You are on page 1of 17

LAPORAN PRAKTIK PERADILAN AGAMA

DI PENGADILAN BOJONEGORO

Dosen Pembimbing:
Elly Uzlifatul Jannah M.H

Nama Kelompok:
1. Noer Azizah (C05218009)
2. Rizal Baharudin (C93218102)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2021
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING LAPANGAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa laporan Praktik Peradilan Agama di Pengadilan
Agama Bojonegoro yang bertempat di Jl. MH. Thamrin No.88, Kauman, yang berjudul
“Analaisis Yuridis Terhadap Putusan Kasus Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Bojonegoro”
dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diserahkan ke fakultas Syari’ah dan Hukum UIN
Sunan Ampel Surabaya.

Dosen Pembimbing Lapangan


                                                

 Elly Uzlifatul Jannah, M.H


NIP : 199110032019032018
Biodata Peserta Praktik

Nama : Noer Azziah


NIM : C05218009
Prodi : Perbandingan Madzhab
Alamat : Ds. Rendeng Kec. Malo Kab. Bojonegoro
HP : 085808919367
E-Mail : aazizahkhanza@gmail.com 

Nama : Rizal Baharudin


NIM : C93218102
Prodi : Hukum Pidana Islam
Alamat : Dk. Tengaring Kec. Gondang Kab. Bojonegoro
HP : 082132862029
E-Mail : Rizalbaharudin28@gmail.com
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN KASUS CERAI GUGAT
DI PENGADILAN AGAMA BOJONEGORO
Noer Azizah1, Rizal Baharudin2
UIN Sunan Ampel Surabaya, Jl. A. Yani 117 Surabaya

Email: aazizahkhan@gmail.com, rizalbaharudin28@gmail.com

Abstrack: Separation under certain conditions is seen as the answer that is considered the most appropriate to
reduce the peak of quarrels and debates that occur in the family. However, besides that there must be a strong
and strong reason or reason for the divorce to be carried out. Only in unavoidable circumstances, separation is
legal in the Shari'ah. One of the reasons is that when one of the parties, both husband and wife, is not fulfilled,
their rights are not fulfilled, then instead of endless quarrels, then divorce may be filed. Allah SWT rejects the
smell of heaven for individuals who ask for a divorce without a supporting explanation, especially for their
spouse (wife). The husband's right is to give divorce to his wife. Meanwhile, the wife's right in law can sue her
husband, such as the case in the Bojonegoro Religious Court. One case was found where a wife sued her
husband because the husband did not want to provide for him even though they had a child. In this regard, this
article will analyze how the legitimacy of the premise and legal considerations for the choice of looking into the
application of separation on the grounds that the spouse does not want to provide a living and how legal
considerations are used for the choice of a divorce application because the husband does not provide this
support can granted.

Keywords: divorce, divorce by litigation, legal considerations

Abstrak: Perpisahan dalam kondisi tertentu dipandang sebagai jawaban yang dirasa paling pas guna meredam
puncak pertengkaran dan perdebatan yang terjadi dalam keluarga. Bagaimanapun juga, selain itu harus ada
alasan atau alasan yang kuat dan kuat agar perceraian itu dapat dilakukan. Hanya dalam kondisi yang tidak
dapat dihindari, berpisah adalah sah dalam syariat. Salah satu penyebabnya ialah ketika salah satu pihak baik
suami atau istri tidak dipenuhi tidak dipenuhi hak-haknya, maka daripada timbul pertengkaran yang tidak
berkesudahan barulah perceraian boleh diajukan. Allah SWT Menolak aroma surga bagi individu yang meminta
cerai tanpa penjelasan yang mendukung, khususnya bagi pasangannya (Istri). Hak suami adalah memberi talak
untuk berpisah dengan istrinya. Sedangkan hak istri dalam hukum dapat menggugat suami, Seperti kasus yang
ada pada Pengadilan Agama Bojonegoro. Ditemukan salah satu kasus yang mana seorang istri menggugat
suaminya dikarenakan si suami tidak mau memberikan nafkah kepadanya padahal mereka sudah dikaruniai
seorang anak. Berkaitan dengan hal tersebut, artikel ini akan menganalisis bagaimana legitimasi premis dan
pertimbangan hukum untuk pilihan melihat ke dalamnya dari aplikasi pemisahan dengan alasan bahwa pasangan
tidak ingin memberikan nafkah dan bagaimana pertimbangan hukum yang sah digunakan untuk pilihan pada
permohonan cerai karena suami tidak memberikan nafkah ini dapat dikabulkan.

Kata Kunci: perceraian, cerai gugat, pertimbangan hukum

Pendahuluan
Tuhan menciptakan segala sesuatu dalam kehidupan didunia ini yang ada dengan
berpasang-pasangan seperti adanya siang pasti ada malam sebagai salah satu tanda
kebesaran-nya, begitu pula diciptakannya manusia dengan berbeda jenis sehingga mereka
saling melengkapi, saling memberi cinta dengan tujuan menambah generasi atau keturunan
dari ikatan suci yang disebut pernikahan. Sebagaimana ditunjukkan oleh “Pasal 1 Undang-
UndangNomor 1 Tahun 1974” yang dimaksud dengan perkawinan adalah “hubungan lahir
dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai pasangan yang bertekad untuk
membingkai (keluarga) yang bahagia dan abadi dalam cahaya ketuhanan Yang Maha Esa”.1

1
Presiden Republik Indonesia, “Undang-Undang Tentang Perkawinan,” 1974.
MA’MAL: JURNAL LABORATORIUM SYARIAH DAN HUKUM

VOLUME 02, NOMOR 01, FEBRUARI 2021

ISSN (PRINT): 2775-1333, ISSN (ONLINE): 2774-6127


Berdasarkan penjelasan pasal tersebut perkawinan bertujuan untuk menciptakan
keluarga yang penuh kasih sayang dan kebahagiaan serta tidak bercerai berai dan sesuai
dengan syariah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut tidak cukup jika pernikahan dianggap
sebagai salah satu cara untuk memperbolehkan hubungan seksual antara dua jenis manusia
semata, karena hal itu

MA’MAL: JURNAL LABORATORIUM SYARIAH DAN HUKUM

VOLUME 02, NOMOR 01, FEBRUARI 2021

ISSN (PRINT): 2775-1333, ISSN (ONLINE): 2774-6127


hubungan biologis juga tidak menjamin terciptanya keluarga yang penuh kasih sayang dan
kebahagiaan.
Pernikahan adalah peristiwa penting dalam keberadaan setiap orang yang akan
memiliki hasil fisik dan mendalam di antara mereka. 2 Pemajuan perkawinan adalah hasil
yang konsisten dan sekaligus merupakan komitmen negara untuk memahami hukum yang
adil sebagi setiap penduduk Indonesia. Salah satu standar pernikahan dalam Islam adalah
untuk memperkuat ikatan pernikahan dengan tujuan agar tetap langgeng. Oleh karena itu,
setiap pekerjaan harus dilakukan untuk menafkahi keluarga yang telah ditopang. Namun, jika
setiap cinta dan harapan telah hilang, dan pernikahan menjadi suatu yang berbahaya, maka,
pada saat itu perpisahan menjadi solusi terakhir yang diperbolehkan.

