai maksud
atau efek untuk meniadakan atau mengurangi setiaporang untuk menikmati
dan melaksanakan hak sipil dan politik. Prinsip non-diskriminasi ini juga
masuk ke wilayah persamaan di depan hukum dan persamaan perlindungan
hukum di mana setiap orang dijamin dan dilindungi secara efektif dan setara
terhadap diskriminasi.
Kebebasan beragama dan berkeyakinan juga didasarai oleh prinsip
toleransi. John Locke, dalam suratnya tentang toleransi pada tahun 1689,
menegaskan: “Apabila berkumpul secara hidmat, menjalankan perayaan
agama, beribadah di tempat umum diijinkan kepada kelompok agama
tertentu, maka hal ini juga harus diijinkan terhadap kelompok agama yang lain
…”. Menurut Locke, toleransi dimaknai sebagai persamaan perlakukan di
antara kelompok-kelompok keagamaan/kepercayaan, atau dengan kata lain
memberikan kesempatan kepada kelompok-kelompok agama untuk
melaksanakan/menjalankan peribadatannya.

42
Komentar Umum No. 22 selanjutnya menjelaskan bahwa adanya
kenyataan suatu agama diakui sebagai agama negara, atau bahwa agama
tersebut dinyatakan sebagai agama resmi atau tradisi, atau bahwa penganut
agama tersebut terdiri dari mayoritas penduduk, tidak boleh menyebabkan
tidak dinikmatinya hak-hak yang dijamin oleh Kovenan, termasuk oleh pasal
18 dan pasal 27 ICCPR, maupun menyebabkan diskriminasi terhadap
penganut agama lain atau orang-orang yang tidak beragama atau
berkepercayaan.
Terlepas dari kenyataan bahwa hak asasi manusia telah mengakar dalam
berbagai RUU dan risalah internasional, HAM sebagian besar memainkan
peran kecil dalam politik saat ini, baik di tingkat nasional maupun
internasional. Seringkali, mereka harus mengalah pada kepentingan-
kepentingan lain, terutama yang bersifat ekonomi, diplomatik, ideologis, atau
agama. Alasan status hak asasi manusia yang bermasalah adalah cara
keberadaan HAM dibenarkan. Umumnya, HAM dianggap muncul sebagai
norma hukum nasional “yang diciptakan oleh undang-undang, adat, dan
keputusan pengadilan.
Dalam konteks perlindungan kebebasan beragama, sebagian besar studi
akademis dan advokasi melihat bahwa tidak ada masalah yang terkait dengan
konstitusi Indonesia dan juga ideologi Pancasila. Mereka datang ke
kesimpulan bahwa UUD 1945 dan ideologi Pancasila sangat menjamin
kebebasan beragama sebagaimana dinyatakan dengan jelas, misalnya, dalam
Pasal 28 E dan 29. Padahal apabila diteliti lebih lanjut akar dari intoleransi
beragama dapat ditemukan dalam konstitusi Indonesia dan ideologi
negaranya, yakni Pancasila. Perlakuan yang diskriminatif terhadap agama
minoritas telah tertanam di sana sejak berdirinya dari negara ini. Rukun
pertama Pancasila Ketuhanan yang maha esa, dinyatakan dua kali dalam
konstitusi, dalam pembukaan dan dalam pasal 29, mendefinisikan Indonesia
sebagai negara monoteistik agama, bukan negara sekuler atau negara Islam.
Agar diakui sebagai agama resmi dalam agama monoteistik ini negara,
politeistik dan non- teistik harus mengubah keyakinan teologis mereka.
Filosofi ini telah diterapkan terhadap minoritas agama seperti Hindu, Budha,
dan Konghucu. Sayangnya, modifikasi ini belum bekerja dalam konteks agama

43
pribumi. Mereka sering dilihat hanya sebagai sistem kepercayaan, bukan
agama. Dan mereka telah menjadi subjek misi atau objek pariwisata. Namun,
mengubah yang pertama pilar Pancasila adalah sesuatu yang sulit bahkan
untuk dibayangkan. Mengubah Pancasila seperti mengubah negara secara
total. Keberadaan lubang di Pancasila, mungkin untuk saat ini, hanya untuk
kesadaran masyarakat, khususnya dalam wacana akademik. Contohnya sila
pertama Pancasila telah mempengaruhi dan memupuk konstruksi mental dan
kerangka berpikir pilih kasih dan, dalam beberapa kasus, sektarianisme di
kalangan umat beragama. Untuk menenangkan mayoritas, misalnya,
mengkompromikan hak-hak agama kelompok minoritas sering diambil oleh
pemerintah dalam kebijaksanaannya. Ini mencerminkan bahwa jaminan KBB
hanya dinikmati oleh kelompok-kelompok keagamaan mayoritas atau arus
utama.

2. Penanaman Nilai Persatuan Bangsa pada Kebebasan Beragama dan


Perindungan Minoritas
Nilai persatuan bangsa merupakan syarat mutlak bagi kejayaan
Indonesia. Pelanggaran hak asasi individu atas dasar kebebasan beragamaatau
berkeyakinan tersebar luas secara global merupakan bentuk pelanggaran nilai
persatuan bangsa. Cukup sering permusuhan sosial dan pembatasan
pemerintah mempengaruhi orang-orang dari agama minoritas karena status
hukum dan sosial mereka yang rentan. Di antara pelanggaran yang paling
sering dilaporkan adalah larangan kegiatan keagamaan, pembatasan ibadah,
praktik dan perayaan, pembatasan dan penolakan pendaftaran publik,
penahanan sewenang-wenang dan penuntutan terhadap penentang hati
nurani, perusakan properti keagamaan, penolakan untuk menerima tempat
ibadah dan penolakan akses ke pendidikan.
Selain itu, kehadiran agama Negara yang dominan dapat mendorong
kebijakan restriktif terhadap minoritas dan terkadang agama mayoritas,
sebagaimana aktor non-Negara lainnya, dapat menjadi penyebab pelecehan
dan intimidasi terhadap kelompok yang paling rentan. Sehingga agama
minoritas tidak menikmati perlakuan hukum yang sama seperti agama
mayoritas, tetapi diskriminasi terhadap mereka tidak diperlakukan secara adil.
Beberapa diperlakukan lebih buruk daripada yang lain.

44
Kebebasan beragama dan minoritas terkadang tidak dapat dipisahkandari fitur
lain yang mendefinisikan identitas pribadi dan kelompok (misalnya, budaya,
asal etnis, jenis kelamin, bahasa) dan bahwa kualitas khas ini menandai
berbagai bentuk pelanggaran dan diskriminasi lintas sektor yang sering
menjadi korban minoritas. Untuk memerangi berbagai pelanggaran secara
efektif, diperlukan sinergi antara sumber hukum dan standar yang berlaku
serta penanaman nilai persatuan bangsa, semuanyadibingkai dalam prinsip-
prinsip dasar persamaan martabat dan universalitas hak asasi manusia. Selain
upaya gabungan instrumen hukum, pendekatan sinergi memerlukan
kerjasama antara aktor institusional dan sipil yang relevan dan kebutuhan
untuk partisipasi inklusif dari orang-orang yang termasuk kebebasan
beragama dan minoritas dalam proses pengambilan keputusan yang
demokratis untuk mencapai penikmatan yang sama dan penuh dari hak asasi
manusia mereka. Di sini sekali lagi, perpecahan kelompok/individu harus
dihindari, karena partisipasi harus termasuk pemimpin dan perwakilan
kelompok tetapi juga orang setia lainnya, subjek dan pembangkang yang
paling rentan. Pada prinsipnya, akan selalu ada kepentingan individu agama
atau non-agama tidak diwakili oleh kelompok pada umumnya dan kepada
masyarakat dan lembaga mana harus memberikan pertimbangan yang tepat.
Berger dan Luckmann menjelaskan bahwa kesadaran masyarakat baik
individu ataupun kelompok dibangun dalam beberapa momen yangsimultan:
a. Eksternalisasi atau penyesuaian diri dengan dunia sosiokultur sebagai
produk dari manusia;
b. Objektivikasi, yakni adanya beberapa interaksi-interaksi sosial yang
terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami
proses institusionalisasi;
c. Internalisasi adalah proses dimana seorang individu mengidentifikasi
dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat di
mana individu menjadi anggotanya.

Kesadaran beragama masyarakat sangat ditentukan bagaimana mereka


memahami agama, dari mana ajaran agama dipahami, siapa yang
mengajarkannya, serta bagaimana dialektif pemahaman tersebut bertemu
dengan kenyataan sosial budaya masyarakat. Oleh karena itu kesadaran

45
beragama, termasuk bagaimana hubungan antarumat beragama sangat
ditentukan oleh banyak hal.
Berkaca dari Penelitian mengenai kerukunan atau hidup harmonis dalam
masyarakat yang ada selama ini, bahwa kerukunan atau hidup harmonis
dalam sebuah masyarakat memiliki kelompok berbeda-beda agama, sudah
banyak dilakukan oleh para ilmuwan, baik sosial, budaya ataupun kajian
agama. Setidaknya ada empat model penelitian yang dapat ditelusuri:
a. Penelitian yang mencari dan menganalisis terjadinya kerukukan karena
didasarkan pada nilai-nilai kearifan yang terjadi pada masyarakat.
b. Kerukunan yang dibentuk karena peranan dari lembaga, organisasi atau
intitusi tertentu;
c. Kerukukan yang berlangsung karena bangunan hubungan sosial dan
komunikasi yang terjadi di antara kelompok-kelompok masyarakat.
d. Penelitian yang merunut kerukunan dari sejarah masyarakat.

Kehadiran agama di ruang publik mungkin merupakan kebaikan


intrinsic dan bentuk dari representasi nilai persatuan bangsa. Artinya, orang
dapat menghargai apapun termasuk didalamnya minoritas, di mana ini
berarti, bukan bahwa setiap orang dalam masyarakat harus dipaksa untuk
mengadopsi agama yang disukai. Landasan perlindungan hukum
internasional bagi agama minoritas dapat ditelusuri dalam pengakuan
universal martabat manusia di samping prinsip umum non- diskriminasi, yang
terkandung dalam Pasal 1, 2 dan 7 UDHR.
Tiga Pilar dalam Perspektif kebebasan beragama dan hak minoritas yang
harus dipatuhui dan dihargai sebagai bentuk penghormatan, yakni:
a. Hak Eksistensi dan Identitas Kolektif Agama-agama minoritas.
b. Hak atas Non-Diskriminasi dan Kesetaraan.
c. Hak-Hak Minoritas Agama untuk Partisipasi Efektif dalam Kehidupan
Publik.

Kesadaran beragama masyarakat sangat ditentukan bagaimana mereka


memahami agama, dari mana ajaran agama menjangkau, siapa yang
mengajarkannya, serta bagaimana pemahaman dialektif tersebut bertemu
dengan kenyataan sosial budaya masyarakat serta penghayatan nilai persatuan

46
bangsa. Oleh karena itu kesadaran beragama, termasuk bagaimana hubungan
antarumat beragama sangat ditentukan olehbanyak hal. Selanjutnya penulis
memberikan untuk menghindari sikap intoleransi terhadap Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan serta untuk perlindungan minoritas untuk
perkembangan manusia Indonesia (human development in Indonesia) lewat
penanaman nilai persatuan bangsa,dengan cara:
a. Menghormati kehendak bebas (respect free will).
b. Peduli terhadap lingkungan dan masyarakat (care to each other).
c. Tidak mementingkan suku bangsa sendiri (not concerned with
identity).
d. Tidak menonjolkan suku, agama, ras, golongan, maupun budayatertentu
(does not show identity).
e. Tidak melanggar norma dan hukum untuk mencapai tujuan (not
breaking the law).
f. Tidak mencari keuntungan diri sendiri (not looking for profit).

III. PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Keragaman dan pluralitas agama-keyakinan adalah hal yang wajar ada
dalam setiap kehidupan manusia. Kelaziman ini menjadi kenyataan yang
tidak dapat ditolak, ditentang ataupun dihilangkan, karena hal tersebut
menentang hukum alam itu sendiri. Meskipun konflik yang ditimbulkan
dari persoalan ini juga tidak jarang terjadi. Hal yang paling penting
adalah bukan menghindari kenyataan beragam tersebut, namun
mengelola perbedaan agar menjadi sebuah harmoni kehidupan yang
indah. Dalam harmoni tersebut, masing-masing orang atau kelompok
memiliki peranan dan memainkan peranannya. Tidak ada yang unggul
atau lebih atas lainnya, melainkan masing-masing berkontribusi penting
dalam terciptanya nada-nada yang menyejukkan. Diskriminasi atas dasar
ras, agama, gender, dan status lainnya dilarang berdasarkan Pasal 2 ayat
(1) ICCPR, hinggaKomite HAM PBB mendefinisikan diskriminasi sebagai
pembedaan (distinction), eklusi (exclusion), pembatasan (restriction) atau
pilihan (preference) yang mempunyai maksud atau efek untuk
meniadakan atau mengurangi setiap orang untuk menikmati dan

47
melaksanakan hak sipil dan politik;
b. Nilai persatuan bangsa merupakan syarat mutlak bagi kejayaan
Indonesia. Pelanggaran hak asasi individu atas dasar kebebasan
beragama atau berkeyakinan tersebar luas secara global merupakan
bentuk pelanggaran nilai persatuan bangsa. Untuk memerangi berbagai
pelanggaran secara efektif, diperlukan sinergi antara sumber hukum dan
standar yang berlaku serta penanamannilai persatuan bangsa, semuanya
dibingkai dalam prinsip-prinsip dasar persamaan martabat dan
universalitas hak asasi manusia. Untuk menghindari sikap intoleransi
terhadap Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan serta untuk
perlindungan minoritas untuk perkembangan manusia Indonesia
(human development in Indonesia) lewat penanaman nilai persatuan
bangsa, dengan cara menghormati kehendak bebas (respect free will);
peduli terhadap lingkungan dan masyarakat (care to each other); tidak
mementingkan suku bangsa sendiri (not concerned with identity); tidak
menonjolkan suku, agama, ras, golongan, maupun budaya tertentu (does
not show identity); tidak melanggar norma dan hukum untuk mencapai
tujuan (not breaking the law); tidak mencari keuntungan diri sendiri (not
looking for profit).

B. Saran

Nilai-nilai persatuan bangsa harus diterapkan dalam kehidupan sehari-


hari terutama dalam penghormatan kebebasan beragama dan perlindungan
minoritas dengan menerapkan hal-hal seperti bergaul dengan siapa saja, tanpa
membedakan suku, ras, agama, dan budaya; menghargai perbedaan pendapat
di antara kelompok; Ikut gotong royongdalam kerja bakti; bersikap toleransi
dan mudah memaafkan; selalu menjaga kerukunan di lingkungan masyarakat;
saling menghargai serta menghormati perbedaan suku dan budaya;
mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi dan
golongan; rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara;
mengembangkan rasa cinta kepada Tanah Air dan bangsa dan bangga
berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.

48
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mu’ti, Ahmad Najib Burhani. “The Limits of Religious Freedom in


Indonesia: With Reference to the First Pillar Ketuhanan Yang Maha Esa of
Pancasila.” Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies 9, no. 1 (2019):
114–15. doi:https://doi.org/10.18326/ijims.v9i1.111-134.
Angeletti, Silvia, Silvio Ferrari, Roberta Medda-Windischer, and Kerstin
Wonisch. “Religious Minorities’ Rights in International Law:
Acknowledging Intersectionality, Enhancing Synergy.” Religious 12, no. 9
(2021): 1. doi:https://doi.org/10.3390/rel12090691.
Deni Bagus Irawan. “Diskriminasi Kaum Minoritas & Kebebasan Beragama Di
Indonesia.” TangerangNews.Com, 2016.
https://www.tangerangnews.com/bisnis/read/17099/Diskriminasi-Kaum-
Minoritas-Kebebasan-Beragama-di-Indonesia.
Dkk, Zainal Abidin Bagir. Membatasi Tanpa Melanggar Hak Kebebasan Beragama
Atau Berkeyakinan. Yogyakarta: Program Studi Agama dan Lintas Budaya,
2019.
Erna Ratnaningsih. “Hak Atas Kebebasan Beragama Dan Berkeyakinan Dalam
Konteks Hak Asasi Manusia.” Bussines-Law.Binus.Ac.Id, 2017.
https://business-law.binus.ac.id/2017/07/31/hak-atas-kebebasan- beragama-
dan-berkeyakinan-dalam-konteks-hak-asasi-manusia/.
Fernando, Zico Junius. “Pancasila Sebagai Ideologi Untuk Pertahanan Dan
Keamanan Nasional Pada Pandemi Covid-19.” Jurnal Kajian Lemhannas RI
8, no. 3 (2020): 277.
Fernando, Zico Junius, Wiwit Pratiwi, and Yagie Sagita Putra. “Omnibus Law
Sebuah Problematika Dan Paradigma Hukum Di Indonesia.” AL-
IMARAH: Jurnal Pemerintahan Dan Politik Islam 6, no. 1 (2021): 92–93.
doi:http://dx.doi.org/10.29300/imr.v6i1.4122.
Hans Kolstad. “Human Rights and Democracy-Obligations and Delusions.”
Philosophies 7,no.1
(2022):doi:https://doi.org/10.3390/philosophies7010014.
Heiner Bielefeldt. Politik Kesetaraan, Dimensi-Dimensi Kebebasan Beragama Atau
Berkeyakinan. Bandung: Mizan Media Utama, 2019.

49
Heiner Bielefeldt, Michael Wiener. Menelisik Kebebasan Beragama Prinsip-Prinsip
Dan Kontroversinya. Bandung: Mizan Media Utama, 2021.
Hoffman, Michael. “Religion and Tolerance of Minority Sects in the Arab
World.” Journal of Conflict Resolution 64, no. 2
(2019): 432. doi:10.1177/0022002719864404.
Hogemann, Edna Raquel, and Sergio Luis Tavares. “Religious Intolerance: The
Maximum Denial of Alterity.” Age of Human Rights Journal 17, no. 17
(2021): 196. doi:10.17561/TAHRJ.V17.6126.
Ilyya Muhsin, Achmad Maimun, Sukron Ma’mun. Kontruksi Sosial Dan Habitus
Harmoni Antar Umat Beragama Di Perdesaan Jawa . Semarang: The Mahfud
Ridwan Institute, 2022.
Imam Hardjanto. Teori Pembangunan. Malang: UB Press, 2013.
KBBI Online. “Arti Kata Minoritas - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Online.” Kbbi.Web.Id, 2022. https://kbbi.web.id/minoritas.
Marzuki, Peter Mahmud. “Penelitian Hukum,” 93. Jakarta: Kencana, 2005.
Modood, Tariq, and Thomas Sealy. “Freedom of Religion and the
Accommodation of Religious Diversity: Multiculturalising Secularism.”
Religions 12, no. 10 (October 1, 2021): 1. doi:10.3390/REL12100868.
Nalle, Imanuel W. “The Politics of Intolerant Laws Against Adherents of
Indigenous Beliefs or Aliran Kepercayaan in Indonesia.” Asian Journal of
Law and Society 8, no. 3 (2021): 558. doi:10.1017/als.2020.54.
Novianto, Resky. “Refleksi 2021, Ironi Kebebasan Beragama Dan Berkeyakinan
Di Indonesia - Kbr.Id.” Kbr.Id, 2021. https://kbr.id/nasional/12-
2021/refleksi_2021
ironi_kebebasan_beragama_dan_berkeyakinan_di_indonesia/107243.ht
ml.
Rahman, Budhy Munawar. “Buku Terbaik Tentang Kebebasan Beragama.”
Kabardamai.Id, 2021. https://kabardamai.id/buku-terbaik-tentang-
kebebasan-beragama/.
Rossella Bottoni and, and Cristiana Cianitto. “The Legal Treatment of Religious
Dissent in Western Europe: A Comparative View.” Cambridge University
Press 24, no. 1 (2021): 36.
doi:ttps://doi.org/10.1017/S0956618X21000636.

50
Samala Mahadi. “5 Konflik Agama Paling Panas Di Indonesia. Kontroversial!”
99.Co, 2022. https://www.99.co/blog/indonesia/konflik-agama-indonesia/.
Soekanto, Soerjono, and Sri Mamudji. “Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat,” 13–14. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Wardana, Khansadhia Afifah, Rahayu Rahayu, and Sukirno Sukirno.
“Freedom of Religion and Gender Equality in Sustainable Development
Agenda.” Sriwijaya Law Review 6, no. 1 (2022): 164.
doi:10.28946/slrev.vol6.iss1.1567.pp163-173.
Wittrock, Jon. “Liberalism, Nationalism and Religion: Multidimensional
Autonomy, Trade-Offs And Analogies.” Nations and Nationalism 28, no. 3
(2022): 1119. doi:https://doi.org/10.1111/nana.12846.

51
52
BAB VII

IMPLEMENTASI NILAI KESATUAN WILAYAH NKRI DARI


SEJARAH MALUKU

*Ahmadyani Lewer

I. PENDAHULUAN

ejarah Indonesia sebagai sebuah Bangsa banyak diwarnai perjuangan


S sektoral oleh masing-masing wilayah, baik itu wilayah Barat, wilayah
Tengah maupun Wilayah Timur. Kesatuan wilayah untuk menjadi sebuah
bangsa diperjuangkan oleh para pemimpin di daerah guna bebas dari
penjajahan Spanyol, Portugis, Belanda dan Jepang. Di wilayah Timur Indonesia
yakni Sulawesi, Maluku dan Papua, hadir para raja-raja yang berjuang bersama
dengan rakyatnya untuk mempertahankan daerahnya. Yakni kerajaan Ternate,
Tidore, Bacan dan Jailolo.
Di antara empat kerajaan besar di atas, hanya Ternate dan Tidore yang
mempunyai posisi penting dalam situasi politik, ekonomi, maupun militer.
Keduanya mempunyai pandangan politik yang hampir sama yaitu
ekspansionis, dan karenanya mempunyai kekuatan militer yangrelatif hampir
berimbang. Bedanya, dalam mengimplementasikan ambisi
ekspansionismenya, Ternate mengarahkan bidikannya ke barat sementara
Tidore ke timur.
Kekuatan militer kerajaan Ternate dan Tidore mampu membuat penjajah
Spanyol dan Portugis terusir dari tanah Maluku. Pada babak berikutnya
Belanda dan Jepang serta Australia menjadi musuh tandingan yang harus
dihadapi, sampai pada awal-awal kemerdekaan Indonesia, Ir. Sukarno dan
Muhammad Hatta telah memproklamirkan Indonesia sebagai Negara yang
merdeka. Namun Indonesia bagian Timur masih berada di bawah
bayang-bayang penjajah Belanda dan Jepang, serta Australia.
Oleh karena itu, perlu kiranya kami mengangkat pembahasan ini, yakni
“Implementasi Nilai Kesatuan Wilayah NKRI Dari Sejarah Maluku”. Sebagai

53
sumbangan ide memelihara semangat perjuangan KesatuanWilayah Indonesia
oleh para pendiri bangsa.

Ada dua hal penting yang dirumuskan sebagai acuan untuk memahami
tulisan ini, yakni bagaimana Implementasi nilai kesatuan Wilayah NKRI? Dan
Bagaimana Implementasi nilai Kesatuan Wilayah dari Sejarah Maluku?. Untuk
lebih jelas akan kami paparkan pada pembahasan tulisan ini.

II. PEMBAHASAN

A. Implementasi Nilai Kesatuan Wilayah NKRI


Kata implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang
berarti mengimplementasikan. Implementasi adalah penyediaan sarana untuk
melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap
sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat
itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan
dan kebijakan yang dibuat oleh lembagalembaga pemerintah dalam kehidupan
kenegaraan.
Pengertian lain kata implementasi menurut Pranata Wastra dkk. adalah
Aktivitas atau usaha-usaha yang dilakukan untuk semua rencana dari
kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan, dan dilengkapi segala
kebutuhan alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat
pelaksanaannya, kapan waktu pelaksanaannya, kapan waktu mulai dan
berakhirnya dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan”.
Nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi
kehidupan manusia. Nilai adalah suatu bagian penting dari kebudayaan. Suatu
tindakan dianggap sah artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis
dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat di mana
tindakan itu dilakukan. Ketika nilai yang berlaku menyatakan bahwa
kesalehan beribadah adalah sesuatu yang harus dijunjung tinggi, maka bila ada
orang yang malas beribadah tentu akan menjadi bahan pergunjingan.
Sebaliknya, bila ada orang yang dengan ikhlas rela menyumbangkan sebagian
hartanya untuk kepentingan ibadah atau rajin amal dan semacamnya, maka ia
akan dinilai sebagai orang yang pantas dihormati dan diteladani.

54
Secara geografis Kesatuan Wilayah Negara Indonesia terletak pada jalur
persimpangan lalu lintas dan kegiatan perekonomian dunia yaitu berada
diantara dua benua dan dua samudra, yang meliputi Benua Asia dan Benua
Australia, serta Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Letak yang strategis
tersebut diperkokoh dengan luasnya wilayah Indonesia yang memiliki ribuan
pulau yang membentang dari barat sampai wilayahTimur Indonesia.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa implemntasi
Nilai Kesatuan Wilayah NKRI yakni Menjalankan, Melaksanakan, menjaga,
memelihara, melindungi, mempertahankan Kesatuan Wilayah NKRI dari
Hakekat Ancaman, Tantangan, Hambatan serta Gangguan.

B. Implementasi Nilai Kesatuan Wilayah dari Sejarah Maluku


Indonesia bagian Timur sebelum merdeka dikuasai oleh kerajaan-
kerajaan besar yang membentang dari Sulawesi, Maluku dan Papua. Yakni
kerajaan Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo. Diantara empat kerajaan besar di
atas, hanya Ternate dan Tidore yang mempunyai posisi penting dalam situasi
politik, ekonomi, maupun militer. Dan memiliki pengaruh besar terhadap
daerah-daerah yang ada disekitarnya.
Kerajaan Ternate menanamkan pengaruh dan kontrolnya atas Ambondan
bagian barat pulau-pulau Seram. Pada abad ke-16 domonion Ternate akhirnya
membentang dari Mindanao di utara hingga Flores di selatan, dari Sulawesi
Utara (Manado, Gorontalo, dan kepulauan Sangir Talaud) hingga pantai timur
Sulawesi Tengah (Kayeli, Tobungku, Banggai), dari pantai timur Sulawesi
Selatan (Buton) hingga Seram Barat dan Banda.
Kerajaan ini juga mulai mengobok-obok wilayah Kerajaan Jailolo, Loloda,
dan Moro, yang berakhir dengan lenyapnya kerajaan-kerajaan tersebutdan
menjadi bagian integral Kerajaan Ternate. Pada pertengahan abad ke- 16,
puncak kedigdayaan Ternate tercapai dimasa pemerintahan Sultan Khairun
(1535-1545) dan dari 1546-1570 serta Sultan Babullah (1570-1583). Sementara
Tidore sebagai pesaing Ternate dalam ekspansi teritorial, membidik kawasan
timur. Setelah menguasai hampir tiga perempatHalmahera dan Seram Timur,
Tidore berhasil menguasai Kepulauan RajaAmpat, kemudian Papua Daratan
dan menjadikan daerahdaerah tersebutsebagai Vasalnya. Walaupun secara
politis kedua kerajaan ini bersaingketat, akan tetapi suatu perang terbuka

55
dan frontal tidak pernah terjadi. Kadang terjadi insiden kecil mewarnai
hubungan keduanya, tetapi tidaksampai menimbulkan ofensif militer secara
terbuka. Pulau Makian misalnya, beberapa kali beralih tangan antara kedua
kerajaan, tetapi halitu lebih disebabkan keinginan untuk menguasai sumber-
sumber dayaalam (ekonomi) dan bukan politik atau militer. Bahkan pada
tahun 1332ke empat kerajaan menandatangani sebuah persekutuan yang
terkenaldengan nama Moti Verbond. Selain persaingan politik dan perebutan
hegemoni regional, sejak 1512 telah timbul persaingan baru, yaitu upaya
untuk menggaet mitra asing (Barat) ke pihak masing-masing.
Datangnya pihak Asing (Eropa) selain membangun kerja sama, mereka
juga memiliki misi tersendiri yakni memanfaatkan situasi politik antara kedua
kerajaan dengan meraup keuntungan berdagang. Pada awalnya baik-baik saja.
Tapi kemudian situasi politik yang tidak akur antara Kerajaan Ternate dan
Tidore itu, coba dimanfaatkan untuk mengadu-domba. Namun kemudian para
penjajah itu berhasil diusir dari tanah Maluku.
Tapi setelah itu Belanda dan Jepang datang lagi untuk menjajah. Sampai
pada awal kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan oleh Ir. Soekarno dan
Muhammad Hatta, Indonesia bagian Timur masih diduduki oleh Belanda,
setelah itu Belanda membuat siasat melalui Gubernur Jenderal van Mook untuk
memisahkan Tidore dan Papua, mereka melaksanakan konferensi Malino di
Makassar untuk membentuk Negara Indonesia Timur (NIT) buatan Belanda.
Sultan Tidore Zainal Abidin Alting tidak menyetujui hasil konferensi itu, beliau
lebih memilih bergabung Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sultan Tidore Zainal Abidin Alting setelah itu diundang oleh pihak
Belanda kepadanya ditawarkan tiga opsi yaitu; (1) Papua bersama Tidore
menjadi negara merdeka. (2). Papua bersama Tidore berdaulat di bawah
Kerajaan Belanda, dan (3). Papua bersama Tidore menyatu dengan NKRI. Dari
ketiga opsi tersebut Zainal Abidin Alting memelih opsi ketiga, dengan sikap
politik itulah dikemudian hari Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai
Gubernur Papua ada tahun 1965-1961, dan Soa- Sio Tidore sebagai ibukotanya.
Presiden Soekarno kemudian meminta residen Zainal Abidin (1951- 1957) yang
juga adalah sultan Tidore untuk dapat membantu pemerintah pusat untuk
mengklaim Papua adalah bagian dari Tidore dalam pespektif sejarah. Usulan

56
tersebut disambut baik oleh Zainal Abidin dengan menawarkan soa-sio Tidore
sebagai ibukota provinsi perjuangan Irian Barat.
Pada tanggal 17 Agustus 1956 Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat
dengan ibukota Soasiu Tidore, dengan gubernur pertamannya Zainal Abidin
Alting yang dilantik pada 23 September 1956. Zainal Abidin Syah menjadi
gubernur Papua pertama 1956-1961, dan selama periode tersebut salah satu
kebijakan Presiden Soekarno adalah mempersiapkan dan menyelengarakan
operasi militer untuk menggabungkan Papua dengan Indonesia. Maka pada 19
Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan Trikora (tiga komando
rakyat) yang terdiri atas; (1), gagalkan pembentukan Negara boneka Papua
buatanKolonial Belanda, (2) Kibarkan sang saka di seluruh Irian Barat, dan (3),
bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan bangsa
dan kesatuan tanah air Indonesia.

III. PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan diatas dapat simpulan bahwa implemntasi Nilai
Kesatuan Wilayah NKRI yakni Menjalankan, Melaksanakan, menjaga,
memelihara, melindungi, mempertahankan Kesatuan Wilayah NKRI dari
Hakekat Ancaman, Tantangan, Hambatan serta Gangguan dari pihak
manapun. Dan pada akhirnya pula apa yang di perjuangan Zainal Abdidin
dalam memperjuangkan pembebasan Irian Barat bukan hanya semata-mata
motivasi politik dan historis melaingkan sebagai tangungjawab seorang
pemimpin untuk berjuang membebaskan rakyatnya (Papua) yang dibelenggu
oleh penjajah Belanda.

Sebagai sebuah realitas sejarah Zainal Abdidin Alting memiliki peran


besar untuk mendukung perjuangan pembebasan Irian Barat ke pangkuan ibu
pertiwi. Peranannya mempunyai arti yang sangat penting bagi pemerintah
Indonesia, karena merupakan bukti bahwa pemerintah Indonesia dalam
merebut Irian Barat tidak melalui konfrontasi atau tindakan
aneksasi/penjajahan kepada bangsa lain melaingkan mendapat dukungan dari
masyarakat Irian Barat dan sultan Zainal Abidin Alting sebagai actor utama
perjuangan pembebasan Irian Barat ke pangkuan ibu pertiwi. Dengan demikian
Papua (Irian barat) masuk secara otomatis dalam negara kesatuan RI.

57
B. Saran

a. Sebagai Generasi penerus bangsa kita dituntut untukmengiplementasikan


Nilai Kesatuan Wilayah jadi butuk kesepakatan Bersama untuk
melaksanakannya.
b. Kita jangan lupakan jasa dan nilai perjuangan para pendiri bangsa kita
tetap

58
DAFTAR PUSTAKA

Amal, Adnan. (2007). Kepulauan Rempah-Rempah: Perjalanan Sejarah Maluku


Utara 1250– 1950. Jakarta: Gora Pustaka Indonesia.
Dewi Yuni Lestari, Ishak Kusnandar, Didin Muhafidin, 2020, Dinamika : Jurnal
Ilmiah Ilmu Administrasi Negara. Vol.7 No.1.h.182
IrzaArnitaDjafaar, 2005. Dari Moloku Kie Raha Ke Negara Federal: Biografi Sultan
Iskandar Muhammad Jabir Syah. Jakarta: Bio Pustaka.
M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996), Cet. 1,
J. Dwi Darwoko, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapa, Prenada Media,
Jakarta, 2004.
Sutrisno Kutoyo, 1978. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Maluku. Jakarta:
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI.
https://www.cakaplah.com/berita/baca/82953/2022/03/30/implementasi-
nilai-kesatuan-wilayah-dalam-bingkai-
nkri#sthash.EkezYoea.dpbs/diakses.

59
60
BAB VIII

IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN BANGSA DI


PENDIDIKAN DASAR

*Astri Oktina Budianti

I. PENDAHULUAN

engan melihat kondisi geografis dan kondisi strategis yang dimilikioleh


D negara Indonesia, untuk menjamin terlaksananya pembangunan
guna mewujudkan cita-cita nasional, maka bangsa Indonesia mengukuhkan
dirinya sebagai Negara Kesatuan yang berbentuk Republik sebagaimana yang
disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945. Negara Kesatuan diartikan bahwa
semua wilayah, baik itu kepulauan, perairan, dan udara yang berada di
atasnya, yang menjadi kedaulatan Negara Indonesia merupakan satu kesatuan
yang utuh dan tidak terpisahkan. Maka negara ini memiliki potensi kekayaan,
kebudayaan, bahasa, ras dan suku yang beraneka ragam. Selain memiliki
potensi-potensi yang ada, kondisi tersebut juga dapat memicu berbagai konflik,
diantaranya konflik kepentingan maupun memecah belah bangsa Indonesia
dengan berbagai cara.
Untuk itulah persatuan dan kesatuan bangsa harus terus ditingkatkanbagi
seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Nilai-nilai persatuan bangsa
dapat tercermin di sila ketiga dalam Pancasila, yaitu persatuan Indonesia.
Dalam sila tersebut, dapat diartikan bahwa semua keragaman suku bangsa,
agama, budaya, bahasa semuanya menjadi satu kesatuan tanpa adanya
perpecahan maupun konflik yang terjadi. Dengan rasa persatuan itu
memungkinkan kita menjadi negara yang kuat, dimana kehidupan didampingi
dengan perdamaian yang abadi sehingga tercapai apa yang menjadi cita-cita
bangsa ini untuk lebih sejahtera dan maju. Nilai persatuan bangsa merupakan
suatu hal yang sangat penting untuk dimaknai dan dapat diimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Seperti apa yang dikutip oleh Annuru & Nuraini

61
(2019:3) bahwa persatuan dan kesatuan bangsa adalah salah satu senjata yang
bisa memberikan efek ampuh sejak awal rakyat Indonesia memperebutkan
kemerdekaan, menjaga kemerdekaan, dan mengisi kemerdekaan. Dari kutipan
tersebut, maka tugas utama kita sekarang adalah mengisi kemerdekaan dengan
berbagai cara demi mempertahankan kemerdekaan negara kita. Banyak cara
yang dapat dilakukan untuk mengisi kemerdekaan itu dengan melakukan
kegiatan yang membangkitkan nilai persatuan bangsa. Implementasi
pengamalan nilai nilai persatuan bangsa dapat terwujud pertama dari
lingkungan terdekat terlebih dahulu, yaitu keluarga. Untuk kemudian
selanjutnya dapat diteruskan kembali di lingkungan sekolah dan yang terakhir
di lingkungan masyarakat berbangsa serta bernegara. Penanaman nilai – nilai
persatuan bangsa harus diaplikasikan sedini mungkin mulai dari pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar hingga berkelanjutan sampai pendidikan
tingkat akhir.
Penanaman nilai persatuan bangsa di pendidikan dasar sangat diperlukan
sebagai langkah awal dalam upaya untuk mengembalikan karakter luhur
bangsa terkait dengan hidup secara bersama-sama dan hidup saling
berdampingan walaupun berbeda suku, budaya dan rasdalam bingkai NKRI.

II. PEMBAHASAN
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi yang tinggi, sering
dijumpai pula peristiwa-peristiwa yang dapat menyebabkanterkikisnya nilai
persatuan bangsa, misalnya banyaknya kasus-kasus kerusuhan yang
mengatasnamakan suku, ras, maupun kerusuhan tentang keagamaan. Tentu
saja jika hal tersebut dibiarkan, maka keadaan bangsa ini akan semakin
mengkhawatirkan jika kita tidak dapat mencegahnya sejak dini. Dengan
pemahaman yang diberikan dalam pendidikan dasar akan menjadi tonggak
pengokoh nilai persatuan bangsa dimulai melalui pembelajaran di sekolah
dasar. Seperti apa yang diungkapkan (Vichaully & Dewi, 2021) bahwa
pendidikan merupakan metode yang tepat untuk menanamkan nilai
kehidupan kepada seseorang terutama pada anak kecil, sehingga membentuk
individu menjadi lebih baik. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulannya,
bahwa tujuan dari pendidikan esensinya adalah untuk membentuk karakter
peserta didik dengan pemahaman nilai-nilai kehidupan dalam hal ini adalah

62
nilai- nilai persatuan bangsa. Sehingga karakter dari peserta didik itupun
menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya dan dapat diimplementasikan kedalam
kehidupan mereka sehar-hari. Dengan memberikan pemahaman nilai- nilai
persatuan bangsa yang terdapat dalam pembelajaran di Pendidikan dasar,
yaitu pendidikan kewarganegaraan dalam kurikulum merdeka menjadi
pendidikan Pancasila. Implementasi Pendidikan Pancasila melalui Kurikulum
Merdeka mengedepankan proses belajar yang menyenangkan dan relevan
sehingga anak-anak kita memahami cara mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila di kehidupan sehari-hari. Enam profil Pelajar Pancasila sebagai
tujuan besar dari pendidikan karakter berbasis Pancasila. Enam profil tersebut
diambil dari nilai-nilai Pancasila, yang meliputi beriman, bertakwa kepada
Tuhan YME, danberakhlak mulia; berkebinekaan global; mandiri; bergotong
royong; bernalar kritis; dan kreatif,” Maka hal ini, dapat menjadikan peserta
didik mempersiapkan dirinya memiliki karakter kewarganegaraan yang baik
serta bisa diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Seperti apa yang
dikemukakan oleh (Jaelani & Dewi, 2021) bahwa pendidikan kewarganegaraan
terutama pada nilai persatuan dan kesatuan hendaknya diimplementasikan
secara efektif dan efisien di dalam kelas. Dengan demikian bahwa artinya
potensi yang dimiliki peserta didik harus terus dapat diarahkan oleh tenaga
pendidik secara baik. Dengan melakukan berbagai model pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik peserta didik, sehingga banyak peserta didik dapat
memahami dan memaknai nilai-nilai persatuan bangsa. Misalnya dengan cara
bermain peran untuk membangkitkan nilai-nilai persatuan bangsa yang
biasanya terjadi di dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan
sekitarnya.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan

Bahwa nilai-nilai persatuan merupakan hal yang penting bagi kehidupan


suatu bangsa agar tidak terpecah belah. Sesuai dengan apa yang diamanatkan
dalam UUD 1945 bahwa negara yang merdeka adalah negara yang bersatu atas
dasar persatuan dan kesatuan. Pendidikan dasar dapat memberikan
pemahaman karakter nilai-nilai persatuan bangsa sejak dini dimulai dari

63
pendidikan karakter yang berada di lingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat.

B. Saran

Pemahaman nilai-nilai persatuan bangsa tentunya bukan hanya sekedar


tugas dari pendidik saja. Artinya tetap harus ada sinergitas dari pemangku
kepentingan atau stake holders. Pendidikan yang berkesinambungan dimulai
dari pendidikan dalam keluarganya. Sehingga penanaman nilai-nilai
persatuan bangsa tersebut dapat secara berkesinambungan dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari.

64
DAFTAR PUSTAKA

Annurua, Q. A., & Nurani, F. (n.d.). Tanggung Jawab Dalam Menjaga Persatuan
DanKesatuan Bangsa Indonesia.
Jaelani, W. R., & Dewi, D. A. (2021). Peran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam
Menghadapi Degradasi Moral di Lingkungan Sekolah. Rhizome: Jurnal Kajian
IlmuHumaniora, 1(10).
Vichaully, Y., & Dewi, D. A. (2021). Penerapan Nilai Demokrasi di KelasSekolah
DasarSebagai Bentuk Bagian Dari Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Rhizome: Jurnal Kajian Ilmu Humaniora, 1(11).

65
66
BAB IX

IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN BANGSA DAN


KEMANDIRIAN DIAWALI DARI KELUARGA

*Nani Kusmiyati

I. PENDAHULUAN

egara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terdiri dari darat,laut


S dan udara yang tidak terpisahkan merupakan wilayah dengan satu
kesatuan geografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan,
keamanan, dan penegakan hukum. NKRI juga sebagai negara kepulauan
dimana laut sebagai pengikat pulau-pulau, memilikikeberagaman suku, adat,
bahasa, budaya dan agama yang yang bersinergi dan saling menguatkan dan
bukan saling melemahkan.
Kekayaan sumber daya alam dan keberagaman yang dimiliki NKRI akan
terjaga apabila memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan
memiliki rasa kebangsaan. SDM yang berkualitas dapat dicapai melalui
pendidikan baik di kelas maupun diluar kelas. Pendidikan di dalam kelas
dapat berupa teori dan praktek sedangkan pendidikan diluar kelas dapat
berupa pengalaman pribadi maupun orang lain juga pelajaran yang di dapat
dari lingkungan.
Sedangkan rasa kebangsaan dapat tumbuh subur melalui proses sinergi
dan rasa persatuan dari berbagai individu yang berada dalam wilayah NKRI
ketika mengalami penderitaan atau tekanan yang sama ketika NKRI
mengalami ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan baik dari dalam
maupun dari luar wilayah NKRI. Rasa kebangsaan yang telah teruji tersebut
akan melahirkan kesadaran untuk mempertahankan, merawat dan mencintai
NKRI yang nantinya akan diserahkan kepada generasi muda yang lebih
tangguh, intelektual dan tetap berkarakterPancasila.
Ketika setiap warga negara Indonesia telah memiliki rasa kebangsaan dan
persatuan yang tinggi maka Indonesia akan menjadi bangsa yang memiliki

67
percaya diri akan kekuatan sendiri dan tidak bergantung kepadanegara lain,
karena sesungguhnya kemerdekaan Indonesia didapat melalui perjuangan
bukan merupakan hadiah dari negara lain. Untuk menciptakan rasa percaya
diri atau memiliki nilai kemandirian dan rasa persatuan bangsa dapat diawali
dari lingkungan terkecil yaitu lingkungankeluarga karena keluarga merupakan
gambaran kecil dari suatu bangsa atau negara.
Nilai Persatuan bangsa adalah sikap bangsa Indonesia yang terbentuk
karena pengalaman sejarah ketika meraih kemerdekaan Indonesia dengan
melalui perjuangan. Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk (pluralis) terdiri
dari berbagai suku atau ras, etnis, golongan dan agama memiliki tekad yang
sama untuk mewujudkan cita-citanya yang tertuang dalam alinea keempat
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
yaitu diantaranya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa maka diperlukan sikap persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia agar NKRI tidak mudah terpecah belah.
Nilai Persatuan bangsa Indonesia mengandung unsur-unsur
persaudaraan dan persahabatan, serta sikap gotong royong dalam
menyelesaikan permasalahan secara musyawarah untuk mufakat. Nilai
persatuan bangsa ini dapat dimulai dari sebuah keluarga. Keluarga yang
merupakan gambaran kecil dari suatu bangsa atau negara terdiri dari ayah, ibu
dan anak-anak. Di dalam keluarga masing-masing individu memiliki peran
masing-masing sesuai dengan karakter, kedewasaan, ilmu dan pengalaman
yang dimiliki. Setiap individu di dalam keluarga tentunya beragam dalam cara
pandang ketika mengalami dan memecahkan masalah.
Ayah sebagai pemimpin keluarga merupakan decision maker dalam
menentukan kebijakan ketika memecahkan suatu masalah. Sedangkan ibu
merupakan suporter yang mendukung kebijakan ayah sehingga masalah
tersebut dapat terselesaikan. Anak-anak dapat menjadi follower dan opposer.
Seluruh peran tersebut memiliki kedudukan yang sama pentingnya dalam
memecahkan suatu masalah. Karena mereka adalah satu team di dalam
keluarga. Sebagai decision maker, ayah dapat memberikan usulan cara yang
terbaik yang mungkin akan diterima atau ditolak oleh anggota keluarga.

68
Sedangkan sebagai suporter, ibu akan mendukung ide atau cara yang telah
diusulkan oleh ayah yang tentunya melalui pertimbangan yang matang. Dan
anak-anak yang merupakan follower akan memperkaya ide atau cara yang
telah diusulkan oleh ayah. Follower bukan berarti hanya ikut pendapat ayah
namun berhak untuk menambahkan ide-ide yang dapat memperkuat ide ayah.
Sementara anak-anak yang merupakan opposer akan memberikan ide yang
challenging dengan memberikan fakta dan argumentasi terhadap ide-ide ayah
dan boleh mengusulkan atau tidak mengusulkan cara lain yang terbaik.
Disinilah akan terjadi diskusi yang berlandaskan musyawarah untuk mufakat.
Ayah sebagai pemimpin keluarga akan mendengarkan setiap pendapat yang
beragam dan memberikan alasan-alasan yang tepat dengan bijaksana tanpa
merendahkan pendapat anggota keluarga (ibu dan anak-anak) untuk mencapai
mufakat. Ketika suatu cara telah diputuskan bersama berdasarkan
kesepakatan, maka seluruh anggota keluarga harus mematuhi dan
melaksanakan dengan senang hati.
Sebagai contoh ketika anak-anak beranjak dewasa ayah dan ibu telah
memikirkan kemana sebaiknya mereka akan bersekolah ke jenjang yang lebih
tinggi atau mereka akan bekerja setelah mereka tamat SMA. Jika keluarga
tersebut memiliki satu putra atau putri mungkin tidak begitu banyak masalah
ketika mengarahkan putra atau putrinya tersebut untuk sekolah atau bekerja,
namun jika keluarga tersebut memiliki dua anak atau lebih maka masa depan
mereka adalah tanggung jawab ayah, ibu dan anak-anak tersebut sehingga
perlu di diskusikan. Ayah dan ibu berhak mengarahkan namun keputusan
tetap hak anak-anak yang akan menjalani.
Sebagai ayah dan ibu yang bijaksana tidak boleh memaksakan
kehendaknya kepada anak-anaknya. Mereka boleh mengarahkan dan
memberikan contoh terbaik namun keputusan baik dari anak-anaknya harus
mereka dukung sesuai minat dan bakatnya. Dan anak-anak harus bersikap
santun menerima pendapat dan arahan dari ayah dan ibunya walaupun
mungkin tidak sepaham. Masing-masing anggota keluarga harus sadar bahwa
mereka adalah salah satu kesatuan yang saling menguatkan jika ingin menjadi
keluarga yang bahagia dan harmonis. Di lingkungan keluarga inilah nilai
persatuan telah ditanamkan dan ketika anak-anak terjun di dalam masyarakat

69
atau lingkungan yang lebih besar, maka mereka sudah terbiasa untuk saling
menghormati dan menghargai orang lain. Mereka akan menerima dan
menghargai perbedaan yang merupakan keberagaman dan kekayaan. Mereka
adalah individu- individu penerus bangsa yang harus bersatu sebagai suatu
team yang solid yang saling mendukung dan melengkapi.
Demikian juga dengan nilai kemandirian bangsa Indonesia yang dimulai
dari lingkungan keluarga yang ditanamkan kepada anak-anak semenjak
mereka masih kecil. Mereka dididik untuk menjadi pribadi yang mandiri dan
tidak banyak bergantung kepada anggota keluargalain. Sebagai contoh anak
sudah diajarkan untuk bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri mulai dari
bangun tidur hingga kembali tidur. Ketika bangun tidur anak sudah dibiasakan
untuk merapikan tempat tidurnya, mandi, berpakaian dan sholat (bagi yang
beragama Islam). Sebelum berangkat sekolah mereka juga harus sudah
menyiapkan buku- buku dan peralatan sekolah lainnya dan sarapan agar tetap
sehat. Orang tua dapat membantu putra putrinya tergantung dari usia mereka.
Namun orang tua harus sudah mengajarkan kebiasaan-kebiasaan dasar
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Ketika mereka beranjak dewasa dan
harus lepas dari orang tua karena kuliah atau bekerja di tempat lain, mereka
sudah siap dan tidak banyak bergantung kepada orang tua dan teman-
temannya.
Mandiri bukan berarti tidak bekerja sama dengan orang lain, namun lebih
kepada memiliki kemampuan untuk bertahan dan berdikari sehingga dapat
bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain. Mandiri juga berarti menjadi
pribadi yang kreatif dan inofatif sehingga dengan keberadaannya di
masyarakat akan membawa kebaikan bagi lingkungannya. Jika generasi muda
telah dibekali rasa percaya diri akan kemampuannya semenjak mereka berada
di dalam lingkungan keluarga maka ketika terjun ke masyarakat mereka dapat
menggerakkan orang lain untuk mencotohnya agar menjadi diri yang
berkarakter dan memilikikemampuan yang bermanfaat.
Di dalam keluarga anak-anak juga sudah diberikan pemahaman untuk
mencintai produk-produk dalam negeri seperti baju-baju, peralatansekolah dan
kosmetik buatan anak negeri. Dalam hal ini orang tua harus memberikan
contoh karena orang tua adalah role model mereka. Pada saat liburan orang

70
tua wajib mengajak putra putrinya untuk mengunjungi tempat-tempat
bersejarah seperti ke museum, ke monumen nasional (Monas) untuk
mengetahui sejarah kemerdekaan bangsa, ke tempat para wali songo untuk
mengetahui penyebaran agama Islam di Pulau Jawa, ke Candi Borobudur
merupakan candi Budha yang dibangun oleh raja Samaratungga dari dinasti
Syailendra pada abad ke 8 dan Candi Prambanan merupakan candi Hindu
terbesar di Indonesia. Taman Mini Indonesia Indah juga perlu diperkenalkan
dan dikunjungi karena di tempat inilah menunjukkan keberagaman bangsa
Indonesia yang ber- Bhineka Tunggal Ika. Mereka juga dapat menyaksikan
Sendra Tari Ramayana pada event-event tertentu, dan masih banyak tempat-
tempat wisata bersejarah lainnya yang dapat mengedukasi putra dan putri kita.
Dengan kegiatan-kegiatan ini akan menimbulkan kecintaan putra putri
kita akan tanah air Indonesia yang kaya raya akan keberagaman budaya yang
perlu diperkenalkan kepada bangsa lain. Selain kegiatan - kegiatan tersebut
diatas putra-putri kita wajib dibiasakan berbicara sudah siap dan tidak
banyak bergantung kepada orang tua dan teman-temannya. Sudah siap dan
tidak banyak bergantung kepada orang tua dan teman-temannya. Karena
untuk memperkenalkan Indonesia ke bangsa lain akan mudah jika anak-anak
kita dapat berbahasa Inggris atau bahasa asing lainnya. Mempelajari bahasa
asing tidak akan mengurangi kecintaan anak-anak kita terhadap bahasa daerah
dan bahasa Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk menanamkan
nilai persatuan dan kemandirian bangsa Indonesia maka dapat dimulai dari
keluarga melalui kegiatan sehari-hari yang memiliki kebersamaan sebagai
suatu team dan terciptanya rasa saling menghargai ketika menyampaikan
pendapat juga kegiatan-kegiatan yang memberikan rasa percaya diri akan
kemampuan yang dimiliki. Maka anggota keluarga, masyarakat dan kaum
pendidik dapat membantu fondasi yang kuat terciptanya rasa persatuan dan
kemandirian bangsa Indonesia.

71
72
DAFTAR PUSTAKA

Sumadi (2022), Materi Implementasi Nilai-Nilai Kebangsan Yang Bersumber


Dari Negara Kesatuan Republik indonesia.
Berita (2021), Mengenal Candi, Menapak Tilas Sejarah Hindu-
Budha,https://ditsmp.kemdikbud.go.id/mengenal-candi-menapak-tilas-
sejarah- hindu-budha

73
74
BAB X

NILAI PERSATUAN BANGSA DI ERA INFORMASI DIGITAL

*Riski Andrian Jasmi

I. PENDAHULUAN
elakangan ini nilai persatuan bangsa kembali menghadapi tantangan
B seiring makin meningkatnya teknologi informasi. Berdasarkan data
statistik, pengguna aktif media sosial sudah melebihi setengah populasi
masyarakat Indonesia. Berbagai informasi lalu lalang di media sosial termasuk
berita bohong atau hoax yang menggiring kita memasuki di era yang disebut
post truth atau pasca kebenaran. Post truth menurut Oxford Dictionary adalah
keadaan dimana fakta objektif dianggap tidak terlalu penting dalam
membentuk opini, alih-alih emosi dan kepercayaan individu yang lebih
membentuk sudut pandang dalam berpendapat. Post truth mengacu kepada
informasi yang seolah-olah benar, kebohongandapat terlihat seperti kebenaran
sehingga masyarakat menjadi sulit membedakan informasi yang benar dan
yang menyesatkan (Nichols, 2017).
Derasnya informasi di media sosial cenderung membuat seseorang
menerima dengan baik informasi yang yang sesuai dengan apa yang telah
diketahui atau yang Ia percaya sebelumnya. Masifnya media sosial dalam
menggoreng dan menyebarkan berita sensaional demi folower dan keuntungan
justru memecah masyarakat dalam berbagai sudut pandang dan memperluas
jurang perbedaan opini tersebut. Algoritma media sosial juga turut
memperkuat mindset militansi pembacanya dengan hanya menyuguhkan
informasi yang disukai dan sering dilihat saja. Sesuatu yang diyakini lama-
kelamaan akan membentuk komitmen dan dapat menggerakkan dalam
berbuat sesuatu.
Kultur ini dapat memberikan efek buruk terhadap Indonesia yang
menjunjung tinggi nilai demokrasi dimana banyak masyarakat lebih
mementingkan sentimen pribadi atau kelompok dan mengenyampingkanfakta

75
objektif sebagai dasar dalam beropini. Menghadapi era ini Indonesia kembali
menghadapi tantangan dalam mempertahankan pemaknaan nilai persatuan
bangsa.

II. PEMBAHASAN
Indonesia adalah negara yang besar dan majemuk, terdiri dari 17.395
pulau, 274 juta penduduk, 1.340 suku bangsa, 655 bahasa daerah dan 6 agama
sehingga kita mempunyai tantangan tersendiri. Persatuan memiliki makna
bersatunya keanekaragaman dalam masyarakat indonesia seperti suku,
agama, ras, sosial budaya, dan ekonomi menjadi sesuatu yang utuh dan tidak
terpecah-belah.
Prinsip persatuan dan kesatuan adalah Bhineka Tunggal Ika walaupun
berbeda tetap satu jua, semangat persatuan dapat menghasilkan mental
gotongroyong dan dapat menyelesaikan permasalahan secara bersama.
Persatuan bangsa adalah modal utama guna pencapaian kemajuan dan
kemandirian dan pembangunan nasional sehingga persatuan bangsa harus
dijaga agar selalu kokoh. Tekad untuk menyatukan diri dalam ikatan bangsa
telah tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Anonim1, 2020).
Persatuan bangsa merupakan proses terus-menerus tanpa henti dan
menghendaki upaya untuk selalu menjaga dan mempertahankannya. Di era
informasi digital bangsa Indonesia menghadapi tantangan baru dalammenjaga
persatuan dan kesatuan, utamanya dalam hal masifnya arus informasi yang
beredar. Seiring dengan meningkatnya teknologi di bidang informasi dan
komunikasi. Informasi mengenai berbagai hal sangat mudah untuk diakses
namun akan menyebabkan kerugian saat mengkonsumsi informasi yang salah
dan banyak masyarakat Indonesia membuat opini tanpa berpegang pada
jurnalisme yang benar sehinggasangat sulit memberantas hoax.
Rendahnya latar belakang pendidikan masyarakat Indonesia yang hanya
8,5 tahun sehingga lemahnya tenggangrasa dan toleransi. Pendidikan
merupakan sarana yang mampu menguba pola pikir individudan cara yang
efektif dalam menumbuhkan kesadaran untuk menghargai keberagaman.
Setiap jenjang pendidikan selalu diberikan pelajaran mengenai keberagaman

76
dan toleransi seperti mata pelajaran pendidikan pancasila dan
kewarganegaraan (PPKN) atau mata kuliah pancasila dan kewarganegaraan.
Di ruang kelas yang majemuk juga merupakan suatu wajah untuk mengasah
tenggang rasa dan semangat toleransi.
Kemampuan literasi yang baik juga dapat mempererat rasa persatuan
bangsa. Literasi menumbuhkan masyarakat kritis dan cerdas serta memiliki
kekayaan perspektif. Kemampuan literasi khususnya kemampuan literasi
agama memiliki efek yang signifikan terhadap toleransi agama (Azzahra dan
Ahnaf, 2020). Penguatan literasi tidak bisa dilakukan secara instan, harus
dibangun secara konsisten dan dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat
seperti guru, orang tua, tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemimpin
sehingga menjadi sebuah budaya dan melekat dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat. Salah-satu contoh penguatan literasi adalah membangun
kebiasaan membaca buku, majalah dan surat kabar serta sumber-sumber
bacaan yang dapat dipertanggungjawabkan lainnya. Penguatan literasi juga
dapat dibentuk dengan kegiatan diskusi, bertukar pikiran, belajar menganalisis
hingga menulis. Kemampuan literasi yang mampu menganalisa, mengevaluasi
dan mengkonumikasikan informasi secara baik akan menumbuhkan sikap
kritis dan memperkaya perspektif.
Sikap kritis dan kekayaan sudut pandang dapat membangun kehidupan
sosial yang tenggang rasa dan toleran. Kesadaran tenggangrasa dan toleransi
menjadi dasar dalam membangun kehidupan masyarakat yang harmonis dan
damai, khususnya untuk bangsa yang kaya akan budaya, suku, ras dan agama
seperti Indonesia. Terlepas dari tantangan era informasi digital, Indonesia
sebagai bangsa akan selalu bisa menjawab dan tetap berdiri tangguh.
Ketangguhan kita sebagai bangsa terlihat dari eksistensi Indonesia yang sudah
melalui berbagai tantangan pada setiap zamannya dan seperti yang telah
diajarkan oleh bapak pendiri bangsa kita dalam perumusan konstitusi dan
dasar negara yaitu pancasila. Semangat gotong royong yang sudah mendarah
daging pada setiap rakyat Indonesia juga turut serta sebagai modal dasar yang
bisa menjawab setiap tantangan ideologi kedepannya.