Ada beberapa hal penting untuk menciptakan rumah tangga agar terhindar dari
penceraian yakni dengan kata ikatan lahir dan batin, dimana mencerminkan bahwa
pernikahan yang dinginkan menggabungkan koneksi fisik dan mendalam, sudut pandang
dunia lain dan mental sehingga dapat menghasilkan hubungan yang saling menyayangi dan
memuja. Begitu pula dengan kata ceria dan abadi sehingga dapat mengarahkan kepada
Pernikahan yang sejatinya dilakukan seumur hidup hanya sekali. Namun kenyataannya
pernikahan sangat sering berakhir dengan perceraian, meskipun sebenarnya pilihan bercerai
bukanlah pilihan terbaik.

Dalam Islam, berpisah itu wajar terlepas dari apakah itu dibenci. Ini menyiratkan
bahwa dengan asumsi masih ada cara untuk menjaga keluarga, perpisahan seharusnya
menjadi solusi akhir dari sebuah permasalahan dalam rumah tangga. Pemisahan atau
pembubaran perkawinan dalam hukum Islam dikenal dengan istilah thalaq yang mengandung
pengertian, melepaskan ikatan, melepaskan ikatan dengan memanfaatkan kata-kata yang
telah ditentukan sebelumnya.3 Dalam melakukan perceraian pun tidak serta merta dalam
pelaksanaannya hal-hal yang terkait dengan alasan-alasan dan latar belakang adanya
perceraian harus dibuktikan didalam persidangan, yang mana sudah diatur dalam “Kompilasi
Hukum Islam (KHI) pada Pasal 115” yang berbunyi:
“Perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan
Agama tidak dapat mendamaikan perselisihan tersebut.”
Salah satu lembaga kekuatan hukum bagi individu yang mencari keadilan dengan
ketentuan khusu yang beragama Islam adalah di Peradilan Agama,sehubungan dengan kasus-
kasus umum tertentu yang diarahkan dalam undang-undang ini. Pilihannya, Peradilan Agama
memiliki kewajiban dan kekuasaan untuk melihat, memilih, dan menyelesaikan perkara pada
tingkat utama antara individu yang beragama Islam dalam bidang perkawinan, warisan,
wasiat, dan penghargaan, yang dilakukan tergantung pada hukum Islam. Hukum seperti

2
Syaikh Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Kado Pernikahan (Jakarta: Qisthi Press, 2012). 15.
3
Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh Ala Mazahib Al-Arba’ah, jilid lV (Kairo: Dar al-fikr, n.d.). 278.

Noer Azizah, Rizal Baharudin | Analisis Yuridis Terhadap Putusan Kasus Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Bojonegoro
wakaf dan shadaqah. Maka dalam hal perceraian dapat di selesaikan dalam lingkup peradilan
agama bagi yang beragama Islam.4
Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi ilmiah terhadap kajian mengenai
kasus cerai gugat. Kajian tentang cerai gugat memang sudah cukup banyak, namun hanya
beberapa penelitian yang secara spesifik fokus pada suatu putusan pengadilan agama
terhadap kasus cerai gugat disaat keadaan pandemi covid-19. Penelitian ini menggunakan
metode hukum normatif yang mengacu pada konsep hukum.5 Dalam melakukan penelitian ini
kami mengkaitkan dan melihat kembali tinjauan hukum yang menjadi landasan putusan baik
dari segi landasan hukum syar’i maupun yang bersifat hukum positif yang berlaku di
Indonesia.
Ringkasan Putusan Nomor 1860/Pdt.G/2021/PA.Bjn Tentang Cerai Gugat
Perkara yang menjadi fokus dalam penelitian ini merupakan perkara gugat cerai yang
diajukan oleh istri yang kemudian disebut sebagai penggugat kepada suami yang kemudian
disebut sebagai tergugat. Mengingat bahwa perkara ini merupakan perkara perceraian maka
demi kerahasiaan pribadi masing-masing identitas penggugat dan tergugat perlu untuk
dirahasiakan.
Duduk perkara
dalam.putusan.nomor.1860/Pdt.G/2021/PA.Bjn:.Penggugat.dan.tergugat telah melaksanakan
perkawinan pada tanggal 23 Januari 2011 yang dicatat langsung oleh Pegawi Pencatat.Nikah
“Kantor Urusan Agama” Kecamatan.Temayang, Kabupaten Bojonegoro. Sebagaimana
tertulis dalam Kutipan.Akta.Nikah.Nomor: 023/23/2011 tanggal 24 Janurai 2011.
Sewaktu.menikah.penggugat.berstatus.perawan.dan.tergugat.berstatus.duda. Setelah menikah,
penggugat dan tegugat bertempat tinggal di rumah orang tua tergugat selama 9 tahun 7 bulan,
hingga dikaruniai anak perempuan umur 9 tahun.
Semula hubungan pihak tergugat dan keluarga penggugat berjalan secara rukun dan
damai, namun sejak Agustus 2017 keluarga pihak tergugat dan tergugat mulai goyah karena
sering terjadinya cekcok yang timbul akibat bekerja namun hasil dari kerjanya tidak diberikan
kepada penggugat, justru dipegang sendiri oleh tergugat. Akibat perkelahian dan ketidak
harmonisan dalam rumah tangga maka sejak Agustus 2020 penggugat pulang kerumah orang
tuanya yang hingga saat ini hingga satu tahun lamanya. Dalam kurun waktu perpisahan sudah
tidak ada hubungan antara keduanya. Upaya damai sudah dilakukan dan tidak berhasil,
dikarenakan pertengkaran yang terus menerus, nafkah yang tidak diterima oleh penggugat.
Maka keluarga antara pihak yang dirugikan dan tergugat untuk saat ini tidak dapat
dipertahankan, sehingga kedua nya tidak mengabaikan apa yang menjadi kewajibannya yang
lebih sah dan telah diatur dalam UU, mengambil keputusan untuk berpisah adalah solusi
terakhir yang terbaik.
Saksi-Saksi
Saksi 1 pihak Penggugat:

4
UU No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Pasal 49.
5
Vidya prahassacitta, “Penelitian Hukum Normatif Dan Penelitian Hukum Yuridis” Https://Business-
Law.Binus.Ac.Id/ , diakses pada tanggal 16 Oktober 2021, pukul 11.30 WIB.