77
III. PENUTUP
A. Simpulan
1. Tingginya arus informasi media sosial dapat menyulitkan masyarakat
dalam menentukan kebenaran setiap informasi
2. Masifnya media sosial dalam menyebarkan berita dapat memecah
masyarakat dalam berbagai sudut pandang dan memperluas jurang
perbedaan opini antar masyarakat.
3. Pendidikan dan kemampuan literasi dapat menumbuhkan sikap kritisdan
kekayaan sudut pandang guna membangun kehidupan sosial yang
tenggang rasa dan toleran.

B. Saran
1. Edukasi dan sosialisasi mengenai literasi digital sangat dibutuhkan agar
lebih memahami substansi yang dijelaskan dalam tulisan ini.
2. Dibutuhkan contoh langsung dari lingkungan terdekat utamanya orang
tua, guru dan tokoh masyarakat guna menumbuhkan semangat literasi
kepada generasi muda.

78
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2020). Materi Utama Implementasi Nilai-Nilai Kebangsaan yang


Bersumber dari Negara Kesatuan Republik Indoneisa. Modul
Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan LEMHANNAS RI.

Azzahra, F dan M. I Ahnaf. (2020). Literasi Agama dan Hubungannya dengan


Toleransi Mahasiswa di Yogyakarta. Tesis Magister Agama dan Lintas
Budaya UGM.

Nichols, T. (2017). The Death of Expertise. Oxford University Press.

79
80
BAB XI

REALITAS PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA


DALAM MENJAGA KEUTUHAN NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA

*Faisal Rahman

I. PENDAHULUAN

elahiran Pancasila sudah 77 tahun berlalu, dari proses yang panjang


K dengan melibatkan partisipasi berbagai unsur dan golongan. Sejarah
Pancasila terukir jiwa yang besar dan pengorbanan para pendiri bangsa untuk
mempersatukan Indonesia. Delapan dekade kelahiran Pancasila, semangatnya
mulai menimbulkan berbagai permasalahan salah satunya apa yang dikatakan
Azyumardy Azra, Indonesia dalam situasi darurat korupsi yang
menggelinding ke lubang kegelapan yang tidak berdasar. Memberantas
korupsi tidak bisa bersikap biasa. Korupsi sebagai kejahatan luar biasa harus
diberantas yang tidak hanya dengan hukum konvensional tetapi perlu
kebijakan dan tindakan politik (Kompas, 6/2/2021).
Ratusan pemuda pada peristiwa 93 tahun silam mampu
mengesampingkan perbedaan suku, bangsa, bahasa serta gagasan dan ideologi
demi membangun satu bangsa Indonesia. Solidaritas satu bangsa tidak terjadi
dengan baik hingga sekarang tanpa berempati kepada masyarakat yang
setidaknya 50% belum aman dan sejahtera, dan 10 persen terjerumus dalam
kemiskinan absolut. Realisasi Pancasila tidak menghadirkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Meskipun ukuran kekuatan dan kelemahan
negara sebagai suatu bangsa dapat dilihat dari domain mental-kultural, yakni
semangat gotong royong.
Charities Aid Fondation World Giving Index 2021, Indonesia dinobatkan
kembali sebagai negara paling dermawan di dunia. Namun ada sisi negatifnya,
sabuk ketahanan yang bersumber kemampuan merawat nilai-nilai Pancasila
menimbulkan titik kerawanan pada kesenjangan di level tertentu yang masih

81
bisa ditoleransi. Namun, kesenjangan dibiarkan terlalu melebar juga tidak baik
dan mengancam kemiskinan masyarakat. Pada akhirnya berdampak polarisasi
sosial yang tajam, prasangka dan saling tidak percaya (Kompas, 29/10/2021).
Korupsi tidak hanya terjadi di tataran elit, pada level akar rumput praktik
korupsi masif ditemui di kehidupan sehari-hari. Kondisi tersebut dalam jejak
pendapat Litbang Kompas, perilaku korupsi di tengah masyarakat berada di
level mengkhawatirkan (Kompas, 6/12/2021). Kekhawatiran-kekhawatiran itu
menimbulkan ketidakpercayaan sebagiankalangan masyarakat pada Pancasila
yang sebelumnya terkenal sebagai negara moderat, ramah, toleran dan terbuka,
dan sekarang berubah menjadi konservatif, pemarah, tertutup dan intoleran.
Lebih ekstrim lagi ada yang mengatakan bahwa Pancasila bukan sebuah
ideologi, melainkan kebersamaan nilai-nilai yang mendasari persatuan bangsa,
terealisasi tersebarnya sebuah video di media sosial. Seorang ustadz dengan
nada kekesalan mempertanyakan Pancasila dengan membandingkan dalil
normatif Alquran dan Hadis (Suseno, 6: 2021). Sehingga anak-anak muda
terlahir di era milineal, yang notabene modern, rasional dan kritis menjadi
sasaran empuk terpengaruh sikap intoleransi dan paham radikal yang terus
berkembang di negeri ini (Suyanto, 2022:7).
Pada hari Sabtu, tanggal 18 Agustus 1945, setelah sehari kemerdekaan
Indonesia. Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
berkumpul di Gedung Tyuuoo Sangi In, Jakarta. Beragendakan rapat
menyusun Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Indonesia. Menjelang rapat,
suasana kebatinan 25 anggota PPKI yang dipimpin Ketua Sukarno dan Wakil
Ketua Moh Hatta dipertentangan terkait isi Piagam Jakarta
yang akan disahkan menjadi Pembukaan UUD 1945. Dalam naskah Piagam
Jakarta terdapat tujuh kata yang memperlakukan khusus kepada umat Islam,
yaitu Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya.
Bunyi tersebut berbeda dari rumusan awal pidato Sukarno pada sidang
BPUPKI, 1 Juni 1945. Sehingga sejumlah tokoh merasa keberatan dan
menyatakan ketidaksetujuan karena dipandang memarjinalkan kelompok di
luar Islam. Penolakan juga disampaikan oleh perwakilan dari Indonesia timur
kepada Hatta, sore hari setelah proklamasi.

82
Dalam autobiografinya yang berjudul Mohammad Hatta: Memoir, Bung
Hatta mengakui melakukan pendekatan negosiasi kepada tokoh- tokoh Islam
untuk menghapus tujuh kata, digantikan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa
untuk menjaga persatuan bangsa. Pagi hari sebelum rapat PPKI dimulai, ia
mengadakan rapat pendahuluan bersama Teuku Hasan, Wachid Hasyim, Ki
Bagus Hadikusumo dan Kasman Singodimejo. Dengan berbagai argumentasi
persuasif, berakhir tujuh kata di Piagam Jakarta dihapus (Kompas, 2/6/2022).
Menurut Hatta, keberadaan tujuh kata memicu diskriminasi pada
golongan tertentu, dan merupakan sebuah ancaman yang sangat serius bagi
persatuan dan kesatuan bangsa. Jika diskriminasi itu ditetapkan juga, mereka
lebih suka berdiri di luar republik Indonesia. Dengan mencoret tujuh kata itu
menunjukkan moral gotong royong yang menjadi dasar Pancasila dan moral
kekeluargaan sebagai dasar sistematik UUD terpenuhi, dan sungguh menjadi
negara persatuan yang mengatasi paham perseorangan dan golongan.

II. PEMBAHASAN
1. Tantangan Indonesia
Agama selalu menjadi isu sensitif dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara karena sejarah bangsa ini tidak terlepas dari agama. Agama secara
konstitusi diakui dalam pasal 29 dan pasal 31 UUD 1945. Hilangnya tujuh
kata dalam Piagam Jakarta merupakan tonggak sejarah yang menegaskan
adanya negosiasi antara agama dan negara. Bangsa Indonesia sebagai
masyarakat plural semakin mengalami kompleksitas relasi interkultural dan
multikultural.
Permasalahannya adalah setiap warga negara atau sebagai subyek legal
yang setara dan menjadi nitizen global tidak ada kemampuan berdiri tanpa ada
identitas. Ada dua pilihan kontekstual berkaitan pluralitas identitas (Latif, 2022:
6). Pertama, eksistensi identitas dengan meminggirkan identitas lain dengan
melahirkan totalitarianisme kanan (fasisme), yang sekarang merebak hingga ke
penjuru dunia. Namun, pilihan ini tidak ada ujungnya karena Indonesia adalah
negara plural. Kedua, sebuah eksistensi keragaman budaya merupakan fakta
sosial yang harus bersanding secara damai dengan sesama. Pilihan ini menjadi
titik temu yang dapat dikembangkan (common ground) untuk menyatukan

83
pluralitas menjadi sebuah pelangi yang indah. Pengembangannya adalah
dengan membudayakan civic natioalisme diperkuat dengan modal sosial yang
diperluas jejaring konektivitas dan inklusivitas. Artinya adalah adanya ruang
pertemuan berinteraksi dan keterlibatan bekerjasama terhadap sesuatu yang
asing menjadi familier, prasangka terkikis menjadi pengenalan yang
menumbuhkan cinta kasih. Sedangkan inklusivitas merupakan kesetaraan
akses terhadap pendidikan, kesehatan, permodalan dan privelese sosial yang
mereduksi kecemburuan. Apabila terjadi ketersinambungan antara
konektivitas dan inklusivitas pasti akan terbangun rasa saling percaya.
Kekuatan jaringan konektivitas dan inklusivitas dapat menyatukan
keragaman dalam komunitas moral, yakni persatuan nasional yang
terealisasi dalam Pancasila. Dalam Pancasila, nilai-nilai moral diambil dari
nilai-nilai universal (etika-spiritual) semua agama yang dapatdikombinasikan
dengan berbagai gagasan di luar agama selama tidakbertentangan. Pancasila
mempunya kapasitas untuk merekonsiliasi keberagaman sumber nilai melihat
titik temu perbedaan. Founding Fathers berlatar belakang yang berbeda dapat
melihat segala perbedaan sebagai simplisitas kesamaan kodrat manusia.
2. Realisasi Pancasila
Tiga kodrat manusia sebagai bentuk paradoksial yang dapat ditarik
menjadi lima prinsip moral masyarakat. Sila pertama berkeyakinan bahwa
kodrat manusia sebagai perwujudan istimewa dari semesta alam yang tidak
terlepas dari kekhilafan dan kebermanfaatan dalam relasi kemanusiaan dan
kealaman. Sila kedua berkeyakinan kodrat manusiasebagai makhluk universal,
mengembangkan semangat persaudaraan secara global dengan terciptanya
rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila ketiga meyakini kodrat manusia sebagai makhluk partikular yang
hidup dalam ruang kenyataan dan waktu spesifik. Dalam realitas
kemajemukan, kebersamaan geopolitik manusia mengembangkan rasa
kebangsaan. Sila keempat meyakini kodrat manusia sebagai makhluk sosial
untuk mengambil keputusan saling menghormati, demokrasi sejati. Sila kelima
meyakini kodrat manusia sebagai makhluk jasmani yang membutuhkan
papan, sandang dan pangan serta semua kebutuhan materi lainnya, dilakukan
secara fair, keadilan sosial (Driyarkara, 2006).

84
Sikap mengukuhkan esensi kodrat manusia, Pancasila menjadi ideologi
yang tahan banting merealisasikan di tengah segala perubahanglobalisasi. Visi
Pancasila terlalu jauh jangkaunnya untuk mengantisipasi kemungkinan-
kemungkinan terjadinya konflik sosial dari lima bentuk relasi, keagamaan,
internasional, antaretnis, politik- kepartaian dan ekonomi. Dalam
mengantisipasi kemungkinan menguatnya fundamentalisme dan terorisme
yang mengatasnamakan agama, maka sila pertama menekankan prinsip sosio-
religius, bermurah hati yang berkeadaban, welas asih dan toleran. Dalam
antisipasi destruktif dari globalisasi, sosio-nasionalisme yang menjunjung
tinggi perikemanusiaan secara hakiki tertuang dalam sila kedua dan ketiga.
Sedangkan antisipasi tirani dan ketidakadilan dalam politik dan ekonomi,
prinsip sosio-demokratis memberikan solusi terbaik terhadap partisipasi dan
emansipasi.
Pendekatan idealitas Pancasila pada realitas menuntut menjadi ideologi
kerja dalam praksis pembangunan dan pertahanan. Kerangka paradigmatik
membangun dan mempertahankan tata nilai dan kualitas manusia,
kesejahteraan berkeadilan dan berkemakmuran sebagai penetrasi praksis
ideologi Pancasila yang menyentuh dimensi keyakinan, pengetahuan dan
tindakan.

III. PENUTUP
Merealisasikan nilai-nilai Pancasila di era serba demokrasi dapat
dibenarkan untuk bebas berekspresi agar bangsa ini dapat memperlihatkan
kepada dunia secara positif bahwa bangsa Indonesia hingga sekarang
mempunyai kepercayaan diri yang sangat kokoh sebagaibangsa besar. Kokoh
untuk lebih kreatif membangun dan mempertahankan segala apa yang terjadi
di kemudian hari. Roma tidak dibangun dalam satu malam. Indonesia yang
modern, maju, dan berupaya menyejahterakan rakyatnya tidak semudah
dilakukan secara simetris. Dengan istilah never ending business, dengan
menghadirkan dua pilihan kontekstual berkaitan pluralitas identitas dan tiga
kodrat manusia ditarik menjadi lima prinsip moral masyarakat dapat
memberikan kewaspadaan segala terjadinya ideologisiasi jihadis transnasional
yang mengancam masa depan wajah kebudayaan Indonesia.

85
DAFTAR PUSTAKA

Driyarkara, Nicolas. 2006, “Dasar-Dasar Kesusilaan”, dalam Sudiarja Dkk.(Ed).


KaryaLengkap Driyarkara. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Latif, Yudi. “Pancasila di Era Disrupsi” Kompas, 31 Mei 2022 “Mendekatkan
Pancasila pada Realitas” Kompas, 2 Juni 2022.
Suseno, Franz Magnis. “Tantangan Pancasila Pasca-Orde Baru” Kompas 17
November 2021.
Suyanto, Bagong. “Radikalisme di Institusi Pendidikan” Kompas, 9 Juni 2022
“Tantangan Mengikis Budaya Korupsi” Kompas, 6 Desember 2021.
Tanuredjo, Budiman. 2021. “Bercermin pada Indeks” Kompas, 6 Februari
2021“Korupsi Ancam Benteng Kebangsaan” Kompas, 29Oktober 2021.

86
BAB XII

MEWUJUDKAN KESATUAN WILAYAH DALAM


PEMBANGUNAN WILAYAH PERBATASANINDONESIA
MELALUI PROGRAM TRANSMIGRASI
*Sukatmi

I. PENDAHULUAN
ndonesia merupakan Negara kesatuan, yang terbentuk sejak tanggal 18
I Agustus 1945, tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
yang berbunyi: “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk
Republik”. Kesatuan wilayah adalah wilayah Indonesia yang terdiri dari
beribu-ribu pulau besar dan kecil yang dihubungkan olehlautan harus dijaga
dan diusahakan tetap menjadi satu kebulatan wilayah nasional dengan segala
isi dan kekayaannya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan bentuk negara
yang terdiri dari wilayah kepulauan yang tersebar dengan beraneka ragam,
adat, dan budaya. Hal ini ditunjukkan dengan luasan Indonesia yang
terbentang dari Sabang hingga Merauke dan dari Miangassampai Pulau Rote.
Indonesia memiliki 17.506 pulau yang dibatasi oleh garis pantai sepanjang
81.900 km. Kedaulatan NKRI berbatasan langsung dengan 10 (sepuluh) negara
tetangga diantaranya berbatasan darat dengan Malaysia di Kalimantan,
dengan Timor Leste di Nusa Tenggara Timur, dengan Papua Nugini di Papua
dan berbatasan laut dengan India, Vietnam, Thailand, Singapura, Australia,
Philipina.
NKRI dapat diwujudkan sebagai kesatuan wilayah yang utuh dengan
mengimplementasikan pembangunan nasional yang merata. Pembangunan
nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan memerhatikan asas
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, asas peningkatan
kesejahteraan rakyat dan pengembangan pribadi warga negara maupun bagi
kehidupan kebangsaan. Tidak dipungkiri bahwa Negara Indonesia masih
terdapat ketimpangan atau kesenjangan wilayah dengan kondisi wilayah yang

87
berbeda-beda, baik dari sisi geografis, demografi, dan ekonomi. Selama ini
khususnya wilayah perbatasan dikelola dengan mengedepankan pendekatan
keamanan sehingga pembangunan sosial ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat menjadi terabaiikan. Maka dari itu perlu dilakukan intervensi
dalam pemerataan pembangunan wilayah di Indonesia guna meningkatkan
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi rakyat, memperkokoh
kesetiakawanan nasional, menanggulangi kemiskinan dan mencegah
timbulnya kemiskinan baru, serta mencegah munculnya berbagai kerawanan
sosial dan instabilitas keamanan nasional guna terwujudnya Indonesia Maju
yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berdasarkan gotong royong.
Sejalan dengan Visi dan Misi Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia Periode 2019-2024, salah satu upaya yang dapat diterapkan dalam
rangka menjaga kedaulatan dan meningkatkan kesejahteraan di wilayah
perbatasan adalah dengan melakukan pembangunan dan pengelolaan di
wilayah tertinggal, terdepan dan terluar Indonesia sebagai prioritas
pembangunan wilayah. Pemerintah pusat harus menjadikan wilayah
perbatasan sebagai pintu gerbang negara dan sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat serta menjamin tetap utuhnya Negara KesatuanRepublik Indonesia
(NKRI). Oleh karena itu, diperlukan suatu program pemerintah yang dapat
menjaga kedaulatan negara dan memberikan kesempatan kepada rakyat agar
dapat mengelola sumber daya alam secara baik di wilayah perbatasan. Salah
satu program yang dapat menjadi instrumen pengembangan wilayah di
wilayah perbatasan adalah Transmigrasi.

II. PEMBAHASAN
Percepatan pembangunan serta pemenuhan kebutuhan warga perbatasan
merupakan tujuan terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam pemenuhan kebutuhan di perbatasan, pembangunan infrastruktur dan
upaya peningkatan kesejahateraan masyarakat perbatasan perlu didukung
dengan kegiatan yang mampu mendorong percepatan pembangunan dan
pengembangan wilayah. Selama ini, pengembangan dan pengelolaan di
wilayah perbatasan mengedepankan aspek keamanan daripada pendekatan
ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan sehingga mengakibatkan adanya

88
ketimpangan wilayah. Dalam pengembangan kawasan perbatasan,
pengelolaan kekuatan dan kelemahan harus dilakukan secara optimal guna
mencegah atau mengurangi ancaman dan memanfaatkan peluang.
Pembangunan, pengembangan, dan pengelolaan wilayah perbatasan harus
bersifat komprehensif yang mengedepankan seluruh aspek dari pembangunan
berkelanjutan (sosial, ekonomi, dan lingkungan) dengan merubah kebijakan
yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking.
Pembangunan kesejahteraan di wilayah perbatasan salah satunya adalah
dengan menghadirkan kembali negara di tengah warga negara yang sekaligus
untuk menjaga keamanan batas negara berikut kedaulatan wilayah serta
perlindungan terhadap sumber daya alam. Salah satu instrumen
pengembangan wilayah dalam pengelolaan wilayah perbatasan adalah
pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi. Selain menjaga
kedaulatan dan keutuhan Republik Indonesia, transmigrasi dilakukan secara
terpadu akan menyerap tenaga kerja baru, memanfaatkan lahan yang kurang
produktif serta dapat melahirkan kawasan-kawasan kota terpadu. Seluruh
aspek, baik sosial, ekonomi, dan lingkungan diperhatikan dalam pembangunan
dan pengembangan kawasan transmigrasi, yang pelaksanaannya telah diatur
dalam Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2018 tentang Koordinasi dan
Integrasi Penyelenggaraan Transmigrasi. Seiring dengan kebijakan baru,
transmigrasi masih turut berperan dalam mewujudkan komitmen pemerintah
dalam mendukung RPJMN 2020-2024 Prioritas Nasional 2 yaitu
Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin
Pemerataan.
Program transmigrasi juga merupakan upaya dalam menciptakan
kesejahteraan dengan melakukan pemberdayaan melalui proses pembelajaran
pengelolaan sumber daya alam antara penduduk asli dan pendatang. Proses
pembelajaran ini selanjutnya menciptakan sumber daya manusia yang
berpotensi dalam mengelola sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat.
Penduduk pendatang yang berasal dari Pulau Jawa pada umumnya memiliki
keahlian dalam mengelola sumber daya alam dan memiliki kegigihan yang
lebih tinggi dalam bertahan hidup. Keahlian dan kegigihan tersebut dapat
dibagikan dan dapat saling bertukar pikirandengan penduduk asli di kawasan

89
transmigrasi untuk mengelola sumber daya yang ada. Selain itu, program
transmigrasi juga merupakan upaya dalam mewujudkan sila ke-tiga yaitu
Persatuan Indonesia karena terjadi akulturasi dan asimilasi antara penduduk
asli dengan pendatang. Pertemuan, pertukaran dan peleburan budaya di
dalamnya dapat menjadi pemersatu bangsa. Hal ini menjadi kunci dalam
menghadapi tantangan masuknya pengaruh negara tetangga ke wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mengadopsi filosofi Jawa “luwih becik pager mangkok, tinimbang pager
tembok atau lebih baik pagar mangkuk daripada pagar tembok” yang memiliki
arti perilaku saling berbagi, peduli, dan menjaga di antara orang-orang yang
hidup bersama dalam suatu lingkungan, dapat diaplikasikan pada
pengembangan transmigrasi di wilayah perbatasan. Hal ini dapat diartikan
sebagai pengembangan kawasan transmigrasi di perbatasan dengan
melibatkan stakeholder terkait secara intensif. Pengembangan kawasan
transmigrasi harus dilakukan melalui pendekatan pengembangan wilayah
yang menekankan pentingnya pendekatan sistemik, yaitu keterkaitan antar
sektor baik sektor-sektor yang melaksanakan kebijakan dan program
pembangunan ekonomi, infrastruktur, politik, sosial budaya maupun sektor-
sektor yang melaksanakan kebijakan dan kegiatan penangan transmigrasi
terintegrasi. Hal tersebut sejalan dengan konsep pengembangan kawasan
transmigrasi di era revolusi industri 4.0, yaitu Green Transpolitan dengan
mengedepankan mitra kerjasama pentahelix. Mitra kerjasama pentahelix
meliputi pemerintah, akademisi, swasta, komunitas dan media. Dalam
pengembangan kawasan transmigrasi perlu melibatkan pentahelix dari awal
perencanaan sebagai upaya untuk menciptakan dan meningkatkan kualitas
kawasan transmigrasi di perbatasan yang lebih baik ke depannya. Dengan
adanya kerjasama antar pihak yang terkait di kawasan transmigrasi, satu sama
lain dapat menjadi motor penggerak untuk menciptakan pusat pertumbuhan
baru untuk memeratakan ketimpangan wilayah dalam menjaga kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan

90
Transmigrasi berperan dalam pengembangan wilayah di perbatasan
untuk mewujudkan kesatuan wilayah NKRI. Pembangunan dan
pengembangan kawasan transmigasi harus dilakukan secara komprehensif
dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Transmigrasi mampu menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru,
khususnya di wilayah perbatasan, mendukung pemerataan wilayah,
menurunkan kesenjangan sosial dan ekonomi, menjaga keseimbangan
lingkungan, dan menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B. Saran
Berdasarkan penjabaran di atas maka saran yang dapat disampaikan
adalah perlu konsistensi pemerintah dan masyarakat dalam menjaga kesatuan
dan kedaulatan wilayah di perbatasan dengan menjalankan kebijakan yang
telah dibuat dan perlu adanya kebijakan khusus yang mengatur tentang
pembangunan dan pengembangan transmigrasi di wilayah perbatasan.

91
DAFTAR PUSTAKA

Hutabarat, Binsar Antoni. 2020. Artikel “Nilai Kesatuan Wilayah Mendasari


Otonomi Daerah”, diakses dari
https://www.kompasiana.com/gratias/ pada 1 Desember 2020.

Modul Bidang Studi dan Konsensus Dasar Bangsa, Sub Bidang Studi NKRI,
Lemhanas Tahun 2020.

Muta’ali, Lutfi, Joko Christanto, Muh Aris Marfai, dan Agung Satriyo Nugroho.
2013. Gagasan Pembangunan Kawasan Perbatasan Darat di Bidang
Pengelolaan Potensi (Upaya Mewujudkan Blue Print). Yogyakarta: Gama
Press dan Pusat Kajian Permukiman, Transmigrasi, dan Perbatasan
(Puspertrantas) Yogyakarta.

92
BAB XIII

PEMAHAMAN TERHADAP NILAI-NILAI KESATUAN


WILAYAH GUNA MENINGKATKAN KUALITAS
KEHIDUPAN MASYARAKAT BERMARTABAT DAN
BERNEGARA

*Yoerry Prasasetya Noviantoro

I. PENDAHULUAN

ndonesia adalah Negara yang kaya akan bahasa, suku, budaya sertaadat
I istiadat. Dari berbagai macam tersebut, maka Indonesia dapat
membangun serta meningkatkan kehidupan Nasional serta selalu
mengutamakan Persatuan dan Kesatuan dalam satu wilayah yaitu Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan demikian, maka agar dapat
menyatukan keberanekaragaman tersebut, maka Bangsa Indonesia memiliki
semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan tersebut berasal dari dua kata
yang memiliki arti yaitu Bhinna “ terpisah/ berbeda” danika “itu” serta kata
Tunggal yang berarti “Satu” yang secara harfiah, Bhineka Tunggal Ika yang
diartikan berbeda – beda tetapi tetap satu. Maka dari itu dijadikanlah
Semboyan yang memiliki arti “berbeda-beda tapi tetap satu jua. Semboyan ini
sangat cocok untuk keadaan bangsa Indonesia yang dihuni oleh beragam
bahasa, suku, ras, agama, dan kebudayaan. Nilai kesatuan ini sangatlah
dijunjung tinggi oleh leluhur bangsa Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika juga
merupakan adanya keterkaitan dengan filsafat, ideologi Pancasila, dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bhinneka
Tunggal Ika jugamemiliki keterikatan dalam simbol sebagai pemersatu Bangsa
Indonesia seperti Bendera nasional, lagu kebangsaan Indonesia, serta bahasa.
Keterkaitan tersebut menjadikan suatu gagasan yang memerkuat bahwa NKRI
telah tertanam dalam kehidupan sehari – hari serta menjadikan karakter bangsa
Indonesia.
Di dalam keberanekaragaman Masyarakat Indonesia yang berbudaya ini,

93
dapat memiliki sistem yang bernilai sehingga terkandung dalam NKRI. Cara
masyarakat Indonesia dalam berkomunikasi ini sangat bergantung pada
norma, aturan, budaya, dan bahasa masing-masing. Budaya ini memiliki
pertanggungjawaban atas seluruh sifat perilaku serta komunikatif dan
bermakna yang dimiliki setiap orang.
Mewujudkan NKRI kepada masyarakat Indonesia juga memiliki suatu
tantangan serta Problem di setiap individu yang memiliki kecenderungan
beranggapan bahwa budayanya sebagai suatu keharusan tanpa perlu
dipermasalahkan. Setiap masyarakat akan selalu memakai budayanya sebagai
standarisasi untuk mengukur budaya-budaya lain.Salah satu bentuk aktivitas
komunikasi antar budaya yang nyata di dalamBhinneka Tunggal Ika terlihat
dalam kehidupan keluarga perkawinan campuran, yang tidak
mempermasalahkan perbedaan suku dan budaya. Maka dari itu, Pemerintah
Indonesia yang berdaulat wajib memiliki posisi yang sangat penting, baik
sebagai penentu kebijakan maupun sebagai pelaksana dalam arti kegiatan
untuk pertahanan dan pembelaan terhadap Negara NKRI. Dari hal tersebut,
maka Nilai-nilai NKRI perlu diwujudkan di lingkungan masyarakat, tanpa
terkecuali oleh para pemuda sebagai penerus Bangsa. Pemuda tersebut wajib
berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam mengamalkan
nilai-nilai NKRI. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan kajian ilmiah tentang Pemahaman nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika
pada masyarakat di daerah kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
Wilayah tersebut yang memiliki toleransi tinggi, sehingga salah satu daerah
tersebut memiliki satu tempat yang berdiri dengan lima tempat ibadah
sehingga dianggap sebagai salah satu lokasi yang cocok untuk diteliti terkait
salah satu bagian dari NKRI.
Nilai – nilai adalah sesuatu yang sangat penting dan bersifat abstrak,
sekaligus dapat mempengaruhi perilaku manusia dalam bertindak atau
berbuat dalam kehidupan sosial. Maksud nilai yang bersifat abstrak seperti
penilaian baik atau buruknya sesuatu, penting atau kurang penting, , apa
yang lebih benar atau kurang benar dan apa yang lebih baik atau kurang baik.
Hirearki nilai sangat tergantung dari sudut pandang subjek yang memberikan
penilaian. Misalnya orang materialis, akan meletakkan nilai-nilai materi pada

94
tingkat yang paling tinggi. Nilai kebudayaan juga menampilkan kebudayaan
paling tinggi serta Begitu juga sebaliknya pada orang religius, akan
menempatkan nilai-nilai agama pada tingkatan yang paling tinggi.
Penatataletakan kehidupan bangsa dan negara Indonesia disusun atas
dasar hubungan toleransi dalam umat beragama, falsafah Pancasila, cita- cita,
tujuan nasional, sosial budaya, dan pengalaman sejarah yang menumbuhkan
kesadaran tentang kemajemukan serta ke-NKRI-annya dengan mengutamakan
persatuan Bangsa Indonesia.
Nilai- nilai yang terkandung dalam NKRI mempunyai fungsi sebagai
motivasi dan rambu- rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan,
keputusan, tindakan, serta perbuatan dalam bermasyarakat. Bhinneka Tunggal
Ika juga berfungsi untuk mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek
kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional
dari pada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa atau
daerah. Pemahaman nilai-nilai NKRI harus dijadikan arahan, pedoman, acuan,
dan tuntunan bagi setiap individu dalam bertindak serta memelihara tuntutan
bangsa yang terintegrasi secara nasional demi keutuhan NKRI yang dikenal
dengan masyarakat multikultural.
Menurut Idam Indarti, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
terbentuk dari keberagaman dalam semua aspek kehidupan, baik kewilayahan,
suku bangsa, agama, ras, golongan, dan jenis kelamin. Keberagaman yang
menjadi realita kehidupan di Indonesia menjadi persatuan dan kesatuan
bangsa dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.bahwa kata “Bhinneka Tunggal
Ika” telah tercipta jauh sebelum Indonesia merdeka. Bhinneka Tunggal Ika
adalah sebuah kata (frasa) yang terdapat dalam Kakawin Sutasoma. Kakawin
sendiri berarti syair dengan bahasa Jawa kuno.
Kakawin Sutasoma merupakan karangan Mpu Tantular yang dituliskan
menggunakan bahasa Jawa kuno dengan aksara Bali. Diketahui, Kakawin
Sutasoma dikarang pada abad ke-14. Kutipan frasa 'Bhinneka Tunggal Ika'
sendiri terdapat dalam petikan pupuh 139 bait 5 pada Kakawin Sutasoma. Bila
diterjemahkan tiap kata, Bhinneka punya arti 'beraneka ragam'. Kata tunggal
berarti 'satu' dan ika berarti 'itu'. Sehingga, bila mengacu berdasarkan arti
secara harfiahnya, 'Bhinneka Tunggal Ika' memiliki arti 'beraneka ragam itu

95
satu' atau berbeda-beda tetapi satu juga.
Dalam masyarakat Indonesia yang multikultural-integral, konsepsi
aspirasinya terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Maknanya
adalah menghubungkan daerah-daerah dan suku bangsa, agama yang
berbeda-beda dalam satu wadah yang disebut nusantara.

II. PEMBAHASAN
Proses pengimplementasian nilai-nilai NKRI banyak hal yang ditemukan
peneliti yang berpatokan pada indikator-indikator yang telah ditentukan.
Temuan tersebut secara rinci akan dipaparkan dibawah berikut ini.
1. Pelaksanaan atau penerapan nilai-nilai NKRI pada masyarakat di
daerah kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali
a. Saling Menghormati masyarakat atau kelompok lain.
Sikap masyarakat yang saling menghormati orang lain pada saat bertemu
di jalan, silaturahmi serta mentoleransi acara adat, agama maupun
budaya atapun forum antar umat beragama di Kuta Utara, Bali.
b. Menghargai perbedaan agama orang lain.
Memiliki sikap kerjasama serta gotong royong kepada masyarakat dalam
menyelenggarakan acara tertentu.
c. Menciptakan kerukunan.
Partisipasi masyarakat dalam kegiatan - kegiatan kemasyarakatan dan
menjaga interaksi yang positif dengan orang lain.
d. Saling tolong menolong.
Kepedulian masyarakat membantu warga lain yang terkena musibah dan
berpartisipasi dalam acara keagamaan seperti Galungan,
Kuningan,Qurban, Natal, maupun lainnya.
e. Bermusyawarah dalam mengatasi persoalan.
Partisipasi masyarakat yang hadir dalam rapat adat untuk mengambil
keputusan dalam suatu persoalan.

2. Kendala dan solusi dalam implementasi nilai-nilai NKRI pada pada


masyarakat di daerah kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
1. Menghormati orang atau kelompok lain.
a. Kendala:

96
1) Masyarakat terkadang beranggapan pendapatnya lebih baik
dari pendapat orang lain karena ke egoisan.
2) Masyarakat terkadang mudah terhasut dengan asumsi –
asumsi orang yang ingin memecahbelah di wilayah tersebut
3) Masyarakat memiliki ke-irian pada keanekaragaman status
sosial di masyarakat lainnya

b. Solusi:
1) Sosialisasi/ memberikan pemahaman kepada masyarakat,
terkait pentingnya sikap menghargai pendapat serta masukan
dari orang lain.
2) Memberikan sosialisasi/ pemahaman terkait problematika
permasalahan yang terjadi.
3) Mengadakan suatu acara maupun kegiatan secara berkala guna
menumbuhkan sikap saling menghormati serta saling
memahamisatu sama lain pada masyarakat.

2. Menghargai perbedaan agama orang lain


a. Kendala:
1) Masyarakat sebagian memiliki sikap fanatik terhadap
agamanya masing- masing.
2) Masyarakat terkadang tidak menghadiri acara keagamaan.
b. Solusi:
1) Sosialisasi serta pemahaman kepada masyarakat sekitar,
terkait pentingnya sikap toleransi serta menghargai agama
orang lain.
2) Pihak kelurahan maupun adat harus memberikan sanksiyang
tegas bagi warga yang terindikasi melakukan penistaan agama.

3. Menciptakan kerukunan.
a. Kendala:
1) Pemuda sebagian tidak antusias mengikuti kegiatan yang
bertujuan menjalin kerukunan antar masyarakat.
2) Pemuda mengalami perkembangan psikologis yang akhirnya
mempengaruhi emosi. Pemuda bisamenciptakan konflik fisik

97
apabila tersinggung.

b. Solusi:
1) Sosialisasi serta pemahaman kepada pemuda, terkait
pentingnya menjaga kerukunan.
2) Pihak Kelurahan harus memberikan sanksi yang tegas bagi
pemuda atau warga yang terindikasi melakukan kekerasan
sehingga merusak kerukunan di KelurahanSudiroprajan.

4. Saling tolong menolong


a. Kendala:
1) Masyarakat disibukkan dengan aktivitas pribadi seperti
mengurus rumah atau bekerja.
2) masyarakat kurang memahami dalam melakukan pekerjaan
seperti perbaikan tempat atau buruh bangunan, sehingga
kurang bisa memberikan bantuan secara optimal.
b. Solusi:
1) Setiap keluarga perlu memberikan perhatian atau nasehat bagi
anak - anaknya untuk berpartisipasi di lingkungan masyarakat
terkait tolong menolong.
2) Masyarakat dapat mengatur waktu antara kesibukan pribadi
dan masyarakat sekitar.
3) masyarakat semaksimal mungkin memberikan bantuan tenaga
bagi warga yang membutuhkan.

Dari pemikiran di atas ini, maka selaras dengan indikator yang


diungkapkan Departenmen Pendidikan Nasional (2009:12) dan Soeprapto
(2012) dalam implementasi nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika. Menurut
Departemen Pendidikan Nasional, indikator nilai Bhinneka Tunggal Ika
dijabarkan pada dua hal yaitu menghormati terhadap minoritas (kelompok
kecil) dan menerima dan menghargai perbedaan.
Sedangkan menurut Soeprapto juga memberikan pendapatnya mengenai
perwujudan Bhinneka Tuggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.Indikator nilai-
nilai Bhinneka Tuggal Ika adalah kehidupan bermasyarakat tercipta
kerukunan seperti halnya dalam sebuah keluarga, antara warga masyarakat

98
terdapat semangat tolong menolong, kerjasama untuk menyelesaikan suatu
masalah, dan kerjasama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam
menyelesaikan urusan bersama selalu diusahakan dengan melalui
musyawarah, terdapat kesadaran dan sikap yang mengutamakan kepentingan
bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas disimpulkan bahwa indikator
implementasi nilai-nilai NKRI yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah
menghormati orang atau kelompok lain, menerima perbedaan pendapat orang
atau kelompok lain, menghargai perbedaan agama orang lain, menciptakan
kerukunan, saling tolong menolong dan bermusyawarah dalam mengatasi
persoalan.

III. PENUTUP
Bahwa masyarakat memahami nilai-nilai NKRI dipandang sangat penting
demi keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia, serta memfokus-kan
pada masalah-masalah sosial, budaya dan agama di dalammasyarakat. Nilai-
nilai Bhinneka Tunggal Ika perlu diwujudkan di lingkungan masyarakat. Di
dalam masyarakat ini harus berpartisipasi secara langsung maupun tidak
langsung dalam mengamalkan nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika. Petugas yang
memberikan sosialisasi terkait pemahaman nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika
dalah pihak Kelurahan maupun tokoh masyarakat. Setelah diberikan suatu
pemahaman, maka Pihak Kelurahan maupun tokoh masyarakat wajib
memberikan sosialisasiterkait saling menghormati orang atau kelompok lain,
menerima perbedaan pendapat dan menghargai agama orang lain,
menciptakan kerukunan, dan saling tolong menolong serta bermusyawarah
dalam mengatasi permasalahan. Pihak kelurahan berserta tokoh masyarakat
dalam memberikan sosialisai dan pemahaman mengenai hal-hal tersebut yang
dipaparkan di atas sudah dilakukan dengan baik.
Implementasi nilai-nilai NKRI pada pemuda menemui kendala.
Kendalanya antara lain terdapat beberapa kendala, diantaranya yaitu:pemuda
menganggap pendapatnya lebih baik dan tidak menerima pendapat orang lain,
pemuda dihadapkan pada keanekaragaman status sosial, pemuda memiliki
sikap fanatik terhadap agamanya, pemuda tidak antusias dalam mengikuti
kegiatan, pemuda tidak dapat mengontrol emosi, serta pemuda pasif dalam

99
kegiatan karena disibukkan dengan aktivitas pribadi. Solusi untuk mengatasi
kendala-kendala tersebut adalah diadakannya sosialisasi dan pemahaman
terkait pentingnya sikap saling menghargai orang/kelompok lain, menerima
perbedaan pendapat dan agama orang lain, menciptakan kerukunan, dan
saling tolong menolong, serta bermusyawarah dalam mengatasi permasalahan.
Solusi yang lain yaitu kelurahan mengadakan acara-acara secara berkala,
pemuda menempuh jenjang pendidikan formal, dan kelurahan memberikan
sanksitegas bagi pemuda atau warga yang melakukan penistaan agama.

100
DAFTAR PUSTAKA

Heffner, Robert W Ed). 2000. Budaya Pasar, Masyarakat dan Moralitas dalam.
Modalisme Asia Barat. Jakarta:LP3ES.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Supardan, Dadang 2008, Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajain Pendekatan
StructuralJakarta: Bumi Aksara.
https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FileUpload/Bhinneka%20Tun
ggal%20Ika-Hfz/Pengertian-Bhinneka-Tunggal-Ika.html

101
102
BAB XIV

KEKERASAN TERHADAP UMAT BERAGAMA DI


INDONESIA DAN SIKAP GEREJA DALAM MEGHADAPINYA

*Octavianus Nathanael

I. PENDAHULUAN

egara KesatuanRepublik Indonesia (NKRI) adalah Negara


N kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 13.466 dan
luas daratan sebesar 1.922.570 kilometer persegi, dengan total luas perairan
sebesar 3.257.483 kilometer persegi. Ini dapat kita lihat pada datadan informasi
geospasial produk Badan Informasi Geospasial (BIG) atau disebut juga dengan
peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Luas wilayah NKRI dari masa ke masa memperlihatkan beberapa
perubahan seperti yang terlihat dalam peta NKRI. Peta NKRI yang terbaru
memperlihatkan penambahan luas wilayah yuridiksi kelautan Republik
Indonesia diluar 200 mil laut seluas 4209 kilometer persegi, yang terletak di sisi
Barat Laut Pulau Sumatera. Hal ini telah disetujui dan disahkan oleh PBB pada
tanggal 17 Agustus 2010 yang lalu pada saat mengadakan sidangnya di New
York, Amerika Serikat. Tentu saja luas wilayah Indonesia dengan pulau-pulau
dan wilayah perairan yang sedemikian besar pastilah tidak mudah untuk
dikendalikan.
Ada lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa, lebih tepatnya
terdapat 1.340 suku bangsa di Indonesia, menurut sensus BPS tahun 2010.
Secara resmi, pemerintah Republik Indonesia hanya mengakui enam agama,
yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Agama sebagai pedoman hidup yang diturunkan oleh Tuhan kepada
umat manusia seharusnya memiliki pengajaran yang baik, bersifat universal
walaupun memiliki dogma atau pandangan yang berbeda-beda, dan tidak
membeda-bedakan manusia berdasarkan latar belakang suku, ras, agama
maupun budaya. Oleh sebab itulah, setiap agama pada dasarnya akan

103
mengajarkan hidup yang ramah, baik dan santun kepada setiap manusia
mengenyampingkan jati diri dan agama yang dianut oleh masing-masing
orang. Akan tetapi pada kenyataannya, hal ini berubah seiring dengan
kemajuan zaman dan teknologi.
Indonesia adalah Negara yang terdiri dari beragam etnis dan agama,
sebagaimana yang tertuang didalam kesepakatan dan kerinduan bersama para
pendiri bangsa, sehingga Indonesia dapat menjadi sebuah Negara demokrasi,
dan setiap warga negara memiliki jarak yang sama kepada Negara. Demikian
juga sebaliknya, negara memiliki jarak yang sama terhadap warganya. Hal ini
tertuang dalam tulisan M. Ridwan Lubis seperti yang disampaikannya di
dalam acara Kongres dan Konvensi Asosiasi Pastoral Indonesia tahun 2013
yang lalu.

II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Kekerasan Terhadap Umat Beragama
Menurut Bagong Suyanto , kekerasan secara harafiah dapat berarti
perbuatan yang berada di luar ketentuan hukum dan norma kepatutan
terhadap orang lain. Dilihat dari aspek sosial, maka kekerasan itu dapat
mengambil bentuk yang macam-macam. Pada setiap masyarakat, struktur
sosial sebagai dasar diferensiasi sosial pada dasarnya tampil dalam dua bentuk,
yaitu (1) secara vertikal yaitu terjadinya perbedaan antar kelas, dan (2) secara
horizontal, yaitu ditandai terjadinya pengelompokan sosial berdasarkan
perbedaan suku bangsa, agama, profesi, ras, adat serta perbedaan kedaerahan.
Faktor diferensiasi ini kemudian membentuk 2(dua) jenis
pengelompokan. Yang pertama adalah in group atau kelompok ke dalam dan
yang kedua adalah out group atau kelompok keluar. Sikap dari kelompok
kedalam (in group) biasanya menunjukkan faktor simpati dan perasaan yang
dekat di antara sesama anggota kelompoknya. Sebaliknya, sikap out group
menunjukkan adanya faktor antipati dengan kelompok lainnya.
Perasaan kelompok in group terhadap orang lain dapat bervariasi,
dimulai dari sikap ramah tamah dan good will, sampai kepada ekstrimnya
menjadi solidaritas mati-matian. Demikian juga halnya dengan sikap
kelompok out group yang dapat berubah, dari menyisihkan atau
menyingkirkan orang lain, sampai kepada sikap bermusuhan.

104
B. Latar Belakang Munculnya Kekerasan
Penulis mengamati bahwa faktor utama yang memicu munculnya
kekerasan terhadap umat beragama di Indonesia tidak terlepas dari sejarah
kelam yang pernah mengikat bangsa ini. Pada awal mula Belanda masuk ke
Indonesia, politik ‘devide et impera’ sudah ditanamkan kepada anak-anak
bangsa, sehingga bangsa Indonesia sejak dari awal sudah mengalami
pengelompokan-pengelompokan, baik secara strata, maupun suku, agama dan
ras-nya. Sistem ini sendiri dicetuskan oleh Belanda pada masa itu agar bangsa
Indonesia tidak bisa melawan penjajahan Belanda yang sudah terjadi selama
ratusan tahun dengan jalan di’pisah-pisah’ atau ‘dikelompok-kelompokkan’.
Dengan cara ini, setiap suku atau wilayah merasa bahwa dia tidak memiliki
urusan ataupun kepentingan dengan kelompok-kelompok lain, sehingga kalau
kelompok yang satu mengalami tindakan kekerasan dari penjajah, maka
kelompok yang lain hanya akan berdiam diri, cenderung berpura-pura tidak
tahu, sehingga mereka luput dari masalah yang ada.
Sebagai contoh, pada masa penjajahan Belanda, kelompok suku yang
berasal dari satu daerah tertentu tidak di-ijinkan untuk pergi ke daerah yang
lain. Penulis pernah mendengarkan penuturan ini dari pengalaman kakek
penulis yang hidup pada masa Belanda, dan meninggal di usia 102 tahun pada
tahun 2009. Beliau menyampaikan bahwa pada masa Belanda, suku-suku
tertentu dari perbatasan wilayah tertentu tidak bisa memasuki wilayah lain.
Ada satu “kebijakan segregatif yang diberlakukan, yang membuat setiap orang
harus tinggal di kampung mereka masing-masing berdasarkan kepada ras atau
etnisnya. Itulah sebabnya di banyak daerah di Indonesia, kita mengenal ada
istilah Kampung Melayu, Kampung Arab, Kampung Cina, Kampung India
dan lainnya. Mirip dengan apa yang dilakukan orang-orang Eropa, di
antaranya keturunan Belanda juga,di Afrika Selatan.”
Istilah lain adalah Pribumi Nusantara atau dengan kata lain disebut juga
sebagai anak dari tanah/bumi nusantara, Pribumi Indonesia atau Bumiputra
Indonesia, yaitu istilah-istilah yang dibuat untuk mengacu pada kelompok
penduduk di Indonesia yang berasal dari berbagai warisan sosial budaya yang
sama dan dianggap sebagai penduduk asli Indonesia.
Istilah “Pribumi” sendiri muncul di era kolonial Hindia Belanda setelah

105
diterjemahkan dari kata ‘inlander’ (bahasa Belanda untuk “Pribumi”). Istilah
ini pertama sekali dicetuskan dalam undang-undang kolonial Belanda pada
tahun 1854 oleh pemerintah Belanda pada waktu itu untuk menyamakan
beragam kelompok penduduk asli di Nusantara kala itu, terutama untuk
menciptakan diskriminasi sosial.
Selama masa Belanda, ditanamkanlah sebuah rezim segregasi
(pemisahan) rasil tiga tingkat; ras kelas pertama adalah “Europeanen” atau
Eropa, kulit putih dan pribumi Kristen/Katolik, misalnya tentara KNIL dari
Ambon; ras kelas kedua disebut juga dengan Timur Asing, yang meliputi orang
Tionghoa, Arab, India maupun non-Eropa lain; dan ras kelas ketiga adalah
"Inlander", yang kemudian diterjemahkan menjadi"Pribumi".
Sistem ini sangat mirip dengan sistem politik di Afrika Selatan di bawah
apartheid, yang melarang lingkungan antar-ras ("wet van wijkenstelsel") dan
interaksi antar-ras yang dibatasi oleh hukum "passenstelsel". Pada akhir abad
ke-19 Pribumi-Nusantara seringkali disebut dengan istilah Indonesiërs ("Orang
Indonesia").
Dalam pengamatan penulis, hal-hal seperti yang tertulis diatas-lah yang
menjadi pokok atau akar dari masalah sulitnya kita menjaga kesatuan dan
persatuan bangsa. Sebagai contoh, di kalangan umat Kristensendiri, jikalau ada
satu gedung gereja yang diserang oleh kelompok- kelompok tertentu, maka
kelompok jemaat gereja lain yang berasal dari gereja lain yang berlokasi ‘sangat
dekat’ dengan gereja tersebut kebanyakan memilih untuk berdiam diri, seolah-
olah mengisyaratkan, “Masalahmu bukan masalahku”. Hal ini menjadi salah
satu penyebab para radikalis semakin memiliki akses untuk mengintimidasi
sebagian rumah-rumah ibadah ataupun pemeluk kepercayaan tertentu.
Faktor berikutnya yang menyebabkan kekerasan terhadap umat beragam di
Indonesia adalah paham-paham radikalisme yang mulai muncul dan tengah
menyebar ke seluruh lapisan masyarakat sehingga menjadi penyakit yang
sangat berbahaya bagi integrasi nasional. Memangkita tidak dapat menyangkal
bahwa paham radikalisme ini bukan hanya sedang menjangkiti satu agama
tertentu saja, tetapi hampir di semua lini agama yang ada di Indonesia, paham
ini semakin meningkat.
Umat beragama di Indonesia yang dulu terkenal begitu toleran dan

106
ramah, berubah menjadi lebih protektif bahkan cenderung ‘over protektif’
terhadap agama dan kepercayaannya. Sikap tersebut justru menjadi
penghalang terbentuknya integrasi nasional.
Dalam media-media sosial, dapat kita lihat perbincangan- perbincangan
kasar yang terjadi akibat kepercayaannya atau agamanya ‘diserang’ secara
sepihak. Tidak jarang hal ini menjadi akar darimelebarnya kasus-kasus besar
‘intoleransi’ yang berakhir kepada kekerasan terhadap umat beragama.
M. Subhi Azhari mengatakan, “menengok perkembangan isu keagamaan
dalam lima tahun terakhir, tindakan-tindakan radikalisme yang muncul dan
mengatasnamakan agama benar-benar harus membuat kita waspada akan
bahaya yang lebih besar, yakni perpecahan di antara sesama anak bangsa.
Beragam tindakan kekerasan, mulai dari pernyerangan terhadap kelompok
yang diduga sesat, kekerasan terhadap mereka yang diduga menyebarkan
paham liberal, penyerangan rumah ibadah agama lain, penyerangan terhadap
aparat kepolisian hingga kekerasan atas nama penegakan moralitas semakin
banyak terjadi.”
Faktor terakhir yang melatarbelakangi kekerasan terhadap umat
beragama dewasa ini jelas sekali tidak terlepas dari kemajuan teknologi yang
semakin luas dan murah, sehingga memberikan akses kepada hampir
mayoritas anak-anak bangsa untuk dapat berinteraksi bebas di dalamnya.
Hanya saja, sangat disayangkan, diantara segelintir orang yang mengerti
bagaimana memanfaatkan teknologi informasi dengan baik, masih banyak pula
orang-orang yang tidak tahu bagaimana memanfaatkan media sosial ini
dengan baik. “Akibat kesalahan penerapan tersebut, menurut Rudiantara,
Menteri Komunikasi danInformatika Republik Indonesia, sebanyak 74 orang
telah menjadi ‘korban’ dari UU ITE tersebut.”
Kita beruntung, Pemerintah Republik Indonesia dapat dengan sigap dan
cepat membuat undang-undang untuk membatasi penyalahgunaan Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE), yang isinya melarang setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, sehingga
penyalahgunaan terknologi informasi ini dapat segera dibatasi. Jika tidak,

107
maka Indonesia bisa saja mengalami bencana atau krisis sosial terbesar
sepanjang sejarah.
Bagaimana tidak? Jikalau dikaitkan dengan bidang ke-agama-an, dapat
ditarik satu benang merah antara konflik-konflik yang terjadi antar umat
beragama di Indonesia dengan sosial media. Beberapa kasus kekerasan
beragama yang terjadi di Indonesia berangkat dari menyebarnya video-video
melalui media sosial yang berkaitan dengan isu-isu agama di satu daerah, yang
kemudian berakibat kepada konflik horizontal maupun konflik vertical di
daerah lain. Tidak jarang hal ini bahkan berkembang menjadi konflik
multidimensi, sehingga berdampak sangat luas bahkan sampai kepada dunia
internasional.

C. Temuan-temuan Kekerasan Terhadap Umat Beragama di Indonesia


Beberapa kasus kekerasan terhadap umat beragama di Indonesia yang
terjadi belakangan ini:
1. Luspida Simanjuntak adalah mantan pendeta HKBP di Ciketing.
Sebagaimana ramai diberitakan jemaat HKBP Ciketing oleh FPI dilarang
beribadah. Jemaat disamping mengalami kekerasan verbal dalam bentuk
makian dan cacian juga mengalami kekerasan fisik. Pdt. Luspida adalah
salah satu yang mengalami kekerasan fisik. Dia mengalami penusukan
senjata tajam yangmembuatnya harus dirawat di rumah sakit.
2. Meiliana, seorang ibu rumah tangga di Tanjung Balai, Sumatera Utara,
yang mengatakan bahwa suara azan yang dikumandangkan masjid di
dekat rumahnya 'terlalu keras dan 'menyakiti telinganya. Padahal
Kementerian Agama melaluiDirektorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Agama Islan sudah mengeluarkan aturan tentang pengeras suara di
Masjid, Langgar dan Mushala, seperti yang terdapat di dalam Instruksi
Dirjen Bimas Islam Nomor Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan
Penggunaan Pengeras suara di Masjid, Langgar dan Mushala, khsusnya
di ayat 4 yang berisi, “Dipenuhinya syarat-syarat di mana orang yang
mendengarkan dalam keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam
keadaan tidur, istirahat, sedang beribadah atau dalam sedang upacara. Dalam
keadaan demikian (kecuali azan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang,
bahkan sebaliknya. Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan

108
masuarakatnya masih terbatas, maka suara keagamaan dari dalam masjid,
langgar, atau musala selain berarti seruan takwa juga dapat dianggap hiburan
mengisi kesepian sekitarnya.”
3. Di dalam aturan tersebut tertulis tentang keuntungan dan kerugian
menggunakan pengeras suara di masjid, langgar, dan musala. Salah satu
keuntungan menggunakan pengeras suara seperti tertuang dalam
instruksi tersebut adalah sasaran penyampaian dakwah dapat lebih luas.
Namun ada pula kerugian dari penggunaan pengeras suara, yakni
mengganggu orang yang sedang beristirahat ataupun sedang
menyelenggarakan upacara keagamaan. Meiliana akhirnya mengalami
penganiayaan berat, dan tidak sampai disitu saja, orang-orang yang
tersinggung dengan kata-katanya membakar dan merusak beberapa
wihara dan klenteng di Tanjung Balai.Setelah proses persidangan yang
panjang, Jaksa penuntut umum justru menjatuhkan hukuman pidana 1
tahun 6 bulan penjara kepada Meiliana, sementara, tujuh orang pelaku
perusakan wihara dan klenteng divonis penjara hitungan bulan.
4. Perusakan gereja di Aceh Singkil.
Beberapa kasus intoleransi yang lain juga pernah terjadi pada tahun 2018
yang lalu. Walaupun ada sejumlah pihak yang mengecam keras aksi
kekerasan agama tersebut, namun kasus-kasus tersebut dianggap telah
menodai keberagaman dan mencederai wajah demokrasi di Tanah Air,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pura di Lumajang yang dirusak orang tak dikenal.
2. Penyerangan terhadap ulama di Lamongan
3. Perusakan masjid di Tuban
4. Ancaman bom di kelenteng Kwan Tee Koen Karawang
5. Serangan Gereja Santa Lidwina Sleman
6. Persekusi terhadap Biksu di Tangerang
7. Dua serangan brutal terhadap tokoh Islam

D. SIKAP GEREJA
Melihat sejumlah kasus-kasus yang terjadi belakangan ini, ada beberapa
sikap gereja dan orang Kristen yang patut diacungi jempol:
1. Tunduk kepada keputusan pemerintah

109
Hampir di setiap daerah di Indonesia, kasus-kasus yang terjadi terhadap
gereja dan orang-orang Kristen berakhir hanya sebatas keputusan
pengadilan. Artinya, setiap gereja dan orang-orang Kristen benar-benar
melakukan perintah Firman Tuhan untuk tunduk kepadapemerintah dan
otoritas yang ada diatasnya, seperti yang tertulis di dalam kitab Roma
pasal 13 ayat 1.
2. Tidak membalas/menyerang balik
Hampir tidak ada kasus penutupan gereja atau penyerangan terhadap
orang Kristen yang dibalas kembali. Orang-orang Kristen pasrah kepada
kehendak Tuhan dan tetap berdoa untuk keselamatan orang- orang yang
menyerang mereka. Satu atau dua kasus lain yang terjadi di beberapa
daerah disebabkan oleh politik yang sedang memanas, sehingga ada
segelintir orang-orang Kristen yang kelihatannya menyerang balik,
padahal ternyata mereka sudah terpapar politik yang mencari
keuntungan dibalik insiden yang ada. Tidak ada demonstrasi berjilid-jilid,
yang ada hanya pengharapan agar pemerintah mau mendengar suara
mereka.
3. Tetap menjaga sikap toleransi dan menghargai
Pembahasan berisi ringkasan hasil penelitiannya, keterkaitan dengan
konsep atau teori dan hasil penelitian lain yang relevan, interpretasi
temuan, keterbatasan penelitian, serta implikasinya terhadap
perkembangan konsep atau keilmuan.