Noer Azizah, Rizal Baharudin | Analisis Yuridis Terhadap Putusan Kasus Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Bojonegoro
1. Bahwa, “Saksi sangat mengetahui bahwa antara penggugat dan tergugat sebagai suami
istri yang menikah pada tanggal 23 Januari 2011”;
2. Bahwa, “Saksi mengetahui bahwa selama dalam pernikahan penggugat dan tergugat
tinggal dan membina rumah tangga di rmah orang tua tergugat”;
3. Bahwa, “Saksi mengetahui bahwa selama penggugat dan tergugat menjadi suami istri
sudah dikaruniai satu anak permepuan”;
4. Bahwa, “Saksi melihat, bahwa pertengkaran dan ketidak harmonisan antara penggugat
dan tergugat dimulai sejak tahun 2017”;
5. Bahwa, “Saksi mengetahui penyebab dari ketidak harmonisan antara penggugat dan
tergugat disebabkan tergugat tidak member nafkah kepada penggugat”;
6. Bahwa, “Saksi mengetahui bahwa penggugat dan tergugat telah berpisah tempat tinggal
sekitar 1 tahun, dan selama itu juga mereka sudah tidak pernah saling mengunjungi
bahkan berkomunikasi”;
7. Bahwa, “Saksi dan pihak keluarga sudah berusaha berulang kali untuk mendamaikan
penggugat namun tidak berhasil”;
8. Bahwa, “Saksi sudah menyampaikan bahwa sudah tidak sanggup untuk mendamaikannya
lagi.
Saksi 2 pihak penggugat”:
1. Bahwa, “Saksi mengenali antara penggugat dan tergugat, karena saksi adalah kakak ipar
penggugat”;
2. Bahwa, “Saksi mengetahui bahwa penggugat dan tergugat adalah pasangan suami istri
yang sah, dan setelah menikah mereka bertempat tinggal di rumah orang tua tergugat”;
3. Bahwa, “Saksi mengetahui bahwa selama menikah penggugat dan tergugat hidup rukun
dan dikaruniai satu nak perempuan”;
4. Bahwa, “Saksi mengetahui antara penggugat dan tergugat mulai sering terjadi
pertengkaran sejak tahun 2017”;
5. Bahwa, “Saksi mengetahui penyebab terjadinya pertengkaran dan perselisihan
diakibatkan masalah ekonomi yang kurang tercukupi”;
6. Bahwa, “Saksi mengetahui bahwa antara penggugat dan tergugat telah berpisah tempat
tinggal sekitar 1 tahun yang lalu, dan selama itu mereka sudah tidak pernah saling
mengunjungi dan tidak saling berkomunikasi”;
7. Bahwa, “Saksi dan pihak keluarga sudah berusaha berulang kali untuk mendamaikan
penggugat namun tidak berhasil”.
Pertimbangan Hukum Hakim
Perenungan yang sah dari hakim untuk situasi tersebut ini adalah:
1. Perkara ini merupakan kopetensi Pengadilan Agama Bojonegoro, dikarenakan
kesesuainnya dengan ketentuan “Pasal 49 ayat (1) dan pasal 73 ayat (1) Undang-undang

Noer Azizah, Rizal Baharudin | Analisis Yuridis Terhadap Putusan Kasus Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Bojonegoro
No 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang No 3 tahun 2006 dan dengan Undang-undang No 50 tahun 2009”.
2. Mengingat “Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Jo Pasal
73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama”, maka
Penggugat masih berhak mencatat gugatan cerai.”;
3. Pengaturan “Pasal 76 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Jo. Pasal 22 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975”, Majelis menilai bahwa Penggugat wajib
menunjukkan dalil-dalil gugatannya dan majelis perlu mendengar keterangan orang-orang
dekat Penggugat dan Tergugat;
4. Mengingat “Pasal 76 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Jo.
Pasal 171 HIR Jo. Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975”, bahwa selama
itu sesuatu yang dilihat tanpa orang lain atau berpotensi dialami tanpa orang lain,
keterangan pengamat itu penting sebagai alat bukti yang sah dan dapat diakui sebagai alat
bukti;
5. Dengan merujuk pada “Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
237/K/AG/1998, tanggal 17 Maret 1999” yang memuat teori yang halal bahwa sebuah
keluarga yang dinaungi pertanyaan, perdebatan, tidak rela tinggal di tempat yang sama.
rumah tangga, salah satu perkumpulan bukan berarti tinggal masing-masing dengan pihak
lain, merupakan suatu kebenaran sah yang memadai untuk penjelasan dalam suatu
perpisahan sesuai dengan “Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975”;
6. Mengingat “Pasal 41 huruf (a) dan pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974”,
bahwa wali wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya serta dapat diharapkan secara
khusus bagi anak, yang tetap berlangsung meskipun perkawinan itu antara kedua wali itu
putus, oleh karenanya meskipun hak asuh terhadap anak bernama anak I, dengan umur 9
tahun ditetapkan berda pada pengawasan penggugat, tergugat tetap diberi hak untuk
menjenguk dan memberikan kasih sayang terhadap anak tersebut.
Hasil Putusan
Berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti pada sidang pendahuluan yang dijadikan
bahan pertimbangan bagi ajudikator, pejabat yang ditunjuk Pengadilan Agama Bojonegoro
memilih untuk menjatuhkan putusan talak kepada pihak yang dirugikan secara verstek dan
menyerahkan pemisahan satu ba'in sughro dari pihak yang berperkara terhadap pihak yang
berperkara. pihak yang tergugat. Dan membebankan biaya perkara ini terhadap penggugat.
Analisis kasus Cerai Gugat Dalam Putusan Nomor 1860/Pdt.G/2021/PA.Bjn
Perpisahan sangat berkaitan dengan pernikahan, mengingat tidak akan ada perpisahan
tanpa pernikahan terlebih dahulu. Perkawinan adalah awal kehidupan masing-masing antara
seorang pria dan seorang wanita yang diatur dalam hukum dan berlakunya yang ketat di suatu
negara istilah yang dimaksud sebagai perceraian adalah akhir dari keberadaan dengan
pasangan. Perpisahan atau talak dalam syariat Islam adalah wajar pada tataran fundamental
namun dibenci oleh Allah, namun hanya perpisahan adalah pengaturan terakhir, yang dapat
diambil ketika kehidupan rumah tangga pada saat ini tidak dapat dilanjutkan. Di dalam Islam
juga mengajarkan bahwa sebaiknya sebelum terjadi perceraian alangkah baiknya ditempuh
dengan upaya kerukunan antara dua pertemuan, mengingat ikatan pernikahan adalah ikatan

Noer Azizah, Rizal Baharudin | Analisis Yuridis Terhadap Putusan Kasus Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Bojonegoro
yang paling suci dan kuat.6 Dalam “Pasal 38 huruf b Undang-undang no 1 tahun 1974 tentang
perkawinan” sebagaimana dijelaskan bahwa putusnya suatu perkawinan dapat terjadi karena
adanya beberapa hal yakni “kematian, perceraian dan putusan pengadilan”. Termaktub juga
dalam “Pasal 39 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan” menjelaskan
bahwa perceraian hanya dapat dilakukan dihadapan sidang pengadilan dan bukan dengan
putusan pengadilan. Dengan hal ini munculah istilah cerai ”talak” dan cerai “gugat” yang
termaktub dalam “Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975”.
Sebagaimana dalam perkara ini penggugat mengajukan gugatan cerai. Berikut ini
analisis kasus dari “Putusan Nomor 1860/pdt.G/2021/PA.Bjn,” antara lain: Ditinjau dari para
pihak, para saksi, dan pertimbangan hakim.
Ditinjau dari Para Pihak, maka hal tersebut didasarkan dari keterangan pihak Penggugat dan
pihak Tergugat.
1. Penggugat

Dalam hal ini diketahui bahwa Penggugat adalah istri yang mengajukan gugatan cerai
berdasarkan alasan yang menjadi dasar dalam pengajuan gugatan ini. Seperti dalam kasus ini,
alasan mengajukan gugatan cerai adalah karena hubungan perkawinan Penggugat dan
Tergugat sudah tidak harmonis lagi, ditandai dengan seringnya pertengkaran sejak Agustus
2020 dan Tergugat tidak memberikan nafkah sebagaimana mestinya. Terhitung sejak Putusan
Nomor 1860/pdt.G/2021/PA.Bjn, diketahui bahwa Penggugat dan Tergugat telah memiliki
seorang anak perempuan yang berusia 9 tahun, belum dewasa dan sangat membutuhkan hak-
haknya sebagai seorang anak. Pertengkaran yang terjadi antara Penggugat dan Tergugat
menyebabkan keduanya harus berpisah selama kurang lebih 1 (satu) tahun.
Jika ditelaah, kasus ini merupakan kasus perceraian yang biasa diajukan ke
pengadilan. bahwa berdasarkan ketentuan “Pasal 125 ayat (1) HIR” yaitu putusan yang
dijatuhkan tanpa kehadiran Tergugat dapat dikabulkan sepanjang berdasarkan hukum dan
akal sehat, dan hal ini sejalan dengan pendapat fiqh ahli yang diambil alih menjadi pendapat
Majelis Hakim dalam Kitab Ahkamul Qur'an juz II hal. 405 yang artinya: “Barang siapa
dipanggil menghadap Hakim (Islam), maka dia tidak datang sebelumnya maka dia zalim, dan
haknya gugur”, alasan kedua adalah rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak rukun,
sering terjadi pertengkaran karena Tergugat tidak pernah memberikan dukungan kepada
Penggugat. Hal ini diatur dalam “Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan” yang dalam hal ini
memberikan batasan alasan perceraian yang boleh dan dapat diterima di pengadilan. Suami
istri pada hakekatnya dapat mempertahankan ikatan perkawinannya dengan syarat kehidupan
rumah tangganya berjalan ma'riif, yaitu rumah tangga yang bahagia. Namun jika yang terjadi
sebaliknya dan dalam pernikahan tidak ada sakinahan atau kebahagiaan, maka dapat dicari
jalan perpisahan yang baik. Dari kasus antara Penggugat dan Tergugat ini, telah terjadi
pertengkaran yang ditandai dengan berakhirnya tanggung jawab atau penelantaran dalam
memberikan nafkah, dan perpisahan selama kurang lebih 1 (satu) tahun.
2. Tergugat

6
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, I (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1995). 268.