III. PENUTUP
Kekerasan terhadap umat beragama (khususnya mereka yang minoritas)
di Indonesia sudah menjadi insiden yang biasa didengar, namun tanpa
tindakan konkrit. Kemungkinan besar karena pemerintah merasa takut ditekan
oleh para kelompok intoleran yang mengatasnamakan kelompok tertentu dari
suatu agama, sehingga dapat berdampak kepada elektifitas mereka ditahun-
tahun yang akan datang, atau bisa saja terjadi aksi unjuk rasa besar-besaran dan
berjilid-jilid untuk menggulingkan pemerintahan tersebut. Bagaimanakah
tindakan gereja, atau pun umat beragama minoritas lainnya? Karena sampai
saat ini yang penulis amati adalah gereja, maka penulis mencoba memberikan

110
pandangan dari pengamatan yang sudah dilakukan selama ini, yaitu bahwa
gereja bahkan organisasi-organisasi gereja yang memayungi gereja juga belum
mampu melakukan banyak. Pendekatan-pendekatan politis, termasuk
pengaduan-pengaduan kepada Polisi dan pejabat-pejabat telah dilakukan,
namun sampai hari ini, hasil yang dicapai belum memuaskan. Hal ini telah dan
masih penulis sendiri alami. Harapan penulis agar di masa depan muncul
politisi dan anak bangsa yang berhati mulia, yang siap berpegang teguh kepada
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

111
DAFTAR PUSTAKA
http://www.big.go.id/berita-surta/show/big-serahkan-peta-nkri-kepada-
kemenkokesra
https://www.indonesia.go.id/profil/suku-bangsa
https://www.indonesia.go.id/profil/agama
M. Ridwan Lubis, “Kekerasan Terhadap Umat Beragama”, Makalah untuk
Kongres Dan Konvensi Asosiasi Pastoral Indonesia, 2013.
Bagong Suyanto, “Diferensiasi Sosial”, dalam J. Dwi Narwoko-Bagong Suyanto (ed.),
Sosiologi, Teks Pengantar Dan Terapan, Jakarta, Prenada Media Group, 2006, hal.
194
Siti Norma, “Kelompok-kelompok sosial” dalam J. Dwi Nrwoko – Bagong Suyanto
(ed.), Sosiologi, Teks Pengantar dan terapan, Jakarta, Prenada Media Group,
2006, hal. 34.
https://tirto.id/sinyo-sinyo-rasis-hindia-belanda-b858, di akses pada tanggal25
Juli 2019.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pribumi-Nusantara, diakses tanggal 25 Juli 2019.
M. Subhri Azhari, “Radikalisme Pemeluk Agama Di Indonesia”, Makalahuntuk
Kongres Dan Konvensi Asosiasi Pastoral Indonesia, Jakarta 2013.
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/4419/Menkominfo%3A+Pasal+
27+Ayat+3+UU+ITE+Tidak+Mungkin+Dihapuskan/0/berita_satker,
diakses pada 25 Juli 2019.
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik, diakses pada tanggal 25 Juli 2019.
Pdt. Jaharianson Saragih, “Kekerasan Terhadap Umat Beragama”, makalah
yang disajikan dalam Kongres Dan Konvensi Asosiasi Pastoral Indonesia,
Jakarta 2013.
https://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/ini-dia-aturan-bimas-islam-
tentang-penggunaan-pengeras-suara-di-masjid
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45161029
https://www.idntimes.com/news/indonesia/rochmanudin-wijaya/linimasa-
kasus-kasus-intoleransi-dan-kekerasan-beragama-sepanjang-2/full

112
BAB XV

IMPLEMENTASI NILAI KEMANDIRIAN DI TENGAH-


TENGAH MASYARAKAT

* Abdul Ghofur

I. PENDAHULUAN

etelah melewati masa pandemi, masyarakat Indonesia merasa sangat


S kesulitan untuk memulihkan kembali kondisi keuangannya agar bisa
hidup normal. Nilai kemandirian yang bersumber dari konsensus bangsa.
Yaitu: pancasila, Bhineka Tunggal Ika, Undang-Undang Dasar 45 danNegara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Nilai kemandirian adalah suatu proses dimana seseorang dapat
menentukan nasibnya sendiri tanpa interpensi pihak lain. Kemandiriandapat
dibedakan menjadi empat. Kemandirian emosi, kemandirian ekonomi,
kemandirian intelektual dan kemandirian sosial. Kemandirian
emosi adalah seseorang mampu mengontrol emosinya sendiri dan tidak
tergantung pada emosi orang lain. Kemandirianekonomi dapat diartikan
kemampuan seseorang dalam mengatur ekonominya sendiri tanpa
tergantung pada ekonomi orang lain. Kemandirian Intelektual yaitu
seseorang mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya. Dan
kemandirian sosial adalah seseorang mampu berinteraksi dengan orang lain
tanpa tergantung pada aksi orang lain. (Robert Havighurst 1972).
Disaat kondisi ekonomi sedang tidak baik, ada saja sebagian masyarakat
yang menemukan peluang untuk dapat cuan dengan cara memanfaatkan
media sosial seperti facebook, instagram, youtube dst. Fenomena yang terjadi
saat ini, mulai banyak para pemuda memanfaatkan betul media sosial untuk
mendapatkan cuan. Sehingga tidak heran kalau banyak dikalangan pemuda
diusianya yang masih di bawah kepala empat sudah bergelimpang harta.
Seperti Raffi Ahmad, Atta halilintar, Baim wong dan seterusnya.

113
II. PEMBAHASAN
a. Nilai Kemandirian
Di tengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi yang sangat
pesat, kemandirian suatu bangsa urgent sekali. Staf ahli mensesneg Deden
Wildan berpendapat bahwa bangsa yang mandiri adalah bangsa yang mampu
menempatkan dirinya sejajar atau sederajat dengan negara yang sudah maju.
Di dalam konsep kemandirian terdapat dua faktor yaitu faktor internal,
maksudnya kemandirian seseorang itu bisa diaplikasikan berupa konsep diri,
motivasi,minat, sikap, intelgensi, kematangan, bakat kebiasaan belajar,
perhatian dan kesiapan. Adapun faktor eksternal datang dari faktor keluaga,
faktor sekolah dan faktor masyrakat.
Tujuan dari adanya nilai nilai kemandirian di tengah-tengah masyarakat
adalah mewujudkan kemandirian diri dan mencapai kesejahteraan. Sehingga
masyarakat di beri kesempatan luas untuk mengoptimalkan kemampuannya
terlebih lagi di era digitalisasi ini. Banyak slot yang bisa di gunakan oleh
masyarakat agar mampu mandiri baik secara finansial maupun moral. Sebab
pada haqiqatnya medsos adalah objek sehingga kita bisa mengatur kapan
waktunya membukamedsos dan kapan waktunya tidak bermain medsos.

b. Implementasi nilai Kemandirian di tengah tengah masyarakat


Fenomena yang terjadi di era digital. Para pemuda mulai mencari profesi
yang berhubungan dengan medsos. Seperti facebook, Instagram, youtobe dan
sterusnya untuk mendapatkan cuan dengan cara menjual produk-produk
mereka, mengemasnya dengan sangat menarik sehingga membuat yang
melihat terpikat dan mau membelinya.
Dalam hal ini. Indonesia jumlah penduduknya 275,77 juta (BadanPusat
Statistik 6 juli 2022). Andai saja antara warga satu dengan yang lainnya saling
berbagi subcribe guna untuk mendapatkan subcrib banyak sehingga mendapat
gaji dari youtobe atau yang lainnya. Kesejahteranmasyarakat akan terwujud.
Di indonesia yang sudah berhasil memanfaatkan medsos adalah Atta halilintar
beserta saudaranya, Ria ricis, Raffi Ahmad dst.
Mengenai besar kecilnya gaji youtobe tergantung daripada jumlah klik
iklanyang muncul, lokasi negara, topik yang dibahas serta hargaiklan yang

114
tayang. Hal tersebut yang mendasari gaji youtober berbeda- beda. Adapun gaji
youtobe pemula mencapai USD 18 atau sekitar 245.000 untuk 1000 tayangan
video. Rumus hitung gaji youtober adalah Revenue per Impression (RPM) dan
cost per clik (CPC). RPM adalah pendapatan uang yang akan didapat setiap
1000 penayangan iklan yang muncul di video youtobe tersebut. Nominalnya
7000 pertaayangan iklan.
Kemudian CPC didapat dari orang orang yang klik tayangan iklan yang
muncul dalam video tersebut. Nominalnya untuk satu kali klik Rp. 5.000
hingga 12000. Lebih jelasnya begini “seumpama seorang youtober memiliki
video yang di tonton 3000 orang. Bisa diasumsikan sekitar 200 orang menonton
iklan hingga selesai. Maka gaji youtober adalah Rp 7000x 200 = Rp. 1.400.000.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Nilai kemandirian masyarakat dapat terwujud di era digitalisasi ini
melalui kanal-kanal yang tersedia di dalamnya. Seperti instagram,
facebook, youtobe dan seterusnya.
2. Implementasi dari nilai kemandirian, masyarakat dapat diberi
pengetahuan bagaimana membuat akun instagram, facebook, youtube
dst. Setelah mereka mempunyai akun sendiri sendiri maka antara warga
satu dengan yang lainnya saling berbalas subcribe atau like.

B. Saran
1. Pemerintah menyediakan akses wifi yang mudah terjangkau untuk
kelancaran interaksi warganya didunia maya.
2. Instansi pemerintah tidak perlu menarik iuran untuk memenuhi
kebutuhan pegawainya cukup para pelanggannya masing masingdiminta
mensubcribe akun resmi yang dimiliki instansi tersebut.

115
DAFTAR PUSTAKA
https://www.merdeka.com/uang/cek-besaran-gaji-youtuber-pemula-begini-
cara-hitungnya.html
https://www.kompasiana.com/just_riris/62cbb41fbb44867e9a6ff6c2/fenomena-
berburu-like-dan-subscribe-dalam-perspektif-ekonomi-politik-
media#google_vignett
https://regional.kompas.com/read/2021/10/27/180052678/apakah-fenomena-
youtuber-mengubah-pandangan-terhadap-pekerjaan-real?page=all
https://www.kompasiana.com/herdianginola1132/5b50a8a0677ffb3cb25597b7/f
enomena-youtube-di-era-modern?page=all&page_images=1
https://kumparan.com/kumparannews/5-fakta-menarik-fenomena-youtuber-
di-indonesia-1542367454435921361/full
https://www.setneg.go.id/baca/index/indonesia_perlu_siapkan_kemandirian_
bangsa_hadapi_era_global
https://www.researchgate.net/publication/332765831_PEMBERDAYAAN_MA
SYARAKAT_BERORIENTASI_KEMANDIRIAN_STUDI_PADA_MASYA
RAKAT_PESISIR_KECAMATAN_CAMPLONG_KABUPATEN_SAMPA
NG
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/07/07/terus-meningkat-
jumlah-penduduk-ri-tembus-275-77-juta-hingga-pertengahan-
2022#:~:text=Angkanya%20kembali%20naik%20menjadi%20272,juta%20ji
wa% 20hingga%20pertengahan%202022.

116
BAB XVI

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEMANDIRIAN BANGSA


DALAM MEMBANGUN KESATUAN DAN PERSATUAN
MENUJU INDONESIA EMAS
*Hasanuddin Lauda

I. PENDAHULUAN

angsa Indonesia adalah bangsa yang plural, terdiri atas banyak sukudan
B kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, budaya, nilai adat istiadat,
suku dan Bahasa yang sekaligus merupakan sumber kebesaran bangsa.
Pluralnya bangsa Indonesia juga menjadi kekuatan dan modal dalam
membangun persatuan dan kesatuan bangsa dalam berjuang untuk mencapai
tujuan nasionalnya sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 alinea ke-4 yang
berbunyi;
- Membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
- Untuk memajukan kesejahteraan umum
- Mencerdaskan kehidupan bangsa
- Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Sedangkan cita-cita nasional bangsa Indonesia adalah untuk mencapai


suatu masyarakat yang adil dan makmur. Memenuhi maksud tujuan dan cita-
cita nasional tersebut di atas, maka sangat diperlukan kemandirian bangsa,
sebagai salah satu pilar konsensus dasar bangsa yakni Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Implementasi

117
Implementasi dapat diartikan sebagai suatu pelaksanaan dari sebuah
perencanaan dengan matang dan telah terperinci dan juga tidak tertutup
kemungkinan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah
faktor kepentingan sasaran, jenis manfaat dari implementasi, progres
perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan.
Sebuah contoh dari implementasi tersebut adalah upaya guru atau dosen untuk
menerapkan nilai-nilai Pancasila dan norma pada siswa-siswanya juga antara
lain misal cara orang tua mengajarkan tata krama pada anak-anaknya.
B. Nilai Kemandirian Bangsa
Bangsa yang Mandiri adalah bangsa yang mampu menempatkan dirinya
sejajar dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju.
Kesejajaran dengan bangsa maju lainnya dilihat dari kemajuan
ekonominya dan kemampuan berdaya saing Negara kita Indonesia seyogyanya
terus didorong untuk kemajuan ekonominya yang ditandai dengan
memperkecil impor berbagai kebutuhan dari luar negeri dengan kebijakan
mencintai produk dalam negeri dan membangun sentra-sentra ekonomi
masyarakat terutama masyarakat pedesaan dan kerja sama pihak (Mubyarto,
Boediono 1997. 229)
Beberapa permasalahan yang harus mendapatkan perhatian pemerintah
agar masyarakat pelaku ekonomi menengah ke bawah terus berkembanf dan
mengalami perubahan dari konsumtif menjadi produsen yakni;
1. Akses kantong-kantong hasil pertanian bangunan dibuka dengan cara
transportasi untuk mengangkut hasil pertaniannya ke kota masyarakat
perkotaan sangat membutuhkan hasil bumi para petani di pedesaan.
2. Memberikan penyuluhan dan pemahaman yang cukup tentang dampak
pertanian yang berpindah-pindah.
3. Upayakan agar suntikan pendanaan berupa permodalan para petani
dapat diperoleh dengan mudah tanpa agunan yang memberatkan.
4. Tentu banyak lagi hal-hal yang dibutuhkan akan terpenuhi jikalau sudah
menjadi bagian penyebab upaya perbaikan ekonomi dan usaha taninya.

Kemampuan berdaya saing juga merupakan suatu hal yang dibutuhkan


untuk mengangkat kesejajaran dengan bangsa-bangsa yang sudah maju.
Konsep perekonomian yang mengejar koantitatifnya hendahnya dirubah

118
menjadi kualitas yang mejadi sasaran utamanya hal ini dibutuhkan pemasaran
secara kompetitif dan sehat sesuai tuntutan system ekonomi pancasila
(Mubyarto. Boediono, 136).
Kedua paparan singkat di atas merupakan ikon untuk kesejajaran dengan
bangsa maju lainnya dan sekaligus menjadi nilai nilai kemandirian bangsa
mana bangsa Indonesia dari negara agraris yangmengusung sektor ekonomi
yang mampu berdaya saing tinggi akan mengantarkan bangsa Indonesia sejajar
dengan bangsa-bangsa yang maju lainnya.
Penomena diatas sekaligus sebagai wujud kesatuan bangsa yang
berlandaskan pembangunan ekonomi kekuatan masyarakat berbangsa
bernegara dalam melakukan berbagai bidang Pembangunan seperti
pembangunan politik sosial budaya pertahanan keamanan dan sampai pada
bidang ideologi suatu bangsa.
Pembangunan di berbagai bidang dalam negara Indonesia akan dapat
menghantar kemajuan negara kita berdaya saing tinggi sejajar dengan negara-
negara maju lainnya sebagai tuntutan yang mempunyai hak dan kewajiban
yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan
bermasyarakat, (Noor MS Bakry 2012 : 31).
Salah satu cara untuk membangun kemandirian bangsa adalah mencintai
produk-produk dalam negeri. Mencintai produk dalam negeri berarti
menggunakan, memperkenalkan,dan mendukung produk-produk yang
dihasilkan bangsa sendiri, dengan begitu suatu bangsa mampu untuk
meenghasilkan produk secara mandiri
Dengan demikian, tuntutan pembangunan yang dilaksanakan harus
menyeimbangkan antara pembangunan ekonomi dengan berbagai elemennya
dan tuntutan kemampuan berdaya saing yang tinggi, maka Indonesia tidak
akan tergantung pada suatu negara tertentu dalam hal kesejajaran bangsa-
bangsa yang maju, bahkan bangsa modern sekalipun, karena Indonesia tetap
akan menjunjung tinggi kemandirian dan identitas bangsanya sejajar dengan
bangsa-bangsa lainnya dan memaksimalkan kemampuan dan ketangguhan
bangsanya, bangsa Indonesia menuju Indonesia emas.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan

119
Nilai kemandirian bangsa Indonesia dengan ekonominya dan
kemampuan berdaya saing akan menghantarkan bangsa Indonesia
membangun persatuan dan kesatuan nya menuju Indonesia emas.
B. Saran
Sekiranya memungkinkan maka variabel nilai-nilai kemandirian bangsa
lebih di kembangkan variabelnya untuk kepentingan paparan selanjutnya.

120
DAFTAR PUSTAKA

Mubyarto, Boediono. 1997. 229 ; Ekonomi Pancasila, BPFE Yogyakarta


Noor MS Bakry, 2012 ; Pendidikan Kewarganegaraan, Pustaka Pelajar Offset
Yogyakarta
Yudi Triono, 2012 ; Petunjuk Penulisan Esai, Naskah Kelompok danMekanisme
Diskusi

121
122
BAB XVII

URGENSI NILAI KEMANDIRIAN TERHADAP HAK RAKYAT


ATAS AIR DALAM PEMENUHAN KEBUTUHANGUNA
MENUJU GOOD WATER GOVERNANCE
*Pamungkas Satya Putra

I. PENDAHULUAN
emandirian merupakan sebuah nilai yang telah dijadikan sebagai
K fundamen dasar di dalam membangun dan menegakkan konsesus
bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai negara dengan berbagai
penyematan nama,1 tentu Republik Indonesia wajib memberikan penguatan
instrumen nilai-nilai yang terdapat pada setiap konsesus dasar, seperti
Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Sesanti Bhineka Tunggal Ika, dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam keadaan masyarakat yang majemuk,
banyaknya fenomena sebagai current issues maupun isu kontemporer sehingga
potensi lemahnya aksesibilitas sebagaisuatu bangsa menjadi sangat terancam.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (yang selanjutnya disebut NKRI)
merupakan suatu konsensus yang secara yuridis sesuai dengan nilai
konstitusional. Setidaknya secara konstitusionalisme NKRI disebutkan
sebanyak 4 (empat) kali yang diatur di dalam Bab VI Pemerintahan Daerah
Pasal 18 dan Pasal 18B, Bab IXA Wilayah Negara Pasal 25A, serta Bab XVI
Perubahan Undang-Undang Dasar Pasal 37 ayat (5) sebagai konsensus final di
mana telah menegaskan bahwa “Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”.
Keterhubungan di dalam variabel esai ini berupaya untuk memberikan
gambaran dan upaya interpretasi isu tentang pemenuhan hak rakyat atas air
dan keterhubungan dengan nilai kemandirian di dalam konsensus dasar
NKRI. Penelitian ini terkait pergeseran paradigmapemenuhan hak rakyat atas
air yang belum dilaksanakan sepenuhnya dalam peraturan pelaksana dan
penerapan pengelolaan sumber daya air yang berpotensi pada komersialisasi
air apabila merujuk pada Sistem Pengelolaan Air Minum. Sumber daya air saat

123
ini telah memasuki deregulasi sebagai fase lanjutan pasca Putusan Mahkamah
Konstitusi tahun 2015, akibat kekeliruan DPR bersama-sama Presiden, sebagai
awal diakuinya hak rakyat atas air. Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai
lembaga tinggi negara yang memiliki kewenangan dalam menguji bahkan
membatalkan suatu undang-undang, termasuk sumber daya air. Hal itu
kemudian menjadi perhatian khusus dari legislator, di mana dianggap telah
jelas membentuk undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi.
Upaya tindak lanjut terhadap putusan tersebut direpresentasikan melalui
undang-undang baru yang diberlakukan pada tahun 2019. Belum terbitnya
peraturan pelaksana undang-undang tersebut, lalu diberlakukan undang-
undang yang bertujuan merubah ketentuan melaluimetode perubahan dikenal
dengan istilah omnibus bill tahun 2020. Perubahan tersebut sarat dengan
dinamika hukum, baik secara formalitas pembentukan (validity dan efficacy)
maupun secara substansial (One Subject at a Time Act atau OSTA), khususnya
di bidang sumber daya air berdasarkan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) sebagaimana merubah beberapa
ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber
Daya Air (UU SDA 2019).
Pada tanggal 25 November 2021, MK memutus inkonstitusional bersyarat
pada UU CK dalam pengujian secara formil, walaupun masih berlaku sampai
dengan diperbaiki paling lama 2 tahun sejak dinyatakan oleh MK (bila tidak
dilakukan, maka UU CK dianggap inkonstitusional permanen) atau 25
November 2023. Status mengikat pada 2 undang- undang yang telah dicabut
dan 76 undang-undang yang diubah di dalam UU CK tersebut berpotensi
diberlakukan kembali seluruhnya, termasuk UU SDA 2019. Adapun
pentingnya pembahasan selanjutnya mengenai sumber kekayaan alam,
khususnya sumber daya air di Indonesia, urgensi kebutuhan dan upaya
pemenuhan hak rakyat atas air, dan fungsi air padakehidupan dan optimalisasi
penguasaan negara.

II. PEMBAHASAN
Kegiatan manusia yang terlampau intens di dalam memberikan
sumbangan terhadap perubahan iklim dan pencemaran. Sumber daya air di

124
Indonesia tentunya berada dalam ancaman ketidakseimbangan dalam
memenuhi kebutuhan pokok terutama pada musim kemarau, yang sangat
memengaruhi ketahanan air. Siklus yang tidak stabil ini sebenarnya
merupakan dinamika yang terjadi secara tidak alami. Intervensi dan
keutamaan kegiatan yang dilakukan itu merupakan motif dalam memberikan
kontribusi ketidakseimbangan keberadaan dan kualitas sumber daya air.
Isu-isu utama saat ini terkait sumber daya air tidak dapat lepas dari sejarah
perkembangan hukum di Indonesia. Baik pengaturan sebelum kemerdekaan
dengan tradisi nilai lokal berbagai masyarakat hukum adat, melalui kebijakan
pengairan di zaman Pemerintahan Hindia-Belanda dengan diterbitkannya
Algemeene Water Reglement 1936 (AWR 1936), Algemeene Water Beheer
Verordening 1937 (AWBV 1937), dan Provinciale Water Reglement (Jawa
Timur dan Jawa Barat) di tahun 1940 (PWR 1940). Setelah kemerdekaan,
berlaku Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (UU
Pengairan 1974), Undang-UndangNomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air (UU SDA 2004), dua Putusan Mahkamah Konstitusi terkait pengujian
terhadap Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air,
yaitu:
1. Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 058-059-060- 063/PUU-
II/2004 dan Perkara Nomor 008/PUU-III/2005 pada tanggal 19 Juli 2005
(Putusan MK 2005);
2. Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 pada
tanggal 18 Februari 2015 (Putusan MK 2015).

Langkah hukum dalam mengisi kekosongan hukum akibat pembatalan


UU SDA 2004 berdasarkan Putusan MK 2015. Mahkamah Konstitusi (MK)
memberlakukan kembali UU Pengairan 1974. Tepatnya 16 Oktober 2019
diundangkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya
Air (UU SDA 2019) yang kemudian beberapa ketentuannya dirubah dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK). Hasil
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Perkara Nomor 91/PUU-
XVIII/2020 tentang Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja pada tanggal 25 November 2021 (Putusan MK 2021)

125
menegaskan bahwa UUCK dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan wajib
diperbaiki oleh Pemerintah dalam waktu paling lama 2 tahun sejak diputus
oleh MK. Kedua undang-undang tersebut merupakan awal dari babak baru
pengaturan sumber daya air.

1. Sumber kekayaan alam, khususnya sumber daya air di Indonesia


Indonesia sebagai archipelagic state memiliki sifat fisik wilayah atas
gugusan pulau-pulau yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 konstitusi. Hal itu dapat tergambarkan
melalui kondisi geografi Indonesia dengan 2/3 wilayah yang didominasi unsur
air dan sepertiga lain unsur darat atau tanah yangterdapat di permukaan laut
(air), sehingga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kesatuan siklus air.
Kemampuan sumber daya air sangat dipengaruhi pada laju pertumbuhan
jumlah penduduk yang tidak meratadan tercatat cukup signifikan berkembang
di Indonesia sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Dunia


Negara Jumlah Update Data
China 1,397,897,720 July 2021 est.
India 1,339,330,514 July 2021 est.
United States 334,998,398 July 2021 est.
Indonesia 275,122,131 July 2021 est.
Pakistan 238,181,034 July 2021 est.
Nigeria 219,463,862 July 2021 est.
Brazil 213,445,417 July 2021 est.
Bangladesh 164,098,818 July 2021 est.
Russia 142,320,790 July 2021 est.
Mexico 130,207,371 July 2021 est.
Sumber: Data CIA World Factbook 2021.2

2. Urgensi kebutuhan dan upaya pemenuhan hak rakyat atas air


Kebutuhan air bersih sangat dipengaruhi pada jumlah dan tingkat
kepadatan penduduk yang semakin lama semakin bertambah. Terlebih lagi
asumsi National Intelligence Council-Global Trend 2030 yang memberikan
prediksi dengan population of 8,3 billion 40% more water”. Keberadaan dan
karakteristik air menjadi penentu keberlanjutan kehidupan. Kehidupan dan air

126
merupakan satu kesatuan sehingga perlunya tata kelola air yang rasional dan
ilmiah. Sekitar ±70% dari permukaan bumi adalah air dengan kuantitas 97%
adalah air asin dan 3% adalah air tawar. Berdasarkan siklus hidrologi kuantitas
3% tersebut terbagi-bagi menjadi air es, air tanah, air permukaan dan uap air.
Potensi dan ketersediaan air yang tidak merata di setiap wilayah tercatat secara
keseluruhan mencapai 3.200 Miliar m3/Tahun (dengan lebih dari 5.590 sungai
yang tersebar). Penurunan kualitas dalam hal ini sumber daya air sangat
memprihatinkan. Pasokan air baku semakin hari semakin menurun, langkah
penyadaran masyarakat dan peran dalam memperbaiki kerusakan lingkungan
dan penyelamatan sumber daya airkhususnya air baku untuk rumah tangga,
pertanian dan industri.
Dinamika hukum sumber daya air di Indonesia tersebut di atas
berbanding terbalik dengan tren pengusahaan air yang tumbuh pesat terutama
pada perusahaan air minum dalam kemasan baik dalam produksi skala
nasional maupun ekspansi melalui ekspor. Sekitar 1.032 Perusahaan yang
memproduksi kurang lebih 7.780 produk air minum dalam kemasan.

Tabel 2. Jumlah Produksi Air Minum Dalam Kemasan Tahun 2018-


2020.
Tahun Jumlah

2020 29 Miliar Liter


2019 33 Miliar Liter
2018 30 Miliar Liter
Sumber: Data Kementerian Perindustrian, Republik Indonesia.

Laju pertumbuhan pengusahaan air tersebut tentunya bukan tanpa


potensi pelanggaran hak rakyat atas air, sebagaimana diamanatkan pada oleh
Konstitusi pada Pasal 33 ayat (3). Bahkan pola pengusahaan air yang
diupayakan mengarah pada privatisasi/swastanisasi/komersialisasi sebagai
bagian dari dasar permohonan di dalam pengujiaan UU SDA 2004. Tercatat
kurang lebih 387 Perusahan Daerah Air Minum yang tersebar di Indonesia.
Terdapat penilaian Kementerian PUPR mencatat terdapat 239 PDAM yang
masuk kategori sehat. Sementara itu, sebanyak 96 PDAM kategori kurang sehat

127
dan 52 PDAM kategori sakit. Kinerja tersebut didasarkan pada empat aspek,
yaitu: Keuangan, Pelayanan, Operasional, dan Sumber Daya Manusia. Ini
merupakan refleksi kritis terhadap pelaksanaan Sustainable Development
Goals (SDGs) yang dilakukan Indonesia perlu dioptimalisasi dengan langkah-
langkah yang lebih adaptif dan akomodatif dalam Pilar Pembangunan
Lingkungan Ke enam tentang Air Bersih dan Sanitasi Layak.

Tabel 3. Jumlah PDAM Tahun 2012-2020.


Tahun Jumlah

2020 387 PDAM


2019 380 PDAM
2018 374 PDAM
2017 378 PDAM
2016 371 PDAM
2015 368 PDAM
2014 359 PDAM
2013 350 PDAM
2012 328 PDAM
Sumber: Data Pusdatin Kementerian PUPR, Republik Indonesia.

Hal ini menimbulkan pilihan pada potensi nilai kemandirian pada bangsa
yang lebih tinggi dapat diberikan untuk tujuan yang paling diinginkan oleh
setiap individu dan nilai yang lebih rendah untuk tujuan yang paling tidak
diinginkan oleh setiap individu. Johnson memahami bahwa teori ini
sebenarnya memberikan dasar dari banyaknya teori sosial, termasuk “game
theory”, “rational choice”, “nash equilibrium”, “tit for tat”, “cost-benefit
analysis” dan lainnya.m Lihat Gambar 1.

Higher Values
Rational
Preferences
Lower Values
Individuals

The Highest
Self Interest Overall Utility

Gambar 1. Utility theory dalam pandangan Johnson.