Noer Azizah, Rizal Baharudin | Analisis Yuridis Terhadap Putusan Kasus Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Bojonegoro
Tergugat adalah suami dari penggugat, Tergugat tidak hadir dan jawabannya tidak
dapat didengar, tetapi karena perkara ini merupakan perkara perceraian, maka Penggugat
tetap wajib membuktikan alasan perceraiannya dengan mengajukan bukti-bukti yang cukup.
Untuk membuktikan dalil-dalil gugatan cerai, Penggugat telah mengajukan bukti surat P.1,
P.2 dan dua saksi; Menimbang, bahwa alat bukti P.1 berupa fotokopi Kartu Tanda Penduduk
atas nama Penggugat, bermaterai cukup, dinazegelen, dan sesuai dengan aslinya, isi alat bukti
menjelaskan tempat tinggal Penggugat, maka bahwa alat bukti tersebut telah memenuhi
syarat formil dan material pembuktian.
Kedua saksi yang dihadirkan oleh Penggugat adalah orang-orang yang dekat dengan
Penggugat dan Tergugat, yang dalam memberikan keterangannya telah bersumpah sesuai
dengan “Pasal 147 HIR jo Pasal 1911 KUH Perdata” dan diyakini bahwa saksi-saksi tersebut
mengetahuinya. tentang keadaan rumah tangga Penggugat dan Tergugat beserta
keterangannya. saling serasi (“Pasal 170 HIR jo Pasal 1908 KUHPerdata”) dan keterangan
para saksi sesuai dengan ketentuan “Pasal 76 ayat (2) Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 1989
jo. Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor: 9 Tahun 1975”, sehingga telah memenuhi
syarat formil sebagai alat bukti, sehingga dapat diterima dan dipertimbangkan; keterangan
saksi 1 dan keterangan saksi Penggugat tentang adanya pertanyaan yang tumbuh sendiri
antara Penggugat dan Tergugat, merupakan suatu kenyataan yang sudah mapan dan berlaku
untuk dalil-dalil yang harus dibuktikan oleh Penggugat, maka penjelasan dari pengamat
Penggugat telah memenuhi syarat materiil sebagaimana yang dimaksud dalam “Pasal 171
HIR. dan Pasal 172 HIR”, agar keterangan saksi mempunyai kekuatan pembuktian dan dapat
diterima sebagai alat bukti. Memutuskan perkawinan dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Ditinjau dari keterangan saksi adalah sebagaimana berikut:
1. Bahwa “Penggugat dan Tergugat adalah suami istri telah dikaruniai seorang anak
perempuan berumur 9 tahun”;
2. Bahwa “rumah tangga Penggugat dan Tergugat sering terjadi perselisihan dan
pertengkaran dikarenakan Tergugat tidak pernah memberi nafkah kepada Penggugat”;
3. Bahwa “sejak Agustus 2020 Penggugat pulang kerumah orangtua Penggugat sehingga
Penggugat dan Tergugat tidak pernah lagi kumpul dalam satu rumah tangga yang baik,
dan sudah berpisah selama 1 tahun”;
4. Bahwa “antara keduanya sejak berpisah tidak pernah lagi saling berkomunikasi dan
mengunjungi”;
5. Bahwa “meskipun keluarga Penggugat telah berusaha untuk mengakomodasi, namun
usaha tersebut tidak membuahkan hasil”;
Menimbang, bahwa tergantung pada peryataan yang di sampaikan di atas, maka dapat
diduga bahwa kenyataan-kenyataan yang sah adalah bahwa antara Penggugat dan Tergugat
secara teratur terjadi perdebatan dan pertengkaran, bahkan keduanya sudah berpisah tempat
tinggal sampai dengan sekarang perkara ini akan diputuskan selama kurang lebih 1 tahun,
sehingga keduanya tidak mungkin dapat diharapkan untuk hidup rukun lagi dalam rumah
tangga yang baik;
Berdasarkan analisis perkara perceraian menurut pertimbangan hakim dalam putusannya,
perkara ini kemudian dikabulkan dengan perceraian Tergugat satu bain sughro terhadap
Penggugat, dengan fakta sah telah memenuhi “Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang. Nomor 1
Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 116

Noer Azizah, Rizal Baharudin | Analisis Yuridis Terhadap Putusan Kasus Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Bojonegoro
huruf (f) Kompilasi Hukum Islam” fakta sah lainnya juga telah memenuhi norma hukum
Islam yang terdapat dalam Kitab Fiqh Sunnah Juz II laman 248 yang berbunyi sebagai
berikut: “Jika gugatan Penggugat dimuka Pengadilan dibuktikan dengan keterangan istri atau
karena pengakuan suami, sedangkan hubungan suami istri tidak dapat dilanjutkan lagi karena
perbuatan suami.Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Penggugat tidak pernah
bercerai, maka Permohonan Penggugat mengenai keinginannya untuk bercerai dari Tergugat
sesuai dengan “Pasal 119 angka (1) Kompilasi Hukum”, dengan demikian Islam dapat
dikabulkan dengan keputusan Verstek.
Analisis Yuridis Terhadap Putusan Nomor 1860/Pdt.G/2021/PA.Bjn
Berikut penulis akan mencoba menganalisis tentang cerai gugat dalam Putusan
Nomor 1860/Pdt.G/2021/PA.Bjn ditinjau dengan hukum Islam. Rincinya sebagai berikut:
Perpisahan atau umumnya disebut perceraian dalam Islam bukanlah sebuah
penyangkalan, namun sebagai pintu masuk terakhir Ketika dirasa sudah tidak dapat lagi
hubungan bisa diselamatkan, ketika tidak ada jalan keluar alternatif. Sebenarnya, secara sah,
terpisah telah diatur dalam "Pasal 38 huruf b UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan”. Hal
ini menjelaskan bahwa berakhirnya suatu ikatan suci perkawinan dapat terjadi karena
beberapa faktor seperti, perpisahan, dan putusan pengadilan. Secara hukum yang berlaku
dijelaskan putusnya suatu perkawinan karena perceraian tidak sama dengan peristiwa
berakhirnya suatu perkawinan.
Dalam Bahasa Arab gugatan cerai disebut sebagai al-khulu. Kata al-khulu sendiri
berasal dari kata 'khu'u ats-tsauwbi, yang memiliki makna melepas pakaian. Kemudian, pada
saat itu, itu digunakan untuk pasangan wanitanya untuk melepaskan diri dari ikatan
pernikahan. Sementara itu, sebagaimana ditunjukkan oleh pemahaman syariat, para fuqaha
mengatakan dalam berbagai definisi, bahwa hsa al-khulû adalah peristiwa perpecahan
(memisahkan) antara pasangan dengan sukacita keduanya dan dengan pasangan memberikan
tebusan yang berupa membayar iwadh kepada suami. Dalam Islam, jika pasangan merasa
tertekan dengan perilaku dan keadaan setengahnya yang lebih baik, dia memiliki pilihan
untuk berpisah, begitu juga sebaliknya, jika istri merasa disalahgunakan oleh perilaku dan
keadaan setengahnya yang lebih baik, dia dapat mencari pemisahan hukum, yang dikenal
sebagai khulu'.7
Kompilasi Hukum Islam menjelaskan pengertian khulu dalam Pasal 1 bahwa
pengertian khuluk adalah perpisahan yang terjadi sesuai dengan pasangannya dengan
memberikan imbalan atau iwadl kepada dan dengan persetujuan si suami. 8 Khulu merupakan
termasuk kelompok Talak Ba`in Shughra yang dalam pengertiannya talak yang hanya boleh
dirujuk apabila melaksanakan Kembali akad nikah yang baru walaupun sesungguhnya masih
dalam masa iddah, sebagai mana yang dijelaskan dalam “Pasal 161 Kompilasi Hukum Islam
(KHI)” bahwa akibat perceraian dengan jalan khulu dapat mengurangi jumlah talak dan tidak
dapat dirujuk.9

7
Henderi Kusmidi, “Khulu’ (Talak Tebus) Dan Implikasi Hukumnya Dalam Perspektif Hukum Islam,” EL-
AFKAR : Jurnal Pemikiran Keislaman Dan Tafsir Hadis 7, no. 1 (2018): 39,
https://doi.org/10.29300/jpkth.v7i1.1586.
8
Kompilasi Hukum Islam, 1.
9
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 161.

Noer Azizah, Rizal Baharudin | Analisis Yuridis Terhadap Putusan Kasus Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Bojonegoro
Walaupun khulu dalam agama dihalalkan, bagaimanapun, harus diikuti dengan alasan
yang kuat, seperti pasangan mabuk, penipu, pemain, tidak menampung keluarganya dan lain-
lain. Jika seorang wanita atau pasangan meminta perpisahan tanpa alasan atau sengaja
mencari-cari alasan, maka bau surga itu haram baginya. Berdasarkan hadits Nabi SAW: yang
artinya: “Dari Tsauban, Rasul SAW bersabda: “Siapapun perempuan yang meminta cerai
kepada suaminya tanpa sebab, maka haram baginya bau syurga”.10
Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 116 KHI tentang alasan perceraian dapat terjadi
karena alasan atau alasan-alasan:
1. Bahwa “Salah satu dari suami atau isteri melakukan perselingkuhan atau berubah
menjadi pemabuk, pemadat, penipu, dll yang sulit diperbaiki”.
2. Bahwa “Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut dan dalam waktu yang lama tanpa izin dari pihak lain dan tanpa
penjelasan yang sah atau karena alasan yang berbeda di luar kesanggupannya”.
3. Bahwa “Salah satu pihak melakukan kejahatan dan di bui selama 5 (lima) tahun atau
mendapat hukuman yang lebih berat dari itu setelah terjadinya perkawinan”.
4. Bahwa “Salah satu pihak melakukan tindakan kekerasan serta berbuat kejam kepada
pihak lain sampai menimbulkan ancaman yang membahayakan”.
5. Bahwa “Salah satu pihak menderita cacat yang berakibat ketidakmampuan atau
terkena penyakit karena tidak memiliki pilihan untuk melakukan komitmennya
sebagai pasangan suami atau istri”.
6. Bahwa “Di antara pasangan ada pertanyaan dan pertengkaran tanpa henti dan tidak
ada keinginan untuk hidup dalam kesepakatan lagi dalam keluarga”.
7. Bahwa “Suami melanggar taklik talak”.
8. Keluar dari agama atau murtad dan berpindah ke agama yang lain sehingga memicu
ketidaknyamanan dan pertengkaran dalam keluarga.11
Dalam Putusan Nomor 1860/Pdt.G/2021/PA.Bjn. Dimana sang istri disini disebut sebagai
penggugat dan suami disebut sebagai tergugat, dalam gugatannya si penggugat melakukan
gugatan dengan alasan mengingat keluarga Penggugat dan Tergugat hidup rukun dan akur,
namun sejak Agustus 2017 Keluarga Penggugat dan Tergugat mulai tidak kondusif karena
perdebatan dan pertengkaran yang kian hari terjadi secara terus menerus. Dijelaskan bahwa
terjadinya pertengkaran antara Penggugat dengan Tergugat adalah tidak lain dan tidak bukan
dikarenakan Ketika Tergugat mencari nafkah akan tetapi Penggugat tidak diberikan haknya
dari hasil bekerja tersebut, dan justru dinikmati sendiri oleh Tergugat. Bahwa karena adanya
perdebatan dan pertengkaran tersebut, maka sejak Agustus 2020 Penggugat telah kembali ke
rumah orang tua Penggugat dan telah terjadi perpecahan yang telah berlangsung selama 1
tahun. Bahwa selama perpisahan terjadi tersebut tidak ada hubungan sama sekali antara
Penggugat dan Tergugat, baik secara nyata (langsung) maupun secara intelektual (tidak
langsung). Karena dalam masa perpisahan tersebut upaya-upaya perdamaian yang sudah
dilakukan tidak membuahkan hasil maka dalam perkara ini sudah jauh dari tujuan dari
pernikahan sesuai yang diatur dalam pada Pasal 3 KHI maka terjadilah perceraian.
Adapun agar dapat dikabulkan gugatan cerai yang didaftarkan oleh penggugat maka
penggugat harus dapat memberikan alasan yang jelas dan benar adanya. Salah satu contohnya