128
Pendekatan Johnson tentunya tidak didasarkan pada utilitarianisme
sosial yang berbasis pada rasionalitas masyarakat, sehingga praktik
komersialisasi dan jaminan perlindungan menjadi sangat bias dancenderung
individualistik. Setidaknya sosial utilitarianisme dalam pandangan Jhering
maupun Pound menintikberatkan pada perspektif sosial sebagai “the best of
interest of the highest overall utility -the purpose of water resources law”. Lihat
Gambar 2

Higher Values
Rational
Preferences
Lower Values
Social

Society The Highest


Interest Overall Utility

Gambar 2. Ilustrasi Social Utilitarianism dalam pandangan Jhering dan Pound.

Kebutuhan pokok minimal yang dimaksud apakah bersifat memberikan


jaminan perlindungan terhadap aksesibilitas hak setiap orang terhadap air
ataukah bersifat memberikan batasan minimal yang dapat dilakukan
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pokok setiap orang (Pasal 6 UU SDA
2019 dan Pasal 53 angka 1 UU CK). Tujuanhukum bagi Jhering pada dasarnya
adalah kemanfaatan. Hal ini bagiJhering merupakan tugas Pemerintah sebagai
institusi yang merepresentasikan kepentingan dan jaminan perlindungan bagi
masyarakat. Sehingga ini merupakan pertemuan teori sosial utilitarianisme
dengan penguasaan negara atas sumber daya air.
Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap pengujian undang-undang
tentang sumber daya air, menegaskan bahwa “negara dalam melaksanakan
memiliki hak penguasaan atas air meliputi kegiatan merumuskan
kebijaksanaan (beleid), melakukan tindakan pengurusan (bestuursdaad),
melakukan pengaturan (regelendaad), melakukan pengelolaan (beheersdaad)
dan melakukan pengawasan (toezichthoudendaad)”. Dasar konstitusionalitas
penguasaan negara secara derivatif melahirkan model alokasi air atau
pemenuhan hak rakyat atas air sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 33 ayat
(3). Makna sumber daya air sebagai res commune dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi Tahun 2015, diilustrasikan pada sejarah masyarakat yang dijajah

129
kemudian mengikatkan diri menjadi bangsa dan membentuk negara. Dalam
pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2015 tersebut menegaskan
“Air merupakan kebutuhan dasar manusia yang dikaruniakan oleh Allah
Subhanahuwata’ala Tuhan yang Maha Esa, sehingga air menjadi hak publik
(res commune), yaitu suatu hak yang dimiliki oleh masyarakat secara bersama-
sama”. Perjuangan tersebut tidak berhenti hanya sampai diproklamasikan
kemerdekaan, akan tetapi perjuangan mempertahankan dan mengisi dalam
sendi kehidupan di “tanah air”, yang tidak dapat disamakan dengan “the
fatherland” maupun “das Vaterland”.
Hal ini dapat merujuk pada stanza kesatu lagu kebangsaan “Indonesia
Raya” hasil penggubah oleh Supratman (1928) danpemaknaan Pasal 25A UUD
NRI Tahun 1945 terhadap tanah dan air atau daratan dan lautan sebagaimana
diatur di dalam Undang-Undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 tentang Perairan
Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan
UNCLOS. Makna kenusantaraan ini atau sering disebut negara kepulauan
“archipelagic state” dimaknai konsep terhubungnya antar daratan dan perairan
yang menyejahterakan rakyat dengan makna “ibu pertiwi” atau dalam stanza
bait kesatu lagu kebangsaan diistilahkan “Pandu Ibuku”, yaitu:
“Stanza 1:
Indonesia Tanah Airkoe Tanah Toempah Darahkoe
Di sanalah Akoe Berdiri Djadi Pandoe Iboekoe IndonesiaKebangsaankoe Bangsa
Dan Tanah Airkoe Marilah
Kita Berseroe Indonesia Bersatoe (...)”.3

Sumber daya air sebagai sumber kesejahteraan sebagaimana istilah “Ibu


Pertiwi” atau “Pandu Ibuku” sebagaimana yang dikenal dalam doktrin “the
Rights of Mother Earth”. Menarik untuk dicermati dan ditelusuri lebih lanjut
terkait hal ini, mengenai sebuah lagu kebangsaan apa hanya sekedar identitas
nasional, lagu [instrumental], ataukah dapat dimaknai sebagai ajaran. Hal ini
yang kemudian menjadi dasar lanjutan dalam memahami teori water
governance di dalam penelitian ini.
Tata kelola air atau water governance (disebut juga pengelolaan sumber
daya air) merupakan refleksi dai nilai kemandirian yang wajib ada pada NKRI.

130
Tata kelola air meliputi perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan,
legislasi dan kelembagaan air, serta peran dan tanggung jawab pemerintah,
masyarakat dan sektor swasta dalam kaitannya dengan sumber daya serta
layanan publik terkait air bersih. Hasil tata kelola sangat tergantung pada
bagaimana pemangku kepentingan bertindak dalam kaitannya dengan aturan
dan peran yang telah diambil atau ditugaskan. Caponera menegaskan bahwa
pentingnya perumusan kebijakan yang mendukung program dan kegiatan
pengembangan sumber daya air. Selanjutnya Caponera menunjukkan bahwa
tujuan dari kebijakan air pada dasarnya untuk mencapai maksimalisasi
manfaat yang berasal dari sumber daya air yang tersedia dan untuk
mempromosikan pengelolaan yang rasional dan berkelanjutan.

3. Fungsi air pada kehidupan dan optimalisasi penguasaan negara


Air memiliki fungsi yang diatur di dalam UU SDA 2019 maupun UU CK,
fungsi tersebut merujuk pada fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi
(Pasal 21). Sehingga pengelolaan sumber daya air diharapkan dapat dilakukan
secara terpadu, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan (Pasal 22).
Pengusahaan air tidak dapat mengesampingkan tujuan air itu sendiri.
Pengaturan air di Indonesia harus “mewujudkan kemanfaatan Air yang
berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” (Pasal 23).
Pergeseran pengaturan air dari pemenuhan hak pembukaan peluang
pengusahaan air perlu dicermati bahwa prinsip utama pengelolaan yang ada
terdapat peran Pemerintah dalam mengatur dan mengawasi (command and
control).
Caponera menegaskan terdapat perbedaan pengaturan baik pada tradisi
sistem “civil law” maupun “common law”. Pada tradisi sistem “civil law”,
pengaturan sumber daya air dapat tertuang di berbagai dokumen hukum
tertulis, seperti: Konstitusi, hukum tanah, hukum perdata, hukum tata ruang,
atau bentuk peraturan lainnya. Air didefinisikan sebagai “public domain” yang
tidak dapat dikategorikan sebagai barang yang menjadi objek kepemilikan
pribadi. Maka, penggunaannya tunduk pada hukum administrasi negara.

131
UU SDA 2019 Pasal 5 memang telah menegaskan Penguasaan Negara
sebagaimana Pasal 33 ayat (3) bahwa “Sumber Daya Air dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Hanya saja
dalam Pasal 6 dipandang tidak sejalan dengan Pasal 5. Pasal 6 menegaskan
bahwa “Negara menjamin hak rakyat atas Air guna memenuhi kebutuhan
pokok minimal sehari-hari bagi kehidupan yang sehat dan bersih dengan
jumlah yang cukup, kualitas yang baik, aman, terjaga keberlangsungannya, dan
terjangkau”. Makna “minimal” ini bertentangan dengan makna “sebesar-
besarnya”. Apa yang dimaknai itu pengusahaan menjadi maksimal sedangkan
pemenuhan hak rakyat atas air menjadi minimal. Ini jelas tidak sejalan dengan
Putusan MK 2015. Terlebih lagi kata “terjangkau” disini merupakan koneksitas
eksplisit pada pergeseran menuju air sebagai komoditas, di mana karakteristik
utamanya yaitu persaingan yang didasarkan pada harga dan kemampuan
untuk mengakses yang tidak adil.
Terlebih Pasal 7 yang mengatur tentang “Sumber Daya Air tidak dapat
dirniliki dan/atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, atau
badan usaha” secara kepemilikan. Akan tetapi secara pendekatan komoditisasi
air telah diproyeksikan pada kepentingan usahaberselimut pelayanan publik
dalam menjaga keberlangsungan Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum
yang dibentuk oleh Pemerintah. Tidak ditujukan pada jaminan konstitusional
yang selama ini menjadi diskursus tentang sumber daya air. Berdasarkan
pembahasan tersebut terdapat beberapa hasil telaahan yang dijadikan
simpulan dan saran pada bagian selanjutnya.

III. PENUTUP
A. Simpulan
Potensi besar kegagalan Indonesia nyata terlihat di dalam UU SDA 2019
dan UU CK dalam menjamin dan menyediakan pemenuhan akses pada air
khususnya untuk kebutuhan hidup rakyat dan kegiatan di bidang pertanian
rakyat dapat terjadi. Terlebih lagi mengingat karakteristik air dalam siklus
hidrologi dan perbedaan karakteristik daerah-daerahnya. Doktrin
“kemakmuran rakyat” bukanlah sebuah lip- services akan tetapi jaminan
konstitusional. Beberapa putusan-putusan yang disampaikan seharusnya
menjadi refleksi kritis pada diskursus yang dikembalikan pada marwah

132
ideologi negara ini. Pentingnya menegaskan konteks yang tepat secara
“prescription” Pasal 33 ayat (3) dengan mengubah prasa “sebesar-besarnya”
menjadi “seluruhnya”. Ataupemaknaan yang dapat ditekankan sebagai suatu
usulan tegas pada rumusan perubahan Pasal 33 ayat (3), yaitu “Bumi, air, udara
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan seluruhnya untuk kemakmuran rakyat”.
B. Saran
Peran Legislator dalam mengimplementasikan setiap kebijakan yang ada
perlu dipastikan pada nilai-nilai luhur yang disinggung dalam pembahasan ini.
Tentunya, kebijakan yang diambil dapat dijadikan sebagai dasar dari
Pemerintah menghilangkan makna “harga terjangkau” dalam aspek
pemenuhan hak rakyat atas air yang tidak dibatasi oleh konstitusi sebagai
kebutuhan minimal sebagaimana diatur di dalam Pasal 8 UU SDA 2019.
Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam
penyelenggaraan sistem penyediaan air minum yang ada bertujuan bukan
hanya pada fungsi pelayanan yang dimaknai fungsi ekonomi, dan
meninggalkan fungsi sosial dan lingkungan itu sendiri.
Peran Perusahaan Air Minum wajib menjamin terhadap alokasi yang
didistribusikan layaknya perlu dipahami sebagai tahapan seseorang
mendapatkan secara cuma-cuma terhadap pemenuhan alamiah kebutuhan
sesuai dengan debit yang akan ditentukan Pemerintah, di mana hal tersebut
perlu diatur dengan cermat dan rasional.
Barulah tahapan selanjutnya kebutuhan penggunaan sumber daya air
untuk kebutuhan usaha di luar alokasi tersebut dipastikan dengan
pembebanan biaya tertentu yang rasional dan memperhatikan biaya
pemulihan lingkungan dan sosial dalam memberikan jaminan kualitas dan
keberadaan air dapat digunakan secara berkelanjutan tanpa merusak
lingkungan. Peran masyarakat wajib mencerminkan kehidupan yang produktif
dan efektif di dalam menggunakan sumber daya air secara bijaksana dalam
mendukung kemandirian bangsa dalam melakukan pengelolaan sumber daya
alam dan meniadakan pola komersialisasi.

133
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku
Assiddiqie, Jimly. Omnibus Law dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Penerbit
Konstitusi Press (Konpress), 2020.
Assiddiqie, Jimly., dan M. Ali Safa’at. Teori Hans Kelsen tentang Hukum.
Jakarta Konstitusi Press, 2012.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Badan Pusat
Statistik (BPS) dan United Nation Population Fund (UNPF). Proyeksi
Penduduk Indonesia (Indonesia Population Projection) 2010-2035. Jakarta: BPS,
2015.
Bappenas. Metadata Indikator Edisi II Pilar Pembangunan Lingkungan Pelaksanaan
Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development
Goals (TPB/SDGs). Jakarta: Kedeputian Bidang Kemaritiman dan Sumber
Daya Alam, 2020. ISBN 978-602-53813-4-8.
Caponera, Dante A. Principles of Water Law and Administration: national and
international. 3rd Edition/ Revised and updated by Marcella Nanni. Boca
Raton: CRC Press/Balkema, 2019.
Diersing, Nancy. Water Quality: Frequently Asked Questions. Florida, Key West:
Florida Brooks National Marine Sanctuary, 2009.
Ehrlich, Paul R. The Population Bomb. New York: Ballantine Books, 1971.
Johnson, John W. United States water law: An introduction. U.S: Taylor
& Francis Group, 2009.
Kelsen, Hans. General Theory of Law and State. New York: Russell and Russell,
1961.
Kelsen, Hans. Pure Theory of Law, Translation from the Second German Edition by
Max Knight. Berkeley: University of California Press, 1967.
Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia. Materi Utama Implementasi
Nilai-Nilai Kebangsaan yang Bersumber Dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Jakarta: Lemhannas R.I., 2020.
Malthus, Thomas Robert. An Essay on the Principle of Population. U.S: Courier
Corporation, 2012.

134
Sanim, Bunasor. Sumber Daya Air dan Kesejahteraan Publik (Suatu Tinjauan
Teoritis dan Kajian Praktis). Bogor: IPB Bogor, 2011.
Shiva, Vandana. Reclaiming the Commons: Biodiversity, Traditional Knowledge,
and the Rights of Mother Earth. U.S: Synergetic Press, 2020.
Silalahi, M. Daud. Pengaturan Hukum Sumber Daya Air dan LingkunganHidup
di Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni, 2008.

2. Artikel Ilmiah
Erdiaw-Kwasie, Michael Odei., Matthew Abunyewah, Joseph Edusei,
Emmanuel Buernor Alimo. “Citizen participation dilemmas in water
governance: An empirical case of Kumasi, Ghana”. World Development
Perspectives. Vol. 20. No. 100242. 2020. (1-9).
https://doi.org/10.1016/j.wdp.2020.100242.
Haris, Darwis. “Implementasi Nilai-Nilai Kebangsaan yang Bersumber dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”. Jurnal Sains, Sosial dan
Humaniora (JSSH). Vol. 1. No. 2. 2021. (33-36).
Harrington, Winston., and Richard D. Morgenstern. “Economic incentives
versus command and control: What’s the best approach for solving
environmental problems?”. Acid in the Environment. Springer, Boston, MA,
2007. (233-240).
Kamala, Izzatin. “Harapan Baru Atas Pengelolaan Sumber Daya Air Terkait
Putusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013”. Jurnal Konstitusi. Vol. 12. No. 3.
September 2015. https://doi.org/10.31078/jk1231.
Kasim, Helmi. “Penegasan Peran Negara Dalam Pemenuhan Hak Warga
Negara Atas Air”. Jurnal Konstitusi. Vol. 12. No. 2. Juni 2015.
https://doi.org/10.31078/jk1228.
Lopez-Ruiz, Samara., Cecilia Tortajada, and Francisco Gonzalez-Gomez. “Isthe
human right to water sufficiently protected in Spain? Affordability and
governance concerns”. Utilities Policy. Vol. 63. No. 101003. 2020. (1-9).
https://doi.org/10.1016/j.jup.2019.101003.
Massicotte, Louis. “Omnibus Bills in Theory and Practice”. Canadian
Parliamentary Review. Vol. 36. No. 1. 2013. (13-17).

135
Oh, Christina., and Gert Tinggaard Svendsen. “Water management policyin
California: The status quo of command-and-control”. International Journal
of Regional Development. Vol. 2. No. 2. 2015.
Porto, Mônica., and Francisco Lobato. “Mechanisms of water management:
command & control and social mechanisms (Parte 1 de 2)”, REGA Revista
de Gestão de Água da América Latina. Vol. 1. No. 2. 2004. (113- 129).
https://sswm.info/sites/default/files/referenceattachments/PORTO%202004
%20command%20co ntrol.pdf.
Rouillard, Josselin., and Jean-Daniel Rinaudo. “From State to user-based water
allocations: An empirical analysis of institutions developed by agricultural
user associations in France”. Agricultural Water Management. Vol. 239. No.
106269. 2020. (1-10).
https://doi.org/10.1016/j.agwat.2020.106269.
Suherman, Agus., Haris Santosa Nugraha. “Nilai-Nilai Kebangsaan Dalam
Lirik Pupuh Untuk Siswa Sekolah Dasar”. JALADRI: Jurnal Ilmiah Program
Studi Bahasa Sunda. Vol. 5. No. 1. 2019. (1-9).
Vandenbergh, Michael P. “The social meaning of environmental command and
control”. Va. Envtl. LJ. Vol. 20. No. 191. 2001. (204-218).

3. Internet
Administrator. “Teguk Kesegaran Airnya, Lindungi Kesehatan
Masyarakatnya”. https://indonesia.go.id/kategori/kuliner/1980/teguk-
kesegaran-airnya-lindu ngi-kesehatan-masyarakatnya. Diakses Pada Tanggal
25 November 2021.
Batavia. “Kualitas Sumber Daya Air Menurun”. http://www.bataviase.co.id.
Diakses Pada Tanggal 17 Maret 2011.
Bayu, Dimas Jarot. “Sebagian Masyarakat Indonesia Minum Air Isi Ulang pada
2020”.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/01/05/sebagian-besar- masyarakat-
indonesia-minum-air-isi-ulang-pada-2020. Diakses Pada Tanggal 21
November 2021.

136
CIA. “Country Comparisons-Population”. https://www.cia.gov/the-world-
factbook/ field/population/country-comparison. Diakses Pada Tanggal 2
Agustus 2021.
Dimyanti, Vien. “Kualitas Air Semakin
Memprihatikan”,http://www.jurnas.com/
news/23602/Kualitas_Air_Makin_Memprihatinkan/101/Sosial_Budaya.
Diakses Pada Tanggal 25 Februari 2013.
Ditjen Cipta Karya. “Kapasitas dan Layanan PDAM”, https://data.pu.go.id/
dataset/kapasitas-dan-layanan-pdam. Diakses Pada Tanggal 25 November
2021.
Elvira, Vina. “Industri AMDK optimistis catatkan pertumbuhan penjualan
hingga 5% di tahun ini”. https://industri.kontan.co.id/news/industri-amdk-
optimistis-catatkan-pertumbuhan-penjualan-hingga-5-di-tahun-ini. Diakses
Pada Tanggal 21 November 2021.
Jayani, Dwi Hadya. “Jumlah PDAM di Indonesia Meningkat Jadi 387
Perusahaan pada 2020”,
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/10/19/jumlah -pdam-di-
indonesia-meningkat-jadi-387-perusahaan-pada-2020. Diakses Pada Tanggal
25 November 2021.
Pranita, Ellyvon. “30 Persen Wilayah Berpotensi Kekeringan Selama Kemarau,
Ini Daftarnya”. https://www.kompas.com/sains/read/2020/06/28/19020072
3/30-persen- wilayah-berpotensi-kekeringan-selama-kemarau-ini-daftarny a.
DiaksesPada Tanggal 28 Juni 2020.
Pranita, Ellyvon. “6 Fakta Kemarau Panjang dan Kekeringan Parah Tahun
2019”, https://sains.kompas.com/read/2019/12/31/200500823/6-fakta- kemarau-
panjang-dan-kekeringan-parah-tahun-2019?page=all. DiaksesPada Tanggal 31
Desember 2019.
Republika. “Kualitas Sumber Daya Air Menurun”. http://www.republika.com.
Diakses Pada Tanggal 25 Februari 2013.
Rizaty, Monavia Ayu. “24,62% Rumah Tangga Papua Masih Konsumsi Air
Minum dari Mata Air Tak Terlindung”.
https://databoks.katadata.co.id/data publish/2021/10/04/2462-rumah-tangga-

137
papua-masih-konsumsi-air-minum -dari-mata-air-tak-terlindung. diaksespada
tanggal 21 November 2021.
Rokom. “7 dari 10 Rumah Tangga Indonesia Konsumsi Air Minum yang
Terkontaminasi”. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/2021
0401/3337402/7-dari-10-rumah-tangga-indonesia-konsumsi-air-minum-ya ng-
terkontaminasi/. Diakses Pada Tanggal 21 November 2021.
Setiaji, Hidayat. “Renungan di Hari Air Sedunia: Indonesia Masih Impor Air”.
https://www.cnbcindonesia.com/news/2021032215113
4-4-231948/renung an-di-hari-air-sedunia-indonesia-masih-impor-air. Diakses Pada
Tanggal 25 November 2021.
Sujatno, Agus. “Ayo! Hemat Air Bersih Di Rumah”.http://inspektorat.kemenpera.
go.id/index.php/baca/artikel/31/ayo-hemat-air- bersih-di-rumah. Diunduh Pada
Tanggal 28 April 2014.

4. Perundang-undangan
Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Hasil
Amandemen, UUD NRI Tahun 1945.
. Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, UU No. 24 Tahun 2003,
LNNo. 98 Tahun 2003, TLN No. 4316.
. Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,
sertaLagu Kebangsaan, UU No. 24 Tahun 2009, LN No. 109 Tahun 2009
. Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun2003 tentang Mahkamah Konstitusi, UU No. 8 Tahun 2011, LN No.
70
Tahun 2011, TLN No. 5226.
. Undang-Undang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, UU No. 4
Tahun 2014, LN No. 5 Tahun 2011, TLN No. 5456.
. Undang-Undang Sumber Daya Air, UU No. 17 Tahun 2019, LN No.
190 Tahun 2019, TLN No. 6405.

138
. Undang-Undang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, UU No. 7 Tahun 2020, LN No.
216 Tahun 2020, TLN No. 6554.
. Undang-Undang Cipta Kerja, UU No. 11 Tahun 2020, LN No.
245 Tahun 2020, TLN No. 6573.
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Perkara Nomor 91/PUU-
XVIII/2020 tentang Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja pada tanggal 25 November2021.
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Perkara Nomor 73/PUU-
XVIII/2020 tentang Judicial Review atas Undang-UndangNomor 17 Tahun
2019 tentang Sumber Daya Air pada tanggal 26 Oktober 2020.
Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 tentangJudicial
Review atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air Tanggal 18 Februari 2015.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan Mahkamah Konstitus
Perkara Nomor 058 -059-060-063/PUU-II/2004 Perkara Nomor 008/PUU-
III/2005.

139
140
BAB XVIII

IMPLEMENTASI NILAI KEMANDIRIAN DALAM


MEMBANGUN KEPERCAYAAN DIRI BANGSA

*Salju Sanuddin

I. PENDAHULUAN

erkembangan zaman yang diwarnai oleh arus globalisasi akanmemberi


P pengaruh yang signifikan terhadap berbagai aspek dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal yang sangat jelas terlihat saat ini
pada generasi millenal yang berada pada era digital ialah semakin lemahnya
karakter dan kepribadian yang merupakan simbol dari jati diri bangsa
Indonesia.
Berbagai permasalahan kemudian muncul, mulai dari kurangnya
pemahaman dan penghayatan masyarakat dan bangsa Indonesia terhadap
nilai- nilai pancasila sebagai pandangan hidup bangsa; tumpang tindihnya
kebijakan dan minimnya perangkat dalam merealisasikan nila- nilai
kebangsaan dalam masyarakat; terjadi pergeseran nilai-nilai moral dan etika;
awam terhadap nilai- nilai budaya; muncul berbagai ancaman terhadap
disintegrasi bangsa; dan yang tidak kalah meresahkan ialah nilaikemandirian
bangsa yang semakin hari semakin melemah (Triana & Iskatriah, 2021).
Faktor-faktor pemicu sebagai alasan hadirnya permasalahan di atas ialah
karena masyarakat terlalu mudah percaya akan hal-hal yang merupakan
tindakan penyimpangan terhadap nilai-nilai dasar, yakni Pancasila dan UUD
1945. Selain itu, adanya pengaruh ideolgi besar di dunia yang semakin hari
mampu mempengaruhi pandangan masyarakat tentang nila-nilai pancasila,
dan seolah- olah pemerintah ragu mengambil kebijakan dalam upaya
mensosialisasikan kekuatan falsafah hidup bangsa Indonesia. Sebenarnya,
bangsa Indonesia mampu mengatasi masalah lemahnya karakter dan
kepribadian yang menjadi pemicu disintegrasi bangsa yang lama kelamaan
akan mengarah pada ancaman Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

141
Masyarakat Indonesia bisa memulai dengan memperkuat nilai kemandirian
bangsa.
Nilai kemandirian bukan hal baru bagi bangsa Indonesia. Pidato Bung
Tomo yang mencetuskan semboyan “Merdeka atau Mati” merupakan cikal
bakal perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Kalimat
“Merdeka atau Mati” memiliki makna yang sangat mendalam yang jika kita
tafsirkan dengan berfokus pada nilai kemandirian maka sesungguhnya
keinginan para pahlawan Indonesia sejak zaman dahulu ialah bagaimana
bangsa indonesia dapat menjaga kedaulatan negara tercinta dalam bingkai
NKRI tanpa bantuan bangsa lain, karena sesungguhnya kemerdekaan itu bukan
pemberian tetapi usaha mandiri dari seluruh rakyat Indonesia.
Kurangnya nilai kemandirian bangsa tentu saja akan berdampak pada
arus kehidupan bangsa saat ini dan masa yang akan datang. Mulai dari utang
luar negeri Indonesia yang saat ini masih berkisar Rp. 6.000 Triliun (Santia,
2022) sampai kepada warisan nilai-nilai budaya yang sudah berani diklaim
oleh bangsa lain.
Utang luar negeri Indonesia yang kisarannya sangat fantastis merupakan
warisan tanggungjawab kepada anak cucu ke depan. Jumlah yang entah kapan
akan terlunaskan seolah olah menjadi hal biasa bagi masyarakat Indonesia saat
ini. Disadari atau tidak bahwa sesungguhnya bangsa ini sudah begitu nyaman
untuk terus bergantung kepada bangsa lain. Sama halnya dengan aspek
ekonomi, aspek budaya juga mulai tergerogoti secara perlahan namun pasti.
Kecenderungan para kaum muda untuk terus mengadopsi nilai-nilai budaya
baik itu tarian, nyanyian, dan lain-lain menyebabkan mereka lupa akan budaya
sendiri. Pelestarian budaya yang tidak konsisten menyebabkan peluang besar
bagi bangsa lain untuk mengklaim nilai-nilai budaya tersebut. Sebut saja
Malaysia, yang saat ini hendak mengklaim 14 warisan budaya Indonesia. Mulai
dari reog, pencak silat, wayang kulit, lagu Rasa Sayange, Tari Pendet, Rendang,
Tari Piring, Tari Tor-Tor, Angklung, batik, Lunpia, alat musik Godang
Sambilan, Beras Adan, dan Kuda Lumping (Detikcom, 2022). Melihat kondisi
yang miris tersebut, maka tentu saja kita tidak dapat menganggap remeh dan
menutup mata karena sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap nasib
bangsa saat ini dan pada masa yang akan datang. Tindakan nyata untuk

142
penerapan nilai kemandirian bangsa perlu dilakukan saat ini juga.

II. PEMBAHASAN
A. Nilai Kemandirian dalam Bingkai NKRI
Nilai menurut Steeman (dalam Adisusilo, 2013:56) merupakan sesuatu
yang bermakna dalam hidup, pemberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Nilai
adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai
tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai senantiasa
terkait akan pola pikir dan tindakan, sehingga terdapat korelasi yang sangat
erat antara nilai dan etika (Sutarjo, 2013).
Selanjutnya menurut Brawer bahwa kemandirian adalah perilaku yang
terdapat pada diri seseorang, muncul karena adanya dorongan dari dalam
dirinya sendiri, bukan karena pengaruh orang lain (Brawer, 2009).
Konsep kemandirian secara umum dapat mengarah pada suatu kondisi
yang secara emosional mampu berdiri di kaki sendiri dan tidak bergantung
kepada pihak lain. Hal tersebut terjadi karena kemampuan dalam mengurus
diri sendiri, menyelesaikan masalahnya sendiri, dan menentukan
keputusannya sendiri (Haris, 2021).
Berbagai makna dari nilai kemandirian di atas, jika dikaitkan dengan
Negara Kesatuan Republik Indonesia akan menghasilkan Kemandirian bangsa
dalam wujud kekuasaan untuk menentukan arah dan nasibkehidupan bangsa
dan negaranya tanpa bergantung kepada pihak lain. Meskipun tidak dapat
dipungkiri, kerjasama dengan negara lain memang tetap diperlukan tetapi
Indonesia bukan hanya bersifat pasif dan hanya bergantung kepada negara lain
tetapi aktif dan saling ketergantungan.
Indonesia tidak boleh terlena dengan potensi yang dimilikinya saat ini.
Luas wilayah, kekayaan alam yang melimpah, sampai pada jumlah penduduk
yang begitu padat. Segala yang dimiliki saat ini tidak menjadi jaminan akan
keberlangsungan masa depan bangsa yang lebih baik. Dikatakan demikian
karena jika yang menjadi tolak ukur potensi-potensi tersebut di atas, tentu saja
Indonesia saat ini tidak memiliki hutang luar negeri yang cukup fantastis
nilainya.
Langkah kongkret yang dapat dilakukan saat ini ialah bagaimana

143
menanamkan nilai kemandirian dalam diri setiap masyarakat. Bukan hanya
sampai disitu, nilai kemandirian bangsa harus mampu tercermin dalam setiap
aspek kehidupan masyarakat dan dilakukan secara konsisten sehingga
memberi hasil yang maksimal dalam mewujudkan cita-cita nasional yang
terkandung dalam UUD 1945 yaitu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil, dan makmur.