10
Henderi Kusmidi, Op. Cit, 44
11
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 116.

Noer Azizah, Rizal Baharudin | Analisis Yuridis Terhadap Putusan Kasus Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Bojonegoro
yang bisa digunakan sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam “Pasal 116” huruf f, khususnya
jika di antara pasangan terjadi pertengkaran dan pertengkaran yang tiada henti dan tidak ada
harapan untuk hidup rukun kembali dalam keluarga. Juga antara Penggugat dan Tergugat
sampai sekarang tidak memiliki perasaan cinta bersama, keandalan dan rasa hormat satu
sama lain, di mana cinta, penghargaan, penghargaan dan dedikasi yang sama dan saling
memberikan bantuan fisik dan dunia lain satu sama lain adalah sendi mendasar dan berubah
menjadi komitmen pasangan dalam pernikahan, yang mana kewajiban suami dan isteri telah
terkandung dalam “Pasal 80 dan Pasal 83 Kompilasi Hukum Islam”. Untuk mengevaluasi
factor atau sekali lagi alasan yang dapat digunakan sebagai alasan Pemisahan sebagaimana
ditunjukkan oleh hukum Islam adalah dengan menemukan respon yang tepat dari satu atau
dua pihak "tidak" perlu hidup masing-masing hidup ikatan pasangan. 12 Alasan untuk berpisah
di kebenaran kehidupan individu harus dengan alasan yang jelas dan sesuai aturan Syariah.
Dalam Putusan Nomor 1860/Pdt.G/2021/PA.Bjn. Putusan hakim yang mengabulkan
gugatan dari penggugat dirasa sudah tepat, karena alasan atau sebab-sebab terjadinya
perceraian telah diuraikan sesuai dengan apa yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam
sebagai kenyataan saat ini di pendahuluan bahwa penjelasan utama Penggugat untuk
pemisahan secara hukum adalah bahwa keluarga Penggugat dan Tergugat tidak rukun, sering
terjadi pertengkaran dengan alasan Tergugat tidak pernah diberikan nafkah kepada pihak
yang dirugikan dan karena pertanyaan dan pertengkaran tersebut, maka pada saat itu
terhitung sejak Agustus 2020 Penggugat pulang ke rumah orang tua Penggugat dan terjadi
perpecahan yang sampai saat ini sudah berlangsung selama 1 tahun dan antara pihak yang
tersinggung dan pihak yang berperkara tidak mungkin ada hubungan seperti pasangan. Dalam
masalah ini Majelis Hakim dan keluarga juga telah berupaya mendamaikan namun upaya
tersebut tidak berhasil, maka alangkah lebih baik daripada pertengkaran antara keduanya
tidak kunjung membaik maka lebih maslahah apabila diakhiri saja dengan cara perceraian
agar tidak timbul masalah baru dan para pihak bisa hidup dengan tenang sendiri-sendiri.
Mengingat Tergugat tidak pernah hadir di persidangan meskipun telah diajukan secara
sah dan patut serta terbukti tidak dapat dilacak bahwa ketidakhadiran tersebut karena suatu
halangan yang sah, maka Tergugat harus dinyatakan tidak hadir dalam persidangan, lalu
perkara ini tetap lanjut meskipun tidak dihadiri oleh Tergugat. Dan walaupun pihak tergugat
tidak datang, dikarenakan perkara ini merupakan jenis perkara perdata (perceraian), maka
Penggugat tetap diwajibkan untuk menunjukkan sebab dan alasan perceraiannya dengan
mengajukan alat-alat bukti yang cukup dan dua orang saksi yang merupakan orang-orang
dekat para pihak, yang dalam memberi keterangannya telah disumpah dan diyakini bahawa
saksi-saksi tersebut mengetahui tentang kedaan penggugat dan tergugat hal ini sesuai dengan
“vide pasal 171 HIR/308 RBG”.
Menimbang, karena tergugat tidak hadir walaupun sudah dipanggil secara resmi selama
persidangan maka hakim mengabulkan gugatan secara verstek, yang mana Putusan verstek
merupakan memutuskan suatu kasus atas suatu perkara yang dipersengketakan yang
menyetujui Hakim untuk memutuskan suatu pilihan tanpa kehadiran Tergugat. Menimbang
bahwa karena perceraian dilakukan dengan cara gugat maka hakim menjatuhkan talak satu
ba’in sughro tergugat terhadap penggugat, yang akibatnya dalam pengertiannya sebagai mana
yang telah dijelaskan dalam “Pasal 161 Kompilasi Hukum Islam” bahwa akibat cerai dengan
Sanusi, Taufiq Nur, Fikih Rumah Tangga Perspektif Al-Qur’an dalam Mengelola Konflik Menjadi Harmon,
12

Cet, I, (Depok: Elsas 2010). 201

Noer Azizah, Rizal Baharudin | Analisis Yuridis Terhadap Putusan Kasus Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Bojonegoro
cara khulu dapat mengurangi jumlah talak dan tidak dapat disinggung atau pisah dari yang
tidak dapat rujuk namun akad nikah lagi dengan mantan istri tersebut tetap diperbolehkan
walaupun kenyataannya bahwa itu dalam iddah.
Menimbang, karena penggugat dan tergugat telah dikaruniai seorang anak, dalam Pasal
156 juga telah diatur mengenai konsekwensi dari putusnya perkawinan karena terjadi cerai
adalah sebagai berikut:
a. Bahwa, “Seorang anak yang belum dapat membedakan mana yang haq dan yang bathil
(belum mumayyis) maka berhak diasuh oleh ibunya, kecuali jika ibunya telah tidak ada
(meninggal dunia), maka haknya diberikan kepada”:
1) Wanita yang sedarah dengan si ibu keatas;
2) Ayah;
3) Wanita yang sedarah dengan si ayah keatas;
4) Kakak perempuan dari anak tersebut;
5) Wanita yang merupakan anggota keluarga dekat yang ditunjukkan oleh garis samping
dari ayah.
b. Bahwa, “Anak-anak yang “mumayyiz” memiliki hak istimewa untuk memutuskan untuk
mendapatkan hadhanah dari ayah mereka atau ibunya”;
c. Bahwa, “Dalam hal apabila pemegang hadhanah akhirnya tidak dapat menjamin
keamanan fisik dan jiwa anak, meskipun biaya pokok dan hadhanah telah terpenuhi, maka
pada saat itu, sesuai dengan kerabat. bersangkutan, Pengadilan Agama dapat
memindahkan hak hadhanah kepada jenderal lain yang memiliki hadhanah secara
langsung juga”.
d. Bahwa, “Semua biaya hadhanah dan nafkah anak adalah kewajiban ayah sesuai dengan
kemampuannya, dalam pokoknya sampai anak itu dewasa yang bisa mengurus dirinya
sendiri (21 tahun).
e. Bahwa, “Dalam hal timbul ketidaksesuaian tentang hadhanah dan tunjangan anak,
Pengadilan Agama akan memberikan pilihannya tergantung pada huruf (a), (b), dan (d)”;
f. Bahwa, “Pengadilan juga dapat mempertimbangkan kemampuan ayah untuk memutuskan
jumlah biaya untuk dukungan dan sekolah anak-anak yang tidak mengikutinya”.13
Penutup
Berdasarkan pemaparan ringkasan putusan serta analisis terhadap Putusan Nomor
1860/Pdt.G/2021/PA.Bjn dapat disimpulkan:
Semula hubungan pihak tergugat dan keluarga tergugat berjalan dengan rukun dan serasi,
namun sejak Agustus 2017 keluarga tergugat dan keluarga penggugat mulai menggelepar
timbul ketidaknyamanan akibat adu mulut yang terjadi dan pertengkaran yang ditimbulkan
oleh tergugat. bekerja namun hasil dari kerjanya tidak diberikan kepada penggugat, justru
dipegang sendiri oleh tergugat. Akibat perkelahian dan ketidak harmonisan dalam rumah
tangga maka sejak Agustus 2020 penggugat pulang kerumah orang tuanya yang selama
perpisahan tersebut antara penggugat dan tergugat sudah tidak ada hubungan baik lahir
maupun bathin. Upaya damai sudah dilakukan dan tidak berhasil, dikarenakan pertengkaran
yang terus menerus, nafkah yang tidak diterima oleh penggugat. Maka keluarga antara pihak
yang tersinggung dan tergugat dapat pada saat ini tidak dapat dipertahankan, sehingga dengan

13
Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian (Jakarta: Sinar Grafika, 2013). 381.