B. Kepercayaan Diri Bangsa


Kepercayaan diri bangsa bukanlah suatu hal yang muncul dengan
sendirinya. Perlu ada upaya dan tekad yang kuat untuk mewujudkannya.
Membangun kepercayaan diri bangsa tentu saja sangat erat kaitan dengan nilai
kemandirian itu sendiri.
Prinsip dasar implementasinya dapat diawali dengan menciptakan
kondisi emosional yang mampu mengendalikan diri sendiri untuk yakin dan
percaya akan kekuatan sendiri dan tidak bergantung serta dipengaruhi pihak
lain.
Pembenahan berbagai faktor utama kemandirian yang mendukung
terciptanya kepercayaan diri bangsa dimulai dari peningkatan Sumber Daya
Manusia (SDM) berupa kemampuan daya saing kualitatif dan kompetetitif,
dapat dilihat dari inovasi yang dihasilkan oleh masyarakat yang mampu
bersaing dengan produk luar negeri, tersedianya lapangan kerja yang memadai
sehingga kesempatan kerja lebih besar, kemampuan penguasan terhadap ilmu
pengetahuan dan teknologi, pengembangan jiwa kewirausahaan
(enterpreneurship) serta yang tidak kalah pentingnya adalah peran serta para
pemuda dalam pembangunan bangsa mandiri.
Dalam bidang ekonomi, peningkatan kualitas pasar lokal, pengelolaan
sumber daya alam dan energi yang efektif, efisien dan berkelanjutan,
pengelolaan pangan yang efektif yang tetap mengutamakan kebutuhan lokal,
menggunakan produk dalam negeri sehingga pendapatan negara meningkat.
Dalam bidang pendidikan, upaya yang dapat dilakukan untuk menghasilkan
kepercayaan diri bangsa berbekal nilai kemandirian ialah dengan penerapan
pendidikan berwawasan kebangsaan yang tersistematis mulai dari dari pra
sekolah sampai ke perguruan tinggi. Pendidikan berwawasan kebangsaan
bukan hanya berfokus pada pendidikan formal, tetapi kepada seluruh

144
komponen bangsa termasuk pendidikan informal dan non formal sehingga
akan menghasilkan masyarakat yang tangguh dan memiliki semangat
nasionalisme sebagai bukti kecintaannya kepada tanah air dan bangsa. Dalam
bidang sosial budaya, lebih cinta kepada warisan budaya daripada cenderung
mengadopsi produk luar negeri. Menumbuhkan minat dan bakat kaum muda
terhadap produk budaya lokal dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah
satunya dengan rutin mengadakan sosialisasi kepada masyarakat sebagai
wadah pengenalan tarian, lagu, makanan, dan hal-hal lain yang termasuk
dalam warisan budaya. Selain itu, agar lebih menarik dapat diadakan lomba
yang dilakukan antar desa, kecamatan, instansi pemerintah, instansi
pendidikan, dan di setiap lini kerja agar masyarakat tidak awam dengan
budaya sendiri.
Pada akhirnya, nilai kemandirian memang tidak dapat terlepas dari
kepercayaan diri bangsa karena nilai kemandirian akan membawa masyarakat
indonesia untuk lebih yakin dan percaya akan kemampuannya sendiri.
Bangsa Indonesia yang mandiri akan senantiasa berbenah sesuai dengan apa
yang dibutuhkan oleh masyarakatnya. Masrakat Indonesia yang percaya diri
akan mampu mengantar negaranyamenjadi bangsa yang mandiri.

III. PENUTUP
A. Simpulan
1. Nilai kemandirian dalam kaitannya dengan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) akan menghasilkan kemandirian bangsa dalam wujud
kekuasaan untuk menentukan arah dan nasib kehidupan bangsa dan
negaranya tanpa bergantung kepada pihak lain.
2. Nilai kemandirian pada kenyataannya memiliki keterkaitan yang erat
dengan kepercayaan diri bangsa karena nilai kemandirian inilah yang
nantinyan akan membawa masyarakat indonesia untuk lebih yakin dan
percaya akan kemampuannya sendiri.

B. Saran
1. Diperlukan komitmen bersama untuk menerapkan nilai kemandirian
dalam diri setiap masyarakat. Bukan hanya sekedar tekad yang kuat,

145
tetapi juga implementasi nilai kemandirian dalam setiap aspek kehidupan
juga sangat dibutuhkan agar kepercayaan diri bangsa dapat terwujud
2. Bangsa Indonesia yang mandiri harusnya senantiasa berbenah sesuai
dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakatnya sehingga masyarakat
Indonesia tumbuh menjadi pribadi yang memilikikepercayaan diri tinggi
karena pada akhirnya ia akan mampu mengantar negaranya menjadi
bangsa yang mandiri.

146
DAFTAR PUSTAKA

Brawer, F. . (2009). Human Intelligence its Nature and Assesment. Harper & Row
Publisher.
Detikcom, T. (2022, April 6). Reog hingga Rendang, Ini 14 Warisan Budaya RI Mau
Diakui Malaysia. https://news.detik.com/berita/d-6019917/reog- hingga-
rendang-ini-14-warisan-budaya-ri-mau-diakui-malaysia
Haris, D. (2021). Implementasi Nilai-Nilai Kebangsaan yang Bersumber dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). JURNAL SAINS, SOSIAL
DAN HUMANIORA (JSSH), 1(2), 33–36.
Santia, T. (2022). Utang Luar Negeri Indonesia Turun, Tapi Masih di KisaranRp
6.000 Triliun. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4966095/utang-luar-
negeri-indonesia-turun-tapi-masih-di-kisaran-rp-6000-triliun
Sutarjo, A. (2013). Pembelajaran Nilai Karakter Konstruksi dan VCT Sebagai Inovasi
Pendekatan Pembelajaran Afektif. PT Raja grafindo Persada.
Triana, I. D. S., & Iskatriah, I. (2021). Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Di
Dalam Menciptakan Pendidikan Karakter Yang Kuat Bagi Bangsa
Indonesia Dalam Tatanan Hukum Nasional. Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan Undiksha, 9(2), 356–567.
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPP/article/view/34138

147
148
BAB XIX
INTERNALISASI NILAI KEMANDIRIAN
PADA ANAK USIA DINI INDONESIA

*Betti Nuraini

I. PENDAHULUAN

enurut Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003, Pendidikan Anak


M Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun, yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut . Usia dini merupakan masa yang sangat penting bagi anak untuk
mendapatkan perkembangan yang tepat, pemberian stimulasi oleh
lingkungan sekitar anak sangat berpengaruh besar untuk kehidupan masa
depannya.
Saat ini masih banyak kita temui anak usia dini bahkan orang dewasayang
tidak memiliki jiwa mandiri, dan ini kelak akan membuat sulit hidupnya,
karena anak akan tergantung kepada orang lain dalam menjalani
kehidupannya. Dalam hal ini tentu ada latarbelakang yang menjadi
penyebabnya, dimana nilai-nilai kemandirian belum di internalisasikan sedini
mungkin kepada anak. Mengingat kemandirian akan banyak memberikan
dampak positip bagi perkembangan anak, maka sudah seharusnya nilai
kemandirian dapat di internalisasikan kepada anak sedini mungkin. Menurut
Puspita Sari “internalisasi adalah penanaman prilaku, sikap, dan nilai dalam
diri seseorang”, yang didapatkan melalui proses pembinaan, pembelajaran,
dan bimbingan, melalui internalisasi seseorang diharapkan dapat menerapkan
prilaku, sikap dan nilai yang sudah ditanamkan tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Sedangkan pengertian kemandirian dapat diartikan dengan “hal
atau keadaan seseorang dapat berdiri sendiri atau tidak tergantung kepada
orang lain”.

149
Anak yang tidak mandiri kelak dewasa akan menjadi beban bagi
keluarganya, bagi masyarakat dan bahkan bagi Negara, sebaliknya anak yang
memiliki sifat mandiri akan tumbuh menjadi anak yang kuat, dapat mengambil
keputusan sendiri, dan memiliki rasa percaya diri yang akan mengokohkan
Negara.
Kemandirian merupakan kemampuan untuk mengarahkan dan
mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak, dan tidak
bergantung pada orang lain. Menurut Desmita “Kemandirian merupakan
kemampuan individu untuk mampu mengendalikan dan mengatur pikiran,
perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk
mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan . Internalisasi nilai
kemandirian pada anak sejak usia dini harus menjadi tanggung jawab bersama
antara orang tua, satuan pendidikan dan masyarakat (Tri Pusat Pendidikan).
Kemandirian pada anak usia dini memiliki beberapa ciri, sepertipendapat
dari Nurhayani dalam Amin et al., menjelaskan bahwa ciri- ciri kemandirian
anak terdiri dari (1) Anak mampu makan dan minum sendiri, (2) Anak mampu
memakai sepatu sendiri, (3) Anak mampumenyisir rambut sendiri, (4) Anak
mampu bertanggung jawab dengan apa yang ia sukai. Pendapat lain mengenai
ciri-ciri kemandirian anak pada usia prasekolah dikemukan oleh Kartono
dalam Anggraeni, terdiri dari (1) Anak dapat makan dan minum sendiri, (2)
Anak mampu memakai pakaian dan sepatu sendiri, (3) Anak mampu
merawat dirinya sendiri dalam hal mencuci muka, (4) Anak mampu menyisir
rambut, sikat gigi, dan (5) Anak mampu menggunakan toilet.
Secara sederhana kemandirian pada anak merupakan kemampuan untuk
melakukan aktivitas atau tugas harian secara sendiri atau dengan sedikit
bimbingan sesuai dengan tahap perkembangan dan kemampuan anak. Anak
harus memiliki kemandirian, karena hal ini berkaitan dengan kepercayaan diri
anak dan juga mempersiapkan anak-anak yang agar tangguh menghadapi
berbagai hal dalam kekehidupannya agar anak- anak Indonesia tumbuh
menjadi anak yang kuat.
Menurut Pusat Penguatan Karakter berkerjasama dengan Seameo Ceccep
tahun 2022 , terdapat enam elemen dimensi Madiri bagi anak usia dini:
• Elemen Pertama adalah mengenali diri. Sejak anak usia dini orang tua

150
(keluarga) dan Guru harus membantu anak mengenal dirinya sendiri,
menyadari bahwa anak berbeda, dengan segala ciri khasnya. Salah satu
cara agar anak bisa mengenali diri adalah mengetahui minatnya sejak
dini. Jika minat anak dapat digali, potensi anakpun akan ditemukan.
Anak-anak juga diharapkan mengenali keunikan minatnya, walaupun
berbeda dengan teman-temannya atau saudaranya. Kita bisa mengenali
minat anak-anak dari kegiatan yang mereka senangi, misalnya minat
anak tentang seni, gerak, bahasa, berhitung, alam, hal-hal keagamaan
dan lain sebagainya.
• Elemen Kedua adalah Regulasi Emosi. Dalam meregulasi emosi, anak
dituntun untuk mengenali emosi yang dirasakannya ataupun emosi
orang lain dan juga kemampuan anak untuk mengkomunikasikan emosi
yang dirasakannya, dimana anak diharapkan mampu mengekspresikan
emosi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.
• Elemen Ketiga adalah Inisiatif. Inisiatif anak merupakan kemampuan
anak dalam memulai sesuatu. Anak dengan inisiatif yang baik akan
secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran atau kegiatan sehari-hari
tanpa harus ada orang tua ataupun guru sebagai pemberi intruksi. Anak
juga memiliki target dan mampu memonitor progress, perencanaan, dan
perilaku untuk mencapai target tertentu.
• Elemen Keempat adalah Refleksi Diri. Refleksi diri merupakan
kemampuan anak-anak menilai apakah yang mereka alami berhasil,
sehingga membawa kebahagiaan atau justru mereka merasa tidak
mencapai sesuatu sesuai harapan, sehingga mereka merasa sedih,
penting sekali anak-anak mengetahui penyebab mereka tidak bisa
mencapai sesuatu seperti yang diharapkan, sehingga anak-anak bisa
memperbaikinya dimasa mendatang.
• Elemen Kelima adalah Disiplin. Disiplin merupakan ketaatan dalam
mengikuti segala aturan yang berlaku dilingkungannya. Disiplin juga
dapat berarti konsisten dalam usaha mencapai cita-cita atau tujuan.
• Elemen keenam adalah Resiliensi Diri. Resiliensi diri merupakan
kemampuan anak untuk bisa beradaptasi dan bangkit dengan baik,
dalammenghadapi tantangan dan kesulitan hidup. Anak yang memiliki

151
resiliensi disebut juga sebagai anak yang tangguh, tidak mudah
menyerah, dan bisa bangkit kembali saat menemui kesulitan dan
tantangan dalam kehidupannya.

Keenam elemen ini harus hadir bersama-sama dalam kehidupan anak,


dan di implementasikan melalui kegiatan sehari-hari, baik ketika anak di
rumah, disekolah maupun ketika anak membaur bersama masyarakat sekitar,
agar anak tumbuh dan berkembang menjadi anak yang tangguh, kuat
menghadapi berbagai hal dalam kekehidupannya, jika anak-anak Indonesia
tumbuh menjadi anak yang kuat, Indonesia Hebat.
Elemen kunci dari kemandirian anak adalah kesadaran diri dan situasi
yang dihadapi serta regulasi diri, dimulai sejak anak mengenali dirinya,
meregulasi emosi, memiliki inisiatif, mampu merefleksi diri, disiplin dan
Resiliensi dirinya. Dukungan yang diberikan orang tua (keluarga), guru dan
masyarakat sekitannya dalam memberikan anak stimulasi yang tepat
merupakan peran yang sangat penting pada perkembangan kemandirian anak.
Anak yang memiliki sifat mandiriakan tumbuh menjadi anak yang kuat, dapat
mengambil keputusan sendiri, dan memiliki rasa percaya diri, dengan
kepercayaan diri, akan mempersiapkan anak-anak menjadi anak yang tangguh
menghadapi berbagai hal dalam kekehidupannya, agar anak-anak Indonesia
tumbuh menjadi anak yang kuat. Anak kuat, Indonesia Hebat.
Akhirnya dapat disarikan bahwa Internalisasi nilai kemandirian pada
anak usia dini harus ditanamkan pada anak sedini mungkin, agar anak tumbuh
menjadi anak yang tangguh. Penanaman nilai kemandirian pada anak harus
dilakukan secara sinergis antara orang tua (keluarga), satuan pendidikan dan
masyarakat. Kunci perubahan adalah pembekalan pada anak yang dimulai
sedini mungkin, karena anak usia dini adalah kesempatan kita untuk membuat
perubahan dimasa depan.

152
DAFTAR PUSTAKA

Amin, M., Kristiana, D., & Fadlillah, M. (2020). Pengaruh Kelekatan Aman Anak
pada Ibu terhadap Kemandirian Anak Usia 5-6 Tahun. Jurnal Obsesi :
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1), 127.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v5i1.504
Anggraeni, A. D. (2017). Kompetensi Kepribadian Guru Membentuk
Kemandirian Anak Usia Dini (Studi Kasus di TK Mutiara, Tapos Depok).
AWLADY : Jurnal Pendidikan Anak, 3(2), 28.
https://doi.org/10.24235/awlady.v3i2.1529
Desmita. (2012). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya
https://www.kompasiana.com/imamsubqi/56443c658923bd6e07dbe2e4/in
ternalisasi-nilai-kemandirian-dalam-pendidikan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus versi online/daring (dalam
jaringan).
Panduan Dimensi Mandiri, Oleh Pusat Penguatan Karakter
berkerjasamadengan Seameo Ceccep tahun 2022.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.

153
154
BAB XX

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN DALAM


MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI

*Rofikatul Karimah

I. PENDAHULUAN

enurut Dimyati Huda (2009) Indonesia terdiri dari lebih 13.000pulau


M yang tersebar dengan kemajemukannya. Perbedaan etnis,
kepercayaan, budaya dan Agama adalah sebuah realitas yang tidak bisa
dipungkiri. Agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Budha, Hindu adalah
Agama yang diakui di Indonesia untuk diyaqini oleh para umatnya. Dilihat
dari kondisi yang berbeda – beda tersebut jika tidak dapat
mengimplementasikan nilai-nilai kebangsaan akan menyimpan potensi konflik
yang tinggi.
Semua Agama mengajarkan kebenaran dan kebaikan serta melarang
kerusakan dan kekerasan untuk hidup berdampingan dalam kebersamaan
yang damai. Namun masih banyaknya orang yang sering memahami sempit
terhadap kebenaran agama, sehingga potensi konflik sangat tinggi yang
muncul di masyarakat dan berakibat bencana yang mengancam Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pada tahun 1999 kota Ternate terjadi kehancuran tatanan sosial yang
berakibat dari konflik sosial dan dilandasi oleh nuansa Agama, para pengungsi
kehilangan harta benda sanak saudara dan rumah tempat tinggalnya, bahkan
munculnya trauma yang berkepanjangan bagi para korban, Di lain tempat pada
tahun 2001 tepatnya pada tanggal 18 Februarikonflik sosial terjadi juga antara
etnik Dayak dan Madura. Kemudian pada tanggal 12 Oktober tahun 2002
peledakan bom di Kuta Bali yang mengakibatkan ratusan sarana publik hancur
sebagaimana yang di lansir.
Marian Bali Post 24 Juli 2004 tidak kurang dari 450 gedung atau bangunan

155
menjadi korban selain meninggalnya 202 orang yang 188 adalah warga Asing
sedangkan yang mengalami luka-luka 519 orang akibat bom yangmeluluh
lantahkan roda perekonomian di Bali. Selain itu pada bulan Juli dan Agustus
2004 telah terjadi konflik di Ambon yang dipicu oleh keyakinan Kristen dan
Islam akibat isu yang muncul akan datangnyalaskar jihad di kota Ambon yang
akan memerangi umat Kristen. Penganut agama dapatmembuka dialog lintas
agama dengan misi kalimatun sawa dan kualitas menyelesaikan segala
persoalan bangsa untuk mengarahkan umat mempunyai sikap kearifan guna
mewujudkan bangsa yang utuh dan maju di tengah keragaman hidup
berbangsa dan mempunyai pola fikir serta prasangka positif guna mencapai
harmonisasi demi keutuhan bangsa dan Negara.
Tradisi mendahulukan rasa memiliki negara, saling menghormati dan
bekerja sama serta saling terbuka, mampu mengiringi dan mengendalikan
global civilization dalam “shooting a moving target”. Nasionalisme
berlandaskan faham kebangsaan menuju kekeluargaan bangsa dan rasa
kemanusiaan, keragaman dan mempunyai komitmen yang tinggi dalam
mengokohkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berkaitan dengan hal
tersebut di atas penulis memaparkan esai dengan judul “Implementasi Nilai-
Nilai Kebangsaan dalam Mewujudkan Masyarakat Madani”.

II. PEMBAHASAN
A. Moderasi Beragama Meningkatkan Implementasi Nilai-nilai
Kebangsaan
Moderasi beragama adalah cara pandang sikap dan praktik beragama
dalam kehidupan bersama di masyarakat dengan cara mengejawantahkan
esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun
kemaslakhatan umum berlandaskan prinsip adil berimbang dan mentaati
konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa. Moderasi beragama dalam
kehidupan yang beragam merupakan bentuk implementasi nilai-nilai
kebangsaan. Perubahan nilai dan budaya dalam kehidupan sosial masih
merupakan perhatian bagi banyak ahli sosial terlebih pada era 4.0 bahwa
kecepatan dan kompleksitas perubahan sosial dalam masyarakat industry
modern. Perubahan sosial sebenarnya dapat terjadi secara cepat atupun lambat

156
tergantung pada lingkungan dan situasi maupun faktor yang berkaitan yang
dapat terjadi pada tingkatan individu, keluarga,organisasi,institusi, komunitas,
masyarakat kebudayaan peradaban bahkan tingkat dunia.
Francis Fukuyama (1999) menyatakan order sosial demikian juga
dibangun secara spontan dan rasional oleh publik. Justru nilai spontan rasional
yang merupakan salah satu elemen kapital sosial inilah yang menyebabkan
modernisasi dan demokratisasi negara-negara modern di dunia dapat lebih
cepat dibanding yang lain. Saat ini kita telah memasuki sebuah periode
kesadaran baru, bahwa ciri utama interaksi peradaban masyarakat moderen
tidak hanya ditentukan oleh order yang bersifatpublik, formal, dan bercorak
legal tetapi lebih dari itu juga ditentukan oleh peran yang sifatnya dapat
dinegosiasikan (negotiable), bersifat labil, kontur-kontur yang bersifat sangat
privat, yang disebut sebagai nilai-nilai informal sebagaimana pernyataan
Adam B. Seligman (1998).
Perubahan sosial memandang penting pada perubahan struktural dalam
hubungan organisasi dan ikatan antara unsure-unsur masyarakat yang
meliputi:
1. Perubahan sosial adalah transformasi dalam organisasi masyarakat dalam
pola berfikir dan dalam berperilaku pada waktu tertentu.
2. Perubahan sosial adalah modifikasi atau transformasi dalam
pengorganisasian masyarakat.
3. Perubahan sosial mengacu pada variasi hubungan antara individu,
kelompok, organisasi kultur dan masyarakat pada waktu tertentu.
Perubahan sosial adalah perubahan pola perilaku hubungan sosial,
lembaga dan struktur sosial pada waktutertentu.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bertanah air


Indonesia tentunya harus mengedepankan nilai moralitas serta menjadikan
moral sebagai factor utama yang menyinari sikap, perbuatan, perilaku baik
setiap individu, system swasta maupun pemerintah (Thoha:2003). Terciptanya
suatu keseimbangan atau kegoncangan, konsensusatau pertikaian, harmoni
atau perselisihan, kerjasama atau konflik, damai atau perang kemakmuran
atau krisis berasal dari sifat salingmempengaruhi dalam masyarakat. Untuk

157
hal tersebut maka perlu pemahaman moderasi beragama dalam
mengimplementasikan nilai-nilai kebangsaan secara menyeluruh di kalangan
masyarakat dalambernegara. Dengan pemahaman moderasi beragama akan
meningkatkan nilai kebangsaan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

B. Implementasi Nilai-nilai Kebangsaan Mewujudkan Masyarakat


Madani
Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia terancam karena
keberagaman masyarakat Indonesia yang tidak mengimplementasikan nilai-
nilai kebangsaan, adanya kesenjangan sosial masyarakat yang sangat tajam,
peningkatan faham etnosentrisme, sparatisme, intoleransi, radikalisme dan
terorisme. Untuk hal tersebut perlunya pemahaman moderasi beragama dalam
mewujudkan masyarakat madani yaitu masyarakat yang beradap dalam
membangun dan memaknai kehidupan.
Masyarakat beradab adalah masyarakat madani sebuah system social
yang subur yang berdasar pada prinsip moral serta dapat menjamin
keseimbangan antara kesetabilan masyarakat dan kebebasan individunya.
Masyarakat madani identik dengan civil society yaitu masyarakat yang
memiliki adab atau budaya dan mampu melahirkan kebudayaan yang
bersumber dari konsensus kebangsaan yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika,
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan UUD 1945.
Berkaitan dengan kebudayaan Soenarto (2003) menyampaikan bahwa
kebudayaan adalah hasil budi daya atau pengejawantahan pikiran dan
perasaan manusia sebagai makhluq sosial baik yang bersifat tangible maupun
yang intangible dan kebudayaan yang berkepribadian merupakan landasan
dalam membangun kehidupan berbagsa dan bernegara. Dengan
mengimplementasikan nilai – nilai kebangsaan yaitu sadar bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa majemuk yang terdiri dari perbedaan suku, adat,
bahasa, budaya, dan agama yang diikat dengan tujuan bersama dalam tata
hubungan masyarakat melalui kearifan local dan adanya perbedaan dapat
disinergikan untuk saling menguatkan demi kokohnya Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

158
III. PENUTUP
A. Simpulan
Penulis menyimpulkan bahwa dengan memiliki pemahaman moderasi
beragama maka akan dapat meningkatkan implementasi nilai- nilai
kebangsaan dan dengan mengimplementasikan nilai- nilai kebangsaan maka
masyarakat madani dapat terwujud di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B. Saran
Pemahaman moderasi beragama dalam meningkatkan implemetasinilai-
nilai kebangsaan untuk mewujudkan masyarakat madani harus
ditumbuhkembangkan dalam membentuk karakter anak bangsa dan
memberikan pemantapan nilai-nilai kebangsaan kepada generasi penerus serta
memasukan kedalam kurikulum pembelajatan baik dari pendidikan anak usia
dini maupun kepada mahasiswa dan masyarakat umum.

159
DAFTAR PUSTAKA

Adam B. Seligman. 1998. Between Public and Private: Towards a Sociology of


Civil Society dalam Robert W. Hefner (eds), 1998, Democratic Civility :
The History and Cross-Cultural Possibility of a Modern Political Ideal,
Transaction Publishers, New Brunswick (USA).
Fukuyama, Francis. 1999. The Great Discription : Human nature and the
Reconstitution of Social Order, Free Press Paperback Book. Simon and
Schuster. New York.
Huda, Dimyati, M,. 2009. Pluralisme dalam Beragama. STAIN KediriPress.
Kediri.
Soenarto. 2003. Euforia Reformasi Revolusi Pergulatan Ideologi dalam
Kehidupan Berbangsa, Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.

160
BAB XXI

IMPLEMENTASI NILAI KESATUAN WILAYAH, PERSATUAN


BANGSA DAN KEMANDIRIAN GUNA MENGOKOHKAN
KEPERCAYAAN DIRI BANGSA DI ERA METAVERSE

*Budi Pramono; Abdul Ghofur; Ahadad; Andriyana; Dyah Rembulansari;


Farizal Jumianto; Hasanuddin Lauda; Putra Perdana Ahmad Saifulloh; Nani
Kusmiyati; Octavianus Nathanael; Pamungkas Satya Putra; Zico Junius
Fernando; Ahmadyani Lewer; Astri Oktina Budiant; Betti Nuraini;Faisal
Rahman; Riski Andrian Jasmi; Rofikatul Karimah; Salju; Sukatmi; Yoerry
Prasasetya Noviantoro

I. PENDAHULUAN

egara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terdiri dari darat,laut


N dan udara yang tidak terpisahkan merupakan wilayah dengan satu
kesatuan geografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan,
keamanan, dan penegakan hukum. NKRI juga sebagai negara kepulauan
dimana laut sebagai pengikat pulau-pulau, memilikikeberagaman suku, adat,
bahasa, budaya dan agama yang yang bersinergi dan saling menguatkan dan
bukan saling melemahkan. Kekayaan sumber daya alam (SDA) dan
keberagaman yang dimiliki NKRI akan terjaga apabila memiliki sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki rasa kebangsaan. SDM yang
berkualitas dapat dicapai melalui pendidikan baik di kelas maupun diluar
kelas. Pendidikan di dalam kelas dapat berupa teori dan praktek sedangkan
pendidikan luar kelas dapat berupa pengalaman pribadi maupun orang lain
juga pelajaran yang didapat dari lingkungan.
Sedangkan rasa kebangsaan dapat tumbuh subur melalui proses sinergi
dan rasa persatuan dari berbagai individu yang berada dalam wilayah NKRI
ketika mengalami penderitaan atau tekanan yang sama ketika NKRI
mengalami ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan baik dari dalam
maupun dari luar wilayah NKRI. Rasa kebangsaan yang telah teruji tersebut
akan melahirkan kesadaran untuk mempertahankan, merawat dan mencintai

161
NKRI yang nantinya akan diserahkan kepada generasi muda yang lebih
tangguh, intelektual dan tetap berkarakter Pancasila. Ketika setiap warga
negara Indonesia telah memiliki rasa kebangsaan dan persatuan yang tinggi
maka Indonesia akan menjadi bangsa yang memiliki kepercayaan diri akan
kekuatan sendiri dan tidak bergantung kepada negara lain, karena
sesungguhnya kemerdekaan Indonesia didapat melalui perjuangan bukan
merupakan hadiah dari negara lain. Untuk menciptakan rasa percaya diri atau
memiliki nilai kemandirian dan rasa persatuan bangsa dapat diawali dari
lingkungan terkecil yaitu lingkungan keluarga karena keluarga merupakan
gambarankecil dari suatu bangsa atau negara.
Dalam era globalisasi saat ini yang membawa banyak aspek perubahan
dan pembaharuan, salah satunya dalam aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Perubahan dan pembaharuan tersebut bersifat
terbuka dan dinamis, yang mana dapat memberikan dampak yang negatif
ataupun positif. Di era globalisasi saat ini yang ditunjang oleh kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi yang semakin berkembang, dimana Internet
menjadi semacam oksigen yang menunjangdalam kehidupan kita sehari-hari
mengalami transformasi perkembangan. Dalam era masyarakat Industri 4.0
dan masyarakat sosial 5.0 yang ditunjang oleh inovasi teknologi yang
berkembang berdasar pada Internet of Things (IoT) dan kecerdasan buatan
(Artificial Intelligence) saat ini memasuki pembaharuan yang semakin canggih
dan futuristik, yaitu dengan penemuan konsep Metaverse. Metaverse merupakan
hasil dari inovasi teknologi yang berdasarkan digitalisasi aspek-aspek
kehidupan yang berbasis kepada Internet of Things, Artificial Intelligence, Virtual
Reality dan Augmented Reality. Metaverse diprediksi akan memasuki segala
aspek kehidupan dalam beberapa tahun kedepan, tentunya hal ini harus kita
persiapkan dan sikapi dengan baik dan benar, karena produk teknologi
tersebut bebas nilai, yang mana kita sebagai pengguna yang memberikan
nilai tersebut, apakah bernilai positif atau kah negatif.
Salah satu dampak negatif dalam konteks kebangsaan ialah tergerusnya
identitas nasional pada suatu negara, karena masuknya pengaruh budaya asing
melalui teknologi tersebut. Adapun dampak positifnya adalah mereduksinya
batasan ruang dan waktu, hal tersebut tentunya menjadi peluang bagi bangsa

162
Indonesia untuk bisa berinovasi dikancah global tanpa dibatasi oleh ruang dan
waktu. Penggunaan teknologi Metaverse dapat menjadi sebuah ancaman dan
peluang.
Ancaman yang terlihat nyata dalam penggunaan teknologi Metaverse
adalah : (1) Segi Karakter, dapat menyebabkan kecenderungan untuk bersifat
pasif dan apatis; (2) Segi Persatuan Bangsa, tergerusnya Identitas Nasional; (3)
Segi Pertahanan, serangan intelijen Cyber baru; (4) Segi Keamanan,
penyalahgunaan Identitas dan Pelanggaran Data; (5) Segi Sosial dan Agama,
penyebaran konten pornografi, provokatif, agitatif, dan anarkis semakin
terbuka luas. (6) Segi Ekonomi, perdagangan bebas berbasis kapital atau liberal
yang sulit diawasi. (7) Segi Politik, kampanye hitam dan penyebaran isu
kebencian. (8) Segi Pemerintahan, lahirnya suatu sistem yang disebut sistem
pemerintahan global maya. Bahkan sistem demokrasi yang terbatas pada
wilayah, komunitas, suku bangsa dan negara telah bergeser menjadi lebih luas
lagi atau yang biasa disebut oleh para ilmuwan sebagai Cosmocracy
(Kosmokrasi). (John Keane, 2020).
Selain ancaman, Metaverse juga dapat memberikan peluang terhadap
pembangunan bangsa dan negara apabila dimanfaatkan secara positif dankita
tidak hanya sebagai pengguna namun juga sebagai pelaku. Aplikasi Metaverse
biasanya melakukan pendekatan untuk memodelkan dan membedakan
perbedaan dan titik yang sama antara virtual dan realita (Park dan Kim, 2021).
Beberapa contoh praksis dari peluang metaverse dapat dilihat dari beberapa
jenis aplikasi meliputi: 1. Aplikasi Simulasi (Membantu dalam praktik
pendidikan). 2. Aplikasi Permainan (Pendekatan minat dan bakat dalam
edukasi). 3. Aplikasi Kerja (Administrasi tidak terbatas ruang dan
waktu). 4. Aplikasi Sosial (Komunikasi sosial menjadi lebih luas dan
interaktif). 5. Aplikasi Bisnis (Jaringan pasar menjadi lebih luas dan global). 6.
Aplikasi Pendidikan (Media dan metode pembelajaran kreatif dan futuristik).
Oleh karena itu dalam menghadapi ancaman dan peluang tersebut, kita
sebagai warga negara yang menjadi pengguna teknologi, haruslah dibarengi
nilai-nilai dan norma-norma kebangsaan yang kita miliki, yaitu Pancasila.
Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), nilai kesatuan
wilayah, persatuan bangsa dan kemandirian haruslah terinternalisasi dan

163
terkristalisasi ke setiap warga negara agar menjadi semacam pegangan dan
panduan dalam memberikan nilai yang positif terhadap teknologi di era
Metaverse yang akan kita hadapi kedepan dan tentunya dapat mengokohkan
rasa kepercayaan diri bangsa. Tentunya implementasi nilai kesatuan wilayah,
persatuan bangsa dan kemandirian dalam menghadapi era Metaverse sangat
penting untuk dilaksanakan dandiaktualisasikan kepada setiap warga negara
agar mempunyai dasar yang kuat dalam membendung pengaruh negatif
globalisasi di era Metaverse.
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditentukan pokok bahasan sebagai
berikut:
1. Implementasi nilai kesatuan wilayah, persatuan bangsa dan kemandirian
untuk memperkokoh kepercayaan diri bangsa di era Metaverse.
2. Faktor-faktor penyebab lemahnya nilai kesatuan wilayah, persatuan
bangsa dan kemandirian, sehingga belum mampu memperkokoh
kepercayaan diri bangsa di era Metaverse.
3. Strategi implementasi nilai kesatuan wilayah, persatuan bangsa dan
kemandirian, untuk mengokohkan kepercayaan diri bangsa di era
Metaverse.