Noer Azizah, Rizal Baharudin | Analisis Yuridis Terhadap Putusan Kasus Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Bojonegoro
pertimbangan dan harapan agar kedua belah pihak tidak lebih banyak dalam melanggar
norma hukum dan agama maka perceraian adalah solusi terakhir yang terbaik.
Pemutusan ikatan pernikahan menyebabkan timbulnya sakit dalam hati pasangan dan
membuat hati menjadi berkecamuk karena yang sebenarnya pernikahan harusnya memiliki
tujuan yang mulia namun harus kandas dengan cara seperti tersebut. Bagaimanapun, untuk
pasangan setelah melakukan gugatan di Pengadilan Agama benar-benar akan mendapatkan
predikat sebagai seorang janda. Terlepas dari apakah tidak semuanya seperti itu, namun janda
adalah gambar yang menunjukkan bahwa kekecewaan yang terjadi di dalam pernikahan.
Sebagai pertimbangan Hakim dalam perkara ini dimana Penggugat dan Tergugat adalah
suami istri yang belum pernah bercerai, maka Penggugat memiliki legal standing dalam
perkaranya, dan ketidakhadiran dari Tergugat maupun wakilnya, walaupun telah dipanggil
secara resmi sehingga harus diperiksa secara verstek. Sehingga dalam putusan ini Hakim
merujuk pada Pasal 125 ayat (1) HIR, menjelaskan pilihan yang diberikan tanpa kehadiran
Tergugat dapat dibenarkan sepanjang itu tergantung pada hukum dan pertimbangan, dan hal
ini sesuai dengan penilaian ahli fikih yang diambil alih tersebut. berubah menjadi penilaian
Majelis Hakim dalam Kitab Akhlamul Qur'an juz 11 hal.405.
Dalam “Pasal 39 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 74” menjelaskan bahwa
“Pemisahan harus diselesaikan sebelum Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang
bersangkutan telah runtuh untuk menampung dua pertalian yang suci”. Kemudian, pada saat
itu, “Pasal 39 Ayat 2” menyatakan bahwa untuk mengasingkan diri untuk berpisah harus ada
penjelasan yang cukup, bahwa pasangan tersebut tidak dapat hidup serasi dan sepaham untuk
menjadi atau berperan sebagai suami istri.
Berdasarkan gugatan yang di ajukan oleh Penggugat telah sesuai dengan penimbangan
hukum yang digunakan Hakim dan “Pasal 14 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975
tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan”, serta “Pasal 129 KHI”.
Berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti pada sidang pendahuluan yang dijadikan bahan
pertimbangan bagi Hakim, pejabat yang ditunjuk Pengadilan Agama Bojonegoro memilih
untuk menjatuhkan putusan talak kepada pihak yang dirugikan secara verstek dan
menyerahkan pemisahan satu ba'in sughro dari pihak yang berperkara terhadap pihak yang
berperkara. pihak yang tergugat. Dan membebankan biaya perkara ini terhadap penggugat
Saran:
1. Setiap masalah dalam keluarga harusnya diselesaikan dengan baik agar tidak
membawa akibat yang buruk bagi perkawinan, apalagi jika perkawinan tersebut sudah
dikaruniai seorang anak alangkah lebih baik jika dipertimbangkan secara matang-
matang sebelum mengambil keputusan.
2. Maksud di balik perpisahan, meskipun tidak diatur dalam undang-undang, seharusnya
dapat dijadikan sebagai alasan utama untuk mendokumentasikan gugatan cerai,
mengingat budaya Indonesia yang rumit sehingga bukan hanya alasan yang tercantum
dalam undang-undang yang dapat menyebabkan terjadinya perceraian. kehancuran
keluarga.
3. Suami istri pada hakekatnya dapat mempertahankan ikatan perkawinannya dengan
syarat kehidupan rumah tangganya berjalan ma'riif, yaitu rumah tangga yang bahagia.
Namun jika yang terjadi sebaliknya dan dalam pernikahan tidak ada sakinah atau

Noer Azizah, Rizal Baharudin | Analisis Yuridis Terhadap Putusan Kasus Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Bojonegoro
kebahagiaan, maka dapat dicari jalan perpisahan yang baik tanpa mendzolimi pihak
yang lain.
Daftar Pustaka
Al-Istanbuli, Syaikh Mahmud Mahdi. Kado Pernikahan. Jakarta: Qisthi Press, 2012.
Al-Jaziri, Abdurrahman. Kitab Al-Fiqh Ala Mazahib Al-Arba’ah. Jilid lV. Kairo: Dar al-fikr,
n.d.
Kompilasi Hukum Islam
Kusmidi, Henderi. “Khulu’ (Talak Tebus) Dan Implikasi Hukumnya Dalam Perspektif
Hukum Islam.” EL-AFKAR : Jurnal Pemikiran Keislaman Dan Tafsir Hadis 7, no. 1
(2018): 37. https://doi.org/10.29300/jpkth.v7i1.1586.
Presiden Republik Indonesia. “Undang-Undang Tentang Perkawinan,” 1974.
Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. I. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1995.
Sanusi, Nur Taufiq. Fikih Rumah Tangga Perspektif Al-Qur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmon. Cet I. Depok: Elsas 2010.
Syaifuddin, Muhammad. Hukum Perceraian. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
UU No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Vidya prahassacitta, “Penelitian Hukum Normatif Dan Penelitian Hukum Yuridis”
Https://Business-Law.Binus.Ac.Id/ , diakses pada tanggal 16 Oktober 2021, pukul 11.30
WIB

Noer Azizah, Rizal Baharudin | Analisis Yuridis Terhadap Putusan Kasus Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Bojonegoro

You might also like