II. PEMBAHASAN
A. Implementasi nilai kesatuan wilayah, persatuan bangsa dan
kemandirian untuk memperkokoh kepercayaan diri bangsa di era
metaverse.
Sebagai negara kepulauan yang bercirikan nusantara, bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara khusus bersifat final, artinya tidak
dapat dilakukan perubahan. Hal ini diatur dengan jelas dan tegas dalam Pasal
37 Ayat (5) UUD NRI Tahun 1945. Itulah mengapa slogan NKRI harga mati
sering kali kita dengar, sebagai bentuk komitmen dan kebulatan tekad kita
untuk mempertahankan keutuhan dan kedaulatan setiap jengkal wilayah di
bumi pertiwi. Sebagai salah satu konsensus dasar bangsa Indonesia, NKRI
tidak dapat diwujudkan bila tidak ada nilaikesatuan wilayah, persatuan bangsa
dan kemandirian di Indonesia.
Konsep kesatuan wilayah menurut Lemhannas (2019) dapat dilihat dari

164
dua sudut pandang, yaitu konsep kebangsaan dan konsep geopolitik. Konsep
kebangsaan dimaksudkan bahwa NKRI terwujud dari adanya penyatuan
seluruh wilayah yang secara geografis terpisah-pisah dengan masyarakatnya
yang beraneka ragam suku bangsa. Sedangkan secara konsep geopolitik, NKRI
merupakan manifestasi dari kesadaran ruang hidup dari semua elemen
masyarakat Indonesia yang memiliki kesadaran akan pentingnya kesatuan
wilayah demi mengembangkan kehidupan bersama sebagai satu kesatuan
bangsa yang berdaulat.
Konsep persatuan bangsa menurut Lemhannas (2019) merupakan satu
kondisi yang dibangun untuk mencapai tujuan bersama (Tujuan Nasional).
Persatuan bangsa menunjukkan adanya kekuatan kohesi tata hubungan antar
kelompok masyarakat. Berubahnya persatuan bangsa akan mengubah struktur
bangsa yang berarti mengubah bagian vital sistem kenegaraan yang bisa
merusak secara keseluruhan. Persatuan bangsa juga merupakan suatu proses
yang tidak terhenti. Artinya, bahwa persatuan bangsa tidak akan berubah
hanya dengan sekali ikrar. Persatuan bangsa justru menghendaki upaya terus
menerus dan tanpa henti untuk dijaga dandipupuk agar tidak luntur.
Konsep kemandirian menurut Lemhannas (2019) adalah suatu sikap yang
diperoleh secara kumulatif selama perkembangan hidupnya, untuk
mewujudkan suatu kemampuan bangsa agar memiliki kekuasaan untuk
menentukan arah dan nasib kehidupan bangsa dan negaranya sendiri tanpa
bergantung kepada pihak lain serta percaya pada kemampuan sendiri dengan
dilandasi oleh rasa tanggung jawab, sikap independensi, otonomi dan
kebebasan, memiliki intelektual dan keterampilan yang tangguh serta mampu
menjalin kerja sama dengan pihak lain.
Secara Etimologi, Metaverse berasal dari kata “meta” yang artinya
melampaui dan “verse” berarti alam semesta. Sehingga jika disatukan
metaverse memiliki arti melampaui alam semesta. Kata Metaverse pertama kali
muncul pada tahun 1992 dalam sebuah fiksi spekulatif berjudul Snow Crash
oleh Neal Stephenson (Li & Xiong, 2022). Sehingga dengan adanya Metaverse
serta perangkat teknologi pendukungnya, memungkinkan penggunanya untuk
merasakan sensasi berada di lingkungan virtual yang sangat nyata (Díaz, et al.,
2020). Hal ini tidak hanya bisa digunakan untuk permainan video ataupun

165
kegiatan hiburan lainnya (Lee, 2021). Metaverse memiliki lingkungan terukur
yang dapat menampung banyak orang, hal ini sangat penting untuk
memperkuat makna sosial yang ditekankan oleh teknologi (Xi, et al., 2022).
Metaverse saat ini menjadi suatu dunia cosmo digital berbasis pada
kecanggihan teknologi yang menyatukan berbagai unsur ekosistem kehidupan
seperti teknologi, kemanusiaan, komunitas/masyarakat dan seni, seperti yang
diilustrasikan pada gambar dibawah ini:

Gambar 1 : Metaverse in a Venn Diagram

Sumber: Li, Y., & Xiong, D. (2022)

Dalam menghadapi arus globalisasi yang sangat cepat memberikan


dampak bagi seluruh kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
pada era transformasi digital di zaman Metaverse. Pemerintah sudah
menjalankan beberapa kebijakan dalam menghadapi dan memanfaatkan
perkembangan zaman tersebut. Kebijakan tersebut diutarakan dalam 5 arahan
Presiden untuk percepatan transformasi digital, yaitu: (1) Perluasan akses dan
peningkatan infrastruktur digital. (2) Roadmap transformasi digital di sektor-
sektor strategis. (3) Percepatan integrasi pusat data nasional. (4) Persiapan
kebutuhan SDM talenta digital. (5) Regulasi, skema pendanaan & pembiayaan
transformasi digital (Kemenkominfo, 2020). Dalam menjalankan arahan
Presiden tersebut, dibuatlah peta jalan dalam merealisasikan percepatan
transformasi digital untuk menjadikan “Indonesia Digital Nation” dalam
menghadapi era Metaverse.

166
Gambar 2. Peta Jalan Percepatan Transformasi Digital
Sumber : Dirjen Aplikasi Informatika, Kemenkominfo, 2021

Dalam peta jalan “Indonesia Digital Nation” yang bermartabat, berkeadilan


dan berdaya saing, kita bisa melihat adanya implementasi dari nilai-nilai yang
bersumber dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu nilai
kesatuan wilayah, persatuan bangsa dan kemandirian dalam implementasi
peta jalan tersebut antara lain : (1) Pemerintahan Digital. Dalam menjalankan
pemerintahan digital kita bisa melihat penerapan konsep dari implementasi
kesatuan wilayah pada ranah digital. Nilai kesatuan wilayah menjadi penting
dalam mengintegrasikan setiap wilayah Indonesia untuk dapat mengakses
internet sebagai unsur utama di era Metaverse; (2) Masyarakat Digital. Dalam
menjalankan masyarakat digital didalamnya terdapat implementasi dari nilai
persatuan bangsa, menjadi sangat penting untuk membekali masyarakat
dengan dasar pendidikan karakter yang kuat dalam berkecimpung di era
Metaverse, sehingga dengan nilai persatuan bangsa akan memperkokoh
integrasi nasional; (3) Ekonomi Digital. Dalam penerapan ekonomi digital
didalamnya terdapat nilai kemandirian terhadap penerapan teknologi

167
digital, dengan ini nilai kemandirian tersebut, Indonesia bisa tetap mempunyai
jati diri dan identitas yang kuat serta memperkokoh kepercayaan diri bangsa di
era Metaverse.

Gambar 3. Implementasi Nilai NKRI di Era Metaverse


Sumber : Penulis, 2022

B. Faktor-faktor penyebab lemahnya nilai kesatuan wilayah, persatuan


bangsa dan kemandirian, sehingga belum mampu memperkokoh
kepercayaan diri bangsa di era Metaverse
Kesatuan wilayah, persatuan bangsa dan kemandirian merupakan hal
penting yang harus dimiliki setiap negara, termasuk Indonesia. Tanpa nilai-
nilai tersebut, sebuah negara akan mudah terombang-ambing serta terpecah
belah. Nilai-nilai yang bersumber dari NKRI tersebutmerupakan senjata yang
paling ampuh bagi bangsa Indonesia baik dalam rangka merebut,
mempertahankan maupun mengisi kemerdekaan. Persatuan mengandung arti
“bersatunya macam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu
kebulatan yang utuh dan serasi.” Persatuan Indonesia berarti persatuan bangsa
yang mendiami wilayah Indonesia.

168
Kesatuan wilayah, persatuan bangsa dan kemandirian merupakan syarat
mutlak untuk memperoleh kemajuan bangsa. Akan tetapi pada kenyataannya,
kita sering melihat berbagai peristiwa di era teknologi berbasis Metaverse yang
mencerminkan gejala perpecahan bangsa seperti edaran kebencian, berita
hoaks, phising, scamming, peretasan, cyber bullying, memudarnya jati diri dan
identitas nasional, demonstrasi yang diwarnai aksi kekerasan, konflik antar
suku dan sebagainya. Peristiwa- peristiwa tersebut apabila tidak segera diatasi
akan menyebabkan rusaknya persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam
penerapan atau realisasi untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan
bangsa terdapat faktor penghambat yang akan berdampak pada proses dalam
mempertahankan serta memperkokoh kepercayaan diri bangsa di era
Metaverse, diantaranya:
a. Kebinekaan pada masyarakat Indonesia.
Kondisi ini bisa menjadi penghambat persatuan dan kesatuan bangsa
apabila tidak diiringi oleh sikap saling menghargai, menghormati dan
toleransi yang telah menjadi karakter khas masyarakat Indonesia. Hal
tersebut dapat mengakibatkan munculnya perbedaan pendapat yang
lepas kendali, tumbuhnya perasaan kedaerah yang berlebihan bisa
memicu terjadinyakonflik antar daerah atau antar suku bangsa
b. Letak Geografis Indonesia
Letak geografis Indonesia, terletak diantara 2 samudera (Samudera Pasifik
dan Samudera Hindia) dan 2 Benua (Benua Asia dan Benua Australia),
yang terdiri dari pulau-pulau dan kepulauan serta memiliki karakteristik
yang berbeda-beda. Daerah yang berpotensi untuk memisahkan diri
adalah daerah yang paling jauh dari ibu kota, atau daerah yang besar
pengaruhnya dari negara tetangga atau daerah perbatasan, daerah yang
mempunyai pengaruh global yang besar, seperti daerah wisata, atau
daerah yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Kondisi ini akan
semakin memperlemah persatuan dan kesatuan bangsa apabila
ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil
pembangunan masih belum bisa di atasi.
c. Munculnya Gejala Etnosentrisme.
Etnosentrisme merupakan sikap menonjolkan kelebihan- kelebihan

169
budaya sukunya dan menganggap rendah budaya sukubangsa lain. Hal
tersebut apabila tidak diatasi tentu saja akanmemperlemah persatuan dan
kesatuan bangsa. Apalagi dalam eraketerbukaan informasi saat ini, yang
mana setiap arus informasi yang baik dan buruk sulit untuk tersaring
sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman, berita bohong,
penyebaran kebencian dan ajakan yang negatif akan semakin
memperparah gejala etnosentrisme ini.
d. Melemahnya Nilai Budaya Bangsa
Lemahnya nilai-nilai budaya bangsa akibat kuatnya pengaruh budaya
asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, baik melewati kontak
langsung maupun kontak tidak langsung. Kontak langsung, antara lain
melalui unsur-unsur pariwisata, sedangkan kontak tidak langsung, antara
lain melalui media cetak(majalah, tabloid), atau media elektronik (televisi,
radio, film, internet, smartphone dan lain-lain). Jika pengaruh asing
tersebut masuk, maka nilai-nilai budaya bangsa akan memudar dan
tergerus oleh kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan nilai- nilai dan
norma-norma bangsa Indonesia yang bersumber pada Pancasila.
e. Pembangunan yang Tidak Merata
Proses pembangunan yang terpusat di wilayah-wilayah tertentu dapat
menimbulkan kesenjangan dalam berbagai bidang. Hal tersebut apabila
tidak diselesaikan dapat memperlemah persatuan dan kesatuan bangsa,
sehingga tidak meratanya akses internet atau infrastruktur tersebut akan
menimbulkankecemburuan sosial bagi masyarakat karena ketimpangan
ekonomi dan infrastruktur tersebut.

C. Strategi implementasi nilai kesatuan wilayah, persatuan bangsa dan


kemandirian, untuk mengokohkan kepercayaan diri bangsa di era
metaverse
Perkembangan masyarakat dan perkembangan peradaban manusia
didampingi dengan perkembangan teknologi. Salah satu yang sedang menjadi
perbincangan adalah Metaverse. Secara sederhana Metaverse merupakan
sebuah dunia virtual dimana orang dapat merasakan dunia maya seolah-olah
bagian dari dunia nyata serta mengaburkan batas antara dunia nyata dan

170
dunia maya. Dengan berkembangnya dunia yang semakin tanpa batas di
Metaverse, semua orang dari berbagai dunia dengan kepentingan tertentu
dapat saling bertemu tanpa adanya intervensi dari pihak ketiga seperti
pemerintah. Di dalam Metaverse, bisa jadi terdapat ideologi yang tidak pernah
kita ketahui sebelumnya yang dapat mengancam nasionalisme bangsa
Indonesia. Hal-hal seperti inilah yang perlu diantisipasi oleh pemerintah.
Untuk itulah diperlukan strategi pengimplementasian dari nilai kesatuan
wilayah, persatuan bangsa dan kemandirian untukmengokohkan kepercayaan
diri bangsa di era Metaverse ini, hal tersebut tentunya harus dibarengi dahulu
dengan pemahaman akan literasi digital. Literasi digital banyak menekankan
pada kecakapan pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi
media digital yang dilakukan secara produktif (Kurnia & Wijayanto, 2020;
Kurnia & Astuti, 2017). Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi
digital yang bagus tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan juga
mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab. Kompetensi literasi
digital tidak hanya dilihat dari kecakapan menggunakan media digital (digital
skills) saja, namun juga budaya menggunakan digital (digital culture), etis
menggunakan media digital (digital ethics), dan aman menggunakan media
digital (digital safety). Kerangka kerja literasi digital untuk kurikulum terdiri
dari digital skill, digital culture, digital ethics dan digital safety. Kerangka
kurikulum literasi digital digunakan sebagai metode pengukuran tingkat
kompetensi kognitif dan afektif masyarakat dalam menguasai teknologi digital.
Kompetensi keamanan digital merupakan kecakapan individual yang bersifat
formal dan suka tidak suka harus bersentuhan dengan aspek hukum positif.
Secara individual, terdapat tiga area kecakapan keamanan digital yang wajib
dimiliki oleh pengguna media digital.

171
Gambar 4. Kompetensi Keamanan Digital dalam Era Metaverse
Sumber : LAN, 2022

Lalu yang paling penting dalam menghadapi kehidupan di era Metaverse


saat ini ialah mengenai pendidikan karakter, yaitu mengenai etika dalam dunia
digital. Etika merupakan sistem nilai dan norma moral yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya.
(Bertens K., 470, 2014). Sedangkan etiket yang didefinisikan sebagai tata cara
individu berinteraksi dengan individu lain atau dalam masyarakat (Pratama,
471, 2014). Jadi, etiket berlaku jika individu berinteraksi atau berkomunikasi
dengan orang lain. Sementara etika berlaku meskipun individu sendirian. Hal
lain yang membedakan etika dan etiket ialah bentuknya, etika pasti tertulis,
misal kode etikJurnalistik, sedangkan etiket tidak tertulis (konvensi).

Gambar 5. Etika dan Etiket Berinternet (Nettiquette)


Sumber: Laquey (1997), Yuhefizar (2008)

Populasi kaum muda yang tinggi memberikan peluang bagi bangsa

172
Indonesia untuk terus lebih berkembang di dunia teknologi digital, tetapi yang
perlu diperhatikan adalah penggunaan internet yang benar sesuai dengan
kecakapan yang berlandaskan Pancasila dan NKRI. Tantangannya ada pada
kemampuan mencerna informasi, sehingga pendidikan karakter merupakan
salah satu cara dalam penanaman nilai- nilai nasionalisme, penanaman
semangat kebangsaan, pemahaman Pancasila dan NKRI yang merupakan
panduan kehidupan berbangsa, bernegara dan berbudaya di Indonesia serta
internalisasi nilai-nilai Pancasila dan NKRI dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Partisipasi literasi digital dalam seni budaya tradisional dan kontemporer
bisa dilakukan dengan banyak cara, salah satunya adalah bergabung dengan
berbagai kelompok seni budaya tersebut, serta menjadi bagian dari kelompok
penjaga dan pelestari bahasa daerah. Berpartisipasi dengan mendorong agar
lembaga budaya atau kelompok seni budaya tersebut memiliki media digital,
sehingga mampu menghadirkan seni, budaya dan bahasa daerah mereka
dalam ruang digital yang lebih luas. Bentuk kolaborasi paling sederhana
adalah melakukan pameran-pameran di bidang budaya. Kegiatan pameran
inidapat dikemas dalam bentuk visual digital.
Hak digital adalah hak asasi manusia yang menjamin tiap warga negara
untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan media
digital. Hak ini harus diiringi dengan tanggung jawab yang meliputi : (1)
menjaga hak-hak atau reputasi orang lain; (2) menjaga keamanan nasional; (3)
ketertiban masyarakat (4) kesehatan dan (5) moral publik. Hak dan kewajiban
digital dapat memengaruhi kesejahteraan digital setiap pengguna.
Kesejahteraan digital merupakan istilah yang merujuk pada dampak dari
layanan teknologi dan digital terhadap kesehatan mental, fisik, dan emosi
seseorang.
Pengaruh ideologi dan budaya asing melalui teknologi saat ini sudah sulit
untuk dibendung, karena teknologi sudah menjadi alat pendukung dan
pembantu kita dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, namunapabila kita
tidak dibekali dengan karakter yang kuat sebagai suatu bangsa maka hal ini
dapat menjadi ancaman untuk persatuan bangsa, oleh karenanya semua unsur
kebudayaan dari luar yang masuk harus diseleksi. Kemudian kita

173
memanfaatkan teknologi tersebut sesuai dengan pedoman nilai Pancasila. Hal
tersebut mendorong terwujudnya kesatuan wilayah, persatuan bangsa dan
kemandirian Indonesia. Implementasi nilai kesatuan wilayah, persatuan
bangsa dan kemandirian Indonesia dalam menghadapi era Metaverse dapat
diwujudkan melalui:
1. Penguatan pembelajaran karakter di seluruh level pendidikan.
2. Agitasi dan propaganda terhadap kebanggaan produk dalamnegeri.
3. Dibuatnya pedoman implementasi nilai-nilai Pancasila secara praktikal
dan keilmuan.
4. Berpikir secara global, bersikap secara lokal (Think Globally, Act Locally).
5. Membangun kesadaran terhadap identitas dan integrasi
nasional.
6. Cinta terhadap Negara dan tanah air.
7. Memajukan pergaulan bangsa di kancah internasional.
8. Pengembangan IPTEK dalam pembangunan nasional yang
berkebudayaan.
9. Partisipasi dan kolaborasi setiap elemen bangsa.
10. Penguatan hak dan kewajiban digital warga negara.

PEMBEL
DIGITA AJARAN BANGG
L KARAKT A
RIGHTS ER PRODU
& K
OBLIG DALAM
ATION NEGERI IMPLEM
PARTISIP ENTASI
ASI DAN PANCAS
KOLABOR ILA
ASI SECARA
METAV PRAKSIS
ERSE THINK
IPTEK GLOBA
BERKE LLY,
BUDAY ACT
AAN KESADAR LOCALL
AN Y
INTERN IDENTITA
S DAN
ASION NASION INTEGRAS
ALISME ALISME I
DAN NASIONA
PATRIOT L
ISME

Gambar 6. Implementasi Nilai Kesatuan Wilayah, Persatuan Bangsa dan Kemandirian


Sumber : Penulis, 2022

174
III. PENUTUP
A. Simpulan
1. Implementasinya
Kebangkitan Indonesia dalam era metaverse harus dimaknai secara baru.
Kini saatnya bangsa Indonesia, terutama generasi muda yang akrab
dengan teknologi digital, bangkit untuk mengentaskan kemiskinan,
ketimpangan sosial, melawan korupsi, dan meredam segala bentuk sikap
intoleransi. Bangsa Indonesia juga harus mulai mendayagunakan
teknologi digital untuk membongkar dan melawan segala bentuk
eksploitasi sumber daya alam Indonesia oleh pihak asing dan elite
ekonomi yang rakus.
2. Faktor-Faktor Penyebabnya
Dalam penerapan atau realisasi untuk pengimplementasian nilai-nilai
NKRI terdapat faktor penghambat yang akan berdampak pada proses
dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan serta memperkokoh
kepercayaan diri bangsa di era Metaverse, diantaranya : (1) Keberagaman
pada masyarakat Indonesia; (2) Geografis; (3) Munculnya gejala
etnosentrisme; (4) Melemahnya nilai budaya bangsa; dan (5)
Pembangunan yang tidak merata.
3. Strategi Implementasinya
Di dalam sosial media saat ini sudah banyak gerakan atau ideologi
ekstrim yang dapat mengancam NKRI. Proses interaksi yang lebih nyata
di dalam Metaverse juga dapat menciptakan hal yang serupa atau bahkan
lebih buruk. Dengan berkembanganya dunia yang semakin tanpa batas di
Metaverse, semua orang dari berbagai dunia dengan kepentingan tertentu
dapat saling bertemu tanpa adanya intervensi dari pihak ketiga seperti
pemerintah. Di dalam Metaverse, bisa jadi terdapat ideologi yang tidak
pernah kita ketahui sebelumnya yang dapat mengancam nasionalisme
bangsa Indonesia. Hal-hal seperti inilah yang perlu diantisipasi oleh
negara.

B. Saran
Baik pemerintah maupun masyarakat memiliki tanggung jawab dalam

175
menghadapi Metaverse. Semua pihak perlu bekerja sama untuk memperkuat
nasionalisme sehingga metaverse dapat menjadi platform pemerkuat
nasionalisme bangsa Indonesia. Harapannya, dengan kuatnya nasionalisme,
metaverse dapat menjadi anugrah dan bukan malapetaka bagi bangsa kita
tercinta, Indonesia.

176
DAFTAR PUSTAKA

Aprilinda, Yuthsi, dkk. (2020). Implementasi Augmented Reality untuk Media


Pembelajaran Biologi di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal
Sistem.
Informasi dan Telematika, Vol. 11, No. 2, Hal. 124 - 133.
Bertens, K. (2014). Sejarah Filsafat Kontemporer Prancis Jilid II. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Bodie, Z., Keane, A., Marcus, Alan, J. (2002). Investasi. Boston : Mc Grawhill.
Edisi ke-5.
Díaz, J. E. M., Saldaña, C. A. D., & Avila, C. A. R. (2020). Virtual World As A
Resource For Hybrid Education. International Journal Of Emerging
Technologies In Learning, 15 (15), 94-109. Https://Doi.Org/10.3991/Ijet.
V15i15.13025.
Fardani, A. T. (2020). Penggunaan Teknologi Virtual Reality Untuk Sekolah
Menengah Pertama Pada Tahun 2010 – 2020. Jurnal E-Tech, Vol. 8, No. 1,
Hal. 1 - 11.
Laquey, Tracy. (1997). Sahabat Internet Pedoman Bagi Pemula Untuk Jaringan
Global. Bandung : ITB.
Kurnia, N., Nurhajati, L., Astuti, S, I. (2020). Kolaborasi lawan (Hoaks) Covid-19:
Kampanye, Riset dan Pengalaman Japelidi di Tengah Pandemi dalam Kurnia,
N. , Wijayanto, X.A. Kolaborasi sebagai Kunci: Membumikan KompetensiLiterasi
Digital Japelidi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Li, Y., & Xiong, D. (2022). The Metaverse Phenomenon In The Teaching Of Digital
Media Art Major. 643 (Adi, 2021), 348–353.
Lik-Hang Lee, Tristan Braud, Pengyuan Zhou, Lin Wang, Dianlei Xu, Zijun Lin,
Abhishek Kumar, Carlos Bermejo, and Pan Hui. (2021). All One Needs to
Know about Metaverse: A Complete Survey on Technological Singularity,
Virtual Ecosystem, and Research Agenda. Journal of Latex ClassFiles, Vol.14,
No. 8, September 2021.
N. Stephenson. (1992). Snow Crash. Bantam Books.
Nannan, Xi, Juan Chen, Filipe Gama, Marc Riar, Juho Hamari. (2022). The
challenges of entering the metaverse: An experiment on the efect of extended

177
reality on workload. Information Systems Frontiers, Springer Publisher.
S. G. Lee, et al., (2011). Innovation and imitation effects in Metaverse service
adoption. Service Business 5.2, pp.155172, 2011.
Solechan, Ahmad. dkk. (2022). Literatur Review : Peluang dan Tantangan
Metaverse. Jurnal Teknik Informatika Dan Multimedia, Vol 2, No. 1, Mei
2022, pp. 62-70.
Sultoni, Ken Bimo. dkk. (2022). Pengaruh Cosmocracy di Dunia Metaverse pada
Keamanan Nasional (Studi Kasus Arkycia Metaverse). Jurnal Konfrontasi:
Perubahan Budaya, Ekonomi dan Sosial, 9 (2) Juni 2022, 168-175.
Pratama. (2014). Sistem Informasi dan Implementasinya. Bandung: Informatika
Bandung.
Xi, N., Chen, J., Gama, F., Riar, M., & Hamari, J. (2022). The Challenges Of Entering
The Metaverse: An Experiment On The Effect Of Extended Reality On
Workload. Information Systems Frontiers.
Https://Doi.Org/10.1007/S10796- 022-10244-X
Yuhefizar. (2008). 10 jam Mengenal Internet Teknologi dan Aplikasinya. Jakarta :
PT Elex Media Komputindo.
Yose, Indarta, Ambiyar, Agaridne Dwinggo Samala, Ronal Watrianthos. (2022).
Metaverse : Tantangan dan Peluang dalam Pendidikan. JurnalBasicedu, Vol. 6,
No. 3, Tahun 2022.

178
179

You might also like